Anda di halaman 1dari 37

PANDUAN LEKTOR

KATA PENGANTAR

Seorang pembaca adalah orang yang benar-benar tahu


tentang teknik membaca, mengatur nafas di mana dia harus
mengambil nafas, kapan dia berhenti, dll. Itulah dalam hal ini
dipaparkan, hanya sedikit orang dari semua orang yang bisa
membacakan suatu buku atau teks dengan baik, sedikit orang
yang bisa membawakan puisi dengan baik, sedikit orang katolik
yang bisa membacakan Kitab Suci.
Pembaca Kitab Suci atau Lektor adalah seorang petugas
yang terpenting dalam perayaan liturgi di gereja dan juga di
tempat-tempat ibadah.
Menjadi lektor berarti menjadi pewarta Sabda Allah.
Melalui lektor Allah berbicara. Sebelum seorang lektor
melaksanakan tugasnya sebagi lektor, dia harus
mempersiapakannya terlebih dahulu.
Penulis yakin bahwa cukup banyak orang yang bakat
terhadap lektor yang baik, untuk menjadi lektor, asal
mengadakan persiapan dan latihan dengan tekun.
Dalam buku ini membahas dua bagian, yakni:
1. Teknik membacakan suatu bacaan dari Kitab Suci
2. Teknik atau tata gerak pelayan liturgi (secara khusus bagi
lector) dalam Perayaan Ekaristi di kampus.

AD. I
Pada bagian pertama yaitu teknik membacakan bacaan,
penulis menambahkan ide-ide baru dari yang telah ada yakni
dari beberapa buku pegangan tentang lektor. Dengan harapan,
seorang lector dapat menambah wawasan lebih luas tentang
lector.
Pada bagian kedua yakni teknik gerak dalam Perayaan
Ekaristi. Bagian kedua ini dapat dipaparkan sesuai hasil
pengamatan penulis dalam tata gerak Perayaan Ekaristi di
kampus. Dengan membaca buku panduan ini, lektor dapat
memahami tata gerak dalm Perayaan Ekaristi tanpa harus
melalui pelatih, pembimbing lektor.
Penulis menyusun buku ini tidak hanya terbatas pada
warga umat Kampus Sanata Dharma, tetapi juga bagi seluruh
umat katolik yang ingin mendalami tentang lector. Maksud
penulis, di mana pada bagian pertama yakni teknik membacakan
Kitab Suci. Memang, pada bagian kedua yakni tata gerak dalam
Perayaan Ekaristi tersebut agak beda dengan setiap paroki atau
tempat Ibadah Ekaristi.
Semoga buku ini dapat berguna bagi setiap orang yang
ingin mendalami tentang lector!

BAB I
TEKNIK MEMBACA BACAAN
A. MEMBACA DENGAN BAIK.

Setiap orang yang pernah sekolah di tingkat SD tentu bisa


membaca meskipun cara membacanya tidak seefektif tingkat
atas. Dalam membacakan suatu bacaan, tentu kita sering
menemukan perbedaan membaca. Hal ini terlihat dengan jelas
ketika kita membandingkan antara pembacaan seorang anak SD
yang suaranya putus-putus, anak SMP atau anak SMA dengan
seorang pembaca berita di RRI. Semua ini tentu memiliki
perbedaan yang kentara.
Kita sering mengatakan bahwa membaca dengan baik
adalah bila kita membaca seakan-akan teks yang dibaca tidak
dibacakan tetapi diceritakan dengan kata-kata sendiri. Pendapat
seperti itu tidaklah sepenuhnya benar. Hal tersebut disebabkan
karena orang yang membaca Kitab Suci adalah mewartakan
Sabda Allah, bukan ide atau pendapatnya sendiri. Maka
pembaca tidak cukup hanya mengucapkan dengan nada yang
datar (monoton) dengan kata-kata yang dicetak dalam teks
bacaan.
Untuk membaca dengan baik, seorang penbaca perlu
adanya pelafalan (pronunciation) yang tepat dan pengucapan
(articulation) yang jelas. Selain, itu masih banyak kriteria yang
perluh diperhatikan. Bacaan tersebut dapat diterima dan
sungguh-sengguh masuk pada para perdengar, hal ini berarti
para pendengar:
- Mengangkap bacaan di telinga.
- Dipahami dengan akal.
- Dan meresap ke dalam hati
Maka yang dimaksud dengan menbaca dengan baik adalah bila
pembaca membawakan suatu teks dengan memahami serta
menghayatinya sendiri, sehingga dalam membacanya ia dapat
mengadakan variasi ketegangan, lagu dan irama dan para pendengar
dapat menangkapnya dengan telinga, budi, dan hati.
B. LEKTOR

1. Pengertian Lektor
Sakramen Baptis dan Sakramen Krisma menjadi titik tolak
bagi semua umat beriman kristiani untuk dipanggil dan diutus
untuk ambil bagian dalam tugas perutusan Yesus Kristus
mewartakan Kerajaan Allah. Perutusan itu tergantung pada
kedudukan dan kemampuan masing-masing umat. Menjadi
lektor adalah salah satu tugas perutusan itu.
Kata “lektor” berasal dari bahasa Latin lector-oris (kata
benda) dan berkaitan dengan kata kerja lectere, lectitere yang
merupakan bentukan dari kata kerja legere artinya membaca,
membacakan. Dalam Ensiklopedia Gereja Katolik III, 1973, kata
lektor berisi dua makna:

§ Petugas pria awam yang dilantik secara tetap oleh uskup atau
superior untuk memabacakan Kitab Suci (kecuali Injil) dan
Mazmur kepada seluruh umat.
§ Warga umat, baik laki-laki maupun perempuan yang ditugasi
membacakan Kitab Suci dalam perayaan liturgy (KHK kan.
230, 2).2

2. Perubahan dalam Peran Lektor


Tugas pembaca Kitab Suci sudah ada sejak tradisi Yahudi.
Tugas ini dilakukan oleh kaum laki-laki yang dipercayakan dan
ditunjuk oleh jemaat. Selain membacakan bacaannya, petugas
juga mengajarkan isi sabda yang dibacakan.
Dalam tradisi jemaat Korintus, telah terjadi pembagian tugas
pelayanan dalam ibadat bersama. Walaupun ada pembagian
tugas pelayanan, peran laki-laki sangat dominan seperti halnya
pada tradisi Yahudi. Pada masa Yustinus Martir, tidak ada
kejelasan mengenai siapa petugas pembaca itu. Di sini hanya
dikatakan “seorang pembaca”, tidak jelas laki-laki atau
perempuan. Namun, peran lektor sebagai pembaca sangat tegas
dan jelas diungkapkan Yustinus Martir
dalam Apologi pertamanya.
1

Perkembangan lain terjadi pada masa Tertullianus. Pada masa


itu, peran umat biasa semakin berkurang. Pembacaan sabda di
dilakukan oleh lektor yang sudah dikhususkan, maksudnya
orang awam yang masuk dalam Ordinationis. Dalam
perkembangan selanjutnya, lektor ditempatkan sebagai sebutan
salah satu tahap dalam pendidikan calon imam, yakni Pelantikan
Lektor Akolit.
Perubahan lektor yang sangat berarti terjadi pada akhir abad
ke-4 dan awal abad ke-5. Pada masa itu, tugas membacakan
sabda diserahkan kepada awam. Mereka dipercaya membacakan
di depan umum.
Pada abad pertengahan, perkembangan lektor seakan –akan
terputus akibat semakin maraknya kebiasaan umat merayakan
Ekaristi pribadi di kalangan klerus (rohaniwan). Liturgi menjadi
liturgy klerus dan awam semakin terasing dari Liturgi Gereja.
Pada masa Konsili Trente sampai Konsili Vatikan II, struktur
uskup, imam, diakon, dan lektor masih tetap dipertahankan.
Persoalan lektor awam belum mendapat tanggapan yang serius
dari para Bapa Konsili.
Akhirnya, sejak Konsili Vatikan II hingga sekarang,
perkembangan yang luar biasa terjadi. Gereja mau membuka
sendiri, mau mengadakan perubahan di segala bidang
kehidupan. Pertisipasi umat beriman (awam) dalam liturgi,
termasuk lektor semakin digalakkan. Lektor tidak lagi eksklusif
untuk kalangan terthabis, namun diberlakukan juga untuk awam
dengan suatu pelantikan.

Untuk menjadi petugas pelayan yang penting dalam Perayaan


Ekaristi tersebut, dibutuhkan beberapa persyaratan:
NO. PERSYARATAN
1. Pertama-tama yang harus dimiliki seorang lektor adalah
kemauan, yang meliputi kemauan bertugas, kemauan
berlatih terus-menerus, dan ma u terus berkembang dalam
iman.
2. Sesudah memiliki kemauan, ia harus mempunyai
kemampuan. Kemampuan yang dituntut seorang lector
adalah kemampuan membacakan dan mengerti isi bacaan
yang baru saja dibacakan. Setelah mempunyai
kemampuan membaca dan mengerti isi bacaan, seorang
ector dituntut untuk mengimani apa yang dibacakan
3. Selain membacakan untuk orang lain, seorang lector harus
terlibat, mendengarkan bacaan itu sehingga ia sungguh-
sungguh menjadi pewarta apa yang ia sendiri hayati dan
imani.
4. Selanjutnya, ia harus mempunyai semangat kerja sama di
dalam diri lektor. Semangat kerja sama ini sangat penting
di dalam Perayaan Ekaristi. Dengan semangat kerja sama
ini, diharapkan dimensi kebersamaan, kasatuanm dalam
Perayaan Ekaristi. Kerja sama ini dapat terwujud oleh
lektor dengan sesama lektor, dengan tim liturgy gereja,
dengan pastor yang memimpin, dengan tim liturgy
lainnya.
5. Sebagai petugas atau pelayan umat, seorang lektor harus
siap untuk mendapat masukan, kritikan, evaluasi, dan
perbaikan-perbaikan yang bersifat membangun, bahkan
tanggapan atau komentar yang sinis dari umat lain.
Dengan kerendahan hati dan keterbukaan hati untuk
mendengar dan memperhatikan masukan yang ada,
seorang lektor akan semakin berkembang dan pelayanan
gereja akan semakin ditingkatkan sehingga karya
keselamatan Allah semakin dapat dirasakan dan dihayati
semua umat beriman yang hadir dalam Perayaan Ekaristi
yang sedang dirayakan bersama-sama.
5. Yang terpenting dari semuanya itu adalah bahwa seorang
lektor berusaha untuk selalu mencintai Kitab Suci.

3. Pemakaian Suara
Kalau kita membaca, kita tentu ingin supaya suara kita dapat
mencapai orang yang hadir, juga mereka yang duduk di pojok
paling jauh. Untuk itu kita dapat meninggikan suara, sebab suara
yang yang tinggi dapat juga lebih keras. Tetapi cara itu kurang
baik. Kalau kita terus berbicara dengan suara tinggi, selaput
suara diforsir. Apalagi suara kita menjadi dapat dibuat-buat
dan kurang enak untuk didengar.
Maka perhatikan supaya mulai membaca dengan suara yang
cukup rendah. Ketinggian suara yang baik ialah ketinggian yang
kita pakai untuk berbicara biasa.

Dalam pembacaan Kitab Suci, seorang lektor perlu


memperhatikan beberapa hal, antara lain: Artikulasi, Intonasi,
Power, Pause/Jeda, prasering, dan Penjiwaan.
1. Artikulasi
Membaca lambat adalah syarat mutlak untuk mengucapkan
setiap kata dengan baik. Dalam pembicaraan yang cepat,
pengucapan kata-kata sering salah dan beberapa kata sama sekali
tertelan dan juga beberapa huruf dianaktirikan (hilang diantara
huruf-huruf yang lain. Maka demi pengucapan yang baik, lector
harus membaca agak lambat. Tetapi kita harus memperhitungkan
juga bagaimana kondisi tempat kita berbicara.
2. Intonasi
Kalau bernyanyi, kita mengucapkan kata-kata dengan
memakai suatu lagu. Lagu-lagu itu terdiri dari nada-nada yang
dapat ditulis dengan angka. Angka lebih tinggi berarti: nada
suara naik, angka lebih rendah berarti: nada suara turun.
Misalnya: kalau orang berseru dengan heran “ehh”, suara
dapat naik beberapa not. Tetapi jika orang mengerang kesakitan
“aduh”, suara dapat turun sampai satu oktaf. Itulah yang disebut
intonasi lagu dalam membacakan buku bacaan atau membacakan
Kitab Suci.
Menurut Rm.J.Waskito, SJ, yang dikemukakan oleh
F.X.Priyanto, nada suara seorang lector ada dua
yakni Arsis (kalimat yang tekanan kalimat terakhirnya dinaikan)
dan Thesis (kalimat yang tekanan kalimat pada akhir kalimat
diturunkan)
Contoh:
NO. ARSIS THESIS
1. Pemuda-pemuda harus anak-anak terjatuh
memikul batu kilangan, karena beratnya pikulan
kayu. (Yeh. 1:13)
2. Anakku, jikalau engkau maka bersedialah untuk
bersiap untuk mengabdi percobaan. (Sir. 2:1)
kepada Tuhan,
3. Sekarang, aku telah tempat Engkau menetap
mendirikan rumah kediaman selama-lamanya. (1 Raj.
bagi-Mu, 8:13)
4. Saya malah tidak tahu apa makanya saya tidak
maksud katanya itu, menjawab.

3. Power dan Pemakaian Mike


Banyak gereja memakai pengeras suara, yaitu suatu pelengkap
teknik yang terdiri dari mike (microphone), amplifier,, dan
loundspeaker, yang bertujuan untuk memperluas jangkauan
suara pemimpin ibadat atau lektor.
Seorang lektor harus tahu bagaimana pengeras suara dapat
dimanfaatkan dengan baik. Banyak pengeras sura tidak
memenuhi syarat, kadang-kadang lebih menggagu daripada
menolong, karena peralatannya kurang sesuai untuk ruang doa
itu, atau karena salah pasang, atau karena alat-alat yang dipakai
kurang bermutu. Maka seorang perlu memperhatikan beberapa
hal berikut.
a. Apakah volume pengeras sura sesuai dengan suara anda?
Mungkin pastor yang sedang sedang memimpin Perayaan
Ekaristi kebetulan mempunyai suara yang lemah. Kalau
demikian, mungkin sekali pengeras suara di gereja kampus
disetel terlalu keras untuk suara anda. Padahal tidak mungkin
mengubah volume pengeras suara setiap kali seorang lektor lain
tampil ke mimbar.
b. Menentukan jarak
Tetapi anda sendiri mengatur volume dengan mengambil
posisi lebih dekat atau lebih jauh dari mike. Semakin jauh dari
mike, semakin lemah suara pengeras dan sebaliknya. Kalau jarak
anda dengan mike sudah tepat, jangan maju mundur lagi, tetapi
pertahankan jarak yang sama, supaya suara yang keluar dari
pengeras jagan pasang surut terus.
c. Pengeras suara bukan siaran radio
Secara teknis mungkin saja seorang lektor berbicara dengan
suara lemah, seperti orang yang duduk-duduk di angkringan
sambil minum teh. Asal dekat sekali dengan mike, suara lemah
dapat menjadi cukup besar untuk didengar melalui pengeras.
Cara bicara yang demikian adalah cocok intuk digunakan di
depan mike di studio radio atau di TV.
Lektor sendiri hampir tidak dapat menentukan apakah akibat
suara pemakaian olehnya. Maka itu membutuhkan koreksi dan
petunjuk dari orang lain. Maka, lebih-lebih berhubungan dengan
pemakaian mike, berlakulah nasehat: jagan ragu-ragu minta
kritik dari pendengar3!
4. Pause/Jeda
Unsur ini diperlukan untuk meresapkan pesan dari Kitab Suci
bagi umat, juga untuk mengganti suasana.
5. Prasering
Frasering adalah pengelompokkan kata tetapi belum menjadi
kalimat. Contoh: Tetapi seorang Farisi dalam Mahkamah Agama
itu / yang bernama Gamaliel, … (Kis.5: 34). Pengelompokkan
kata salah, artinya bisa lain. Contoh: Kamu suka makan jambu /
monyet?
6. Penjiwaan
Penjiwaan itu mantap bila kelima kriteria di atas itu terpenuhi.
Bila satu diantara lima kriteria di atas tidak tepenuhi, maka
penjiwaan menjadi “kering”.

Beberapa hal lebih terperinci


1. Pernafasan
Mungkin kita sudah pernah ujian secara lisan. Mungkin juga
kita sudah pernah ditugaskan untuk berbicara di depan umum.
Dalam kedaan itu saraf kita menjadi tegang sedang pernafasan
menjadi tersendat-sendat. Cara bernafas yang kurang teratur itu
mempersulit pembicaraan, mungkin sampai kita tak dapat
mengeluarkan sepatah kata pun.
Hal itu tidak mengherankan, sebab untuk berbicara kita
harus mengeluarkan nafas. Oleh nafas yang dikeluarkan, selaput
suara mulai bergetar. Maka nafas itu mulai kita manfaatkan
dengan sebaik-baiknya. Tariklah nafas dengan cepat tetapi
dalam. Keluarkan nafas dengan sehemat-hematnya. Hal hal ini
yang juga dilakukan oleh orang yang bernyanyi.
Cara terbaik sebelum seorang lector membacakan Kitab Suci
adalah dengan mengontrol pernafasan..Tariklah nafas panjang
dengan sadar beberapa kali sebelum mulai membaca. Maka kita
pasti akan dapat membaca dengan lebih tenang serta dengan
kecepatan yang tidak terlalu tinggi.
Seorang lector perlu memperhatikan pernapasan yang dipakai
saat membacakan Kitab Suci. Untuk memperjelas, ada dua cara
untuk bernafas:
a. Pernafasan dada
Bernafas dengan hanya memakai rongga dada bagian atas. Kalau
memakai cara ini hanya bagian atas rongga dada agak mekar
sedang bahu agak ditarik maju.
b. Pernafasan perut
Bernafas dengan memakai rongga dada bagian bawah. Kalau
memakai cara ini, rusuk diangkat sedang perut juga turut mekar.
Agar dapat bernafas dengan baik, jangan memakai ikat pinggang
atau pakaian yang terlalu kencang.
Bagaiman kalau bernafas melalui hidung atau mulut?
Menghela nafas sebaiknya melalui hidung. Tetapi cara itu
hanya dapat dipakai kalau istirahat di antara kalimat-kalimat
cukup panjang. Kalau seorang pembaca hanya dapat
instirahatsingkat saja, maka ia terpaksa menghelas nafas melalui
mulut.
Sebaiknya kalau pada waktu persiapan, pembaca sudah
menentukan pada saat apa ia akan menghela nafas. Dengan cara
itu dapat di jaga supaya pembaca jagan sekonyong-konyong
terputus karena pembaca kehabisan nafas.
2. Penampilan
Umat tidak hanya mendengar, tetapi juga melihat pembaca. Hal
semacam itu harus diperhitungkan. Oleh karena itu, kalau
pembaca ingin agar pembacaanya disambut dengan baik,
haruslah ia menjaga agar sikap, cara berpakaian, gerak-gerik dan
seluruh penampilannya dapat diterima dengan baik pula.
Pembaca harus berkontak dengan para pendengarnya, tetapi
usaha untuk berkontak dapat digagalkan oleh penampilannya
yang kurang sedap. Maka di bawah ini dijelaskan beberapa cara
agar pembaca membacakan dengan tenang dan baik:
a. Perhatikan cara berjalan
Berjalan ke mimbar harus tenang, sopan tapi tegak. Jangan
terburu-buru, seperti dikejar anjing. Jangan pula berjalan seperti
orang yang diseret ke pangadilan atau terhuyung-huyung seperti
orang mabok.
b. Perhatikan cara berdiri
Berdiri tegak, pakailah dua kaki. Dengan berdiri tegak, anda
sendiri akan merasa lebih mantap.
c. Perlakukan Kitab Suci dengan hormat
Buku bacaan sebaiknya dipegang dengan dua tangan dan
diangkat cukup tinggi, supaya pembaca dapat membacakan
tanpa menundukkan kepala. Kalau ada sesuatu untuk
meletakkan buku di atasnya, sebaiknya tangan tidak lepas, tetapi
diletakkan di pinggir mimbar. Bukannya untuk bersandar di
mimbar, tetapi untuk menampakkan bahwa buku bacaan dengan
pembaca merupakan kesatuan.
Perluh dperhatikan bahwa, mimbar bukanlah perpustakaan.
Maka jangan menumpuk macam-macam buku di mimbar. Jangan
meletakan buku di lantai altar atau di bawah altar. Jangan
meletakkan macam-macam sobekan kertas dan catatan dalam
buku bacaan, tetapi tentukanlak pita atau kertas terntu sebelum
mulai membaca atau pakailah sebuah penunjuk halaman yang
pantas. Jangan melipat sudut halaman buku. Untuk membalikkan
halaman jangan membasahinya dengan air ludah. Jangan
memcemarkan buku dengan catatan atau corat-coret.
d. Pakaian
Pakaian pantas untuk seorang lektor ialah bersih, sopan,
sederhana, dan tidak terlalu menarik perhatian. Hal yang sama
berlaku untuk sepatu, potongan rambut dan perawatan kuku
tangan. Apakah seorang lektor sebaiknya berjubah atau
berseragam lain, atau berpakaian setelan atau yang lain lain,
tergantung dari situasi atau tradisi setempat. Pakaian apa yang
sesuai tergantung dari corak perayaan liturgi apa yang diadakan.

MELAYANI
1. Tahap Membaca
Lektor bertugas untuk membacakan orang lain. Dalam
kategori teknis termasuk kegiatan membaca nyaring.
Kenyaringan dimaksudkan agar umat dapat mendengar dengan
jelas, mengikuti dengan nyaman, dan menangkap isinya dengan
tepat. Untuk mewujudkan semuanya itu, seorang lektor perlu
melaksanakan beberapa tahap, yang akan dijelaskan di nomor 2.
2. Persiapan
Tahap persiapan meliputi persiapan lahir, teknis, dan batin.
Secara umum, persiapan diarahkan agar ketika membacakan
Sabda Tuhan, pendengar terbantu memusatkan perhataian pada
isi bacaan.
a. Persiapan lahiriah
Persiapan lahiriah berkaitan dengan penampilan lahiriah
seorang lektor. Persiapan lahiriah mulai dari pakaian, make up,
tata rambut, sepatu, dan sebagainya diupayakan membantu
lektor untuk membacakan Sabda Tuhan. Lektor di kampus dan
juga dalam Pedoman Umum Missale Romawi menyebut bahwa
akolit, lektor dan pelayan awam lain boleh mengenakan alba
atau busana lain yang disahkan oleh Konferensi Uskup untuk
wilayah gereja yang bersangkutan (PUMR 339).
Penampilan yang wajar lebih membantu dibandingkan
yang mencolok. Demikian juga make up, tata rmbut, sepatu, dan
aneka aksesori yang lain (lektor di kampus, seorang lektor tidak
memakai sepatu atau sandal saat bertugas). Hak sepatu yang
bersuara nyaring akan menarik perhatian umat dan mengganggu
perhatian pada isi bacaan. Yakinan kondisi fisikdalam kedaan
sehat dan berfungsi normal (tidak sedang flu, batuk, pilek,
sariawan, sakit gigi, tenggorokan kering, dan sebagainya).
b. Persiapan teknis
1) Mengenali konvensi penulisan dan pembacaan kutipan bacaan
Perjanjian lama senantiasa menempatkan nama kitab (Kejadian,
Keluaran, Amsal), penulis kitab (Yesaya, Yeremia, Yoel, Amos,
dan sebagainya, atau tokoh kitab (Raja-raja, Hakim-hakim).
Konvensi penulisannya nama kitab/ penulis/ tokoh diikuti bab:
ayat seperti pada contoh berikut:
(a) Perjanjian lama
Tabel:Konvensi penulisan dan pembacaan Perjajian Lama
Konvensi Penulisan
Konvensi Pembacaan
Kejadian 1:1-31 Kitab kejadian, bab satu, ayat satu
sampai tiga puluh satu
Yeremia 3:6-13 Kitab Nabi Yeremia, bab tiga, ayat
enam sampai tiga belas.
I Tawarikh 9:35-44 Kitab pertama Tawarikh, bab sembilan,
ayat tiga puluh lima sampai empat
puluh empat.
Daniel 12:1-13 Kitab Daniel, bab 12, ayat satu sampai
tiga belas.

Dalam Liturgi Sabda di gereja dan juga di kampus, lazimnya bab


dan ayat tidak dibacakan. Jadi pengucapannya cukup (tema
bacaan) diikuti pambacaan dari Kitab Kejadian, seperti pada
contoh berikut:
Allah melihat seuanya telah dijadikan-Nya dan amat baiklah semuanya
itu
Bacaan diambil dari Kitab Kejadian 1:1-2:1
Aku akan mereciki kamu dengan air suci, dan kamu akan kuberi hati
yang baru
Bacaan diambil dari Kitab Nubuat Yahazkiel 36:16-28
(b) Perjanjian baru
Perjanjian Baru dapat dikelompokkan memjadi dua, yaitu Injil
dan bukan Injil. Dalam tradisi Katolik, terdapat empat Ijnjil, yakni
Injil Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Yang bukan Injil
adalah Kisah Para Rasul, Surat Santo Paulus kepada jemaat di
Roma, Surat Santo Paulus yang Pertama kepada Jemaat di
Korintus, Surat Santo Paulus yang Kedua kepada Timotius, Surat
Yakobus, Srat Petrus yang Pertama, Surat Petrus yang Kedua,
Wahyu kepada Yohanes, dan sebagainya. Konvensi penulisannya
sebagai berikut:
Tabel:Konvensi penulisan dan pembacaan Perjajian Baru
Konvensi Penulisan
Konvensi Pembacaan
Mark. Injil Markus, bab enam, ayat satu sampai
6:1-5 lima
Surat Ibrani, bab sebelas, ayat satu
Ibrani 11:1-40 sampai empat puluh
Roma Surat Santo Paulus kepada Jemaat di
1:1-7 Roma, bab satu ayat satu samapai tujuh
II Surat Santo Paulus yang kedua kepada
Kor 4:1-15 Jemaat di Korintus, bab 4, ayat satu
sampai lima belas
II Surat Santo Paulus yyang Kedua kepada
Tim 2:1-13 Timotius, bab dua, ayat satu sampai tiga
belas
II Surat Santo Petrus yang kedua, bab satu,
Petrus 1:1-2 ayat satu sampai dua
Wahyu kepada Yohanes, bab sebelas,
Wahyu 11:15-19 ayat lima belas sampai Sembilan belas

Dalam Liturgi Sabda di gereja dan juga di kampus, lazimnya bab


dan ayat tidak dibacakan. Jadi untuk Injil dibaca Inilah Injil Yesus
Kristus meurut Santo Matius. Untuk yang bukan Injil di baca (tema
bacaan) pembacaan dari Kisah Para Rasul, dan sebagainya, seperti
pada contoh berikut.
Yesus sudah bangkit dan mendahului kamu ke Galilea
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Santo Matius 28:1-10
Kristus yang bangkit dari alam maut takkan wafat lagi
Pembacaan dari surat Santo Paulus kepada jemaat di Roma 6:3-11
2) Mengenali tempat,orang, benda, dan peristiwa
Kitab Suci berisi kisah-kisa yang berasal dari lingkungan
geografis, alam, sosial, dan budaya yang tertentu yang berbeda
dengan lingkungan, geografis, alam sosial, dan budaya
Indonesia. Oleh karena itu, seorang lektor sebaiknya mengetahui
dan membedakan nama tempat, orang, benda, peristiwa dan
sebagainya. Hal tersebut membantu lektor dalam
mengintepretasi secara tepat. Berikut dipaparkan beberapa nama
dan sebutan untuk tempat, orang, dan golongan.
Tabel: Nama, orang, kelompok, tempat, dan jabatan
Nama Uraian
Yosua, Rut, Samuel, Ezra, Nehemia, Ester, Ayub,
Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, Daniel, Hosea, Yoel,
Orang Obaja, Yunus, Mikha, Petrus, Yohanes, Yakobus,
Pilatus, Herodes, Simon, Yudas, Maria,
Nikodemus, Agustua, Titus, Timatius, Filemon
Imam Kepala, Ahli Taurat, Farisi, Saduki,
Kelompok Penatua, Pemungut Cukai, Yahudi
Yudea, Galilea, Yerusalem, Betsaida, Samaria,
Tempat Sidon, Kidron, Bukit Zaitun, Bukit Tabor, Filipi,
Yunani, Kolose, Tesalonika, Galatia, Karintus,
dan senagainya

Jabatan Raja, Kaisar, Wali Nageri

3) Praktik membacakan
Cara persiapan yang lain adalah pratik membacakan Sabda
Tuhan sebalum melaksanakan pembacaan di Mimbar Sabda atau
tempat pembacaan yang khusus. Mimbar Sabda ini dibedakan
dari mimbar pengumuman (di kampus, mimbar Sabda dengan
mimbar pengumuman dijadikan satu). Praktik membacakan
menurt persipan teks yang akan dibaca dan menetapkan
pendengar. Di kampus, teks Perayaan Ekaristi sudah dicetak. Hal
tersebut mengasumsi bahwa naskah sudah dapat diperoleh
sebelumnya. Cara tersebut sekaligus untuk mengoreksi
kemungkinan ada salah tulis atau salah kutip agar dapat
diupayakan mencari rumusan yang sebenarnya.
Praktik membacakan Sabda Tuhan dapat dilakukan di rumah
dengan memanfaatkan anggota keluarga sebagai umat (jika ada
anggota keluarga) atau teman di sekitarnya. Setelah praktik
membacakan Sabda Tuhan, anggota keluarga atau teman yang
berlaku sebagai umat, diminta mengomentari dan member saran
yang perluh dibenahi. Akan tetapi, sering terjadi tugas lektor
ditunjuk secara serta merta. Dalam kondisi darurat sperti itu,
persiapan maksimal yang dapat dilakukan adalah membaca
naskahnyaterlebih dahulu. Membaca kalimat-kalimat yang
pernah dibaca sebelumnya akan lebih lancar dibanding yang
belum pernah dibaca.
c. Persiapan Batiniah
Tugas lektor adalah membacakan Sabda Tuhan. Oleh karena
itu, suasana religius perlu diciptakan sejak awal. Di beberapa
paroki juga temasuk gereja kampus, ada kebiasaan prodiakon,
lektor, dan putra altar sebelum bertugas melakukan ritual doa
bersama. Hal tersebut sebagai salah satu cara menyiapkan diri
memasuki suasana religius. Doa tersebut umumnya dirumuskan
secara spontan, yang isinya memohon karunia Roh Kudus agar
berkenan memberkati dan menyertai dalam tugas pelayanan agar
pelayanan tersebut semakin mendewasakan (yang dilayani dan
yang melayani).
3. Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan, seorang lektor tentu sudah mengenali
tempat dan posisi tubuh (berdiri, berlutut, duduk) ketika
membaca. Hal tersebut disesuaikan dengan ruang, jumlah umat,
dan fasilitas yang tersedia. Oleh karena itu, seorang lector harus
menargetkan bahwa ia akan membacakan dengan baik, bacaan
yang akan ia bacakan itu dapat diteima dan dipahami oleh
seluruh umat yang hadir saat Perayaan Ekaristi.

PIGURA
Pigura (bentuk ujaran perikop) yang harus dipelajari,
dicermati, dan dipahami seorang lector adalah sebagai berikut:
NO. PIGURA CONTOH
(BENTUK UJARAN)
1. a. Kepada umat Kolose 3:1-11
(Arahkan pikiran pada hal-hal
NASEHAT
surgawi)
b. 1 Timotius 6:11-16 (Engau
milik Allah, hidup;ah sebagai
orang Kristus)
2. MENYADARKAN Kebijaksanaan 2:21-23 (orang
jahat tidak mengenal Allah, dan
dibutakan oleh kejahatannya
sendiri)
3. a. II Korintus 6:11-18. 7:1
(Jangan ada lagi noda
PERINGATAN
kekafiran)
(Mengingatkan)
b. Yeremia 42:1-22 (Yeremia
memperingati supaya jangan
mengungsi ke Mesir)
4. a. Kejadian 3:1-24 (Manusia
jatuh ke dalam dosa)
KISAH
(Cari di mana klimaks- b. Makabe 7:1-14 (7 bersaudara
nya) dibunuh karena iman)
c. Markus 8:1-10 (Yesus
member makan lima ribu
orang)
5. SARAN Yakobus 1:17-27 (Seharusnya
(Beri tekanan kalimat menjadi pelaku firman)
yang penting!)
6. MENGHIBUR a. Roma 3:1-8 (Kelebihan orang
Yahudi dan kesetiaan Allah)
b. I Korintus 16:25-27 (Segala
kemuliaan bagi Allah)
7. a. Matius 11:25-30 (Ajakan
juruselamat)
AJAKAN
b. Ibrani 2:1-5 (Keselamatan
yang besar)
8. PERINTAH I Yohanes 2:7-17 (Perintah yang
baru)
9. PETUNJUK Galatia 4:12-20 (Ingatlah akan
(Saran, Ajakan) hubuingan kita yang semula)

BAB II
TEKNIK GERAK
A. Pendahuluan
Untuk menciptakan liturgi yang indah dan anggun, tetntunya
dituntut tata gerak yang baik dan teratur. Istilah tata gerak
mencakup juga:
1. Tindakan dan perarakan iman bersama diakon, lektor, dan
para pelayan lain dalam menuju altar;
2. Perarakan diakon yang membawa kitab Injil menuju mimbar
sebelum pemakluman Injil;
3. Perarakan umat beriman yang menghantar bahan
persembahan dan maju untuk menyambut komuni.
Hendaknya tata gerak ini dilaksanakan dengan anggun, sesuai
dengan kaidah masing-masing gereja atau tempat merayakan
liturgi, dan diiringi dengan nyanyian yang serasi. Dalam
perarakan masuk, semua petugas liturgi harus memperhatikan
tata gerak supaya semua yang hadir dalam perayaan ekaristi
sungguh terbantu dan merasakan kehadiran Allah.
B. Tata Gerak
1. RITUS PEMBUKA
a. Setelah jemaat berkumpul, imam dan para pelayan liturgi,
dengan mengenakan busana liturgis masing-masing, berarak
menuju altar. Urutan yang berlaku di gereja kampus adalah
sebagai berikut:
1) Pelayan yang membawa pedupaan berasap, jika dipakai dupa.
2) Pelayan-pelayan lain yang membawa lilin bernyala, mengapit
akolit atau pelayan lain yang membawa salib.
3) Para akolit dan pelayan-pelayan yang lain.
4) Lektor; dapat membawa Buku Bacaan Ekaristi (Lectionarium)
yang sedikit diangkat.
5) Imam yang memimpin Perayaan Ekaristi kalau dipakai dupa,
sebelum perarakan dimulai, imam membubuhkan dupa kedalam
pedupaan dan memberkatinya dengan tanda salib tanpa
mengatakan apa-apa.
b. Pada waktu menuju altar, umat menyanyikan nyanyian
pembuka.
c. Setibanya didepan altar, imam dan para pelayan
membungkuk khidmat.
Kalau dalam perarakan ini dibawa salib, maka salib itu dipajang
di dekat altar sehingga berfungsi sebagai salib altar, dan hanya
salib itulah yang harus digunakan; kalau ada salib lain di altar,
lebih baik salib perarakan ini dipajang di di tempat lain (di luar
panti iman). Lilin-lilin yang dibawa oleh para pelayan,
ditempatkan di dekat altar.
d. Imam menuju altar dan menciumnya sebagai tanda
penghormatan. Iman mendupai altar kalau ada dupa.
e. Imam pergi ke tampat duduk, juga lektor, akolit dan para
pelayan lain pergi ke temnpat duduk.
f. Semua tetap berdiri dan jika nyanyian pembuka selesai, imam
bersama dengan seluruh umat membuat tanda salib sementara
imam berkata: “Dalam (Demi) nama Bapa, dan Putra, dan Roh
kudus”, dan umat menjawab: “Amin”.
Kemudian imam member salam kerpada umat. Ia mengadap ke
umat, membuka tangan dan mengucapkan salah satu rumus
salam yang tersedia. Kemudian imam atau seorang pelayan lain
menyampaikan kata pengantar amat singkat tentang Ekaristi
yang dirayakannya..
g. Kemudian menyusul pernyataan tobat. Sesudah itu, dilagukan
atau diucapkan Tuhan Kasihanilah Kami sesuai dengan petunjuk
rubrik.
h. Seturut ketentuan, kemudian dilagukan atau diucapkan
Kemuliaan.
i. Lalu, sambil membukan tangan, imam mengajak umat:
“Marilah kita berdoa”, lalu lansung mengatupkan tangan. Semua
hadirin bersama imam berdoa sejenak dalam hati. Setelah itu
imam merentangkan tangan dan membawakan doa pembuka
(kolekta), yang ditutup oleh umat dengan seruan: “Amin”.
2. LITURGI SABDA
a. Beberapa kata sebelum imam mengakhiri doa pembukaan,
lector yang bertugas membacakan Bacaan I sudah maju ke depan
altar dan berlutut, kemudian menuju ke mimbar. Setibanya di
depan mimbar lektor tidak perluh lagi hormat kepada imam atau
altar. Kalau ada tabernakel, lektor atau pelayan lain
membungkuk khidmat untuk menghormati Sakramen Maha
Kudus yang bertahta di dalam Tabernakel.
b. Sebelum membacakan Kitab suci, lektor perluh mengatur nafas
dan mengatur suara sambil memandang sekeliling umat yang
hadir dalam Perayaan Ekaristi tersebut. Setelah doa pembukaan
dan umat sudah siap untuk mendengarkan Sabda Tuhan, lektor
membacakan Sabda Tuhan dengan suara lantang. Sesudah
bacaan, lektor berseru: “Demikianlah Sabda Tuhan, dan umat
menjawab: Syukur kepada Allah”. Tepat sekali jika sesudah
bacaan diadakan saat hening sejenak, supaya umat dapat
merenungkan sebentar apa yang telah mereka dengar.
c. Sesudah membacakan bacaan I, lektor kembali duduk ke
tempatnya tadi. Di depan mimbar tidak perluh membungkuk
lagi, kalau sudah sampai di depan altar baru lektor berlutut
seraya hormat kepada imam dan altar. Lalu kembali duduk di
tempat duduk.
d. Sesudah bacaan I, pemazmur atau lektor sendiri membawakan
ayat-ayat Mazmur Tanggapan. Umat menanggapi dengan
menyerukan/ melagukan ulangan.
e. Pada saat pemazmur menyanyikan ayat terakhir, lektor yang
bertugas membacakan bacaan II mulai maju ke mimbar untuk
bersiap-siap membacakan Sabda Tuhan. Lngakah-langkahnya
dilihat pada point sebelumnya di atas (point a, b dan c).
f. Kemudian, semua berdiri untuk melagukan Bait Pengantar
Injil dengan atau tanta Allelua sesuai dengan masa liturgy (bdk.
no. 62-64).
g. Setelah melagukan Bait Pengantar Injil, jika dipakai dupa,
imam mengisi pedupaan dan memberkatinya. Kemudian, imam
mengatupkan tangan, membungkuk khidmat menghadap altar
sambil berdoa dalam hati: “Sucikanlah hati dan budiku….”
h. Di mimbar imam membuka Kitab Suci dan sambil membuka
tangan berkata: “Tuhan sertamu”, lalu mengtupkan tangan. Umat
menjawab: “Dan sertamu juga”. Kemudian imam berkata: “Inilah
Injil Yesus Kristus menurut … dengan ibu jari imam membuat
tanda salib pada Injil yang akan diwartakan, lalu pada dahi,
mulut, dan dadanya. Hal yang sama dilakukan oleh umat. Umat
menyerukan aklamasi: “Dimuliakanlah Tuhan”. Jika dipakai
dupa, imam memdupai kitab suci. Sesudah itu imam
mewartakan Injil, dan sesudah pewartaan, ia melagukan atau
menyanyikan aklamasi: “Demikianlah Sabda Tuhan”, yang
dijawab umat dengan seruan: “Terpujilah Kristus”. Sesudah itu
imam menciumKitab Injil sambil berdoa dalam hati: “Ya Tuhan,
karena pewartaan Injil ini, hapuskanlah dosa kami”.
i. Setelah mewartakan Injil, imam sambil berdiri di dekat
mimbar atau di tempat lain yang dianggap nyaman, di tempat
yang serasi, imam menyampaikan homili.
j. Setelah selesai homili, imam mengajak umat memanjatkan
bersama-sama doa Syadat Para Rasul (Aku Percaya).
k. Beberapa kata sebelum Doa Aku Percaya selesai diucapkan
atau di nyanyikan, lektor yang bertugas membacakan doa umat
menuju mimbar. (ikuti petunjuk pada point a, b, dan c di atas).
Lektor membacakan doa umat sesuai kode yang ditentukan di
teks bacaan doa umat. Dalam teks doa umat, sebelum imam
menutup doa umat, ada saat dimana imam, pelayan liturgy lain
serta seluruh umat menghening sejenak untuk menyampaikan
permohonan masing-masing kepada Tuhan. Lektor
menyampaikan kata-kata saat hening kalau imam tidak
menyampaikan kata-kata hening sejenak tersebut.
3. LITURGI EKARISTI
a. Pemimpin ibadah/Perayaan Ekaristi mempersiapkan
persembahan yang akan dikonsekrasikan di atas meja altar. Imam
memberkati persembahan umat dari umat. Imam melanjutkan
dengan doa persembahan.
b. Sampailah kepada puncak Perayaan Ekaristi yakni imam
mengubah roti menjadi Tubuh Kristus dan anggur menjadi Darah
Kristus (Doa Syukur Agung).
c. Setelah Doa Syukur Agung, dilanjutkan dengan
menyanyikan/ mendaraskan Doa Bapa Kami, di susul dengan
Doa Damai beserta Salam Damai.
d. Imam beserta para umat menyanyikan/ mendaraskan Doa
Anak Domba Allah. Setelah itu, imam dan para prodiakon
membagikan membagikan komuni sementara umat menyanyikan
lagu Komuni.
4. RITUS PENUTUP
a. Setelah merayakan perjamuan kudus yaitu menyambut
Komuni Suci, imam merentangkan tangan untuk berdoa
penutup. Imam berkata: “Marilah kita berdoa”. Kemudian imam
menyampaikan doa penutup.
b. Beberapa kata sebelum imam selesai doa penutup, lektor yang
bertugas membacakan doa umat maju ke mimbar umtuk
menyampaikan pengumuman kepada umat yang hadir dalam
Perayaan Ekaristi itu. Langkah-langkahnya ikuti pada petunjuk
2a, 2b, dan 2c.
c. Setelah lektor menyampaikan pengumuman, imam
memberikan berkat penutup dan pengutusan kepada umat.
Imam berkata: “Dengan demikian Perayaa Ekaristi pada …hari
ini telah selesai”, umat menjawab: “Syukur kepada Allah”. Lanjut
imam berkata: “Marilah kita pulang …”, dan umat menjawab:
“Amin”.
d. Saat imam serta pelayan lain turun ke depan altar, lektor juga
maju ke depan altar, berlutut bersama menghadap altar.
Uruntanya: lektor berdiri di belakang rombongan putra/i altar,
sedangkan imam berdiri di tengah-tengan putra/i altar.
e. Selesai berlutut menghormat altar, imam serta para pelayan
liturgi lainnya pulang menuju ke sakristi yang letaknya di
belakang umat. Urutannya ikuti petunjuk atas no.1a.

RINGKASAN
TATA GERAK LEKTOR DI GEREJA KAMPUS:
Dalam Perayaan Ekaristi, umumnya dibagi memjadi empat
kelompok, yakni: Pembukaan, Ibadat Sabda, Ibadat Ekaristi, dan
Penutup:
A. PEMBUKAAN
1. Lektor yang bertugas menuju mimbar dan membacakan
Kata Pengantar.
2. Perarakan masuk rombongan Imam serta seluruh pelayan
liturgi diiringi lagu pembukaan.
3. Imam menuju altar, pelayan liturgi lainnya berdiri di tempat
yang telah ditentukan sebelumnya.
4. Imam memimpin Perayaan Ekaristi di awali dengan tanda
salib (+) kemudian disusul dengan pengantar, Tobat, Tuhan
Kasihanilah Kami, Kemulian, serta Doa Pembukaan sebagai doa
membuka Ibadah Sabda.
B. IBADAT SABDA
1. Lektor yang bertugas menuju mimbar dan membacakan
Bacaan I dan Bacaan II
2. Seorang yang menyanyikan mazmur mengiringi /
memdaraskan ayat-ayat mazmur di setiap bacaan.
3. Bacaan Injil dibacakan oleh Imam sendiri. Setelah itu, Imam
sendiri yang membawakan Homili / Khotba.
4. Imam dan seluruh umat mengucapkan / menyanyikan Doa
Syadat Para Rasul (Aku Percaya).
5. Lektor yang bertugas membacakan Doa Umat
C. IBADAT EKARISTI
1. Persembahan, Kudus disusul Doa Syukur Agung
(pengubahan Roti dan Anggur menjadi Tubuh dan Darah
Kristus).
2. Bapa Kami, Salam Damai, Anak Domba Allah, Komuni
(seluruh umat yang hadir menyambut Tubuh dan Darah Kristus).
Ibadat Ekaristi ini ditutup dengan Doa Penutup yang dipimpin
oleh Imam.
D. PENUTUP
1. Lektor yang bertugas menuju mimbar dan membacakan
pengumuman untuk umat.
2. Imam memberikan Berkat dan Pengutusan kepada seluruh
umat yang hadir.
3. Imam serta Pelayan Liturgi lainnya meninggalkan altar dan
menuju Sakristi diiringi lagu penutup.

https://www.keuskupansurabaya.org/media/document/
SERI_PEDOMAN_PELAYAN_LITURGI_-
_PEWARTA_SABDA_ALLAH_-
_Penyesuaian_dengan_TPE_2020.pdf

https://www.slideshare.net/albertuspurnomo/presentasi-
untuk-para-lektor

https://123dok.com/article/hal-hal-yang-perlu-diperhatikan-
oleh-seorang-lektor.zk8096mz
PERANAN LEKTOR SEBAGAI

PENYAMPAI SABDA ALLAH

A. Lektor Sebagai Penyampai Sabda Allah


4. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan oleh Seorang Lektor
Seorang lektor atau pembaca Sabda yang profesional, tidak
cukup hanya bisa membaca. Namun ada beberapa hal yang perlu
disadari dan dimiliki oleh seorang lektor yaitu:

a. Lektor Dipanggil dan Dipilih Allah.


Untuk menjadi seorang lektor bukan suatu paksaan, tetapi
terlahir dari niat yang sungguh-sungguh dan secara sadar.
Adanya dorongan batin dan kesadaran untuk melaksanakan
tugas yaitu sebagai pembaca Sabda Allah. Sabda yang dibacakan
merupakan Sabda kebenaran dan petunjuk/tuntunan untuk
berbuat baik. Seperti yang diungkapkan oleh St. Paulus (2 Tim
3:16-17), yaitu:
Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk
mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki
kelakukan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan
demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi
untuk setiap perbuatan baik.
Sabda Allah yang dibacakan berguna untuk membuka hati umat
beriman untuk memperoleh petunjuk dan kebenaran yang sesuai
dengan kehendak Allah.
Maka menjadi lektor harus siap dengan tugasnya yang
merupakan kehendak dari Allah sendiri.
Kesadaran bahwa Sabda yang disampaikan adalah Sabda
kebenaran, maka seorang lektor juga perlu dibina dan dilatih
secara terus-menerus secara terarah, agar pengetahuan,
keterampilan dan penghayatan sungguh bisa diandalkan untuk
mampu menyampaikan kebenaran dengan baik (Leba & John,
1994:11). Maka untuk menjadi seorang penyampai Sabda yang
baik dan profesional seorang lektor harus mendapat tiga macam
pembinaan yaitu:

1) Pembinaan Biblis
Pembinaan Biblis sangat membantu seorang lektor agar dapat
mengerti bacaan menurut konteksnya dan menangkap inti berita
wahyu dalam terang iman. Hendaknya pembinaan dilakukan
secara terus-menerus, namun yang dibutuhkan lebih dari
pembinaan agar lektor mampu mengerti isi bacaan yang
disampaikan. Dalam pembinaan, ada banyak hal mendasar yang
perlu disampaikan dan diketahui oleh seorang lektor yaitu:
a) Pemahaman dasar mengenai Kitab Suci yang meliputi:
¾ Arti, maksud dan peranan Kitab Suci dalam kehidupan Gereja.
¾ Konsep tentang wahyu dan iman.
c) Pengantar Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
(terutama Kisah Para Rasul, Surat-surat dan Kitab Wahyu) selain
Injil supaya disampaikan secara lebih mendalam.
d) Pedoman membaca Kitab Suci.
Dari beberapa hal pokok di atas sangatlah perlu disampaikan
kepada lektor sebagai modal awal untuk menjadi penyampai
Sabda. Dari proses pembinaan tersebut ada hal yang mau dicapai
antara lain: lektor dapat membedakan bab dan ayat,
menyebutkan nama dan jenis buku dengan tepat. Tetapi yang
lebih terpenting adalah bahwa lektor mengerti isi bacaan dan
mengimani apa yang dibaca. Untuk bisa mengimani dan
mengerti apa yang dibaca maka lektor perlu membuka diri dan
hati terhadap Sabda dalam Kitab Suci. (Pareira, 1991:55-56.)
Seorang lektor bukanlah seseorang yang dituntut untuk menjadi
alhi Kitab Suci. Tetapi perlu disadari bahwa tugas lektor adalah
tugas yang mulia, artinya lektor dalam menjalankan tugasnya
tidak bisa dianggap remeh dan ringan. Perlu ada pembinaan
cukup dan terus-menerus agar Sabda yang disampaikan menjadi
Sabda yang berdaya guna; didengar melalui telinga, direnungkan
di dalam hati dan dihayati dalam kehidupan. Sabda yang
disampaikan dapat membantu umat untuk bertemu dengan
Tuhan yang menyelamatkan sehingga tujuan dari perayaan
liturgi dapat tercapai.

2) Pembinaan Liturgis
Pembinaan liturgis ini dimaksudkan agar memberikan sekedar
kemampuan kepada pada lektor untuk memahami makna dan
tata susunan liturgi Sabda serta dasar-dasar hubungan liturgi
Sabda dengan liturgi Ekaristi. Maka ada beberapa hal pokok yang
perlu disampaikan dan diketahui oleh lektor yaitu:
a) Pengertian liturgi Sabda. b) Peranan Sabda dalam liturgi.
c) Hubungan liturgi Sabda dengan liturgi Ekaristi. d) Peranan
lektor dalam liturgi.
e) Susunan tata cara liturgi
f) Penanggalan Liturgi,Warna Liturgi, dan Tahun Liturgi g)
Sikap-sikap Liturgi.
Beberapa materi pokok pembinaan di atas sangat membantu
seorang lektor untuk mengerti dan memahami liturgi, sehingga
mampu menempatkan diri sebagai lektor yang merupakan
petugas integral yang membantu kelancaran dan tujuan perayaan
liturgi.
3) Pembinaan Teknis.
Pembinaan teknis bertujuan meningkatkan seni membaca para
lektor di hadapan umat, baik tanpa maupun dengan bantuan
pengeras suara (Bdk. Pareira, 1991:55-60). Ada banyak macam
pembinaan teknis antara lain:
b) Latihan kecepatan (intonasi). c) Latihan pernafasan.
d) Latihan pemakaian suara e) Penampilan.
f) Latihan penggunaan mike.
Ketiga jenis pembinaan di atas merupakan hal yang sangat
mendasar, yang harus diberikan kepada lektor untuk
meningkatkan kualitas lektor sebagai yang diutus Allah untuk
menyampaikan kebenaran. Kebenaran yang dimaksudkan agar
umat beriman mendengarkan, percaya dan melaksanakannya.

b. Lektor Bagian Integral Liturgi.


Seorang penyampai Sabda Allah harus dilantik oleh Gereja
setempat. Pelantikan dilakukan oleh Uskup atau Romo yang
berwenang dan disaksikan oleh umat (Martasudjita, 1999:48-49).
Dengan dilantik lektor menjadi petugas penting dan mulia dalam
perayaan liturgi karena menyampaikan Sabda Allah.
Lektor memiliki tugas mulia yaitu penyampai Sabda Allah. Oleh
karena itu, lektor tidak dapat berdiri sendiri atau melepaskan
diri, menurut selera sendiri, terpisah dari seluruh rangkaian
upacaya liturgi Ekaristi. Lektor selaku pribadi dalam tugas juga
menyatu dengan petugas lain dalam liturgi. Ia wajib mematuhi
aturan yang ada dan berlaku secara umum dalam liturgi.

c. Lektor Bertanggungjawab atas Tugas Utamanya.


Sebagai Penyampai Sabda Allah, lektor memiliki tanggungjawab
moral religus yang serius, lahir dan batin. Maka lektor wajib
memperhatikan diri dan menatanya secara layak untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban utamanya.
Ia memperhatikan penampilan dan busana yang layak, sopan
serta rapi. Ia juga harus berlatih terus menerus untuk
mempersiapkan diri menjadi penyampai Sabda yang baik.
Walaupun lektor terhimpun di dalam komunitas, namun dalam
pelaksanaan tugas yang sudah dijadwalkan, lektor wajib
melaksanakannya dengan baik. Apabila lektor berhalangan,
maka cepat-cepat untuk mencari penganti. Dan apabila ia tidak
dapat mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan di
dalam konunitas hendaknya dikomunikasikan karena alasan
yang bertanggungjawab. Dengan demikian lektor mampu
mempertanggungjawabkan diri secara pribadi terhadap tugas
dan kewajibannya di dalam komunitas terutama tugasnya
sebagai Penyampai Sabda Allah.

d. Lektor membaca Kitab Suci.


Tugas lektor adalah menyampaikan Sabda kepada umat beriman
dalam perayaan liturgi. Agar warta Sabda Kitab Suci bisa sampai
kepada umat beriman, maka perlu dibacakan kepada umat yang
berkumpul (Waskito, 1981:34). Lektor bukan hanya seorang
petugas yang membacakan Kitab Suci, tetapi terlebih bahwa
seorang lektor adalah penyampai warta Kitab Suci dalam
perayaan liturgi. Membaca Kitab Suci artinya bahwa seorang
lektor tidak sekedar mengucapkan tulisan, juga tidak hanya
untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain. Maka seorang
lektor sebelum bertugas perlu melakukan tiga langkah persiapan,
yaitu:
1) Lektor Membaca Secara Fisik.
Kata membaca di sini diartikan sebagai membaca secara fisik atau
perkenalan terhadap bentuk visual dan fisik Kitab Suci. Ini
berlaku lebih-lebih bagi lektor junior, tetapi bukan berarti tidak
berlaku untuk yang senior.
Lektor junior perlu dibekali untuk dapat melihat, mengamati dan
mencermati bentuk fisik, struktur dan isi Kitab Suci. Lektor juga
bisa membedakan antara Kitab Suci Perjanjian Lama dan Kitab
Suci Perjanjian Baru serta Kitab Suci Katolik dan bukan Katolik.
Dengan demikian seorang lektor akan terbiasa untuk melakukan
hal yang sama di dalam mempersiapkan diri sebelum bertugas.
Lektor bisa menyiapkan sendiri bacaan yang akan digunakan
berdasarkan kalender Liturgi. (Roesdianto, 2005: 47).

2) Lektor Membaca dalam Hati.


Di sini lektor tidak hanya mengamati bentuk fisik, tetapi juga
mulai menelaah isinya. Inilah yang dikatakan dengan membaca
di dalam hati. Selaras dengan sikap mendalami, dalam langkah
kedua ini sudah masuk ke dalam proses pendalaman materi
bacaan Sabda Allah. Dalam proses pendalaman ini lektor perlu
penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Dengan iman dan
kerinduan hati, lektor menerima hikmat dari Tuhan. Proses
pendalaman ini meliputi: menggali, menganalisis, menafsir,
mengimajinasi, merasakan, mengindra dan menghayati bacaan
tersebut.
Lektor bisa dibantu dengan cara menuliskan kembali teks yang
menjadi bahan bacaan. Dalam proses ini juga lektor perlu ada
tuntunan pertanyaan yang dapat membantu sebagai berikut
(Bdk. Roesdianto, 2005:52-53):
a) Dari mana bacaan itu diambil? b) Apa jenis karya sastranya? c)
Apa tema pokoknya?
d) Bagaimana latar belakang situasi dan inti isinya? e) Apa yang
dapat kita bayangkan?
f) Bagaimana struktur kalimatnya, berapa jumlah kalimat
seluruhnya dan apa kata kunci dari kalimat tersebut?
g) Apa yang ingin disampaikan dengan kutipan ini?
h) Apa pola penyampaian materi bacaan (PPMB) tersebut?
Semua pertanyaan penuntun di atas sifatnya adalah membantu,
maka lektor tidak perlu merasa kecewa atau merasa diri gagal
bila tidak bisa menemukan jawaban yang tepat dari pertanyaan
di atas, tetapi biarkanlah hal itu terjadi. Tidak ada seorangpun
yang mampu menyelami maksud dan rencana Tuhan dengan
sempurna. “Manusia pertama tidak mengetahuinya dengan
sempurna, dan yang terakhir pun tidak sampai menyelaminya
pula” (Sir 24:28). Karena sesuatu yang tidak kita mengerti saat ini
kerapkali terjadi di dalam pengalaman hidup kita (Pareira,
2006:23 – 24).

3) Lektor Membaca Bersuara.


Langkah ketiga ini adalah langkah di mana lektor membaca
Sabda dengan suara atau bisa disebut lektor membaca lisan (oral).
Pada langkah ini lektor memberi perhatian pada kalimat dan
kata-kata. Hal ini sangat membantu dalam pengucapan kata-kata;
cepat lambat dan keras lembut. Tujuan dari langkah ini adalah:
a) Meneliti ketepatan ucapan suara/mulut kita atas huruf/kata
tulisan yang kita baca, benar atau keliru.
b) Melancarkan pengucapan dan pelafalan kata-kata.
c) Mengukur intensitas (power) atau kelantangan suara.
d) Mencermati kejelasan artikulasi ucapan dan pengejaan.
e) Mencermati perbendaharaan warna dan nada suara/ucapan
atas huruf dan kata-kata.
Ketiga langkah di atas akan sangat membantu seorang lektor di
dalam mempersiapkan bacaan yang akan digunakan untuk
bertugas. Melalui proses ketiga langkah tersebut, seorang lektor
akan terbantu untuk menjiwai seluruh isi bacaan, karena lektor
tidak membaca sabda lektor, tetapi Sabda Allah.

e. Lektor dalam Komunitas.


Para lektor terhimpun dalam suatu wadah yang disebut sebagai
komunitas. Komunitas terbentuk karena setiap orang saling
membutuhkan antara yang satu dengan yang lain. Komunitas
merupakan tempat di mana kita hidup, tumbuh, dan berkembang
(Martasudjita, 2001:11). Supaya menjadi hidup, tumbuh dan
berkembang perlu adanya semangat dan Roh yang
mempersatukan setiap anggota.
Komunitas lektor merupakan komunitas Kristiani yang
membantu dalam tugas pelayanan Sabda. Komunitas Kristiani
yang ideal adalah komunitas yang disatukan dan dihidupi oleh
iman akan Yesus berkat pencurahan Roh Kudus. Maka apa yang
dilakukan adalah: bertekun dalam pengajaran para rasul
(Martasudjita, 2001:40). Begitu pula komunitas lektor, harus
selalu dihidupi oleh Sabda agar semakin dipersatukan di dalam
iman akan Yesus, melalui kegiatan-kegiatan seperti pendalaman
Kitab Suci, pertemuan rutin setiap bulan, dll. Dengan demikian
seluruh anggota komunitas semakin dipersatukan dan
diperkembangkan imannya akan Yesus.

Anda mungkin juga menyukai