CITAKAN
1 Mari Mengamati
2 Mari Menanya
Buatlah kelompok beranggotakan 3-4 siswa! Diskusikanlah beberapa pertanyaan berikut ini!
Kalian juga dapat saling mengajukan pertanyaan dan pendapat tentang hal-hal yang ingin kalian
ketahui berkaitan dengan artikel di atas!
a. Apa saja tantangan dalam kehidupan berkeluarga saat ini menurut cerita tersebut?
b. Bagaimana upaya menghadapi tantangan kehidupan keluarga menurut Paus Fransiskus?
c. Selain tantangan-tantangan yang dikemukan oleh Paus Fransiskus, tantangan-tantangan
apa lagi dalam kehidupan keluarga Katolik saat ini dan bagaimana cara mengatasinya?
Mari mengumpulkan informasi tentang tantangan dan peluang untuk mewujudkan keluarga
yang dicita-citakan dengan membaca uraian berikut!
Tindak lanjut dari perkawinan/pernikahan adalah terbentuknya sebuah keluarga yang siap
menjalani bahtera hidup berumah tangga atau keluarga. Dieh karena itu, pembahasan berikut
berkisar pada keberadaan keluarga cengan segala kekhasannya, dengan segala tugas dan
tanggung jawabnya, dan dengan segala tuntutan yang harus dipenuhi agar menjadi sebuah
eluarga yang harmonis, sehat dan sejahtera. Termasuk di dalamnya adalah keberadaan anak-anak
sebagai buah cinta dari suami istri yang melanjutkan hidupnya dalam sebuah keluarga.
Dalam bahasan berikut kalian diajak untuk memahami seluk-beluk dan problematika hidup
berkeluarga, dengan harapan, sebagai bagian dari sebuah keluarga, kalian mampu memahami
dinamika hidup berkeluarga, kemudian mampu menempatkan diri, serta memiliki gambaran akan
sebuah keluarga yang dicita-citakan bersama.
a. Hak dan kewajiban suami istri dan orang tua
Suami dan istri memiliki kewajiban dan hak yang sama mengenai hal- hal yang menyangkut
persekutuan hidup pernikahan (lih. Kan. 1135). Sebagai orang tua, mereka berkewajiban berat,
dengan sekuat tenaga mengusahakan pendidikan anak, baik fisik, sosial, kultural, moral, maupun
religius (lih. Kan. 1136).
c. Perkawinan campur
Di dalam sebuah perkawinan, suami istri bersama-sama berupaya mtuk mewujudkan
persekutuan hidup dan cinta kasih dalam semua aspek dan dimensinya; personal-
manusiawi dan spiritual-religius sekaligus. Agar persekutuan semacam itu bisa dicapai
dengan lebih mudah, Gereja menghendaki agar umatnya memilih pasangan yang seiman,
mengingat bahwa iman berpengaruh sangat kuat terhadap kesatuan lahir-batin suami istri,
pendidikan anak dan kesejahteraan keluarga
Mengingat relevansi iman terhadap perkawinan sakramental dan penga-
ruh perkawinan sakramental bagi kehidupan iman itulah, Gereja Katolik
menginginkan agar anggotanya tidak melakukan perkawinan campur, dalam
arti menikah dengan orang non-Katolik, entah dibaptis non-Katolik maupun
tidak baptis. Di samping itu, ada sebuah norma moral dasar yang perlu di-
indahkan, yakni bahwa setiap orang dilarang melakukan sesuatu yang mem-
bahayakan imannya. Iman adalah suatu nilai yang amat tinggi, yang perlu
dilindungi dengan cinta dan bakti.
Namun demikian, Gereja juga menyadari akan kompleksitas dan plu-
ralitas situasi masyarakat, di mana orang-orang Katolik hidup berdampingan
dengan non-Katolik. Selain itu, semangat ekumenis Gereja Katolik untuk
merangkul dan bekerja sama dengan pihak-pihak Kristen lainnya, serta ke-
sadaran akan kebebasan beragama, telah mendorong Gereja Katolik sampai
pada pemahaman akan realita terjadinya perkawinan campur.
1) Pengertian kawin campur
Ada dua jenis kawin campur, yaitu perkawinan campur beda Gereja dan
perkawinan campur beda agama.
a) Perkawinan campur beda Gereja, yaitu seorang yang dibaptis Katolik
menikah dengan seorang yang dibaptis non-Katolik, perkawinan ini
membutuhkan izin.
b) Perkawinan campur beda agama, yaitu seorang yang dibaptis Katolik
menikah dengan seorang yang tidak dibaptis; untuk sahnya perkawinan ini
dibutuhkan dispensasi.
Perkawinan campur dapat diartikan sebagai perkawinan antara seorang yang
dibaptis Katolik dan pasangan yang bukan Katolik (bisa baptis dalam gereja
lain, maupun tidak dibaptis). Gereja memberi kemungkinan untuk perkawinan
campur karena membela dua hak asasi, yaitu hak untuk menikah dan hak untuk
memilih pegangan hidup (agama) sesuai dengan hati nuraninya. Keyakinan
Gereja tentang perkawinan sebagai sakramen dan dimungkinkannya
perkawinan campur tidak boleh diartikan bahwa Gereja membedakan dua
perkawinan, seakan-akan ada perkawinan kelas 1 dan kelas 2. Perkawinan yang
sudah diteguhkan secara sah dan dimohonkan berkat dari Tuhan, apa pun
jenisnya, semuanya berkenan di hadapan Tuhan. Semuanya dipanggil untuk
memberi kesaksian akan kasih Kristus kepada manusia.
2) Latar belakang terjadinya kawin campur
Beberapa penyebab terjadinya perkawinan campur antara lain sebagai berikut.
a) Jumlah umat yang terbatas pada suatu tempat membuat muda-mudi Katolik
sulit bertemu dengan teman seiman. Pertemua terus-menerus dengan muda-
mudi yang berbeda iman pasti bisa menimbulkan rasa suka satu sama lain.
Jika sudah saling jatuh cinta, jalan menuju ke perkawinan terbuka lebar.
b) Perkembangan usia terutama untuk wanita, dalam arti jika usia sudah
beranjak tua, simpati dan lamaran dari mana saja akan lebih gampang
diterima. Tentunya tanpa mempertimbangkan dengan jelas latar belakang
imannya.
c) Seseorang yang mempunyai karakter, status sosial, dan jaminan sosial
ekonomi yang baik akan lebih gampang diterima, dan pertimbangan dari
segi iman tidak lagi dominan.
d) Pergaulan sudah sampai pada situasi yang terlalu jauh, seperti sudah
terlanjur hamil dahulu; maka, mau tidak mau harus berlanjut ke jenjang
perkawinan, walau iman berbeda.
e) Latar belakang tersebut merupakan kondisi yang membuat orang Katolik
tidak mampu lagi memegang prinsip berdasarkan pemahaman dan
penghayatan tentang hakikat pernikahan Katolik. Jadi, latar belakang
tersebut bukanlah suatu alasan yang membenarkan tindakan kawin campur.
3) Persyaratan dispensasi
Dispensasi dapat diberikan jika syarat-syarat berikut ini dipenuhi.
a) Pihak Katolik menyatakan bersedia menjauhkan bahaya meninggalkan
iman serta memberikan janji dengan jujur, bahwa ia akan berbuat segala
sesuatu dengan sekuat tenaga agar semua anaknya dididik dalam Gereja
Katolik (Kan. 1125 § 1).
b) Pihak non-Katolik diberitahu pada waktunya mengenai janji-janji yang
harus dibuat pihak Katolik, sedemikian sehingga jelas bahwa ia sadar akan
janji dan kewajiban pihak Katolik (Kan.1125 § 2).
c) Kedua pihak hendaknya diberi penjelasan mengenai tujuan-tujuan serta
sifat-sifat hakiki perkawinan, yang tidak boleh dikecualikan oleh seorang
pun dari keduanya (Kan. 1125 § 3).
d) Janji ini acap kali menjadi salah satu permasalahan. Oleh karena itu,
sangat dianjurkan untuk dibereskan dahulu sehingga bisa diantisipasi.
d. Program Keluarga Berencana (KB)
Program KB pada awalnya diarahkan untuk membatasi jumlah keturunan. Hal ini
didasarkan pada alasan ekonomi dan sosial. Seakan-akan ada asumsi, bahwa
meledaknya jumlah penduduk akan memengaruhi kehidupan ekonomi dan sosial.
Dengan mengendalikan jumlah keturunan, maka kesejahteraan hidup keluarga akan
meningkat. Implikasi dari program tersebut akan berkaitan erat dengan aktivitas
seksual suami istri. Untuk memahami program ini, berikut akan kita bahas tentang
metode KB, baik alamiah maupun buatan, serta anjuran Gereja dalam kaitannya
dengan moralitas seksual.
a) Metode alamiah
Gereja menganjurkan pengaturan kelahiran yang alamiah, jika pasangan suami
istri memiliki alasan yang kuat untuk membatasi kelahiran anak. Pengaturan KB
secara alamiah ini dilakukan antara lain dengan cara pantang berkala, yaitu tidak
melakukan hubungan suami istri pada masa subur istri. Hal ini sesuai dengan
pengajaran Alkitab, yaitu "Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan
persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan
untuk berdoa" (IKor. 7: 5). Dengan demikian suami istri dapat hidup di dalam
kekudusan dan menjaga kehormatan perkawinan dan tidak mencemarkan tempat
tidur (lih. Ibr. 13: 4).
Dengan menerapkan KB alamiah, pasangan diharapkan dapat lebih saling
mengasihi dan memperhatikan. Pantang berkala pada masa subur istri dapat diisi
dengan mewujudkan kasih dengan cara yang lebih sederhana dan bervariasi.
Suami jadi lebih mengenal istri dan peduli akan kesehatan istri. Latihan
penguasaan diri ini dapat pula menghasilkan kebajikan lain seperti kesabaran,
kesederhanaan, kelemah-lembutan, kebijak- sanaan, dll.; yang semuanya baik
untuk kekudusan suami istri. Istri pun dapat merasa dikasihi dengan tulus, dan
bukan hanya dikasihi untuk maksud tertentu. Teladan kebajikan suami istri ini
nantinya akan terpatri di dalam diri anak-anak, sehingga mereka pun bertumbuh
menjadi pribadi yang beriman dan berkembang dalam berbagai kebajikan.
Perkawinan Katolik mengandung makna yang sangat indah dan dalam, karena
melaluinya Tuhan mengikutsertakan manusia untuk mengalami mistri kasih-Nya
dan turut mewujudkan karya-Nya dalam penciptaan kehidupan baru, yaitu janin
yang memiliki jiwa yang kekal. Perkawinan merupakan sakramen karena menjadi
gambaran persatuan Kristus dan Gereja-Nya. Hanya dengan menyadari
kedalaman arti perkawinan ini, yaitu untuk maksud persatuan (union) suami istri
dengan pemberian diri mereka secara total, dan turut sertanya mereka dalam karya
penciptaan Tuhan (pro-creation), kita dapat lebih memahami pengajaran Gereja
Katolik yang menolak aborsi, kontrasepsi dan sterilisasi. Semua praktik tersebut
merupakan pelanggaran terhadap kehendak Tuhan dan martabat manusia,
baik pasangan suami istri maupun janin keturunan mereka. Aborsi dan
penggunaan alat-alat kontrasepsi merendahkan nilai luhur seksualitas manusia,
dengan melihat wanita dan janin sebagai hanya seolah-olah 'tubuh' tanpa jiwa.
Penggunaan alat kontrasepsi menghalangi persatuan suami istri secara penuh dan
peranan mereka dalam karya penciptaan Tuhan, sehingga kesucian persatuan
perkawinan menjadi taruhannya.
Betapa besar perbedaan cara pandang yang seperti ini dengan rencana awal
Tuhan yang menciptakan manusia menurut gambaran-Nya, yaitu manusia pria
dan wanita sebagai makhluk spiritual yang mampu memberikan diri secara total,
satu dengan lainnya, yang dapat mengambil bagian dalam karya penciptaan dan
pengaturan dunia. (Ingrid Listiati/ http://katolisitas.org/313/ humanae-vitae-itu-
benar).
b) Metode buatan
Yang dimaksud dengan metode KB buatan adalah suatu usaha mengendalikan
atau menekan keturunan dengan cara kontra-sepsi dan hormonal. Kontrasepsi
adalah pencegahan terjadinya pembuahan (konsepsi), yaitu bertemunya sel telur
dengan sel sperma. Pencegahan ini dilakukan dengan suatu alat, misalnya
kondom, spiral, obat kimiawi (foam, pasta vaginal tablet, tissue), dan lain-lain.
Adapun yang dimaksud hormonal adalah suatu cara memengaruhi proses alamiah
dengan pil KB, suntik, atau susuk (implant). Dengan cara itu hormon wanita
(kesuburan) dapat dikendalikan.
c) Anjuran Gereja tentang KB
Pada prinsipnya, Gereja mendukung program KB ini, dengan memberi makna KB
sebagai keluarga yang bertanggung jawab dalam mencapai kesejahteraan. Gereja
Katolik menyadari bahwa program KB ini diarahkan demi terciptanya
kesejahteraan
keluarga. Beberapa pertimbangan sehingga Gereja mendukung program KB
adalah sebagai berikut.
(1) KB memungkinkan terjadinya kesejahteraan keluarga, sehingga juga
memungkinkan terjadinya kesejahteraan masyarakat. Melalui KB, kesehatan
ibu dan anak menjadi semakin terjamin, baik fisik maupun psikis.
(2) Program KB memungkinkan terjadinya relasi dan komuni-kasi yang lebih
kaya dan mendalam karena suami istri tidak hanya disibukkan dengan
kegiatan mengurus dan memikirkan pendidikan maupun kebutuhan anak.
(3) Dengan KB, taraf hidup menjadi lebih baik dan sejahtera karena pemenuhan
kebutuhan terjangkau mengingat jumlah anak yang ditanggung juga
berkurang.
(4) Dengan KB, pendidikan anak menjadi lebih terjamin, terpenuhi secara
memadai karena dapat terjangkau mengingat jumlah yang ditanggung juga
terbatas.
Tentang metode KB, magistrium Gereja mengajarkan bahwa yang boleh digunakan
hanyalah metode yang tidak mengganggu proses alamiah. Dengan demikian, Gereja
menolak segala bentuk metode buatan, baik yang bersifat kontraseptif (pencegahan
pembuahan), abortif (menggugurkan sesaat sesudah pembuahan), maupun stimulasi
hormonal. Artinya, Gereja hanya mengizinkan metode yang "alamiah", yaitu tidak
melakukan sanggama pada saat-saat ada kemungkinan tejadi pembuahan (masa
subur). Anjuran Gereja semacam ini sering disebut "Metode Pantang Berkala".
Argumentasi yang mendasari anjuran Gereja semacam ini adalah sebagai berikut.
(1) Karena abortus provocatus itu dilarang, maka semua metode abortif sangat tidak
sesuai dengan moralitas kristiani.
(2) Metode-metode lain yang mencampuri sanggama atau mengganggu fungsi tubuh
manusia bertentangan dengan kodrat manusia ciptaan Allah.
(3) Tidak ada kewajiban bagi sepasang suami istri untuk harus bersanggama.
Beberapa catatan yang perlu menjadi perhatian yang digariskan oleh Gereja Katolik
dalam hal metode KB adalah sebagai berikut.
(1) Tidak merendahkan martabat istri atau suami; misalnya tidak boleh dengan
paksaan.
(2) Tidak berlawanan dengan hidup manusia. Jadi, metode-metode yang bersifat
aborsi jelas ditolak.
(3) Dapat dipertanggungjawabkan secara medis, tidak membawa efek samping yang
menyebabkan kesehatan atau nyawa ibu berada dalam bahaya.
Untuk menjalankan anjuran Gereja dalam hal KB, suami istri harus mendasarkan
pada suara hati dan perlu memperhatikan beberapa catatan di atas. Kecuali itu,
kebijakan dalam hal KB jangan pernah mengambil yang tidak disepakati bersama
oleh kedua belah pihak suami istri! Dalam hal keintiman yang menyentuh seluruh
kehidupan, kesepakatan suami istri betul-betul perlu dan mengalahkan pertimbangan
lain. Anjuran Gereja dalam hal KB semacam itu terkait erat dengan aktivitas seksual
suami istri yang perlu dimaknai secara bertanggung jawab.
Secara moral, hubungan seks antara suami istri memiliki fungsi sebagai berikut.
(1) Pro creation
Dari kodratnya hubungan seks diarahkan untuk memperoleh keturunan.
Sebuah fungsi yang mulia, bahwa dengan seksnya manusia dipanggil
menjadi rekan kerja Allah dalam karya ciptaan baru.
(2) Union
Sebagai ungkapan cinta yang eksklusif bagi pasangan suami istri yang
diarahkan demi keutuhan dan kedalaman cinta satu sama lain.
d) Alasan KB sangat penting
Beberapa alasan sehingga KB dirasa sangat penting adalah se-bagai berikut.
(1) Mutu kehidupan ditingkatkan
Alasan pertama KB harus dipromosikan ialah kesejahteraan keluarga sebagai
sel yang paling kecil dari masyarakat. Dengan KB, "mutu kehidupan" dapat
diselamatkan dan ditingkatkan.
(2) Kesehatan ibu bisa agak dijamin
Kesehatan di sini dimengerti secara fisik maupun psikis. Setiap persalinan dan
kehamilan memerlukan tenaga ibu. Kehamilan dan persalinan yang terus-
menerus dapat menguras daya jasmani rohani ibu, khususnya jika gizi ibu
kurang diperhatikan.
(3) Relasi suami istri bisa semakin baik
Kalau kehamilan dan kelahiran terjadi secara terus-menerus, tugas utama
suami istri seolah-olah hanya terpaut pada urusan pengadaan dan pendidikan
anak. Waktu untuk membangun keintiman dan kasih sayang di antara
keduanya menjadi sangat terbatas