Anda di halaman 1dari 4

PENDAHULUAN

Waktu berubah dan kita pun berubah di dalamnya. Waktu berubah tanpa kita sadari dan
kita yang hidup dalam rangkulan waktu itu terus berubah. Perubahan yang tidak kita sadari itu
secara konstan membedakan manusia saat ini, manusia masa lalu, dan manusia masa depan
berdasarkan era atau masanya.
Dipungkiri atau tidak, kita sekarang sedang hidup di satu masa dimana perubahan
teknologi begitu pesat, yang ditandai dengan munculnya penemuan-penemuan baru dan
peredaran informasi yang begitu cepat. Kita sekarang hidup dalam suatu dunia yang mana pola-
pola komunikasi yang lama telah diganti dengan pola-pola komunikasi yang baru. Kita
sekarang hidup di masa dimana akses terhadap pengetahuan dapat dilakukan dengan begitu
cepat. Kita yang ada di tempat ini dan di saat ini tengah hidup di suatu era yang dinamakan era
digital.1
Alvin Tofler membagi perkembangan masyarakat secara mendasar ke tiga gelombang
yang pertama gelombang yaitu masyarakat agraris yang ditandai dengan model komunikasi
dominan yang dilakukan secara lisan, yang kedua adalah masyarakat industrialis dengan model
komunikasi yang dominan dilakukan melalui media massa, dan gelombang ketiga yakni
masyarakat informatif yang ditandai dengan adanya model komunikasi yang dilakukan dengan
teknologi yang semakin canggih misalnya internet.2
Era digital yang ditandai dengan pelbagai ciri yang disebut diatas memiliki berbagai
dampak, baik positif maupun negatif yang dapat mempengaruhi masa depan umat manusia.
Munculnya berbagai media komunikasi dengan spesifikasi dan kemampuan yang semakin hari
semakin canggih tentu saja dapat memperlancar proses komunikasi lewat media-media sosial3
dan mempermudah akses kepada kebutuhan-kebutuhan pribadi. Kehadiran media-media
komunikasi juga dapat membantu menciptakan lapangan kerja baru lewat keberadaan sarana-

1
Kata digital berasal dari bahasa Latin digitus yang artinya jari. Dalam ilmu komputer kata ini berarti
setiap lambang dari sistem angka binari. Dalam ilmu matematika kata ini bersinonim dengan bilangan cacah 0-
9. Bdk. Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu pengetahuan, (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan
Nusantara, 2000), hlm. 177.
2
Kasiyan, Manipulasi dan Dehumanisasi Perempuan dalam Iklan (Yogyakarta: Penerbit Ombak,
2008), hlm. 181.
3
Media sosial secara garis besar dapat didefinisikan sebagai sebuah media online, di mana para
penggunanya (user) melalui aplikasi berbasis internet dapat berbagi, berpartisipasi, dan menciptakan konten
berupa blog, wiki, forum, jejaring sosial, dan ruang dunia virtual yang disokong oleh teknologi multimedia yang
kian canggih. Tim Pusat Humas Kementrian Perdagangan RI, Panduan Optimalisasi Media Sosial Untuk
Kementrian Perdagangan RI (Jakarta: Pusat Hubungan Masyarakat, 2014), p. 25.

1
saranan seperti Market Place, Youtube, Blog, dan lain-lain. Hal-hal ini merupakan salah satu
dari sekian banyak dampak positif dari era digital.
Di sisi lain, keberadaan teknologi komunikasi sebagai ciri era digital memiliki dampak
buruk bagi manusia. Keberadaan media-media komunikasi yang semakin hari semakin canggih
dapat mempengaruhi pola konsumsi manusia. Kaum kapitalis, lewat keberadaan iklan-iklan
mempromosikan produk-produk baru setiap harinya dan masyarakat yang tergiur oleh iklan
tersebut akhirnya merasa bahwa apa yang dipromosikan oleh iklan-iklan tersebut merupakan
kebutuhan yang harus dimiliki. Ini adalah cara kapitalisme memanfaatkan hasrat untuk
memiliki yang menjadi fondasi bagi masyarakat postmodern lewat kecerdasannya mengubah
sesuatu keinginan menjadi kebutuhan atau yang dinamakan sebagai wacana libidonomic.4
Era digital dengan ciri-ciri yang melekat padanya memiliki juga memiliki dampak
negatif bagi moralitas manusia masa ini. Keberadaan situs-situs judi misalnya dapat
menjerumuskan manusia pada kepuasan sesaat yang berujung pada dosa. Selain itu keberadaan
fitur 3D dan virtual Reality yang disematkan pada situs-situs pornografi membuat manusia
zaman sekarang semakin tergiur pada kenikmatan semu. Selain itu, penggunaan-penggunaan
media sosial5 yang salah kaprah juga berpotensi menjerumuskan manusia pada praktik
perzinahan dan perselingkuhan. Hal-hal tersebut merupakan segelintir dari banyak dampak
negatif lain dari media digital.
Berhadapan dengan realita yang diangkat di atas, kelompok menilai bahwa bermisi dan
berdialog dengan masyakat era digital merupakan suatu hal yang urgen. Gereja perlu
menyadari keberadaannya di tengah situasi zaman dan selanjutnya mewartakan nilai-nilai injili
lewat berbagai cara, entah melalui kata-kata maupun melalui teladan hidup.
Menyadari adanya proses perubahan dalam masyarakat merupakan hal pertama yang
harus dilakukan oleh Gereja sebelum mengambil langkah berdialog. Dalam Dekrit Tentang
Kegiatan Misioner (Ad Gentes) artikel ke-11, para bapa konsili menganjurkan agar segenap
anggota Gereja memperhatikan perubahan yang terjadi pada bangsa-bangsa, dan selanjutnya
ikut mengusahakan supaya orang-orang zaman searang jangan sampai terlalu memperhatikan
ilmu pengetahuan serta teknologi modern sehingga menjadi terasing dari nilai-nilai Ilahi.6

4
Sugihastusi dan I. H. Saptiawan, Gender dan Inferioritas Perempuan (Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Pelajar, 2010), hlm. 171.
5
Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan bahwa saat ini pengguna internet di Indonesia
adalah sebanyak 63 juta orang. 93% dari angka tersebut menggunakan internet untuk mengakses media-media
sosial. Bdk. Kominfo.co.id/index.php/content/detail/34515/kominfo-penggunaan-internet-di-indonesia-63-juta-
orang/0/berita_satker, diakses pada tanggal 10 November 2017.
6
Konsili Vatikan II, Dekrit Tentang Kegiatan Misioner Ad Gentes , dalam R. Hardawiryana (penterj.),
Dokumen Konsili Vatikan II (Jakarta, Obor:2004), p. 426.

2
Berdasarkan anjuran itu, Gereja diharapkan untuk dapat menjadikan Era Digital dengan
segala kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi yang ad di dalamnya sebagai sarana
dan sasaran bermisi. Maksud dari pernyataan ini adalah gereja harus memanfaatkan peluang-
peluang yang ada terdapat di era ini untuk bermisi dan berdialog dengan tantangan-
tantangannya.
Andris
Digital: kata digital berasal dari kata bahasa Latin, digitus yang berarti jari. Kata digitus
diambil dari kalimat doa berbahasa Latin Veni Creator Spiritus (Datanglah ya Roh Pencipta).7
Kata ini merujuk pada karya pelayanan Yesus yang sering menggunakan jarinya dalam seluruh
aktivitas pelayanan seperti menjamah, menunjuk, mengoles, meraba dan menyentuh umat yang
dilayaninya. Alfons Duka menjelaskan perluasan makna jari tangan demikian, “Kini, pada
zaman internet, peran jari tangan mengalami perluasan (extension) berkat kehadiran media
digital dengan lingkupnya yang tak berhingga, realitas virtual dan ruang siber”.8

Penggunaan basis digital membantu manusia untuk menghemat waktu sedangkan


sebaliknya, dalam dunia anlog kegiatan manusia tidak seefektif dalam dunia digital. Efektifitas
dunia digital memengaruhi penggunaan waktu dan sistem perekaman yang justru jauh lebih
efektif dalam sistem digital. Hal ini ditegaskan dalam Grolier Encyclopedi of Knowledge
bahwa,” the digital approach to recording the behavior of natural events from that of the
analog technology maynly in this conseideration of time. In analog technology, time is
continuously observed, whereas in digital technology, time is sampled ”.9 Di samping itu,
informasi dalam bentuk kata ditransmisikan dalam bentuk biner dengan kecepatan yang sangat
tinggi dan dengan penggunaan pengulangan sinyal yang dapat ditransmisikan ke jarak yang
jauh dengan tidak mempengaruhi kualitas informasi. Dengan kata lain, sistem digital
membantu manusia dalam menjalankan aktifitas harian dan dalam penggunaannya dalam
kehidupan justru membantu manusia menghemat waktu. Di sini kata digital mendapatkan
makna perluasan. Sistem digital menghemat jarak dan waktu, mendekatkan yang jauh dan
merekatkan yang dekat. Sistem digital menciptakan kedekatan yang instan dalam kategori
ruang dan waktu. Alfons Duka menegaskan konsep internet dan dunia digital sebagai berikut,

Intenet dan teknologi digital adalah sebuah ruang, lingkungan hidup, rumah baik dalam
pengertian house (bangunan fisik terbuat dari material bangunan tempat menginap) tetapi juga
home (wadah berinteraksi dan berbagai kehidupan) walaupun lingkungan dan ruang ini terbangun

7
Agus Alfons Duka, Komunikasi Pastoral Era Digital-Memaklumkan Injil di Jagat Tak Berhingga
(Maumere: Penerbit Ledalero, 2017), p. xiii
8
Ibid., p. xiv.
9
Grolier Encyclopedia of Knowledge, Jilid VI (Connecticut: Grolier Incorporated Danburry), p. 145.

3
dengan berlandas pada piranti keras (hardware) dan piranti lunak (software) sebagai tiang
penyanggah.10

Globalisasi: kata ini berasal dari kata global yang berarti: 1. Secara umum dan
keseluruhan; secara bulat; secara garis besar; 2. Bersangkut paut, mengenai, meliputi seluruh
dunia. Kata global mengalami perluasan menjadi globalisasi, yang berarti proses masuknya ke
ruang lingkup dunia.11 Penggunaan term globalisasi menjadi jamak pada abad ke-21. Hal ini
seiring dengan kemajuan media komunikasi dan semakin menjamurnya penggunaan internet
sebagai media komunikasi masa. Dengan kata lain, globalisasi menjadi istilah yang merujuk
pada penggunaan media untuk memperoleh informasi di seluruh dunia. Globalisasi tidak
membatasi jarak dan waktu sebaliknya justru menghadirkan seluruh realitas dunia global pada
individu yang menggunakan media komunikasi. Pada titik ini, media komunikasi menjadi basis
bagi media massa. Media massa adalah sarana atau saluran resmi sebagai alat komuikasi untuk
menyebarkan berita dan. pesan kepada masyarakat.12 Dalam perkembangan selanjutnya media
masa memainkan peranan sebagai penyebar informasi, pendidik, penghibur dan pemberi
pengaruh bagi kehidupan manusia.13 Pada titik ini, internet juga berperan sebagai salah satu
media penunjang komunikasi. Karakter utama komunikasi internet adalah interaktivitas atau
hubungan timbal balik.14 Dalam karakter ini, hubungan timbal balik antar manusia dalam ruang
interaksi berlangsung tanpa adanya penundaan, atau dengan kata lain hubungan timbal balik
terjadi secara langsung dan saling mempengaruhi.

10
Agus Alfons Duka, Op.cit., p. 18.
11
Pusat Bahasa Departemen Pendidkan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III (Jakarta:
Penerbit Balai Pustaka, 2002), p. 366.
12
Isang Ipui Bertinus, Peranan Media Audio Visual Bagi Karya Misioner Gereja Dalam Cahaya Instruksi
Pastoral “Communio Et Progressio”, (Skripsi), (Maumere:Penerbit Ledalero, 1994), p. 35.
13
Ibid., p. 36.
14
Agus Alfons Duka, Op.cit., p. 53.

Anda mungkin juga menyukai