“Lingkungan digital merupakan ciri dunia kontemporer. Sebagian besar umat manusia
tenggelam dalam cara yang rutin dan berkelanjutan. Tidak lagi hanya sebatas
‘menggunakan’ alat komunikasi, melainkan hidup dalam sebuah budaya yang hampir
seluruhnya digital. Hal itu telah sangat mempengaruhi konsep ruang dan waktu, persepsi
terhadap diri sendiri, orang lain dan dunia, berdasarkan cara berkomunikasi, cara belajar,
cara mendapatkan informasi, dan cara berelasi dengan orang lain” (Christus Vivit, No. 86).
“Internet dan sosial media telah membentuk cara komunikasi yang baru dan menstabilkan
hubungan serta menjadi “sebuah ruang publik di mana orang-orang muda meluangkan
banyak waktu dan saling bertemu dengan mudah, meski tidak semua memiliki akses yang
sama, khususnya di beberapa bagian dunia. Namun demikian, kedua hal itu merupakan
peluang istimewa untuk dialog, perjumpaan dan pertukaran antarpribadi, serta kepada
informasi dan pengetahuan” (Christus Vivit, No. 87).
Setiap orang yang hidup dlm konteks budaya digital
pasti terpengaruh oleh budaya itu, meski dengan
intensitas yg berbeda-beda.
Hidup yg dihayati dlm budaya digital dapat
menciptakan cara hidup atau budaya baru.
Hidup umat beriman saat ini dipengaruhi oleh budaya
digital bagaimana pewartaan dan pendampingan
Gereja di tengah budaya digital ini?
Dunia digital memunculkan Generasi Net atau
Generasi Z – generasi yg sejak lahir sudah akrab
dengan penggunaan teknologi digital (digital native)
bagaimana bentuk pastoral untuk mereka?
Karakeristik Era Digital
1. Informasi yang melimpah
Internet adalah gudang informasi (tulisan, audio, video, gambar, dll.) tentang berbagai topik –
tanpa filter, harus jeli dengan kredibilitas sumber informasi.
Cara baru dalam berkomunikasi menjadi peluang Gereja untuk semakin mewartakan Injil,
memberi kesaksian, dan berdialog (dg orang miskin, agama dan budaya lain).
Saat ini kita perlu belajar dari Rasul Paulus yang membuka dirinya terhadap budaya
Yunani untuk mewartakan Kristus tidak hanya bagi orang Yahudi, tetapi juga bagi orang
Yunani.
Teknologi digital adalah “Areopagus baru” – sarana perjumpaan Pewartaan Injil dengan
budaya-budaya baru dan Gereja harus memanfaatkannya.
Dunia digital bukan hanya suatu peluang, tetapi juga tantangan bagi perilaku dan cara
pandang yang mempengaruhi hidup beriman. Dunia digital membawa implikasi pada segi
kedalaman, keterlibatan, dan kesetiaan orang dlm beriman.
Meski pada dirinya teknologi digital bersifat mulia, namun krn tidak diatur oleh manusia
dengan rasa tanggung-jawab, sesuai dg tata moral, ia dpt memberi dampak negatif.
Dampak itu terasa pada keluarga, anak-anak, dan orang muda.
Byk pesan dalam media digital yg melemahkan nilai-nilai keluarga, mempropagandakan
nilai dan gaya hidup yg merendahkan dengan menyiarkan pornografi, kekerasan,
relativisme di bidang moral dan agama, pandangan hidup palsu menghalangi
terwujudnya penghormatan, keadilan, dan damai.
Orang muda adalah kelompok paling rentan terhdap pengaruh dunia digital. Di satu sisi
dunia digital mengembangkan kedewasaan mereka, di sisi lain dunia digital membuat
mereka menjadi orang yg antisosial, penikmat media sosial, terjerumus para perilaku yg
tdk bermoral, dll.
Seruan Apostolik Paus Fransiskus, 25 Maret 2019 - Christus Vivit:
“… lingkungan digital juga merupakan salah satu wilayah kesepian, manipulasi,
eksploitasi, dan kekerasan, sampai kasus ekstrem dark web (kumpulan situs bawah tanah
untuk kegiatan ilegal). Media-media digital dapat mengarah kepada risiko ketergantungan,
pengasingan diri, dan kehilangan kontak dengan kenyataan konkret secara bertahap,
dengan menghalangi perkembangan relasi-relasi personal yang autentik. Bentuk-bentuk
baru kekerasan juga disebarkan melalui media-media sosial, misalnya cyberbullying
(perundungan siber). Web (Internet) juga merupakan saluran penyebaran pornografi dan
eksploitasi manusia demi tujuan seksual atau menyampaikan perjudian” (No. 88).
“ … hubungan secara online dapat menjadi tidak manusiawi. Ruang digital membuat kita
buta terhadap kerapuhan orang lain dan mencegah kita untuk introspeksi. Permasalahan
seperti pornografi mengubah persepsi tentang seksualitas manusia dalam diri orang muda.
Teknologi yang digunakan melalui cara ini membentuk sebuah realitas paralel sesat yang
juga mengabaikan martabat manusia.”xliii Keterbenaman dalam dunia virtual telah
menghantar kepada semacam “migrasi digital”, bisa dikatakan membuat jarak dari
keluarga, dari nilai-nilai budaya dan religius, yang menggiring banyak orang menuju dunia
kesendirian dan penemuan diri sendiri, hingga merasa tidak menentu, meskipun secara
fisik tetap berada di tempat yang sama (no. 90).
Teknologi Digital: Media Evangelisasi
Gereja berhak menggunakan dan memiliki semua jenis media
sejauh diperlukan atau berguna bagi pendidikan Kristen dan bagi
seluruh karyanya demi keselamatan manusia (Inter Mirifica, art. 3).
Ada 5 kepentingan yg dirumuskan dlm Instruksi Pastoral Aetatis
Novae (Terbitnya suatu Era Baru, 1992), yaitu
1. Media untuk melayani perkembangan pribadi manusia
2. Media untuk melayani dialog dengan dunia
3. Media untuk mengabdi jemaat manusia dan kemajuan
4. Media untuk mengabdi persatuan Gereja
5. Media untuk melayani evangelisasi baru. Tanpa meninggalkan
sarana tradisional (kesaksian hidup, katekese, liturgi, dan
devosi), evangeliasi perlu dilakukan dengan cara-cara modern
melalui media komunikasi.
Paus Yohanes Paulus II dlm Hari Komunikasi Sosial Seduania mengharapkan agar media
komunikasi modern dimanfaatkan untuk mengkomunikasikan Yesus Kristus sebagai jalan,
kebenaran, dan kehidupan. Ia mengajak kita untuk berani mewartakan Injil dari atap rumah
(atap rumah – antena yg mengirim dan menerima informasi).
Pada era digital ini, internet menjadi forum baru bagi pewartaan Injil.
Cara mewartakan Kristus di media digital ini tidak sekedar mewartakan hal rohani secar
terbuka, tapi ini soal kesaksian iman dan kasih, mengkomunikasikan pilihan dan keputusan
yg selaras dg Injil.
Paus Benediktus XVI berharap agar para imam sebagai pelaku utama katekese belajar
media baru untuk mendukung pelayanan pastoral di dunia digital, khususnya pelayanan
sabda. Dengan menggunakan teknologi ini para imam dpt membantu orang-orang zaman
sekarang menemukan wajah Kristus.
Memanfaatkan teknologi digital memerlukan
keheningan.
Dengan keheningan, kata-kata yg kaya pesan akan
lahir, gagasan memiliki kedalaman, lebih mampu
memahami diri sendiri, mampu mengerti apa yg
sesungguhnya ingin disampaikan, mampu
membedakan hal yg penting dan yang tidak,
memberi kesempatan kepada orang lain untuk
berbicara, tercipta ruang komunikasi dan relasi,
dll.
Katekese Menggunakan Media Digital
Tantangan katekese saat ini: bagaimana mengaktualkan Sabda Allah agar lebih berbicara
bagi manusia zaman sekarang, khususnya orang muda?
Realitas di lapangan: orang tidak lagi tertarik dengan khotbah yg panjang dan hanya
verbal. Mereka lebih tertarik dengan sesuatu yang menarik, entertaining, dan menyapa
hidup mereka.
Katekese metode dan bentuk pewartaan Injil yang khas – memuat segi pemahaman dan
pengetahuan iman, untuk pengajaran dan pendewasaan iman Kristiani yg sejati.
Proses katekese merupakan pendampingan dan pendalaman mutu hidup beriman.
Prosesnya memerlukan aneka metode, situasi, dan suasana yg dikembangkan agar orang
merasa ditumbuhkan imannya baik pengetahuan maupun sikap hidupnya.
Karakteristik era digital yg virtual, interkoneksi, dan global diharapkan menjadi peluang
besar untuk pengembangan katekese.
Dunia digital harus memperbarui katekese dlm hal kemasan, penyajian, interaksi, dan
penuturannya.
Contoh: apakah katekese dapat dilakukan dengan proses seperti e-learning? Ada 4 model
belajar melalui internet:
1. Learning from information (belajar mendalami internet secara mandiri)
2. Learning from interaction (belajar mendalami informasi secara interaktif dari bahan yg
ada di internet)
3. Learning from collaboration (belajar mendalami informasi secara bersama dengan
orang lain, mis: melalui email, group WA, video call, zoom, webinar, dll.)
4. Learning from colocation (mendalami informasi secara bersama dg tatap muka
langsung mengenai belajar dari internet)
Peran Petugas Pastoral
Peran Deskripsi Media
Facilitator/moderator Menjadi fasilitator pertemuan Social media, zoom
umat beriman yg meneguhkan
dan memperkaya pengalaman dan
pengetahuan iman.
Sebagai moderator, memperlancar
pengelolaan proses komunikasi,
menjawab pertanyaan.
Penghubung (bridge) Memperkenalkan dan menautkan Website, social media
berbagai informasi mengenai
pengetahuan iman, berinteraksi –
mengelola ruang tanya jawab,
mengunggah jawaban atas
pertanyaan yg diajukan.
Peran Deskripsi Media
Inspirator (imagineer) Proaktif untuk terlibat dlm Website, uploading mengenai
menyediakan konten2 pokok2 iman
pengetahuan iman, mengelola
website tentang iman Katolik
Pencerita (storyteller) Membagikan berbagai kisah Website, Social media
inspiratif – bersifat teologis
atau “manusiawi”
Sahabat (friend) Menemani, berbagi Social media
pengalaman iman, saling
mendengarkan dan
meneguhkan iman
Pendoa (prayer) Mengajak berdoa, memberi Social media
renungan, memberi kutipan
dari Kitab Suci atau buku
rohani
Bentuk-bentuk Katekese berbasis Media
Digital
1. Website – pengetahuan iman Katolik (mis.
Katolisitas.org, hidupkatolik.com, sesawi.net)
2. Penggunaan social media (cafe pastor, yakobis tv,
opera komedi samadi)
3. ...