Anda di halaman 1dari 27

Sakramen Perkawinan 1

SAKRAMEN
PERKAWINAN
PENGANTAR

Sakramen PERKAWINAN
• Sakramen Inisiasi
• Sakramen Penyembuhan

• Sakramen Pelayanan Persekutuan

Sakramen IMAMAT
SAKRAMEN PERKAWINAN

Pertemuan 1 Paham Dasar Perkawinan Katolik

Pertemuan 2 Keabsahan (validitas) Perkawinan Katolik

Pertemuan 3 Perkawinan Campur dan Beda Gereja

Pertemuan 4 Tribunal Perkawinan


PANGGILAN PERKAWINAN

• Perkawinan Katolik bukan sekedar kontrak / status social/ institusi


manusiawi belaka melainkan PANGGILAN. Panggilan perkawinan sudah
tercantum dalam kodrat Pria dan Wanita.
• Maka :
• menjadi PERISTIWA IMAN : Jalan pengudusan dan Sarana menggapai keselamatan
• Menjadi PERISTIWA GEREJA : membangun Gereja Rumah Tangga, melaksanakan
tugas Gereja dalam persekutuan keluarga.
• Merupakan PERISTIWA SOSIAL: menjadi komunitas dasar pembangun masyarakat.
Keselamatan pribadi maupun kesejahteraan masyarakat berhubungan dengan
kesejahteraan keluarga dan perkawinan (GS 47,1).
KEJ 2: 18
“TIDAK BAIK,
KALAU MANUSIA ITU SEORANG DIRI SAJA”

• Manusia diciptakan laki-laki dan perempuan, satu untuk yang lain.


• Sebagai partner sederajat dan sangat dekat. Oleh karena itu seorang laki-laki akan
meninggalkan ayah dan ibunya dan Bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
menjadi satu daging (Kej 2:24). Sejak awal, rencana Allah : mereka bukan lagi dua
melainkan satu (Mat 19:6)
• Tuhan menciptakan manusia karena CINTA, juga memanggil manusia untuk saling
mencinta. Inilah panggilan kodrati dan mendasar setiap manusia (KGK 1604)
• Persekutuan hidup dan kasih suami isteri diadakan oleh Sang Pencipta dan dikukuhkan
oleh hukum-hukumNya (GS 48,1). Allah sendiri telah mempersatukan mereka; "Apa
yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia" (Mat 19:6).
HAKEKAT PERKAWINAN KATOLIK
DALAM AJARAN GEREJA KATOLIK

KGK 1601 :

• "Perjanjian Perkawinan,dengan mana pria dan Wanita


membentuk antar mereka kebersamaan seluruh hidup
,dari sifat kodratinya terarah pada kesejahteraan suami isteri
serta pada kelahiran dan Pendidikan anak; oleh Kristus
Tuhan Perkawinan antara orang-orang yang dibaptis
diangkat ke martabat Sakramen"
UNSUR HAKIKI
• Perjanjian / kesepakatan → kesetiaan
• Antara satu pria dan satu Wanita
• Membentuk KEBERSAMAAN SELURUH HIDUP
• Terarah kepada :
• Kesejahteraan suami istri
• Kelahiran dan Pendidikan anak

• Martabat sakramen
PERJANJIAN / KESEPAKATAN
PERKAWINAN
• Perjanjian Perkawinan diikat oleh seorang pria dan seorang wanita yang telah dibaptis
dan bebas untuk mengadakan Perkawinan dan yang menyampaikan kesepakatannya
dengan sukarela. "Bebas" berarti: tidak berada di bawah paksaan & tidak terhalang oleh
hukum kodrat atau Gereja.
• unsur yang mutlak perlu untuk perjanjian Perkawinan. "Perkawinan itu terjadi" melalui
penyampaian kesepakatan (KHK 1057 , 1). Kalau kesepakatan tidak ada, Perkawinan tidak
jadi.
• Kesepakatan itu merupakan "tindakan manusiawi, yakni saling menyerahkan diri dan
saling menerima antara suami dan isteri" (GS 48,1) "Saya menerima engkau sebagai
isteri saya“- "saya menerima engkau sebagai suami saya". Kesepakatan yang mengikat
para mempelai satu sama lain diwujudkan demikian, bahwa "keduanya menjadi satu
daging".
PERJANJIAN / KESEPAKATAN
PERKAWINAN
• kegiatan kehendak bebas dari setiap pihak yang mengadakan perjanjian . Bebas
dari paksaan atau rasa takut yang hebat, yang datang dari luar. Kalau kebebasan ini
tidak ada, maka Perkawinan pun tidak sah.
• [Jikalau perkawinan itu tidak sah, artinya bahwa Perkawinan itu tidak pernah ada. Dalam
hal ini kedua pihak bebas lagi untuk kawin; mereka hanya harus menepati kewajiban-
kewajiban kodrati, yang muncul dari hubungan yang terdahulu.]
• Imam atau diaken yang bertugas dalam upacara Perkawinan, menerima kesepakatan
kedua mempelai atas nama Gereja dan memberi berkat Gereja. Kehadiran pejabat
Gereja dan saksi-saksi Perkawinan menyatakan dengan jelas bahwa Perkawinan
adalah satu bentuk kehidupan Gereja.
PERKAWINAN GEREJAWI

• Perkawinan sakramental adalah satu kegiatan liturgi. Karena itu pantas bahwa ia
dirayakan dalam liturgi resmi Gereja.
• Perkawinan mengantar masuk ke dalam suatu status Gereja; ia menciptakan hak dan
kewajiban antara suami isteri dan terhadap anak-anak di dalam Gereja.
• Karena Perkawinan adalah status hidup di dalam Gereja, harus ada kepastian mengenai
peresmian Perkawinan
• Karena itu kehadiran para saksi sungguh mutlak perlu.
• Sifat publik dari kesepakatan melindungi perkataan Ya yang pernah diberikan dan
membantu agar setia kepadanya.
PERAYAAN SAKRAMEN PERKAWINAN
DALAM EKARISTI
• Dalam ritus Latin, perayaan Perkawinan antara dua orang beriman Katolik Bdk. SC 61.
biasanya dilakukan dalam misa kudus, karena hubungan semua Sakramen dengan
misteri Paska Kristus. Dalam Ekaristi terjadilah peringatan Perjanjian Baru, di mana
Kristus mempersatukan diri untuk selama-lamanya dengan Gereja, mempelai-Nya
yang kekasih, untuk siapa Ia telah menyerahkan diri-Nya. Bdk. LG 6.
• Dengan demikian, pantaslah bahwa kedua mempelai memeteraikan Ya-nya sebagai
penyerahan diri secara timbal balik, dengan mempersatukan diri dengan
penyerahan Kristus kepada Gereja-Nya, yang dihadirkan di dalam kurban Ekaristi
dan menerima Ekaristi, supaya mereka hanya membentuk satu tubuh di dalam
Kristus melalui persatuan dengan tubuh dan darah Kristus yang sama.
PERLU PERSIAPAN YANG
LAYAK DAN BERDAYA GUNA
(FAMILIARIS CONSORTIO 67)

• Dianjurkan untuk kedua pihak


menerima Sakramen Tobat
• Katekese Persiapan Perkawinan
(PPNK: Persiapan Pranikah Katolik)
Proses Penyiapan dan jenjang Pembinaan

Kesejahteraan
remaja keluarga

Katekese Sakramen Hidup


OMK Keluarga
MENGGEREJA
PRA nikah Perkawinan

Hidup
discovery BERMASYARAKAT
DASAR BIBLIS

A. Perkawinan dalam Perjanjian Lama


1. Perkawinan itu adalah inisiatif dari Allah sendiri, karena Allah memiliki amanat
khusus dalam perkawinan itu sebab Allah memandang itu baik sehingga Ia
memberkati perkawinan tersebut (Kej 1:26-27; Kej 2:20).
2. Rancangan Allah bagi perkawinan adalah monogami (Kej 2:24; 1:28). Tapi
poligami dibiarkan sejak zaman Lamekh (Kej. 4:19) dan tidak dilarang dalam
Alkitab.
PERJANJIAN LAMA

• Allah menciptakan manusia pertama, laki-laki (Adam) dan perempuan (Hawa),


menurut citra Allah (Kej 1: 26-27).
• Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam agar laki-laki itu mendapatkan teman
penolong yang sepadan dengannya (Kej 2:20)
• Sehingga mereka akhirnya Bersatu menjadi satu daging (Kej 2:24)
• Jadi: perkawinan telah direncanakan Allah sejak awal mula berkaitan dengan karya
penciptaan dan sesuai dengan perintahNya, “Beranak cuculah dan bertambah
banyak. Penuhilah bumi dan takhlukkanlah itu..” (kej 1:28)
POLIGAMI DALAM PL

• Namun poligami secara jelas menimbulkan ketegangan (Ul. 21:15), kesukaran-


kesukaran, dan sering menimbulkan dosa, misalnya Abraham (Kej. 21); Gideon (Hak.
8:29-9:57); Daud (2 Sam. 11:13); Salomo ”doyan seks dan penyembah berhala” (1 Raj.
11:1-8), terjadi permusuhan di dalam rumah tangga (1 Sam. 1:6; bdk. Im. 18:18).
• Poligami jelas diperbolehkan pada zaman itu, hal ini dikarenakan anak sangat
penting dalam kelanjutan nama keluarga, maka istri yang mandul memperbolehkan
suaminya untuk berpoligami.
• Perjanjian Baru: Yesus menegaskan monogami ; yang dipersatukan Allah tak boleh
diceraikan manusia .
PERJANJIAN BARU

1. Dalam Perjanjian Baru Yesus (Mat. 19:5) dan Rasul Paulus (Ef. 5:31; 1
Kor. 7:2; 1 Tim. 3:2, 12; Tit. 1:6) menegaskan kembali konsep
monogami itu.
2. Juga tak terceraikan (Mat 19:5-6, Mrk 10:7-9).
3. Model tersebut ditekankan dengan fakta bahwa gambaran
perkawinan sebagaimana digunakan dalam Alkitab adalah model
untuk hubungan Yahwe dengan Israel dan antara Kristus dan
Gereja.
HAKEKAT PERKAWINAN KATOLIK

A. Perkawinan adalah persekutuan hidup dan kasih (communio vitae et amoris: FC


17).
a) Perkawinan sebagai sebuah perjanjian → kehendak bebas, unsur dinamis, intimitas,
relasi interpersonal dua pribadi berbeda seksualitas.
b) Kebersamaan (persekutuan) seluruh hidup (consorsium totius vitae). Tak terceraikan.
Seumur hidup dan hidup seutuhnya.
B. Demi KEJAHTERAAN seluruh hidup SUAMI-ISTERI , keterbukaan terhadap
kelahiran dan Pendidikan Anak
C. Sakramen
Perjanjian perkawinan itu menimbulkan kebersamaan seluruh hidup (totius vitae
consortium). “Consortium” (con=bersama, sors=nasib, jadi kebersamaan senasib).
UNSUR KONSTITUTIF PERKAWINAN

• “Kesepakatan nikah”(consensus)
1. Perbuatan kehendak,
2. Timbal-balik: dengannya pria-Wanita, saling menyerahkan diri & menerima untuk
membentuk perkawinan
3. Dengan perjanjian yang tak dapat ditarik kembali.
• Tiga sifat perjanjian atau kesepakatan:
❑ Sungguh-sungguh: menikah dengan serius, tidak simulatif atau berpura-pura dan tanpa
syarat.
❑ Penuh: menikah tanpa mengecualikan unsur hakiki perkawinan.
❑ Bebas: menikah tanpa paksaan dan ketakutan besar dari luar.
TUJUAN

dari sifat kodratinya, Perkawinan Katolik terarah pada :


• kesejahteraan suami-isteri (Bonum Coniugum),
• kelahiran dan pendidikan anak (Bonum Prolis).
ELEMEN INTEGRAL BONUM CONIUGUM
1. Partnership/Persekutuan, yakni: perlakuan terhadap pasangan sebagai pribadi yang lain yang
sejajar dengan dirinya.
2. Benevolence/Kebajikan, yakni kehendak agar pasangan berkembang sebagai pribadi yang
lebih sempurna dan beriman lebih baik.
3. Companionship/Pendampingan, yakni perlakuan terhadap pasangan sebagai kawan berbagi
sukaduka dalam perjalanan hidup.
4. Friendship/Persahabatan, yakni: perlakuan terhadap pasangan sebagai orang yang boleh
mengerti rahasia diri yang paling dalam karena percaya tidak aka nada penyalahgunaan atas
pengetahuan itu.
5. Care/Kepedulian, yakni: upaya dan Tindakan untuk mengerti dan menenuhi kebutuhan
pasangan tanpa harus diberitahu atau diminta lebih dulu.
6. Love/Cinta, kata love sangatlah luas serta kaya makna. Dalam konteks perkawinan kata love
secara khusus dipahami sebagai sebuah tendensi afektif yang secara kodrati bersifat dialogal
terhadap seorang pribadi yang lain dan terarah pada kesatuan dengannya.
BONUM PROLIS

• "Menurut sifat kodratinya lembaga Perkawinan sendiri dan cinta kasih suami isteri
tertujukan kepada lahirnya keturunan serta pendidikannya, dan sebagai puncaknya
bagaikan dimahkotai olehnya" ( KHK 1652; GS 48, 1).
• Kesuburan cinta kasih suami isteri terlihat juga di dalam buah-buah kehidupan moral,
rohani, dan adikodrati, yang orang-tua lanjutkan kepada anak-anaknya melalui
pendidikan.
• Orang-tua adalah pendidik yang pertama dan terpenting. Dalam arti ini, maka tugas
mendasar dari perkawinan dan keluarga terletak dalam pengabdian kehidupan.
• Suami isteri yang tidak dikarunia Tuhan dengan anak-anak, masih dapat
menjalankan kehidupan berkeluarga yang berarti secara manusiawi dan Kristen:
Perkawinan mereka dapat menghasilkan dan memancarkan cinta kasih, kerelaan
untuk membantu dan semangat berkurban.
MATERIA DAN FORMA
SAKRAMEN PERKAWINAN
• Materia : Pemberian diri yang bebas satu sama lain dari pasangan (pria dan
Wanita)

• Forma : perkataan janji setia pasangan untuk tetap saling mengasihi satu sama
lain sampai akhir dalam untung dan malang, sehat maupun sakit. Dan janji untuk
mendidik anak seturut iman katolik.

• Maka : pria dan Wanita SALING MEMBERIKAN SAKRAMEN perkawinan


• IMAM atau Diakon : Saksi yang diberi kuasa oleh Gereja untuk memberkati kesatuan
mempelai.
RUMUSAN FORMA

Dihadapan Allah, Imam, dan para saksi,


Saya …………… berjanji hendak mencintai engkau
……………………… yang hadir di sini.
Saya berjanji setia kepadamu, dalam untung dan malang, di waktu
sehat atau sakit, dan saya mau mencintai dan menghormati engkau
seumur hidup saya.
Demikian janji saya, demi Allah dan Injil suci ini.
PENEGUHAN IMAM

Atas nama Gereja Allah dan dihadapan para saksi dan hadirin
sekalian, saya menegaskan bahwa perkawinan yang telah
diresmikan ini adalah perkawinan katolik yang sah.
Semoga sakramen/upacara kudus ini menjadi bagi saudara
berdua sumber kekuatan dan kebahagiaan.
Yang dipersatukan Allah, janganlah diceraikan manusia
BUAH – BUAH SAKRAMEN PERKAWINAN
• IKATAN PERKAWINAN yang tetap, unik dan ekslusif
• Saling serah diri yang dimeteraikan oleh Allah sendiri. Tak dapat diganggu gugat. Cinta
bersifat definitive (tak bisa sementara/ ujicoba). Ambil bagian dalam cinta Allah yang
definitive itu.
• Lembaga - persekutuan (ecclesia domestica) → masyarakat
• Satu dan Tak terceraikan, perjanjian yang dijamin oleh kesetiaan Allah sendiri. Gereja tak
berkuasa mengubah penetapan kebijaksanaan ilahi ini ( KHK 1141). Poligami adalah melawan
martabat suami-isteri dan cinta dalam keluarga.

• Digabungkan dengan Perjanjian Allah dengan manusia


• Karunia khas di tengah Umat Allah, saling membantu untuk menjadi suci (LG 11)
• Kristus menjadi sumber Rahmat kesetiaan, yang memberti kekuatan untuk
memanggul salibNya dan mengikutiNya; bangun setelah jatuh, saling
mengampuni.
TATACARA PERKAWINAN KATOLIK

1. Perlengkapan / syarat-syarat dokumentasi adminsitratif


1. Surat baptis terbaru
2. Surat keterangan pendaftaran perkawinan : lingkungan dan paroki asal
3. Saksi/ wali perkawinan

2. katekese persiapan perkawinan (kursus persiapan perkawianan/ PPNK)


3. Penyelidikan kanonik [ atau jika perlu, pengajuan dispensasi geda agama – beda
gereja, dispensasi pengumuman, dsb]
4. Upacara Sakramen Perkawinan
1. Kesediaan imam dan surat delegasi jikalau dilakukan di luar paroki
2. Persiapan Tata perayaan sakramen

Anda mungkin juga menyukai