Anda di halaman 1dari 173

Julianto Simanjuntak

Mengapa Perlu
Konselor?
Perjalanan Konselor
Menjadi Profesi di Indonesia

Yayasan Pelikan
2023
Mengapa Perlu Konselor?
Perjalanan Konselor Menjadi Profesi di Indonesia
Hak Cipta © Julianto Simanjuntak

Penulis : Julianto Simanjuntak


Editor : Juliana Prijadi Tjahja
Pauline Leander
Roswitha Ndraha
Tyas Utami
Layout : Arry P. Kristyanto
Cover : Stefanus Rendivo

Diterbitkan oleh:
Yayasan Pelikan
Ruko Paramount Center Blok D-10
Gading Serpong, Tangerang
Telepon 021-55684712

Pesan buku-buku LK3:


pesanbuku@keluargakreatif.com

Hak Cipta dilindungi Undang-undang.


Dilarang memperbanyak sebagian atau keseluruhan
isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Daftar Isi
Pengantar................................................................................ 5
Jembatan—Mengapa Perawatan Kesehatan Mental
Penting bagi Gereja................................................. 11

Keluarga Asal Saya.............................................................. 26


Memutus Rantai.................................................................. 35
Matahari................................................................................ 42
Kemitraan............................................................................. 56
Berhenti?............................................................................... 65
Sertifikasi LK3..................................................................... 79
Pandemi................................................................................ 87
Bliss........................................................................................ 94
Lisensi.................................................................................107
Apa Beda Konselor, Psikolog dan Psikiater?................123

Lembaga Sekitar LK3.......................................................130


Mengenal Lembaga Konseling Keluarga Kreatif
(LK3)..............................................................................130
Tentang Lembaga Sertifikasi Profesi
“Konselor Keluarga Kreatif ” (LSP KKK)..............132
Pusat Konseling LK3 “Selalu Ada Harapan”..........139

Testimoni............................................................................155
Konseling yang Mengubahkan...................................155
Kata Team Management Tentang LK3....................159

3
Pengantar
Perjalanan konselor menjadi profesi di Indonesia tidak
dapat dilepaskan dari berbagai upaya yang dilakukan
oleh Lembaga Konseling Keluarga Kreatif (LK3), yang
dirintis dan dikembangkan oleh Julianto Simanjuntak dan
Roswitha Ndraha sejak 1 Juli 2002. Karena itu, buku ini
akan diawali dengan menuliskan sebagian sejarah hidup
Penulisnya.
Julianto Simanjuntak berasal dari keluarga disfungsi.
Selama lebih 20 tahun keluarga Bapak Theodorus
Simanjuntak dan Ibu Nurmala Simorangkir serta ketujuh
anak laki-laki mereka terperangkap dalam depresi, adiksi
judi dan narkoba. Tidak ada yang membantu keluarga ini,
termasuk komunitas gereja.
Perkenalan Julianto dengan Ilmu Konseling terjadi
ketika Julianto menyelesaikan Sarjana Teologia-nya di
Universitas Kristen Satya Wacana. Pendeta Dr. Mesach
Krisetya (almarhum) adalah dosen yang membuka
wawasan Julianto tentang ilmu ini. “Andai saja waktu itu
ada lembaga konseling di kota asal saya, rasanya keluarga

5
Mengapa Perlu Konselor?

kami tidak perlu demikian lama terpuruk dalam adiksi,”


kata Julianto dalam hatinya. Sejak saat itulah Julianto
punya keinginan besar untuk mendalami Ilmu Konseling.
Kisah berikutnya adalah tentang seorang pendeta di
Amerika bernama Anton T. Boisen, yang diceriterakan Pak
Mesach di ruang kuliah. Pdt. Boisen menderita skizofrenia
dan berkali-kali dirawat di RS Pemerintah dalam kurun
waktu 15 bulan. Dalam suatu kali perawatan kejiwaannya,
Boisen dikejutkan oleh kehadiran sebuah simbol religius
di jendela kamarnya pada suatu malam. Ia melihat sebuah
salib Kristen pada bulan purnama. Saat ia terbaring di
tempat tidurnya dan menatap keluar jendela, ia mulai
memformulasikan keyakinannya bahwa semua penyakit
secara mendasar adalah sebuah masalah spiritual. Ia
akhirnya berkeyakinan bahwa percakapan yang kondusif
dengan seorang penolong akan menyembuhkan orang
yang menderita.
Setelah Boisen sembuh ia menjadi sadar minimnya
perhatian gereja saat itu untuk orang seperti dirinya. Juga
minimnya konselor terlatih di gereja. Penderitaan Pendeta
Boisen karena penyakit psikosis yakni skizofrenik (sakit
jiwa yang serius) membuatnya berempati besar terhadap
orang sakit dan retak jiwanya. Pdt. Boisen mengkritisi
gereja, dan berkata,
“Kalau orang Kristen patah kaki, banyak rumah sakit
Kristen di seluruh negara bagian yang merawatnya,
bahkan dengan biaya gereja. Tetapi kalau orang Kristen

6
Mengapa Perlu Konselor?

“patah hati”, maka dia dikirim ke rumah sakit mental


pemerintah. Di sana dia dilupakan untuk selamanya.”
Ada dua hal yang disimpulkan Boisen berkaitan de­
ngan penglihatan dan kesembuhannya:
Pertama, ada kaitan erat antara agama/spiritual dengan
kesembuhan dari penyakit mental.
Kedua, bahkan penderita skizofrenia pun dapat disem­
buhkan.
Cerita masa kecil dan remaja Penulis serta penderitaan
Boisen dengan skizofrenia, menjawab pertanyaan terhadap
judul buku ini: Mengapa Perlu Konselor? Pandemi Covid19
membuktikan kesehatan mental kita umumnya rapuh. Jika
diasumsikan kesehatan mental seseorang dimulai dari relasi
dan pengasuhan, maka dapat dikatakan, keluarga adalah
awal dari semuanya. Karena itu edukasi kesehatan mental
terhadap keluarga sangat penting, dan tindakan kuratif
seperti konseling dan konseling edukasi adalah bagian dari
pemulihan masalah dalam keluarga. Itulah yang dikerjakan
Julianto dengan LK3 selama 21 tahun belakangan ini.
Kiranya buku ini membuka wawasan Pembaca,
karena konselor sangat dibutuhkan di Era Teknologi 5.0
ini. Selamat membaca. Soli Deo Gloria.

Tangerang, Juli 2023


Lembaga Konseling Keluarga Kreatif (LK3)

7
Mengapa Perlu Konselor?

Pak Julianto saya kenal ketika menghadiri salah satu


seminar di tahun 2007 di Makassar. Ketika itu saya masih
Ketua STT Jaffray Makassar. Kami memiliki kesamaan
pandangan tentang perlunya gembala diperlengkapi dengan
keahlian konseling. Kamilah STT pertama di Indonesia
yang menjalin MoU dengan LK3 dan yang pertama
membuat program Magister Konseling. Kerjasama itu
masih berlanjut sampai hari ini.
Puji Tuhan karena ada seorang pemimpin dan
konselor yang visioner yang melihat bagaimana layanan
konseling ini harus menjadi panggilan khusus gereja dalam
menggenapkan Amanat Agung Kristus. Kami sungguh
bangga menjadi bagian dalam pergerakan ini bersama Pak
Jul dan tim. Kiranya Tuhan terus memakai keluarga besar
LK3 membawa layanan konseling sebagai panggilan gereja
dalam mewujudkan misi-Nya di dunia ini.
Pdt. Dr. Daniel Ronda - Ketua Umum Sinode GKII

Mengenal Pak Julianto membuat saya mengagumi


karya Allah yang luar biasa, yang telah memberikan
visi untuk bangkitnya konselor yang diberkati Tuhan di
Indonesia. Sehingga bisa menolong orang-orang yang
punya masalah, bahkan mengarahkan kehidupan mereka
untuk mencapai kehidupan bermakna dan makin dewasa di
dalam Kristus. Visi ini yang ditangkap, kemudian ditekuni
berpuluh tahun dan membuahkan hasil yang manis,
munculnya hamba-hamba Tuhan, konselor-konselor yang
benar-benar bisa bermanfaat bagi sesama.

8
Mengapa Perlu Konselor?

Pengakuan pemerintah untuk profesi konselor


pun telah diberikan. Ini adalah prestasi yang sangat
membanggakan. Tetapi yang lebih mengagumkan bagi
saya adalah karena prinsip firman dalam diri konselor
Kristen, pertama-tama diterapkan Pak Julianto bukan
kepada orang lain, tetapi kepada dirinya dan keluarganya.
Itulah yang sanggup memulihkan kehidupan banyak orang
yang terinsipirasi oleh kehidupan mereka.
Kita bersyukur karena Tuhan telah melakukan perkara
baik. Tuhan belum selesai dengan karya-Nya. Dia akan
melakukan sesuatu yang lebih dasyat. Kami semuanya
berbangga memilki seorang hamba Tuhan seperti Bapak.
Tuhan Yesus memberkati.
Pdt. Dr. Rubin Adi Abraham -
Ketua Umum Sinode GBI

Mengenal Pak Julianto Simanjuntak membuat saya


memiliki pemahaman dan wawasan yang lebih luas
tentang dimensi pelayanan di dalam gereja. Rutinitas
pelayanan gerejawi sering sekali tidak mampu menyentuh
semua bentuk permasalahan umat Tuhan dalam mengenal
dirinya sehingga sulit untuk bertumbuh secara rohani.
Untuk mengembangkan pelayanan gereja yang efektif
perlu diperhatikan sisi pendekatan konseling, karena
permasalahan jemaat begitu rumit dan kompleks. Kita
menyadari bahwa keahlian dan keterampilan konseling
sebenarnya sangat dibutuhkan gereja dan hamba Tuhan
sebagai kompetensi yang sangat strategis dalam pelayanan.

9
Mengapa Perlu Konselor?

Pak Julianto Simanjuntak juga sudah memiliki


pengalaman yang cukup panjang dalam dunia konseling,
selain menyelenggarakan pendidikan, seminar, beliau
juga sudah menulis banyak buku tentang konseling yang
banyak memberkati pembacanya. Kiprah beliau dalam
bidang konseling bukan saja dalam skala nasional tetapi
sudah sampai ke skala internasional.
LK3, lembaga konseling yang didirikan Pak Julianto
bersama Ibu Roswitha Ndraha pada akhirnya menjadi
lembaga yang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
konseling yang profesional dan kompeten. Kiranya
pelayanan LK3 ke depan tetap dalam berkat Tuhan,
menjangkau lebih banyak orang, ditolong lewat konseling.
Dr. Saronisa Ginting, Ketua STT Baptis Medan

Mengenal pak Julianto membuat saya merasa


mendapat rekan seperjuangan dalam membangun
pernikahan dan keluarga. Banyak hal yang dilakukan pak
Julianto Simanjuntak yang memberi semangat bagi kita
semua untuk berusaha dan memperjuangkan kehidupan
pernikahan dan keluarga yang sehat. Kiranya Tuhan
memberkati segala upaya dan pelayanan yang dikerjakan
Pak Julianto.
Prof. Jenny Lukito Setiawan, PhD,
Universitas Ciputra Surabaya

10
Jembatan
Mengapa Perawatan Kesehatan Mental
Penting bagi Gereja
Moze Simanjuntak

Jika ada hal baik yang muncul dari pandemi Covid-19, itu
adalah fakta bahwa pandemi ini menunjukkan kepada dunia
betapa dahsyatnya dampak dari gangguan mental. Seburuk
apa pun keadaan masa pandemi, kebanyakan orang masih
tercukupi kebutuhan dasarnya - makanan untuk bertahan
hidup, air untuk kebutuhan sehari-hari, rumah untuk
ditinggali. Meskipun demikian, lockdown [pembatasan gerak
di mana orang-orang diminta sebisa mungkin tetap tinggal
di rumah] dengan keras membangunkan kesadaran banyak
orang tentang dukacita, depresi, kehilangan, kecemasan,
kecanduan, dan berbagai pikiran ingin bunuh diri.
Dalam situasi normal, ada banyak kondisi psikologis
yang cukup sulit untuk dihadapi; kondisi-kondisi ini
menjadi semakin tak tertahankan tanpa adanya rutinitas

11
Mengapa Perlu Konselor?

yang selama ini diandalkan orang untuk menciptakan


stabilitas. Pandemi perlahan memudar, dan meninggalkan
sebuah dunia yang tidak lagi mengabaikan penderitaan
akibat gangguan mental. Mata kita sekarang terbuka
terhadap seberapa besarnya, buruknya, dan seberapa
sulitnya mengatasi masalah kesehatan mental. Kesadaran
ini membuat kita semua dihadapkan pada pertanyaan:
Apa yang seharusnya kita lakukan untuk hal tersebut?
Untuk lebih spesifik, sebagai pengikut Kristus, apa
yang harus gereja lakukan dengan meluasnya gangguan
jiwa di gereja?
Sekilas, mudah untuk memikirkan beragam alasan
untuk tidak memprioritaskan pelayanan kesehatan mental
di gereja saat ini. Salah satu alasan yang jelas adalah gereja
sudah penuh dengan program – ibadah minggu, kelompok
kecil, diakonia, pelayanan misi, perkunjungan, komisi-
komisi, dan banyak lagi. Mengapa harus menambahkan
satu lagi? Mengapa harus memprioritaskan pelayanan
yang satu ini?
Mengapa Gereja harus peduli terhadap kesehatan
mental?
Berdasarkan pengamatan, diskusi, dan penelitian, ada
empat alasan utama mengapa gereja harus peduli terhadap
isu kesehatan mental. Sebagian dari alasan ini mung­kin bisa
kita lihat dengan jelas namun banyak dari kita yang mung­
kin akan terkejut saat melihat alasan-alasan lainnya. Alas­
an-alasan ini membukakan mata gereja dan meng­arahkan
pendekatan gereja terhadap apa yang harus dilakukannya
mengenai kesehatan mental.

12
Mengapa Perlu Konselor?

Konseling Alkitabiah Menunjukkan Hati Allah Bagi


Mereka yang Hancur Hatinya
Alasan pertama dan terpenting: perawatan kesehatan
mental sangat dekat dengan hati Allah. Allah itu dekat ke-
pada orang-orang yang patah hati dan Dia menyelamat-
kan orang-orang yang remuk jiwanya (Mazmur 34:19). Dia
adalah dokter Ilahi yang datang bagi mereka yang sakit,
bukan bagi mereka yang sehat (Matius 9:12). Dia menyem-
buhkan dan menebus bukan hanya penyakit rohani, tetapi
juga penyakit tubuh, emosi dan pikiran. Salah satu nama
Allah Bapa adalah Allah sumber segala penghiburan, yang
menghibur kita dalam segala kesusahan kita, sehingga kita
dapat menghibur mereka yang ada dalam kesusahan apa
pun dengan penghiburan yang kita terima sendiri dari
­Allah. (2 Korintus 1:3-4).
Semua kesembuhan dimulai di dalam dia, melalui
dia, dan untuk kemuliaan-Nya.

Konseling Alkitabiah Menunjukkan Kekuasaan dan


Kebijaksanaan-Nya
Alasan kedua adalah dunia perlu melihat dan mengalami
kuasa dan relevansi Alkitab dan Roh Kudus dalam hal
gangguan mental. Kita menyebut konseling sebagai sebuah
pelayanan, dan kata “pelayanan” itu sendiri merujuk pada
“memenuhi apa yang menjadi kebutuhan-kebutuhan
orang.” Tidakkah jelas bahwa salah satu kebutuhan paling
mendesak yang dimiliki orang saat ini adalah kebenaran
dan hikmat alkitabiah dalam menangani gangguan mental?

13
Mengapa Perlu Konselor?

Apakah Roh dan Firman-Nya tidak mencukupi untuk


memberikan harapan bagi orang yang ingin bunuh diri?
Saya mengalaminya secara pribadi dari beberapa kali
pikiran mengakhiri hidup saya sendiri. Bukankah janji-janji
Allah merupakan landasan yang kokoh bagi orang-orang
yang pikirannya tidak stabil? Bukankah kasih karunia-Nya
adalah tempat peristirahatan bagi para pecandu? Bukankah
pengampunan-Nya merupakan tempat perlindungan bagi
mereka yang bersalah? Bukankah kekuatan penebusan-Nya
memberikan harapan hidup bagi mereka yang mengalami
trauma dan teraniaya? Bukankah hikmat-Nya cukup untuk
membantu kita melewati berbagai konflik relasional dan
musim-musim ketidakpastian dalam perkawinan?
Jawabnya: YA. Allah melakukan semua hal ini, dan
masih banyak lagi.

Konseling Alkitabiah Membuktikan Kebutuhan Kita


akan Allah

Namun dunia tidak memandangnya dengan cara yang


seperti itu. Kenyataan ini membawa kita pada alasan
ketiga mengapa kesehatan mental harus menjadi hal yang
sangat penting bagi gereja saat ini. Kesehatan mental
penting karena gereja harus menunjukkan relevansi dan
kekuatan Kekristenan yang berbeda dengan saingan
utamanya -- psikologi humanistik sekuler. Pandangan
dunia yang menyangkal realitas dosa dan Allah. Budaya
self-help [mampu menolong diri sendiri] dan self-sufficiency
[mampu memenuhi semuanya sendiri] yang menyebarkan

14
Mengapa Perlu Konselor?

ideologinya bagaikan sulur-sulur tanaman yang menjalar


masuk ke setiap rumah tangga yang mempunyai koneksi
internet. Ini adalah filosofi yang memberikan afirmasi
kepada hal-hal yang dikecam Tuhan sebagai dosa -
homoseksualitas, identitas gender yang berubah-ubah,
dan banyak lagi.
Jika kita tidak mengajarkan kebenaran mengenai
kondisi mental kita ini, maka pihak lain yang akan
melakukannya.
Jika gereja gagal menangani kesehatan mental melalui
perspektif Alkitabiah, maka gereja akan menemukan
kejutan yang tidak menyenangkan dalam sepuluh tahun
yang akan datang. Gereja akan mendapati dirinya dipenuhi
dengan orang-orang yang tidak percaya akan dosa, yang
tidak percaya pernikahan sebagai perjanjian (covenant)
antara satu pria dan satu wanita, orang-orang yang percaya
bahwa mereka bisa memenuhi kebutuhan mereka sendiri,
dan di atas segalanya - sebuah jemaat yang tidak lagi percaya
pada Alkitab sebagai yang cukup dan yang berotoritas atas
kehidupan mereka.
Anak muda zaman ini berusaha mencari tahu apa
artinya menjadi pria, wanita, manusia, dan bagaimana
menghadapi gangguan mental - melalui berbagai filosofi
sekuler di media sosial. Saya tahu, karena saya dulunya
adalah salah satu dari mereka. Pornografilah yang mengajari
saya tentang seks, bukan gereja. Artikel-artikel internet
mengajari saya tentang identitas gender dan humanisme,
bukan orang tua saya. Teman-teman yang mengajari saya

15
Mengapa Perlu Konselor?

tentang kencan dan hubungan, bukan pendeta saya. Ironis


bukan?
Jadi, apa yang harus kita lakukan?
Kita harus menghilangkan tabu dan dusta yang
menghalangi kita berbicara tentang depresi, pelecehan,
seksualitas, perceraian, dan masalah kesehatan mental
lainnya di gereja dan di kelompok-kelompok kecil kita. Kita
perlu mendobrak anggapan bahwa membicarakan hal-hal
tersebut adalah memalukan. Kita dapat melakukannya
dengan menunjukkan bagaimana Alkitab pun tidak
menghindar dari isu-isu tersebut. Apakah gereja Anda
menyadari bahwa Yusuf adalah korban pelecehan seksual
dan pemerasan? Apakah kita mengajarkan bagaimana
Nabi Elia, nabi kedua terbesar setelah Musa, mencoba
bunuh diri karena dia merasa depresi dan kesepian? Kapan
terakhir kali Anda mendengar kisah Tamar diberitakan dari
mimbar gereja Anda? Dia adalah putri Raja Daud yang
diperkosa oleh saudara tirinya sendiri. Apa yang dilakukan
Daud? Dia diam saja, tidak melakukan apa-apa. Sama
seperti yang dilakukan banyak gereja dalam menghadapi
skandal pemimpin gereja. Sadarkah Anda bahwa Tuhan
kita Yesus Kristus disalibkan telanjang, seperti kebiasaan
pada masa itu? Lukisan kaca dan lukisan minyak gagal
menunjukkan penghinaan dan pelecehan seksual yang
dialami oleh Sahabat kita - disiksa, ditelanjangi, dan diarak
dalam kondisi telanjang di hadapan keluarga, teman, dan
orang-orang asing di sepanjang Via Dolorosa.
Bukankah hal di atas adalah masalah-masalah yang
serupa dengan yang kita hadapi saat ini? Ketidakadilan,

16
Mengapa Perlu Konselor?

pelecehan, kekerasan, depresi, bunuh diri? Ketika kita gagal


menunjukkan kepada generasi ini relevansi dan kekuatan
Firman Tuhan atas hal-hal yang mereka gumulkan setiap
hari maka kita sesungguhnya telah melakukan ketidakadilan
yang mengenaskan terhadap Firman Tuhan.

Konseling Alkitabiah Adalah Jembatan yang


Diberikan Allah Kepada Dunia yang Telah Jatuh
Alasan keempat dan terakhir mengapa gereja harus
berinvestasi dalam kesehatan mental adalah karena
kesehatan mental merupakan jembatan peluang yang
menghubungkan antara gereja dan dunia saat ini. Jika
kita berfokus pada menjungkirbalikkan stigma seputar
kesehatan mental di gereja kita dan memperlengkapi
jemaat kita dengan alat sederhana untuk membantu satu
sama lain melalui masa-masa ketika mereka mengalami
gangguan mental maka hikmat, kuasa, dan kemuliaan
Allah akan menjadi jelas bagi dunia. Saya tidak berbicara
tentang terapi Injil. Saya tidak sedang mempromosikan
budaya self-help. Yang saya maksudkan adalah bermitra
dengan Roh Kudus, yang bekerja bersama kita manusia
yang lemah dan rapuh - untuk membantu memulihkan
pernikahan, melindungi anak-anak, menyembuhkan yang
sakit, menghibur yang berduka, dan membagikan Kabar
Baik.
Selanjutnya, pendidikan konseling adalah sebuah
sumber pencegahan yang fantastis. Ada pepatah yang
mengatakan, “satu ons pencegahan sama dengan satu

17
Mengapa Perlu Konselor?

kilo pengobatan.” Bukankah lebih mudah untuk beberapa


bulan mendidik orang-orang tua di gereja sehingga
mereka bisa mencegah banyak anak mengalami luka yang
membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk sembuh?
Bukankah lebih baik membayar biaya beberapa bulan
terapi ketimbang berdiri di depan kotak peti mati dan
memandangi jenazah seorang anggota gereja yang tewas
karena bunuh diri? Siapapun yang memiliki pemikiran
bisnis tentu bisa melihat keuntungan ini dengan jelas.
Pendidikan dan terapi konseling adalah investasi dengan
tingkat pengembalian keuntungan yang tinggi.
Akhirnya, konseling Alkitabiah memperkaya
kehidupan jemaat. Konseling membantu membuat orang
tua yang baik menjadi orang tua yang hebat dan trampil.
Keterampilan yang ditawarkan untuk mengelola emosi dan
membantu orang lain dapat membantu anak bertumbuh
subur di antara teman sebayanya. Keterampilan konseling
dapat mematahkan rantai trauma generasional dan pola
kecanduan yang membebaskan pria dan wanita yang tak
terhitung jumlahnya untuk unggul dalam peran dan talenta
yang diberikan Allah kepada mereka.
Namun, ketika semua sudah dikatakan dan dilakukan,
Di ujung hari…
Kesehatan mental hanyalah sebuah jembatan.
Mengembangkan pikiran yang stabil dan bahagia
bukanlah tujuan konseling Kristen. Ini bukan tujuan akhir.
Tujuan akhir dari pelayanan ini adalah membantu orang
lain sembuh, tangguh dan bertumbuh sehingga mereka

18
Mengapa Perlu Konselor?

dapat hidup dan mati bagi Yesus Kristus, Sang Penebus


segala Penderitaan; Sang Penyembuh yang adalah Sahabat
kita; Juruselamat yang adalah Allah kita.(*)

The Bridge
Why Mental Healthcare Matters
to the Church
Moze Simanjuntak

If anything good came out of the pandemic, it’s the fact


that it showed the world how devastating mental illness can
be. As terrible as things were, most people still had enough
basic necessities - food to survive, running water, homes to
stay in. That being said, the lockdown is a rude awakening
for many people about grief, depression, loss, anxiety,
addiction, and suicidal thoughts. Many psychological
conditions are challenging enough to deal with in normal
situations; they become even more unbearable without
the tools and routines many of us rely on for stability.
The pandemic has slowly faded, and it has left behind a
world that is no longer ignorant of the suffering of mental
illness. We now know how widespread it is, how bad it can
get, and how hard it is to fight. The question for all of us,
then, is this:

19
Mengapa Perlu Konselor?

What do we do about it?


To be more specific, as followers of Christ, what
should the church do about it?
At a glance, it is easy to think of many reasons NOT
to prioritize mental health ministry in the church today.
One obvious reason is that the church is already full
of programs - worship ministry, small group, outreach,
missions, social services, Sunday school, and so much
more. Why add another one? Why prioritize THIS
ministry, specifically?
Why should the Church care about mental health?
In my observation, discussion, and research, I believe
there are four central reasons why the church should
care about mental health. Some of these reasons may be
obvious to us, but some of us may find the other reasons
surprising. Lets discuss these four reasons and how can
it inform the church to take action in regards to mental
health.

Biblical Counseling Shows God’s Heart For The


Heartbroken
The first and foremost reason is that mental healthcare is a
ministry close to God’s heart. God is close to the broken-
hearted and saves the crushed in spirit (Psalm 34:18). He
is a divine doctor who has come for the sick, not for the
healthy (Matthew 9:12). He healed and redeemed not only
spiritual sickness, but sickness of the body and the mind
as well. One of the names of Father God is the God of
all comfort, who comforts us in all our troubles, so that

20
Mengapa Perlu Konselor?

we can comfort those in any trouble with the comfort we


ourselves receive from God. (2 Corinthians 1:3-4).
All healing begins IN Him, THROUGH Him, and
FOR His glory.

Biblical Counseling Demonstrates His Power and


Wisdom
The second reason is that the world needs to see and
experience the power and relevance of Scripture and the
Holy Spirit in mental illness. We call counseling a ministry,
and the word “ministry” itself refers to “meeting people’s
needs.” Is it not obvious that one of the most pressing
needs people have today is biblical truth and wisdom in
mental illness? Is the Spirit and His Word not sufficient to
give hope for the suicidal? I experienced that personally.
Aren’t the promises of God a sure foundation for the
unstable in mind? Isn’t his grace a resting place for the
addict? Isn’t his forgiveness a sanctuary for the guilty? Isn’t
his redemptive power a living hope for the traumatized
and the abused? Isn’t His wisdom sufficient to help us
through relational conflict and seasons of uncertainty?
The answer is YES. God does all these things, and
more.

Biblical Counseling Proves Our Need For Him


But the world does not see it that way. This brings us to
the third reason mental health must be of paramount
importance for the church today. Mental health matters

21
Mengapa Perlu Konselor?

because the church must demonstrate the relevance and


power of Christianity in contrast to its main rival - secular,
humanistic psychology. A worldview that denies the reality
of sin and God. A culture of self-help and self-sufficiency
that spreads its ideologies like viral tendrils into every
household with an internet connection. It is a philosophy
that affirms things God denounces as sin - homosexuality,
fluid gender identity, and more.
If we don’t teach the next generation the truth of our
mental condition, someone else will.
If the church fails to address mental health through a
biblical perspective, it will find a repugnant surprise within
the next decade. It will find itself filled with people who
do not believe in sin, who do not believe marriage as a
covenant between one man and one woman, who believes
in their self-sufficiency, and above all - a congregation that
no longer believes the Bible as sufficient and authoritative
in their lives.
The youth of today are figuring out what it means to
be a man, a woman, a human, and how to deal with mental
illness - through secular philosophies in social media. I
know, because I was one of them. Porn taught me about
sex, not the church. Internet articles taught me about
gender identity and humanism, not my parents. My peers
taught me about dating and relationships, not my pastor.
So, what should we do instead?
We must dispel the shameful taboos and the lies that
prevent us from talking about depression, abuse, sexuality,
divorce, and other issues of mental health in our churches

22
Mengapa Perlu Konselor?

and small groups. We can do this by showing how the


Bible does not shy away from these issues. Is your church
aware that Joseph was a victim of sexual assault and
blackmail? Do we teach how Elijah the Prophet, second
only to Moses, attempted suicide by exposure because he
was depressed and lonely? When was the last time you
heard the story of Tamar preached from the pulpit of your
church? She was King David’s daughter who was raped
by her own half-brother. What did David do? Nothing.
Just like many churches do in the face of scandal. Were
you aware that our Lord Jesus was crucified naked, as is
customary in those days? The glass reliefs and oil paintings
fail to represent the humiliation and sexual abuse our
Friend experienced - having been tortured, stripped, and
paraded naked before his family, friends, and strangers
through the Villa Dolorosa.
Are these not the issues we face today? Injustice,
abuse, assault, depression, suicide? When we fail to show
this generation the relevance and power of God’s Word
for the very things they struggle with daily, we do God’s
Word a grave injustice.

Biblical Counseling Is A God-Given Bridge to A


Fallen World
The fourth and final reason the church should invest
in mental health is because it is an opportunity bridge
between the church and the world today. If we focus on
overturning the stigma surrounding mental health in our

23
Mengapa Perlu Konselor?

churches and equip our congregation with simple tools to


help one another through seasons of mental illness, the
wisdom, power, and glory of God would be made clear
to the world. I’m not talking about a gospel of therapy.
I’m not advocating for a culture of self-help. What I
am referring to is partnering with the Holy Spirit, who
works with us weak and fragile humans - to help restore
marriages, protect children, heal the sick, comfort the
grieving, and share the gospel.
Next, counseling education is a fantastic preventive
resource. As they say, “an ounce of prevention is worth
a pound of cure.” Isn’t it easier to educate the parents
of a church for a few months to prevent many children
from experiencing wounds that take years to heal? Isn’t
it better to pay for a few months of therapy rather than
stand before the open casket of a church member who
committed suicide? The benefits are clear for anyone with
a mind for business. Counseling education and therapy is
a great deal with high return-on-investment.
Finally, biblical counseling enriches the life of the
congregation. It helps make good parents great. The
skillsets it offers to manage emotions and help others can
help children thrive among their peers. It can break down
chains of generational trauma and patterns of addiction
that releases countless men and women to excel in their
God-given roles and talents.
And yet, when all is said and done,
At the end of the day…
Mental healthcare is merely a bridge.

24
Mengapa Perlu Konselor?

Developing stable and happy minds is not the purpose


of Christian counseling. It is not the end goal. The end
goal of this ministry is to help others heal and grow so
that they may live and die for Jesus Christ, the Redeemer
of all Suffering; the Healer who is our Friend; the Savior
who is our God.

25
Keluarga Asal Saya
Saya lahir di Tanjung Balai Asahan, Sumatera Utara sebagai
anak keenam dari 8 bersaudara laki-laki semua. Ayah saya
bernama Theodorus Simanjuntak dan ibu saya Nurmala
Simorangkir. Sejak lahir saya sudah akrab dengan judi,
alkohol dan kekerasan dalam keluarga. Sepulang sekolah
saya tahu di mana bisa menjumpai ayah saya bersama
teman-temannya. Saya juga akrab dengan rasa putus
asa dan kelelahan batin ibu saya, yang bertahun-tahun
mendampingi ayah saya dalam kecanduannya.
Tahun 1980, ketika berusia 17 dan duduk di kelas
2 SMA saya mengenal Juruselamat. Sejak itu semangat
penginjilan menggebu-gebu dalam hati saya. Adalah Kak
Lisde Simanjuntak, Guru Fisika di SMA 1 Medan yang
membimbing pertumbuhan iman saya. Hampir tiap
kali jam istirahat, Kak Lisde rajin menyambangi murid-
muridnya dan bertanya, “Halo, Dek. Bagaimana kabarmu
hari ini?” -- kalimat singkat menghangatkan, yang pelan-
pelan menumbuhkan dalam diri saya, rasa peduli kepada
orang lain juga.

26
Mengapa Perlu Konselor?

Tidak lama sesudah saya bertobat, ayah-ibu saya juga


menerima Kristus dan hidup mereka dibaharui. Tetapi
keluarga kami tetap menerima akibat dari gaya hidup yang
salah di masa lalu, terutama kecanduan judi dan alkohol.
Keadaan ekonomi yang sulit dan terlilit banyak penyakit,
membuat orang tua saya keberatan jika saya melanjutkan
studi ke Pulau Jawa. Jangankan untuk biaya sekolah dan
kehidupan sehari-hari, untuk membayar tiket kapal saja,
ayah saya tidak punya uang. Tapi melihat tekad saya sudah
bulat ingin merantau, ayah saya malam itu memanggil
saya dan berkata, “Pergilah ke Jawa. Papa akan jual motor
untuk beli tiketmu.”
“Papa naik apa ke kantor?” saya kuatir dengan keadaan
papa.
Tapi papa menenangkan hati saya. Dia menjawab,
“Sudahlah. Papa kan bisa naik sudako (penyebutan
“angkot” di Medan dan sekitarnya). Yang penting kau bisa
berangkat.”
Kalimat dan tekad bulat papa memberi konfirmasi
bahwa Tuhan punya rencana untuk saya. Maka saya
berangkat dengan satu koper berisi beberapa potong
pakaian serta satu tas Echolac dengan Alkitab dan buku
catatan di dalamnya. Saya merasa bak Abraham yang
disuruh Tuhan meninggalkan Tanah Ur menuju tempat
yang Tuhan akan tunjukkan, tidak tahu di mana letaknya.
Kantor Perkantas DI Yogyakarta adalah tempat
saya pertama kali berlabuh. Perkenalan saya dengan Pdt
Susanto dan teman-teman Perkantas Yogya menetapkan

27
Mengapa Perlu Konselor?

hati saya untuk masuk STT dan menyiapkan diri menjadi


hamba Tuhan. Pdt Susanto mengenalkan saya pada Bapak
Susilo dan Ibu Vicky Matair, yang tanpa banyak bertanya,
bersedia menjadi sponsor saya selama hampir lima tahun
kuliah di Institut Injil Indonesia (STT I3).

Masa Pembentukan
Pengalaman menjadi mahasiswa teologi di sebuah kampus
yang besar dengan ratusan mahasiswa yang berasal dari
seluruh Indonesia, membentuk kepribadian saya. Kalau
tadinya saya adalah anak polisi yang liar dan tidak biasa
dengan peraturan yang ketat, di sini saya belajar taat pada
disiplin sekolah. Mulai dari waktu bangun, mandi, belajar,
kerja praktis, istirahat -- semua ada jam-nya. Pergaulan
dengan teman yang punya berbagai karakter, kebiasaan,
personality, latar belakang keluarga dan suku yang berbeda
dengan saya harus saya hadapi dengan kerendahan hati dan
kebijaksanaan. Saya juga belajar mengelola uang. Sebagai
mahasiswa kami diwajibkan punya catatan keuangan.
Awalnya semua ini sungguh berat. Berkali-kali saya ingin
mundur, tapi saya suka pelajarannya. Dosen-dosen kami
adalah misionari tangguh, yang sudah lebih dahulu ditempa
oleh perbedaan budaya, sehingga saya mencoba bertahan
dengan melihat mereka sebagai teladan.
Batu adalah kota yang terletak di perbukitan. Pada
tahun 1983-1988 kota Batu belum seramai sekarang.
Kendaraan umum juga belum banyak dan waktu
operasionalnya terbatas. Jadi saya membiasakan diri jalan

28
Mengapa Perlu Konselor?

kaki ke mana-mana. Di sini otot jasmani saya diperkuat.


Saya jadi tidak gampang sakit, dan belajar tidak mengeluh.
Selain kuliah, saya juga mengajar Agama Kristen
di SMA Negeri 1 Malang dan melakukan pelayanan
weekend ke desa-desa di Batu, Malang dan sekitarnya. Di
sini kemampuan mengajar saya tumbuh. Saya menyadari
ternyata saya berbakat dan suka mengajar. Saat dosen-
dosen saya mengadakan KKR ke luar kota, saya diajak,
memimpin satu Vocal Group kampus karena saya bisa
bermain gitar dengan baik.
Pada tahun keempat sebagai mahasiswa saya diutus
praktik setahun di Papua. Pengutusan ini membuat saya
gentar. Dalam pikiran saya, Papua demikian jauh. Saya
ada di kapal selama seminggu sebelum mencapai kota
Jayapura. Tuhan menguatkan saya. Saya sadar bahwa saya
adalah duta Allah. Perasaan ini membuat saya percaya diri
dalam pelayanan. Ini jugalah yang meneguhkan saya dalam
pelayanan konseling yang akhirnya saya mulai tahun 2002.
Di sini saya belajar kerja sama dalam organisasi,
menjadi pemimpin dan orang yang dipimpin, serta
menjalin relasi dengan banyak orang, mulai dari Gubernur
dan Ketua DPR dan pejabat lainnya, sampai orang-orang
yang sedang mabuk di jalanan. Karena sudah terbiasa
mencatat pengeluaran, saya mempertimbangkan semua
kebutuhan saya dengan hati-hati. Saya belajar berbagi
dengan orang lain. Dalam pengalaman pelayanan saya
tahu bahwa banyak orang tidak punya uang yang cukup
untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

29
Mengapa Perlu Konselor?

Setelah menyelesaikan praktik satu tahun di Papua,


saya kembali ke kampus untuk menyelesaikan gelar saya.
Maka 17 Januari 1988 saya wisuda. Tidak seorang pun
dari keluarga saya dapat menghadiri kelulusan saya. Pada
hari itu saya mewakili teman-teman saya, menyampaikan
ucapan terimakasih kepada almamater dan semua orang
yang berperan dalam pembentukan kami.
Kabar duka itu saya terima begitu acara wisuda
berakhir. Di Medan, Ibu saya meninggalkan kami untuk
selama-lamanya. Saya sangat terkejut karena setahu saya
ayah yang koma, mengapa Tuhan memanggil mama?
Teman-teman dan dosen saya mengumpulkan uang agar
saya dapat pulang ke Medan dengan Garuda. Di rumah
saya menemukan ayah sedang koma dan mama terbaring
kaku. Seminggu kemudian Tuhan memanggil papa. Saya
sedih karena orang tua saya tidak sempat melihat saya
selesai kuliah. Tetapi kebahagiaan saya adalah orang tua
saya mendukung keinginan saya menjadi hamba-Nya,
dan mereka sudah menjadi orang percaya. Saya bangga
menjadi anak mereka.

Berjalan di Dalam Rencana Tuhan


Dalam mengikuti pimpinan Tuhan, banyak hal tidak
terduga yang saya alami. Sebagian besar meneguhkan
visi yang Tuhan taruh dalam hati saya. Karena STT I3
meluluskan saya dengan gelar B.Th., saya melanjutkan S-1
saya di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Salatiga.
Saya sudah jelaskan di Pengantar bahwa perkenalan saya

30
Mengapa Perlu Konselor?

dengan Ilmu Konseling berawal dari kuliah saya di sini.


UKSW adalah kampus yang memberikan pengaruh besar
dalam hidup saya. Di kampus ini saya menemukan dan
memperdalam Ilmu Konseling. Pada masa saya kuliah,
tempat ini adalah salah satu kampus dengan perpustakaan
terbesar di Indonesia. Perpustakaan UKSW menampung
sekitar 75.000 judul buku dengan sistem katalog yang
teratur rapi. Ruang perpustakaan ini tentu saja bagaikan
surga bagi orang yang sangat suka membaca. Bisa dibilang,
bacaan psikologi dan konseling tersedia berlimpah di
sini. Bahkan kita bisa menemukan kliping dari koran dan
majalah yang sudah disusun lengkap.
Dosen yang sangat mempengaruhi hidup saya ketika
itu adalah Pdt Mesach Krisetya, DTh. Selain dosen di
Fakultas Teologi, Pak Mesach juga Presiden dari Mennonite
World Conference. Pak Mesach mengenalkan saya pada
dunia konseling, juga mendorong saya bekerja di GKMI
Anugerah Jakarta, setelah saya lulus.
Tetapi saya nyaris tidak bisa menyelesaikan kuliah
karena tidak mampu membayar biaya yang tinggal dua
semester lagi. Di tengah kesulitan itu seorang teman yang
datang ke kos saya dan bertanya, “Kamu ada masalah
apa?”
Saya menjawab dengan terus-terang, “Masalah saya
adalah saya tidak bisa bayar uang kuliah.”
Teman saya langsung menjawab, “Nanti saya
bayarkan.”

31
Mengapa Perlu Konselor?

Saya merasa ini sungguh ajaib, karena saya sebenarnya


tidak mengenalnya secara dekat tetapi dia langsung
menyatakan mau membantu. Sekali lagi, saya berhasil
menyelesaikan pendidikan saya. Tuhan memberi saya jalan
untuk menyelesaikan kuliah saya, dan menyelesaikan S.Th.
saya pada waktunya.
Selesai kuliah di UKSW saya menikah dan menjadi
gembala di GKMI Anugerah Cabang Cinere. Di sana
saya menemukan satu hal yang menarik. Jemaat yang
saya gembalakan tampaknya tidak membutuhkan kotbah,
mereka lebih suka didengarkan. Jadi mereka sangat senang
jika saya berkunjung dan mendengarkan keluh-kesah
mereka. Orang-orang ini menjadi rajin ke gereja. Saya pun
menarik kesimpulan, “Oh, ternyata banyak orang tidak
perlu dikhotbahi, tapi didengarkan.” Saya senang dengan
penemuan baru ini. Setiap pagi saya mengunjungi empat
atau lima anggota jemaat saya. Jemaat berkembang 100%
setiap tahun karena saya memberikan apa yang mereka
butuhkan, yaitu telinga saya. Ini salah satu yang mendorong
saya mengambil S-2 konseling pada tahun 1996.
Awalnya, sesudah menggembalakan jemaat selama
lima tahun, saya mulai putus asa. Saya merasa menjadi
gembala bukanlah panggilan saya. Apalagi personality
Roswitha, istri saya, tidak cocok untuk mendampingi saya
dalam penggembalaan. Kami banyak konflik ketika itu.
Hal ini juga dipengaruhi oleh keinginan saya yang semakin
kuat untuk menjadi konselor. Tapi kami masih mencicil
rumah dan tidak punya uang untuk menghidupi keluarga

32
Mengapa Perlu Konselor?

andai saya keluar dari gereja. Sedangkan mencari beasiswa


tidaklah mudah. Namun saya mempunyai ayah mertua
yang luar biasa. Mertua saya menguatkan keputusan saya
untuk kuliah dan mengatakan, “Kalau kamu membutuhkan
uang, bilang bapa!”
Masalah terpecahkan. Tuhan menyediakan biayanya.
Selain itu, Tuhan juga menyiapkan hati saya untuk
meninggalkan jabatan di gereja dan kuliah lagi. Saat itu,
umur saya 34 tahun. Menjadi seorang yang tiba-tiba
kehilangan status dari orang yang punya pekerjaan kemudian
mahasiswa full-time untuk tiga tahun lamanya adalah hal
yang tidak mudah. Tapi visi konseling mengobarkan
semangat saya. Apalagi banyak hal terkonfirmasi dalam
perjalanan waktu. Yang saya perlukan hanyalah berani
melangkah. Tuhan sedang menyiapkan saya menjadi duta-
Nya di bidang konseling.
Tahun 1996 saya meninggalkan ladang gereja dan
memusatkan perhatian ke ladang baru, yaitu konseling.
Saya kuliah di Sekolah Tinggi Teologi Reformed Injili
Indonesia. Ini sekolah yang bagus dengan perpustakaan
besar dan komunitas yang mengharuskan mahasiswa
belajar dengan serius. Banyak tugas dengan buku-buku
dan jurnal berbahasa Inggris. Bidang baru ini benar-benar
menarik perhatian saya. Karena itu saya tidak mungkin
bekerja sambil belajar. Saya tidak keberatan. Saya ke
kampus setiap hari, seringkali menginap di kampus, supaya
dapat menyelesaikan tugas tepat-waktu.

33
Mengapa Perlu Konselor?

Ketika kuliah konseling cara pandang saya tentang


masalah diubahkan. Saya dikonseling sekali seminggu
selama satu tahun oleh Ibu Nona Pooroe; kemudian
menjalani konseling kelompok bersama seorang teman
lain dengan fasilitator Bapak Paul Gunadi, selama 6
bulan. proses ini membaharui relasi saya dengan istri dan
membangun sistem keayahan saya yang sama sekali tidak
ada ketika saya menikah.

34
Memutus Rantai
Menurut PLPG 20171 yang diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal Guru dan Kependidikan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI, konsep “bimbingan dan
konseling” di Indonesia ada tahun 1960-an. Di Indonesia,
istilah konselor atau konseling dihubungkan dengan
bimbingan: Bimbingan Konseling. Ini dilakukan kepada
anak-anak yang dianggap nakal atau kesulitan belajar di
sekolah. Tetapi arti yang lebih dalam mendalam Kitab
Suci menerjemahkan counselor dengan Penasihat (Yesaya
6:9), dan “Penasihat Ajaib” (the Wonderful Counselor) adalah
sebutan untuk Tuhan Yesus. Di sekolah-sekolah teologi
ada istilah konselor/konseling pastoral, yaitu pelayanan
konseling untuk jemaat yang sedang bermasalah, yang
dilakukan oleh pendeta (rohaniwan). Dengan demikian,
seorang konselor punya tugas besar dan mulia, yaitu
menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk dunia ini.

1 Pendidikan dan Latihan Profesi Guru 2017, https://www.usd.ac.id/fakultas/


pendidikan/f1l3/PLPG2017/Download/materi/bk/BAB-I-Esensi-
Bimbingan-dan-Konseling.pdf

35
Mengapa Perlu Konselor?

Tahun 1998 saya mengambil gelar magister yang


kedua di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW),
Salatiga. Saya mempelajari Sosiologi Agama yaitu ilmu
yang menjelaskan kaitan kepercayaan dan cara pandang
manusia. Sewaktu menulis tesis, saya menemukan
bahwa sebelum ada agama, baik Kristen maupun
bukan, masyarakat Indonesia menganut agama suku,
yang mengajarkan bahwa penderitaan dan penyakit itu
disebabkan oleh roh jahat, dosa nenek-moyang/leluhur,
dan kutuk. Itu sebabnya pada masa itu, jika ada orang sakit
yang tidak kunjung sembuh, keluarga akan membawanya
ke orang pintar, dukun atau di zaman yang lebih kuno lagi,
keluarga akan memberikan sesajen ke pohon keramat,
sungai, gunung, dan sebagainya. Sesajen ini berfungsi
untuk meredakan kemarahan atau mengambil hati roh
jahat tersebut sehingga menghentikan bencana atau sakit-
penyakit yang ditimbulkannya.
Setelah agama Kristen masuk Indonesia, terjadi
perubahan. Orang yang pergi ke gereja tidak boleh ke dukun
lagi. Karena tidak boleh ke dukun, maka tidak ada pilihan
lain, untuk semua masalah mereka datang ke tokoh-tokoh
agama, misalnya Pendeta, minta didoakan. Ketika orang
Kristen datang ke Pendeta dengan mengusung isu gangguan
jiwa, kebanyakan Pendeta tidak tahu cara menanggapinya
karena mereka tidak pernah mempelajari gangguan jiwa.
Jawaban yang diberikan akhirnya membawa konsep yang
sama, yaitu semua ini mungkin disebabkan oleh roh jahat.
Hanya saja, para pemimpin agama ini memberinya nama

36
Mengapa Perlu Konselor?

baru. Misalnya roh depresi, roh kecanduan, dan sebagainya.


Akibatnya, tidak banyak perubahan antara keyakinan lama
(agama suku) dengan keyakinan yang baru. Bedanya, kalau
dulu orang mencari pertolongan ke dukun, sekarang minta
didoakan oleh tokoh agama. Ini membuat jemaat merasa
tidak butuh konselor. Orang tidak pergi ke Psikolog atau
Psikiater karena selama ini belum ada edukasi di gereja
bahwa masalah-masalah yang menyangkut kesehatan
mental seharusnya dibawa ke psikolog, konselor atau
psikiater.
Oleh sebab itu, saat saya masih belajar di UKSW
tahun 1989, pelayanan deliverance ministry (pengusiran setan)
itu sangat populer, dibandingkan sekarang. Di zaman itu,
pengkotbah yang jago mengusir setan, sangat populer,
bahkan ada camp-camp pelepasan. Tapi belakangan orang
memahami bahwa penyebab gangguan jiwa bukanlah
setan, tapi itu penyakit akibat kesehatan mental yang buruk.
Orang mulai mengerti, depresi adalah penyakit. Maka
orang pun bertanya-tanya, siapa yang bisa membantu?
Dua puluh tahun yang lalu, sewaktu kami memulai
LK3, di bidang kesehatan mental hanya ada Psikolog dan
Psikiater. Di mana konselor? Sekali lagi, memang tidak ada
tempat bagi konselor di dunia keagamaan masa itu, tidak
ada sekolahnya, tidak ada himpunan profesinya, sehingga
orang menjadi bingung jika bertabrakan dengan masalah
kesehatan mental. Setelah LK3 berjalan dan lulusan sekolah
konselingnya semakin banyak, kami melihat masalah lain.
Konselor sangat dibutuhkan, namun profesi konselor tidak

37
Mengapa Perlu Konselor?

ada (tidak diakui). Di sinilah LK3 menempatkan diri, yaitu


melatih calon-calon konselor melalui Program Pendidikan
Konseling, baik secara akademik maupun terapan.
Jadi untuk menjawab pertanyaan “mengapa butuh
konselor?” -- sekali lagi, karena orang-orang yang sudah
mengerti kesehatan mental mencari konselor namun pusat
konseling jumlahnya sangat terbatas. Orang Kristen masih
enggan ke psikiater karena takut dianggap gila. Orang
juga menghindar ke psikolog karena anggapan bahwa
hanya orang yang mengalami gangguan jiwa parah yang
membutuhkan psikolog. Selain itu mereka mempunyai
konsep bahwa psikolog dan psikiater itu berbiaya mahal.
Oleh sebab itu jalan keluar terbaik adalah membuat
masyarakat mengerti fungsi konselor dan bagaimana kita
mensertifikasi profesi konselor.

Pengalaman dengan Kesehatan Mental Itu


Diwariskan
Saya dibesarkan dalam keluarga dengan orang tua pecandu
alkohol kronis; ayah-ibu saya mengkonsumsi alkohol
setiap hari. Akibatnya banyak masalah muncul. Kami
mewarisi semua itu. Dari tujuh bersaudara, lima di antara
kami adalah pecandu narkoba, alkohol, dan judi. Inilah
kebiasaan di keluarga asal kami. Warisan lain yang kami
terima akibat kebiasaan ini adalah depresi. Papa-mama saya
adalah penderita depresi yang juga akut. Hidup mereka
bergantung kepada alkohol, obat antidepresi, obat tidur,
obat penenang. Saya bertugas ke apotik untuk membelikan

38
Mengapa Perlu Konselor?

segala bentuk obat antidepresi itu. Inilah keluarga asal saya,


yang mengalami gangguan kesehatan mental selama lebih
dari 20 tahun, tanpa bantuan apapun. Kondisi ini merusak
juga ekonomi keluarga kami. Orang tua kami jatuh miskin
karena papa tidak bisa melakukan pekerjaannya dengan
benar, abang-abang saya diberhentikan dari pekerjaannya
karena mabuk, ada yang masuk penjara, termasuk ayah
saya.
Ibu saya adalah orang yang paling menderita mengha­
dapi sifat ayah saya. Tetapi mama memberi arti untuk se-
buah kesetiaan. Suatu kali mama mengumpulkan ketu­juh
anak-anaknya, dan menyebut nama kami satu per satu:
Johnny, Albert, Helman, Jerry, Tinus, Julianto, (adik di
bawah saya dipanggil Tuhan ketika masih bayi), dan Wit-
ner si bungsu. Semua laki-laki. “Kalian semua anak-anak-
ku, kalian laki-laki. Jangan ada di antara kalian yang
menceraikan istri nanti ya. Lihat, bagaimana aku mende­
rita dengan papa kalian. Tetapi aku tidak akan meninggal-
kan papa kalian. Aku akan menjaga papa kalian sampai
aku mati!”
Ketika saya pertama kali mempelajari Ilmu Konseling
di usia 25, saya membaca satu jurnal tentang konseling yang
menginspirasi saya karena ilmu konseling dapat menolong
orang dalam masalahnya. Saya jadi penasaran. Ini ilmu yang
kayak apa, ya? Saya mulai mencari sekolah konseling dan
saya menemukan satu-satunya yang ada pada masa itu, yaitu
di Salatiga. Maka saya memutuskan untuk mempelajari
bidang ini dan saya terpukau. Ada begitu banyak buku

39
Mengapa Perlu Konselor?

dan jurnal tentang Ilmu Psikologi, Ilmu Konseling, Ilmu


Psikiatri. Saya benar-benar menyukai Ilmu Konseling.
Meskipun demikian muncul satu perasaan campuran
antara menyesal dan marah. Mengapa gereja tidak memakai
ilmu ini? Mengapa gereja tidak menggunakan profesi yang
sifatnya menolong? Misalnya profesi psikologi, psikiater
dan konselor sulit ditemukan di gereja. Saya juga membaca
kenyataan bahwa Rumah Sakit Mental di Indonesia sangat
sedikit, jumlah psikolog dan psikiater juga minim.
Sejak saat itu hati saya berapi-api, bernyala-nyala:
saya harus menjadi seorang konselor. Akhirnya saya
menyadari ada warisan kebiasaan buruk dalam keluarga asal
saya ini justru memacu saya untuk mati-matian mencari
dan menemukan obat supaya rantai kecanduan ini dapat
diputuskan. Sebagai anak yang berasal dari keluarga
yang kecanduan alkohol, mengalami gangguan jiwa, dan
depresi, ada satu pertanyaan besar di hati saya. Bagaimana
cara saya memutuskan rantai pewarisan ini supaya tidak
dialami oleh generasi anak-cucu saya?
Terus terang saja, saya tidak begitu menyadari ketika
saya menjadi konselor yang dikenal tahun 2009-2012,
saya lupa diri. Saya pergi ke sana-sini dan mengabaikan
keluarga, terutama anak-anak. Saya sendiri akhirnya
mengalami kecanduan dalam bentuk lain, yaitu workaholic.
Ini membuat saya banyak meninggalkan anak-anak. Saya
lupa bahwa ketidakhadiran saya di rumah membuat anak-
anak mencari pelarian lain, yaitu pada game online.

40
Mengapa Perlu Konselor?

Pengalaman ini membuat saya sadar bahwa memutus­


kan matarantai kecanduan dan kebiasaan-kebiasaan buruk
ternyata bukan hal yang mudah. Selama bertahun-tahun
kami membutuhkan bantuan 2 psikiater, 12 psikolog dan
5 konselor. Walaupun saya sendiri seorang konselor, saya
membutuhkan bantuan profesional lain. Sejak dibantu
oleh konselor, psikolog dan psikiater inilah satu demi
satu masalah kami bisa diatasi, walau dibutuhkan waktu
yang panjang. Saya juga membantu abang-abang saya
yang kecanduan alkohol dengan membawa mereka ke
pusat rehabilitasi, membantu mereka pergi ke Psikolog
dan Psikiater seperti yang saya lakukan dengan keluarga
inti saya sendiri. Berbagai bantuan yang kami terima ini
membuat saya berpikir bahwa semua orang, termasuk
konselor sekalipun, membutuhkan bantuan konselor lain,
psikolog dan psikiater. Kalau sudah berkaitan dengan
kesehatan mental, semua profesi saling membutuhkan.
Oleh sebab itu, saya meyakini bahwa profesi konselor
sebenarnya sedang menjalankan peran sebagai Hamba
Tuhan yang dibutuhkan di bidangnya, terutama di bidang
kesehatan mental.

41
Matahari
Saya sudah menjadi pemimpin jemaat selama lima tahun,
tetapi kok saya merasa frustasi menjalankannya. Rasa
hampa itu timbul karena sejujurnya di dalam diri saya tidak
ada panggilan yang cukup kuat untuk menjadi seorang
pemimpin gereja. Padahal, gereja kami yang berlokasi di
Cinere, Jakarta Selatan itu tidak terlalu besar, hanya ada
sekitar 100 orang.
Rasa frustrasi saya juga disebabkan oleh kondisi
pernikahan saya yang buruk ketika itu. Pikir saya, memimpin
keluarga saja tidak bisa, membangun komunikasi baik dengan
istri juga tidak bisa, bagaimana mungkin saya mampu menjadi
pemimpin gereja! Saya merasa munafik. Kemudian, saya
teringat panggilan saya ketika masih kuliah konseling di
S-1. Jika demikian, sudahlah, lebih baik saya jadi konselor aja!
Saya berpikir serius, sebelum menjawab panggilan
menjadi konselor ini. Sepenuhnya saya menyadari,
spesialisasi karier saya masih sangat kurang. Saya hanya
berbekal ijazah S-1 Teologi. Kesadaran ini mendorong
saya untuk mengambil kuliah S-2 di STT Reformed Injili

42
Mengapa Perlu Konselor?

Indonesia. Di tempat ini saya memperoleh jawaban. Proses


konseling pribadi dan konseling kelompok, juga buku-
buku konseling yang saya baca, seminar konseling yang saya
ikuti, perlahan-lahan memulihkan saya. Tanpa kami sadari
relasi suami-istri membaik, komunikasi berjalan lancar
dan terbuka. Kami sudah jarang bertengkar. Maka tenaga
dan emosi lebih banyak digunakan untuk memperbaiki
hubungan dan saling membangun.
Di tahun 1998, kota Jakarta mengalami kerusuhan.
Karena bergumul dengan perasaan tidak sejahtera, kami
memutuskan pindah ke Salatiga. Di sinilah, saya kuliah lagi
S-2 Jurusan Sosiologi Agama. Ketika itu, anak pertama
kami, Josephus berusia 5 tahun, sementara si bungsu
masih satu tahun. Tinggal di kota kecil seperti Salatiga
ini sebenarnya relatif menghadirkan rasa tenang. Suasana
yang mendukung ini membuat saya bisa belajar dengan
lebih giat dan tekun. Namun akibat kesibukan ini, saya
jadi agak mengabaikan anak-anak yang saat itu tengah
berada di usia pertumbuhan. Keadaan ini berdampak pada
pondasi hubungan saya dengan Moze yang menjadi tidak
terlalu kuat.
Pada tahun 2001 saat anak-anak masih duduk di
bangku SD dan TK, kami kembali ke Jakarta. Saat itu,
hubungan saya dengan mereka masih cukup dekat. Saya
menyempatkan diri antar-jemput sekolah, dan masih
menyediakan banyak waktu bermain dengan mereka.
Rasanya masih sangat teringat bagaimana keseruan
bermain monopoli, halma, ular tangga, congklak, catur,
dan banyak lagi.

43
Mengapa Perlu Konselor?

Ketika Josephus ada di jenjang SMP, saya mulai


sering diundang menjadi pembicara ke berbagai kota. Hal
ini seiring dengan semakin besar dan dikenalnya LK3 di
kalangan masyarakat. Mulai terjadi penurunan kualitas
komunikasi dengan anak-anak. Setiap pulang ke rumah,
yang tersisa hanyalah tubuh saya yang kelelahan, sehingga
waktu bagi mereka hampir tidak ada. Keadaan makin
memburuk terutama setelah Moze memasuki jenjang
SMA di Salatiga. Josephus kuliah ke Bandung dan Manila.
Sementara saya sendiri burnout dan mulai depresi pada
tahun 2012 akibat pekerjaan.
Menghadapi kenyataan yang buruk ini, akhirnya di
tahun 2013 saya memutuskan untuk kembali ke Salatiga
agar dapat memperbaiki hubungan dengan Moze. Saya
mencoba memberikan waktu sepenuhnya untuk dia, karena
mempertimbangkan terputusnya kualitas hubungan di
antara kami yang cukup panjang, yaitu sejak dia kelas 5 SD
hingga 3 SMP. Gayung bersambut. Moze juga meminta
saya terus menemani dan mendampinginya di Salatiga.
Di sisi lain, saya sendiri harus bergumul dengan
permasalahan pribadi. Karena pindah ke Salatiga, saya harus
mengangkat kepala kantor untuk memimpin operasional
kantor sehari-hari. Secara emosi dan psikologis, saya
kurang sehat hingga mengalami depresi dan insomnia.
Secara kerohanian, saya merasa di titik terendah dan tidak
sanggup untuk berdoa, bersaat teduh, maupun bible study
karena terjerat kesibukan yang padat. Nah, pada saat inilah
saya memutuskan untuk kembali membangun kehidupan

44
Mengapa Perlu Konselor?

rohani melalui saat teduh dan doa bersama istri dan anak-
anak. Waktu itu, nampaknya nama saya cukup dikenal,
sehingga undangan seminar dan kotbah berdatangan.
Namun, tekad saya untuk memperbaiki hubungan dengan
Moze mengalahkan segalanya. Di tahun 2015-2017 saya
menolak berbagai undangan seminar dan khotbah yang
jumlahnya mencapai 100-an pertemuan setiap tahun.
Keputusan besar ini saya tuai hasilnya di tahun 2016.
Relasi saya dan Moze secara berangsur makin baik. Saya
bersyukur bukan hanya karena attachment yang tambah
kuat, namun juga karena Moze memutuskan untuk
menerima Tuhan Yesus dan menjadi Kristen, setelah
sebelumnya menyatakan diri ateis. Selain itu, kami juga
mulai mempersiapkan dia untuk dapat melanjutkan kuliah
ke Amerika seperti harapannya.
Di sisi lain, anak sulung kami memerlukan perhatian
juga. Dia mengalami masa-masa sulit di Manila, terutama
karena dia tidak berbahasa Tagalog. Bullying adalah hal
yang biasa dia alami tetapi tidak pernah dia ceriterakan.
Rupanya ketidakhadiran saya sebagai ayahnya, di masa-
masa Josephus remaja membuat hatinya tertutup dan sulit
berterus terang kepada kami, orang tuanya; awalnya untuk
masalah keuangan, akhirnya merembet ke persoalan-
persoalan pribadi. Dia mulai depresi saat di Manila.
Josephus sangat mengerti pergumulan kami di awal LK3
berdiri. Dia menjaga perasaan kami dan menyimpan
semua luka dalam dirinya. Josephus mulai terbuka ketika
dia kembali dan bekerja di Indonesia. Kenangan pahitnya

45
Mengapa Perlu Konselor?

di Manila baru dia ceriterakan kepada kami bertahun-


tahun kemudian. Untuk luka itu perlu waktu yang sangat
lama menyembuhkannya.
Memasuki tahun 2017, saya menghadapi kenyataan
bahwa undangan sebagai pembicara tidak juga berkurang.
Akhirnya, baik saya maupun LK3 kembali tenggelam di
dalam kesibukan seminar, kotbah dan mengajar, hingga
baru menyadari ketika depresi kembali menyerang saya
di masa pandemi 2020. Waktu yang dibutuhkan untuk
pulih kali ini, tidak kurang dari 5 bulan. Saya melewatinya
dengan mencoba beristirahat, banyak jalan, berlibur,
kembali ke hobi awal membaca, menulis, dan bermain
musik. Perlahan-lahan saya pulih. Di saat itulah anak-anak
memberikan saran mereka. Ternyata, sekalipun sudah
dewasa, mereka tetap merasa terganggu dengan kesibukan
pekerjaan dan keterbatasan waktu saya untuk mereka.
Moze menyatakan, “Bapak seharusnya belajar ilmu
parenting tentang membesarkan seorang young adult!”
Mendengar hal ini, saya jadi sadar bahwa pernyataan
Moze benar. Saya merasa kapasitas saya di area ini kurang.
Selama ini saya terbiasa memiliki pengetahuan mendidik
anak kecil, sementara kemampuan mengasuh anak dewasa
muda, terbatas. Padahal, anak tetap perlu dibimbing hingga
siap memasuki jenjang pernikahan.
Josephus dan Moze juga memberikan masukan,
“Tambahlah staf, angkatlah Direktur Eksekutif supaya
Bapak tidak usah pegang kantor.”

46
Mengapa Perlu Konselor?

Saran ini berusaha saya penuhi. Maka di tahun 2021


kami menambah jumlah staff dari sebelumnya 5-6 orang
menjadi 17. Selain itu, sudah ada Direktur Eksekutif LK3,
sehingga saya tidak lagi perlu terjun langsung memimpin
operasional lembaga ini. Ternyata keputusan baik ini
membuat saya bisa pulih lebih cepat dari serangan depresi.
Karena keadaan organisasi yang semakin baik, saya
dapat berkonsentrasi mengembangkan MoU kemitraan,
melatih semakin banyak konselor melalui pendidikan
formal di universitas, hingga akhirnya LSP Keluarga
Kreatif menerima lisensi BNSP. Ternyata inilah besaran
harga yang harus dibayar oleh saya dan Lembaga LK3
untuk memperoleh hasil terbaik. Kesemuanya ini tidak
terlepas dari dukungan banyak teman, sahabat, komunitas,
mahasiswa, alumni, pengurus, volunteer, dan mitra LK3
di sejumlah Universitas dan STT. Support mereka semua
sangat besar.
Selain itu, ada juga kawan yang berkomitmen membe­
rikan donasi secara berkala bagi Yayasan LK3. Seorang
sahabat berbesar hati memberikan kami sebuah ruko
untuk dimanfaatkan sebagai kantor operasional. Kami
hampir 20 tahun tidak memiliki kantor permanen, dan
tiba-tiba saja Tuhan menghadirkannya melalui sahabat
ini, yaitu ruko empat lantai beserta kelengkapan isinya.
Hal ini benar-benar menambah semangat kami untuk
mengerjakan pelayanan LK3 di tengah masyarakat, apalagi
sejak Lembaga Sertifikasi Profesi Konselor Keluarga
Kreatif (LSP KKK) menerima Lisensi Sertifikasi BNSP.

47
Mengapa Perlu Konselor?

Selain itu satu sahabat meminjamkan satu ruko empat


lantai di daerah Wijaya Jakarta Selatan.

Keluarga Adalah Matahari


Saya harus mengakui, luka dan berbagai gangguan
kesehatan mental, seperti depresi dan trauma yang dialami
pada akhirnya justru menjadi aset yang sangat berharga. Hal
ini dipakai sebagai investasi LK3 dalam menyusun tema-
tema seminar dan modul. Apa yang saya alami, ternyata
juga banyak terjadi pada keluarga lain. Ini mengakibatkan
tema Keluarga dan Kesehatan Mental menjadi sangat
relevan bagi kebutuhan banyak orang.
Pada prinsipnya, permasalahan di dalam keluarga
tidak terlepas dari isu-isu konflik antaranggotanya, masa­
lah komunikasi, gangguan kesehatan mental, dan upaya
mendidik anak atau parenting. Setiap pengalaman kega­
galan yang saya alami, dapat diangkat menjadi topik
yang relevan dan aktual bagi peserta. Jumlah pembelajar
yang berminat untuk mengetahui lebih dalam bagaimana
caranya memulihkan hubungan di dalam keluarga ada
banyak sekali. Di kelas-kelas LK3 ini mereka merasakan
bagaimana mempelajari konseling sebagai terapan, bukan
semata-mata pada tatanan teori saja.
Bagi saya pribadi, keluarga adalah sumber hidup ma­
nu­sia, karena manusia dihadirkan ke dunia lewat kela­
hiran dalam sebuah keluarga. Anak kemudian dibesarkan,
tumbuh dalam lingkungan keluarga, hingga akhirnya akan
membangun keluarga juga. Sebagai sebentuk “sumber hidup”,

48
Mengapa Perlu Konselor?

keluarga adalah akar tempat manusia tumbuh menjadi


satu pribadi, yang kemudian setelah dewasa dan menikah,
mereka akan membentuk dan melahirkan pribadi lain yaitu
anak-anak. Kehadiran buah hati ini menjadi dasar bagi
orang tua untuk bekerja dengan penuh semangat. Jadi tak
dapat dipungkiri jika semangat kerja seseorang mustahil
terlepas dari rasa cintanya kepada keluarga. Saya meyakini,
siapapun yang mencintai keluarganya, akan tangguh dalam
bekerja, dan giat mengejar cita-citanya. Mengapa seseorang
dapat sedemikian giatnya?
Karena sesungguhnya, sebuah cita-cita akan diwariskan
seseorang kepada anak dan cucunya. Setiap orang yang
diberikan talenta oleh Tuhan akan menghasilkan berbagai
karya dalam hidup. Karya ini dicatat sebagai Curriculum
Vitae alias Daftar Riwayat Hidup seseorang. Keluarga
inilah yang mengemban fungsi sebagai tempat Tuhan
hadir, memberkati, dan menguatkan setiap anggota yang
berada di dalam keluarga tersebut. Sosok Maha Kuasa
tentu tidak bisa secara kasat mata dilihat oleh manusia.
Namun, kehadiran Tuhan dapat dirasakan justru lewat
keberadaan keluarga dan anggota di dalamnya. Ketika
seseorang ditemani, dimaafkan, diampuni, dan diterima
oleh sesama anggota keluarga, maka saat itulah berkat-
berkat-Nya akan tercurah bagi mereka yang berada di
dalam keluarga ini. Keluarga adalah berkat Tuhan yang
kelihatan.

49
Mengapa Perlu Konselor?

Tidak Sempurna
Tidak ada seorangpun anggota di dalam keluarga kita
yang sempurna, namun Tuhan akan memakai mereka
dengan segala cara untuk memberkati kita. Saya mencatat
beberapa hal tentang ini:
Pertama. Jika saya menilik pengalaman awal di dalam
keluarga, maka di sana ada Ayah dan Ibu yang memberikan
dasar kehidupan di dalam ketidaksempurnaan mereka.
Banyak kegagalan dialami oleh orang tua saya, ayah memang
seorang penjudi dan peminum alkohol, namun, ia tetap
memiliki sifat positif, sebagai seorang administrator yang
baik. Hal ini dibuktikan melalui jabatan yang dipercayakan
kepadanya sebagai Kepala Keuangan Kepolisian, padahal
ia hanya tamat SD. Kerapiannya dalam bidang administrasi,
membuat dirinya diberikan kepercayaan penuh di area
tersebut.
Kedua. Terlepas dari berbagai kelemahannya, ayah
adalah sosok yang punya banyak teman karena gemar
bergaul. Hal ini di kemudian hari, memberikan saya
modal yang sama untuk mudah membangun hubungan
pertemanan. Dari ibu, saya belajar bagaimana memiliki sifat
sosial dan suka menolong siapapun yang membutuhkan.
Dulu, setiap keluarga yang datang ke rumah, pasti akan
pulang membawa sesuatu, berbentuk makanan, barang,
baju, dan banyak lagi. Keduanya bukan pribadi yang punya
kehidupan rohani yang baik. Kehidupan Kekristenan
mereka hingga akhir hayatnya tidak terlalu menonjol.
Namun di tengah segala kekurangan yang ada, saya dapat

50
Mengapa Perlu Konselor?

tetap merasakan Tuhan hadir memberkati saya melalui


kedua orang tua saya.
Ketiga. Di masa dewasa, yang paling banyak menolong
saya adalah ayah dan ibu mertua. Ibu mertua saya adalah
seorang guru Agama Kristen dan penginjil bersahaja. Ibu
sangat disiplin dalam mengabarkan kasih Tuhan yang
diterima. Ia suka menolong hamba-hamba Tuhan, selain
tetap berdedikasi mengurus keluarga dan anak-anaknya di
tengah kesibukan pelayanannya.
Ayah mertua saya adalah seorang guru besar yang
mencintai pengetahuan. Ayah sangat produktif dalam
menulis. Meskipun saya mengenal dia sebagai sosok
introvert yang tak banyak bicara, ayah mertua berhasil mem­
bangun MoU dan kerjasama dengan banyak Lembaga dan
Universitas. Model kerjasama seperti yang ayah mertua
teladankan inilah yang saya gunakan di LK3 sampai hari
ini.
Dengan gemilang ayah mertua saya berhasil melahir­
kan sekitar 700-an doktor dan magister di bidang Ilmu
Pemerintahan. Sebenarnya ia ingin menghasilkan seribu
doktor dan master di program pendidikan yang dia
kerjasamakan, namun Tuhan keburu memanggilnya pulang
ke Rumah Bapa di usia 77, sebelum cita-cita besarnya
tercapai sesuai harapannya.
Ayah mertua mengajari saya peduli kepada keluarga
dan anak-anak. Setiap hari ayah mertua menyempatkan
diri menghubungi anak-anaknya lewat telepon, email,
maupun WA. Ini tidak mudah karena latar belakang saya

51
Mengapa Perlu Konselor?

yang tidak dekat dengan keluarga, membutuhkan proses


panjang untuk dapat meneladani sikapnya. Ayah mertua
mengajarkan betapa pentingnya menginvestasikan waktu
bagi keluarga, sekalipun itu hanya 1-2 menit saja setiap
harinya. Teladan lain yang saya dapatkan adalah, ayah
mertua itu terbilang pelit dengan dirinya sendiri, namun
boros untuk menolong orang lain dan anak-anak, yang
memerlukannya. Untuk mengumpulkan uang, ia hidup
sederhana dan kalau perlu membeli baju bekas. Mobil
pribadi ayah di zaman itu adalah sejenis Suzuki Karimun.
Bukan merk yang wah, bahkan tergolong sederhana di
kelasnya. Padahal, beliau bisa saja membeli mobil mewah,
namun ia memutuskan untuk menggunakan uangnya
untuk keperluan yang memang penting.
Ayah mertua bahkan menahan dirinya untuk makan di
restoran. Ia selalu berusaha makan dengan masakan buatan
rumah. Kebiasaan ini dilakukannya hingga dia mulai punya
cucu. Kepeduliannya pada keluarga ditunjukannya lagi
dengan menolak tawaran kesempatan untuk bersekolah di
luar negeri. Ia tidak mengambil peluang baik itu karena
tidak mau meninggalkan keluarganya. Kesempatan baik
lain yang dilewatinya adalah tawaran menjadi bupati.
Peluang ini kembali ditepisnya karena ia tetap tidak mau
meninggalkan keluarganya sendirian. Ia rela kehilangan
kesempatan punya jabatan maupun studi demi kepentingan
dan keutuhan keluarga.
Dari sosoknya yang pendiam ini, saya belajar mengenai
hati seorang bapa. Sebuah teladan yang belum pernah saya

52
Mengapa Perlu Konselor?

dapatkan, bahkan dari ayah kandung saya. Ayah mertua ini


sedemikian pekanya, hingga ia tahu kapan keluarga kami
sedang tidak punya uang. Kalau Ayah mertua berbelanja
di supermarket, maka dia akan menyempatkan menelepon
kami, “Apa yang kalian perlu? Bapak lagi di Supermarket.”
Nampaknya ia memahami bagaimana gaji menantunya
yang seorang pendeta ini tidak seberapa. “Kalian perlu
susu untuk Joseph?” maka tiba-tiba saja di hari Sabtu kami
menerima kiriman susu, popok, dan beras.
Saya ingat, masa itu tidaklah mudah bagi keluarga
kecil kami. Penghasilan saya dipotong cicilan rumah
hanya mencapai Rp 300ribu. Jumlah yang jauh dari cukup
untuk menghidupi satu anak kandung (saat itu) dan dua
keponakan. Jemaat kami kebanyakan berlatar belakang
kelas menengah ke bawah. Profesi mereka adalah pem­
bantu, supir, kenek, dan pedagang di Blok M, Cinere.
Kami tidak mungkin mengharapkan persembahan dalam
jumlah besar dari mereka. Namun Allah adalah Maha
Pemelihara. Ia memakai tangan-tangan mertua, ipar,
sahabat, tetangga yang setiap berkunjung ke rumah kami
selalu membawakan sesuatu.
Pemeliharaan Tuhan lebih dari cukup, isi rumah
kami pun sebagian besar diperoleh karena kebaikan hati
beberapa jemaat yang tergerak memperlengkapi tempat
tinggal kami. Mereka menyediakan mulai dari tempat
tidur, lemari, troli bayi, kursi ruang tamu, dan banyak lagi.
Hampir tidak ada yang kami beli sendiri.

53
Mengapa Perlu Konselor?

Dapat disimpulkan, ketika kami punya kebutuhan,


selalu ada tangan yang Tuhan pakai untuk memenuhinya.
Belakangan saya menyadari ini adalah bentuk peneguhan.
Ketika Tuhan mempercayakan tanggung jawab kepada
saya, maka Ia sendiri yang akan memampukan dan
menyediakan kebutuhan kami.
Tugas saya sebagai Pendeta berjalan 5 tahun, sebelum
kemudian saya menjawab panggilan selanjutnya sebagai
Konselor. Saya menyadari, pengalaman sebagai hamba
Tuhan-lah yang membentuk dasar iman saya. Tuhan
tahu, saya bukan berasal dari keluarga yang membentuk
pondasi iman saya. Dalam hal ini, saya tidak bermaksud
menya­lahkan orang tua, namun faktanya mereka memang
bukan orang Kristen yang taat dan rajin ke gereja. Justru
keterbatasan kemampuan sebagai Pendetalah yang mem­
bangun keyakinan iman saya di dalam Tuhan.
Dari kehidupan yang saya jalani, saya semakin sadar
bahwa manusia memerlukan pengalaman iman agar ke-
hidupannya semakin kuat berakar di dalam Tuhan. Setiap
kita perlu merasakan proses perjalanan melewati padang
gurun. Bagi saya yang lulusan Sekolah Teologia, bukan be-
rarti saya punya iman yang “dapat memindahkan gunung”.
Karena, iman itu bukan hanya tentang pengetahuan, na-
mun terlebih lagi pengalaman bersama Tuhan. Inilah un-
sur dan modal terpenting dalam hidup manusia.
Kesulitan dan kesusahan yang dialami seseorang jangan
ditanggapi sebagai hal luar biasa, namun perlu diterima
sebagai hal biasa yang pasti akan ada jalan keluarnya.

54
Mengapa Perlu Konselor?

Jika memiliki perspektif seperti ini dalam memandang


kesulitan, maka niscaya manusia akan dapat menikmati
setiap proses pembentukan dasar yang melewati titik-titik
perjalanan sukar sekalipun.
Di dalam pelawatan saya sebagai Pendeta, lalu
menjadi Konselor bersama LK3, saya menerima proses
pembentukan dasar iman ini tidak langsung dari keluarga
asal, tapi dari Keluarga Mertua. Dengan kekuatan mereka
inilah, saya dimampukan untuk melewati berbagai titik di
padang gurun dan menerimanya sebagai pengalaman iman
yang indah bersama Tuhan.

55
Kemitraan

Gagasan untuk Kerja Sama


Pada era 2004-2007, LK3 mulai memperkenalkan kursus
singkat konseling yang berlangsung selama tiga bulan
untuk setiap angkatan. Kami tak menyangka jika sambutan
peserta sangat baik. Sebagian mereka kemudian meng­
usulkan akan lebih komprehensif kalau Ilmu Konseling
diberikan dalam bentuk perkuliahan formal yang sekaligus
memberikan gelar akademik.
Waktu itu, saya agak meragukan usul tersebut. “Kita
kan bukan lembaga sekolah,” jawab saya. Namun, tak
urung usul tersebut saya pikirkan juga kemungkinan
pelak­sanaannya. Hingga suatu saat, perjalanan kunjungan
saya ke berbagai daerah membawa saya bertemu dengan
beberapa Pimpinan Sekolah Tinggi Teologi (STT).
Timbullah secercah harapan atas ide tersebut, “Mengapa
tidak dititipkan saja sebagai salah satu jurusan di STT, ya?”
pikir saya.

56
Mengapa Perlu Konselor?

Pada suatu kesempatan, kami mengadakan seminar


di kota Makasar selama tiga hari. Acara bertema edukasi
konseling ini dihadiri oleh Ketua STT Jaffray Makasar,
Pdt Dr Daniel Ronda, Th.M. bersama istri sebagai
peserta. Setelah acara berakhir, saya mengajak mereka
untuk berbincang-bincang sambil minum kopi santai.
Usulan ini saya ajukan kepada Pak Daniel Ronda, “Apakah
memungkinkan untuk membuat program Magister
Konseling di STT Jaffray Makasar?”
Ternyata ide ini bersambut, Pak Daniel Ronda
menjawab, “Why not? Asal Pak Julianto sendiri yang bersedia
menjadi direkturnya.” Sebuah penawaran yang segera saya
iya-kan. Kesepakatan ini kami tindak lanjuti juga dengan
STT Jaffray Jakarta, agar dapat diiwujudkan kerjasama
antar tiga lembaga, yaitu LK3, STT Jaffray Makasar, dan
STT Jaffray Jakarta. Singkatnya, hanya memerlukan waktu
dua bulan sebelum kami semua bertemu dan bersepakat
menandatangani Memorandum of Understanding (MOU).
Peristiwa penandatanganan MOU ini berlangsung pada
13 September 2007, untuk mulai dilaksanakan pada awal
tahun 2008. Kami memulai dengan STT Jaffray Jakarta di
bulan Februari 2008, disusul STT Jaffray Makasar pada
Juli 2008. Inilah angkatan pertama S-2 Konseling.
Pelaksanaan dan antusiasme banyak orang atas
program ini mendorong saya menawarkan program serupa
ke sejumlah STT lainnya. Hingga kini kerjasama LK3
telah terjalin dengan 14 Sekolah Tinggi Teologi (STT) dan
2 universitas. Ada pengecualian khusus, yaitu kerjasama

57
Mengapa Perlu Konselor?

dengan Universitas Ciputra yang masih merupakan


Program Sertifikat non-Gelar.

Memperluas Jangkauan: Kemitraan


Secara umum, Program S-2 Konseling memperoleh
sambutan yang baik dari peserta. Di angkatan pertama
sebanyak 48 mahasiswa baru mendaftarkan diri di dua
kelas STT Jaffray Jakarta. Dari tahun ke tahun jumlah ini
terus bertambah hingga lebih 1000 alumni S2.
Dasar pertimbangan LK3 bermitra dengan STT
maupun universitas adalah:
Pertama, STT maupun universitas adalah lembaga yang
strategis. Sebagai institusi pendidikan, tentu di sinilah
tempat menerima, mendidik, dan meluluskan banyak
mahasiswa.
Kedua, STT maupun universitas bersifat interdenominasi.
Dengan demikian calon mahasiswa yang mendaftarkan
diri dapat berasal dari berbagai latar belakang gereja.
Ketiga, Pimpinan STT maupun universitas sebelumnya
sudah menjalin relasi dengan LK3. Prinsipnya adalah
dengan mengenal pemimpinnya kami akan lebih fleksibel
dan mudah bekerjasama.
Hingga hari ini LK3 telah menjalin kerjasama dengan
STT Jaffray Jakarta dan Makasar selama 15 tahun. Ini
adalah kerjasama yang telah terjalin paling lama, dengan
jumlah lulusan sebanyak 458 alumni peserta Program MA

58
Mengapa Perlu Konselor?

dari STT Jaffray Jakarta. Selain itu, terdapat lebih dari 95


alumni yang telah menyelesaikan pendidikan Program
Magister Teologia dari STT Jaffray Makasar (program di
Makasar ini berbeda dan lebih berat daripada Jakarta).
Sementara jumlah alumni LK3 secara keseluruhan telah
mencapai lebih dari 1.429 orang, termasuk dari kelas
Sertifikat. Saya meyakini, bentuk kemitraan ini akan
semakin menambah rasa kepercayaan orang atas lembaga
LK3. Hal ini terjadi karena:
Pertama, saya percaya pada keunikan Visi LK3. Visi
yang kami tetapkan bertujuan menghasilkan konselor
secara merata di Tanah Air. Saat kami memulai lembaga
ini, profesi konselor belum banyak tersedia karena tidak
banyak organisasi yang menyediakan sarana pelatihan
untuk menjadi seorang konselor. LK3 melakukannya, dan
hal ini menyebabkan sejumlah mitra pendidikan menilai
LK3 sangat serius dalam mewujudkan visinya.
Kedua, LK3 menyusun berbagai modul konseling
dengan dukungan sejumlah pengajar yang baik dan
kompeten. Para pengajar ini merupakan lulusan dari
dalam dan luar negeri. Saya harus akui dengan bangga
bahwa pengajar kami memang berkualitas baik. Hal ini
menjadi daya tarik tersendiri bagi para mahasiswa untuk
mendaftarkan diri dan mau belajar. Mereka sendiri yang
menerima materi pengajaran dan mereka juga yang menilai
pengajar LK3 bagus.
Ketiga, LK3 merancang sejak awal modul untuk
konselor profesional namun dalam bentuk terapan.

59
Mengapa Perlu Konselor?

Penyajian modul ini tidak memuat terlalu banyak teori


teologia yang berat, namun tetap memakai nilai Kekris­
tenan sebagai dasarnya. Secara keseluruhan modul LK3
menjadi lebih aplikatif. Selain itu, penyusunan modul
dibuat sedemikian rupa sehingga tidak menyulitkan untuk
diikuti para peserta yang berasal dari luar kota. Sistemnya
dibuat intensif.
Hal lain yang membuat daya tarik LK3 semakin kuat
adalah lembaga ini telah memiliki Lembaga Sertifikasi
Internal. Melalui jalur ini, mahasiswa yang sudah belajar
teori konseling akan dibimbing untuk melakukan praktik
konseling di bawah supervisi Konselor Senior. Jika
berhasil lulus dari program ini, mereka akan mendapatkan
gelar profesi yang digunakan untuk internal. Setelah
menyelesaikan program Sertifikasi Internal, peserta dapat
menjadi konselor LK3 (dengan gelar CFC, CCAC, CPC).
Hal ini menjadi salah satu daya tarik. Selain itu, alumni
diizinkan mempraktikkan skill-nya di sejumlah Rumah
Konseling LK3 yang ada di berbagai kota. Mereka semua
berada di bawah supervisi dan dibimbing secara berkala.
Para peserta ini juga mendapatkan rangkaian pelatihan
untuk menyegarkan pengetahuan mereka melalui zoom
secara cuma-cuma.
Daya tarik yang terutama dan paling akhir adalah LK3
telah memperoleh lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi
Profesi (BNSP). Dengan kepercayaan ini, maka LSP yang
dimiliki LK3 dapat melakukan proses sertifikasi secara

60
Mengapa Perlu Konselor?

nasional atas profesi konselor. Sertifikasi profesi ini


diterbitkan oleh BNSP dan berlaku nasional.
Dari sejumlah alasan di atas, ada satu hal menarik
dan berbeda, ditawarkan oleh LK3. Dalam sebagian besar
MoU LK3 dengan STT tertulis jika terjadi kerugian dalam
kerjasama, maka LK3-lah yang akan menjadi penjamin.
Jika diperhitungkan di akhir pendidikan terdapat kelebihan
dana keuntungan, maka itu akan dibagi antara dua lembaga.
Jika jumlah mahasiswa peserta sedikit sehingga
program merugi, maka LK3 bersedia menanggung
kerugian yang terjadi. Ini adalah garansi. Dengan bentuk
penawaran ini, STT sebenarnya tidak perlu merasa
kesulitan menjalankan program kerjasama dengan LK3.
Karena LK3 sendiri yang akan mencari mahasiswa dan
bersedia memberikan jaminan jika jumlah peminat pasti
banyak. Dengan demikian, diharapkan STT tidak akan
merugi, bahkan justru memperoleh pembagian fee pada
setiap semesternya.

Tantangan dan Harapan


Dalam kerjasama yang dijalin LK3 dengan berbagai
STT dan Lembaga pendidikan, adalah umum jika terjadi
pengalaman yang kurang mengenakkan. Sebenarnya
persoalan antarorganisasi adalah hal yang biasa terjadi,
asalkan konflik dan perbedaan pendapat masih dapat
dikelola dengan baik. Berbagai peristiwa itu misalnya,
MoU yang sudah didiskusikan dengan baik, pada akhirnya
dibatalkan. Kejadian seperti ini ada, tapi tidak banyak.

61
Mengapa Perlu Konselor?

Secara umum, setiap program kerjasama berjalan dengan


lancar sesuai yang direncanakan.
LK3 selalu menempatkan harapan yang besar atas
setiap kerjasama yang terjalin dengan berbagai lembaga.
Harapan diletakkan sebagai sebentuk doa, yaitu:
Pertama, LK3 berharap suatu saat nanti Ilmu Konseling
dapat diakui menjadi sebuah prodi, yaitu suatu kajian ilmu
yang resmi di setiap Sekolah Tinggi Teologi (STT) atau
universitas yang tertarik pada bidang konseling. Selama
ini, kebanyakan STT dan universitas masih menempatkan
konseling sebagai konsentrasi. Kami percaya, di masa
depan Ilmu Konseling dapat berdiri sendiri menjadi prodi
pada jenjang S-1, S-2, maupun S-3.
Kedua, LK3 menginginkan semakin banyak orang
belajar Ilmu Konseling hingga gelar doktor. Jika ini
terwujud, maka semakin banyak pengajar berkualitas yang
teruji di bidang konseling umum, di bidang psikologi,
maupun di bidang pastoral.
Selama ini jumlah pengajar memang telah mencukupi,
baik dari segi jumlah fasilitator, maupun dosen. Jika
dihitung secara keseluruhan jumlah tenaga pengajar
bersama mitra, maka ada lebih dari 100 orang yang siap
mendukung program konseling LK3. Pada aras internal
LK3, tersedia lebih kurang 38 orang. Dengan jumlah dan
komposisi pengajar sebanyak ini, maka LK3 setiap tahun
dapat mengadakan rata-rata 15-17 kelas, yang semua
berjalan baik dipandu oleh pengajar yang mumpuni. Kami
melakukan perhitungan dan perbandingan atas proses

62
Mengapa Perlu Konselor?

pembelajaran konseling yang diadakan di kala normal,


yaitu mencapai lebih dari 2000 jam.
Ketika memasuki masa pandemi, terjadi lonjakan
kelas pembelajaran hingga lebih dari 4000 jam. Harus
diakui, masa pandemi meningkatkan minat orang untuk
belajar konseling, dengan memilih lebih 248 tema yang
ditawarkan. Para pembelajar ini tidak hanya berasal dari
Indonesia, namun juga dari negara-negara di Eropa,
Australia, Amerika, Asia, bahkan dari Afrika. Mereka
semua ikut belajar secara daring.
Untuk program akademis LK3 berharap, di masa
depan, pelajaran Ilmu Konseling dapat memiliki lebih
banyak Satuan Kredit Semester (SKS) di berbagai STT
maupun universitas, bukan sekadar ada saja. Karena
selama ini sejumlah STT di luar kerjasama dengan LK3,
menerapkan mata kuliah konseling dalam jumlah SKS yang
sedikit sekali. Saya berharap sejalan dengan peningkatan
tren belajar konseling STT mengerti pentingnya menambah
jumlah SKS untuk matakuliah Konseling pada level S-1
maupun S-2.
Salah satu kerjasama yang membuat LK3 menaruh
harapan besar dan merasa senang adalah kerjasama dengan
Universitas Kristen Maranatha. Dalam program ini,
muatan Psikologi dan Konseling sudah disusun seimbang.
Proporsi ini terjadi karena sudah ada sertifikasi internal
untuk Konseling dan Psikologi. Program pembelajaran
dijadikan satu paket dengan Program Sertifikasi Konselor
LK3, yang menetapkan praktik 100 jam konseling. Jadi,

63
Mengapa Perlu Konselor?

ketika seorang mahasiswa lulus dengan menyandang


gelar Magister Sains di bidang Psikologi, dia sekaligus
dinilai berpengalaman di bidang konseling. Mahasiswa
bukan sekedar belajar Teori Psikologi Science saja untuk
memperoleh gelar mereka. Program ini sangat diminati
banyak mahasiswa.
Ada banyak rencana kemitraan yang akan digagas
LK3 di masa depan dengan berbagai institusi pendidikan
dan keagamaan. Semua bertujuan menuntaskan visi besar
LK3 bagi Indonesia. Dengan adanya sertifikasi secara
nasional, maka peluang kerjasama yang lebih luas pasti
akan terbentang. Kerja sama ini diharapkan bukan hanya
terbatas pada STT, namun juga dengan berbagai perguruan
tinggi umum. Bahkan, jika diperlukan, salah satu harapan
LK3 adalah bisa bekerjasama dengan universitas negeri.
Walaupun demikian, pada saat ini LK3 selalu memiliki
peluang besar untuk membangun kerjasama dengan
berbagai universitas swasta lainnya di Indonesia. Karena,
saya yakin konseling akan segera menjadi tren di seluruh
negeri ini.

64
Berhenti?
Puncak gunung yang tinggi selalu lebih mudah dilihat
orang ketimbang dasar lembah yang dalam. Demikian
juga dengan keberhasilan manusia. Kesuksesan dan
keberhasilan cenderung memancarkan sinar cemerlang
yang segera terlihat sedangkan kegagalan, kelelahan,
kemandegan bagaikan lembah yang tak dikenal, tak
terekspos, tak diketahui oleh dunia luar. Namun
mengamati dan menapaki lembah kekelaman selalu bisa
memberikan pelajaran berharga yang diperlukan untuk
melakukan pendakian berikutnya. Demikian juga dengan
LK3. Ada puncak gunung, ada lembah kelam.
Di awal LK3 beroperasi, kami dihadapkan pada
masalah-masalah keuangan. Kami memulai satu lembaga
konseling yang mengusung visi besar, tapi tidak punya
modal. Saat itu kami mempunyai uang Rp 120.000.000.
Tidak sampai setahun uang ini sudah habis karena kami
menyewa rumah di Lippo Karawaci dan membeli mobil
untuk operasional. Situasi ini berlanjut sehingga kami mulai
putus asa dan berpikir-pikir untuk menutup lembaga yang

65
Mengapa Perlu Konselor?

baru seumur jagung ini. Berulangkali muncul pemikiran


mungkin lebih baik mencari pekerjaan yang baru. Pada saat
itu anak pertama kami berumur 9 tahun dan yang kedua
5 tahun. Mereka membutuhkan biaya sekolah dan lainnya.
Rasanya sangat berat. Tiba-tiba seseorang mengirimkan
sejumlah uang ke rekening kami. Ini terjadi sekitar tahun
2002-2003. Sungguh pertolongan luar biasa dari Tuhan
untuk buluh yang mulai terkulai.
Kami bergumul dengan masalah keuangan, karena
tidak ada lembaga atau perorangan yang mendukung kami.
Walaupun LK3 sudah mulai punya kegiatan, lembaga ini
baru berupa nama saja, belum punya payung hukum.
Suatu hari, saya dan Witha membahas, bagaimana cara
mendapatkan uang. Saya tidak mau meminta-minta atau
membuat proposal sumbangan. Kami harus berdiri di
atas kaki sendiri. Maka kami menemukan bahwa menulis
adalah cara yang baik untuk mendapatkan pemasukan
sekaligus menyebarluaskan visi kami ke banyak orang.

Peran Buku
Buku pertama kami berjudul “Seni Merayakan Hidup
yang Sulit”, ditulis dalam rangka penyelenggaraan seminar
dengan judul yang sama tahun 2003. Ketika itu gereja
kami mendukung seminar ini dengan menyediakan
tempat secara gratis. Acaranya sendiri berbayar Rp 25.000
per orang. Kami menyediakan konsumsi dan buku yang
dicetak sederhana. Cover-nya dari karton manila biasa.
Tidak diduga, acara perdana ini menarik minat orang.

66
Mengapa Perlu Konselor?

Yang hadir sekitar 400 orang. Ruangan penuh, tidak ada


kursi kosong.
Karena kami belum punya payung hukum dan tidak
ada dana, kami membawa naskah “Seni Merayakan Hidup
yang Sulit” ke sebuah penerbit. Tapi ditolak. Kami tidak
putus asa. Isinya direvisi lebih umum, ditambahkan
teks-nya; berulang kali kami baca, sehingga kami puas.
Kemudian kami tanyakan Pdt Susanto, yang ketika itu
memimpin Yayasan Gloria, apakah bisa menerbitkan buku
ini. Kawan-kawan di Yayasan Gloria setuju. Buku perdana
kami dijual dengan harga Rp 27.500. Royalty kami 10%
dari harga buku, diberikan tiap enam bulan. Kalau kami
sendiri membeli buku itu, kami dapat potongan 40%.
Keuntungan dari penjualan itulah yang kami gunakan
untuk membangun LK3 pada awalnya. Bisa ditebak, bahwa
kamilah yang paling banyak membeli buku tersebut, karena
dijual dalam seminar-seminar yang dilakukan oleh LK3.
Yayasan Gloria menerbitkan buku Seni merayakan Hidup
yang Sulit sebanyak dua kali cetak, sebelum akhirnya dirasa
pasar sudah jenuh. Naskah buku itu diterbitkan kemudian
oleh Gramedia setelah direvisi di sana-sini. Tahun 2005
buku kedua kami diterbitkan oleh Gramedia, berjudul
“Mencinta Hingga terluka”.
Ada ceritanya bagaimana buku-buku kami dapat
diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Suatu kali,
lewat seorang sahabat kami berkenalan dengan Ibu Magda
Hutagalung yang mengenalkan buku kami “Seni Merayakan
Hidup yang Sulit”, pada Chairman PT Kompas- Gramedia,

67
Mengapa Perlu Konselor?

Bapak Jakob Oetama (almarhum). Om Jakob mengapresiasi


buku itu dan bersedia menerbitkannya bersama buku kami
yang kedua, “Mencinta Hingga Terluka”. Kami diundang
khusus oleh beliau ke Kantor Kompas Gramedia Jakarta
Hal ini sangat membantu meluaskan jaringan pembaca
karena diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama. Sejak
itu buku kami dicetak berkali-kali oleh Gramedia Pustaka
Utama. Senang rasanya melihat buku kami dipajang di rak
buku Gramedia Supermal Karawaci, ketika itu. Setelah
Yayasan Pelikan didirikan, semua buku kami terbitkan
sendiri. Sampai 2023 kami sudah menerbitkan 28 judul
buku.
Ibu Magda Hutagalung tidak hanya mengenalkan
kami pada Chairman Kompas-Gramedia, sehingga buku
kami bisa diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama.
Ibu Magda memberi LK3 fasilitas kantor yang baik di
Jalan Adityawarman, Kebayoran Baru, Jakarta. Juga
menyediakan fasilitas untuk berlibur saat kami kelelahan,
dan menjadi teman bicara yang menguatkan.

Lembah Kelelahan
Pada tahun 2004-2006, LK3 sudah mulai menyelenggarakan
kursus-kursus 3-bulanan untuk parenting dan edukasi
konseling. Perkembangan ini diikuti dengan adanya dana
untuk merekrut staf. Sonny Sompie adalah staf LK3 yang
pertama. Kemudian ada beberapa orang yang masuk dan
keluar.

68
Mengapa Perlu Konselor?

Juga ada beberapa teman baik yang meminjamkan


ruangan kantor di Jakarta. Selama setahun kami berkantor
di Gajahmada Plaza, kemudian pindah ke Gedung Mutiara
Jl. Kiai Tapa. Ketika seorang teman meminjamkan
ruangan di gedung Citibank di Dukuh Atas, kami pindah
ke sana karena tempat itu cukup strategis lebih memenuhi
kebutuhan. Kami sempat menggunakan sebuah rumah
di Jalan Kotabambu dan terakhir kami menyewa dengan
murah keseluruhan lantai 3 di Gedung Mutiara. Pindah dari
gedung yang satu ke gedung lain, amat melelahkan. Juga,
tiap kali pindah perlu dana untuk memperbaiki bagian-
bagian tertentu sebelum dapat digunakan untuk kantor.
Tetapi tidak ada pilihan karena memang tidak cukup dana
untuk menyewa kantor secara memadai. Pekerjaan yang
banyak, dikerjakan oleh beberapa orang saja, termasuk
mahasiswa magang-6-bulan dari STT Jaffray Jakarta dan
Makassar.
Selain itu kami merasa bahwa peserta kursus ini
tidak tetap, sulit dilihat pertumbuhan dan perubahannya.
Rasanya seperti menggarami lautan, tidak ada hasilnya.
Di sekitar waktu itu kami juga membuka pusat rawat inap
untuk kasus-kasus kesehatan mental, termasuk tempat
khusus untuk orang-orang dari luar kota yang mengalami
depresi. Mereka yang datang kami rawat dan konseling
selama seminggu sampai 10 hari. Langkah ini ternyata
sangat melelahkan sampai-sampai kami merasa frustrasi
dan kembali tergoda untuk menutup LK3.

69
Mengapa Perlu Konselor?

Di tengah kepenatan itu ada ide untuk menjalin ker-


ja sama dengan STT Jaffray (lihat bab 4 tentang “Ke-
mitraan”). Kerjasama itu dimulai pada tahun 2008 dan
membuat kami bersemangat kembali. Kerja sama ini
menghasilkan alumni yang punya pengetahuan konseling
yang memadai. Walaupun secara praktis mereka perlu ber-
latih dan meningkatkan jam praktik, paling tidak mereka
dapat mendampingi klien dengan baik, karena sudah bela­
jar.
Setelah ada kerjasama ini, peminat makin banyak,
keuangan juga makin bagus. Kami mampu menambah staf
dari dua orang menjadi 4 orang. Di tahun 2008 kemudian
2009, mahasiswa berkembang menjadi lebih dari 95 orang,
kami juga dimampukan untuk menaikkan gaji para staf. Ini
membuat kelegaan yang besar untuk maju kembali. Saya
juga mulai memikirkan cara agar emosi saya lebih stabil.
Saya perlu teman berbagi. Maka saya mulai membangun
pertemanan dengan sesama pemimpin lembaga lain, ngopi
bareng atau saling berkunjung. Untuk seorang ekstrovert
seperti saya, ini sangat menolong.

Lembah Depresi
Makin LK3 dikenal, saya sering diundang keliling sana
keliling sini. Akibatnya saya kembali merasa kelelahan dan
mengalami depresi. Saya semakin sering pergi sehingga
jarang berkumpul dengan anak-anak kami. Pada akhir
tahun 2012, saya mengalami burnout dan komunikasi
saya dengan anak-anak semakin memburuk. Saya pun

70
Mengapa Perlu Konselor?

memutuskan untuk cuti. Di tahun itu mahasiswa cukup


banyak dan dosen tetap terbatas. Kami harus memeriksa
tugas, membimbing pengerjaan tugas akhir, melakukan
konseling, mengajar ke sana-ke mari (ke kota-kota), saya
benar-benar kelelahan. Ketika itu Josephus sudah kuliah
di Manila dan Moze SMA di Salatiga. Di akhir tahun 2012
saya pun memutuskan untuk cuti.
Setahun kemudian kami pindah kembali ke Salatiga,
menemani Moze di sana. Semua urusan kantor dijalankan
oleh staf. Lembah kekelaman ini terasa muram dan
berkabut. Ceruk terdalam di lembah ini kami alami saat
kami ada di Salatiga sampai-sampai kami memilih dan
memutuskan untuk menyendiri. Kami tidak melakuan
apa-apa. Kami mengambil waktu untuk berdoa. Saya
seorang ekstrovert yang tiba-tiba menyendiri di sebuah
kota kecil. Saya benar-benar merasa tertekan. Mau pergi
tidak berani, tidak ada energi tersisa, tenaga saya terkuras.
Namun diam saja juga membuat saya gelisah sehingga
berbulan-bulan sulit tidur. Meskipun demikian situasi ini
saya pandang sebagai sebuah kesempatan untuk bangkit
dari kebangkrutan rohani, mempunyai banyak waktu untuk
berdoa dan membaca Alkitab. Kalau tadinya saya demikian
sibuk dan sulit melakukan semua itu, di Salatiga saya
mulai Bible Study pribadi, punya banyak waktu membaca,
mulai menulis buku. Jadi selama mengalami depresi dan
menyendiri di Salatiga, saya menulis 4 buku yang semuanya
justru menjadi best seller. Buku-buku tersebut adalah Seni
Merawat Keluarga, Banyak Cocok Sedikit Cekcok, Hidup
Berguna Mati Bahagia, Mengenali Monster Pribadi.

71
Mengapa Perlu Konselor?

Heart Warmer
Pada masa-masa itulah saya merenungkan istilah heart
warmers (orang-orang yang menghangatkan hati). Sewaktu
kita dilanda rasa putus asa, frustasi, dan depresi, kita menjadi
sulit tidur, bahkan muncul pikiran-pikiran untuk mati,
-- ada orang yang memberi waktu dan memperhatikan,
menyapa dan mendengarkan. Dalam diri saya, pikiran
negatif yang paling sering muncul adalah keinginan untuk
benar-benar meninggalkan profesi (konselor) ini. Sekali
lagi, saya merasa sangat kelelahan. Di saat-saat itulah saya
mulai berusaha mengingat bahwa ada orang-orang baik
yang penuh perhatian dan peduli kepada saya.
Saya mulai mengingat keluarga asal, mereka yang
mensponsori saya sekolah Alkitab, yang juga membiayai
saya sekolah konseling. Teman-teman baik yang datang
menghibur pada waktu kami membutuhkan, terutama
keluarga mertua saya. Ibu mertua saya memang sangat
mendukung pelayanan kami, tidak hanya dari segi materi
tetapi juga dari segi kehadiran dan nasihat. Heart warmers ini
mengingatkan saya bahwa banyak orang baik kepada kami
dan ada pengalaman baik yang sudah kami lewati. Hal-hal
seperti itu kembali saya ingat lagi, saya munculkan dalam
memori sehingga hati saya menjadi hangat dan semangat,
rasa ingin menyerah pun memudar.
Perkenalan saya dengan Bapak Ichwan Chahyadi
tahun 2009, membuka lembaran baru. Pak Ichwan ketika
itu membutuhkan tempat praktik untuk menyelesaikan
study konseling di Denver Seminary. Gayung bersambut,

72
Mengapa Perlu Konselor?

karena semua mahasiswa dalam kerja sama LK3 dengan


STT Mitra harus menjalani proses konseling. Ketika itu
kami cukup kewalahan karena banyaknya mahasiswa.
Pak Ichwan adalah jawaban dalam masalah ini. Sejak itu,
Pak Ichwan menjadi salah satu teman terbaik saya untuk
berbagi semua masalah dan pergumulan di LK3.
Selain Pak Ichwan ada Ci Linawati. Dia adalah peserta
kursus LK3 sejak awal. Tadinya Ci Lina tidak bisa diterima
di program MA, karena pendidikannya bukan S-1. Tetapi
dia bersemangat belajar sampai berhasil menyelesaikan
S-1 Psikologi, lanjut ke S-2 M.Pd. (kerja sama LK3 dengan
STT Baptis Medan). Ibu dua anak yang sudah dewasa ini
juga melengkapi dirinya dengan skill dan pengetahuan di
bidang play therapy dan model kursus lain. Karena Ci Lina
punya sekolah di Tegal, kota asalnya, dia membantu LK3
dalam mengelola Keuangan. Sampai hari ini, Ci Lina adalah
Bendahara LK3 dan salah seorang yang aktif menjaga visi
LK3.
Di masa kebingungan karena lembaga kian berkem­
bang dan memerlukan kantor yang memadai, kami bertemu
dengan Pak Alim dan Ibu Aci. Semua bermula dari buku
“Seni Merayakan Hidup yang Sulit”, yang dibelikan Ibu
Aci untuk suaminya yang ketika itu sedang dirawat di RS
Siloam Lippo Village. Buku ini dijual di sebuah counter di
lantai 2 rumah sakit.
Beberapa waktu kemudian, Pak Alim bertemu saya
di sebuah bengkel. Kami berkenalan, dan ketika saya
menyebutkan nama saya, Pak Alim teringat pada buku

73
Mengapa Perlu Konselor?

yang pernah dibacanya itu. Akhirnya Pak Alim ikut kuliah


konseling di STT Jaffray Jakarta bersama Roswitha. Dalam
kurun waktu itu beberapa kali kami bertemu, ngopi bareng,
cerita-cerita, dan konseling pertemanan. Ketika Pak Alim
mendengar bahwa kami sedang membutuhkan kantor,
Pak Alim menawarkan ruko yang baru dibelinya bersama
istrinya, yang berlokasi di belakang Polsek Kelapa Dua.
Sebenarnya bu Aci ingin menggunakan ruko itu untuk
berjualan. Tetapi Tuhan berbicara kepada mereka, dan
kedua hamba-Nya ini meminjamkan ruko tersebut untuk
digunakan sebagai kantor LK3. Tidak lama setelah itu
Tuhan memberkati Pak Alim dan bu Aci dengan ruko
yang lain, masih di wilayah Gading Serpong, yang sebelum
pandemi juga dapat kami gunakan untuk aktifitas belajar.
Bagaimana saya dapat menutup LK3 di saat begitu banyak
orang mengasihi dan memperhatikan lembaga ini?
Penghangat hati lainnya adalah Ibu Juliana Prijadi
Tjahja. Pada awalnya bu Juliana adalah mahasiswa salah
satu kelas M.Th. Untuk dapat fokus kuliah, bu Juliana
keluar dari pekerjaannya dan lulus bertepatan dengan masa
long covid saya. Ketika saya menawarkan apakah bu Juliana
bersedia bergabung dengan LK3, suaminya Dr. Hanudjaja
mengizinkan dengan syarat tidak boleh menerima gaji.
Tentu saja ini uluran tangan yang besar untuk LK3. Ibu
Juliana sekarang adalah Direktur Eksekutif LK3, bersama
staf menangani semua pekerjaan di kantor LK3, termasuk
di Pusat Konseling “Selalu Ada Harapan”. Dengan
pengalaman bekerja di dua perusahaan asing, Ibu Juliana

74
Mengapa Perlu Konselor?

dengan cepat terkoneksi dengan saya, Witha, Ci Lina, Pak


Ichwan, dan LK3.
Masih ada puluhan bahkan ratusan nama lain yang
kami kenal sebagai orang-orang yang mendukung LK3.
Saya tidak dapat menyebut nama mereka satu per satu,
namun mereka selalu menghangatkan hati saya apabila
saya berada di lembah-lembah kehidupan saya. Kiranya
Tuhan meneguhkan dan menguatkan persahabatan kami.

Nama LK3
Ada peristiwa penting yang saya perlu catat di sini, yaitu
ketika tahun 2008 akun media sosial LK3 di-hack oleh
orang yang tidak bertanggung jawab. Peristiwa ini sangat
mengerikan untuk kami, dan menimpa facebook saya dan
semua staf, juga email pribadi kami. Mungkin ada yang
tidak suka lalu memfitnah LK3. Terakhir akun sosmed
kami juga di-hack. Karena tidak ada jalan lain, maka kami
memilih tidak menggunakan nama LK3 untuk sementara
waktu. Kami mendirikan yayasan baru bernama Pelikan
tahun 2009. Burung Pelikan adalah burung yang mau
berkorban untuk anak-anaknya. Ketika musim kemarau
tiba dan anak-anak Pelikan hampir mati kehausan, induknya
mencucuk temboloknya sendiri sehingga keluarlah darah
segar yang diminum anak-anaknya. Mereka lolos dari

75
Mengapa Perlu Konselor?

bahaya maut, tapi sang induk mati kehabisan darah.2 Itulah


cerita di balik nama Yayasan Pelikan.
Nama LK3 kembali muncul di tahun 2017, setelah
kami sekeluarga kembali ke Jakarta dan Moze kuliah
di Dallas, Texas, USA. Saya berpikir sudah waktunya
menghidupkan kembali lembaga ini. Ternyata orang
belum melupakan LK3. Dengan cepat nama LK3
berkibar, menaungi berbagai kegiatan edukasi konseling
dan kelas sertifikat. Sedangkan dengan Yayasan Pelikan
kami menjalin kerjasama dan penerbitan buku-buku.

Untuk Pembaca yang Sedang Terluka


Sebagian Anda yang sedang membaca buku ini mungkin
sedang mengusung luka atau trauma masa kecil. Bisa jadi
selama ini Anda ternyata belum pernah membereskan
luka-luka tersebut dengan baik. Orang-orang selalu
bercerita kepada saya bahwa saat mereka menjadi dewasa,
pemimpin, public figure, apapun itu, ada masanya innerchild
yang terluka itu kambuh dan muncul ke permukaan.
Dalam kondisi demikian kita harus rela bertemu kembali
dengan innerchild kita tersebut, kita perlu merangkulnya
kembali. Karena hanya kita yang bisa menyembuhkannya.
Nah, untuk itu kita perlu bergerak mundur, menarik diri,
mengurangi berbagai kegiatan agar kita ada waktu untuk
mengurus luka-luka tersebut.

2 Romo Joko Purwanto Pr, “Pengorbanan Burung Pelikan”, Sesawi, Edisi 18 Mei
2022. https://www.sesawi.net/pengorbanan-burung-pelikan/

76
Mengapa Perlu Konselor?

Penulis bernama James Clear dalam bukunya Atomic


Habits mengatakan, kita perlu lebih dahulu menegakkan
kembali identitas hidup, nilai-nilai, keyakinan, visi, dan
cita-cita kita dan bukannya mendahulukan program.
Karena itulah saya berani untuk bergerak mundur, menarik
diri dan menyepi selama empat tahun di Salatiga. Setiap
tahunnya saya menolak lebih dari seratus undangan; bagi
saya itu adalah waktu untuk menegakkan kembali nilai dan
cita-cita serta identitas diri saya yang mulai rapuh. Segala
sesuatu mulai tidak jelas karena bercampur-aduk. Visi dan
ambisi menjadi satu, saya tidak bisa memisahkan mana
visi dan yang mana ambisi. Oleh sebab itu akhirnya saya
mundur dan mengurangi undangan (ini semacam proses
detoksifikasi). Saat itulah saya mengerti dan memahami
bahwa popularitas itu ternyata juga bisa menjadi candu.
Seseorang yang kecanduan popularitas akan
cenderung semakin ingin dikenal, diundang, dan menjadi
populer. Semua itu seperti candu. Detoksifikasi dilakukan
dengan cara menarik diri. Sungguh tidak mudah karena
kita harus menolak apa yang menjadikan kita terkenal.
Saya bertekad untuk tidak hangus dalam candu popularitas
karena itu saya menarik diri. Bagi saya ini lebih mudah
karena saya punya tiga sekretaris yang menolong saya,
menangani berbagai undangan pelayanan, sehingga tidak
harus saya sendiri yang langsung menjawab atau menolak
undangan. Sekali lagi, menolak undangan bukanlah hal
yang mudah. Detoks popularitas itu dilakukan dengan
cara “diet kesenangan.” Undangan itu bagaikan makanan.

77
Mengapa Perlu Konselor?

Setiap tahun dari tahun 2015 itu saya kehilangan sejumlah


besar uang dari penjualan buku-buku kami. Oleh karena
saya rela kehilangan semua itu, Tuhan menambahkan yang
lebih baik dan lebih banyak. Murid lebih banyak, teman-
teman yang mendukung lebih banyak, bahkan tiba-tiba
ada seseorang yang memberi kami kantor senilai 5 miliar.
Ini adalah sesuatu yang bukan jerih payah kami, tetapi
sesuatu yang benar-benar karena Tuhan beri.
Sekarang, setelah 21 tahun dalam pemeliharaan
Tuhan, akan adakah lagi lembah kekelaman itu? Selama
kita masih hidup di dunia yang telah jatuh ini, lembah
kekelaman pastilah masih akan ada. Contohnya, di masa
pensiun, para pemimpin biasanya mengalami post power
syndrome yang sangat besar. Merasa diri kehilangan makna,
dulu dibutuhkan, tapi sekarang tidak lagi. Kuncinya adalah
menyiapkan diri memasuki masa-masa kekelaman. Dengan
bersiap diri, kita akan mampu menjalaninya.

78
Sertifikasi LK3

Latar Belakang Program


Di bab sebelumnya saya menjelaskan bahwa kami mulai
berjejaring dengan beberapa STT dan universitas untuk
melatih konselor. LK3 bukan lembaga pendidikan,
sehingga dalam kemitraan ini yang dihasilkan adalah
alumni dari STT yang bersangkutan, bukan alumni LK3.
Sampai tahun 2011-2012 alumni yang dihasilkan lewat
MoU LK3 dan STT Mitra mulai banyak. Ratusan. Lalu
saya berpikir pastilah mereka bertanya untuk apa lulus dari
Sekolah Tinggi Teologi tapi belum bisa jadi konselor. Saya
lulusan STT A tapi belum bisa jadi konselor. Dia harus
disertifikasi oleh suatu lembaga konseling. Itulah dasar
pemikiran bahwa LK3 mesti punya lembaga sertifikasi
konselor.
Tahun 2013 sudah ada pemikiran untuk suatu saat
dapat mensertifikasi konselor secara nasional. Maka saya
minta salah satu team kita, Ibu Elizabeth Suryastutiningrum
ke Kementerian Tenaga Kerja untuk mencari syarat-syarat

79
Mengapa Perlu Konselor?

sertifikasi nasional. Ketika itu, pelaksana sertifikasi adalah


Kementrian Tenaga Kerja. Akan tetapi karena jumlah
lulusan kita belum memenuhi syarat, terpikirlah untuk
membuat sertifikasi lokal atau institusional saja, langsung
ada ide untuk membuat CFC (Certified Family Counselor).
Kita buat program tersebut pertama kali di tahun 2014
dan ternyata mendapat tanggapan yang baik dari alumni.
Di awal, Program Sertifikasi Konselor tidaklah mu­
dah. Sertifikan harus praktek 100 jam dengan supervisi
serta harus mengerjakan tugas-tugas, konseling kelompok
tatap muka, mencari klien, tempat praktik. Semuanya nggak
mudah. Karena pelatihan sertifikasi juga harus onsite (tatap
muka), ada beberapa peserta yang tinggal di luar negeri
datang dengan pesawat dan menginap di hotel.
Biaya yang dikeluarkan untuk sertifikasi institusional
ini cukup besar karena semua dilakukan tatap muka. Peserta
perlu memperhitungkan biaya pesawat, penginapan, biaya
sertifikasi, biaya supervisi. Ini di luar biaya kuliah. Waktunya
juga panjang, sekitar 4,5 tahun untuk menyelesaikan
kuliah dan sertifikasi. Mereka yang kuliah tahun 2008 lulus
sertifikasi pertama itu tahun 2017. Ada yang baru lulus
setelah 9 tahun belajar. Itu angkatan pertama.
Angkatan selanjutnya semakin banyak yang meng­
ikuti Program Sertifikasi CFC, walaupun saya akui banyak
kelemahan dalam mengelola program ini karena keter­
batasan staf kami. Tapi sampai tahun 2019, setiap tahun
kami mewisuda konselor CFC yang berasal dari berbagai
kota pada setiap acara KKKI (Konferensi Konselor
Keluar­ga Indonesia).

80
Mengapa Perlu Konselor?

Saat Pandemi, kami mengubah strategi. Semua dila­


ku­kan secara online, dan sekarang meski Pandemi sudah
berakhir tetapi Program Sertifikasi Konselor masih dilaku­
kan secara online. kegiatannya dibuat lebih mudah karena
akses pembelajaran tambahan itu jadi lebih banyak dengan
adanya Zoom dan sebagainya. Mereka yang tinggal di luar
kota, dapat mengikuti pelatihan sertifikasi secara online.
Praktek konseling boleh dilakukan secara online. Tugas
konseling kelompok dapat dilakukan secara online juga.
Tapi ada pembelajaran setelah lulus sertifikasi, dia
harus mengikuti beberapa modul setiap tahun. Itu yang
menjamin, karena kalau dia tidak mengikuti modul, maka
sertifikasinya bisa dicabut. Kalau tidak praktik, kita cabut
sertifikasinya, dia tidak bisa memperpanjang lisensi. Jadi
ada evaluasinya sehingga mau tidak mau dia harus belajar
terus dan melakukan praktik konseling, karena masa
berlaku sertifikasi konselor LK3 hanya tiga tahun dan
harus diperpanjang di tahun ketiga.
Pelaksanaan sertifikasi secara online tentu akan berbeda
apabila dilakukan secara tatap muka. Baik pelatihannya,
praktik serta supervisinya tentu akan lebih baik dan efektif
apabila dilakukan secara tatap muka. Tapi kita memaksa diri
online di masa pandemi. Oleh karena itu mulai tahun 2023
ini kita kembalikan lagi sebagian dilakukan secara tatap
muka. Sekarang beberapa acara sudah mulai dilakukan
tatap muka, tapi yang daring tetap ada sebagai fasilitas bagi
mereka yang di luar kota, bahkan sekarang pembelajar kita
dari luar negeri banyak sekali. Ini merupakan kesempatan

81
Mengapa Perlu Konselor?

yang baik utk pembelajar yang jauh agar tetap bisa ikut
sertifikasi tanpa harus datang ke Jakarta atau Tangerang.
Yang dari Papua dan Sulawesi sementara dapat mengikuti
walau sewaktu-waktu mereka tetap harus training di
Jakarta.

Harapan
Ini sederhana, di kelas sertifikat dan M.Th. peserta belajar
teori dan tidak ada praktik. Di kelas sertifikasi ada kewajiban
praktik, dengan praktik mereka jadi lebih percaya diri. Jam
terbangnya bertambah, ada kemampuan mendiagnosa,
memberikan treatment. Itu bisa membuat mereka lebih
percaya diri. Tanpa sertifikasi, mereka tidak praktik. Lewat
pengalaman praktik mereka punya kepercayaan diri untuk
membuka Rumah-rumah Konseling di daerah tempat
mereka tinggal. Di samping itu juga ada representative counselor
yang dapat praktik di sekolahnya, gerejanya, lembaga
tempat dia aktif, bahkan di komunitasnya. Sehingga
setelah belajar konseling mereka dapat ikut sertifikasi dan
praktik di rumah-rumah konseling. Ini sejalan dengan visi
LK3 agar tersedia pusat konseling dan tenaga konselor di
tiap-tiap kota. Nanti kalau dia sudah ahli, terampil, jam
terbang yang cukup, dia dapat menjadi konselor di Pusat
Konseling Spesialis “Selalu Ada Harapan” yang tentunya
melalui seleksi khusus.

82
Mengapa Perlu Konselor?

Beberapa Perubahan Konsep


Tahun 2021 ada perubahan dalam konsep Program Serti­
fikasi Konselor LK3. Hal ini dilakukan agar Program
Sertifikasi Konselor yang dilakukan di Institusional LK3
dapat sejalan dengan Standard Kompetensi Sertifikasi
Nasional yang mulai ditetapkan beberapa waktu kemudian.
Berikut ini adalah tahapan dalam program Sertifikasi
Konselor Institusional LK3:
-- Tahap Pembekalan, yaitu pelatihan selama 4 hari
dengan mempelajari beberapa asesmen non-klinis,
teknik pendekatan direktif dan nondirektif
-- Tahap Pemagangan. Di sini peserta sertifikasi dapat
menjadi konselor magang untuk melakukan praktik
konseling di bawah supervisi seorang supervisor.
-- Tahap Ujian Akhir, peserta sertifikasi memprentasikan
kasus dan mengikuti ujian akhir.

Dengan penambahan jumlah peserta sertifikasi


dan minat dari peserta sertifikasi, kami menambah jenis
sertifikasi konselor bukan hanya ada CFC tapi ada 2 jenis
lainnya, sehingga Program Sertifikasi Konselor LK3
menjadi:
1. CFC (Certified Family Counselor) untuk konselor
keluarga dan kesehatan mental
2. CCAC (Certified Child and Adolescent Counselor)
untuk konselor khusus anak dan remaja

83
Mengapa Perlu Konselor?

3. CPC (Certified Pastoral Counselor) untuk konselor


khusus pendeta dan gembala sidang.
Ke depannya kami akan menambah Program
Sertifikasi khusus Caregiver untuk profesi seperti Psikiater,
social worker, Perawat Psikiatri, dll.

Masa Depan Program Sertifikasi Konselor Lk3


Sejak pelaksanaan sertifikasi pertama tahun 2014 sampai
sekarang, Program Sertifikasi Konselor LK3 sudah
berjalan 9 tahun. Sudah menghasilkan 128 alumni CFC
dan saat ini ada sekitar 300 orang yang sedang berada dalam
program praktik konseling dengan supervisi. Program ini
bertujuan menghasilkan konselor yang kompeten. Artinya
punya pengetahuan yang memadai, pengalaman praktik
yang cukup dan sikap mental yang baik sebagai konselor
profesional. Lalu kita usahakan mereka disertifikasi secara
nasional; jadi penerimaan masyarakat lebih kuat terhadap
lulusan-lulusan kita.
Ke depannya, perlu dibuat pemerataan. Ini yang ada
dalam pikiran saya setelah LSP kita menerima lisensi untuk
Sertifikasi Konselor dari BNSP:
1. Mengembangkan tenaga-tenaga konselor lintas agama,
yang akan kita mulai tahun 2023.
2. Mengembangkan profesi konselor lintas departemen
atau lembaga, mulai dari lembaga pendidikan,
keagamaan, sosial seperti rumah sakit, lembaga
pemerintah, LSM, lembaga usaha dan bisnis

84
Mengapa Perlu Konselor?

marketplace. Jadi kita menyediakan konselor untuk bisa


masuk semua lapisan ini. Kita perlu membuat program
sertifikasi yang menjawab kebutuhan-kebutuhan ini.
3. Kita akan membuat sertifikasi yang lebih mudah buat
mereka yang sudah berprofesi selama lebih dari 7
tahun sebagai dokter, psikolog, psikiater, atau sarjana
psikologi yang bekerja di lapangan sosial, guru-guru
BK, konselor-konselor di LSM, di panti rehabilitasi
narkoba, mereka yang bekerja di perusahaan (HRD),
yang bekerja di pemerintahan misalnya Kementerian
Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak. Kita
bisa melatih baik staff maupun konselornya dengan
dua macam sertifikasi, sertifikasi internal artinya
pengakuan dari LK3 saja yang bisa dipakai untuk
internal di lembaganya, atau nasional yang bisa dipakai
di seluruh Indonesia.
4. Kita juga mengupayakan ada keseimbangan antara
konselor laki-laki dan perempuan, konselor anak
dan konselor dewasa. Antara konselor preventif
(pencegahan/edukasi) dan konselor kuratif
(penyembuhan). Kita harus menyeimbangkan semua
itu. Untuk masalah-masalah perempuan saja banyak
sekali yang kita harus lakukan.
5. Kita mencoba memenuhi kebutuhan konselor yang
tersertifikasi di lembaga pemerintahan, di sektor swasta,
rumah-rumah sakit, tempat rehabilitasi narkoba, dan
sebagainya. Ini kebutuhan yang sangat tinggi.

85
Mengapa Perlu Konselor?

6. Yang terakhir, saya ingin agar tenaga konselor ini


ditingkatkan menjadi tenaga kesehatan (nakes).
Sekarang nakes cuma ada tiga: psikiater, psikolog klinis
dan perawat psikiatri. Harusnya ada yang keempat, yaitu
konselor. Ini adalah urusan Direktorat Jenderal Tenaga
Kesehatan yang membuat payung hukum dan Undang-
undangnya. Walaupun perjalanan masih panjang
untuk ini, kita perlu mengusahakan agar mimpi ini jadi
kenyataan.

86
Pandemi

Dampaknya
Pandemi yang melanda seluruh dunia di bulan Maret 2020,
telah memporakporandakan tatanan kehidupan yang
sebelumnya cenderung stabil dan terencana, menjadi tidak
terduga. Dampak pandemi menyasar bukan hanya LK3
sebagai Lembaga, namun terlebih lagi saya sebagai pribadi,
dan saya dalam profesi sebagai pengajar dan konselor.
Pengalaman terberat yang saya alami akibat penyebaran
covid ke seluruh dunia adalah depresi. Bagaimana tidak,
sebagai pengajar, di tahun-tahun sebelumnya saya terbiasa
terbang 100 hingga 130 kali setahun, ke berbagai kota untuk
menyelenggarakan sejumlah seminar. Dengan penetapan
pembatasan sosial dan interaksi fisik oleh pemerintah,
otomatis saya tidak lagi dapat terbang ke berbagai daerah
di Indonesia dan luar negeri. Akibatnya, saya menjadi
kebingungan karena merasa dibatasi dalam mengajar,
melakukan konseling tatap muka, apalagi mengadakan
sesi-sesi edukasi konseling.

87
Mengapa Perlu Konselor?

Memang manusia adalah makhluk yang mampu


merespon perubahan dengan cepat. Setelah satu-dua
bulan menjalani masa tersebut, LK3 mulai memanfaatkan
teknologi Zoom untuk menggantikan berbagai pertemuan
langsung menjadi daring atau online. Di satu sisi saya
bersyukur karena kembali dapat berkegiatan, namun
sejujurnya saya bukan orang yang nyaman mengajar
dan mudah terhubung dengan mahasiwa hanya melalui
jaringan. Penyebabnya, karena salah satu kebutuhan emosi
saya adalah pertemuan langsung guna berinteraksi dengan
banyak orang.
Namun, saya tidak memungkiri jika berbagai acara
webinar yang dilakukan LK3 diminati oleh banyak pihak.
Jumlahnya hingga ribuan respon. Selama masa pembatasan
aktifitas akibat Covid19 ini kami menyelenggarakan
zoominar mencakup hampir 100 topik dan dibutuhkan
banyak orang. Dalam tahun pertama pandemi, Edukasi
Konseling LK3 terselenggara hingga 4000 jam melalui
Zoom. Jumlah pembelajar secara pesat naik hingga 100%,
dan jumlah orang yang datang untuk melakukan konseling
bertambah hingga tiga kali lipat dibandingkan sebelum
masa pandemi.
Dalam kondisi perasaan pribadi yang jenuh karena
harus mengajar memakai metode yang tidak memberikan
saya tambahan energi, ditambah lagi kondisi fisik, mental,
dan emosional yang burnout, saya terpapar covid pada
September 2020. Diagnosanya adalah covid dengan
komorbid depresi, hingga memerlukan perawatan untuk

88
Mengapa Perlu Konselor?

pulih selama 5 bulan. Orang biasa menyebutnya long covid.


Berbagai gejala covid seperti demam, sesak napas, dan
batuk dapat selesai diobati dalam jangka waktu satu bulan
saja. Namun, depresi yang timbul pascacovid memerlukan
hingga 4 bulan untuk sampai pulih. Harus diakui, ini
adalah salah satu musim yang berat bagi saya.
Melalui pengalaman depresi ini, saya mendapatkan
masukan dari para sahabat, pengurus Lembaga LK3,
dan juga anak-anak untuk memperbaiki sistem dan pola
kerja. Hal-hal apa saja yang harus dipertimbangkan untuk
diubah?
Pertama, menghadapi kenyataan pekerjaan yang sema-
kin banyak, mahasiswa yang berminat belajar bertam­bah,
antrean memanjang dari klien konseling yang memerlu-
kan bantuan, dan peserta Zoominar yang kian melimpah,
maka mereka memberikan nasihat untuk mengangkat seo-
rang Direktur Eksekutif. Tujuannya adalah agar saya tidak
perlu secara langsung terlibat dalam pengerjaan tugas-tu-
gas operasional.
Kedua, LK3 mempertimbangkan untuk menambah
jumlah staff dengan komposisi terbesar berasal dari
generasi muda. Melalui formasi ini, kami berharap LK3
dapat semakin adaptif terhadap perubahan zaman maupun
transformasi teknologi.
Ketiga, untuk menjawab kebutuhan mereka yang
mengalami gangguan mental, maka jumlah konselor harus
ditambah. Jika sebelumnya 10 orang, selama pandemi
meningkat menjadi 80 konselor. Sebuah perkembangan

89
Mengapa Perlu Konselor?

yang luar biasa. Selain itu, kelas-kelas pengajaran kami


mulai melibatkan sejumlah dosen dan fasilitator muda.
Di sisi saya pribadi, saya mengupayakan untuk terus
beradaptasi terhadap pola mengajar melalui Zoom. Seka­
lipun saya kurang menyukainya, namun saya sadar akan
pentingnya berusaha mencintai aktivitas mengajar online
ini. Waktu yang saya butuhkan untuk menyesuaikan diri
mencapai 1 tahun. Bukan masa yang singkat untuk dapat
berdamai dengan diri sendiri.
Dalam hal pelayanan konseling, saya tetap memilih
untuk melakukannya secara tatap muka. Konseling yang
dilakukan melalui Zoom hanya dikhususkan bagi mereka
yang berstatus mahasiswa LK3 saja. Permintaan konseling
melalui Zoom untuk klien umum, tidak saya terima. Terkait
undangan pihak luar untuk mengadakan seminar lewat
Zoom, hampir 90%-nya tidak saya penuhi. Bukan saja karena
kesulitan untuk melakukannya secara online, namun saya
lebih mempertimbangkan padatnya agenda kegiatan LK3
yang telah mencapai 4.049 jam dalam setahun. Bayangkan
betapa fenomenalnya angka tersebut! Kami ini bukan
gereja, bukan universitas, bukan juga sekolah. Kamipun
bukan sebuah organisasi besar, melainkan hanyalah
sebuah lembaga biasa yang dipercayakan tanggung jawab
besar oleh Tuhan.
Harus diakui, pandemi membuat kebutuhan konsel-
ing meningkat. Dalam jangka waktu hampir tiga tahun,
isu-isu konseling dan kesehatan mental mendadak booming.
Maka, guna menanggapi perubahan pesat ini, saya bangga

90
Mengapa Perlu Konselor?

mendapati LK3 sudah mampu terbuka dan siap menjang-


kau seluruh wilayah nasional. Peserta yang mendaftarkan
diri berasal dari ratusan kota di Indonesia, bahkan lintas
negara. Saya perhatikan, para pembelajar ada yang beras-
al dari Afrika, sejumlah besar dari Australia, juga Eropa.
Apalagi yang berasal dari negara-negara Asia, lebih banyak
lagi.
Maka mulailah saya berpikir, LK3 harus mulai
menapaki era baru dengan membuat Komunitas LK3
Lintas Negara. Gagasan ini akhirnya berhasil tergenapi
di sejumlah negara dengan beberapa kota yang menjadi
cakupannya. Demikianlah LK3 dalam waktu singkat
mampu menerobos dan melakukan banyak penyesuaian
dan perubahan positif akibat dampak pandemi.

Merapatkan Barisan
Saya melihat dari dua sisi yang berbeda dalam menyikapi
dampak pandemi terhadap LK3. Yang pertama adalah
bagaimana sebagai founder LK3, saya diizinkan Tuhan
untuk terpuruk sesaat, karena covid dan depresi. Namun
menjadi tugas saya untuk bangkit kembali. Yang kedua dan
sangat baik adalah, LK3 diperhadapkan kepada tantangan
besar pandemi. Keadaan ini tidak membuat gentar, namun
dihadapi dengan lahirnya kekuatan baru yang berhasil
menyesuaikan seluruh sistem kerja selama ini. Mulai dari
peningkatan jumlah kelas, perencanaan beragam tema
seminar, hingga animo pembelajar yang luar biasa atas
pendidikan konseling. Saya tidak menampik jika setiap

91
Mengapa Perlu Konselor?

pertumbuhan pesat ini dipersiapkan guna menghadapi


meningkatnya masalah mental yang terjadi di Indonesia.
WHO mencatatkan secara global, hampir 1.1 miliar
orang mengalami gangguan jiwa di dunia.3 Perhimpunan
Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI)
menerbitkan hasil survei di masa pandemi pada 34 propinsi.4
Hasilnya menunjukkan 64.8% mengalami berbagai masalah
psikologis berupa cemas, depresi, maupun trauma (jumlah
ini mungkin akan menurun seiring dengan berakhirnya
pandemi tanpa pembatasan sosial). Hal ini sejalan dengan
pencatatan jumlah klien LK3 yang meningkat signifikan
di dua tahun terakhir. Jika sebelumnya di pusat tercatat
(tidak termasuk di Rumah Konseling kota) hanya 60-70
kasus/tahun (dilayani konselor dalam jumlah terbatas),
angka ini meningkat menjadi 1.300 sesi konseling di
tahun pertama pandemi, dan bahkan 2.300 sesi konseling
di tahun kedua. Bukankah ini menggambarkan lonjakan
kebutuhan konseling yang luar biasa? Untuk itulah, LK3
Pusat giat mempersiapkan ketersediaan jumlah dan kualitas
konselornya. Jika sebelumnya tenaga konselor LK3 adalah
10 orang (tidak termasuk konselor di Rumah Konseling
kota), ketika pandemi bertambah menjadi 80 konselor.
Team ini bersedia melayani siapapun yang membutuhkan
pertolongan.

3 https://www.kompas.com/sains/read/2022/06/20/193000823/who--
hampir-1-miliar-orang-di-dunia-alami-gangguan-kesehatan-mental?page=all
4 https://www.liputan6.com/news/read/4485416/perhimpunan-dokter-
kesehatan-jiwa-648-persen-pasien-covid-19-alami-masalah-psikologis

92
Mengapa Perlu Konselor?

Jika ditinjau dari jumlah pembelajar, maka telah terjadi


peningkatan yang cukup signifikan, yaitu dari sebelum
pandemi sekitar 210 orang menjadi lebih 725 pembelajar
yang studi selama 4 semester di masa pandemi. Sementara
jumlah mereka yang rajin mengikuti berbagai modul
kursus online menembus angka 17.703 orang (2020-2023)
Besarnya minat orang untuk belajar konseling, menjadi
tanda jika mereka mulai terbuka pada upaya menjaga
kesehatan mental. Edukasi konseling LK3 lewat beragam
modul adalah upaya preventif yang ditujukan untuk setiap
individu yang ingin lebih mengenali diri, serta bemaksud
mengatasi gangguan kecemasan, trauma, maupun depresi
yang mungkin dialaminya sendiri.
Hari ini, setelah menjalankan sejumlah perubahan
besar dalam pekerjaan, Tim LK3 bertekad untuk
merapatkan barisan. Jumlah staf yang sebelumnya hanya
5-6 orang saja, menjadi formasi yang semakin kuat dengan
17 orang di dalamnya. Dalam periode 3 tahun pandemi,
setiap tahun LK3 mampu menyelenggarakan hingga 4.744
jam seminar dan sejumlah pertemuan online. Di tahun 2023
pasca pandemi, bisa jadi jumlah jam penyelenggaraan ini
akan berkurang karena kami fokus pada pertemuan tatap
muka. Namun kami tetap berkomitmen untuk menautkan
kekuatan dan memberikan pelayanan terbaik bagi para
mitra, pembelajar, peserta, maupun klien konseling.

93
Bliss

Inside Out: From Bliss to Bless


Menurut keyakinan saya, kebahagiaan sesungguhnya
berasal dari dalam diri manusia itu, bukan karena apa
yang diperoleh dari luar. Karenanya, untuk mendapatkan
kebahagiaan tersebut, manusia akan mendapatkannya dari
kedalaman hati. Kebahagiaan ini bersifat hakiki dan tidak
tergantung pada tindakan pihak lain.
Saya bersyukur jika sekarang, kebahagiaan ini sedang
saya nikmati dan akan terus saya kerjakan, terutama
jika dikaitkan dengan Visi LK3 sebagai lembaga. Saya
merasakan kebahagiaan tersendiri ketika, bukan hanya
berusaha menggenapi visi, tetapi terlebih melihat buah-
buah kebahagiaan tersebut dapat dipetik dan turut
dinikmati banyak orang.
Berikut ini adalah hal-hal yang saya renungkan
sebelum mengusahakan satu persatu Visi Besar LK3.

94
Mengapa Perlu Konselor?

Pertama: Mengalami Sendiri Pentingnya


Kesehatan Mental
Setelah melewati berproses selama bertahun-tahun, saya
dapat menyatakan jika diri saya beruntung dibesarkan di
tengah-tengah keluarga yang bermasalah dengan kesehat­
an mental. Bagaimana tidak, kami sekeluarga berlatar be-
lakang pecandu alkohol, sebagian terlibat narkoba, bapak
berpengalaman masuk penjara, dan beberapa terikat pada
judi.
Mengalami sendiri sejumlah keadaan ini membuat
saya mengerti jika kesehatan mental itu sangat berharga.
Masalahnya, di tahun-tahun tersebut, tidak ada pihak yang
mengajarkan, dan bahkan kita tidak bisa mengandalkan
lembaga gereja sekalipun untuk menolong jemaatnya.
Kalau berbicara mengenai konseling, maka di era 80-
an, hampir tidak ada tenaga konselor yang tersedia untuk
membantu. Maka latar belakang keluarga yang menyakitkan
inilah kemudian mendorong saya pertama kalinya ingin
belajar konseling. Ketika itu saya berpikir, apakah drama
keluarga saya yang memerlukan belasan tahun untuk pulih dari
narkoba harus dialami keluarga lainnya? Saya tidak rela jika ini
harus terjadi juga pada keluarga lainnya.
Dari apa yang saya baca, Ilmu Konseling di masa itu
sudah banyak menolong orang di Eropa, Amerika, dan
Australia. Mengapa Indonesia tidak terlalu mengenal dan
menggunakan ilmu ini? Maka hal inilah yang menjadi dasar
bagi saya untuk mulai kuliah konseling tahun 1989.

95
Mengapa Perlu Konselor?

Kedua: Betapa Sulit Membangun Hubungan dalam


Keluarga
Di dalam pernikahan, saya menjumpai bahwa membangun
hubungan dengan istri dan anak adalah hal yang sukar
dilakukan. Padahal saya sekolah dan punya banyak ilmu
pengetahuan serta referensi tentang membentuk sebuah
keluarga ideal, tetapi mengapa sulit sekali bagi saya
mengaplikasikannya? Jawabannya adalah, karena ternyata
saya memiliki banyak luka dan trauma, tanpa pernah ada
satupun yang menolong. Akibatnya? Saya melukai istri dan
kedua anak kami dengan sisa-sisa luka saya yang belum
sembuh itu. Maka pertanyaannya adalah siapa yang dapat
menolong saya terlebih dahulu agar saya tidak lagi melukai
keluarga terdekat? Untung saja saya mengambil keputusan
belajar konseling, karena ternyata ini adalah keputusan
terbaik yang memberikan jawaban. Di sini, selama satu
tahun saya dibantu oleh konselor untuk mengenali diri dan
memulihkan luka. Wah, ternyata konseling itu sangat penting,
pikir saya waktu itu, setelah mengalami dan merasakan
manfaatnya.

Ketiga: Mengerti Alasan Manusia Mencari


Ketenangan Batin
Setelah tamat sekolah konseling, saya melanjutkan lagi ke
UKSW selama 2 tahun. Saya mempelajari dasar sosiologi
dan memahami jika masyarakat Indonesia kebanyakan
menganut agama yang bersifat ekstrinsik, lahirilah. Jadi,
mereka pelaksanaan keagamaan itu lebih kepada ritual,

96
Mengapa Perlu Konselor?

bukan sesuatu yang dihayati dalam batin. Maka, tak heran


jika kita menemukan tokoh agama yang malah terganggu
secara mental. Mungkin lebih tepat jika saya menyebutnya
oknum (tanpa bermaksud menyamaratakan). Para oknum
tokoh agama ini bahkan ditemukan mengalami gangguan
kejiwaan yang cukup serius. Pertanyaannya adalah dimana
iman? Mengapa hal seperti ini dapat terjadi?
Penyebab utamanya adalah keagamaan tersebut diba­
ngun hanya dalam bentuk lahiriah yang terkait ritual ter-
tentu saja. Sementara, di dalam Psikologi Agama, ada
agama yang bersifat intrinsik atau batiniah. Agama yang
dianut secara batin akan menuntun kepada kesembuhan
dan kesejahteraan mental manusia. Bagaimana orang
dapat menguasai agama dari dalam batin seperti ini? Ia ha-
rus diajarkan terlebih dahulu!

Keempat: Kesehatan Mental adalah Bagian dari


Kesejahteraan Holistik
Di era 80/90-an, data menunjukkan belum ada perhatian
serius Pemerintah Indonesia terhadap kesehatan mental
masyarakat. Hal ini terlihat dari jumlah Rumah Sakit Jiwa
yang terbilang sedikit di seluruh Indonesia, demikian pula
dokter dengan spesialisasi kesehatan jiwa (Psikiater) sangat
terbatas, tak berbeda jauh adalah jumlah Psikolog Klinis,
dan apalagi Konselor yang hampir tidak ada. Menghadapi
fakta tersebut, saya mulai berpikir tentang hadirnya gerakan
untuk mendorong lahirnya tenaga Konselor, Psikolog, dan
Psikiater dalam jumlah memadai di tanah air ini.

97
Mengapa Perlu Konselor?

Kami memulainya di tahun 2002 melalui kampanye


yang agresif. Saya berkeliling mewartakan pentingnya
kepedulian pada kesehatan jiwa di 30 Propinsi, lebih
dari 100 kota di Indonesia. Kedatangan saya di sebuah
kota atau area bisa mencapai 10 hingga 40 kali untuk
menggaungkan hal penting yang sama. Saya meyakini,
kesehatan mental adalah bagian dari kesejahteraan manusia
secara menyeluruh atau holistik. Dalam keyakinan Kristen
dikenal istilah syalom. Jadi, kesejahteraan itu tak akan
tercapai tanpa adanya kesehatan mental. Contohnya, orang
boleh kaya, tapi jika dia sakit jiwa dan depresi juga, maka ia
tidak dalam kondisi sejahtera.

Kelima: LK3 Mempelopori Gerakan Kesehatan


Mental Sejak 21 Tahun Lalu
Guna mendukung keyakinan ini, LK3 memutuskan untuk
menjadi pelopor Gerakan Kesehatan Mental sejak tahun
2022. Untung saja dalam dua periode pemerintahannya,
Presiden saat ini hadir dengan motto Revolusi Mental.
Maka sejak saat itu, saya melihat bagaimana pendanaan
Pemerintah guna mendukung gerakan kesehatan mental
meningkat signifikan.
Saat ini kita dapat menghitung pertambahan jumlah
tenaga Psikiater terus bertumbuh, walaupun belum benar-
benar memadai. Demikian pula minat orang untuk belajar
Psikologi Klinis semakin tinggi, walaupun masih terbatas.
Namun setidaknya, area yang saya dan LK3 garap untuk
melatih tenaga Konselor telah memperlihatkan hasil yang

98
Mengapa Perlu Konselor?

menggembirakan. Hari ini, jumlah Konselor semakin


bertambah secara substansial.
Lembaga LK3 sendiri dalam perjuangannya, telah
mendidik dan menghasilkan 1.049 Magister Konseling
(MA dan MTh). Jumlah ini belum termasuk mereka yang
menyelesaikan Program Diploma, yang jumlahnya 395
orang. Kami berharap di tahun-tahun mendatang, jumlah
ini dapat berlipatganda secara signifikan, terutama setelah
Konselor diakui sebagai profesi resmi di tanah air.

Keenam: Kebahagiaan Ini adalah Hasil Kerja


Keras Bersama
Terwujudnya Visi LK3 secara perlahan-lahan ini menjadi
sebentuk kebahagiaan tersendiri, karena berasal dari
kedalaman diri dan terpancar keluar untuk dinikmati
banyak orang. Saya harus mengakui jika semua ini dapat
terjadi karena dukungan begitu banyak pihak yang
bekerjasama dengan LK3. Jika saya hitung, terdapat lebih
dari 200 lembaga yang mengirimkan orang untuk belajar
konseling di LK3, baik secara formal maupun informal.
Demikian pula dukungan ini tercermin dari kehadiran
peserta dalam Konferensi Konselor Keluarga Indonesia
yang selalu diselenggarakan pada level nasional. Tahun
2023 ini akan menjadi penyelenggaraan event konferensi
yang ke-16. Saya teringat pada penyelenggaraan awal yang
diadakan tahun 2006 di Hotel Ciputra, Jakarta. Ternyata
kita tidak pernah berhenti, sekalipun di masa pandemi.

99
Mengapa Perlu Konselor?

Pandemi Tak Bisa Menyurutkan Api


Saya memandang ke belakang menuju hari ini, dan melihat
secara nyata perwujudan Visi LK3 dari tahun ke tahun.
Saya meyakini, “api” yang kami bawa ini tidak akan
pernah surut. Tuhan sudah membawa lembaga ini mampu
bertahan melewati masa pandemi, inilah salah satu bukti
penyertaan Tuhan yang paling nyata.
Masa pandemi membuktikan bahwa manusia itu
makhluk adaptasi. Ia sanggup merespon perubahan
dengan cepat dan menjadikan kemampuan berkomunikasi,
berpikir kreatif dan memecahkan masalah, berfungsi.
Inilah yang saya banggakan dari LK3. Sampai dengan
2019 yang lalu, kami rutin terbang dari satu kota ke kota
lainnya untuk membawakan pengajaran dan mengibarkan
bendera kampanye kesehatan mental ini. Pada awalnya
berbagai seminar antarkota diadakan oleh internal LK3
sendiri, dengan sistem berbayar maupun tidak. Setelah
nama LK3 semakin dikenal, mulailah kami memenuhi
berbagai undangan di pelosok negeri. Di masa itu,
penyelenggaraan seminar Kesehatan Mental di sejumlah
kota di Indonesia oleh LK3 sangat marak. Hingga akhirnya,
kami tiba pada keadaan yang tidak lagi memungkinkan
untuk memenuhi setiap undangan seminar yang masuk.
Kami harus fokus pada penguatan organisasi. Keadaan ini
mendorong LK3 makin giat mengadakan pelatihan bagi
Fasilitator, Pembicara, dan Dosen Pengajar Konseling.
Kalau dihitung-hitung, hingga kini jumlah mereka telah
mencapai 39 orang. Saya bangga karena salah satu masalah

100
Mengapa Perlu Konselor?

yang timbul terkait ketersediaan jumah pengajar mulai


teratasi.
Memasuki masa Pandemi, kami menghadapi proses
penyesuaian diri terhadap teknologi yang tidak mudah.
Namun, ternyata menggalakkan seminar online lewat
media Zoom berjalan efektif, hingga menjangkau banyak
peserta di seluruh Indonesia. Jumlah peserta dalam
periode 2020-2022 mencapai lebih dari 17.703 orang.
Mereka adalah peserta Program Pendidikan Konseling
yang punya ketertarikan beragam. Sebagian mengikuti
pendidikan yang berlangsung 2-6 bulan, dan sebagian
lainnya berkomitmen belajar 2-3 tahun. Jumlah ini belum
termasuk mereka yang secara antusias mendaftarkan diri
di Kelas Edukasi Konseling Tematik yang selama pandemi
jumlahnya mencapai hingga 4.049 jam. Jika saya hitung
ulang, data menunjukkan para peserta ini berasal dari lebih
123 kota di Indonesia.
Saya bersyukur untuk keadaan ini. Rasanya apa yang
selama ini kami perjuangkan, mulai memperlihatkan hasil.
Saya menyadari jika kita bukan lembaga yang besar, tetapi
dipercayakan Tuhan untuk melakukan perkara yang besar.
Menurut saya penyebabnya adalah karena tidak banyak
orang maupun organisasi tergerak untuk menggarap area
Kesehatan Mental dengan fokus seperti apa yang LK3
lakukan untuk memenuhi visinya.

101
Mengapa Perlu Konselor?

Kepuasan Hidup Perlu Disertai Pemaknaan Hidup


Setelah lebih dari dua puluh tahun bersama LK3 berjuang
di bidang Konseling ini, rasanya hati saya dipenuhi
sukacita menjumpai kenyataan banyak orang mengalami
perubahan di dalam pola pikir mereka ketika berhadapan
dengan masalah. Saya merasa memperoleh banyak nilai
kepuasan dan mendalami banyak nilai kebahagiaan karena
keadaan ini.
Pertama. Sebagai pribadi yang dibesarkan dengan
minim kasih sayang, saya menyadari jika sesungguhnya
manusia itu sangat membutuhkan perwujudan cinta yang
diberikan dalam bentuk apresiasi atas upaya, penghargaan
atas karya, dan pujian karena usaha. Dengan terjun ke
dunia konseling, semua kebutuhan emosi ini terpenuhi.
Sebenarnya yang disebutkan ini merupakan kebutuhan
dasar seorang manusia, yaitu: dihargai, dicari dan
diharapkan, diapresiasi. Ketika seseorang mendapatkannya,
maka ia merasa hidupnya bermanfaat. Demikian pula saya,
kepuasan tertinggi adalah ketika hidup saya berguna bagi
orang lain.
Kedua. Seseorang akan merasa puas di dalam hidup ini,
jika ia dapat memaksimalkan setiap talenta yang dimiliki
untuk menolong orang lain. Talenta tak mungkin akan
habis dinikmati diri sendiri.
Ketiga. Seseorang akan merasa puas di dalam
hidup ini, ketika ia mengejar cita-cita yang telah Tuhan
letakkan di dalam hatinya. Berefleksi kepada diri saya,
Tuhan menetapkan kerinduan untuk menghasilkan

102
Mengapa Perlu Konselor?

sejumlah besar Konselor di Indonesia, dan kemudian


memperjuangkannya menjadi profesi. Ketika panggilan
Tuhan ini dipenuhi, maka manusia akan mempunya
fighting spirit yang tidak mudah pupus, tidak gampang
dikecewakan untuk memutuskan mundur. Di atas semua
itu, saya memperoleh sebentuk kepuasan lainnya, yaitu
apresiasi. Saya menerima penghargaan yang banyak sekali
dari berbagai tulisan di sosial media, buku-buku yang
memuat pemikiran, juga pengajaran konseling kami yang
ditayangkan lewat Youtube.
Keempat. Namun, sebagai manusia, penting untuk
menyadari titik bahayanya jika menjadikan kepuasan dan
kebahagiaan sebagai obyek yang harus dipenuhi. Prinsip
yang benar adalah: Kebahagiaan itu tidak dicari, namun
diberikan sebagai dampak dari proses. Jadi untuk memperoleh
hal ini, manusia yang harus mengatur dirinya sendiri guna
berproses. Jangan sampai ia terlalu ngoyo sekedar untuk
mengejar kebahagiaan. Jika prinsip ini dipegang, maka
tidak perlu berjuang keras sekedar untuk menjadikan
nama kita terkenal. Di sekitar kita, ada banyak berita yang
menunjukkan orang-orang hebat mati karena mengakhiri
hidupnya sendiri. Penyebabnya adalah karena yang mereka
dapatkan hari ini, bukanlah apa yang mereka cari di dalam
hidup. Satu hal yang ternyata hilang dari pencapaian mereka
adalah makna kehidupan itu sendiri. Dapat disimpulkan,
kepuasan hidup tidak akan diperoleh tanpa pemaknaan
atas kehidupan itu sendiri. Manusia perlu menjadikan
dirinya bermakna. Memiliki karier sebagai Konselor

103
Mengapa Perlu Konselor?

misalnya, adalah salah satu cara menjadikan hidup ini lebih


bermanfaat bagi banyak orang.
Sebagai seorang Konselor, saya sangat merasakannya.
Tak mudah menggambarkan besarnya sukacita ketika
pasangan yang bertikai memutuskan untuk melanjutkan
pernikahan mereka selepas melewati proses konseling.
Demikian pula ketika orang yang sudah putus aja,
menyadari jika bunuh diri bukanlah jalan keluar. Belum lagi
ketika anggota keluarga yang tidak saling berkomunikasi,
mulai lagi menjalin relasi hangat di antara mereka. Tambah
lagi, ketika mereka dengan sakit secara jiwa bisa dipulihkan.
Kisah-kisah hasil dari proses konseling ini selalu mampu
membuat hati saya hangat dan bersyukur karena semuanya
menambahkan sebentuk makna hidup dalam diri saya.

Upah Seorang Pekerja


Saya mengerti andai tak banyak orang mau menanggung
risiko dalam profesi ini, karena mereka memperhitungkan
uang atau upah. Ini bukan pemikiran yang salah, tapi tidak
benar juga. Percayalah, penghargaan akan selalu datang
dan promosi pasti akan menyusul sejalan dengan upaya
yang kita keluarkan.
Profesi ini memang tidak dapat disetarakan dengan
Pengacara, Psikolog, atau bahkan Dokter yang sudah
jelas sistem pengupahannya. Profesi Konselor baru saja
dianggap setara dengan profesi lainnya di awal tahun
ini, sehingga masih sangat memerlukan waktu untuk
memperkenalkannya kepada masyarakat luas. Saya berharap,

104
Mengapa Perlu Konselor?

para Konselor mau selalu kembali kepada panggilan


mereka mula-mula, yaitu bermimpi agar pengalaman hidup
dan pengetahuan yang dimilikinya akan dapat membantu
orang lain dalam menghadapi kesulitan mereka. Jika ini
dijadikan pijakan, maka niscaya para Konselor akan lebih
tahan banting di dalam mengerjakan tugas panggilannya,
bukan sekedar didorong atau dikendalikan oleh keinginan
mencari keuntungan saja.
Keuntungan sama seperti kebahagiaan. Keduanya
akan datang dengan sendirinya, jangan dikejar dan jangan
dicari hingga berlelah diri. Bagi mereka yang saat ini sudah
mengemban profesi sebagai Konselor, namun menyadari
pekerjaan ini belum dapat mencukupi secara ekonomi, maka
milikilah profesi alternatif lainnya. Sebagai Konselor, saya
pun mengakui hal ini. Maka saya membangun alternatif
kerja saya sebagai penulis, pengajar, dan pembicara, bukan
menggenggam Konselor sebagai profesi tunggal. Jika kita
semua tekun dalam mengerjakan bagian dalam profesi
Konselor ini, maka percayalah jika 5-10 tahun mendatang,
kita boleh berbangga karena Konselor akan bisa menjadi
profesi tunggal. Seseorang yang mau belajar sungguh-
sungguh mendalami bidang ini, fokus melatih diri pada
spesialisasi tertentu, sambil mengumpulkan jam terbang
yang tinggi, maka pasti akan menuai hasil yang baik sebagai
upah kerja kerasnya.
Bab ini saya tutup dengan pertanyaan sederhana yang
diharapkan menjadi perenungan kita semua. Saat ini, profesi
Konselor semakin dikenal dan diakui oleh pemerintah,

105
Mengapa Perlu Konselor?

selain itu para Konselor mulai merasakan jika bantuan


mereka semakin dicari dan dibutuhkan oleh banyak orang
yang mengalami masalah dalam kehidupannya, keadaan
ini semakin ditindaklanjuti oleh banyak lembaga yang
membuka kelas-kelas edukasi konseling yang ditawarkan
dimana-mana guna menambah ilmu para Konselor. Hanya
ada satu hal yang sesungguhnya harus dimiliki dalam hati
seorang Konselor sejati, hal ini sekaligus menguji motivasi
diri yang terdalam, “Apakah Anda suka menolong orang lain?”

106
Lisensi
Jika melihat ke belakang, saya bersyukur untuk semua
yang Tuhan kerjakan lewat LK3, untuk orang-orang yang
terlibat dan berusaha agar kita meyakini bahwa setiap
pencobaan yang dialami tak mungkin melebihi kekuatan
diri, maka kita akan dimampukan menjalaninya dengan
penyertaan Tuhan. Dia memberikan jawaban atas setiap
ujian yang dihadapi. Hal ini yang terjadi saat LK3 berjuang
untuk menghadapi pandemi, dan saya berjuang untuk
menghadapi depresi. Ada kekuatan yang membuat kami
semua sanggup menjalaninya. Kemudian, Dia bahkan
memberikan rejeki pandemi yang luar biasa dan tak pernah
terpikirkan sebelumnya.
Pertama, di masa tersebut, LK3 lewat LSP Konselor
Keluarga Kreatif, mendaftarkan untuk mendapatkan
lisensi penyelenggaraan sertifikasi profesi konselor secara
nasio­nal. Respon yang diterima sangat positif. Pemerintah
menyadari jika angka gangguan jiwa di Indonesia cukup
tinggi. Hasilnya, gayung bersambut. BNSP memberikan
persetujuan atas pengajuan ini. Mereka mengkonfirmasi

107
Mengapa Perlu Konselor?

landasan dasar pengajuan LSP KKK yang menyatakan


kepedulian pada peningkatan masalah kesehatan mental
di masyarakat dan keluarga, sehingga dibutuhkan profesi
Konselor untuk membantu mengatasinya.
Sebelum era pandemi, saya merasa angka gangguan
kesehatan mental di Indonesia belum terdeteksi akurat.
Begitu pandemi merebak, data yang ada membludak,
ternyata ada banyak orang yang selama ini mengalaminya,
namun terbatas dalam mengungkapkannya. Hal ini
tidak terkecuali terjadi pada mereka yang duduk di kursi
pemerintahan.
Kedua, LK3 memperoleh kemurahan hati dari bebe­
rapa pihak yang mendukung pelayanan ini. Ada sebuah
organisasi yang mengizinkan gedungnya dipakai sebagai
tempat konseling dan kantor operasional. Ada pula keluarga
yang membelikan sebuah ruko berlantai empat yang
direnovasi menjadi kantor khusus untuk aktivitas training
konseling tatap muka. Jadi saat ini, setelah kehidupan
semakin normal, kami tidak lagi kesulitan untuk mencari
lokasi pelatihan.
Selain ruko baru untuk aktivitas training, kami pun
didukung beberapa orang yang tergerak meminjamkan
gedung pertemuannya untuk dipergunakan untuk kegiatan
LK3. Demikian juga dengan lokasi Rumah Konseling kami
yang terletak di salah satu lokasi pusat kota Jakarta. Tempat
ini dapat beroperasi karena kebaikan hati pemiliknya.

108
Mengapa Perlu Konselor?

Jika dihitung secara total sampai hari ini, LK3 telah


dipercaya mengelola empat lokasi kantor, dua di Jakarta,
dan dua di Tangerang.
Ketersediaan kantor di empat tempat strategis ini
memungkinkan kami untuk lebih mudah menyesuaikan
aktivitas di era pasca pandemi. Keberadaan kantor-kantor
ini membuat kami dapat melayani dengan lebih leluasa,
baik training maupun konseling tatap muka.

Saatnya Konselor Menjadi Profesi


Ketika LK3 menerima kepercayaan dalam bentuk Lisensi
BNSP atas Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Konselor
Keluarga Kreatif, kami sangat bersyukur. Namun, saya
percaya hal ini akan disertai sejumlah tanggung jawab baru
yang harus dikerjakan dengan baik. Melalui pengakuan ini,
kami harus bekerja keras untuk semakin memantapkan
keberadaan profesi konselor di Indonesia, baik dalam
aspek kuantitas maupun kualitasnya.
Tantangan pertama adalah bagaimana menyusun peren­
ca­naan sosialisasi. Negeri Indonesia ini sangat luas sehing-
ga perlu dipikirkan cara agar masyarakat dapat mengetahui
bahwa konselor telah menjadi sebuah profesi resmi di In-
donesia.
Tantangan kedua adalah membuka wawasan orang
untuk belajar konseling. Kami berharap, mereka tidak
menganggap skill ini sekedar sebagai alat untuk self healing,
tetapi terlebih lagi tertarik untuk menjadikannya sebagai
profesi (bagi diri sendiri, juga bagi anak-anak mereka). Saya

109
Mengapa Perlu Konselor?

membayangkan, kelak para orang tua akan mendorong


anak mereka kuliah untuk menjadi konselor. Sama seperti
bagaimana selama ini orang tua mengharapkan anak
menjadi dokter, psikiater, maupun pengacara.
Tantangan ketiga adalah bagaimana mendidik dan
mencetak banyak konselor berkualitas. Menghadapi ini
kami harus segera mempersiapkan tempat pelatihan yang
layak dengan metode tatap muka. Selain tempat, dibutuh-
kan juga tenaga pengajar yang kompeten untuk mendidik
para calon konselor ini.
Tantangan keempat adalah bagaimana mengupayakan
penyerapan tenaga konselor di lembaga kemasyarakatan.
Setelah mendidik dan melatih, maka kami perlu mengupa­
yakan agar para Konselor Profesional ini dapat terhisap
di Lembaga Pemerintahan, Swasta, Lembaga Keagamaan,
dan Lembaga Sosial. Untuk mewujudkannya, LK3 perlu
membangun dan memperluas jejaring kemitraan yang se-
lama ini telah ada.
Tantangan kelima adalah bagaimana cara untuk sema­
kin mengembangkan Perkumpulan Konselor Saha­ bat
Keluarga (PKSK) yang selama ini menjadi wadah para
Konselor LK3. Saya mengharapkan dapat terjadi pertum­
buhan yang baik dengan pengembangan sejumlah cabang,
dengan penanganan oleh mereka yang kompeten di
lapangan.
Kelima hal ini menjadi tugas besar yang harus disele­
saikan oleh Lembaga LK3 seiring dengan diterimanya

110
Mengapa Perlu Konselor?

lisensi penyelenggaraan uji kompetensi konselor oleh LSP


Konselor Keluarga Kreatif, dari BNSP.

Tantangan Besar Sebagai Konselor


Dari sisi konselor sendiri, ada beberapa kondisi yang
perlu diperhatikan. Seringkali orang yang berminat untuk
belajar konseling dan menjadikannya profesi, tidak sadar,
keadaan mental mereka perlu dipulihkan terlebih dahulu.
Karena jika tidak, pelayanan mereka akan terkendala. Hal
ini berbeda dengan profesi lainnya seperti dokter atau
pengacara. Jika mereka mengalami gangguan cemas atau
depresi, maka belum tentu pasien/klien menyadarinya.
Dengan demikian, mereka bisa tetap praktik tanpa
terganggu. Dokter yang bersangkutan mungkin dapat
segera menenangkan emosinya sendiri lewat obat dan
jarum suntik sebelum mengobati pasien.
Hal yang sama berlaku atas pendeta yang sedang tidak
dalam kondisi baik. Ketika masih menjadi gembala, saya
tetap berkhotbah walau dalam keadaan tertekan akibat
depresi. Apakah dalam keadaan cemas dan insomnia
sekalipun, ia dapat tetap berkhotbah? Jawabannya adalah
bisa. Sementara bagi seorang konselor, memperhatikan
kesehatan mental pribadi adalah prioritas penting sebelum
dapat melakukan praktik konseling. Ia tidak boleh
memaksakan diri untuk tetap melayani, karena klien akan
peka dan merasakan gangguan pada kesiapan diri sang
konselor ketika melayani dirinya.

111
Mengapa Perlu Konselor?

Inilah perbedaan utama profesi konselor dengan


lainnya.
Saat saya memulai profesi ini, saya harus memiliki
self-awareness yang baik. Misalnya mengambil cuti ketika
perasaan tertekan melanda jiwa saya. Ini adalah hal men-
dasar yang harus dimengerti oleh setiap calon konselor.
Prasyarat ini pula yang menyebabkan upaya untuk men-
gajak orang muda tertarik pada konseling menjadi sebuah
tantangan. Kebanyakan mereka pesimis bisa menjadi
Konselor yang baik jika dirinya masih membawa banyak
permasalahan hidup. “Bagaimana saya mau menjadi kon-
selor, kalau mental dan pribadi saya masih bermasalah?”
beginilah biasanya respon mereka. Padahal bukan berarti
kondisi ini tidak dapat diatasi. Kunci utama terletak pada
kesadaran diri, untuk bersedia dikonseling terlebih dahulu
sebelum siap untuk memberikan konseling bagi mereka
yang membutuhkan.

Harapan Besar atas Profesi Konselor


Ketika seseorang memutuskan untuk menjadi seorang
Konselor, ini adalah keputusan besar. Dia harus mem­per­
siapkan dirinya dengan baik. Hal-hal yang harus diperhati­
kannya adalah:
Kompetensi. Seorang Konselor harus mampu menca-
pai standar level kompetensi tertentu dan mempertahan­
kannya. Mereka harus terlebih dahulu memenuhi kualifi-
kasi yang disyaratkan dalam profesi ini. Selain itu, meraih

112
Mengapa Perlu Konselor?

kepercayaan masyarakat atas profesi ini pun masih me-


merlukan pembuktian terlebih dahulu.
Membangun Awareness. Menjadi tugas bersama untuk
mensosialisasikan kepada masyarakat perihal profesi Kon-
selor dan pentingnya melakukan konseling. Selain itu, yang
menjadi pertanyaan banyak orang adalah, apa perbedaan
profesi ini dibandingkan Psikolog dan Psikiater? Lalu ka-
pan mereka harus pergi ke Konselor, dan pada tingkat ke-
gawatan apa yang menyebabkan harus ke Psikolog atau
Psikiater? Selain itu, perlu disosialisasikan juga bagaimana
proses pendidikan yang harus dilewati jika berminat ter­
hadap profesi ini?
Menjaga keharmonisan antarprofesi. Penting bagi setiap
orang yang bekerja di bidang kesehatan mental untuk men-
jaga keharmonisan dan saling berjejaring sebagai mitra.
Kerjasama ini ditujukan untuk meningkatkan pemaham­
an bersama, sehingga tujuan Indonesia yang sehat secara
mentalpun dapat dicapai bersama.
LK3 hingga hari ini terus berupaya untuk membangun
jejaring dan bermitra dengan profesi kesehatan lainnya di
Indonesia. Kami telah melakukan berbagai pendekatan
terutama di level pemerintahan, agar profesi Konselor
dapat disejajarkan dengan profesi tenaga kesehatan lainnya
seperti Psikolog, Perawat, maupun Dokter. Kami juga
memperjuangan adanya payung hukum atas hal ini, sambil
berharap suatu hari, Konselor secara resmi dapat diangkat
sebagai Tenaga Kesehatan.
Dengan mempertimbangkan berbagai hal, untuk
sementara kami masih menyarankan agar orang tidak

113
Mengapa Perlu Konselor?

menjadikan Konselor sebagai profesi tunggal mereka.


Sebaiknya profesi ini ditempatkan sebagai variasi karier
terlebih dahulu. Misalnya, jika seseorang berprofesi sebagai
guru, maka di malam hari dan di akhir pekan mereka
dapat praktik sebagai Konselor. Jika diperhitungkan de­
ngan cara ini, ia sebenarnya dapat melayani minimal 5
klien dalam seminggu, ditambah 3 klien di hari Sabtu, dan
bah­kan lebih. Penekanan utamanya adalah pada praktik
dan berlatih, serta penambahan jumlah jam konseling.
Kelak, jika ia sudah semakin mantap dan berpengalaman,
disertai personal branding yang baik, maka barulah ia dapat
melayani secara penuh waktu dalam bidang konseling ini.
Saya memperhitungkan dan menyimpulkan, jika kemung­
kinan besar profesi Konselor ini dapat dijadikan sebagai
alternatif karier selama 5-6 tahun ke depan.
Jika mengambil contoh diri saya sendiri, saya tidak hanya
bekerja sebagai Konselor, tetapi juga mengajar sebagai
Dosen, menghasilkan karya literasi sebagai Penulis, juga
menjadi Pembicara yang diundang di berbagai forum
seminar. Di waktu yang tersedia, saya memberikan diri
untuk melakukan konseling pribadi, Konseling Pranikah
dan Konseling pasutri.
Maka jika disimpulkan, untuk menginisiasi profesi
Konselor ini, mereka yang berminat sebaiknya memulai
tidak secara full-time (seperti profesi dokter). Ada berbagai
aspek seperti ekonomi keluarga yang perlu dipertimbang-
kan, sehingga jangan sampai para Konselor yang merasa
tidak puas karena alasan ekonomi, malah memilih mundur.

114
Mengapa Perlu Konselor?

Dalam hal ini saya berbicara tentang konselor wanita,


juga pria. Terutama bagi konselor pria dengan jumlahnya
yang masih terbatas (karena peminat yang belum banyak),
sebaiknya jangan sampai mengandalkan profesi Konselor
sebagai yang terutama. Perjuangan untuk menjadikan
profesi ini diterima dan diakui di masyarakat adalah
perjalanan panjang yang membutuhkan kerja keras kita
semua. Perjalanan ini tetap perlu dilewati secara realistis.

Kompetisi?
Satu hal yang perlu menjadi perhatian siapapun di dalam
profesi kesehatan mental adalah kesadaran untuk saling
melengkapi, bukan bersaing secara terbuka. Jumlah
Konselor yang aktif melakukan konseling di Indonesia
masih sedikit, sehingga tidak ada konteks persaingan. Yang
terpenting adalah LK3 dan LSP Konselor Keluarga Kreatif
mengikuti setiap petunjuk dan memenuhi etika yang
ditetapkan pemerintah secara baik. Di masa depan, bukan
tidak mungkin akan hadir lembaga sertifikasi konselor
lainnya dengan format yang berbeda. Hal ini sebenarnya
seperti lembaga profesi advokat yang jumlahnya lebih dari
satu LSP. Sebagai Founder LK3 dan sekaligus Pimpinan
LSP Konselor Keluarga Kreatif, saya berharap kita semua
memegang prinsip ini:
1. LSP Konselor Keluarga Kreatif tidak bermaksud
bersaing, kami adalah pelengkap bagi berbagai profesi
kesehatan mental lainnya.

115
Mengapa Perlu Konselor?

2. Dalam perjalanan Lembaga LK3, kami sudah banyak


bekerja sama dengan sejumlah lembaga pendidikan.
Dalam prosesnya, tak jarang nama LK3 hilang, namun
kami tetap berusaha mengerjakannya demi mencapai
tujuan bersama. Dalam setiap Kerjasama yang dijalin,
kami bertekad untuk selalu memberikan kontribusi
terbaik.
Jika menilik keberadaan LSP Konselor Keluarga
Kreatif saat ini, harus diakui bahwa baru kamilah satu-
satunya Lembaga Sertifikasi Profesi Konselor yang
diakui oleh negara. Maka, kami mencoba melakukan
pendekatan kepada lembaga-lembaga yang memang akan
mempekerjakan konselor di organisasi mereka. Di area
pemerintahan, ada Kementerian Kesehatan, Kementerian
Sosial, Kementerian Agama, dan Kementerian Pendidikan.
Lembaga-lembaga inilah yang paling berpotensi
memerlukan tenaga Konselor yang bersertifikasi. Selain itu,
kami juga mencoba untuk bekerjasama dengan lembaga-
lembaga keagamaan yang bersifat sosial guna memenuhi
kebutuhan mereka akan tenaga Konselor.
Upaya Kerjasama lain yang kami lakukan adalah
dengan marketplace dan bisnis. Dalam organisasi mereka,
fungsi Human Resources Development (HRD) seharusnya
juga mencakup kemampuan mengadakan sesi konseling,
bukan hanya melakukan asesmen atau wawancara, tetapi
benar-benar mengadakan konseling bagi karyawan.
Ini adalah tantangan besar yang harus dikerjakan
oleh LK3 bersama LSP Konselor Keluarga Kreatif.

116
Mengapa Perlu Konselor?

Bayangkan saja betapa luasnya dunia HRD itu! Jika kami


berkesempatan untuk menjadi pengajar dan fasilitator
di area ini, pasti bukan hal mudah, karena memerlukan
perencanaan dan pelaksanaan yang baik. Namun, saya
yakin di masa depan, LK3 akan dicari oleh berbagai
industri tersebut untuk mengadakan paket training HRD
yang mereka butuhkan.
Kuncinya: Menyiapkan Diri
Apa yang telah dipaparkan di atas adalah untuk menekankan
bahwa fokus utama kami adalah mempersiapkan diri
secara maksimal untuk menghadapi dan memasuki
lembaga pemerintah, swasta, marketplace, dan lembaga
keagamaan. Jika sedemikian penting dan gentingnya
tantangan yang ada, maka apakah semua itu masih dilihat
sebagai persaingan? Atau malah sebuah peluang besar
kemitraan? Karena saya meyakini, LK3 akan dibutuhkan
dan digandeng banyak orang untuk bekerja sama, baik
oleh lembaga nasional maupun internasional.
Dengan kekuatan dan kemampuan pasukan Konselor
kami saat ini, akan sangat memungkinkan mereka
berpraktik minimal di negara-negara Asia. Saya bahkan
berharap dapat menjangkau hingga Australia, Eropa, dan
Amerika – sesuai lokasi kota dan negara para alumni kami.
Saat ini, selain persiapan, hal terpenting yang dibutuhkan
adalah standar kerja dan prosedur yang dapat berlaku di
seluruh titik pelayanan kami.

117
Mengapa Perlu Konselor?

Perlunya Sesi Konseling Berbayar


Setiap profesi apapun, membutuhkan tiga hal besar
dalam prosesnya, yaitu menjalankan training sehingga
memiliki pengetahuan yang mumpuni, kemudian diuji
untuk memperoleh sertifikasi yang memadai, lalu melatih
diri terus-menerus untuk meningkatkan keterampilan.
Semua ini menjadi modal utama seorang lulusan
pendidikan Konselor. Selanjutnya, setiap Konselor dapat
mengupayakan personal branding. Dengan cara ini, ia bukan
hanya memperkenalkan dirinya sebagai seorang Konselor,
namun juga membagikan ilmunya sebagai seorang
Pembicara di bidang konseling. Jika aktivitas ini dilakukan
secara konsisten, maka ia pasti akan dicari oleh orang
maupun lembaga yang membutuhkannya. Kemudian, hal
yang tak kalah penting dari fungsi kerja seorang Konselor
adalah kemampuan berjejaring (networking). Berada di
dalam Lembaga LK3 yang dikenal di level nasional
hingga mancanegara ini akan membuka peluang untuk
membangun jaringan yang luas dan kesempatan kemitraan
dan peluang untuk memperoleh rujukan dari para mitra.
Jika seorang Konselor tekun mengerjakan satu per
satu fungsi ini, maka penghargaan dari masyarakat akan
terus meningkat seiring dengan reputasi yang dibangunnya.
Hal ini akan semakin tajam jika ia menetapkan spesialisasi
tertentu di bidang Konseling. Saya mengambil ilustrasi
sederhana dari praktek konseling yang terjadi pada hari ini
di Pusat Konseling “Selalu Ada Harapan”.

118
Mengapa Perlu Konselor?

Seorang ibu rumah tangga, mahasiswa saya, pada awalnya


belajar konseling untuk mengerti dan memulihkan dirinya sendiri.
Setelah berproses dan karena ketekunannya, ia menjadi konselor
profesional yang melakukan praktek secara online dan sesekali
onsite jika diperlukan.
Waktu satu sesi Konseling pada umumnya adalah 1 jam. Hal
ini terkait dengan daya tahan seorang Konselor dalam berkonsentrasi
dan berempati ketika mendengarkan cerita Klien. Di sisi lain juga
terkait dengan ketahanan emosi seorang Klien dalam memaparkan
masalahnya.
Besaran penghargaan/fee konseling yang umumnya berlaku
ada pada kisaran Rp 300-ribu hingga 600-ribu per sesi (dipotong
biaya admin), tergantung kepada pengalaman dan bidang spesialisasi
yang dimiliki. Jika seorang Konselor berkomitmen menyediakan
waktunya untuk melayani 3 klien setiap hari, maka nilai
pendapatan yang diterimanya cukup signifikan untuk digolongkan
sebagai sebuah pekerjaan atau profesi.
Harus diakui, nominal penghasilan seorang Konselor hari ini
tergolong baik. Bagi mahasiswa saya yang juga ibu rumah tangga
itu, ia hanya perlu menjalankan profesi ini dari rumah, sambil
tetap dapat mengatur urusan internal keluarga dan anak.
Di luar aktivitas konseling, ia aktif mem-branding dirinya
sebagai pembicara, trainer, dan praktisi di dunia konseling dengan
membangun jejaringnya sendiri.
Perhitungan di atas adalah hal yang berlangsung saat
ini. Menjadi keistimewaan ketika seorang Konselor dapat
bekerja dari rumah dan memperoleh penghasilan yang
memadai. Jika diperbandingkan, dengan penghasilan

119
Mengapa Perlu Konselor?

lulusan S-1 hari ini, mereka memperoleh UMR Rp


5.000.000 hingga 6.000.000 perbulan, sementara untuk
lulusan S-2 kisarannya hingga Rp 8.000.000 - 10.000.000
per bulan. Maka dengan kata lain, profesi Konselor ini
layak untuk diperhitungkan.
Hal ini mungkin tidak terpikirkan oleh banyak orang
sebelumnya, namun sangat menjadi perhatian LK3. Ini
juga yang mendorong kami untuk terus konsisten mendi­
dik dan melahirkan para konselor profesional. Sejak awal
juga, kami sudah menetapkan, layanan konseling harus
menerapkan berbayar, karena jika tidak, orang tidak
tertarik berkarier dalam profesi ini, dan Klien pun tidak
akan bersungguh-sungguh mengejar upaya pemulihannya
(karena seolah-olah gratisan).

Mundur Sebelum Maju


Prinsip yang saya yakini adalah tidak ada hasil yang
mengkhianati usaha. Demikianlah pada akhirnya perlahan-
lahan LK3 dapat merasa bangga atas hasil perjuangan
kami. Konselor mulai diakui sebagai profesi dan menerima
penghargaan yang baik. Namun, kuncinya adalah mereka
harus tetap fokus dalam menjalankan setiap tahapan agar
profesi ini dapat semakin diakui.
Selain itu, adalah penting bagi para Konselor untuk
berada di bawah asosiasi profesi. Tujuannya adalah
supaya ada standarisasi dan pengawasan, sehingga mereka
tidak bisa membangun karier sesuka hatinya, karena ada
peraturan yang mengikat. Jika melanggar, maka lisensinya

120
Mengapa Perlu Konselor?

bisa dicabut. Asosiasi profesi berperan penting dalam


menampung aspirasi konselor dan masyarakat, sehingga
dapat menjadi perantara kepada pembuat keputusan.
Saya mendorong seorang Konselor mendedikasikan
dirinya kepada suatu lembaga sebagai pengajar topik
tertentu. Dengan cara ini, ia akan semakin berkembang
karena fokus untuk mendalami ilmunya hingga menjadi
seorang spesialis. Hal ini perlu direncanakan secara
matang, agar Konselor lebih maksimal dalam menjalankan
profesinya.
Fokus.
Ini adalah hal yang selalu saya ingatkan kepada para
Konselor LK3. Karena sangat penting untuk memberikan
diri, tenaga, dan pikiran sepenuhnya pada area yang
menarik baginya. Mengambil contoh dari apa yang saya
lakukan, di masa sebelum pandemi, saya banyak sekali
menolak undangan untuk menjadi pembicara. Saat itu saya
bisa diminta mengampu 2-3 seminar setiap minggunya.
Artinya, dalam setahun ada 150 seminar di berbagai kota
di Indonesia. Bagaimana saya dapat fokus pada tujuan
mendidik para Konselor, jika saya sibuk memenuhi
berbagai undangan tersebut.
Saya memutuskan menolak sebagian besar undangan
yang masuk, rata-rata 100 undangan/tahun karena
bermaksud untuk menjadikan LK3 sebagai pusat kegiatan
utama saya. Saya berpikir, ”Ngapain harus berjuang mengurusi
lembaga orang lain? Saya masih dibutuhkan mengurus lembaga
LK3!” Keteguhan pada visi inilah yang membuat saya

121
Mengapa Perlu Konselor?

selalu berani memilih mundur sebelum maju. Selain itu


waktu dan enerji kami terbatas.

TRAINING, BRANDING, NETWORKING


Kunci keberhasilan seorang konselor yang mau fokus
menjalankan profesinya, adalah training, branding, dan
networking. Seorang Konselor tidak boleh berhenti belajar.
Ia harus terus menambahkan pengetahuan baru atas
ketrampilannya. Lewat skill yang terus diasah ini, ia pasti
akan mampu menjalankan sesi konseling yang semakin
baik dari waktu ke waktu.
Selain itu, penting bagi seorang Konselor dengan
sengaja mencatat dan mengumpulkan portofolio jumlah
jam praktik konselingnya. Bukan hanya jumlah sesi
konseling, tetapi juga total modul pembelajaran yang
diikuti, ragam seminar dan workshop yang dihadiri, termasuk
jumlah konseling yang telah ia jalani. Ini semua adalah
upaya yang menunjukkan sikap profesionalitas. Seorang
Konselor harus secara rutin menjadi klien juga. Karena
mereka yang mau membantu orang lain, harus bersedia
memberikan dirinya untuk dibantu orang lain.

122
Apa Beda Konselor,
Psikolog dan Psikiater?
Nona Pooroe Utomo

Hmmmm ... ini pertanyaan yang menggelitik karena bisa


dijawab dari berbagai sudut, yang pasti ketiganya adalah
profesi yang bisa saling terjalin. Seorang konselor bisa juga
adalah seorang psikolog atau seorang psikiater dapat juga
berperan dan berprofesi sebagai konselor. Sementara itu
seorang konselor juga bisa saja bukan psikolog maupun
psikiater. Profesi Konselor juga ada di berbagai bidang
yang tidak ada kaitannya secara langsung dengan kesehatan
mental yang notabene adalah bidang yang diampu oleh
psikolog dan psikiater. Misalnya, saya pernah menjumpai
konselor keuangan dan konselor hutan/lingkungan hidup,
dan pernah pula melatih konselor pendidikan dan konselor
laktasi/PMBA (pemberian makan bayi dan anak) serta
konselor KB (Keluarga Berencana).
Nah, supaya tidak menjadi semakin membingungkan,
mari kita lihat ketiga profesi ini dalam konteks pelayanan

123
Mengapa Perlu Konselor?

konseling. Konseling sendiri sebenarnya juga bisa punya


arti yang beragam untuk berbagai profesi tetapi konseling
yang menjadi acuan kita bersama adalah konseling
sebagai sebuah proses bagi orang untuk memahami siapa
dirinya melalui berbagi cerita hidup, pergumulan dan
mimpinya untuk kemudian menentukan tujuan hidup
dengan membangun harapan dan mengubah diri secara
positif. Konseling yang melibatkan hubungan kolaboratif
yang kuat dengan klien, membangun trust, pengertian,
compassion dan empati. Dengan demikian Konseling
adalah hubungan profesional yang dapat membantu
memberdayakan individu, keluarga dan kelompok untuk
mendapatkan kesehatan mental yang baik, kesehatan diri/
wellness, pendidikan dan karier. (Dr h.c. Hans Zucharias
Hoxter, President, IRTAC International Association for
Counselling July 1998).

Siapa Itu Konselor?


Konseling adalah proses kolaboratif antara konselor dan
klien, maka dalam konteks pelayanan konseling seorang
Konselor membantu klien mengidentifikasi tujuan dan
solusi terhadap berbagai masalah emosinya, berupaya untuk
memperbaiki komunikasi maupun mekanisme pertahanan
dirinya, memperkuat self-esteem; dan mendorong perubahan
perilaku untuk mencapai kesehatan mental yang optimal.
Sejak tahun 1966, International Association for
Counselors (IAC) mendapatkan UN Consultative Status
dan berhasil menjadikan konselor dalam profesi konseling

124
Mengapa Perlu Konselor?

sebagai profesi yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-


Bangsa. Berdasarkan status di atas maka Konselor dalam
pelayanan Konseling adalah seorang profesional yang
memberikan pelayanan, bimbingan dan dukungan bagi
kliennya. Konselor memberi dukungan pada individu
dengan masalah yang menyebabkan tekanan/gangguan
emosi; seperti kecemasan, masalah hubungan dengan
orang lain, keluarga, masalah seksual, perubahan dalam
hidup hingga ketergantungan alcohol dan obat-obatan.
Untuk mampu berperan sebagai Konselor profesional
maka konselor perlu mendapat pendidikan khusus terkait
profesi konseling dan disertifikasi pada bidang-bidang
khusus, misalnya Perkawinan, Anak dan Remaja, Adiksi,
dan Kedukaan. Di USA dan UK, seorang konselor minimal
harus memiliki pendidikan minimal Diploma Level
training khusus konseling (2 tahun) atau Master level pada
bidang terkait (pekerja sosial, guru). Untuk di Indonesia
tidak ada ketentuan spesifik yang diberlakukan. Konselor
dalam menjalankan profesinya kerap kali disebut dengan
talking therapy, karena keterbatasannya dalam melakukan
tes psikologis maupun pengukuran-pengukuran mental
klinis lainnya.

Siapa Itu Psikolog?


Psikologi dalam konteks profesi konseling adalah seorang
profesional kesehatan mental yang dapat memberikan
dukungan mental dan emosional, pelayanan maupun in-
formasi kepada individu maupun kelompok. Apabila kon-

125
Mengapa Perlu Konselor?

selor terbatas pada ‘talking therapy’ maka metode pelayanan


seorang psikologi mencakup ‘talking therapy’ dan juga ‘di-
agnostic tests’ yang dapat membantu memberikan evaluasi
yang lengkap dan komprehensif bagi kliennya. Seorang
Psikolog khususnya mempelajari pemikiran dan perilaku
manusia, termasuk dampak dari proses perkembangan,
lingkungan dan interaksinya – apa yang dipikirkan, dira-
sakan dan dilakukan. Sehingga dapat mendiagnosa apa
yang terjadi pada kliennya dan memberikan treatment yang
tepat pada mereka.
Dalam menjalankan profesinya, psikolog dapat
berkiprah pada berbagai situasi, termasuk melakukan kon-
seling pada pusat pelayanan kesehatan mental, sekolah,
rumah sakit maupun biro konsultasi psikologi. Pada um-
umnya fokus utama psikolog adalah pada proses kognitif
dan emosi klien yang dapat mengganggu kehidupan ke­
seharian klien, hubungan dengan orang lain (anak, suami/
istri), maupun kehidupan profesional klien.
Secara umum pendekatan Psikolog terhadap kese-
hatan mental adalah melalui perspektif perilaku, dengan
mela­ kukan asesmen terhadap pemikiran ‘tersembunyi’
(underlying thoughts) klien, emosi dan kekhawatiran mere-
ka yang mempengaruhi keseluruhan emosinya (emotional
well-being). Tugas utama psikolog adalah mengidentifika-
si dan mendiagnosa kondisi kesehatan mental klien dan
membuat strategi pendekatan yang tepat untuknya.
Perlu diingat bahwa tidak semua Psikolog mampu
melakukan pelayanan konseling dalam konteks kesehatan

126
Mengapa Perlu Konselor?

mental. Khususnya dengan pendekatan Pendidikan


Psikologi yang menerapkan 2 jenjang Pendidikan yakni:
jenjang pertama adalah Sarjana Psikologi yang belum
diakui sebagai Psikolog karena pendidikannya terbatas
pada bahasan teori. Sarjana Psikologi belum dilatih
dan diizinkan untuk melakukan pengukuran diagnostic
(psikotest). Jenjang kedua adalah Prodi Psikologi yaitu
para Sarjana Psikologi akan mengambil spesialisasi sesuai
minatnya, lulusan Prodi Psikologi barulah dapat disebut
sebagai Psikolog. Namun demikian, untuk berkiprah di
bidang konseling maka haruslah mengambil spesialisasi
Psikologi Klinis. Hanya Psikolog yang dapat dan
diperbolehkan melakukan pengukuran diagnostic. Pada
system Pendidikan Psikologi sebelum masa pemberlakuan
2 jenjang diatas, seorang lulusan Psikologi sudah langsung
menjadi Psikolog karena sudah mendapatkan semua
pelatihan dan pendidikan yang lengkap.

Siapa Itu Psikiater?


Psikiater adalah seorang dokter yang berfokus pada
kelainan/disorder psikologis, mental, emosi dan perilaku.
Pendekatannya terhadap kesehatan mental dan emosi
klien adalah melalui perspektif biologis dengan memper­
hatikan kesejahteraan mental dan fisiknya. Psikiater akan
mengidentifikasi kemungkinan adanya ketidakseimbangan
kimiawi (chemical imbalances), masalah dalam perkembangan
atau kejadian traumatik yang menjadi penyebab masalah

127
Mengapa Perlu Konselor?

yang dihadapi pasien, untuk selanjutnya membuat rencana


treatment untuk memperbaiki kondisi mental pasien.
Dalam konteks pelayanan konseling, Psikiater
adalah ‘medical professional’ yang melakukan evaluasi dan
diagnosa terhadap kondisi kesehatan mental pasiennya
untuk selanjutnya membuat rencana penanganan untuk
menangani kondisi disorder pasien, termasuk pemberian
obat-obatan untuk mengatasi symptom yang muncul seperti
kecemasan, depresi, paranoia, kelelahan maupun gangguan
kesulitan tidur.
Seorang Psikiater juga mampu melakukan asesmen
diagnostik, diagnosa dan penanganan kesehatan mental;
perbedaannya dengan Psikolog adalah Psikiater lebih
fokus pada ketidakseimbangan ‘neurochemical’ dan
berbagai kondisi medis lain yang berkontribusi pada
kondisi kesehatan mental pasiennya. Psikiater dapat
mengaplikasikan pengetahuannya terkait pengobatan
dan pemikiran manusia dalam berbagai situasi. Psikiater
menangani pasien dengan kategori kesehatan jiwa
yang parah yang tidak bisa ditangani tanpa intervensi
pengobatan.

Jadi, di Manakah Perbedaannya?


Melihat pada penjelasan masing-masing profesi, kita bisa
menyimpulkan bahwa dalam konteks konseling, ketiganya
saling bersinggungan. Konselor dan Psikolog memiliki titik
singgung yang besar di antara keduanya, khususnya terkait
pendekatan ‘talking therapy’, dan keduanya tidak dapat

128
Mengapa Perlu Konselor?

memberikan obat kepada kliennya sebagaimana dilakukan


oleh seorang Psikiater. Sementara itu persinggungan
Psikolog dengan Psikiater lebih besar daripada Konselor
dengan Psikiater karena baik Psikolog maupun Psikiater
mampu melakukan pengukuran diagnostic yang dapat
digunakan untuk memberikan pemahaman yang lebih
mendalam terhadap kondisi kejiwaaan klien atau pasien,
hal mana tidak dapat dilakukan oleh seorang Konselor.
Tetapi Psikiater tidak dapat melakukan pengukuran
diagnostic selengkap Psikolog, karena mereka tidak dilatih
untuk melakukan pengukuran intelegensia, bakat dan
minat maupun karakteristik kepribadian.
Secara teknis Psikiater dapat melakukan semua yang
dilakukan oleh Psikolog tetapi dalam prakteknya tidaklah
demikian. Misalnya, baik Psikiater maupun Psikolog
dapat melakukan psikoterapi tetapi umumnya lebih sering
menyerahkannya kepada Psikolog atau therapist specialist
yang lain, termasuk Konselor yang terlatih dan berlisensi
untuk melakukan Cognitive Behavior Therapy (CBT)
misalnya.
Memang penting untuk melihat perbedaan antara
ketiga profesi ini terkait dengan pelayanan konseling, agar
kita dapat memahami peran masing-masing termasuk
keterbatasan dan kelebihannya. Namun yang terpenting
adalah memahami bahwa masing-masing profesi memiliki
peran besar dalam upaya membantu setiap individu
yang memerlukan pelayanan konseling agar mampu
memperbaiki dan memulihkan diri demi tercapainya
Kesehatan Mental.

129
Lembaga Sekitar LK3
Mengenal Lembaga Konseling Keluarga
Kreatif (LK3)
Lembaga Konseling Keluarga Kreatif (LK3) lahir tahun
2002. Sang pendiri, Julianto & Roswitha, rindu melihat
tersedianya Konselor dan Pusat Konseling secara merata
di Indonesia. Tahun 2030.
Di awal, LK3 dikenal karena visinya yang kuat meng­
hadirkan konselor secara merata di tanah air. Program LK3
dimulai dengan menyediakan layanan konseling kelompok
dengan masalah khusus, seperti narkoba dan HIV/
AIDS, masalah gangguan jiwa, special needs, dll. Kampanye
konseling di awal kegerakannya dilakukan melalui radio,
TV, majalah, mengadakan seminar edukasi konseling di
pelbagai kota dan menerbitkan buku-buku konseling.
Sejak 2004 LK3 melakukan kursus singkat konseling
berbasis parenting, sampai 2008. Karena merasa perlu
mendidik dan memuridkan Konselor, sejak 2008 LK3

130
Mengapa Perlu Konselor?

menjalin kerjasama dengan beberapa STT menghasilkan


Magister Teologi konsentrasi Konseling.
Ada 13 pimpinan STT bersedia bekerja sama dalam
menyiapkan tenaga konselor profesional, baik lewat
program magister maupun doktoral. Selain STT, ada dua
universitas: Universitas Ciputra, Surabaya dengan program
sertifikat konseling; dan Universitas Kristen Maranatha,
Bandung yang menyelenggarakan Magister Psikologi Sains
konsentrasi Konseling Keluarga.
Sementara itu, LK3 sendiri bersama Pelikan Indonesia
tetap mengadakan program kelas sertifikat (nongelar)
selama dua tahun, yang banyak diminati dari dalam dan
luar negeri. Kepercayaan lain datang dari lebih 300
gereja, lembaga pendidikan, universitas, rumah sakit dsb,
mengirimkan wakilnya belajar di LK3, baik dalam kursus,
konperensi maupun modul-modul khusus.
Saat ini LK3 dibantu oleh lebih 47 fasilitator dengan
latar belakang pendidikan dan profesi yang beragam. Ada
lebih 1000 alumni yang mengikuti pendidikan 2-4 tahun,
dan 315 lainnya sedang belajar. Sebagian lulusan sudah
memulai pusat-pusat konseling dan menjadi perwakilan
LK3 di 123 kota dan negara yang bernaung di Pusat
Konseling Spesialis “Selalu Ada Harapan”.
LK3 membuka kesempatan bekerjasama dengan
lembaga dan gereja dalam mendapatkan konselor praktek
dan konselor outsourcing. Kami juga menyediakan buku
pegangan pemuridan berbasis konseling secara cuma-
cuma sebagai bahan komsel, KTB, Care Cell, dsb. Bisa

131
Mengapa Perlu Konselor?

digunakan oleh jemaat dan anggota lembaga mitra kami.


E-book ini kami sediakan secara cuma-cuma sebagai
pegangan pemuridan berbasis Konseling. Pada Januari
2023 Lembaga Sertifikasi Profesi Konselor Keluarga
Kreatif diberikan lisensi oleh BNSP sebagai pelaksana uji
kompetensi untuk sertifikasi konselor. LSP KKK yang
didirikan oleh LK3 adalah satu-satunya lembaga yang
mensertifikasi profesi konselor di Indonesia saat ini.

Tentang Lembaga Sertifikasi Profesi


“Konselor Keluarga Kreatif ”
(LSP KKK)

A. Lahir dari Sebuah Visi


Menjadi seorang konselor adalah sebuah profesi penting
bagi masyarakat. Konselor tidak hanya menolong
seseorang dalam masalahnya, tetapi lebih daripada itu.
Seorang konselor profesional tidak hanya memiliki
kemampuan menolong tetapi memberikan kontribusi
terhadap kesehatan secara holistik.
Berdasarkan hal tersebut, upaya peningkatan
kompetensi profesi konselor menjadi dasar dari pemenuhan
standar mutu di dalam proses konseling. Hal ini sejalan
dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
27 Tahun 2008 pasal 1 ayat 1 tentang Standar Kualifikasi

132
Mengapa Perlu Konselor?

Akademik dan Kompetensi Konselor diterangkan bahwa


“Untuk dapat diangkat sebagai konselor, seseorang wajib
memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi
konselor yang berlaku secara Nasional.”
Berangkat dari urgensi di atas serta didasarkan pada
sebuah visi, yakni “Tersedianya tenaga konselor secara
merata di tanah air dan dihargainya profesi konselor
setara dengan psikolog dan psikiater,” maka dibentuklah
Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Konselor Keluarga
Kreatif.
LSP Konselor Keluarga Kreatif menjadi lembaga
sertifikasi profesi konselor pertama di Indonesia yang
mensertifikasi profesi konselor secara Nasional, dengan
menitikberatkan kepada pendekatan Competency Based
Assessment yang meliputi aspek Pengetahuan (Knowledge),
Keterampilan (Skill) dan Sikap (Attitude) seorang konselor.

B. Dibentuk oleh Dua Lembaga


Selain didasarkan pada visi yang besar untuk Indonesia,
LSP Konselor Keluarga Kreatif juga dibentuk oleh dua
Lembaga yakni Lembaga Konseling Keluarga Kreatif
(LK3) dan Asosiasi Profesi Konselor LK3, yang bernama
Perkumpulan Konselor Sahabat Keluarga (PKSK).
Pada tahun 2020 LK3 menjadi lembaga yang memulai
pembentukan LSP Konselor Keluarga Kreatif yang
didasarkan pada jumlah alumni yang makin bertambah dan
perlu segera distandarisasi kualifikasinya dalam melakukan
proses konseling yang tidak hanya memadai tetapi dapat

133
Mengapa Perlu Konselor?

dipertanggungjawabkan. Juga pada peningkatan kualifikasi


dari kompetensi konselor yang dirasa perlu untuk
dilakukan sebuah standarisasi yang tidak hanya berlaku
secara kelembagaan internal LK3 saja tetapi secara juga
berlaku secara Nasional.
Sejalan dengan hal di atas, maka dibentuklah asosiasi
profesi untuk menjadi sebuah wadah dari perkumpulan para
konselor LK3 untuk saling berjejaring dan berkontribusi
terhadap pemenuhan Sumber Daya Manusia (SDM)
konselor di seluruh Tanah Air. Kedua hal ini menjadi
fondasi dari pembentukan dan pengembangan, sekaligus
bagian dari perjalanan LSP Konselor Keluarga Kreatif di
Indonesia.

C. Terstandarisasi oleh Kementerian Tenaga


Kerja Republik Indonesia
Dalam proses pembentukan LSP Konselor Keluarga
Kreatif, sebagai prasyarat dari pembentukan Lembaga
Sertifikasi Profesi di Indonesia, maka perlu dirumuskan
suatu standar kompetensi kerja yang dapat dijadikan acuan
dalam menentukan kualifikasi yang dibutuhkan untuk
suatu pekerjaan.
Standar Kompetensi Kerja yang diacu oleh LSP
Konselor Keluarga Kreatif adalah Standar Kompetensi
Kerja Khusus, yakni Standar Kompetensi Kerja yang
dikembangkan dan digunakan oleh organisasi untuk
memenuhi tujuan internal organisasinya sendiri dan/atau
untuk memenuhi kebutuhan organisasi lain yang memiliki

134
Mengapa Perlu Konselor?

ikatan kerja sama dengan organisasi yang bersangkutan


atau organisasi lain yang memerlukan.5 Hal ini dilakukan
mengingat fokus dan rencana strategis jangka menengah
dari LSP Konselor Keluarga Kreatif saat ini adalah
mensertifikasi konselor di Lembaga Konseling Keluarga
Kreatif (LK3), sehingga standar kompetensi kerja khusus
menjadi suatu kebutuhan yang diperlukan dalam proses
sertifikasi ini, walau upaya-upaya pengembangan baik
secara sistem, proses sertifikasi juga standar kompetensi
masih terus dilakukan kedepannya.

D. Mendapatkan Lisensi dari Badan Nasional


Sertifikasi Profesi (BNSP)
Proses terakhir dari pembentukan LSP Konselor Keluarga
Kreatif terletak pada terlisensinya LSP Konselor Keluarga
Kreatif sebagai LSP pertama di Indonesia dan saat ini
menjadi satu-satunya LSP yang dapat mensertifikasi
profesi konselor secara Nasional.
Hal ini menjadi awal dari sebuah perjalanan panjang
untuk terus memperlengkapi tenaga-tenaga konselor di
Indonesia serta mensertifikasi kualifikasi mereka sehingga
pengakuan terhadap kompetensi konselor menjadi
dasar dari pelayanan konseling yang diberikan kepada
masyarakat.

5 https://skkni.kemnaker.go.id/tentang-skkk-skki

135
Mengapa Perlu Konselor?

E. Berkantor Pusat di Jakarta


Sejalan dengan hal di atas, sarana dan fasilitas dari LSP
Konselor Keluarga Kreatif juga menjadi perhatian
yang perlu terus diupayakan. Menyiapkan fasilitas
yang terstandarisasi dan sesuai dengan pedoman dari
penyelenggaraan sertifikasi profesi menjadi penting untuk
dipersiapkan.
Dukungan dari berbagai pihak merupakan kontribusi
yang begitu berharga bagi LSP Konselor Keluarga Kreatif.
Melihat begitu banyak upaya yang dilakukan dalam
mendukung pengembangan fasilitas dari kantor pusat LSP
Konselor Keluarga Kreatif menjadi penggerak terhadap
mekanisme proses sertifikasi konselor yang akan dilakukan
kedepannya.
Saat ini LSP Konselor Keluarga Kreatif sudah resmi
menempati kantor yang beralamat di Wijaya Grand Centre,
Jl. Darmawangsa III No.11, RT.6/RW.1, Pulo, Kec. Kby.
Baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota
Jakarta 12160.
Untuk itulah, LSP Konselor Keluarga Kreatif ber­
sama LK3 dan Perkumpulan Konselor Sahabat Keluarga
memiliki rencana strategis yakni tidak hanya mensertifikasi
profesi konselor, tetapi juga membuka peluang jejaring di
dalam dan luar negeri. Selain dengan puluhan lembaga
pendidikan dan keagamaan di Nusantara, juga dengan
beberapa mitra di manca negara. Upaya ini, diharapkan
dapat menjadi peluang bagi konselor dapat meningkatkan

136
Mengapa Perlu Konselor?

kualifikasi mereka dalam melayani masyarakat sesuai


dengan standarisasi yang telah ditetapkan.
Seluruh rangkaian proses diatas dilakukan dengan
sebuah harapan yang besar, bahwa:
Indonesia Butuh Konselor Yang Kompeten!

Pelantikan Konselor Nasional pertama:


Dari kiri: Ichwan Chahyadi (BPH LK3), Shinta Budiman, Pauline Leander, Fenny
Martha, Anjuan aldo, Sahat Napitupulu, Erlina Widjaja, Musa Murai Sompie,
Junita Hendrata, Melati Tan, Linawati, Roswitha Ndraha, Julianto Simanjuntak,
Nona Pooroe (BPH LK3)

Pelatihan Asesor Kompetensi LSP KKK oleh master Asesor BNSP

137
Mengapa Perlu Konselor?

Penyerahan Lisensi BNSP dari Ketua BNSP, Bapak Kunjung Masehat kepada
Ketua LSP KKK, Julianto Simanjuntak

Kunjungan Team BNSP dalam acara Witness ke kantor LSP di Lippo Karawaci,
dipimpin Bapak Bonardo Tobing

138
Pusat Konseling LK3
“Selalu Ada Harapan”

Latar Belakang Pendirian


“Selalu Ada Harapan” adalah pusat konseling dan asesmen
yang didirikan LK3. Pendirian “Selalu Ada Harapan”
berawal dari visi LK3 untuk mempersiapkan konselor
agar tersedia secara merata di tanah air. Berkat kerja sama
LK3 dengan beberapa lembaga pendidikan tinggi dan
universitas lahirlah alumni yang siap menjadi konselor.
Sebagian dari para lulusan pendidikan konseling LK3
sudah memulai pusat konseling di kota mereka masing-
masing seperti Jakarta, Solo, Bali, Medan, Pekanbaru,
Palembang, Batam, dan sebagainya.
Pandemi di awal 2020 menyadarkan kita kebutuhan
akan konseling ternyata sangat besar. LK3 perlu meres­
pons kebutuhan itu. Awal 2021 Chairman LK3 sadar
bahwa alumni dan tenaga fasilitator di Jakarta dan Banten
sangat banyak. Lalu dimulailah pusat konseling di Gading

139
Mengapa Perlu Konselor?

Serpong, yang diharap dapat menjadi percontohan buat


pusat konseling yang digarap alumni di pelbagai kota.
Meski di Jakarta dan sekitarnya sudah ada beberapa
lembaga konseling, namun tetap tidak cukup. Selain itu
konselor lulusan LK3 sangat banyak di Jakarta dan Propinsi
Banten. Maka dirasa perlu memulai Pusat Konseling yang
kemudian diberi nama “Selalu Ada Harapan”. Alumni
yang merespons ide ini adalah Juliana Prijadi Tjahja, yang
kemudian dipercaya menjadi Direktur Program.
Rumah Konseling “Selalu Ada Harapan” umumnya
menerima klien pada tahap krisis. Jika dianalogikan
dengan penyakit kanker, sudah pada stadium 4. Mereka
sudah pada kondisi helpless dan hopeless. Kami sendiri
berkeyakinan, tidak ada yang tidak bisa dipulihkan, “selalu
ada harapan” untuk semua persoalan. Inilah kekuatan
konseling yang kita ajarkan di LK3 yaitu ada harapan
(hope). Kami bersyukur, dalam waktu singkat sejak awal
2021, kita bisa mengumpulkan 80 konselor dan psikolog
yang kemudian mendedikasikan waktu dan mereka terbuka
untuk membantu. Selain itu ada juga beberapa psikiater
rujukan di Pusat Konseling “Selalu Ada Harapan”.
Ada yang bertanya, apa perbedaan Pusat Konseling
“Selalu Ada Harapan” dengan Rumah-rumah Konseling
yang tersebar di kota-kota.
Sebagian alumni LK3 di berbagai kota memang sudah
memulai Rumah Konseling di tempat tinggal mereka,
di bawah supervisi dan payung organisasi LK3. Yang
membedakannya ialah:

140
Mengapa Perlu Konselor?

1. Konselor dan Psikolog yang praktik di Pusat Konseling


“Selalu Ada Harapan” umumnya jauh lebih senior
dan berpengalaman. Dengan demikian “Selalu Ada
Harapan” dapat menjadi rujukan bagi rumah-rumah
konseling di daerah untuk mengirimkan kasus-kasus
yang berat yang tidak bisa mereka tangani.
2. Di Pusat Konseling “Selalu Ada Harapan” ada
beberapa psikolog berpengalaman, baik spesialis anak
maupun klinis dewasa. Mereka juga berpengalaman
dalam memberikan asesmen. Jika rumah konseling di
daerah membutuhkan psikolog maka dapat dirujuk ke
“Selalu Ada Harapan”.
3. Selain itu Pusat Konseling “Selalu Ada Harapan”,
menjadi tempat praktek konseling para mahasiswa dan
pembelajar konseling yang sedang studi di beberapa
STT dan Universitas mitra Lembaga Konseling
Keluarga Kreatif (LK3).
4. “Selalu Ada Harapan” juga dirancang untuk
menyediakan tenaga konselor outsourcing, yang dapat
diperbantukan ke pelbagai lembaga dan perusahaan.

Berbagai Tantangan
Pusat Konseling Spesialis “Selalu Ada Harapan” (SAH)
didirikan Maret 2021. Di tahun pertama SAH melayani
hampir 1.500 kasus dengan 697 klien. Tahun 2022
sebanyak 2.300 sesi dan 959 klien dilayani oleh konselor
SAH. Berarti ada sekitar 200 sesi (dan sekitar 80-an klien)

141
Mengapa Perlu Konselor?

setiap bulan. Kami bersyukur, masyarakat dengan cepat


menerima kehadiran SAH.
Walaupun demikian bukan berarti tidak ada tantang­
an. Pertama, karena proses konseling ini berbayar. Seba-
gian calon klien masih enggan untuk melakukan konseling
dengan profesional. Mengatasi hal ini, Pusat Konseling
SAH menyediakan konseling gratis atau tidak berbayar.
Kedua, belum banyak dikenal. Kami berusaha mendekat-
kan Pusat Konseling ini kepada masyarakat dengan cara
membuat pelbagai seminar konseling dengan biaya ter-
jangkau dan tak jarang dengan free of charge. Ketiga, “Sela-
lu Ada Harapan” muncul selama pandemi, jadi konseling
tidak bisa dilakukan onsite. Ini tantangan yang sangat besar,
sehingga proses konselingnya tidak selalu mudah. Selain
hambatan pada sinyal, juga rasa nyaman dalam proses
konseling itu sendiri berkurang. Ini dirasakan baik oleh
konselor maupun klien. Sekarang pandemi sudah beru-
bah, konseling onsite mulai sering dilakukan di kantor LK3
“Selalu Ada Harapan”, baik di Gading Serpong, Karawaci
dan di Jakarta.

Konseling Sebagai Gaya Hidup


“Selalu Ada Harapan” lahir dari visi LK3 yang memang
ingin menjadikan konseling sebagai gaya hidup. Orang
tidak lagi segan mencari bantuan konselor. Dalam hal
ini LK3 sebagai lembaga yang mendirikan “Selalu Ada
Harapan” cukup berhasil, karena statistik klien di “Selalu

142
Mengapa Perlu Konselor?

Ada Harapan” maupun rumah-rumah konseling LK3 di


pelbagai daerah makin meningkat.
Di samping itu, orang yang mencari pertolongan di
“Selalu Ada Harapan” tiddak sedikit akhirnya ikut belajar
konseling. Inilah kekuatan LK3, menyediakan wadah
belajar konseling baik formal maupun informal. Program
non gelar sampai program gelar bekerjasama dengan
pelbagai pendidikan tinggi. Orang semakin sadar, bahwa
konseling saja tidaklah cukup. Mereka butuh belajar, kuliah,
membaca buku, dan edukasi itu berhasil ditanamkan
Konselor “Selalu Ada Harapan”.
“Selalu Ada Harapan” mempekerjakan tiga profesi
yang penting dalam proses konseling, yaitu konselor,
psikolog, dan psikiater, sehingga semua kebutuhan three in
one itu ada di “Selalu Ada Harapan”. Ada profesi lainnya
yang juga banyak dibutuhkan yakni seksolog. Dengan
jumlah konselor 80 orang, sistem rujukan jalan. Misalnya
konselor A tidak bisa menangani kasus X, kasus X ini bisa
ditangani oleh konselor B atau konselor C, sesuai dengan
berat ringan kasusnya. Ada kerjasama antara tiga profesi
tersebut. Kapan dibutuhkan psikolog untuk asesmen, atau
kapan dia harus pergi ke psikiater untuk mendapatkan
obat, semuanya ada di “Selalu Ada Harapan”.
“Selalu Ada Harapan” berhasil dalam upaya untuk
menjadikan konseling sebagai gaya hidup dan profesi
yang dihargai. Banyak orang yang rindu menjadi konselor,
karena sekarang telah menjadi profesi resmi, dan dapat
dijadikan karier dengan penghasilan memadai. LK3 juga

143
Mengapa Perlu Konselor?

telah mendaftarkan LSP nya secara resmi ke pemerintah


lewat Badan Nasional Sertifikasi Profesi atau BNSP.
“Selalu Ada Harapan” menjadi bukti atau contoh bahwa
konselor memang sangat dibutuhkan, dicari, dan bisa
menjadi profesi seperti psikolog dsbnya.

Berbayar vs Tidak Berbayar


Sejak awal LK3 punya visi agar konseling menjadi profesi
dan dihargai sebagai profesi. Implikasinya adalah profesi
ini berbayar. Meski demikian di “Selalu Ada Harapan”
selalu tersedia layanan konseling yang tidak berbayar atau
hanya memberikan sumbangan sekedarnya. Hal ini sudah
kita lakukan selama lebih 20 tahun. Tapi bagi mereka
yang sanggup membayar, bisa menghubungi konselor
profesional. Terbukti, jika klien membayar, mereka lebih
berkomitmen dalam menjalani proses konseling.
Kalau konselor menjadi profesi maka konseling harus
berbayar. Kalau konselor tidak dibayar, siapa yang mau jadi
konselor? Mungkin ada yang mau menjadikan konseling
sebagai pelayanannya, tapi dia sulit memberikan seluruh
hidupnya untuk pekerjaan ini. Kami rindu ada konselor
yang berdedikasi, yang memberikan seluruh hidupnya
untuk karier ini. Itulah tujuan LK3, melalui Lembaga
Sertifikasi Profesi Konselor Keluarga Kreatif (LSP KKK)
yang juga mitra dari “Selalu Ada Harapan”. Kami rindu
banyak orang akan bangga menjadi konselor, merasa
aman, nyaman, terpelihara oleh profesi ini. Seperti kata
bijak, seorang pekerja layak mendapatkan upahnya.

144
Mengapa Perlu Konselor?

Apa kata klien tentang konseling yang berbayar?


Yang namanya profesional, orang yang membayar
lebih happy daripada orang yang tidak membayar. Prosesnya
pasti berbeda. Ada trust di dalamnya, ada rasa aman bahwa
dia sedang bertemu dengan seorang yang berprofesi
sebagai konselor. Ini bukan pelayan sosial, bukan sekedar
pelayanan keagamaan tapi ada etika di dalamnya. Konselor
jauh lebih bertanggung jawab, klien lebih serius. Fungsi
konselor sebagai profesi, diikat oleh etika, tapi juga
didukung penghargaan atas profesi itu sendiri. Saya
rasa itu yang unik dari “Selalu Ada Harapan” dan LK3,
yang sejak 20 tahun lalu mengedukasi masyarakat untuk
menghargai profesi Konselor.

“Selalu Ada Harapan” ke Depan


Sebagai perwujudan visi LK3, “Selalu Ada Harapan”
mempersiapkan diri menjadi:
1. Tempat atau pusat praktik alumni yang sudah
tersertifikasi, terutama secara nasional.
2. Menjadi proyek percontohan bagaimana tiga profesi,
konselor, psikolog, dan psikiater itu bekerja sama.
Konselor A, Psikolog B dan Psikiater C bisa secara
bersama membahas satu kasus agar dapat ditangani
dengan baik. Harusnya hal ini dilakukan di sebuah
rumah sakit. LK3 sedang mengupayakan hadirnya
satu Mental hospital, tempat rawat inap maupun rawat
jalan, agar tiga profesi ini bisa bekerja sama menangani
suatu kasus.

145
Mengapa Perlu Konselor?

3. Pusat outsourcing. Konselor LK3 suatu hari nanti


dipekerjakan di perusahaan-perusahaan hingga
departemen pemerintahan. Dipekerjakan berdasarkan
waktu dan kesepakatan. Misal, selama 1 atau 2
tahun atau lebih. Ini memudahkan lembaga yang
mempekerjakan konselor untuk karyawannya mereka
bisa langsung menghubungi pusat konseling “Selalu
Ada Harapan”.
4. Kita mengupayakan “Selalu Ada Harapan” didukung
oleh fasilitas gedung yang lebih memadai. Mudah-
mudahan nanti akan banyak orang mendukung mimpi
ini, agar kita punya ruangan-ruangan konseling yang
representatif, didukung konselor-konselor spesialis.
Selama 18 tahun LK3 fokus menyiapkan calon
konselor, dan kami percaya fasilitas fisik kelak akan
terwujud juga

Informasi Tambahan

Layanan yang tersedia di SAH:


• Konselor untuk pembelajar di LK3
• Konselor Spesialis
• Psikolog Klinis Dewasa
• Psikolog Klinis Anak
• Psikolog khusus Asesmen
• Psikiater Anak
• Psikiater Dewasa

146
Mengapa Perlu Konselor?

Jenis Spesialisasi Konselor di “Selalu Ada


Harapan”
• Konselor Pernikahan
• Konselor Anak
• Konselor Remaja
• Konselor Kedukaan dan Kehilangan
• Konselor Karier
• Konselor Pranikah
• Konselor khusus berbahasa asing
• Konselor Adiksi
• Konselor Masalah Seksual
• Mentoring untuk remaja, dll

Prosedur Layanan Konseling di “Selalu Ada


Harapan”
1. Menghubungi Staf Admin di jam kerja (Senin-Jumat
pukul 08.30-17.00)
0811-8184-703 (khusus pembelajar LK3)
0811-8184-702 (khusus klien Umum).
Untuk kebutuhan konseling urgent dapat menghu­
bungi : Juliana 0812 82 777 03.
2. Mendaftar di link http://bit.ly/pusatkonselingspesialis
dan akan dihubungi staf untuk dijadwalkan sesuai
waktu konselor.

147
Mengapa Perlu Konselor?

Layanan konseling dapat dilakukan:


1. Online via zoom
2. Onsite di :
a. Ruko Paramount Center Blok D-10, Gading
Serpong. Tangerang
b. Ruko Permata No 1006, Lippo Karawaci.
Tangerang
c. Wisma Adityawarman Lantai 5, Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan
d. Grand Wijaya Center Blok D-11, Dl. Darmawangsa,
Jakarta Selatan

Biaya Konseling per sesi:


1. Free (dilayani konselor magang)
2. Persembahan Kasih (khusus klien pekerja lembaga
agama dan pendidikan)
3. Berbayar Rp 400.000 - Rp 600.000 dengan Konselor
profesional

148
Q & A:
Sertifikasi Konselor
di Indonesia
Q Apa yang dimaksudkan dengan sertifikasi konselor
dan mengapa seorang konselor perlu disertifikasi?
A Penanganan konseling yang dilakukan oleh seorang
konselor, tidak hanya membutuhkan pengetahuan
di bidang konseling, tetapi seorang konselor perlu
dilatih baik keterampilannya untuk dapat melakukan
proses konseling yang terstandarisasi dan memadai.
Selain itu, seorang konselor juga perlu terus
mempertahankan dan mengembangkan sikap yang
berintegritas pada profesinya sebagai konselor.

Q Siapa yang dapat melakukan proses sertifikasi


konselor?
A Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) adalah
lembaga resmi yang berada di bawah Presiden dan
memiliki kewenangan dan otoritas sebagai penye-

149
Mengapa Perlu Konselor?

lenggara sertifikasi profesi di Indonesia, terma­suk


profesi konselor.

Q Bagaimana BNSP dapat mensertifikasi profesi kon­


selor?
A Saat ini BNSP melakukan sertifikasi terhadap profesi
konselor melalui LSP Konselor Keluarga Kreatif.
LSP Konselor Keluarga Kreatif (LSP KKK) menjadi
LSP Konselor pertama di Indonesia yang dapat
mensertifikasi profesi konselor secara Nasional.

Q Apa itu LSP Konselor Keluarga Kreatif ?


A LSP Konselor Keluarga Kreatif dibentuk oleh Lem-
baga Konseling Keluarga Kreatif (LK3) dan Aso-
siasi Konselor LK3, yakni Perkumpulan Konselor
Sahabat Keluarga (PKSK).

Q Apakah ada lembaga sertifikasi profesi konselor


lainnya yang dapat mensertifikasi profesi konselor?
A Sampai saat ini baru ada satu, yakni Lembaga
Sertifikasi Profesi Konselor Keluarga Kreatif (LSP
KKK) yang mendapat kepercayaan mensertifikasi
profesi Konselor dan berlaku secara Nasional.

Q Apa saja tahapan untuk dapat mengikuti uji kompe-


tensi konselor BNSP lewat LSP KKK?
A Pertama, memiliki pendidikan di bidang konseling,
baik strata diploma/sertifikat, S-1, S-2 hingga S-3.

150
Mengapa Perlu Konselor?

Terbuka dari pelbagai lembaga pendidikan konseling


yang ada di dalam maupun luar negeri, misalnya
pendidik, tenaga medis, pekerja sosial, sarjana
psikologi, konselor, teologi pastoral, dll.

Kedua, mengikuti pelatihan praktek dan supervisi


konseling lewat program sertifikasi konselor
institusional LK3.
Ketiga, mengikuti Bimbingan Teknis (BIMTEK)
sebagai persiapan mengikuti uji kompetensi oleh
LK3 dan Uji Kompetensi BNSP melalui Lembaga
Sertifikasi Profesi Konselor Keluarga Kreatif (LSP
KKK)

Q Apakah pendidikan konseling ini dilakukan secara


online?
A Sebagian kelas Pendidikan Konseling sampai dengan
Bimbingan Teknis (BIMTEK) dilakukan secara
online, kecuali uji kompetensi (2 hari) dilakukan onsite
(tatap muka) di Jakarta atau Tangerang.

Q Apakah tersedia pendidikan konseling secara onsite?


A Selain online kami juga akan membuka pendidikan
konseling secara onsite pada bulan Juli yad.

Q Apakah pendidikan sertifikasi profesi ini terbuka


untuk semua agama?
A Ya, terbuka untuk lintas agama dan profesi menolong
yang ada di Tanah Air.

151
Mengapa Perlu Konselor?

Q Apakah sudah ada konselor yang lulus uji kompetensi


lewat LSP-KKK dan sudah diambil “sumpah”
sebagai Konselor?
A Saat ini ada 18 konselor tersertifikasi secara Nasional
sebagai Konselor dengan lisensi BNSP. Konselor yang
sudah dinyatakan kompeten wajib mengucapkan
Pakta Integritas sebagai seorang Konselor lewat Janji
Konselor Indonesia saat prosesi wisuda.

Q Berapa target lulusan konselor yang disertifikasi


sebagai Konselor Nasional setiap tahunnya?
A Jumlahnya adalah minimal 100 Konselor yang
disertifikasi setiap tahun lewat Lembaga Sertifikasi
Profesi Konselor Keluarga Kreatif (LSP KKK).

Q Apakah ada gelar fungsional khusus yang diberikan


kepada mereka yang dinyatakan kompeten sebagai
konselor Nasional?
A Seorang konselor yang sudah dinyatakan kompeten
secara Nasional berhak menggunakan gelar yang
diberikan oleh LK3 yakni Konselor di belakang
nama ybs.
Contoh: Anne Rebhecca, M.Pd., Konselor.

Q Apakah ada website Lembaga Sertifikasi Profesi


Konselor Keluarga Kreatif (LSP KKK) dan sosial
media yang bisa kami perhatikan?

152
Mengapa Perlu Konselor?

A Nama website : https://www.lsp-


konselorkeluargakreatif.com/
IG: @lsp_kkk
Email: info@keluargakreatif.com

Q Apakah ada link informasi untuk mengenal Lembaga


Sertifikasi Profesi Konselor Keluarga Kreatif (LSP
KKK) dan keuntungan yang didapatkan?
A Informasi bisa akses ke www.keluargakreatif.com/
news-update/mengenal-lembaga-sertifikasi-profesi-
konselor-lk3
Informasi lainnya adalah SEGERA akan
diselenggarakan Batch 3 Uji Kompetensi Konselor
Nasional BNSP oleh Lembaga Sertifikasi Profesi
Konselor Keluarga Kreatif (LSP KKK).

Q Dengan siapa saja Asosiasi Konselor LK3 (PKSK)


dan Lembaga Sertifikasi Profesi Konselor Keluarga
Kreatif (LSP KKK) bermitra?
A Selain dipercaya oleh 200 lembaga yang rutin
mengikuti pendidikan konseling dan konperensi
Konselor Keluarga LK3, kami telah bekerjasama
dengan 15 STT dan Universitas di Dalam Negeri.

Q Kapan pelatihan pendidikan konseling dibuka untuk


kelas baru?
A Saat ini ada 17 kelas yang berjalan, baik kelas sertifikat
maupun pendidikan S-2 dan S-3 (secara online). Akan

153
Mengapa Perlu Konselor?

dibuka kelas baru mulai April dan Juli 2023. secara


onsite. Kelas online yang baru akan dibuka lagi Agustus
2023.

Demikian beberapa informasi penting terkait Lembaga


Sertifikasi Profesi Konselor Keluarga Kreatif (LSP KKK).

Salam konseling,
Lembaga Konseling Keluarga Kreatif (LK3)
Lembaga Sertifikasi Profesi Konselor Keluarga Kreatif
(LSP KKK)
Perkumpulan Konselor Sahabat Keluarga (PKSK)

154
Testimoni
Konseling yang Mengubahkan
Berikut ini beberapa catatan dari pembelajar konseling
tentang apa yang mereka dapatkan dalam proses konseling
dan belajar konseling di LK3:

Caprine Yant Kartolo, Kupang


Mengenal LK3 membantu saya menerima, memahami, dan
tahu menghadapi diri saya sendiri. Saya jadi bisa berempati
kepada orang lain. Tubuh perlu dirawat, ternyata jiwa
kita pun perlu disejahterakan. Terima kasih, Pak Julianto
Simanjuntak, terus berjuang untuk membesarkan LK3 ini,
terus memberikan edukasi yang uptodate dan bermanfaat
untuk kami, para client, mahasiswa, konselor dan pengajar
di LK3.
Konseling OKE.

Elya Martok, Taiwan


Saya adalah pembelajar kelas Empathy, angkatan pertama
kerjasama LK3 dan STT Jaffray Jakarta. Saya belajar

155
Mengapa Perlu Konselor?

konseling sebelum menikah, masih single. Saat ini saya sudah


menikah dengan Pdt. Stephen dalam penggembalaan
di gereja IFGF Taiwan. Jadi saya sudah lama mengenal
LK3. Lima tahun pertama dalam kehidupan rumah tangga
saya sungguh suatu tantangan besar. Tapi saya bersyukur
sebelum menikah, saya belajar di LK3. Itu seperti modal
untuk saya dalam menapak pernikahan bersama suami.
Sungguh, saya belajar banyak dari LK3, khususnya Pak
Julianto. Di tahun-tahun awal pernikahan saya sering
call beliau untuk konseling dan sebagainya. Jadi saya
mendorong teman-teman yang belum belajar, bisa segera
mendaftarkan diri ya. Sungguh mempersiapkan diri jauh
lebih baik dari pada mengobati. Itu kesaksian saya tentang
Pak Julianto dan LK3. Terima kasih, Tuhan berkati.

Etty Indriati, Chicago


Mengenal Bapak Julianto Simanjuntak adalah mengenal
LK3, lembaga yang didirikannya dan berkembang
menjadi tempat pemuridan konseling. Beberapa kali saya
mudik ke Indonesia, saya bawakan buku-buku konseling
dari Amerika seperti Boundary, Pastoral Counselling,
dll. Obrolan kami berkembang sampai membandingkan
konseling di Indonesia dan Amerika. Di Amerika saya
mengikuti konseling untuk mengenal diri dan bertumbuh,
bertahun-tahun; semua di-cover oleh asuransi kesehatan,
alias “gratis”. Pak Jul juga ingin di Indonesia konseling di-
cover asuransi kesehatan. Kami obrolin betapa pentingnya
ya, konseling sebagai salah satu life style seperti olah raga,

156
Mengapa Perlu Konselor?

cek kesehatan fisik tahunan seperti di Amerika. Jadi,


kita berdoa, semoga ke depan konseling di Indonesia
di-cover asuransi kesehatan dan terjangkau untuk semua
orang. Semoga LK3 melahirkan konselor yang bermutu,
profesional dan diberkati Tuhan. Amin.

Farry Togas, Swiss


Mengenal LK3 merupakan anugerah buat saya. Karena
lewat LK3, saya belajar untuk menjadi konselor, dan juga
saya berusaha menyelesaikan masalah pribadi, seperti
inner child saya dan pohon-pohon kehidupan. Selama saya
mengikuti kelas LK3, saya diberkati. Saya juga belajar untuk
bisa memberkati keluarga, anak, dan istri. Hari ini, saya
juga sudah mulai memberikan konsultasi kepada teman-
teman, tentu yang sifatnya ringan, seperti menjadi teman
curhat. Saya bisa mengatakan bahwa sejak mengenal LK3,
saya sangat terbantu.
Doa saya buat LK3, semoga ke depan LK3 lebih
maju lagi, diberkati, dan saya siap menjadi perpanjangan
tangan LK3. Satu hal yang saya tidak pernah lupa yaitu
satu kata yang Pak Julianto sering katakan bahwa “Selalu
Ada Harapan”. Ini adalah motto hidup saya. Dalam setiap
pergumalan dan masalah yang saya dihadapi, selalu ada
harapan. Salam konseling!

Joice Siahaan, Perancis


Mengenal Pak Julianto membuat saya menemukan identitas
saya lewat sosok dan pengajaran beliau sebagai seorang

157
Mengapa Perlu Konselor?

Konselor yang luar biasa. Banyak kekayaan pemikiran


beliau yang saya dapatkan.
Pak Julianto Simanjuntak, you definitely have my respect.

Magda Hutagalung, Jakarta


Mengenal pak Julianto saya makin mengerti tujuan hi­dup
saya di dalam Tuhan. Makin mengerti bahwa hidup itu
adalah pengorbanan. Terutama saya sebagai seorang ibu
dan istri. Pak Julianto sebagai hamba Tuhan dan konselor
banyak membimbing saya terutama dalam menghadapi ke-
hidupan sewaktu ada masalah perkawinan dan membim­
bing anak-anak. Dengan pengetahuan dan pengalaman
beliau dapat memberikan pemikiran atau nasehat positif
yang membuat saya makin matang di dalam pertumbuhan
iman dan karakter saya. Beliau sendiri saya lihat bertum-
buh banyak di dalam pelayanan dan kematangan diri.

Nian Sin, Singapore


Mengenal pak Julianto membuat saya lebih berani melang­
kah dalam mengambil keputusan melayani Tuhan di bidang
caring ministry di gereja. Saya dulu tahun 2008 belajar melalui
bahan LK3 Jarak Jauh. Sekarang lebih semangat belajar
lewat zoom, dengan kreatifitas dan dedikasi pak Julianto,
LK3 menjadi berkat bagi orang-orang yang berdomisili di
luar negeri.

158
Kata Team Management
Tentang LK3

Ichwan Susanto Chahyadi, Ketua BPH LK3


Saya sangat mendukung pelayanan LK3 karena LK3
memiliki keunikan yang luar biasa yang tidak dimiliki oleh
Lembaga-lembaga konseling lainnya di Indonesia. Setiap
orang dari berbagai status dan latar belakang seperti
mahasiswa, karyawan, pengusaha, dokter, pengacara,
ibu rumah tangga dll, mendapatkan kesempatan untuk
belajar pengetahuan dan ketrampilan Konseling di LK3
melalui Program S-2, Sertifikat, maupun melalui seminar
yang diadakan. Meskipun tidak semua orang yang lulus
menjadi konselor, akan tetapi kesempatan belajar di LK3
membuat perubahan besar secara emosional dalam diri
dan keluarganya. Akibatnya banyak keluarga yang penuh
konflik tertolong dan mengalami pemulihan.
Program Kuliah dan pelatihan di LK3 lebih bersifat
praktis, sederhana dan mudah dimengerti, sehingga setiap

159
Mengapa Perlu Konselor?

orang tidak merasakan kesulitan. Biaya atau investasi yang


dikeluarkan juga sangat terjangkau.
Saya sudah bergabung dengan LK3 sejak tahun 2011
sebagai dosen, pembimbing, dan konselor LK3. Saya
sangat menikmati pelayanan ini dan akan terus melayani
di LK3. Dari tahun ke tahun saya merasakan bagaimana
Tuhan sangat mengasihi dan memberkati LK3, selalu ada
hal-hal baru yang Tuhan sediakan bagi LK3.
Harapan saya untuk LK3 adalah terus memperbaiki
dan meningkatkan mutu pelayanan, pembelajaran dan
pelatihan Konseling. Manajemen internal juga perlu
terus ditingkatkan dengan sumber daya yang kompeten,
karakter yang baik dan kerja sama yang sinergis sehingga
dapat melayani lebih baik dan menjangkau lebih banyak
orang di Indonesia khususnya.
Tuhan Yesus memberkati.

Juliana Prijadi Tjahja, Sekretaris BPH LK3


Mengapa saya mendukung pelayanan LK3?
Saya mendukung pelayanan LK3, baik dalam team
management, konselor dan juga pengajar di LK3, karena saya
melihat visi besar LK3 dan bagaimana Pak Julianto dengan
konsisten menjalankan visi tersebut meskipun banyak
tawaran lain yang lebih menggiurkan. Pak Julianto adalah
seorang pemimpin yang visioner dan berkharisma, yang
dapat melihat LK3 jauh ke depan. Tuhan menganugerahkan
hikmat melalui tulisan dan pengajaran serta quote-nya

160
Mengapa Perlu Konselor?

sehingga banyak orang mengalami pemulihan terutama


saya pribadi.
Setelah lulus MTh tahun 2020 saya diajak terlibat
di LK3. Untuk belajar kepemimpinan di LK3 untuk
mencoba menangkap ide brilliant dari Pak Julianto serta
merealisasikannya. Saya banyak belajar selama 3 tahun
terakhir ini berada di LK3 melalui gaya kepemimpinan
dan percakapan sehari-hari baik dalam meeting atau saat
makan siang bersama staf. Suatu kebanggaan dapat
menjadi bagian dari LK3, terutama diberi kesempatan
memimpin “Selalu Ada Harapan” dari awal dan terlibat di
LSP Konselor Keluarga Kreatif.
Harapan saya LK3 semakin jelas dengan identitas yang
dimiliki, tidak tergoyahkan sampai visi LK3 terwujud yaitu
di tahun 2030 tersedianya Pusat Konseling di kota-kota
besar di Indonesia, tersedianya tenaga konselor, psikolog
dan psikiater secara merata di Indonesia dan konselor
dihargai setara dengan tenaga psikolog dan psikiater.
Tugas siapa? Tentu itu menjadi tugas kita semua.

Linawati, Bendahara BPH LK3


Untuk tulisan ini, saya mengingat kembali saat kapan
saya pertama kali mendapat gelar konselor. Jakarta, 10
September 2011 tertulis di Ijazah Sekolah Tinggi Theologi
Jaffray Jakarta, angkatan pertama Kelas Empathy - LK3.
Saya menyadari, 12 tahun lalu Tuhan menetapkan saya
bermitra bersama-Nya berproses dalam kehidupan
seorang klien, dan menjadi bagian kisah hidupnya.

161
Mengapa Perlu Konselor?

Perjalanan 12 tahun bersama LK3 menjadikan saya saat


ini, seorang konselor Spesialis Anak Remaja. Pengalaman
didengarkan, semangat dari Pak Julianto dan berproses
bersama klien memampukan saya menjadi saya sekarang.
Banyak kisah kegagalan maupun keberhasilan saya sebagai
konselor. Pengalaman tersebut membuat saya bertumbuh
dan mendasari keyakinan saya, tentang pentingnya
peran konselor dalam perjalanan hidup seseorang yang
membutuhkan. Mungkin 1 jam saya bersama seorang anak
mampu membuatnya merasa berarti, mungkin 1 jam saya
mampu membangun harapan seorang remaja yang sudah
frustasi, dan masih banyak mungkin yang lain dimana Roh
Kudus bekerja dalam jiwa-jiwa mereka.
“Trust the process” dan semangat, buat teman-teman
calon konselor di LK3. Semoga LK3 semakin banyak
menghasilkan konselor yang siap berkarya ke depan.
Tuhan berkerja lewat lembaga ini, Pak Julianto dan teman-
teman semua yang mendedikasikan diri di dalamnya.

Melinda Haryanto, Wakil Bendahara BPH LK3


Mengapa saya mendukung LK3 sebagai konselor dan
pengajar?
Saya alumni program M.A. dan M.Th. yang merupa­
kan kerjasama LK3 dengan STT Jaffray Jakarta. Saat
meng­ambil kuliah tersebut, saya merasa diberkati karena
dapat semakin mengenal diri saya sendiri dan mengalami
pemulihan. Dengan belajar konseling, saya juga dikon-
seling. Selain itu, saya juga belajar sejumlah pendekatan

162
Mengapa Perlu Konselor?

dan teknik bagaimana memahami orang lain dengan lebih


baik. Pengalaman itulah yang membuat saya rindu orang
lain juga dapat memiliki pengenalan diri yang benar dan
mengalami pemulihan. Melalui apa saya bisa berkontribu-
si? Hal yang saya pikirkan adalah dengan menjadi konselor
maupun pengajar baik di LK3 maupun di tempat kerja.
Saya ingin berbagi apa yang saya pernah alami selama kuli-
ah tersebut dan manfaat yang saya rasakan sebagai pem-
belajar.
Harapan saya adalah LK3 dapat mencapai visi yang
dimiliki yaitu tersedianya Konselor dan Pusat Konseling
secara merata di Indonesia. Dengan demikian, semakin
banyak orang yang dapat tertolong menjadi pribadi yang
terus bertumbuh dan pada akhirnya dapat memberi
pertolongan bagi orang lain.

Alim H. Soegiharto, Team Management LK3


Selamat atas penerbitan buku “Mengapa Perlu Konselor?”
yang akan menambah awareness konseling secara meluas
di Indonesia. Kami sangat mendukung pelayanan dan
kemajuan LK3 di dalam memberikan pelayanan dan
pembangunan infrastruktur literasi konseling karena
Indonesia butuh konseling. Bukan hanya butuh tetapi
urgently required!
Konseling adalah support system individu, seiring peru­
bahan zaman dan semakin banyaknya digitalisasi yang
mengikis interaksi dan memicu depresi. Tidak meng-
herankan semakin sering muncul pemberitaan tentang

163
Mengapa Perlu Konselor?

peningkatan gangguan kesehatan mental yang angkanya


meningkat pesat di dunia. Jelas ini juga dialami Indonesia.
Peningkatan gangguan kesehatan mental ini mengha­
dirkan tren yang menguatirkan, tetapi jelas tidak bisa
disikapi hanya dengan rasa kuatir tanpa tindakan nyata.
Kemauan masyarakat untuk membuka diri dalam men­
cari dan mendapatkan literasi dan referensi mengenai
konseling, penting dilakukan. Tindakan nyata yang
sederhana dan mudah dilakukan adalah dengan membaca
buku pembelajaran konseling.
Untuk pembelajaran lanjutan juga sangat dibutuhkan
suatu komunitas dan lembaga yang menjadi wadah di
dalam pembelajaran konseling dari level yang dasar sampai
memiliki keahlian khusus. Maka, kami berharap LK3 terus
berada di posisi terdepan di dalam membangun kesadaran,
komunitas dan edukasi konseling di Indonesia. Konseling
oke!

Nursini Sihombing, Team Management LK3


Saya mendukung pelayanan LK3 sebagai Pengajar dan
Konselor. Mengapa?
Karena memiliki pengalaman traumatis bullying dan
kehilangan yang berkepanjangan sangat berdampak buruk
pada pribadi saya sebagai seorang pendeta. Hingga suatu
ketika saya merasa butuh konselor untuk menolong saya
dari isu-isu negative dampak pengalaman masa lalu itu.
Proses konseling telah menolong saya keluar dari masalah
saya dan lebih trampil mengelola perasaan saya. Pengalaman

164
Mengapa Perlu Konselor?

dibebaskan dari intimidasi masa lalu dan mampu berdamai


dengan masa lalu itu membuat saya menerima diri sendiri
sebagai pribadi yang berharga di mata Tuhan.
Perjalanan ini telah membuat saya terpanggil untuk
berbagi sukacita dengan menolong orang yang memiliki
pengalaman buruk pada masa lalu dan berdampak buruk
pada masa kini. Agar sampai pada kerinduan itu saya
memilih kuliah konsentrasi Pastoral Konseling dengan
harapan ilmu dan ketrampilan yang saya miliki kelak
berguna bagi bagi kesembuhan banyak orang. LK3
merupakan Lembaga yang saya pilih sebagai tempat saya
mengabdi baik sebagai konselor dan juga sebagai pengajar.
Selama bergabung di LK3 saya bertemu dengan para
dosen, konselor yang professional di bidangnya masing-
masing. LK3 juga menyiapkan seminar-seminar yang
ditujukan bukan hanya kepada mahasiswa saja tetapi juga
untuk para pengajar dan konselor sehingga saya merasa
kemampuan saya selalu ter-update.
Saya bersyukur mengenal bpk Julianto Simanjuntak
dan ibu Roswitha Ndraha sebagai founder LK3 yang memiliki
pengalaman yang mumpuni dalam dunia konseling.
Mereka menginspirasi saya untuk semakin peduli terhadap
kesehatan mental dengan pendampingan konseling kepada
jemaat dan masyarakat umumnya. Sepanjang perjalanan
mengajar di LK3 saya menemukan banyak mahasiswa
yang dipulihkan dari luka masa lalu saat proses belajar
maupun konseling, bahkan mereka juga mampu menjadi
seorang konselor yang professional di tempat mereka

165
Mengapa Perlu Konselor?

masing-masing. LK3 bukan hanya lembaga yang memberi


materi pembelajaran kepada mahasiswa tetapi juga rumah
pemulihan mental spiritual mahasiswa sebab di LK3 saya
menemukan kehangatan cinta, dukungan dan kepedulian.
Relasi antara dosen dan mahasiswa terjalin begitu akrab
dan kekeluargaan tentunya hal ini menolong dosen dan
mahasiswa meningkatkan kualitas dan kapasitas konseling
yang lebih baik.
Sebagai Lembaga Konseling yang dapat menguji
kompetensi konselor sebagai profesi, kiranya LK3 semakin
dikenal dan berdampak bagi masyarakat luas, bukan hanya
dalam ruang lingkup gereja saja tetapi juga kepada agama
lain dengan disertifikasinya tenaga konselor non-Kristen.
Kehadiran rumah-rumah konseling di seluruh kota di
Indonesia kiranya dapat tercapai sebagai perpanjangan
tangan LK3 yang memulihkan banyak jiwa. Dengan
demikian saya berharap, LK3 semakin dikenal di seluruh
Indonesia bahkan luar negeri sebagai Lembaga Peduli
Kesehatan Mental.

Nona Pooroe Utomo, Team Management LK3


LK3 mengusung misi seorang Julianto Simanjuntak untuk
tersedianya Konselor dan Pusat Konseling di semua kota
besar di Indonesia. Ini sebuah misi yang luar biasa dan
patut didukung agar dapat terealisasi sesegera mungkin,
mengingat makin luasnya isu Kesehatan Mental dan
meningkatnya berbagai kasus psikologis di masyarakat.
Ladang sudah menguning dan tuaian sangatlah banyak,

166
Mengapa Perlu Konselor?

namun pertanyaannya adalah apakah tersedia sumber daya


yang cukup dan kompeten untuk memanennya dengan
benar?
Pilihan yang dilakukan oleh LK3 untuk mendidik
sebanyak mungkin individu yang terpanggil untuk menjadi
konselor adalah cara paling tepat untuk mewujudkan misi
di atas. Tentunya akan memerlukan waktu yang tidak
sebentar dan proses yang tidak mudah tetapi ini adalah cara
yang terbaik dan terukur. Untuk alasan itu pula saya merasa
terhormat boleh ikut ambil bagian dengan menjadi dosen
pengajar dan ikut memberikan kontribusi dalam mencetak
calon-calon konselor yang akan mengambil peran penting
dalam menjaga kesehatan mental masyarakat Indonesia.
Kebutuhan akan konselor tidak bisa menunggu dan
LK3 melayani melalui “Selalu Ada Harapan” (SAH) telah
memberi sumbangsih besar untuk membantu keluarga dan
individu yang membutuhkan pertolongan. Saya berharap
kontribusi saya sebagai psikolog yang melayani konseling
melalui SAH ikut memberi warna dalam pelayanan LK3.
LK3 bertumbuh dengan pesat dalam lima tahun
terakhir, ada beberapa hal terkait efisiensi pelayanan dan
komunikasi organisasi yang perlu mendapat perhatian dan
pembenahan agar dapat terus bertumbuh untuk dapat
memberikan pelayanan yang terbaik.
Selamat Ulang Tahun LK3.

167
Kata Staf LK3 Tentang
Tempat Kerjanya
Sonny Sompie adalah staf yang paling lama bekerja di
LK3 saat ini. Sonny menemani kami di awal LK3 berdiri.
Sonny dan istrinya, Nancy seringkali menemani kami
ke berbagai pelosok Jakarta untuk mengikuti Konseling
Kelompok bagi keluarga-keluarga yang bergumul dengan
anak-anak terinfeksi HIV, atau anak-anak berkebutuhan
khusus, kelompok klien dengan pasangan yang selingkuh
atau para single moms, juga support group untuk pergumulan
individu di sekitar masalah yang menyangkut identitas
seksual.
Menurut Sonny, dia tertarik bekerja di LK3 karena
visi dan misi LK3 membantunya dalam pemulihan diri,
mengembangkan talenta dan kompetensi konselingnya,
serta merespon calling-nya untuk melayani mereka yang
mempunyai masalah identitas seksual. Harapannya, LK3
semakin dipakai Tuhan dengan lisensi kompetensi yang
sudah diberikan pemerintah.

168
Mengapa Perlu Konselor?

Berbeda dengan Sonny, Anne Rebhecca magang di


LK3 ketika dia menempuh pendidikan Strata-1 Teologi di
STT Jaffray Jakarta. “Pekerjaan pertama saya adalah melipat
brosur,” kata Anne. Ketika itu LK3 menyebarluaskan visi
dan misinya lewat brosur yang dikirim ke gereja-gereja di
seluruh Indonesia.
“Bekerja di LK3 selalu menjadi sarana belajar yang
membuat saya terus bertumbuh secara pribadi, dan bangga
menjadi bagian di dalam sejarah panjang perkembangan
LK3 hingga saat ini,” Anne melanjutkan. Sebagai
Direktur Eksekutif LSP Konselor Keluarga Kreatif
Anne dan team LSP KKK bekerja agar LK3 terus menjadi
lembaga konseling yang menolong dan memperlengkapi
banyak orang didalam bidang pelayanan konseling, serta
menghasilkan konselor-konselor yang kompeten diseluruh
Tanah Air dan Mancanegara.
Finilon bergabung dengan LK3 pada Maret 2018.
Dia alumni STT Jafray Makassar. Fini bergabung dengan
LK3 karena dia menerima visi LK3 sebagai bagian dari visi
hidupnya juga. “Saya menyukai visi, cara, dan konsistensi
LK3 mengkampanyekan pentingnya konseling,: kata
Fini, yang akhirnya merefresh ilmunya dengan mengikuti
pendidikan MTh konseling di STT Baptis Jakarta, yang
bekerja sama dengan LK3. Fini juga menyukai lingkungan
kerja LK3 yang positif dan ada saling support antarstaf.
Sekarang Fini dan Sonny ada pada departemen yang sama,
mengurusi bidang Pendidikan.

169
Mengapa Perlu Konselor?

Seperti saya kisahkan di depan, setelah saya sembuh


dari covid dan depresi yang berkepanjangan, anak-anak dan
para sahabat mendorong saya untuk merekrut staf baru
dari Generasi Milenial. Mereka adalah anak-anak muda
yang mungkin minim pengalaman tapi punya semangat
dan rasa ingin tahu yang besar. Jadi, staf yang bekerja di
LK3 sekitar tahun 2021 sampai sekarang ini hampir seusia
anak-anak saya sendiri. Beberapa malah lebih muda dari
Josephus dan Moze.
Di Pusat Konseling “Selalu Ada Harapan” (SAH) ada
Elyshianna dan Innocentia. Merekalah yang menjadi
ujung tombak SAH, menerima permintaan konseling dari
seluruh Indonesia dan negara-negara tempat komunitas
LK3 berdomisili. Keduanya adalah fresh graduate yang
bergabung dengan LK3 sejak Maret 2022 karena tergerak
oleh visi LK3. Pimpinan SAH adalah Ibu Juliana Prijadi
Tjahja, Sekretaris BPH LK3 yang juga adalah Direktur
Eksekutif LK3 saat ini.
Kepala Bagian Media LK3 adalah Anjuan Aldo, ayah
satu anak yang bergabung dengan LK3 sejak September
2021 karena LK3 memperlengkapi banyak keluarga dan
gereja. “Dengan bekal pengetahuan di bidang media, saya
turut hadir untuk mengkampanyekan konten edukasi
konseling yang relevan dan kontekstual,” kata Anju
bersemangat. Adanya Anju membuat media sosial LK3
meriah dan berwarna.
Yang bekerja bersama Anju adalah Rendivo dan
Evan Chandra. Keduanya juga fresh graduate dari bidang

170
Mengapa Perlu Konselor?

studi desain dan IT, yang memang diperlukan oleh LK3.


Setelah satu tahun bersama LK3, Divo menulis, “Seiring
perjalanan waktu, di LK3 saya dapat kesempatan untuk
belajar memulihkan diri dari luka.” Divo dan Evan
berharap visi LK3 tercapai pada tahun 2030.
“Walaupun tidak langsung, saya ingin berkontribusi
mengembangkan visi LK3,” tulis Ryan Julian, yang
bekerja di balik meja, sebagai staf Keuangan LK3. Sama
dengan teman-temannya yang lain, Ryan menilai visi LK3
mulia, karena membantu orang memenuhi rencana Tuhan
dalam hidup mereka.
Rani, juga dari bagian Keuangan, punya keinginan
menjadi konselor. Ini membuatnya ikut menjadi peserta
modul Sertifikat Konseling. Menurut Rani, kualitas
konselor yang penting adalah dapat dipercaya dan punya
kualitas mental yang kuat.
Valeeva, Cindy dan Violin belum genap enam bulan
bekerja di LK3. Walaupun demikian, mereka menangkap
visi LK3 dengan jernih. Valeeva cukup kompeten di bidang
administrasi dengan pengalaman lebih dari 10 tahun.
Dia pindah ke LK3 karena dia ingin berkembang dalam
pengetahuan, rohani, kreatifitas dan komunitas. Sedangkan
Cindy punya latar belakang Bimbingan Konseling, merasa
LK3 pas untuk dia mempelajari operasional kerja di dunia
konseling. Cindy dan Anne sekarang bekerja di Lembaga
Sertifikasi Profesi Konselor Keluarga Kreatif. Violin
adalah sarjana musik. Dia melamar di LK3 karena ingin
mempelajari “dunia yang baru” untuknya. Tapi setelah

171
Mengapa Perlu Konselor?

dua bulan bekerja, Violin mengatakan, “Saya belajar hal-


hal baru mengenai pemulihan dan pengembangan diri.
Saya merasa bangga bisa mendapat kesempatan belajar
sekaligus berkontribusi di LK3.”
Inilah team kerja LK3. Masing-masing punya latar
belakang berbeda, pendidikan dan motivasi yang tidak
sama. Tapi semuanya menjadi satu team yang kuat, untuk
membangun LK3 menuju Visi Tahun 2030.
Kiranya nama Tuhan dimuliakan.

172
173

Anda mungkin juga menyukai