Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

DOSEN PENGAMPU:
Ibu Yunilda Megawati Tulak Allo S.Th, M.pd

DISUSUN OLEH
Nama : Priska Gratcia Mengkido
NIM : C 301 21 208
Prodi : S1 Akuntansi

UNIVERSITAS TADULAKO
2021
Jl. Soekarno Hatta No.KM.9,Tondo, Mantikulore,Kota Palu, Sulawesi
Tengah 94148
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan berkat
dan kasih-Nya serta karunia-Nya. Sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Dengan judul “Agama dan Multikultur dalam prespektif iman Kristen” ini dengan baik
tanpa ada halangan.

Kesempatan ini dipergunakan untuk memberikan inspirasi dan juga penguatan serta cerita
hidup yang semungkinnya dapat menjadikan pembaca untuk semakin menghargai
kesempatan yang Tuhan Yesus Kristus berikan. Saya berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak dan menjadi referensi untuk menambah wawasan, ilmu
pengetahuan serta dapat menambah iman kita.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
mohon maaf bila ada penulisan kata atau tata bahasa yang masih salah dan kurang
berkenan. Saran, tanggpan, dan kritik yang membangun sangat saya harapkan guna
menyempurnakan makalah ini.

Terima kasih atas waktu yang digunakan untuk membaca Makalah ini, Tuhan Yesus
Memberkati.

Palu, November 2021

Penyusun

Priska Gratcia Mangkido

NIM : C301 21 208


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………..i

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………………………………….5

B. Tujuan……………………………………………………………………………………………………6

C. Manfaat…………………………………………………………………………………………………...6

D. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………...6

BAB II ISI PEMBAHASAN


A. PENGERTIAN AGAMA, ASAL-USUL AGAMA, BERBAGAI ALIRAN AGAMA, DAN
PERKEMBANGAN AGAMA-AGAMA………………………………………………………………7

1. Pengertian Agama……………………………………………………………………………..7

2. Asal-usul Agama………………………………………………………………………………..7

3. Berbagai aliran agama………………………………………………………………………10


Aliran Agama Islam………………………………………………………………………..10

Aliran Agama Kristen Protestan……………………………………………………..13

Aliran Agama Kristen Katolik…………………………………………………………14

Aliran Agama Hindu……………………………………………………………………….15

Aliran Agama Budha……………………………………………………………………….16

Aliran Agama Konghucu………………………………………………………………….16

4. Perkembangan Agama-agama……………………………………………………………17
Perkembangan Agama Islam…………………………………………………………..23

Perkembangan Agama Kristen Protestan……………………………………….25

Perkembangan Agama Hindu………………………………………………………….26

Perkembangan Agama Budha…………………………………………………………27

Perkembangan Agama Kristen Katolik……………………………………………27

Perkembangan Agama Konghucu……………………………………………………28

B. AGAMA DAN MULTIKULTUR DALAM PRESPEKTIF IMAN KRISTEN……………29

1.Agama dan Multikulturalisme Dalam Prespektif Iman Kristen……………30


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Istilah multikultur akhir-akhir ini mulai diperbincangkan di berbagai kalangan


berkenaan dengan merebaknya konflik etnis di Negara ini. Multicultural yang
dimiliki Indonesia dianggap factor utana terjadinya konflik. Konflik berbau SARA
yaitu suku, agama, ras, dan antargolongan yang terjadi di Aceh, Ambon, Papua,
Kupang,Maluku dan berbagai daerah lainnya adalah realitas yang dapat mengancam
integrasi bangsa di satu sisi dan membutuhkan solusi konkret dalam
penyelesaiannya di sisi lain. Hingga muncullah konsep Multikulturalisme.
Multikulturalisme dijadikan sebagai acuan utama terbentuknya masyarakat
multicultural yang damai. Multikulturalisme adalah esensi Bhineka Tunggal Ika
yaitu keragaman dalam kesatuan yang mana memiliki peran besar dalam
pembangunan bangsa. Selain itu masyarakat Indonesia juga dikenal sebagai
masyarakat yang agamis, dimana setiap individu menurut kebebasannya sendiri
memeluk suatu agama tertentu. Pancasila sendiri mewadahi semua ideology agama
yang ada di Indonesia, sebagai landasan hukum yang menetapkan Ketuhanan
dengan menempatkan agama pada posisi utama dan pertama. Hal inilah yang
akhirnya membuat perpaduan harmonis dari agama-agama yang ada di Indonesia,
diikuti dengan penyebaran tempat-tempat peribadaan dari berbagai agama
diseluruh penjuru pulau di Indonesia. Indonesia juga disatu sisi merupakan Negara
dengan keanekaragaman agama, suku, adat istiadat dan budaya yang sempurna
sebagai hasil interaksi yang kaya (resourceful) dan dinamis antar pelaku budaya
Kota salatiga merupakan salah satu kota di tanah Jawa yang sebagian gerejanya
adalah Gereja Kristen Jawa. Hal ini terbukti dari 94 gereja yang terdaftar menjadi
anggota BKGS ( Badan Kerjasama Gereja-Gereja Salatiga ). Tahun 2015 Gereja
Kristen Jawa menempati urutan kedua terbanyak bersama dengan gereja
Pantekosta Di Indonesia (GPDI) dengan jumlah 10 gereja setelah Gereja Bethel
Indonesia (GBI) yang berjumlah 14 gereja.
Sejatinya, Gereja Kristen Jawa yang berada di kota Salatiga berjumlah 16 gereje
meski yang terdaftar dalam BKGS hanya 10 gereja . Gereja Kristen Jawa di Kota
Salatiga terbagi dalam 2 klasis yaitu klasis utara dan selatan. GKJ Salatiga
merupakan salah satu Gereja Kristen Jawa di Kota Salatiga yang masuk dalam klasis
utara.
Salah satu yang membuat GKJ Salatiga ini berbeda dengan GKJ lainnya berbeda
dengan GKJ lainnya di kota salatiga diungkapkan oleh Purwoadmotjo bahwa dari
awal dibangun, gedung ini sudah memiliki bentuk yang unik yang jika dilihat dari
luar seperti dua kura-kura kembar. Bahkan dalam pembangunnnya hingga kini, baik
penambahan bangunan-bangunan baru di kompleks gereja, perluasan, ataupun
renovasi, bentuk unik yang ada pada GKJ Salatiga sejak tahun 1970 ini tetap
dipertahankan.

Dari sini kita melihat bahwa (multikulturalisme) masih dapat ditemukan. Hal ini
mengandaikan bahwa multikulturalisme sebenarnya meimiliki pijakan dan berakar
dalam semua agama di Indonesia. Tulisan ini akan mendeskripsikan dan
menganalisis bagaimana prespektif multicultural dalam semua agama khusunya
agama Kristen. Landasan normative, praktik-praktik maupun prespektif yang
berkembang khususnya dalam konteks kesetaraan hubungan dalam kelompok
keagamaan. Artikel ini disusun dengan merajuk pada kitab suci, buku-buku, dan
artikel jurnal yang berbicara tentang isu tersebut dan prespektif Kristen. Bahan-
bahan tersebut akan dianalisis mengunakan teori multikulturalisme, liberal
universal yang mrnrkan kesamaan manusia pada nilai-nilai dasar HAM.

B. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini yaitu untuk melatih penulis agar mampu
menyusun tulisan ilmiah yang baik dan benar dan untuk memperluas wawasan dan
pengetahuan bagi penulis dan pembacanya serta untuk memberi sumbangan
pemikiran baik berupa teoritis maupun praktis.

C. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini khususnya bagi mahasiswa baru
adalah sebagai berikut :
1. Belajar memahami masalah dan solusinya
2. Mengasah kemampuan menulis
3. Menjadi lebih kritis saat melihat suatu permasalahan
4. Menerapkan ilmu yang telah dipelajari untuk diemplentasikan di lapangan
5. Membuka pikiran untuk memahami permasalahan di lapang

Selain manfaat di atas, pembuatan sebuah makalah juga bermanfaat untuk


merangkum materi-materi dari berbagai sumber dalam bentuk tulisan.

D. Rumusan masalah
1. Menjelaskan pengertian agama, asal-usul agama, berbagai aliran agama, dan
perkembangan agma-agama
2. Menjelaskan agama dan multikulture dalam perpektif iman kristen
3. Menjelaskan kehidupan multikultur dan tanggung jawab umat kristiani dalam
menciptakan kerukunan hidup umat beragama.
BAB II
ISI PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AGAMA, ASAL-USUL AGAMA, BERBAGAI ALIRAN AGAMA, DAN


PERKEMBANGAN AGAMA-AGAMA

1. Pengertian Agama

Kata “Agama” berasal dari bahasa sanskerta, agama yang berarti “tradisi”.
kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahsa Latin
“religio” dan berakar pada kata kerjare-ligare yang berarti “Mengikat kembali”.
Secara garis besar, Agama adalah suatu sistem yang mengatur suatu kepercayaan
serta peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa satau tatakaidah yang
berhubungan dengan budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia
dengan tatanan kehidupan, serta penghambaan manusia kepada Tuhannya. Lebih
luasnya lagi agama juga bisa diartikan sebagai pilihan atau jalan hidup, yakni bahwa
seluruh aktivitas lahir dari batin pemeluknya diatur oleh agama yang dianutnya.
Bagaimana kita makan, bagaimana kita bergaul, bagaimana kita beribadah, dan
sebagainya ditentukan oleh aturan/tata cara agama. Kata agama kadang-kadang
digunakan bergantian dengan iman, sistem kepercayaan, atau kadang-kadang
mengatur tugas. Namun menurut ahli sosiologi Emile Durkhein menyatakan bahwa
agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas keparcayaan dan praktik
yang berhubungan dengan hal yang suci.
Sedangkan menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) agama adalah
pengatur (sistem) yang mengatur tata keimanan (Kepercayaan) dan keyakinan
serta pengabdian kepada sang Pencipta Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

2. Asal-usul Agama

Secara umum agama muncul dari keyakinan yang sudah lama tertanam
kepada orang-orang terdahulu. Sebagian penganut agama menunjukan bukti
kebenaran keyakinannya dengan berbagai dokumentasi keagamaan. Sebagian
lainnya hanya meyakinkan dalam hati saja penganut meyakini agama adalah
perintah Tuhan yang disampaikan melalui manusia pilihan (Nabi) untuk ditaati.
Terbentuknya 3 agama tua (Kristen, Yahudi dan Islam) memiliki sejarah atau asal-
usul yang sama yaitu dari asal usul bangsa semit. Bangsa semit berasal dari Jazirah
Arab. Kata Arab yang pertama kali muncul pada abad ke-9 sebelum Masehi. Bangsa
Arab tidak semua terdiri oleh orang-orang Islam, tapi juga ada orang Kristen dan
orang Yahudi. Beberapa buktinya adalah adanya peradaban Nabath yang didirikan
oleh bangsa Arab beragama Kristen.
Kristen , Yahudi, dan islam mempunyai latar belakang yang sama, dapat
dibuktikan dari adanya kitab agama Islam, Kitab Agama Kristen, (Perjanjian lama),
ditulis dalam suatu rumpunan yang sama yaitu dari bahasa semit.
Salah satu isi dari perjanjian lama kata “Tuhan” yang mempunyai arti yang
sama dengan kata “Allah” yang dimaksud oleh kaum muslim kata “Allah” berarti
Tuhan)
Bangsa Indo-Eropa percaya ada banyak dewa pada masa itu. Sementara
bangsa semit juga menjadikan ciri khas bangsa semit disatukan dengan
kepercayaan satu Tuhan (Monoteisme). agama Islam,Yahudi, dan Kristen
mempunyai gagasan dasar yang sama yaitu percaya kepada satu Tuhan
(Monoteisme).
Bangsa semit mempunyai pandangan yang Linier terhadap sejarah, seperti
sebuah garis lurus domana garis itu merupakan lambangan terciptanya dunia
adalah awal dari kehidupan yang kiamat sebagai akhir dari kehidupan. Sekarang ini,
Yerusalem adalah kota yang dianggap penting bagi ketiga agama tersebut. Ini juga
merupakan suatu bukti bahwa ketiga agama tersebut berasal dari satu asal yang
sama. Di kota Jerusalem tersebut terdapat berbagai sinagog (Yahudi), Gereja
(Kristen), dan juga Mesjid(Islam) yang terkemuka atau terkenal.
Sejarah agama nerujuk kepada catatan tertulis dari pengalaman dan gagasan
agama manusia. Periode sejarah agama dimulai dengan penemuan penulisan pada
sekitar 5.200 tahun lampau (3.200 SM). Agama dari zaman prasejarah melibatkan
kajian keyakinan agama yang ada sebelum kemajuan catatan tertulis. Seseorang
dapat juga mengkaji kronologi agama-agama kompratatif melalui linimasa Agama.
Penulisann memainkan peran besar dalam teks-teks agama yang berstandardisasi
tampa memandang waktu atau tempat, dan memudahkan pengingatan doa dan
perintah Ilahi. Kasus Alkitab melibatkan pengumpulan berbagai penjelasan lisan
yang dditurunkan selama berabad-abad.

Asal usul agama bisa dilihat dari dua perspektif, yakni prespektif teori relevasi
dan prespektif teori evolusi. Para pemeluk agama-agama besar dunia cenderung
memandang agama dari prespektif teori relevasi atau wahyu dan
mendefinisikannya sebagai prinsip, nilai-nilai, dan perintah yang diwahyukan
Tuhan. Sebaliknya sebagian besar sarjana Barat modem penekun studi Agama
Agama menjelaskan asal-usul agama berdasarkan prespektif teori evolusi atau
perkembangan dan berusaha menguraikannya berdasarkan ilmu yang berbeda-
beda: Antropologi, sosiologi, psikologi, atau lainnya. Pemikiran modem
mengasumsikan kemanusiaan sebagai sebuah gerakan menuju sesuatu yang lebih
baik. Gerakan tersebut tidak dapat dicegah atau diballikan. Menurut teori evolusi,
kemanusiaan telah berlangsung melalaui beberapa tingkatan perkembangan
intelektual. Didasarkan pada teori tersebut, para sarjana barat mempelajari dan
membahas agama sebagai sebuah organisme seperti halnya dunia fisika. Memang,
konstribusi paham evolusionisme terhadap kelahiran studi Agama-agama begitu
besar sehingga dikatakan bahwa “ Darwinism makes it possible”.

Para antropolog generasi awal memusatkan perhatian pada masalah asal-usul


agama dan mereka sampai pada kesimpulan yang berbeda-beda. J. G. Frazer (1854-
1941), misalnya, menyatakan bahwa asal-usul agama adalah magi, sementara
menurut E.B Tylor (1832-1917) adalah anisme, dan Wihelm Schmidt (1868-1954)
mengemukakan adanya paham monoteisme asli. Antropolog lainnya berpendapat
bahwa asal-usul agama adalah paham pre-anisme, totemisme, fetisisme, atau
politeisme.’

Para antropolog yang datang lebih kemudian lebih tertarik pada persoalan
peran agama dalam masyarakat dari pada asal-usulnya. Apabila para antropolog
sosial memandang agama sebagai bagian dari masyarakat dan memusatkan
perhatian terutama pada studi tentang suku-suku tertentu, atau analisis mite, ritual
dan simbol, maka para antropolog budaya memandang agama sebagai serangkaian
kepercayaan, ritus dan lembaga-lembaga.

Sama seperti para antropolog yang sampai pada kesimpulan yang berbeda-
beda tentang asal-usul agama, demikian pula hanya para sarjana yang berusaha
mencari esensi agama. Mereka juga memiliki pendapat yang berbeda-beda.
Beberapa pendapat bersifat positif tentang agama dan lainnya negatif. Diantara
pendapat yang positi, Friedrich Schleiermacher (1768-1834) mendefinisikan agama
sebagai “ perasaan ketergantungan mutlak”. Definisinya ini sangat berpengaruh
pada pemikiran modern tentang agama. Dalam pandangannya, agama yang terdiri
atas pengetahuan maupun perbuatan sesungguhnya didasarkan sebuah “kesadaran
diri langsung” bahwa manusia sepenuhnya tergantung oada sesuatu yang tak
terbatas yang berada diluar dirinya.

Sarjana lainnya, Rudolf Otto (1869-1973) mengatakan bahwa agama


merupakan sebuah respon terhadap yang suci dan lebih dari sekedar sebuah
perasaan kegantungan atau sebuah bentuk kesadaran diri. Menurutnya, agama
adalah kedalaman emosi keagamaan, sebuah campuran paradoksikal anatar cinta
dan takut, ketertarikan dan penolakan pada apa yang disebut oleh semua agama
sebagai “yang sepenuhnya lain” . Menurut Paul Tillick (1886-1965), salah seorang
teolog protestan yang hidup pada paroh peertama abad kedua puluh, agama
merupakan sebuah “perhatian mutlak”. Dalam pandangannya, semua orang
memiliki perhatian mutlak dengan demikian sebuah “agama” atau “iman”, tetapi
tidak semua agama sama benar atau sah. Agama yang benar berpusat pada
kebenaran mutlak, setiap yang lrbih rendah merupakan pemberhalaan dan karena
itu tidak tepat sebagai sebuah agama.

Pandangan yang negatif tentang agama dikemukakan antara lain oleh Karl
Marx (1818-1883) juga Frederick Engels (1820-1895), kedumya selalu dikaitkan
dengan permulaan komunisme. Mereka memandang agama sebagai sebuah ilusi
mendaptakan kehidupan yang lebih baik akibat mengalami kegagalandan
ketimpangan sosial dalam hidup. Manusia membuat agama, bukan sebaliknya.
Mereke mendeklarasikan agama sebagai “candu masyarakat”, semacam obat yang
memberikan kebahagiaan palsu bagi masyarakat penghapusan agama merupakan
keharusan untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebenarnya. Bagi Marx,
perbuatan agama merupakan petunjuk bahwa emansipasi belum tercapai. Karena
itu jika belum sepenuhya menikmati kebahagiaan yang sebenarnya, masyarakat
harus dilepaskan dari agama.
Signund Freud (1859-1930), pencipta disiplin psikologi modern, memandang
agama sebagai nerosis, atau penyakit kejiwaan. Agama dipandangnya sebagai
sesuatu yang irasional dan tidak sehat, dan orang akan menjadi lebih baik jika dapat
menerima sebuah pandangan yang “aintifik” atau “ilmiah” ketika menolak agama
dan ajaran-ajarannya yang tidak realistik. Pemikir eksistensialis ateis terkenal, Paul
Sarte (1905-1980), menolak standar moral transenden dalam bentuk apapun.
Dalam pandanganya, fakta bahwa Tuhan tidak ada menurut tanggung jawab
manusia untuk menetapkan moralnya sendiri; mereka yang berpegang teguh pada
pemikiran tentang Tuhan sebenarnya hanya menolak untuk menerima tanggung
jawabnya. Bahkan, andaikan Tuhsn memang benar-benar ada, maka tidak akan
mengubah apapun karena manusia tetap harus melakukan pilihannya sendiri.
Pemikiran tentang Tuhan, katanya, tidak bisa digunakan untuk mengingkari fakta
bahwa manusia “dipaksa bebas”.

3. Berbagai Aliran Agama

Menurut KBBI aliran atau kepercayaan adalah paham yang mengakui adanya
Tuhan yang maha esa, tetapi tidak termaksud atau tidak berdasarkan ajaran salah
satu dari kelima agama yang resmi (Islam, Katolik,Kristen Protestan, hindu dan
budha).
Berikut aliran dari masing-masing agama yang ad di Indonesia :

A. Aliran dalam agama Islam

Meng-eklusifkan diri dan menganggap kafir selain pengikutnya merupakan


salah dua ciri khas aliran agama Islam yang sesat. Berbagai ritualnyapun bertolak
belakang dengan Al-qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Bahkan sang
pemimpinnyapun menyatakan dirinya sebagai nabi ataupun Malaikat. Hingga saat
ini berbagai aliran tersebut masih tetap ada di tengan-tengah masyarakat Indonesia
seperti, Ahmadiyah, LDII, Syiah, Salamullah, Jamaah Tabligh, NII, . Alqiyadah Al
Islamiyah, Mahesa Kurung dan aliran lainnya, demikian disampaikan Kasi Bintal
Lanud Rsn, Mayor Sus Edison saat mengisi acara rapat Staf perwira Lanud Rsn di
ruang Yudhistira, Rabu (2/7). Disampaikan bahwa, Aliran merupakan sekelompok
manusia yang berhimpun dalam suatu ikatan atau organisasi, lembaga, jamaah,
paguyuban atau ikatan lainnya yang dipimpin oleh seseorang.

Saat ini penganut agama Islam terbanyak di Indonesia adalah Muhammadiyah


dan Nahdhatul Ulama. Selain dua aliran agama Islam tersebut, kita juga mendengar
banyaknya bermunculan aliran-aliran agama Islam dengan pokok-pokok ajaran
maupun tatacara peribadatannya yang tidak sesuai dengan tuntunan Al-Qur,an dan
Hadist Rosulullah. Seperti LDII menganggap Orang Islam di luar kelompok mereka
adalah kafir dan najis, termasuk kedua orang tuanya sendiri. Aliran Ahmadiyah
mengaku punya surga sendiri yang letaknya di Qadian dan Rabwah dan sertifikat
kavling surga tersebut dijual kepada jamahnya dengan harga sangat mahal. Aliran
Syiah yang Menghalalkan nikah Mut’ah (kawin kontrak) dan Haram menikah
dengan orang di luar alirannya. Pemimpin aliran Salamullah, Lia Aminuddin yang
mengaku menerima wahyu dari malaikat Jibril bahkan belakangan juga mengaku
sebagai malaikat Jibril itu sendiri serta mengangkat anaknya sebagai Nabi serta
berbagai pokok-pokok ajaran keagamaan lainnya.

Ada beberapa aliran dalam islam yang mempunyai sejarahnya masing


sejak dahulu hingga sekarang seperti :

1. Ahlus Sunnah Wal Jama’ah

Sunni atau Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (Aswaja) adalah seseorang yang mengikuti
Nabi serta para Sahabatnya. “Jadi Aswaja itu, Ahlus Sunnah wal Jamaah, seseorang
yang mengikuti nabi dan mengikuti sahabat nabi, bukan hanya Nabinya saja. Sahabat-
sahabatnya juga kita harus mengikuti ajaran-ajarannya,” ujar Ustadz Rizki Nugroho,
Pengajar Pondok Pesantren Modern Nuruh Hijrah, ketika di hubungi Okezone.
Sumber hukum dari aliran ini adalah Alauran, Al Hadist. Selain itu juga mengakui
Ijma dan Qiyas sebagai sumber hukum. “Bagi Ahli Sunnah wal Jamaah sumber
hukumnya banyak. Ada Alquran yang pertama, yang ke dua Hadist, yang ketiga
Ijtimak, yang keempat baru Qiyas,” sambung Ustadz Rizki.

2. Syiah

Syiah adalah aliran yang mengikuti Khalifah Ali bin Abi Thalib, yang menyatakan
kepemimpinannya baik. Ada banyak pendapat akan awal munculnya aliran ini salah
satunya pendapat ulama Syiah yang mengatakan, Muncul sejak Zaman nabi
Muhammad SAW. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah
ialah, Syiah muncul pada akhir pemerintahan Ustman bin Affan. Mereka berpendapat
bahwa sahabat - sahabat Nabi kecuali Sayidina Ali tidak benar. Syiah sendiri terbagi
menjadi banyak kelompok. Aliran Syiah mempunyai pendapat bahwa Alquran yang
sekarang mengalmi perubahan dan pengurangan. Sedangkan yang asli berada di
tangan Al Imam Al Mastur (Syiah Imamiyah). Aliran Syiah juga tidak mengamalkan
Hadist kecuali dari jalur keluarga Nabi Muhammad (Ahlul Bait). Selain itu Syiah juga
memperbolehkan nikah Mut’ah, yang kita kenal dengan istilah kawin kontrak, yang
mana, pernikahan suami – istri akan waktu yang telah disepakati pada akad.

3. Khawarij
Asal kata Khawarij adalah Kharijiy yang berarti keluar. Pada sejarahnya aliran
khawarij, seperti yang ditulis di atas, merupakan aliran yang tidak setuju dengan
adanya perdamaian antara Sayidina Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah saat perang
siffin. “Yang dimaksud Khawarij itu dia yang keluar dari dari golongan sayidina Ali,
dia yang keluar dari golongan Nabi Muhammad,” sambung Ustadz Rizki Nugroho.
Mereka menganggap Ali serta orang – orang yang menyetuji perjanjian tersebut
mendapatkan dosa besar, maka orang tersebut dapat dikatakan orang yang kafir.
Mereka juga menganggap orang-orang yang seperti itu halal darahnya. Menurut Farid
Zainal Effendi, orang-orang khawarij berpendapat bahwa pelaku dosa besar adalah
kafir. Mereka juga menyebut, orang yang tidak sepaham dengan mereka maka anak,
istri mereka boleh ditawan, dijadikan budak atau dibunuh, menurut khawarij Al
Azariqoh, sedangkan tidak untuk khawarij Al Ibadiyah, mereka bukan mukmin dan
bukan kafir, maka membunuh mereka adalah haram. Tidak hanya itu, mereka
berpendapat bahwa surat Yusuf bukan termasuk dalam Alquran, karena
mengandung cerita cinta.

4. Mutazilah

Menurut buku yang ditulis Harun Nasution, Mutazilah adalah golongan yang
membawa persoalan teologi yang lebih mandalam dan bersifat filosofi. Artinya
dalam membahas persoalan persoalan agama, kaum Mutazilah lebih banyak
menggunakan akal yang lebih bersifat rasional. Mereka juga mendapat julukan
sebagai “kaum rasionalis islam” Awalnya, Wasil bin Atha dan seorang temannya Amr
bin Ubaid diusir oleh Hasan al Basri (guru Wasil dan Amr bin Ubaid) karena terdapat
adanya perselisihan di dalam Majlisnya tentang persoalan orang yang berdosa besar.
Akhirnya Hasan Al Basri mengatakan “Wasil menjauhkan dari kita, (I’tazala’anna).
Dengan demikian dia serta teman-temannya, kata Al Syaharastani, disebut kaum
Mu’tazilah. Aliran dalam islam ini berpendapat bahwa, orang islam yang berdosa
besar bukan kafir juga bukan mukmin, akan tetapi berada di antara keduanya.
Mereka hanya mengakui Isra Rasulullah ke Baitul Maqdis tetapi tidak mengakui
Mi’raj nya ke langit. Selain itu mereka tidak percaya akan Azab kubur, malaikat
pencatat amal, Arsy dan kursi Allah. Selain tidak percaya ada azab kubur, mereka
juga tidak percaya dengan adanya Mizan (timbangan amal), Hisab (perhitungan
amal),dan syafaat nabi di Hari Kiamat.

5. Murjiah
Masih dalam buku Aliran dalam Islam, Murjiah berasal dari Kata Irja yang
artinya menangguhkan. Murjiah muncul pada abad pertama hijriah, yang muncul
karena perbedaan dua pendapat, yaitu syiah dan khawarij. Kaum syiah mengkafirkan
para sahabat, yang menurut mereka menghina ke Khalifahan dari Ali. Sedangakan
kaum Khawarij, mereka mengkafirkan kelompok Ali dan Muawiyah. Maka pada saat
itulah muncul golongan umat islam, yang menjauhkan dari hal kafir mengkafirkan
kedua keompok tersebut. “Sekte Murji'ah muncul sebagai reaksi atas sikap yang
tidak mau terlibat dalam upaya kafir mengafirkan terhadap orang yang melakukan
dosa besar, sebagaimana yang dilakukan kaum khawarij,” ujar Ustad Asroni Al
Paroya, Ketua Forum Komunikasi Dai Muda Indonesia untuk Jakarta Timur.
Pendapat Aliran dalam islam ini terbagi menjadi dua, golongan Moderat, dan
golongan Ekstrim. Golongan moderat berpendapat bahwa, orang berdosa bukan
kafir dan tidak kekal dalam Neraka. Sedangkan golongan Ekstrim berpendapat
bahwa Orang Islam yang percaya pada Allah kemudian menyatakan kekufuran
secara lisan tidak menjadi kafir karena iman itu letaknya di dalam hati, bahkan
meskipun melakukan ritual agama-agama lain. “Perbedaan teologi adalah perbedaan
dalam hal mengkafirkan,” sambung ustadz Asroni.

B. Aliran Dalam agama Kristen protestan

Aliran dalam agama kristen sendiri bisa dilihat dari gerejanya, berikut
beberapa tipe-tipe aliran kristen yang saya tahu:

1. Kristen Tradisional

Kristen disini hampir sama dengan katolik dari cara ibadah , memainkan
musik, cara penyembahan, dll. Biasanya tipe Kristen ini tidak mempercayai karunia
bahasa roh, dan hanya mempercayai orang-orang suci sajalah yang bisa berbahasa
roh. Dan penyembahannya hanya menggunakan alat musik organ. Biasanya
memiliki gedung sendiri. Contoh : GKI ( Gereja Kristen Indonesia)

2. Kristen pra-kharismatik

Kristen disini sudah mulai modern, penyembahan menggunakan gitar dan


drum, tetapi penyembahan masih batas wajar, tidak terlalu heboh seperti gereja
kharismatik. Orang-orang juga mempercayai bahasa roh tetapi jarang untuk
digunakan karena takut dikira sombong.

3. Kristen Kharismatik
Banyak yang tidak menyukai Kristen Kharismatik karena acara ibadah
hebohseperti dugem, konser. Biasanya yang tidak menyukai tipe Kristen
Kharismatik adalah orang yang memiliki kepercayaan Kristen Tradisional. Jemaat
biasanya menyembah dengan melompat-melompat, berbahasa roh, dll. Berbeda
dengan Kristen Tradisional, Kristen Kharismatik mempercayai bahwa setiap orang
bisa berbahasa roh jika mendapat karunia dari Tuhan. Biasanya gereja seperti ini
ada di mall, perkantoran dll. Contoh : Gereja Mawar Sharon (GMS), Jakarta Praise
Community Church.

Garis Besar :

aliran kristen yang benar, adalah:

1. kristen ortodoks
2. kristen katolik
3. kristen protestan

sedangkan aliran kristen yang sesat dari unitarian adalah

• saksi yehovah
• oneness pentacostal
• pengagung yahweh

sedangkan aliran kristen yang sesat, yang menyembah 3 tuhan adalah, mormon

C. Aliran dalam Agama Kriten Katolik

Agama katolik tidak memiliki banyak aliran atau sekte,dalam catatan seorang
ahli tertulis agama katolik yang dimaksud adalah Gereja Katolik Roma (GKR), yang
dipimpin oleh paus yang berkedudukan di vatikan (karena ada aliran-aliran ini
terkadang menggunakan kata “katolik” juga seperti Gereja Katolik Orthodox
(Orthodox), atau gereja katolik Inggris (Anglikan). Gereja katolik memiliki keunikan
tersendiri, karena dengan sendirinya menjadikan katolisim sebagai organisasi
keagamaan tertua di dunia dengan struktur dan administrasi yang sangat baikdan
tertata selama hampir 2 milenial lamanya.
D. Aliran Dalam agama Hindu

Agama Hindu mempercayai banyak dewa Polytheisme. Kepercayaan


terhadap banyak Dewa menimbulkan banyak aliran-aliran agama Hindu. Dari
sekian banyak aliran ada empat aliran utama Agama Hindu yaitu:

1. Waisnawa

Aliran Waisnawa sangat mempercayai dan menghormati keberadaan dewa


Wisnu yang berperan sebagai dewa pemelihara alam semesta. Sistem kepercayaan
aliran Waisnawa terhadap dewa Wisnu berdasarkan kepada konsep Trimurti
(Tritunggal) serta sangat mempercayai sepuluh perwujudannya Awatara.

2. Saiwa

Aliran Saiwa merupakan pemuja Dewa Siwa yang sangat segani oleh
pemeluk agama Hindu. Terkadang sosok Dewa Siwa digambarkan dengan Bhairawa
yang sangat menyeramkan. Untuk menyatukan diri terhadap dewa Siwa aliran Saiwa
melakukan ritual Yoga. Aliran Saiwa berkembang berkembang dibeberapa daerah
yaitu Gujarat, Kashmir, dan Nepal.

3. Sakta

Aliran Sakta percaya kepada Sakti atau Dewi sebagai pasangan Dewa. Sakti
sendiri merupakan sebuah kekuatan yang mendasari sebuah maskulinitas dari Dewa.
Aliran Sakta memiliki ritual penyucian pikiran dan penyucian tubuh. Ritual
pemanggilan kekuatan kosmik dilakukan oleh aliran Sakta dengan melakukan ritual
Yoga, Mantra, dan dengan Gambar-gambar yang sakral. Beberapa perwujudan Sakti
yang dikenal aliran Sakta yaitu Parwati pasangan Siwa dan Laksmi pasangan dewa
Wisnu.

4. Smarta

Aliran Smarta tergolong baru dibanding dengan aliran Waisnawa, Saiwa dan
Sakta. Ajaran Smarta sangat mempercayai banyak Dewa diantaranya Dewa Siwa,
Wisnu, Sakti, Ganesa dan Surya namun aliran Smarta memuja sang Pencipta dalam
enam lambang yaitu Ganesa, Siwa, Sakti, Wisnu, Surya dan Skanda. Dalam ritual
keagamaan usaha mendekatkan diri kepada Sang Pencipta atas kesadaran selain
melakukan praktek meditasi.

Dari semua aliran utama agama Hindu dapat disimpulkan bahwa agama Hindu
mengenal tiga Dewa utama yaitu Brahma, Siwa dan Wisnu. Perwujudan ketiga dewa
ini biasa disebut dengan Ttimurti.

E. Aliran dalam agama Budha

Berikut aliran dalam agama Budha yang dapat saya rangkum :

1. Aliran Hinayana
yaitu mengenai Pribadi Buddha dan ajaran tentang Dharma dan Nirwana.
Aliran Hinayan mempunyai kepercayaan bahwa dunia kita ini telah beberapa kali di
datangi Buddha sebagai pengajara kepada manusia supaya terhindar
daripenderitaan dan dapat mencapai Nirwana. Jarak waktu kedatangan Sang
Buddhaterjadi pada masa yang lama sekali. Untuk periode sekarang ini Sang
Buddha ialah Siddharta Gautama. Di masa yang akan dating aka nada lagi Buddha
yang lain yang sekarang masih bersemanyam di Surga. Calon Buddha itu di sebut
Boddhisatwa.

2. Aliran Mahayana

Ada dua kata kunci di dalam ajaran Mahayana yang selalu ada di setiap tulisan-
tulisan Mahayana dan dua kata kunci itu adalah Boddhisatwa dan Sunyata. Di aliran
Mahanyana mengajarkan bahwa di samping Buddha-buddha dunia pada hakikatnya
hanyalah merupakan bayangan Buddha-buddha surga. Asal segala sesuatu yang ada ini
disebut Adhi Buddha.

F. Aliran Agama Konghucu

Berikut aliran dalam agama konghucu yang dapat saya rangkum:

⚫ Agama Konghucu pada zaman orde baru

Di zaman Orde Baru, pemerintahan Soeharto melarang segala bentuk aktivitas


berbau kebudayaaan dan tradisi Tionghoa di Indonesia. Ini menyebabkan banyak pemeluk
kepercayaan tradisional Tionghoa menjadi tidak berstatus sebagai pemeluk salah satu dari
5 agama yang diakui. Untuk menghindari permasalahan politis (dituduh sebagai ateis dan
komunis), pemeluk kepercayaan tadi kemudian diharuskan untuk memeluk salah satu
agama yang diakui, mayoritas menjadi pemeluk agama Buddha, Islam, Katolik, atau Kristen.
Klenteng yang merupakan tempat ibadah kepercayaan tradisional Tionghoa juga terpaksa
mengubah nama dan menaungkan diri menjadi wihara yang merupakan tempat ibadah
agama Buddha.

⚫ Agama konghucu pada zaman orde reformasi

Seusai Orde Baru, pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa mulai mendapatkan


kembali pengakuan atas identitas mereka sejak masa kepemimpinan presiden KH.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) melalui UU No 1/Pn.Ps/1965 yang menyatakan bahwa
agama-agama yang banyak pemeluknya di Indonesia antara lain Islam, Kristen, Katholik,
Hindu, Buddha dan Khonghucu

4.Perkembangan Agama-Agama
Proses perkembangan kehidupan beragama boleh dikatakan cukup unik
dibandingkan de-ngan perkembangan aspek-aspek dalam diri manusia yang lain. Jika
divisualisasikan dalam bentuk grafik, maka aspek-aspek kehidupan manusia (misalnya
fisik, inteiektual, sosial dsbnya) pada umumnya mengalami peningkatan pada masa
kanak-kanak sampai masa re-maja atau dewasa. Tetapi kemudian sedikit demi sedikit
mengalami penurunan. Tidak demikian dengan perkembangan kehidupan beragama.
Boleh dikatakan bahwa grafik perkembangan kehidupan beragama cenderung
meningkat terus. Hal ini pernah diuji dalam penelitian Hidayat (1983), yang
menemukan adanya perbedaan secara signifikan antara orang yang berusia 50-an, 60-
an dan 70-an tahun. Semakin tinggi usia seseorang ternyata keberagamaannya juga
semakin tinggi. Meskipun belum ada bukti empiris yang membe-dakan keberagamaan
antar fase-fase kehidupan yang lain, tetapi peneiitian di atas telah memberikan
gambaran secara umum adanya korelasi positif antara usia dengan tingkat
perkembangan keberagamaan.

Makna agama dan keyakinan beragama berubah sepanjang jalan perkembangan,


sebagian besar teori agama memiliki landasan teori perkembangan kognitif
Piaget(Bridges & A.Moree, 2002). Fokus dari teori-teori ini adalah pada struktur
pemikiran keagamaan karena berubah dari waktu ke waktu, bukan pada isi keyakinan
agama, yang paling terkenal di antara teori-teori ini adalah teori Elkind, Goldman,
Fowler, dan Oser. Teori-teori ini memiliki kesamaan bahwa pemikiran keagamaan,
dalamhubungannyadengan bidang pemikiran lainnya, bergerak dari sesuatu
yangkonkret dan keyakinan literal di masa kanak-kanak ke pemikiran keagamaan yang
lebih abstrak di masa remaja. Teori-teori perkembangan keagamaan yang dielaborasi
oleh Elkind, Fowler, dan oser adalah sebagai berikut :
1) Studi Elkind tentang perkembangan agama
Pada masa remaja dan dewasa, individu-individu memahami bahwa setiap
agama yang berbeda memiliki keyakinan dasar yang berbeda, termasuk keyakinan
yang berbeda tentang sifat Allah (atau para dewa) dan manusia, dan hubungan antara
keduanya yang diungkapkan melalui ibadah, doa, dan kegiatan kehidupan sehari-hari.
Ketika remaja dan dewasa mereka lebih sadar dalam beragama dan beribadah,
patuhterhadap perintah-perintah di dalam agama mereka dan menganggap
agamapenting dalam kehidupan mereka. Elkind pada tahun (1964; 1970) dalam
artikelnya menemukan bahwa pemahaman seperti itu tentang kepercayaan dan
praktik keagamaan tidak hadir pada anak-anak, tetapi lebih berkembang di
masakanak-kanak. Elkind menyatakan bahwa ada tiga tahap perkembangan agama
dimasa kanak-kanak dan remaja yang sejajar dengan tahap pra-
operasional,operasional konkret, dan operasional formal perkembangan kognitifyang
dijelaskan oleh Piaget.

2) Teori pengembangan Iman Flower


Fowler mengembangkan teori pengembangan iman seperti teori Elkind,
mencakup serangkaian tahapan yang sebagian besar mengikuti teori tahap
perkembangan kognitif Piaget. Teori ini juga sangat dipengaruhi oleh teoripsikososial
Eric Erikson tentang pengembangan identitas ego. Sebagaimana didefinisikan
olehFowler, Iman adalah proses dinamis dari komitmen yang
memusatkankepercayaan dan kesetiaan kita, ketergantungan dan kepercayaan
diripada realitas kehidupan. Fowler menyarankan bahwa iman berkembang
dalamkonteks hubungan antar pribadi, dan kapasitas dan kebutuhan akan
imanadalah sifat bawaan manusia. Iman mencakup iman religius, tetapi iman
jugadapat mencakup kepercayaan dan kesetiaan pada pusat nilai termasuk
keluarga,negara, dan lainnya.

3) Teori Oser

Teori Oser berfokus pada pengembangan penilaian agama. Oser mendefinisikan


penilaian agama sebagai alasan yang menghubungkan realitas sebagai pengalaman
dengan sesuatu di luar realitas yang berfungsi untuk memberikan makna dan arah
tujuan hidup (Bridges & A.Moree, 2002). Oser sangat tertarik pada
perubahanperkembangan dalam penjelasan yang dimiliki anak-anak dan orang
dewasa untukpengalaman, baik pribadi maupun yang diamati, yang tampaknya
bertentangan dengan kepercayaan agama. Oleh karena itu penilaian agama
melibatkan jawaban yang ditemukan oleh individu untuk mereka sendiri yang
mendamaikan iman agama dan kenyataan yang tampaknya bertentangan dengan
iman itu. Oser menggambarkan lima tahap dalam pengembangan penilaian agama,
tiga diantaranya merupakan tahap-tahap penalaran yang dicapai pada masa kanak-
kanak dan remaja, dan yang keempat berkembang dalam minoritas individu di masa
remaja. Tahap 1, pandangan anak-anak tentang Tuhan sangat konkret dan literal.
Tuhan dilihat sebagai terlibat langsung dalam peristiwa sehari-hari di dunia, sebagai
penyebab semua peristiwa dan sebagai menciptakan semua hal. Tuhan harus
dipatuhi karena ketidaktaatan membawa hukuman langsung, seperti kecelakaan atau
sakit. Pada saat yang sama, individu dipandang memiliki pengaruh minimal terhadap
Tuhan. Bentuk penilaian religius ini sejajar dengan tahap paling awal dari penalaran
moral pra-konvensional seperti yang dijelaskan oleh Colby dan Kohlberg (1987), di
mana hukum dan peraturan harus dipatuhi terutama untuk menghindari hukuman .
Pada tahap 2 dan 3, anak-anak dan remaja yang lebih tua memandang Tuhan dengan
cara yang kurang menghukum. Tuhan dapat dipengaruhi oleh perilaku baik seorang
individu, dengan doa, dan kepatuhan pada ritual dan praktik keagamaan. Terlihat
sebagai bukti dalam kehidupan yang sehat dan bahagia, murka Tuhan atas
kegagalannya untuk campur tangan di saat terjadi perselisihan. Pada saat yang sama,
Tuhan juga dipandang lebih kecil kemungkinannya untuk campur tangan
secarakonkret dan langsung dalam urusan manusia.

Pada tahap 4 dan 5, individu yang mempertahankan iman dapat kembali kepada
Tuhan sebagai pencipta akhir yang merupakan sumber kebebasan dan kehidupan,
dan yang keberadaannya membuat hidup bermakna. Teori Oser tidak menyarankan
bahwa semua penilaian agama yang diperlihatkan oleh seorang individu akan selalu
berada pada tahap yang sama, atau bahwa semua individu pada usia yang sama akan
menunjukkan tingkat penilaian agama yang sama.

Pola definisi agama yang tepat untuk anak usia dini adalah personal fungsional,
yaitu anak memenuhi rasa ingin tahunya tentang yang gaib melalui
apayangbermanfaat atau berbahaya bagi dirinya melalui
pengalamanlangsung.Berdasarkan pengalaman langsung itulah anak-anak
akanmengenal dan menghayati perilaku positif yang bersumber dari ajaran
agamayang dianutnya. (Syamsudin, 2016). Makna agama yang dipahami anak-
anaktidak sama dengan makna agama yang dipahami oleh orangdewasa, terlebih
lagiperbedaan rasa beragama diantara keduanya. Rasa beragama berbeda dengan
pengetahuan tentang agama, baik orang dewasa maupun anak-anak. Perbedaannya
adalah, pengetahuan agama adalah informasi tentang agama yang bersumber dari
kitab suci, sedangkan rasa beragama adalah buah dari pengetahuan terhadap agama
tersebut. Menurut Dzakiyah Darajat (Suyadi, 2010:125) anak-anak sudah
mempunyai rasa beragama melalui perkembangan bahasa yang diucapkan orang tua
atau orang dewasa sekelilingnya.

Munculnya agama dalam diri anak berawal dari mengenal Tuhan melalui kata-
kata. Pada awalnya anak bersikap acuh tak acuh terhadap kata Tuhan
tersebut.Namun seiring dengan perkembangan otaknya, kemudian didukung
olehfungsi mata yang mulai mampu menatap ekspresi kepatuhan orang
dewasakepada Tuhan, anak mulai gelisah dan ragu-ragu. Kegelisahan
tersebutdisebabkan karena anak-anak belum mempunyai pengalaman
empirismengenai Tuhan sama sekali, sedangkan ia sendiri menyaksikan
ekspresikepatuhan orang-orang dewasa kepada Tuhan. (Suyadi, 2010:128).

Saat anak-anak menaruh perhatian pada kata Tuhan, sejak itulah ia sedikit demi
sedikit mempunyai pengalaman empiris mengenai agama. Biasanya, pada awal-awal
perhatiannya pada kata Tuhan, pengalaman tersebut bersifat tidak menyenangkan.
Contoh: ketika anak melihat orang dewasa beribadah dengan penuh ketaatan, anak
mempersepsikan bahwa Tuhan adalah menakutkan yang harus ditaati; ketika anak
mendengar bahwa orang yang bersalah atau berdosa akan dihukum di neraka, dan
anak mempersepsikan Tuhan sebagai hakim yang kejam. Begitu seterusnya,
sehingga anak-anak gelisah hatinya. Saat hatinya gelisah anak-anak berusaha untuk
menolak kehadiran Tuhan dalam dirinya. Namun, perasaan tersebut semakin ditolak
justru semakin kuat mempengaruhi dirinya.

Freud mengatakan “Mengingkari kenyataan yang menyakitkan hati adalah satu


fase pertengahan antara menekan dan menerima.” Freud memberi argumen bahwa
mengingkari pengalaman pahit membuahkan ketenangan dalam hati. Artinya,
semakin kuat seseorang menolak sesuatu, semakin kuat ia memikirkannya,
walaupun hanya untuk ditolak. Oleh karena itu, semakin kuat anak-anak menolak
kata Tuhan justru semakin kuat mereka untuk menerimanya. Ketika persepsi anak
sampai pada sifat-sifat positif Tuhan (Maha Pengampun, Maha Pemurah, Maha
Penyayang, dan lain-lain), maka hatinya menjadi tenang. Selanjutnya, ia akan
menerima kehadiran Tuhan dalam dirinya. Sejak itulah Tuhan muncul dari dalam
diri anak. Dengan demikian, munculnya Tuhan dalam diri anak bermula dari aktor
luar (bahasa) yang mempengaruhinya dan kemudian diterima oleh anak melalui
pengalamannya (Suyadi, 2010:129).

Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa hakikat perkembangan agama


dan moral anak usia dini dimulai dari munculnya Tuhan dalam diri anak dan diikuti
dengan sikap dan perilaku anak yang sesuai dengan ajaran agamanya. Anak memiliki
rasa beragama melalui perkembangan bahasa dari orang disekelilingnya. Agama dan
moral erat kaitannya dengan budi pekerti seorang anak, sikap sopan santun dan
kemauan dalam melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Kaitan
dalam penelitian ini adalah rasa beragama anak dimulai dari lingkungan, oleh karena
itu stimulasi lingkungan sangat dibutuhkan anak untuk menumbuhkan rasa
beragama mereka dari usia dini.

Menurut Harms (Akbar, 2019:55) membagi tahapan perkembangan agama


pada anak menjadi tiga, yaitu:
1. Tahap fairytale (tingkat dongeng), Tahap ini dialami anak usia 3-6 tahun. Pada
tahapan ini anak membangun konsep ketuhanan berdasarkan khayalannya,misalnya
mengenl Tuhan sebagai raksasa, hantu, malaikat bersayap, dan sebagainya.

2. Tahap realistis (tingkat kenyataan), Tahap ini dialami anak usia 7-12 tahun. Pada
tahapan ini anak lebih cendrung mengenal agama dengan lebih konkret. Tuhan dan
malaikat bagi anak adalah sosok penampakan yang nyata, bagaikan manusia yang
memberikan pengaruh besar bagi kehidupan di bumi. Konsep ini dapat timbul dari
pengajaran agama, pengalaman dan dari orang dewasa lainnya.

3. Tahap individualistik (tingkat individu), Pada tahap ini, anak sudah


mulaimenentukan pilihan terhadap suatu model agama tertentu. Tahap ini dialami
oleh anak usia 13-18 tahun yang terbagi atas dua golongan. (a) konsep ketuhanan
yang konvensional dan konservatif yang didapat anak dari lingkungan sekitar,
sehingga dipengaruhi oleh sebagian kecil fantasi. (b) konsep ketuhanan yang lebih
murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal (perorangan) yang
didapat dari pemikiran pribadi berdasarkan pengalaman yang didapat anak.

Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan


masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila:
“Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara
kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya. Di tahun 2000, kira-kira 86,1% dari
240.271.522 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 8,7% Protestan, 3%
Katolik, 1,8% Hindu, dan 0,4% kepercayaan lainnya. Dalam UUD 1945 dinyatakan
bahwa “tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan
mempraktikkan kepercayaannya” dan “menjamin semuanya akan kebebasan untuk
menyembah, menurut agama atau kepercayaannya”.Pemerintah, bagaimanapun,
secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu,
Buddha dan Konghucu. Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang
ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu,
kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam hubungan
antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak langsung
telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia.

Sejarah

Berdasar sejarah, kaum pendatang telah menjadi pendorong utama


keanekaragaman agama dan kultur di dalam negeri dengan pendatang dari India,
Tiongkok, Portugal, Arab, dan Belanda. Bagaimanapun, hal ini sudah berubah sejak
beberapa perubahan telah dibuat untuk menyesuaikan kultur di Indonesia.

Hindu dan Buddha telah dibawa ke Indonesia sekitar abad kedua dan abad
keempat Masehi ketika pedagang dari India datang ke Sumatera, Jawa dan Sulawesi,
membawa agama mereka. Hindu mulai berkembang di pulau Jawa pada abad kelima
Masehi dengan kasta Brahmana yang memuja Siva. Pedagang juga mengembangkan
ajaran Buddha pada abad berikut lebih lanjut dan sejumlah ajaran Buddha dan
Hindu telah mempengaruhi kerajaan-kerajaan kaya, seperti Kutai, Sriwijaya,
Majapahit dan Sailendra.Sebuah candi Buddha terbesar di dunia, Borobudur, telah
dibangun oleh Kerajaan Sailendra pada waktu yang sama, begitu pula dengan candi
Hindu, Prambanan juga dibangun. Puncak kejayaan Hindu-Jawa, Kerajaan Majapahit,
terjadi pada abad ke-14 M, yang juga menjadi zaman keemasan dalam sejarah
Indonesia.

Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-14 M. Berasal dari Gujarat, India, Islam
menyebar sampai pantai barat Sumatera dan kemudian berkembang ke timur pulau
Jawa. Pada periode ini terdapat beberapa kerajaan Islam, yaitu kerajaan Demak,
Pajang, Mataram dan Banten. Pada akhir abad ke-15 M, 20 kerajaan Islam telah
dibentuk, mencerminkan dominasi Islam di Indonesia. Kristen Katolik dibawa
masuk ke Indonesia oleh bangsa Portugis, khususnya di pulau Flores dan Timor.
Kristen Protestan pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Belanda pada abad ke-16
M dengan pengaruh ajaran Calvinis dan Lutheran. Wilayah penganut animisme di
wilayah Indonesia bagian Timur, dan bagian lain, merupakan tujuan utama orang-
orang Belanda, termasuk Maluku, Nusa Tenggara, Papua dan Kalimantan. Kemudian,
Kristen menyebar melalui pelabuhan pantai Borneo, kaum misionarispun tiba di
Toraja, Sulawesi. Wilayah Sumatera juga menjadi target para misionaris ketika itu,
khususnya adalah orang-orang Batak, dimana banyak saat ini yang menjadi pemeluk
Protestan.

Perubahan penting terhadap agama-agama juga terjadi sepanjang era Orde Baru.
Antara tahun 1964 dan 1965, ketegangan antara PKI dan pemerintah Indonesia,
bersama dengan beberapa organisasi, mengakibatkan terjadinya konflik dan
pembunuhan terburuk di abad ke-20. Atas dasar peristiwa itu, pemerintahan Orde
Baru mencoba untuk menindak para pendukung PKI, dengan menerapkan suatu
kebijakan yang mengharuskan semua untuk memilih suatu agama, karena
kebanyakan pendukung PKI adalah ateis.Sebagai hasilnya, tiap-tiap warganegara
Indonesia diharuskan untuk membawa kartu identitas pribadi yang menandakan
agama mereka. Kebijakan ini mengakibatkan suatu perpindahan agama secara
massal, dengan sebagian besar berpindah agama ke Kristen Protestan dan Kristen
Katolik. Karena Konghucu bukanlah salah satu dari status pengenal agama, banyak
orang Tionghoa juga berpindah ke Kristen atau Buddha.

Perkembangan Islam di Indonesia

Pada masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat


beraneka ragam suku bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan
sosial budaya. Suku bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di daerah-daerah
pedalaman, jika dilihat dari sudut antropologi budaya, belum banyak mengalami
percampuran jenis-jenis bangsa dan budaya dari luar, seperti dari India, Persia,
Arab, dan Eropa. Struktur sosial, ekonomi, dan budayanya agak statis dibandingkan
dengan suku bangsa yang mendiami daerah pesisir. Mereka yang berdiam di pesisir,
lebih-lebih di kota pelabuhan, menunjukkan ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang
lebih berkembang akibat percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar.

Dalam masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia, terdapat


negara-negara yang bercorak Indonesia-Hindu. Di Sumatra terdapat kerajaan
Sriwijaya dan Melayu; di Jawa, Majapahit; di Sunda, Pajajaran; dan di Kalimantan,
Daha dan Kutai. Agama Islam yang datang ke Indonesia mendapat perhatian khusus
dari kebanyakan rakyat yang telah memeluk agama Hindu. Agama Islam dipandang
lebih baik oleh rakyat yang semula menganut agama Hindu, karena Islam tidak
mengenal kasta, dan Islam tidak mengenal perbedaan golongan dalam masyarakat.
Daya penarik Islam bagi pedagang-pedagang yang hidup di bawah kekuasaan raja-
raja Indonesia-Hindu agaknya ditemukan pada pemikiran orang kecil. Islam
memberikan sesuatu persamaan bagi pribadinya sebagai anggota masyarakat
muslim. Sedangkan menurut alam pikiran agama Hindu, ia hanyalah makhluk yang
lebih rendah derajatnya daripada kasta-kasta lain. Di dalam Islam, ia merasa dirinya
sama atau bahkan lebih tinggi dari pada orang-orang yang bukan muslim, meskipun
dalam struktur masyarakat menempati kedudukan bawahan.
Proses islamisasi di Indonesia terjadi dan dipermudah karena adanya
dukungan dua pihak: orang-orang muslim pendatang yang mengajarkan agama
Islam dan golongan masyarakat Indonesia sendiri yang menerimanya. Dalam masa-
masa kegoncangan politik , ekonomi, dan sosial budaya, Islam sebagai agama
dengan mudah dapat memasuki & mengisi masyarakat yang sedang mencari
pegangan hidup, lebih-lebih cara-cara yg ditempuh oleh orang-orang muslim dalam
menyebarkan agama Islam, yaitu menyesuaikan dengan kondisi sosial budaya yang
telah ada. Dengan demikian, pada tahap permulaan islamisasi dilakukan dengan
saling pengertian akan kebutuhan & disesuaikan dengan kondisi masyarakatnya.
Pembawa dan penyebar agama Islam pada masa-masa permulaan adalah golongan
pedagang, yang sebenarnya menjadikan faktor ekonomi perdagangan sebagai
pendorong utama untuk berkunjung ke Indonesia. Hal itu bersamaan waktunya
dengan masa perkembangan pelayaran dan perdagangan internasional antara
negeri-negeri di bagian barat, tenggara, dan timur Asia. Kedatangan pedagang-
pedagang muslim seperti halnya yang terjadi dengan perdagangan sejak zaman
Samudra Pasai dan Malaka yang merupakan pusat kerajaan Islam yang
berhubungan erat dengan daerah-daerah lain di Indonesia, maka orang-orang
Indonesia dari pusat-pusat Islam itu sendiri yang menjadi pembawa dan penyebar
agama Islam ke seluruh wilayah kepulauan Indonesia.

Tata cara islamisasi melalui media perdagangan dapat dilakukan secara


lisan dengan jalan mengadakan kontak secara langsung dengan penerima, serta
dapat pula terjadi dengan lambat melalui terbentuknya sebuah perkampungan
masyarakat muslim terlebih dahulu. Para pedagang dari berbagai daerah, bahkan
dari luar negeri, berkumpul dan menetap, baik untuk sementara maupun untuk
selama-lamanya, di suatu daerah, sehingga terbentuklah suatu perkampungan
pedagang muslim. Dalam hal ini orang yang bermaksud hendak belajar agama Islam
dapat datang atau memanggil mereka untuk mengajari penduduk pribumi.

Selain itu, penyebaran agama Islam dilakukan dgn cara perkawinan antara
pedagang muslim dgn anak-anak dari orang-orang pribumi, terutama keturunan
bangsawannya. Dengan perkawinan itu, terbentuklah ikatan kekerabatan dgn
keluarga muslim.

Media seni, baik seni bangunan, pahat, ukir, tari, sastra, maupun musik,
serta media lainnya, dijadikan pula sebagai media atau sarana dalam proses
islamisasi. Berdasarkan berbagai peninggalan seni bangunan dan seni ukir pada
masa-masa penyeberan agama Islam, terbukti bahwa proses islamisasi dilakukan
dgn cara damai. Kecuali itu, dilihat dari segi ilmu jiwa dan taktik, penerusan tradisi
seni bangunan dan seni ukir pra-Islam merupakan alat islamisasi yang sangat
bijaksana dan dengan mudah menarik orang-orang nonmuslim untuk dengan
lambat-laun memeluk Islam sebagai pedoman hidupnya.

Dalam perkembangan selanjutnya, golongan penerima dapat menjadi


pembawa atau penyebar Islam untuk orang lain di luar golongan atau daerahnya.
Dalam hal ini, kontinuitas antara penerima dan penyebar terus terpelihara dan
dimungkinkan sebagai sistem pembinaan calon-calon pemberi ajaran tersebut.
Biasanya santri-santri pandai, yang telah lama belajar seluk-beluk agama Islam di
suatu tempat dan kemudian kembali ke daerahnya, akan menjadi pembawa dan
penyebar ajaran Islam yang telah diperolehnya. Mereka kemudian mendirikan
pondok-pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan lembaga yang penting
dalam penyebaran agama Islam.Agama Islam juga membawa perubahan sosial dan
budaya, yakni memperhalus dan memperkembangkan budaya Indonesia.
Penyesuaian antara adat dan syariah di berbagai daerah di Indonesia selalu terjadi,
meskipun kadang-kadang dalam taraf permulaan mengalami proses pertentangan
dalam masyarakat. Meskipun demikian, proses islamisasi di berbagai tempat di
Indonesia dilakukan dengan cara yang dapat diterima oleh rakyat setempat,
sehingga kehidupan keagamaan masyarakat pada umumnya menunjukkan unsur
campuran antara Islam dengan kepercayaan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan
oleh penyebar Islam karena di Indonesia telah sejak lama terdapat agama (Hindu-
Budha) dan kepercayaan animisme.

Perkembangan agama Kristen Protestan

Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC),


pada sekitar abad ke-16. Kebijakan VOC yang mereformasi Katolik dengan sukses
berhasil meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia.Agama ini
berkembang dengan sangat pesat di abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para
misionaris dari Eopa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat
Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda. Pada 1965, ketika terjadi perebutan
kekuasaan, orang-orang tidak beragama dianggap sebagai orang-orang yang tidak
ber-Tuhan, dan karenanya tidak mendapatkan hak-haknya yang penuh sebagai
warganegara. Sebagai hasilnya, gereja Protestan mengalami suatu pertumbuhan
anggota.

Protestan membentuk suatu perkumpulan minoritas penting di beberapa


wilayah. Sebagai contoh, di pulau Sulawesi, 97% penduduknya adalah Protestan,
terutama di Tana Toraja, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara. Sekitar 75%
penduduk di Tana Toraja adalah Protestan. dibeberapa wilayah, keseluruhan desa
atau kampung memiliki sebutan berbeda terhadap aliran Protestan ini, tergantung
pada keberhasilan aktivitas para misionaris.

Di Indonesia, terdapat tiga provinsi yang mayoritas penduduknya adalah


Protestan, yaitu Papua, Sulawesi Utara dan Sumatera Utara (Batak) dengan 90% –
94% dari jumlah penduduk. Di Papua, ajaran Protestan telah dipraktikkan secara
baik oleh penduduk asli. Di Sulawesi Utara, kaum Minahasa, berpindah agama ke
Protestan pada sekitar abad ke-18. Saat ini, kebanyakan dari penduduk asli
Sulawesi Utara menjalankan beberapa aliran Protestan. Selain itu, para transmigran
dari pulau Jawa dan Madura yang beragama Islam juga mulai berdatangan. Sepuluh
persen lebih-kurang; dari jumlah penduduk Indonesia adalah penganut Kristen
Protestan.

Perkembangan Agama Hindu

Seorang perempuan Hindu Bali sedang menempatkan sesajian di tempat suci


keluarganyaKebudayaan dan agama Hindu tiba di Indonesia pada abad pertama
Masehi, bersamaan waktunya dengan kedatangan agama Buddha, yang kemudian
menghasilkan sejumlah kerajaan Hindu-Buddha seperti Kutai, Mataram dan
Majapahit. Candi Prambanan adalah kuil Hindu yang dibangun semasa kerajaan
Majapahit, semasa dinasti Sanjaya. Kerajaan ini hidup hingga abad ke 16 M, ketika
kerajaan Islam mulai berkembang. Periode ini, dikenal sebagai periode Hindu-
Indonesia, bertahan selama 16 abad penuh.

Hindu di Indonesia berbeda dengan Hindu lainnya di dunia. Sebagai contoh,


Hindu di Indonesia, secara formal ditunjuk sebagai agama Hindu Dharma, tidak
pernah menerapkan sistem kasta. Contoh lain adalah, bahwa Epos keagamaan
Hindu Mahabharata (Pertempuran Besar Keturunan Bharata) dan Ramayana
(Perjalanan Rama), menjadi tradisi penting para pengikut Hindu di Indonesia, yang
dinyatakan dalam bentuk wayang dan pertunjukan tari. Aliran Hindu juga telah
terbentuk dengan cara yang berbeda di daerah pulau Jawa, yang jadilah lebih
dipengaruhi oleh versi Islam mereka sendiri, yang dikenal sebagai Islam Abangan
atau Islam Kejawen.

Semua praktisi agama Hindu Dharma berbagi kepercayaan dengan banyak orang
umum, kebanyakan adalah Lima Filosofi: Panca Srada. Ini meliputi kepercayaan
satu Yang Maha Kuasa Tuhan, kepercayaan didalam jiwa dan semangat, serta karma
atau kepercayaan akan hukuman tindakan timbal balik. Dibanding kepercayaan atas
siklus kelahiran kembali dan reinkarnasi, Hindu di Indonesia lebih terkait dengan
banyak sekali yang berasal dari nenek moyang roh. Sebagai tambahan, agama Hindu
disini lebih memusatkan pada seni dan upacara agama dibanding kitab, hukum dan
kepercayaan.

Menurut catatan, jumlah penganut Hindu di Indonesia pada tahun 2006 adalah
6,5 juta orang), sekitar 1,8% dari jumlah penduduk Indonesia, merupakan nomor
empat terbesar. Namun jumlah ini diperdebatkan oleh perwakilan Hindu Indonesia,
Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). PHDI memberi suatu perkiraan bahwa
ada 18 juta orang penganut Hindu di Indonesia. Sekitar 93 % penganut Hindu
berada di Bali. Selain Bali juga terdapat di Sumatera, Jawa, Lombok, dan pulau
Kalimantan yang juga memiliki populasi Hindu cukup besar, yaitu di Kalimantan
Tengah, sekitar 15,8 % (sebagian besarnya adalah Hindu Kaharingan, agama lokal
Kalimantan yang digabungkan ke dalam agama Hindu).
Perkembangan Agama Buddha

Bhikku Buddha melakukan ritual keagamaan mereka di BorobudurBuddha


merupakan agama tertua kedua di Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam
masehi.]Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah Hindu,
sejumlah kerajaan Buddha telah dibangun sekitar periode yang sama. Seperti
kerajaan Sailendra, Sriwijaya dan Mataram. Kedatangan agama Buddha telah
dimulai dengan aktivitas perdagangan yang mulai pada awal abad pertama melalui
Jalur Sutra antara India dan Indonesia. Sejumlah warisan dapat ditemukan di
Indonesia, mencakup candi Borobudur di Magelang dan patung atau prasasti dari
sejarah Kerajaan Buddha yang lebih awal.

Mengikuti kejatuhan Soekarno pada pertengahan tahun 1960-an, dalam Pancasila


ditekankan lagi pengakuan akan satu Tuhan (monoteisme). Sebagai hasilnya, pendiri
Perbuddhi (Persatuan Buddha Indonesia), Bhikku Ashin Jinarakkhita, mengusulkan
bahwa ada satu dewata tertinggi, Sang Hyang Adi Buddha. Hal ini didukung dengan
sejarah di belakang versi Buddha Indonesia di masa lampau menurut teks Jawa kuno
dan bentuk candi Borobudur.

Menurut sensus nasional tahun 1990, lebih dari 1% dari total penduduk
Indonesia beragama Buddha, sekitar 1,8 juta orang. Kebanyakan penganut agama
Buddha berada di Jakarta, walaupun ada juga di lain provinsi seperti Riau, Sumatra
Utara dan Kalimantan Barat. Namun, jumlah ini mungkin terlalu tinggi, mengingat
agama Konghucu dan Taoisme tidak dianggap sebagai agama resmi di Indonesia,
sehingga dalam sensus diri mereka dianggap sebagai penganut agama Buddha.

Perkembangan agama Kristen Katolik

Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama
abad ketujuh di Sumatera Utara. Fakta ini ditegaskan kembali oleh (Alm) Prof. Dr.
Sucipto Wirjosuprapto. Untuk mengerti fakta ini perlulah penelitian dan rentetan
berita dan kesaksian yang tersebar dalam jangka waktu dan tempat yang lebih luas.
Berita tersebut dapat dibaca dalam sejarah kuno karangan seorang ahli sejarah
Shaykh Abu Salih al-Armini yang menulis buku “Daftar berita-berita tentang Gereja-
gereja dan pertapaan dari provinsi Mesir dan tanah-tanah di luarnya”. yang memuat
berita tentang 707 gereja dan 181 pertapaan Serani yang tersebar di Mesir, Nubia,
Abbessinia, Afrika Barat, Spanyol, Arabia, India dan Indonesia.

Dengan terus dilakukan penyelidikan berita dari Abu Salih al-Armini kita dapat
mengambil kesimpulan kota Barus yang dahulu disebut Pancur dan saat ini terletak
di dalam Keuskupan Sibolga di Sumatera Utara adalah tempat kediaman umat Katolik
tertua di Indonesia. Di Barus juga telah berdiri sebuah Gereja dengan nama Gereja
Bunda Perawan Murni Maria (Gereja Katolik Indonesia seri 1, diterbitkan oleh KWI).
Dan selanjutnya abad ke-14 dan ke-15 entah sebagai kelanjutan umat di Barus atau
bukan ternyata ada kesaksian bahwa abad ke-14 dan ke-15 telah ada umat Katolik di
Sumatera Selatan. Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang
kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah.

Banyak orang Portugis yang memiliki tujuan untuk menyebarkan agama Katolik
Roma di Indonesia, dimulai dari kepulauan Maluku pada tahun 1534. Antara tahun
1546 dan 1547, pelopor misionaris Kristen, Fransiskus Xaverius, mengunjungi pulau
itu dan membaptiskan beberapa ribu penduduk setempat.

Pada abad ke-16, Portugis dan Spanyol mulai memperluas pengaruhnya di


Manado & Minahasa, salah satunya adalah menyebarkan agama Kristen Katolik
namun hal tersebut tidak bertahan lama sejak VOC berhasil mengusir Spanyol &
Portugis dari Sulawesi Utara. VOC pun mulai menguasai Sulawesi Utara, untuk
melindungi kedudukannya di Maluku.

Selama masa VOC, banyak praktisi paham Katolik Roma yang jatuh, dalam hal
kaitan kebijakan VOC yang mengkritisi agama itu. Yang paling tampak adalah di
Sulawesi Utara, Flores dan Timor Timur. Pada tahun 2006, 3% dari penduduk
Indonesia adalah Katolik, lebih kecil dibandingkan para penganut Protestan. Mereka
kebanyakan tinggal di Papua dan Flores.

Perkembangan Agama Konghucu

Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan yang dibawa oleh para
pedagang Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang
Tionghoa tiba di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu
lebih menitikberatkan pada kepercayaan dan praktik yang individual, lepas
daripada kode etik melakukannya, bukannya suatu agama masyarakat yang
terorganisir dengan baik, atau jalan hidup atau pergerakan sosial. Di era 1900-an,
pemeluk Konghucu membentuk suatu organisasi, disebut Tiong Hoa Hwee Koan
(THHK) di Batavia (sekarang Jakarta).

Setelah kemerdekaan Indonesia di tahun 1945, umat Konghucu di Indonesia


terikut oleh beberapa huru-hara politis dan telah digunakan untuk beberapa
kepentingan politis. Pada 1965, Soekarno mengeluarkan sebuah keputusan presiden
No. 1/Pn.Ps/1965 1/Pn.Ps/1965, di mana agama resmi di Indonesia menjadi enam,
termasuklah Konghucu. Pada awal tahun 1961, Asosiasi Khung Chiao Hui Indonesia
(PKCHI), suatu organisasi Konghucu, mengumumkan bahwa aliran Konghucu
merupakan suatu agama dan Confucius adalah nabi mereka.

Tahun 1967, Soekarno digantikan oleh Soeharto, menandai era Orde Baru. Di
bawah pemerintahan Soeharto, perundang-undangan anti Tiongkok telah
diberlakukan demi keuntungan dukungan politik dari orang-orang, terutama setelah
kejatuhan PKI yang diklaim telah didukung oleh Tiongkok. Soeharto mengeluarkan
instruksi presiden No. 14/1967, mengenai kultur Tionghoa, peribadatan, perayaan
Tionghoa, serta menghimbau orang Tionghoa untuk mengubah nama asli mereka.
Bagaimanapun, Soeharto mengetahui bagaimana cara mengendalikan Tionghoa
Indonesia, masyarakat yang hanya 3% dari populasi penduduk Indonesia, tetapi
memiliki pengaruh dominan di sektor perekonomian Indonesia. Di tahun yang sama,
Soeharto menyatakan bahwa “Konghucu berhak mendapatkan suatu tempat pantas
di dalam negeri” di depan konferensi PKCHI.

Pada tahun 1969, UU No. 5/1969 dikeluarkan, menggantikan keputusan presiden


tahun 1967 mengenai enam agama resmi. Namun, hal ini berbeda dalam praktiknya.
Pada 1978, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan keputusan bahwa hanya ada lima
agama resmi, tidak termasuk Konghucu. Pada tanggal 27 Januari 1979, dalam suatu
pertemuan kabinet, dengan kuat memutuskan bahwa Konghucu bukanlah suatu
agama. Keputusan Menteri Dalam Negeri telah dikeluarkan pada tahun 1990 yang
menegaskan bahwa hanya ada lima agama resmi di Indonesia.

Karenanya, status Konghucu di Indonesia pada era Orde Baru tidak pernah jelas.
De jure berlawanan hukum, di lain pihak hukum yang lebih tinggi mengizinkan
Konghucu, tetapi hukum yang lebih rendah tidak mengakuinya. De facto, Konghucu
tidak diakui oleh pemerintah dan pengikutnya wajib menjadi agama lain (biasanya
Kristen atau Buddha) untuk menjaga kewarganegaraan mereka. Praktik ini telah
diterapkan di banyak sektor, termasuk dalam kartu tanda penduduk, pendaftaran
perkawinan, dan bahkan dalam pendidikan kewarga negaraan di Indonesia yang
hanya mengenalkan lima agama resmi.

Setelah reformasi Indonesia tahun 1998, ketika kejatuhan Soeharto,


Abdurrahman Wahid dipilih menjadi presiden yang keempat. Wahid mencabut
instruksi presiden No. 14/1967 dan keputusan Menteri Dalam Negeri tahun 1978.
Agama Konghucu kini secara resmi dianggap sebagai agama di Indonesia. Kultur
Tionghoa dan semua yang terkait dengan aktivitas Tionghoa kini diizinkan untuk
dipraktekkan. Warga Tionghoa Indonesia dan pemeluk Konghucu kini dibebaskan
untuk melaksanakan ajaran dan tradisi mereka.

B. AGAMA DAN MULTIKULTURE DALAM PRESPEKTIF IMAN KRISTEN

Konsep multikulturalisme secara sederhana berasal dari dua kata yaitu multi
dan culture, multi diartikan dengan banyak sedangkan kultur dapat diartikan
sebagai budaya. Multikulturalisme adalah suatu istilah yang menjelaskan tentang
bagaimana pandangan seseorang terhadap ragam budaya orang lain, atau kebijakan
kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realita nilai-nilai yang
menyangkut masyarakat dan kehidupan dengan beragam budaya yang ada, sistem
budaya, kebiasaan dan politik yang mereka anut (Azzuhri,2012). Menurut Lawrence
Blum, multikulturalisme menyangkut paham, menghargai dan memberikan nilai
terhadap budaya seseorang sebagai sebuah rasa hormat dan keingintahuan terhadap
budaya dan etnis lainnya. Namun Dwicipta mengingatkan bahwa multikulturalisme
jangan dipahami sebagai suatu doktrin politik dengan suatu kandungan program,
maupun dalam suatu aliran filsafatdengan keketatan tentang ruang hidup manusia di
dunia, melainkan suatu perspektif atau cara pandang tentang kehidupan manusia.

Salah satu cara pandang yang berkembang dalam multikulturalisme adalah


bahwa terdapat aturan moral tertentu yang mengikat manusia di berbagai tempat
dan di setiap waktu. Aturan universal semacam itu melampaui norma budaya
tertentu dan diterima sebagai moralitas universal yang lebih dikenal dengan konsep
Hak Asasi Manusia. Kaum universalis mendasarkan diri pada argumen hak-hak
standar dan kebebesan kewarganegaraan yang didukung oleh gagasan tentang hak
asasi manusia. Mereka menekankan kesejahteraan individu manusia dan budaya
dipandang berharga sejauh berkontribusi terhadap hal tersebut.

Dengan demikian multikulturalisme merupakan sikap yang terbuka pada


perbedaan, namun harus dikelola dengan baik. Perbedaan yang tidak dihiraukan dan
tidak dikelola dengan baik maka bisa menimbulkan konflik. Sebaliknya jika dikelola
dengan baik, maka perbedaan justru bisa memperkaya dan bisa sangat produktif,
dampak yang ditimbulkan akan dapat dirasakan secara bersama yaitu sikap saling
menghormati dan saling toleransi. Salah satu sarat agar sikap multikultural efektif
adalah apabila mau menerima kekayaan hakiki bahwa manusia bukanlah makhluk
sempurna melainkan adalah makhluk yang selalu menjadi. Untuk menempuh dan
mendapatkan menjadi manusia membutuhkan sesamanya dalam artian lain
seorangindividu sangat membutuhkan individu lain untuk menjadi.

1. Multikulturalisme dalam Perspektif Kristen

Di dalam kekristenan dunia dikonsepkan sebagai ciptaan yang sangat


sempurna dalam kuasa Tuhan melalui penciptaan manusia yang sama denganNya,
atau yang sering disebut sebagai citra Tuhan. Tapi ketika manusia sudah jatuh ke
dalam pelukan dosa maka kemiripan dengan tuhan mengalami kerusakan secara
total dan berefek kepada manusia sebagai ciptaannya. Puncak dari karya Tuhan
adalah mengutus Yesus untuk menebus dosa umat manusia melalui kematian dan
kebangkitannya (Lola, 2019). Rom. 3:23 menegaskan bahwa manusia harus
diselamatkan karena telah jatuh dalam dosa, tanpa terkecuali. Untuk menghapus
dosa-dosa itu maka manusia harus dihukum mati. Oleh karena itu misi Tuhan untuk
menyelamatkan manusia dari dosa-dosanya dengan satu cara yaitu dengan
mengorbankan Yesus Kristus di tiang salib.

Sekalipun ciptaannya manusia telah berbuat dosa di atas bumi sebagai, Tuhan
tetap penuh kasih dan sayang mengampuni dosa manusia dengan mengutus Yesus
sebagai juru selamat untuk menghapuskannya. Dilihat dari konteks ini, Tuhan saja
sebagai pencipta masih menyayangi umatnya yang telah berbuat salah dan dosa,
apalagi kita sesama manusia yang memiliki ragam agama dan budaya tidak
sepantasnya secara langsung menghakimi budaya seseorang jelek dan mengklaim
kebenaran mutlak bahwa agamanya yang paling benar. Hal ini disebabkan
karenadalam setiap sisi agama lain juga memiliki kebenaran, karena semua agama
mengajarkan tentang bagaimanaberperilakubaikdansalingmenghargaisebagaibagian
dari nilai kebenaran.

Dalam agama Kristen pertumbuhan rohani manusia tidak hanya


ditekankanpadaaspek vertikal, tapi juga horizontal. Aspek vertikal ditekankan untuk
memperbaharui hubungan manusia kepada Allah yang dikukuhkan dengan firman
dan berdoa kepada Allah sedangkan aspek horizontal ditujukan untuk memperbaiki
hubungan dengan sesama manusia di dunia ini.

Dalam agama Kristen pertumbuhan rohani manusia tidak hanya ditekankan pada
aspek vertikal, tapi juga horizontal. Aspek vertikal ditekankan untuk
memperbaharuihubungan manusia kepada Allah yang dikukuhkan dengan firman
dan berdoa kepada Allah sedangkan aspek horizontal ditujukan untuk memperbaiki
hubungan dengan sesama manusia di dunia ini dunia dengan memberikan
anjuranmenjalankan semua kewajiban dan perintah kaisar berupa kewajiban yang
sudah ditetapkan pada setiap warga negara, begitu pula dengan tanggung jawab
manusia terhadap Allah yang wajib ditunaikan.

Dalam hal praktek multikultural, Yesus sendiri sering sekali bertemu dengan
orang-orang beragama lain bukan hanya sekedar orang biasa saja. Yesus berjumpa
dengan pemimpin agama lain untuk menasehati, memberikan pengajaran,
pengetahuan kepada mereka. Pemimpin-pemimpin umat Yahudi pernah
mengklaimnya sebagai penghancur agama Yahudi dan akan menggantinya dengan
agama atau ajaran baru, pada kenyataannya klaim tersebut salah. Yesus sangat
menghargai agama Yahudi bahkan ketika Yesus menyampaikan ajarannya selalu
mengutip ajaran agama Yahudi sebagai referensinya dan Yesus berkata “jangan
kamu menyangka, bahwa aku datang untuk meniadakan hukum Taurat, melaikan
aku datang untuk menggenapinya.

Bentuk multikultural yang sudah pernah dipraktekan oleh Yesus menandakan


bahwa dari sisi Kristen sejak dahulu multikultural sangat berperan demi terjaganya
toleransi antarumat beragama dan saling menghargai terhadap semua budaya yang
ada. Demikian pula dalam perspektif Kristen juga dianjurkan untuk berbuat baik
antara sesama manusia sebagai mana yang telah dijelaskan di atas bahwa ada dua
aspek yaitu vertikal danhorizontal maksudnya hubungan baik dengan Allah dan
berbuat baik dengan sesama manusia hal ini juga ada di dalam Islam yang dikenal
dengan hablum minallah wahablum minannas yaitu hubungan baik dengan Allah
dan hubungan baik dengan manusia.

Di bagian lain, dalam Kisah Para Rasul 10: 34-35 dikisahkan bahwa Petrus
pernah berkata, ”Sesungguhnya aku telah mengerti bahwa Allah tidak membedakan
orang. Setiap individu dari bangsa manapun yang takut akan diam dan yang
mengamalkan kebenaran akan berkenan kepadanya.” Rasul Paulus pun
mengakuikesalehan bangsa-bangsa lain namun dipetakannya dari sudut pandang
pencarian Allah dan menemukan kebenarannya sebagai pencipta langit dan bumi .

Namun sikap positif dan dinamis terhadap multikulturalisme ini berubah ketika
gereja perdana muncul. Sikap gereja perdana yang membentengi diri bahwa
mengakui kebenaran hanyalah milik gereja mengakibatkan diskriminasi terhadap
orang-orang di luar gereja, mereka mengklaim semua kebenaran itu hanya berada
di dalam agama Kristen. Perbincangan perihal ini menjadi isu hangat bagi kalangan
pelopor gereja atau disebut juga dengan istilah bapak-bapak greja sebelum
Augustinus memberikan pernyataan bahwa tidak ada keselamatan yang ditemukan
diluar greja. Akhirnya, sikap pembentengan diri oleh gereja perdana terbuka setelah
melihat pernyataan Yesus yang demikian hal ini kemudian diutarakan oleh Paulus
dalam kitab para rasul menulis bahwa Allah tidak membedakan tiap orang dari
bangsa manapun yang takut kepadanya dan mengamalkan semua kebenarannya.

Dalam konteks penginjilan berkembang pula model penginjilan dengan semangat


multikultural yang menekankan pada dua hal. Pertama, model solidaritas yaitu
model ikatan jemaat yang terdiri dari beragam etnis dan ras, namun masing-masing
melakukan kebaktian secara terpisah dan lebih memberi perhatian pada kebutuhan
spesifik etnis atau kelompok ras tersebut. Kedua, berbeda dari model
pertama,yangkedua ini menekankan kebersamaan jemaat dari ras dan etnik yang
berbeda; beribadah, melayani dan hidup bersama.

Dua kerangka di atas telah mendorong para jemaat untuk membawa individu
atau kelompok yang selama ini teralienasi karena perbedaan ke dalam kehidupan
bersama. Sekalipun tidak mudah untuk diwujudkan di tengah xenophobia
danetnosentrisme namun upaya membentuk kehidupan bersama dipandang
sebagai awal yang signifikan menuju rekonsiliasi dan keutuhan hidup. Selain itu,
mendorong untuk mengakui dan mengenali keanekaragaman untuk membalikan
upaya homogenisasi panjang yang berlangsung sejak masa kolonial sampai Orde
Baru. Upaya tersebut dilakukan dengan cara meneguhkan kembalikebahasan
budaya tiap-tiap kelompok dan keunikan kulturalnya dari yang lain.
.

Anda mungkin juga menyukai