Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PLURALISME DALAM
KOMUNIKASI ANTAR AGAMA DAN BUDAYA

Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Komunikasi Antar Agama dan
BudayaDosen Pengampu: Dr. Adhi Kusuma, S.I.Kom, M.Si

Disusun Oleh Kelompok 2:

Muhammad Ilham Umami 201510081


Konitatu Rahmah 201510083
Siti Nursyhaidah Syabani 201510088
Annisa Safitri 201510095
Marsya Aulina 201510097
Siti Nida Sari 201510099
Misbah Huddin 201510103
Rohyati 201510106

KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTAN MAULANA HASANUDIN BANTEN
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin segala puji bagi Allah SWT. tuhan semesta


alam yang telah memberikan kelancaran dalam pembuatan makalah yang telah
kami garap dengan tema “Pluralisme Dalam Komunikasi Antar Agama dan
Budaya” dengan lancar.

Tidak lupa juga kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Adhi
Kusuma, S.I.Kom, M.Si, selaku dosen pengampu mata kuliah Budaya Banten
yang telah memberikan kami tugas makalah ini, sehingga kami dapat menambah
ilmu pengetahuan baru. Tentunya makalah yang kami garap ini akan menjadikan
wawasan baru kepada penulis maupun pembaca. Juga kepada semua yang telah
memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini, tentunya makalah ini
tidakakan maksimal jika tanpa dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun tentunya kami menyadari banyaknya kekurangan baik


dalam penyusunan, tata bahasa, tata letak, maupun materi penyampaian makah
ini. Untuk itu kami dengan kerendahan hati, mengharapkan kritik dan saran dari
paembaca guna memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik.

Serang, 16 Mei 2023

Penyusun, Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i


DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB I ..................................................................................................................1
A. Latar Belakang ...................................................................................1
B. Identifikasi Masalah ...........................................................................7
C. Rumusan Masalah ..............................................................................7
D. Tujuan Penulisan ................................................................................7
E. Sistematika Penulisan .........................................................................7
F. Manfaat Penulisan ..............................................................................8
BAB II .................................................................................................................9
A. Pluralisme di Indonesia ......................................................................9
B. Upaya Untuk Mempertahankan Pluralisme .....................................13
C. Toleransi dan Bentuk Toleransi .......................................................14
D. Hubungan Toleransi Sebagai Modal dalam Mendukung Pluralisme
18
BAB III .............................................................................................................21
A. Kesimpulan.......................................................................................21
B. Saran .................................................................................................21
Daftar Pustaka ................................................................................................. iii
Lampiran Studi Kasus: .....................................................................................v

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah bangsa dengan komposisi etnis yang sangat
beragam. Begitu pula dengan ras, agama, aliran kepercayaan, bahasa, adat
istiadat, orientasi kultur kedaerahan, serta pandangan hidupnya. Dengan kata
lain, bangsa Indonesia memiliki potensi, watak, karakter, hobi, tingkat
pendidikan, warna kulit, status ekonomi, kelas sosial, pangkat dan
kedudukan, varian keberagamaan, cita-cita, perspektif, orientasi hidup,
loyalitas organisasi, kecenderungan dan afiliasi ideologis yang berbeda-beda.
Setiap kategori sosial memiliki budaya internal sendiri yang unik, sehingga
berbeda dengan kecenderungan budaya internal kategori sosial yang lain.
Dari segi kultural maupun struktural, fenomena tersebut mencerminkan
adanya tingkat keragaman yang tinggi. Tingginya pluralisme bangsa
Indonesia, membuat potensi konflik dan perpecahan serta kesalahpahaman
juga memiliki eskalasi yang cenderung tinggi. Kemajemukan bangsa
Indonesia, juga disebabkan hampir semua agama-agama besar, yakni Islam,
Kristen Protestan, Katholik, Hindu, Budha dan Konghucu hidup di negeri ini.
Di sisi lain, masyarakat Indonesia juga terdiri dari beragam suku, etnis,
budaya dan bahasa. Bentuk negara kepulauan, juga menyebabkan
penghayatan dan pengamalan keagamaan bangsa ini unik dibandingkan
dengan bangsa-bangsa lain.1
Istilah 'pluralisme' mengandung arti yang kontraversial sehingga sering
menimbulkan perdebatan. Seseorang dapat menerima dan sekaligus menolak
pluralisme tergantung pada definisi mana yang digunakan. Majelis Ulama
Indonesia pun telah mengeluarkan fatwa yang menolak paham ini, karena
dianggap memberikan andil pada 'perelativitasan atas kemutlakan agama.
Pengakuan bahwa semua agama adalah benar, menjadikan agama kehilangan

1
Umi sumbulah. Pluralisme agama “Makna dan Lokalitas Pola Kerukunan Antarumat Beragama,
Malang: 2013.

1
kemutlakannya, karena dalam kenyataannya terdapat agama yang beragam
yang secara teologis pandangannya tidak dapat dipertemukan bahkan saling
bertolak belakang. Secara historis dapat dijelaskan bahwa setiap agama
mempunyai kodrat yang ekslusif, karena ia lahir dari komunitas kepercayaan
dan hal itu sering dianggap sesat sehingga perlu diluruskan.
Namun dalam perjalanan waktu satu agama akan berhadapan dengan
agama yang lain (the religious other). Agama yang lain tersebut oleh
pengikutnya juga dianggap mampu menjadi sistem nilai yang mengatur
kehidupan kemanusiaan dan mentransformasikan dirinya menuju yang Illahi.
Kenyataan demikian akan menghasilkan. tiga sikap religius, yaitu pertama,
tetap pada ekslusivisme, sehingga menghasilkan truth claim, setiap agama
menganggap bahwa hanya agamanya lah yang merupakan jalan keselamatan,
kedua, inklusifisme, yaitu mengakui keberadaan dan kebenaran agama lain,
namun tetap meyakini hanya agamanya lah satu-satunya jalan keselamatan,
dan ketiga, pluralisme, mengakui bahwa keselamatan dapat diperoleh melalui
jalan yang ditempuh oleh setiap agama.
Ilustrasi tiga sikap religius ini dapat dilihat dalam perjalanan teologis
Paul Knitter yang ditulis dalam bukunya berjudul One Earth Many Religions:
Multifaith Dialogue & Global Responsibility. Pertama, pada tahun 1958,
sesudah empat tahun belajar di seminari dan dua tahun novisiat dan resmi
menjadi anggota "Divine Word Missionaries (SVD). Ia mengatakan lima kali
sehari dalam doa kami memohon kepada Tuhan, "Kiranya kegelapan dosa
dan kekafiran lenyap di hadapan terang anugerah Firman dan Roh". Kami
memiliki Firman dan Roh, mereka memiliki dosa dan kekafiran. "Saya
bukannya ingin bergaul dengan mereka yang berlainan agama, tetapi saya
ingin mengajak mereka bertaubat". Inilah fase awal dia dalam memahami
agama yang dikenal sebagai ekslusivisme.
Kedua, pada tahun 1962, ketika dia di Roma untuk studi di Pontifical
Gregorian University, dua minggu sebelum Konsili Vatikan II yang dimulai
tanggal 11 Oktober 1962. Gereja melalui Paus Yohanes XXIII mengatakan
bahwa gereja Katolik telah membuka diri dan mengakui kebenaran budaya
dan agama lain. Dalam satu kuliah di Universitas Gregorian, seorang teolog

2
yang telah membantu membuka jendela gereja Katolik terhadap agama lain,
Karl Rahner, mengatakan bahwa orang Kristen bukan hanya bisa tetapi harus
menganggap agama lainnya sebagai "sah" dan merupakan "jalan
keselamatan". Ia menyebut istilah "Kristen anonim", yaitu orang yang bukan
Kristen yang "diselamatkan" oleh anugerah dan kehadiran Kristus secara
terselubung dalam agama mereka. Inilah fase inklusifisme.
Ketiga, ketika studi di Jerman ia bertemu dengan mahasiswa Muslim
dari Pakistan, Rahim. Setelah sering berdiskusi tentang agama, dia meyakini
bahwa Rahim telah diselamatkan, dan bukan karena dia seorang Kristen
anonim, tetapi diselamatkan karena Keislamannya. Setelah kembali ke
Chicago dan mulai mengajar di Catholic Theological Union pada tahun 1972,
kemudian bertemu dengan berbagai pemikir seperti John Dunne, Raimundo
Panikkar, Thomas Merton dan Hans Küng, dia mengajukan pandangan
teologis bahwa kesaksian Kristen seperti dalam Kitab Suci dan tradisi tidak
ditinggalkan, tetapi memahaminya lebih mendalam dan kemudian
memeliharanya, serta mengganti (tidak meninggalkan) pendekatan
kristosentris dengan pendekatan teosentris terhadap agama lain. Misteri Ilahi
yang kita kenal di dalam Yesus lebih besar daripada realitas dan pengajaran
Yesus. Jadi kita terbuka terhadap kemungkinan bahwa agama lain juga
memiliki pandangan dan respons mereka sendiri yang absah terhadap Misteri
itu, sehingga mereka tidak harus dimasukkan ke dalam Kekristenan. Inilah
fase yang telah memuaskan batinnya dalam rangka memahami agama lain,
yaitu pluralisme.
Keanekaragaman di Indonesia merupakan kekayaan historis yang
menjadi citra diri bangsa Indonesia, hal tersebut terintegrasikan dalam
semboyan bangsa Indonesia yakni Bhineka Tunggal Ika, yang memiliki arti
berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Semboyan tersebut menjadi cita-cita luhur
yang harus dimiliki dan dijaga oleh seluruh bangsa Indonesia. Dengan
demikian, kemajemukan adalah fenomena nyata di Indonesia. Keragaman
terdapat diberbagai kehidupan, termasuk dalam kehidupan beragama.
keberagaman bukan hanya terjadi dalam lingkup kelompok sosial yang besar
seperti masyarakat suatu negara, tetapi juga dalam lingkup kecil seperti

3
rumah tangga. Bisajadi, individu-individu dalam suatu rumah tangga Cirebon
menganut agama berbeda. Saat ini semakin sulit mencari suatu negara yang
seluruh masyarakatnya menganut agama yang seragam (uniform),contohnya
agama- agama yang dianut masyarakat Indonesia cukup banyak, baik agama
besar, seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Budha maupun agama-
agama lokal yang hanya dianut ratusan orang, seperti Kaharingan, Waktu
Telu. Sunda Wiwitan, dan Tolotang. Bahkan, kalaupun ada suatu masyarakat
yang hanya menganut satu agama, prularitas bisa terjadi pada level penafsiran
atas ajaran agama itu. Prularitas pada wilayah tafsir ini pada gilirannya akan
melahirkan pluralitas pada level aktualisasi dan kelembagaannya. Menjadi
negara plural tentunya memiliki banyak tantangan dan rintangan yang harus
dihadapi bangsa Indonesia. Oleh karena itu adanya pluralitas membutuhkan
sikap yang bijaksana dan kedewasaan berpikir dari berbagai lapisan
masyarakat dari berbagai lapisan masyarakat. Kita sebagai bangsa sudah
terlanjur majemuk dan konsekuensinya adalah adanya penghormatan atas
pluralitas masyarakat tersebut.
Aburahman Wahid adalah salah satu toko yang peduli akan tegaknya
pluralisme masyarakat yang bukan hanya terletak pada suatu pola hidup
berdampingan secara damai, karena hal ini masih sangat rentan terhadap
munculnya kesalah pahaman anatar kelompok masyarakat yang pada saaat
tertentu bisa menimbulkan disintegrasi. Lebihdari itu, penghargaan terhadap
pluralisme berarti adanya kesadaran untuk saling mengenal dan berdialog
secara tulus sehingga kelompok yang satu dengan yang lain memberi dan
menerima (take and give).
Abdurahman Wahid mencba tidak hanya menggunakan hasil pemikiran
islam tradisional namun lebih dapa penggunaan metodologi teori hukum
(ushul al-fiqh) dan kaidah hukum (qawaid fiqhiyah) serta pemikiran
kesarjanaan barat dalam kerangka pembuatan suatu sintesis untuk melahirkan
gagasan baru sebagai upaya menjawab perubahan-perubahan aktual. seperti
ditegaskan Nurcholish Madjid suatu generasi tidak bisa secara total memulai
upaya pembaharuan dari nol, melainkan mesti bersedia, bertaqlid, yang
berarti melakukan dan memanfaatkan proses akumulasi pemikiran-pemikiran

4
masa lalu. Namun, warisan-warisa masa lalutidak sekedar dihargai sekaligus
juga dihadapi secara kritis agar lahir pemikiran-pemikiran kreatif. Tanpa
adanya penghargaaan terhadap warisan keilmuan kelasik, maka proses
pemikiran kultural akan terjadi. Konsep pluralisme yang diusung K.H.
Abdurrahman Wahid tidak hanya pada tataran pemikiran saja, melainkan
menjadi sebuah tindakan politik. Ketika menjabat presiden RI ke-4,
Abdurrahman Wahid memulihkan hak politik etnis Tionghoa. Abdurrahman
Wahid memperlakukan kelompok-kelompok monoritas sebagai warga negara
yang mempunyai hak yang sama dimata hukum. Abdurrahman Wahid
menegaskan bahwa kelompok minoritas mempunyai hak yang sama untuk
menunjukan identitasnya. Gagasan pluralisme Abdurrahman Wahid dimulai
dari kesadaran tentang pentingnya perbeaan dan keragaman. Perbedaan harus
dipahami sebagai fitrah yang harus dirayakan dan dirangkai menjadi kekuatan
untuk membangun keselarasan.
Pluralitas hakikatnya adalah sunnatullah (boleh dan dianjurkan untuk
dikerjakan sehingga mendapat nilai lebih) yang memang Tuhan menciptakan
manusia didalam kategori bersuku-suku, beretnis, atau berbangsa yang
berbeda-beda. Rasa persatuan dan kerukunan beragama. Melihat
keberagaman masyarakat Indonesia dengan berbagai suku, bangsa, agama,
budanya, ras, memicu terjadinya konflik terutama dalam aspek keagamaan,
agama merupakan hal yang sensitif karena berbicara tentang keyakinan setiap
individu. Dewasa ini banyak sekali permasalahan yang berkaitan dengan isu
keagamaan, seperti pembakaran tempat ibadah, terorisme, dan pelecehan
tokoh agama hangat diberitakan media masa. Prilaku-prilaku tersebut
merupakan sikap intoleransi beragama, sehingga pluralisme hadir sebagai
solusi dalam menjawab permasalahan intoleransi beragama.2
Pluralisme yang dipahami bermakna toleransi, yakni sebuah sikap harus
menghormati agama dan keyakinan orang lain. Ketika komunitas non muslim
melaksanakan ritualnya, maka sebagai orang muslim harus menghargai,
karena sikap seperti ini merupakan salah satu dasar bagi prasyarat hidup

2 Ahmad Fadlil, skripsi: Pluralisme dalam pemikiran K.H Abdurrahman Wahid relevansinya
dengan sikap toleransi beragama masyarakat Indonesia, Cirebon: IAIN Syekh Nurjati Cirebon,
2021, Hal. 1&

5
berdampingan secara damai dan rukun. Hal ini merupakan salah satu cara
untuk meminimalisir potensi konflik antaragama yang mungkin terjadi,
sebagaimana potensi konstruktif agama yang juga dapat berkembang jika
setiap umat beragama menjunjung tinggi nilai toleransi. Hal ini karena
toleransi pada dasarnya adalah upaya menahan diri agar potensi konflik dapat
ditekan. Sebaliknya potensi destruktif agama mengemuka jika masing-masing
komunitas umat beragama tidak menjunjung nilai toleransi dan kerukunan,
dengan menganggap agamanya paling benar, superior dan memandang
inferior agama lain.
Agama juga mengajarkan toleransi beragama, yang berarti tidak ada
paksaan dalam beragama, sehingga setiap penganut suatu agama harus
menghormati keyakinan dan kepercayaan penganut agama lain. Dalam
teologi masing-masing agama yang berbeda-beda itu, ada kemungkinan
saling bertentangan sehingga memerlukan penghormatan dan penghargaan.
Penganut agama yang satu harus menghormati dan tidak boleh mencampuri
urusan mengenai keyakinan teologis penganut agama yang lain, demikian
pula sebaliknya. Dengan demikian dalam konteks kehidupan beragama, ada
domain keyakinan yang harus dibatasi dan dijaga serta saling dihormati, dan
ada pula ranah hubungan sosial-kemasyarakatan, ekonomi dan politik yang
justru harus dijalin dan bekerjasama. Pada wilayah yang disebut terakhir ini,
pada gilirannya dapat melahirkan bentukbentuk kerjasama antar penganut
agama yang berbeda-beda, yang dalam perjalanan sejarahnya melahirkan
harmoni kehidupan bersama dalam wujud budaya, atau yang lebih aplikatif
berbentuk kearifan lokal. Hal itu tampak senada dengan teori John Hicks
3
sebagaimana dikutip Legenhausen, bahwa diantara pluralisme agama yang
menyeru kepada semua pihak, khususnya umat Kristiani untuk menjalin
hubungan yang harmonis dengan agama lain, dapat menjauhkan diri dari
arogansi dan menyebarkan toleransi.
Kendati pluralisme menuai pro-kontra di sejumlah pihak dan golongan,
terutama di kalangan agamawan, kaum pluralis sendiri tampaknya juga tidak
ambil pusing dengan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang
3
Muhammad Legenhausen, Islam and Religious Pluralism, terjemah Arif Mulyadi dan Ana Farida,
(Jakarta: Lentera Basritama, 2002), hlm. 8

6
mengharamkan pluralisme. Fatwa itu sepertinya juga tidak ada pengaruhnya
bagi para eksponen dan para pendukung pluralisme ini. Memang pluralisme
terkesan sedikit lebih ekstrem dari pada inklusivisme, tetapi hakikat inti dan
tujuan dari keduanya sebenarnya adalah sama, yakni menghentikan pertikaian
yang disebabkan oleh perbedaan, demi menyebarkan perdamaian di muka
bumi ini. Pemahaman elit agama baik yang setuju maupun yang menolak
pluralisme agama, terlihat pada pola kerukunan antarumat beragama yang
dimaknai secara berbeda-beda dalam lingkungan sosial.

B. Identifikasi Masalah
1. Masih banyak permasalahan komunikasi antaragama dan budaya di
kalangan masyarakat.
2. Banyak masyarakat yang belum menerapkan sikap toleransi hidup dalam
perbedaan ragam agama dan budaya.
3. Banyak masyarakat luas yang belum memahami pentingnya pluralisme
kehidupan dalam hidup ragam agama dan budaya.
4. Masih banyak permasalahan sosial yang terjadi akibat sikap intoleran
terhadap perbedaan antaragama dan budaya.

C. Rumusan Masalah
a. Apa saja bentuk pluralisme di Indonesia?
b. Apa upaya untuk mempertahankan pluralisme?
c. Bagaimana bentuk toleransi di Indonesia?
d. Apa hubungan toleransi dengan pluralisme?
D. Tujuan Penulisan
a. Untuk Mengetahui bentuk pluralisme di Indonesia.
b. Untuk Mengetahui upaya untuk mempertahankan pluralisme.
c. Untuk Mengetahui bentuk pluralisme di Indonesia.
d. Untuk mengetahui hubungan toleransi dengan pluralisme.
E. Sistematika Penulisan
Sistem penulisan dalam makalah ini dengan membagi menjadi
beberapa bab, di mana masing-masing dibagi ke dalam sub-sub dengan
rincian sebagai berikut:

7
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan masalah, identifikasi
masalah, sistematika penulisan dan manfaat
penulisan,
BAB II : PEMBAHASAN
Bab ini berisikan pembahasan inti materi tentang
pluralisme dalam komunikasi antaragama dan
budaya.
BAB III : PENUTUP
Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran, berupa
saran akademis dan saran praktis.

F. Manfaat Penulisan
Hasil dari makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagaiberikut:
a. Manfaat Akademis
Makalah ini dapat menjadi sumber referensi bagi mahasiswa
mengenai Komunikasi Antarbudaya dan Agama. Diharapkan juga dapat
menggali informasi lebih dalam dengan menggunakan dasar model
Komunikasi Antarbudaya dan Agama yang kuat, untuk melengkapi
materi yang telah dilakukan oleh penulis.
b. Manfaat Praktis
Makalah ini bisa memberikan pemahaman bagi masyarakat luas
agar memiliki kemampuan berinteraksi multikultur, sehingga warga
Indonesia lebih memiliki keinginan untuk mempelajari hal yang baru
dalam konteks lebih ingin mengetahui budaya luar dan bisa memandang
sebuah perbedaan sebagai suatu peluang positif, salah satunya
memanfaatkan apa yang dirasakan yaitu menjalin hubungan
persahabatan antarbudaya dan agama.

8
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pluralisme di Indonesia
Negara Indonesia adalah sebuah negara yang terdiri dari beranekaragam
kebudayaan dan budaya. Negara Indonesia memiliki banyak daerah dimana
setiap daerah memiliki ciri khas budaya tersendiri. Dengan semakin
beragamnya kebudayaan masyarakat dan budaya tentunya akan semakin
banyak perbedaan keinginan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya,
bangsa Indonesia selalu menjunjung tinggi nilai persatuan dan kesatuan,
menjunjung tinggi dasar negara pancasila serta Bhinneka Tunggal Ika.
Pluralisme berasal dari kata ‘pluralis’ yang berarti jamak, lebih dari satu,
atau pluralizzing sama dengan jumlah yang menunjukkan lebih dari satu, atau
lebih dari dua yang mempunyai dualis, sedangkan pluralisme sama dengan
keadaan atau paham dalam masyarakat yang majemuk bersangkutan dengan
sistem sosial politiknya sebagai budaya yang berbeda-beda dalam satu
masyarakat.4 Dalam istilah lain plualisme adalah sama dengan doktrin yang
menyatakan bahwa kekuasaan, pemerintahan di suatu Negara harus dibagi
bagikan antara berbagai gelombang karyawan dan tidak dibenarkan adanya
monopoli suatu golongan. 5
Berbagai macam pluralisme di Indonesia yang tentunya berkaitan erat
dengan keragaman agama dan budaya, sehingga hal tersebut menjadi salah satu
hal yang perlu diperhatikan guna menciptakan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Adapun bentuk dan macam-macam pluralisme yang ada di Indonesia kini,
meliputi:
1. Pluralisme Agama di Indonesia
Indonesia yang merupakan negara dengan mayoritas masyarakatnya
beraga islam ini tentunya terdapat banyak keberagaman agama di

4
M. Syaiful Rahman. Islam dan Pluralisme. Jurnal Fikra, Vol.2, No. 1. Madura: Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri Pamekasan, 2014
5
Ibid.

9
dalamnya. Seperti yang diketahui, terdapat enam agama yang disahkan
secara hukum, yakni Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan
Konghucu. Di lain dari pada itu, banyak juga kepercayaan yang dianut
oleh masyarakat luas.
Dengan itu, sikap pluralisme dalam perihal keagamaan tentu sangat
diperlu bagi masyarakat Indonesia, sebagai berikut sikap pluralisme
dalam ranah keagamaan yang diterapkan oleh masyarakat luas:6
a. Keragaman Agama di Indonesia
Indonesia adalah negara yang memiliki keragaman agama yang
signifikan. Mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam,
namun terdapat pula komunitas yang menganut agama-agama lain
seperti Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan agama-tradisional.
Keberagaman agama ini mencerminkan pluralisme yang ada di
Indonesia.
b. Kerukunan Antaragama
Pluralisme agama di Indonesia tercermin dalam kerukunan
antaragama. Masyarakat Indonesia secara umum memiliki tradisi
toleransi dan saling menghormati keberagaman agama.
c. Kebebasan Beragama
Kebebasan beragama dijamin oleh konstitusi Indonesia. Setiap
warga negara memiliki hak untuk memilih dan mengamalkan
agamanya masing-masing tanpa diskriminasi. Pemerintah Indonesia
mengakui dan menghormati hak setiap individu untuk beragama
sesuai dengan keyakinannya.
d. Interaksi dan Dialog Antaragama
Interaksi dan dialog antaragama menjadi sarana penting dalam
membangun dan memperkuat pluralisme agama di Indonesia.
Banyak lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, dan kelompok
lintas agama yang berperan aktif dalam mengadakan diskusi,
seminar, dan pertemuan antaragama. Tujuannya adalah untuk
memperdalam pemahaman, menghormati perbedaan, dan
6
M. Qodari Abdurrahman. Religious Pluralism in Indonesia: State, Society, and Interfaith
Relations. Studia Islamika, 19(3), 2012.

10
menciptakan kerjasama yang harmonis antarumat beragama.
2. Pluralisme Budaya di Indonesia
Tidak hanya ragam akan agama, tentunya Indonesia juga memiliki
keragaman akan kebudayaan yang tersebar luas di seluruh penjuru
nusantara ini. Namun hal itu tetap tertanam dengan baik karena adanya
kerjasama antar masyarakat untuk terus membudayakan hal tersebut
dengan cara beberapa hal berikut ini:7
a. Keragaman Budaya di Indonesia
Indonesia juga kaya akan keragaman budaya. Setiap daerah
memiliki kebudayaan uniknya sendiri, dengan perbedaan dalam
bahasa, adat istiadat, kesenian, dan tradisi.
b. Keberagaman Bahasa dan Adat Istiadat di Indonesia
Selain keragaman budaya, Indonesia juga memiliki
keberagaman bahasa dan adat istiadat. Bahasa Indonesia adalah
bahasa resmi negara, tetapi bahasa-bahasa daerah seperti Jawa,
Sundanese, Batak, Minangkabau, Bali, dan masih banyak lagi diakui
dan digunakan oleh masyarakat di masing-masing wilayah. Adat
istiadat juga bervariasi antara suku-suku bangsa, mencakup ritual,
pakaian adat, sistem kekerabatan, dan norma-norma sosial yang
unik.
c. Toleransi Budaya dan Interaksi Antarbudaya
Pluralisme budaya di Indonesia tercermin dalam toleransi dan
interaksi antarbudaya. Masyarakat Indonesia cenderung
menghormati dan merayakan keberagaman budaya. Contohnya, pada
perayaan Tahun Baru Imlek, masyarakat Indonesia secara luas
menghormati dan merayakan perayaan tersebut bersama masyarakat
Tionghoa. Begitu juga, pada perayaan Hari Raya Nyepi di Bali, umat
Hindu menghormati tradisi tersebut, dan masyarakat non-Hindu
menghormati hari keheningan tersebut dengan tidak mengadakan
kegiatan yang mengganggu.
Interaksi antarbudaya juga terjadi dalam kegiatan seni, seperti
7
F.X. Budiman Sartono. Cultural Pluralism in Indonesia: Myth or Reality. Asia Pasific journal of
Anthropology, Vol. 11, No. 4, 2010.

11
pagelaran wayang, tari tradisional, dan musik tradisional. Seniman
dari berbagai suku bangsa dan agama seringkali bekerja sama dan
saling mempengaruhi dalam menciptakan karya seni yang unik dan
mencerminkan keberagaman budaya Indonesia.
Dalam mempertahankan dan memperkuat pluralisme budaya,
penting untuk terus mempromosikan toleransi, penghargaan terhadap
keberagaman, dan interaksi antarbudaya. Mendorong partisipasi aktif
masyarakat dalam kegiatan budaya, pendidikan tentang keberagaman
budaya, dan pengakuan terhadap hak-hak budaya kelompok
minoritas juga merupakan langkah penting dalam mencapai harmoni
dalam keragaman budaya di Indonesia.
Dengan demikian, pluralisme budaya di Indonesia bukan hanya
mencakup keragaman budaya, bahasa, dan adat istiadat, tetapi juga
mencakup sikap inklusif, penghargaan, dan interaksi antarbudaya
dalam membangun masyarakat yang harmonis dan multikultural.
3. Pluralisme Etnis di Indonesia
Adanya etnis yang beragam, menunjukkan bahwa Indonesia ini
benar-benar memilki kekayaan akan budaya lokalnya yang tersebar luas,
sehingga menambahkan cita akan Indonesia ini lebih melekat lagi.
Sehingga arti dari semoboyan yang dianut di Indonesia ini terasa semakin
lengkap.
Tidak hanya itu, masyarakat yang turut menciptakan hal itu mampu
menerapkan nilai-nilai pluralisme dengan saling menghargai antaretnis,
seperti halnya berikut ini:8
a. Keanekaragaman Suku Bangsa di Indonesia
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman suku
bangsa. Terdapat lebih dari 1.300 suku bangsa di seluruh wilayah
Indonesia, dengan suku-suku yang memiliki bahasa, adat istiadat,
dan identitas budaya yang berbeda.
b. Pengakuan dan Penghargaan Terhadap Suku Bangsa
Pemerintah Indonesia telah mengakui pentingnya pengakuan
8
Budi Setiyono. The Dynamics of Pluralism and Democracy in Indonesia: A Critical Review. Al-
Jami’iyah: Journal of Islamic Studies, Vol.52, No.2, 2014.

12
dan penghargaan terhadap keberagaman suku bangsa di Indonesia.
Undang-Undang Dasar 1945 menjamin hak setiap warga negara
Indonesia untuk mempertahankan dan mengembangkan budaya dan
bahasa daerahnya. Pemerintah juga memberikan dukungan dalam
melestarikan kebudayaan suku-suku bangsa melalui berbagai
kebijakan, seperti pengajaran bahasa daerah di sekolah dan promosi
pariwisata budaya.

B. Upaya Untuk Mempertahankan Pluralisme


Sikap pluralisme yang mesti dipertahankan oleh masyarakat luas, guna
menciptakan keharmonisan antar sesame yang tentunya akan menciptakan
rukun antar beragama dan berbudaya dalam kehidupan sosial kita. Hal ini perlu
disadari oleh setiap diri pribadi akan kepentingan pemberdayaan pluralisme
bagi lingkungan kita yang tentunya menjadi sebagian dari apa yang kita jalani
guna menciptakan dan mewujudkan sebuah ekspektasi yang mendukung
masyarakat luas.
Adanya metode agree in disagreement “setuju dalam ketidaksetujuan” dari
gagasan Mukti Ali yang merupakan salah satu metode yang dirasa cocok untuk
mempertahankan pluralisme di berbagai wilayah, khususnya di Indonesia.9
Pada saat yang sama penganut agama tidak menggangu urusan internal agama
lain. Setiap umat beragama harus saling menghormati dan dengan demikian
mentolerir yang lain sehingga toleransi dan harmoni antara orang-orang dari
Budaya dan agama yang berbeda dapat diperkuat dan dipertahankan.
Setelah mengakui kebenaran dan kebaikan agamanya, perlu disadari
bahwa diantara perbedaaan yang terdapat dalam suatu agama yang lain,
disanalah maslaah terdapat banyak titik persamaanya. Berdasarkan landsan
tersebut maka saling hormat menghormati dan harga menghargai dapat
ditumbuh kembangkan sehingga kerukunan dalam kehidupan keagamaan dapat
direalisasikan dalam datarn empiris, bukan sekedar teori dan retorika semata.
Di tengah tengah pebedaan memang sudah selayaknya kita mancari titik
temu bukan sebaliknya yang pada akhirnya akan menimbulkan perpecahan

9
Kementrian Keagamaan, dilansir dari https:///jateng.kemenag.go.id yang diakses pada Minggu,
14 Mei 2023 pukul 06.52.

13
bahkan konflik yang tak berkesudahan. Dalam setiap agama tentunya
mengajarkan kebaikan, hubungan baik antar sesame makhluk hal inilah yang
perlu di galakkan di tengah masyarkat indoensia yang begitu plural.
Tidak hanya itu, upaya mewujudkan dikap pluralisme yang perlu
dibangun, dilestarikan dan diberdayakan ini tentunya mengacu terhadap
beberapa hal yang perlu dilakukan, seperti halnya berikut ini:
1. Toleransi
Dengan selalu menjunjung sikap toleransi maka semua umat
beragama berbeda bisa saling hidup berdampingan tanpa menimbulkan
masalah.
2. Saling menghormati
Kita harus saling menghormati. Pasti rasanya kesal sekali jika ada
orang yang tidak menghormati kita. Oleh karena itu antar umat beragama
juga harus saling menghormati agar bisa hidup rukun.
3. Tidak memasksa kehendak
Maksudnya adalah kita tidak boleh memaksakan kehendak kita
kepada orang lain seperti memaksa orang memeluk agama yang sama
atau memaksa orang memakan makanan yang dilarang dalam agamanya.
4. Tolong menolong
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia
lainnya. Sudah sewajarnya kita saling tolong menolong tanpa
memandang agama apa yang dianut orang tersebut.

C. Toleransi dan Bentuk Toleransi


Toleransi berasal dari bahasa latin, “tolerare” yang berarti menahan diri,
bersikap sabar, menghargai orang lain berpendapat lain, berhati lapang dan
tenggang rasa terhadap orang yang berlainan pandangan atau agama. Dalam
kamus besar bahasa Indonesia diterangkan bahwa toleransi adalah bersifat atau
bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian
(pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan kelakuan) yang berbeda
atau bertentangan dengan pendiriannya sendiri.10

10
Muhammad Yasir, Makna Toleransi Dalam Al-Qur’an, Riau, Jurnal Ushuluddin Vol. XXII No. 2,
Juli 2014, hlm. 171

14
Secara umum istilah toleransi mengacu pada sikap terbuka, lapang dada
suka rela dan kelembutan. Unesco mengartikan tolerasi sebagau sikap saling
menghormati, saling menerima, saling menghargai di tengah keragaman
budaya kebebasan berekspresi dan karakter manusia. Toleransi haarus
didukung oleh cakrawala pengetahuan yang luas, bersiakap terbuka, dialog,
kebebasan erfikir dan beragama. Pendek kata toleransi setara dengan sikap
positif, dan menghargai orang lain dalam rangka menggunakan kebebasan asasi
sebagai manusia.11
Toleransi merupakan bentuk akomodasi dalam interaksi sosial. Manusia
beragama secara sosial tidak bisa menafikan bahwa mereka harus bergaul
bukan hanya kelompoknya sendiri. Tapi juga dengan kelompok berbeda
agama. Umat beragama mesti berupaya memuncukkan toleransi untuk menjaga
kestabilan sosial sehingga tidak terjadi benturan-benturan ideologi dan fisik di
antara umat beragama.
Maka diri itu dapat diambil kesimpulan bahwa toleransi adalah sikap
menghargai perbedaan dan juga pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari perlu
adanya sikap toleransi agar manusia dapat hidup berdampingan dan tidak
terjadi gesekan-gesekan antar sesama manusia yang berbeda pandangan
ataupun keyakinan. Namun tidak semua memiliki sikap toeransi, sehingga
masih sering terjadi pertikaian antar golongan, ras, ataupun agama.
Adapun bentuk toleransi antar agama dan budaya ini mencakup beberapa
hal yang di mana hal itu menjadi pengetahuan yang umum dan perlu kita
terapkan dalam kehidupan sehari-hari, guna mencapai suatu kerukunan.
1. Bentuk Toleransi Beragama
Toleransi beragama ini sangatlah diperlukan bagi masyarakat luar.
Menyadari adanya perbedaan keyakinan antar sesama yang dapat
menghantarkan mereka menuju perdamaian antar sesame. Terdapat dua
macam sifat toleransi beragama, seperti toleransi statis dan toleransi
dinamis.12
Toleransi statis adalah toleransi dingin tidak melahirkan kerjasama

11
Casram, Membangun Sikap Toleransi Beragama Dalam Masyarakat Plural, (Wawasan: Jurnal
Ilmiah dan Sosial Budaya, 2016), hlm. 188
12
Said Agil Al Munawar, Fiqh Hubungan Antar Agama. Jakarta: Ciputat Press, 2003)

15
hanya bersifat teoritis. Jadi dalam hal ini toleransi hanya sekedar anggapan
masyarakat yang tahu secara idealis namun tidak pada penerapanya.
Toleransi dinamis adalah toleransi aktif melahirkan kerja sama untuk
tujuan bersama, sehingga kerukunan antar umat beragama bukan dalam
bentuk teoritis, tetapi sebagai refleksi dari kebersamaan umat beragama
sebagai satu bangsa.
Adapun dua macam tolerasi keberagamaan yang tentnunya ada dalam
kehidupan di masyarakat dan hal ini sangatlah penting untuk diaplikasikan
yang meliputi:13
a. Tidak boleh memaksakan suatu agama pada orang lain
Setiap Agama menjanjikan kemaslahatan bagi seluruh manusia
tanpa pengecualian, dan setiap penganut agama meyakini
sepenuhnya bahwa Tuhan yang merupakan sumber ajaran Agama itu
adalah Tuhan yang Maha sempurna, Tuhan yang tidak membutuhkan
pengabdian manusia. Ketaatan dan kedurhakaan manusia tidak akan
pernah mempengaruhi ataupun menambah kesempurnaan dari
Tuhan. Maka dari itu, sedemikian besarnya Tuhan sehingga manusia
diberi kebebasan untuk menerima atau menolak petunjuk agama, dan
karena itulah Tuhan menuntut ketulusan beribadah dan beragama
dan tidak membenarkan paksaan dalam bentuk apapun, baik yang
nyata maupun yang terselubung.
b. Tidak memusuhi orang-orang non muslim
Islam adalah Agama yang mampu menyatukan rakyat,
menimbulkan rasa kasih sayang, dan pada akhirnya semua hal
tersebut dapat menciptakan tali persaudaraan diantara pemeluknya.
Atas dasar itulah maka semua jenis manusia, semua warna kulit,
semua bahasa dan semua agama berhak untuk mendapat
perlindungan. Mereka semua merasakan di dalam satu keluarga yang
mempertemukan dalam satu ikatan, ialah ikatan kemanusiaan, yang
tidak mengenal perbedaan hitam, putih, utara, selatan karena semua
makhluk Tuhan dan berasal dari yang sama. Jadi sesama umat Tuhan

13
Ibid.

16
tidak boleh adanya saling memusuhi antara umat yang satu dengan
yang lain karena hal tersebut tak diajarkan dalam agama apapun.
c. Hidup rukun dan damai dengan sesama manusia
Hidup rukun dan damai dengan sesama manusia baik yang
muslim maupun non muslim seperti yang diajarkan Rasulullah akan
membawa umat manusia pada kehidupan yang damai. Seperti yang
telah diajarkan Rasulullah, mengenai bersikap lembut kepada sesama
manusia baik yang beragama Kristen atau Yahudi.
d. Saling tolong menolong dengan sesama manusia
Dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat, sudah
seharusnya berbuat baik kepada sesama manusia, karena manusia
adalah makhluk sosial yang pada hakekatnya saling membutuhkan
satu sama lain, maka dari itu manusia juga perlu saling tolong-
menolong dengan sesama manusia. Saling tolong menolong yang
dimaksud adalah dalam hal kebaikan. Sesama makhluk Tuhan tidak
diperbolehkan untuk berbuat kejahatan pada manusia.
2. Bentuk Toleransi Dalam Kebudayaan
Bentuk dan sikap toleransi atas keragaman budaya ini tentunya akan
menghargai adanya pendirian akan berpendapat atas suatu kepercayaan
dan tidakan yang berbeda atau bertentangan dengan apa yang dianut oleh
masing-masing pribadi. Adapun bentuk toleransi atas keragaman budaya
ini mencakup beberapa hal berikut:
a. Menghargai dan menghormati budaya lain
Setiap orang memiliki budaya dan ciri masing-masing di setiap
daerahnya, sehingga dengan bersikap rasa tenggang ini, bisa
mempertahankan nilai-nilai kebudayaan yang sudah ada sejak lama,
sehingga mampu menciptakan kerukukan antar berbangsa dan
berbudaya.
b. Menghargai setiap keyakinan dan kepercayaan yang dianut orang
lain
Kepercayaan atas sebuah adat-istiadat yang diturunkann dari
para leluhur tentunya menjadi suatu ciri khas yang dimiliki oleh

17
setiap kalangan yang berbeda, sehingga hal itu perlu dilestarikan
dengan saling memahami satu sama lain.
c. Bekerja sama dan tolong-menolong
Ketika suatu kelompok tengah berada dalam situasi yang sulit,
sikap saling menolong perlu didahulukan, hal ini dapat memicu
adanya perdamaian dari apa yang kita lakukan, sehingga akan
membentuk suatu hubungan antar sesama dalam hidup
bermasyarakat.
d. Sapa, salam dan senyum
Hal yang paling sederhana ini tentunya menjadi bagian dari bentuk
toleransi. Misalnya saja, ketika kita bertemu dengan orang lain di
lingkungan sekitar, kita harus menyapa untuk mempererat
silaturahmi antar sesama
e. Menghormati perbedaan pendapat
Apabila hal ini dilakukan, kerukunan akan tercipta dilingkungan
kita. Sehingga perbedaan pendpat yang ada di sekitar lingkungan kita
ini dapat diatasi dengan cara bermusyawarah agar terhindar dari
kesalahfahaman yang timbul sebagai pemicu pembatasa sosial yang
mengakibatkan perpecahan.

D. Hubungan Toleransi Sebagai Modal dalam Mendukung Pluralisme


Pluralisme adalah keberagaman budaya ataupun agama yang ada di
masyarakat. Pluralisme juga bisa diartikan sebagai sikap toleransi terhadap
keragaman di lingkungan masyarakat. Pluralisme mengakui jika setiap
kelompok masyarakat memiliki kedudukan sama dan tidak ada bentuk
dominasi terhadap kelompok minoritas. Hendaknya setiap masyarakat dapat
menerapkan sikap pluralisme.
Keragaman budaya adalah suatu keniscayaan hidup, sebab setiap orang
pasti mempunyai perbedaan sekaligus persamaan. Di sisi lain, pluralitas
budaya, merupakan kekayaan tersendiri bagi bangsa Indonesia.14 Namun jika
kondisi seperti itu tidak dipahami dengan sikap toleran dan saling

14
Hipolitus K. Kewuel. Pluralisme, Multikulturalisme, dan Batas-batas Toleransi. Malang: Program
Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya, 2017.

18
menghormati, maka pluralitas budaya cenderung akan memunculkan konflik
bahkan kekerasan. Oleh karena itu, memahami Toleransi dan Pluralisme secara
rinci merupakan sebuah keharusan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Jika tidak, perbedaan budaya seringkali menyebabkan
ketegangan dan konflik sosial. Kenyataan dilapangan menyebutkan bahwa
perbedaan kebudayaan atau tradisi dalam suatu kelompok masyarakat tidak
selamanya dapat berjalan damai.
Meskipun Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, etnis, agama dan
kebudayaan namun bangsa memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang
artinya “Meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu jua”. Jadi, meskipun bangsa
Indonesia beranekaragam, mereka harus tetap satu, saling toleransi, saling
menghormati antara satu sama lain, budaya satu dengan budaya lainnya agar
semua masyarakat dapat hidup berdampingan secara damai tanpa terjadinya
konflik perpecahan akibat perbedaan kebudayaan di Indonesia.
Sikap toleran sangat diperlukan bagi masyarakat luat, karena toleransi
berguna untuk dapat mempertahankan dan tetap melestarikan keanekaragaman
budaya yang ada supaya tidak tercerai-berai. Apabila dalam kehidupan
bermasyarakat tidak ada sikap toleran maka dapat menimbulkan salah paham
antar budaya yang mana itu juga dapat menimbulkan kesalah pahaman dalam
masyarakat yang bisa menimbulkan perselisihan.
Masyarakat multikultural terdiri dari beragam budaya sebagai sumber nilai
terjaganya kestabilan kehidupan. Fungsi keragaman budaya tersebut adalah
untuk melindungi identitas dan integrasi sosial masyarakat. Berikut adalah
faktor-faktor penyebab tumbuh kembangnya pluralisme:15
1. Faktor Internal
Faktor internal disini yaitu mengenai masalah teologis. Keyakinan
seseorang yang mutlak dan absolut terhadap apa yang diyakini dan
diimaninya merupakan hal yang wajar. Sikap absolutisme agama tak ada
yang mempertantangkannya hingga muncul teori tentang relativisme
agama. Pemikiran relativisme ini merupakan sebuah sikap pluralisme
terhadap agama.

15
Budhy Munawar Rachman. Argumen Islam Untuk Pluralisme, Jakarta: Grasindo, 2009.

19
2. Faktor Eksternal
a. Faktor Sosio-Politik
Faktor ini berhubungan dengan munculnya pemikiran mengenai
masalah liberalisme yang menyuarakan kebebasan, toleransi,
kesamaan, dan pluralisme. Liberalisme inilah yang menjadi cikal
bakal pluralisme. Pada awalnya liberalisme hanya menyangkut
mengenai masalah politik belaka, namun pada akhirnya menyangkut
masalah keagamaan juga. Politik liberal atau proses demokratisasi
telah menciptakan perubahan yang sistematis dan luar biasa dalam
sikap dan pandangan manusia terhadap agama secara umum.
Sehingga dari sikap ini timbullah pluralisme agama.Situasi politik
global yang kita alami saat ini menjelaskan kepada kita secara
gamblang tentang betapa dominannya kepentingan politik ekonomi
barat terhadap dunia secara umum. Dari sinilah terlihat jelas hakikat
tujuan yang sebenarnya sikap ngotot barat untuk memonopoli tafsir
tunggal mereka tentang demokrasi. Maka pluralisme agama yang
diciptakan hanya merupakan salah satu instrumen politik global
untuk menghalangi munculnya menghalanginya kekuatan-kekuatan
lain yang akan menghalanginya.
b. Faktor Keilmuan
Pada hakikatnya, terdapat banyak faktor keilmuan yang
berkaitan dengan munculnya pluralisme. Namun yang berkaitan
langsung dengan pembahasan ini adalah maraknya studi-studi ilmiah
modern terhadap agama-agama dunia, atau yang sering dikenal
dengan perbandingan agama. Diantara temuan dan kesimpulan
penting yang telah dicapai adalah bahwa agama-agama di dunia
hanyalah merupakan ekspresi atau manifestasi yang beragam dari
suatu hakikat metafisik yang absolut dan tunggal, dengan kata lain
semua agama adalah sama.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas maka dapat diambil suatu
kesimpulan sebagai berikut. Pluralisme yang dipahami bermakna toleransi, yakni
sebuah sikap harus menghormati agama dan keyakinan orang lain. Ketika
komunitas non muslim melaksanakan ritualnya, maka sebagai orang muslim
harus menghargai, karena sikap seperti ini merupakan salah satu dasar bagi
prasyarat hidup berdampingan secara damai dan rukun. Adapun bentuk dan
macam-macam pluralisme yang ada di Indonesia Indonesia adalah negara yang
memiliki keragaman agama yang signifikan. Mayoritas penduduk Indonesia
memeluk agama Islam, namun terdapat pula komunitas yang menganut agama-
agama lain seperti Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan agama-tradisional.
Keberagaman agama ini mencerminkan pluralisme yang ada di Indonesia.
Adapun bentuk toleransi antar agama dan budaya ini mencakup beberapa hal
yang di mana hal itu menjadi pengetahuan yang umum dan perlu kita terapkan
dalam kehidupan sehari-hari, guna mencapai suatu kerukunan.

B. Saran
Pemakalah membagi saran untuk judul komunikasi antar agama danbudaya ini
menjadi dua aspek, secara akademis dan secara praktis. Saran yang diberikan
pemakalah ini adalah sebagai berikut:
1. Saran Akademis
Bagi mahasiswa/i kedepannya untuk mencari sumber referensi
mengenai Pluralisme komunikasi antarbudaya dan agama, diharapkan
dapat menggali informasi lebih dalam dengan menggunakan dasar
model komunikasi antarbudaya dan agama yang kuat, untuk melengkapi
materi yang telah dilakukan oleh penulis. Untuk pemakalah selanjutnya,
juga dapat mengambil sumber referensi yang berbeda agar makalah
menjadi lebih beragam. Karena banyak topik menarik lainnya mengenai
komunikasi antarbudaya dan agama.

21
2. Saran Praktis

Jika dilihat dari aspek komunikasi antar agama dan budaya, belum
banyak masyarakat luas yang belum memahami pentingnya pluralism
kehidupan dalam hidup ragam agama dan budaya dan juga masih
banyak permasalahan sosial yang terjadi akibat sikap intoleran. Maka
dari itu Makalah ini bisa memberikan pemahaman bagi masyarakat luas
agar memiliki kemampuan berinteraksi multikultur, sehingga warga
Indonesia lebih memiliki keinginan untuk mempelajari hal yang baru
dalam konteks lebih ingin mengetahui budaya luar dan bisa memandang
sebuah perbedaan sebagai suatu peluang positif, salah satunya
memanfaatkan apa yang dirasakan yaitu menjalin hubungan
persahabatan antarbudaya dan agama.

22
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. Qodari. (2012). Religious Pluralism in Indonesia: State,


Society, and Interfaith Relations. Studia Islamika, 19(3).

Al Munawar, Said Agil. (2003). Fiqh Hubungan Antar Agama. Jakarta: Ciputat
Press.

Casram. (2016). Membangun Sikap Toleransi Beragama Dalam Masyarakat


Plural. Wawasan: Jurnal Ilmiah dan Sosial Budaya. Hlm. 188.

Fadlil, Ahmad. (2021). Skripsi: Pluralisme dalam pemikiran K.H Abdurrahman


Wahid relevansinya dengan sikap toleransi beragama masyarakat
Indonesia, Cirebon: IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

Kementrian Keagamaan, dilansir dari https:///jateng.kemenag.go.id yang diakses


pada Minggu, 14 Mei 2023 pukul 06.52.

Kewuel, Hipolitus K. (2017). Pluralisme, Multikulturalisme, dan Batas-batas


Toleransi. Malang: Program Studi Antropologi Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Brawijaya.

Legenhausen, Muhammad. (2002). Islam and Religious Pluralism, terjemah Arif


Mulyadi dan Ana Farida. Jakarta: Lentera Basritama. Hlm. 8.

Rachman, Budhy Munawar. (2009). Argumen Islam Untuk Pluralisme, Jakarta:


Grasindo.

Rahman, M. Syaiful. (2014). Islam dan Pluralisme. Jurnal Fikra, Vol.2, No. 1.
Madura: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pamekasan.

Sartono, F.X. Budiman. (2010). Cultural Pluralism in Indonesia: Myth or Reality.


Asia Pasific journal of Anthropology, Vol. 11, No. 4.

Setiyono, Budi. (2014). The Dynamics of Pluralism and Democracy in Indonesia:


A Critical Review. Al-Jami’iyah: Journal of Islamic Studies, Vol.52, No.2.

iii
Sumbulah, Umi. (2013). Pluralisme agama “Makna dan Lokalitas Pola
Kerukunan Antarumat Beragama, Malang.

Yasir, Muhammad. (2014). Makna Toleransi Dalam Al-Qur’an, Riau, Jurnal


Ushuluddin Vol. XXII No. 2. Hlm. 171.

iv
Lampiran Studi Kasus:

Agree In Disagreement dalam Dialog Public Bersama Jemaah Ahmadiyyah


Indonesia (JAI) Sebagai Solusi atas Paradigma Masyarakat Luas
Terhadapnya

Dimensi Sumber Jemaah Ahmadiyyah


Problem Solving
Konflik Indonesia (JAI)
Problematika
Stigma Masyarakat Banyak masyarakat yang
beranggapan bahwa Jemaah
Ahmadiyyah ini merupakan
aliran yang sesat
Aliran atau Agama? Perdebatan yang kerap kali
terdengar dan bertolak Melakukan dialog
belakang yang berpendapat langsung bersama
bahwa Ahmadiyyah ini Jemaah Ahmadiyyah
bukanlah salah satu aliran Indonesia yang
dari Agama Islam, bertempatkan di
melainkan itu adalah Mesjid Al-Hidayah,
Agama. Kebayoran Lama,
Pemimpin Hazrat Mirza Ghulam Jakarta Selatan pada
Ahmad hari Sabtu, 04 Maret
Kitab Tadzkirah 2023 lalu, dengan
Fun Fact menggunakan metode
Komunitas Donor Mata Komunitas donor mata ini agree in disagreement.
merupakan salah satu
pendonor mata terbesar di
Indonesia.
Tersebar ke seluruh Jemaah Ahmadiyyah ini
negeri sudah tersebar ke 212
negara.

Anda mungkin juga menyukai