Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MASYARAKAT MADANI DAN PERADABAN ISLAM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam


Dosen Pengampu :
Drs. Sulaiman Gosalam, M. Si

OLEH :
KELOMPOK 9
A. Alfhika Aulia Dewi H051231043
Nur Indah Musri K011231092
Andi Furqan Haqqi. M B011231142
Muh. Alfa Rheza E051231061

UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
Kata Pengantar
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang atas Rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun tema dari makalah ini
adalah “Masyarakat Madani dan Peradaban Islam”.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam dan pihak-pihak yang turut membantu dalam
proses penulisan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat
kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 02 November 2023

Penulis

1
Daftar Isi
Kata Pengantar ................................................................................................................. 1
Daftar Isi .......................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 3
A. Latar Belakang ........................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 3
C. Tujuan ........................................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................. 4
A. Keberagaman Agama dalam Kehidupan Sosial ......................................................... 4
B. Sistem dan kehidupan Masyarakat Madani di Zaman Nabi Muhammad SAW ........ 5
C. Sistem dan Nilai Kebudayaan yang Islami ................................................................ 7
D. Peranan Umat Islam Mewujudkan Masyarakat Madani ............................................ 9
E. Islam Nusantara dalam Perspektif Islam.................................................................. 11
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 14
A. Kesimpulan .............................................................................................................. 14
B. Saran ........................................................................................................................ 14
Daftar Pustaka ................................................................................................................ 15

2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tantangan globalisasi semakin mengguncang tatanan sosial dalam masyarakat. Hal
ini dapat menjadi ancaman yang nyata bagi suatu bangsa apabila terus menerus
dibiarkan mengalir begitu saja tanpa ada usaha yang berarti. Berbagai permasalahan
munculmeliputi dekadensi moral, degradasi akhlak hingga disintegrasi bangsa. Hal
tersebut meniscayakan adanya revolusi dalam sistem sosial masyarakat. Civil society
sebagai konsep lama yang kemudian dikenal lebih ‘islami’ dengan istilah Masyarakat
Madani menjadi penting untuk dijadikan sebuah usulan perubahan.
Masyarakat madani merupakan bentuk masyarakat yang ideal yang dicita-citakan
semua bangsa. Bangunan masyarakat madani membutuhkan berbagai material yang
kokoh dan tangguh yang berlandaskan pada pondasi agama. Masyarakat madani
dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang beradab dalam membangun,
menjalani, dan memaknai kehidupannya.Masyarakat madani sejatinya bukanlah
konsep yang ekslusif dandipandang sebagai teori kuno. Ia merupakan konsep
yang senantiasa hidup dan dapat berkembang dalam setiap ruang dan waktu.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keberagaman agama dalam kehidupan sosial?
2. Bagaimana sistem dan kehidupan Masyarakat Madani di zaman Nabi Muhammad
SAW?
3. Bagaimana sistem dan nilai kebudayaan yang Islami?
4. Bagaimana peranan umat Islam mewujudkan Masyarakat Madani?
5. Bagaimana Islam Nusantara dalam perspektif Islam?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui keberagaman agama dalam kehidupan sosial.
2. Untuk mengetahui sistem dan kehidupan Masyarakat Madani di zaman Nabi
Muhammad SAW.
3. Untuk mengetahui sistem dan nilai kebudayaan yang Islami.
4. Untuk mengetahui peranan umat Islam mewujudkan Masyarakat Madani.
5. Untuk mengetahui Islam Nusantara dalam perspektif Islam.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keberagaman Agama dalam Kehidupan Sosial


Secara fenomenologis, pluralisme beragama (religious pluralisme) ialah fakta terkait
sejarah agama-agama yang menampilkan suatu pluralitas tradisi dan berbagai varian
tradisi. Secara filosofis, pluralisme beragama berkaitan pada suatu teori dengan
hubungan antar berbagai konsepsi, persepsi, dan respon mengenai realitas ketuhanan.
Pluralisme merupakan usaha untuk menciptakan hubungan sosial antar umat beragama
agar terciptanya kerukunan antar umat beragama.

Pluralisme agama pada kenyataannya bukan untuk saling menjatuhkan, saling


merendahkan, atau mencampur adukkan antar agama yang satu dengan yang lain,
melainkan untuk saling menghormati, saling mengakui, dan bekerja sama. Oleh sebab
itu, pluralisme agama diakui sebagai dasar pijakkan pengakuan suatu eksistensial
pluralitas agama dalam mencari titik temu antar agama berdasarkan kesamaan melalui
nilai kemanusiaan yang universal dalam masing-masing agama.

Indonesia sendiri sangat menjunjung tinggi dan menghormati semua umat beragama
yang ada karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan agama. Namun pada
kenyataanya, perpecahan dan konflik yang berlatar belakang agama sangat mudah
sekali untuk terjadi dan bahkan hanya disebabkan oleh hal-hal yang sifatnya sepele.

Kasus-kasus dan kerusuhan yang terjadi Indonesia maupun di luar negeri, seperti
persengketaan dan perang yang didasari karena agama mengakibatkan banyaknya umat
yang harus meregang nyawa saudara-saudara mereka dan bahkan sampai tempat ibadah
pun di rusak bahkan sampai dibakar, seperti masjid, gereja, dan sekolah-sekolah yang
tadinya masih bagus menjadi tidak layak pakai untuk kegiatan belajar mengajar. Hal
tersebut sangat mudah terjadi karena setiap pemeluk agama kurang menyadari akan arti
toleransi antar umat beragama dan menerima perbedaan yang ada

Dalam konteks sosial budaya dan agama, toleransi merupakan sikap dan perbuatan
yang melarang adanya diskriminasi terhadap pihak yang berbeda dalam suatu
masyarakat. Dalam kehidupan nyata, konflik menjadi hal yang tidak dapat dihindarkan
dan sifatnya kreatif. Konflik sendiri dapat diselesaikan tanpa jalur kekerasan dan perlu
adanya keterlibatan dari masing-masing pihak. Konflik juga dapat berguna untuk
membangun kerukunan.

Konflik dibutuhkan untuk membuat kesadaran adanya masalah, mendorong ke arah


perubahan yang lebih baik dan diperlukan, memperbaiki solusi, sehingga terdapat
kepekaan sosial.

4
Dalam kehidupan bermasyarakat, toleransi diperlukan karena berguna untuk
membangun kerukunan. Toleransi menjadi salah satu bentuk untuk saling menghormati
sesama dan tidak memaksakan kehendak. Manusia yang menganggap dirinya lebih
tinggi, baik, dan benar justru cenderung akan menimbulkan sikap yang anti toleran.

Hakikat toleransi intinya yaitu usaha dalam hal kebaikan, khususnya pada
kemajemukan agama yang memiliki tujuan tercapainya kerukunan, baik intern agama
maupun antar agama.
Jurhanuddin dalam Amirulloh Syarbini menegaskan bahwa tujuan kerukunan antar
umat beragama dibagi menjadi empat, yaitu :
1. Meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap masingmasing agama
2. Mewujudkan stabilitas nasional yang baik.
3. Menjunjung dan menyukseskan Pembangunan.
4. Memelihara dan mempererat rasa persaudaraan antar umat beragama.

B. Sistem dan Kehidupan Masyarakat Madani di Zaman Nabi Muhammad SAW


Masyarakat Madani bermula dari perjuangan Nabi Muhammad SAW menghadapi
kondisi jahiliyyah masyarakat Arab Quraisy di Mekkah. Beliau memperjuangkan
kedaulatan, agar ummatnya leluasa menjalankan syari’at agama di bawah suatu
perlindungan hukum dan mewujudan cita-cita membentuk madaniyyah (beradab).
Dalam usahanya mewujudkan masyarakat madani, nabi Muhammad menanamkan
semangat persaudaraan (al-ikha), persamaan (al-musawah), toleransi (al-tasamuh),
musyawarah (al-tasyawur), tolong menolong (al-ta’awun), dan keadilan (al-adalah),
keenam semangat tersebutlah yang kemudian dewasa ini dicirikan sebagai corak
masyarakat madani, yang semua hal tersebut telah diperjuangan dalam kehidupan
masyarakat arab di sekitarnnya, baik saat beliau belum diangkat menjadi rasul maupun
setelah diangkat menjadi rasul.
Sistem masyarakat Madani pada zaman Nabi Muhammad SAW adalah suatu sistem
sosial dan politik yang didasarkan pada prinsip-prinsip Islam Madinah, yang awalnya
dikenal sebagai Yathrib, menjadi tempat di mana Nabi Muhammad SAW dan para
pengikutnya menciptakan masyarakat yang diatur berdasarkan prinsip-prinsip agama
Islam setelah hijrah dari Mekah. Beberapa ciri khas sistem masyarakat Madani adalah:
Konstitusi Madinah: Dalam konstitusi Madinah, yang juga dikenal sebagai Piagam
Madinah, dibuat kesepakatan antara suku-suku Arab dan suku Yahudi untuk hidup
bersama dalam perdamaian. Dokumen ini mengatur hak dan kewajiban semua warga
kota, memberikan landasan bagi hubungan yang harmonis.
Keadilan Sosial: Nabi Muhammad SAW mendorong adil dalam memperlakukan
semua lapisan masyarakat, tanpa memandang suku, warna kulit, atau asal usul. Sistem
zakat diperkenalkan untuk membantu kaum miskin dan memerangi ketidaksetaraan.

5
Tata Hukum Islam: Hukum-hukum Islam, seperti hukum pernikahan, warisan, dan
hukuman pidana, menjadi dasar bagi hukum di Madinah. Hukum-hukum ini ditetapkan
berdasarkan Al-Quran dan ajaran Nabi.
Hubungan Antar Umat Beragama: Madinah adalah rumah bagi komunitas beragama
yang beragam, termasuk Muslim, Yahudi, dan pagan. Nabi Muhammad SAW mengajak
untuk toleransi antaragama dan menjalin hubungan yang baik dengan komunitas
Yahudi.
Pertahanan Bersama: Madinah memiliki sistem pertahanan bersama untuk
melindungi kota dari ancaman luar. Semua warga Madinah, termasuk Muslim dan non-
Muslim, berpartisipasi dalam pertahanan kota.
Sistem Madani pada zaman Nabi Muhammad SAW menunjukkan bagaimana Islam
mengatur aspek sosial, politik, dan ekonomi masyarakat, dengan menekankan prinsip-
prinsip keadilan, toleransi, dan solidaritas.
Islam yang diajarkan Nabi Muhammad SAW sangat menjunjung tinggi harkat
kemanusiaan. Dalam QS 2: 30-34 dijelaskan bahwa Allah menyuruh kepada para
malaikat bersujud kepada Adam (manusia pertama) yang telah diberi kelebihan akal
pikiran. Manusia diutus Allah menjalankan misi khalifah fil ardhi (pengatur alam
semesta). Perkembangan lebih lanjut dari paham humanisme ini, kemudian di Barat
sebagaimana yang dikemukakan Geovany Piego melahirkan paham liberalisme yang
berangkat dari asumsi bahwa manusia pada dasarnya baik sehingga harus diberi
kebebasan. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan
suci”.
Dalam karyanya The Venture of Islam, Hodgson, seorang ahli sejarah dunia, melihat
bahwa seandainya sejarah dunia ini diibaratkan roda maka sumbunya adalah sejarah
Islam. Bahkan motto bukunya diambil dari sebuah ayat Al-Kur’an: Kalian adalah umat
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, ... (QS 3: 110). Dia melihat kehadiran Islam di
muka bumi ini sungguh sangat sukses dan memiliki implikasi yang sangat signifikan
bagi peradaban, di antaranya dalam bidang ilmu pengetahuan. Sebelum Islam datang,
ilmu pengetahuan bersifat sangat nasionalistik sekali-untuk tidak menyebut
parokialistik. Misalnya, ilmu Yunani, ilmu Romawi, ilmu Cina, ilmu India dan ilmu
Mesir. Masing-masing mengaku dirinya paling benar dan mereka tidak mau
mempelajari ilmu-ilmu lain. Namun tidak demikian halnya dengan Islam. Sejak awal
Nabi Muhammad menegaskan “Carilah ilmu pengetahuan walaupun berada di negeri
Cina.” Dalam salah satu ayatnya, Al-Kur’an juga memerintahkan kita untuk bertanya:
... Maka bertanyalah kepada orang berpengetahuan jika kamu tidak mengetahui (QS
16: 43dan 21: 7). Para ahli tafsir menginterpretasikan ahl adz- dzikr dalam ayat itu
sebagai al-‘ulama bi at-taurah wa al-injil. Penafsiran ini memberi arti bahwa umat Islam
boleh belajar kepada siapa saja. Dengan demikian bagi Islam, ilmu pengetahuan bersifat
universal (Siradj, 1999: 29-30).

6
Islam sebagai agama universal tidak mengatur bentuk negara yang terkait oleh
konteks ruang dan waktu, dan Nabi Muhammad SAW sendiri tidak menamakan dirinya
sebagai kepala negara Islam, disamping tidak melontarkan ise suksesi yang tentunya
sebagai prasyarat bagi kelangsungan negara (Wahid, 2000: 16). Walaupun Nabi telah
melakukan revolusi dalam masyarakat Arab, tetapi ia sangat menghormati tradisi dan
memperbaharuinya secara bertahap sesuai dengan psikologi manusia karena tujuannya
bukanlah menciptakan orde baru (a new legal order) tapi untuk mendidik manusia
dalam mencapai keselamatan melalui terwujudnya kebebasan, keadilan dan
kesejahteraan.
Nabi Muhammad telah menampilkan peradaban Islam yang kosmopolitan dengan
konsep ummat yang menghilangkan batas etnis, pluralitas budaya dan heteroginitas
politik. Peradaban Islam yang ideal tercapai pada masa Nabi Muhammad karena
tercapai keseimbangan antara kecenderungan normatif kaum Muslimin dan kebebasan
berpikir semua warga masyarakat (termasuk mereka yang non-Muslim).

C. Sistem dan Nilai Kebudayaan yang Islami


Budaya dalam konsepsi Islam menurut Ali Ahmad Madkur didasarkan pada prinsip
dasar bahwa Allah Yang Mahaesa dan Mahatinggi yang menjadi landasan kebudayaan.
Berdasarkan kaidah ini, beliau menjelaskan bahwa budaya dalam konsepsi Islam
memiliki dua bagian penting, yaitu aspek normatif yaitu hukum Tuhan (Kitab Allah
dan sunnah Rasululullah) dan aspek penerapan, yaitu amal perbuatan yang benar sesuai
aspek normatif. Adapun hukum budaya dalam konsepsi Islam
Tuhan yang dimaksud adalah semua yang sudah Allah Swt. tetapkan untuk mengatur
kehidupan manusia. Hal terpenting yang mewakili aspek ini adalah sebagaimana yang
dinyatakan oelh al-ustadz Sayyid Qutb sebagai berikut;
1. Dasar-dasar keyakinan, seperti persepsi tentang realitas keilahian dan realitas
alam semesta, misalnya peristiwa okultasi (contohnya gerhana matahari atau
bulan) serta bagaimana manusia meyakini kebenaran bahwa realitas tersebut
merupakan wujud keagungan Tuhan.
2. Aset pemerintahan, contohnya kondisi politik, sosial, dan ekonomi, serta
perinsip yang menjadi dasarnya, yaitu pengabdian kepada Tuhan.
3. Dasar-dasar moral dan perilaku, berupa standar nilai dan standar norma yang
berlaku di masyarakat, dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Dasar-dasar pengetahuan, yaitu landasan dalam bidang intelektual, pendidikan,
seni, dan aktivitas sastra.
Keempat hal penting tersebut merupakan komponen hukum Islam secara keseluruhan
yang merepresentasikan bagian normatif dari kebudayaan dalam persepekif
(pandangan) Islam.

7
1. Karakteristik budaya Islam
Budaya Islam dalam pengertian ini adalah budaya ketuhanan yang tergantung pada
Syariah, yang direpresentasikan dalam kitab Allah dan Rasul-Nya. Dalam sudut
pandang ini, budaya yang dimaksud adalah budaya manusia secara global, tanpa
dibatasi oleh sekat-sekat geofrafis, peta politik, atau batas-batas bumi lainnya.
Budaya Islam meliputi aspek Syariah sebagai aspek mutlak dan mengikat dan
praktiknya dalam kehidupan menegaskan adanya hubungan permanen antara seorang
muslim dengan Tuhannya. Hubungan tersebut juga menunjukkan sikap penghambaan
seorang muslim kepada Allah Swt. Budaya Islam merupakan budaya yang adil dan
bersifat universal, bukan sebatas lokal, nasional atau regional. Hal ini ditunjukkan
dengan kebencian Islam terhadap monopoli, eksploitasi, dan ketidakadilan, kapan pun,
di mana pun, dan oleh siapa pun.
Pandangan Islam tersebut membuktikan pentingnya keseimbangan antara kebutuhan
spiritual dengan kebutuhan material dan sosial. Al-Ustadz Muhammad Asad
menyatakan bahwa suatu budaya yang tidak dapat membangun keseimbangan antara
kebutuhan fisik dan sosial serta kerinduan spiritual bagaimanapun tidak akan mampu
menolong seseorang dari akibat buruk perkembangan zaman. Budaya yang tidak
memiliki keseimbangan tersebut bahkan akan menyebabkan hilangnya tujuan hidup
yang sebenarnya.
Kebudayaan Islam memiliki karakteristik yang berbeda dengan budaya barat, bahkan
budaya manusia pada umumnya sekarang, yang oleh beberapa sarjana barat dijelaskan
sebagai budaya kelompok. Definisi budaya yang dimaksud mencakup semua jenis
pemikiran, tindakan, kognitif, emosi, dan perilaku sebagai cara berpikir kelompok.
Dalam budaya kelompok semacam ini, tidak ada komitmen antarkelompok karena
sifatnya yang nasional, regional, dan populis. Akan tetapi antarbudaya kelompok ini
akan saling mempengaruhi bahkan dapat memaksakan masuknya budaya pada suatu
kelompok melalui berbagai media, seperti iklan, kurikulum Pendidikan, dan institusi
politik, ekonomi, dan sosial.
2. Perubahan Budaya dalam pandangan Islam
Seiring perkembangan zaman juga menjadi bagian dari pembahasan budaya Islam
oleh Ali Ahmad Madkur. Perubahan tersebut terjadi berdasarkan pada dua landasan
penting. Pertama, bahwa budaya merupakan warisan manusia yang memiliki
keterikatan dengan tanah air, jenis kelamin, dan agama. Kedua, persepsi Islam terhadap
budaya tidak terlepas dari eksistensi ilmu pengetahuan yang diakui sangat terkait
dengan segala Perubahan budaya dalam masyarakat aktivitas manusia, nilai-nilai,
prioritas, dan adat kebiasaan.

8
Dalam pandangan Islam,perubahan budaya dapat terjadi di dalam budaya itu sendiri.
yang disebabkan oleh adanya pengaruh dari budaya lain. Dalam hal ini, budaya Islam
menerima variabel perubahan terkait ilmu dan pengetahuan. Namun budaya Islam
bersikap berhati-hati terhadap perubahan yang disebabkan budaya lain yang
bertentangan dengan aspek normatif dari budaya Islam. Budaya Islam adalah budaya
ketuhanan. Oleh karena itu, bersifat manusiawi dan universal yang meliputi seluruh
manusia di bumi. Budaya Islam menjamin pertumbuhan dan perkembangan manusia.
Sejarah menunjukkan bahwa peradaban industri di Eropa berasal dari budaya dan
peradaban Islam. Prevolt dalam bukunya “Making Humanity” menjelasakn bahwa
orang-orang Eropa telah mempelajari begitu banyak ilmu pengetahuan yang menunjang
kemampuan keilmuan mereka dan mendorong munculnya penemuan- penemuan yang
inovatif. Namun demikian, aspek penting dari budaya Islam yang mereka adopsi
ternyata dihilangkan, yaitu aspek normatif dalam budaya Islam. Perubahan dalam
kebudayaan Islam juga terjadi sebagai suatu keniscayaan, khususnya pada aspek
terapan dan produk budaya.
Proses perubahan budaya Islam dalam hal kuantitas dan kualitasnya ditentukan oleh
kadar ketaatan masyarakat terhadap nilai dan prinsip yang mereka yakini. Masyarakat
Islam terikat dengan seperangkat sistem nilai dan normaF ketuhanan yang tidak ikut
berubah. Namun tetap mendorong kea rah perubahan yang sesuai dengan fitrah
kemanusiaan.
3. Budaya Islam sebagai sistem nilai budaya dalam masyarakat Global
Kebudayaan Islam merupakan suatu sistem yang memiliki sifat-sifat ideal, sempurna,
praktis, aktual, diakui keberadaannya dan senantiasa diekspresikan. Sistem yang ideal
berdasarkan pada hal-hal yang biasa terjadi dan berkaitan dengan yang aktual
(Picktchall, 1993). Sistem Islam menerapkan dan menjanjikan perdamaian dan
stabilitas di manapun manusia berada, karena pada hakikatnya manusia memiliki
kedudukan yang sama di hadapan Allah SWT, yang berbeda justru hanya terletak pada
unsur-unsur keimanan dan ketakwaannya saja.Tajamnya perbedaan antara budaya
dalam pandangan Islam (selanjutnya ditulis sebagai budaya Islam) dengan budaya barat
atau budaya manusia pada zaman sekarang berdasarkan pemikiran Ali Ahmad Madkur,
menunjukkan besarnya pengaruh kedua budaya tersebut dalam masyarakat. Analisis
pengaruh budaya tersebut diawali dengan pemahaman terhadap definisi kebudayaan.
D. Peranan Umat Islam Mewujudkan Masyarakat Madani
Sebagai umat muslim kita harus ikut berperan dalam mewujudkan masyarakat
madani. Dijelaskan dalam Al quran bahwa “Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik.” (Q.S.Ali Imron:110).
9
Dalam QS. Ali Imran ayat 110 Allah menyatakan bahwa umat Islam adalah umat yang
terbaik dari semua kelompok umat manusia yang Allah ciptakan. Di antara aspek
kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDMnya dibanding umat non
Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam al-Quran itu sifatnya
normatif, potensial, bukan riil. Realitas dan norma tersebut bergantung pada
kemampuan umat Islam sendiri untuk memanfaatkan norma atau potensi yang telah
dimilikinya
Aktivitas menyusun masyarakat madani ini dilakukan dengan menyusun tiga pilar
utama yang menyokong tegaknya sebuah daulah, yaitu pertama, program perjuangan
iqatamul masjid, yakni perjuangan menyusun kekuatan umat Islam dengan
memusatkan segala aktivitas ke dalam masjid. Hal ini mengandung makna bahwa setiap
muslim yang bercita-cita hendak memperjuangkan tegaknya Islam haruslah terlebih
dahulu menegakkan peribadatan-nya kepada Allah. Dari masjidlah pancaran ibadah
terganbar dan terpancar satu cita-cita dan gerakan yang dapat mengubah struktur
kehidupan masyarakat secara total.
Kedua, program perjuangan menyusun ukhuwah islamiah, menyusun tata
persaudaraan menurut ajaran Islam, membina umat berdasarkan pada mahabbah dan
marhamah; keeintaan dan kasih sayang. Bentuk perjuangan ini adalah membangun
struktur komunitas masyarakat muslim yang tangguh, menyusun tata sosial ekonomi
yang merata dan adil, menerapkan asas kekeluargaan, sosialisme dan kolektivitas degan
rasa kesetiakawanan dalam satu aqidah. Masyarakat yang disusun ole Rasulullah itulah
yang dinamakan khaira ummah;umat yang baik dan utama, masyarakat yang tumbuh
di atas kesadaran dan keyakinan hidup beragama demi mengharap ridah Allah
Ketiga, adalah membina sebuah daulah islamiyah, sebuah tatanan kenegaraan Islam
pertama di Madinah al-Munawwarah. Program perjuangan ketiga ini adalah puncak
perjuangan Rasulullah dalam mengakkan dinul Islam di sebuah daulah Islam, sebuah
negara yang ditegakkan di atas dasar huku abadi(hukum Allah) dan Sunnah Rasulullah,
sebuah negara yang menegakkan syariat Islam yakni sebuah negara dengan
pemerintahan yang bersendikan Islam pertama di muka bumi, sebuah negara yang
menjamin kemerdekaan beragama dan beribadah bagi umat yang bergama lain,
menjamin kemerdekaan melahirkan paham dan pendapat, dan menjamin kesejahteraan
bagi rakyatnya (Dadan, 2002).
Masyarakat madani memerlukan adanya pribadi-pribadi yang tulus mengikatkan
jiwanya kepada wawasan keadilan. Ketulusan jiwa itu hanya terwujud jika orang yang
bersangkutan beriman dan menaruh kepercayaan kepada Tuhan. Ketulusan tadi juga
akan mendatangkan sikap diri yang menyadari bahwa diri sendiri tidak selamanya
benar.

10
Dengan demikian lahir sikap tulus menghargai sesama manusia, memiliki kesediaan
memandang orang lain dengan penghargaan, walau berapapun besarnya perbedaan
yang ada, tidak ada saling memaksakan kehendak, pendapat, atau pandangan sendiri.
Umat islam harus menghayati tanggung jawab kemanusiaan bersama. Keterpecahan
umat manusia menjadi kendala terbesar yang siap menghadang untuk menciptakan era
baru bagi masyarakat yang benar-benar beradab.
Masyarakat madani akan terwujud jika umat Islam bergerak serempak, saling
menghormati dan melindungi, saling membantu dan mendukung, bukan saling
menyerang dan menghancurkan.
Selain itu, umat Islam dituntut untuk bersikap proaktif dalam memperjuangkan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena ia adalah ujung dari peradaban
manusia. Umat Islam dapat mengembangkan dan memanfaatkan seluas-luasnya
seluruh potensi diri serta alam semesta untuk kemaslahatan dunia. Sungguh kita semua
merindukan keadaan peradaban dunia Islam sebagaimana yang telah ada pada masa
kepemimpinan Nabi Muhammad SAW di kota Madinah (Jamal, 2003).
Bangsa Indonesia berusaha untuk mewujudkan Masyarakat Madani yang pada
dasarnya adalah masyarakat sipil yang demokratis dan agamis/religius. Dalam
kaitannya pembentukan Masyarakat Madani di Indonesia, maka warga negara
Indonesia perlu dikembangkan untuk menjadi warga negara yang cerdas, demokratis,
dan religius dengan bercirikan imtaq, kritis argumentatif, dan kreatif, berfikir dan
berperasaan secara jernih sesuai dengan aturan, menerima semangat Bhineka Tunggal
Ika, berorganisasi secara sadar dan bertanggung jawab, memilih calon pemimpin secara
jujur-adil, menyikapi mass media secara kritis dan objektif, berani tampil dan
kemasyarakatan secara profesionalis, berani dan mampu menjadi saksi, memiliki
wawasan yang luas, memiliki semangat toleransi mengerti cita-cita nasional bangsa
Indonesia yang demokratis, aman, adil dan makmur bagi seluruh rakyat Indonesia.
E. Islam Nusantara dalam Perspektif Islam
Istilah Islam Nusantara sempat menimbulkan kehebohan tersendiri di tengah
masyarakat Indonesia. Beberapa kalangan mengemukakan pendapatnya tentang Islam
Nusantara. Ada yang menganggapnya sebagai agama Islam yang berkembang di
Indonesia dan itu sah-sah saja. Ada pula yang berpendapat bahwa Islam Nusantara
sejatinya tidak ada, mengingat Islam itu hanya satu dan tidak berlaku istilah Islam
Nusantara ataupun jenis Islam lainnya.

11
Beberapa pemikir Muslim mengemukakan gagasan mereka. “Islam Nusantara ialah
paham dan praktek keislaman di bumi Nusantara sebagai hasil dialektika antara teks
syariat dengan realitas budaya setempat.” (Muhajir dalam Sahal & Aziz, 2015: 67).
“Islam Nusantara adalah Islam yang khas ala Indonesia, gabungan nilai Islam teologis
dengan nilai-nilai tradisi lokal, budaya, adat istiadat di tanah air.” (Bizawie dalam Sahal
& Aziz, 2015: 239).

Definisi pertama menjelaskan bahwa Islam Nusantara merupakan paham Islam yang
substansi dan implementasinya terjadi di wilayah Nusantara dalam bentuk pertautan
antara wahyu dan budaya Nusantara, yang menjadikan Islam Nusantara memiliki
nuansa khas Nusantara. Sedangkan definisi kedua menyatakan bahwa Islam Nusantara
merupakan Islam yang mempunyai karakter Indonesia, hasil interaksi nilai-nilai Islam
teologis dengan tradisi Indonesia. Definisi kedua mempersempit ruang lingkupnya
menjadi hanya wilayah Indonesia, lebih sempit dari pengertian pertama yang menyebut
bumi Nusantara di mana tidak turut dijelaskan batasan Nusantara itu mencakup wilayah
mana saja.

Pro dan kontra soal Islam Nusantara juga terjadi di media sosial. Pihak yang pro
berjuang keras menggunakan penalarannya dalam beragumentasi agar Islam Nusantara
dapat diterima semua kalangan. Semantara pihak yang kontra berusaha menyerang dan
mematahkan semua argumen yang dibangun pihak pro Islam Nusantara. Tuduhan pihak
kontra terasa agak ambigu dengan mencurigai gagasan Islam Nusantara merupakan
produk Barat.

Pihak kontra meyakini bahwa Islam itu hanya satu, yaitu Islam yang diajarkan Nabi
Muhammad SAW. Islam tidak bisa diberikan julukan berdasarkan metode pendekatan
maupun kawasan seperti Islam Nusantara. Islam dengan ciri khas seperti Islam
Nusantara dipandang negatif dan diyakini hal itu salah. Di mata mereka, kelompok pro
Islam Nusantara dianggap sebagai ahli bid’ah, karena berbeda dengan Islam ideal
dalam pandangan mereka. Islam Nusantara, menurut mereka, tidak lagi murni karena
dimasuki paham dari luar.

Pihak pro, di sisi lain, mendapat dukungan dari para pemikir Muslim. Dalam
kesimpulan mereka, Islam memang satu namun ekspresinya beragam. Islam Nusantara
menunjukkan ekspresi karakteristik Islam Indonesia yang khas dan tidak dimiliki Islam
di belahan bumi lain. Ali (Ali, 2006: 10) menjelaskan bahwa Islam itu satu. Tetapi,
ketika Islam telah membumi, pemahaman dan ekspresi umatnya sangat beragam.
Fanani (Fanani, 2004: 116) juga menyatakan bahwa fenomena keberagaman umat
dewasa ini seperti pendulum yang sangat warna warni. Islam tidak dipandang lagi
secara tunggal melainkan majemuk.

12
Shihab (Shihab, 1998: 249) mensinyalir bahwa ada cendekiawan kontemporer
memperkenalkan adanya ‘versi’ Islam regional dan Islam universal. Adapun Ma’arif
(Ma’arif, 2009: 181) mengungkapkan, “Sebuah Islam, seribu satu ekspresi.”

Wilayah Nusantara memiliki sejumlah keunikan yang bereda dengan keunikan di


negeri-negeri lain, mulai keunikan geografis, sosial politik dan tradisi peradaban
(Ghozali dalam Sahal & Aziz, 2015: 115). Keunikan Nusantara membentuk wajah
Islam Nusantara yang jauh berbeda dengan wajah Islam di Timur Tengah. Islam
Nusantara memiliki ciri ramah, terbuka, inklusif dan mampu memberi solusi terhadap
masalah bangsa dan negara (Bizawie dalam Sahal & Aziz, 2015: 240). Menjadi wajar
kiranya wajah Islam Nusantara memiliki karakteristik yang berbeda dengan wajah
Islam di kawasan lainnya.

Islam disebarkan di Indonesia secara damai, tanpa kekerasan, dan tanpa paksaan.
Ulama pendakwah Islam, terutama Walisongo, tidak mudah dalam mendakwahkan
Islam di Indonesia. Dengan fakta bahwa mayoritas masyarakat memeluk Hindu dan
Budha serta masih berkuasanya beberapa kerajaan Hindu dan Budha di Nusantara
mengharuskan mereka berdakwah dengan beragam cara dan tidak monoton. Beberapa
metode di antaranya adalah interaksi perdagangan, pendidikan, pernikahan, dan
akulturasi budaya.

Unsur-unsur akulturasi budaya, hemat kami, menjadi yang paling membekas


sekaligus menantang. Ritual ala Hindu yang telah membudaya di masyarakat Nusantara
dan ‘berpotensi’ disebut syirik diperkaya dnegan nilai-nilai keislaman. Peringatan 7
hari wafat dan 40 hari wafat diimbuhi kegiatan yasinan dan tahlilan serta doa-bersama
khusus untuk orang yang meninggal.

Dakwah Islam oleh para ulama menyesuaikan kondisi dan situasi di Nusantara saat
itu. Jika boleh berandai, Islam tidak akan pernah hidup di Nusantara seperti sekarang
ini jika saat itu Islam didakwahkan disebarkan dengan paksaan dan kekerasan.
Pendakwah Islam di Nusantara khususnya Walisongo sangat paham kondisi
masyarakat Nusantara saat itu, sehingga mereka menyebarkan Islam melakukan
pendekatan-pendekatan yang dapat diterima oleh masyarakat. Budaya asli masyarakat
Nusantara tidak serta merta ditolak, namun justru diterima dengan baik beberapa
modifikasi dan selama tidak bertentangan dengan syariat Islam. Wallaahu a’lam. (afd)

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Masyarakat madani dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang beradab
dalam membangun, menjalani, dan memaknai kehidupannya.Masyarakat madani
sejatinya bukanlah konsep yang ekslusif dandipandang sebagai teori kuno.
2. Pluralisme agama pada kenyataannya bukan untuk saling menjatuhkan, saling
merendahkan, atau mencampur adukkan antar agama yang satu dengan yang lain,
melainkan untuk saling menghormati, saling mengakui, dan bekerja sama.
3. Hakikat toleransi intinya yaitu usaha dalam hal kebaikan, khususnya pada
kemajemukan agama yang memiliki tujuan tercapainya kerukunan, baik intern
agama maupun antar agama.
4. Sistem masyarakat Madani pada zaman Nabi Muhammad SAW adalah suatu sistem
sosial dan politik yang didasarkan pada prinsip-prinsip Islam Madinah, yang
awalnya dikenal sebagai Yathrib, menjadi tempat di mana Nabi Muhammad SAW
dan para pengikutnya menciptakan masyarakat yang diatur berdasarkan prinsip-
prinsip agama Islam setelah hijrah dari Mekah.
5. budaya dalam konsepsi Islam memiliki dua bagian penting, yaitu aspek normatif
yaitu hukum Tuhan (Kitab Allah dan sunnah Rasululullah) dan aspek penerapan,
yaitu amal perbuatan yang benar sesuai aspek normatif.
6. Dalam kaitannya pembentukan Masyarakat Madani di Indonesia, maka warga
negara Indonesia perlu dikembangkan untuk menjadi warga negara yang cerdas,
demokratis, dan religious.
7. Islam Nusantara merupakan paham Islam yang substansi dan implementasinya
terjadi di wilayah Nusantara dalam bentuk pertautan antara wahyu dan budaya
Nusantara, yang menjadikan Islam Nusantara memiliki nuansa khas Nusantara.
Islam Nusantara ini kerap menimbulkan pro dan kontra yang sering terjadi di media
sosial.
B. Saran
Maka diharapkan kepada kita semua baik yang tua maupun yang muda agar dapat
mewujudkan masyarakat madani di negeri kita yang tercinta ini yaitu Indonesia. Yakni
melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia, potensi, perbaikan sistem ekonomi,
serta menerapkan budaya zakat, infak, dan sedekah.
Insya Allah dengan menjalankan syariat Islam dengan baik dan teratur kita dapat
memperbaiki kehidupan bangsa ini secara perlahan. Demikianlah makalah rangkuman
materi yang dapat kami sampaikan pada kesempatan kali ini semoga di dalam penulisan
ini dapat dimengerti kata-katanya sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman di
masa yang akan datang.

14
Daftar Pustaka

Ilma, M. (2020). Konsepsi Masyarakat Madani dalam Bingkai Pendidikan Islam. Jurnal
Pendidikan islam, 01, 01.

Fitriani, S. (2020). Keberagaman dan Toleransi Antar Umat Beragama. Jurnal Pendidikan
islam, 20, 02.

Astuti, N. (2012). Peran Umat Islam dalam Mewujudkan Masyarakat Madani di Indonesia.
Jurnal ilmiah mimbar demokrasi, 11, 02.

Haris, A. (2018). Peranan Nabi Muhammad sebagai Pembangun Masyarakat Madani dan
Peletak Dasar Peradaban Islam. Jurnal Pendidikan islam, 10, 01.

15

Anda mungkin juga menyukai