Anda di halaman 1dari 24

MATA KULIAH AGAMA

KERUKUNAN BERAGAMA

DOSEN PENGAJAR :
MOHAMMAD MUSLIM

OLEH KELOMPOK V

RAFLI ALIF DHARMAWAN – 2191022015


MUHAMMAD FATHURROHMAN – 2191022003

INSTITUT BISNIS NUSANTARA


JALAN PULOMAS TIMUR 3A, BLOK A NO. 2 KAYU PUTIH
JAKARTA TIMUR
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Bekasi, 9 Oktober 2022

Kelompok V
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang menyempurnakan agama-agama sebelumnya.
Ibarat bangunan rumah yang kekurangan satu batu bata, agama Islam
menyempurnakan ajaran-ajaran sebelumnya, (Rasyid, 2016). Islam adalah agama
yang menjunjung tinggi nilai-nilai universal, humanis, dinamis, kontekstual dan
abadi sepanjang masa. Selain itu agama Islam merupakan agama yang telah Allah
SWT sempurnakan untuk menjadi pedoman hidup manusia yang terdapat dalam
Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai rasul terakhir dan
penutup para nabi sebelumnya melalui malaikat Jibril sebagaimana tertuang dalam
(Qs. Al-Ahzâb/33: 40). Menurut KH. Abdul Muchith Muzadi kakak KH. Hasyim
Muzadi bahwa Islam Rahmatan Lil’alamin merupakan konsep yang komprehensif
dan holistik, didalamnya terdapat nilai persaudaraan, perdamaian dan kebijaksanaan
yang mudah diterima oleh masyarakat ketika disebarkan oleh para mubalighin
(penyebar dan pembawa agama) melalui ustadz, ulama, dan habib di Indonesia,
(Jamaluddin, 2020).
Al-Qur’an memberikan apresiasi bahwa masyarakat dunia terdiri dari
beragam komunitas yang memiliki orientasi kehidupan masing-masing. Komunitas-
komunitas tersebut harus menerima kenyataan akan keragaman sehingga mampu
memberikan toleransi. Dengan perbedaan ditekankan perlunya masing-masing untuk
saling berlomba dalam menuju kebaikan, karena mereka akan dikumpulkan oleh
Allah untuk memperoleh keputusan final. Apresiasi demikian artikulatif terhadap
pluralisme. Agama adalah sebuah realitas sosial yang tidak dapat dielakkan oleh
siapapun, baik dalam masyarakat tradisional maupun modern. Dimensi pluralitas
yang dipunyai agama adalah sesuatu yang sifatnya neutral values, artinya ia
mempunyai potensi konstruktif sekaligus destruktif dalam kehidupan umat manusia.
Keanekaragaman (pluralitas) agama yang hidup di Indonesia, termasuk di dalamnya
keanekaragaman paham keagamaan yang ada di dalam tubuh intern umat beragama
adalah merupakan kenyataan historis yang tidak dapat disangkal oleh siapa pun,
(Hasbullah, 2022).
Islam masuk ke Nusantara sekitar pada abad ke-7 M. melalui Selat Malaka,
disyiarkan oleh para pedagang Arab, Gujarat, dan Persia. Masyarakat pribumi yang
waktu itu memeluk agama Hindu dan Budha menerima kehadiran Islam dengan
baik. Karena dakwah Islam yang disampaikan oleh para dai muslim dilakukan
dengan pendekatan kultural yang ada di setiap daerah dan tidak mengusik tradisi
keagamaan yang ada. Hal mi telah mengantarkan pada berdirinya kerajaan-kerajaan
Islam di Nusantara yang dipelopori oleh para wali (Wali Songo) pada abad ke 15,
khususnya di Pulau Jawa. Wali Songo adalah para mubalig yang dalam
pengembangan Islamisasinya menyesuaikan dengan sosio-kultural masyarakat yang
ada. Seperti kenduri, selamatan, sesaji dan sebagainya. Hal ini mengingat kebiasaan
itu sulit untuk ditinggalkan oleh mereka. Para wali menyetujui untuk memberikan
toleransi kepada masyarakat yang saat itu menganut ajaran Hindu dan Budha
melakukan adat-istiadat yang sudah mengakar. Namun dalam penyampaian
dakwahnya, adat-istiadat itu diberi warna Islam, (Jamil, 2018).
Toleransi agama adalah pengakuan adanya adanya kebebasan setiap warga
untuk memeluk agama yang menjadi keyakinannya untuk menjalankan ibadahnya.
Toleransi beragama meminta kejujuran, kebesaran jiwa, kebijaksanaan dan
tanggung jawab, sehingga menumbuhkan perasaan solidaritas dan mengeliminir
egoistis golongan, (Mustaqim, 2019). Bagi umat Islam kedamaian itu hanya dapat
dicapai dengan jalan berpegang teguh kepada ajaran agama. Islam adalah sebuah
agama yang lahir dan hadir untuk menciptakan kehidupan manusia yang penuh
dengan kedamaian. Karena Islam sebagai sebuah kata bermakna damai, (Sahari,
2009).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah yang dimaksud Islam Merupakan Rahmat Lil Alamin
2. Bagaimanakah yang dimaksud Kebersamaan Dalam Pluralitas Agama
3. Bagaimanakah yang dimaksud Makna Toleransi Dalam Islam
4. Bagaimanakah yang dimaksud Implementasi Toleransi Dalam Kehidupan
5. Bagaimanakah yang dimaksud Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan
Perdamaian
6. Bagaimanakah yang dimaksud Konsep Ukhuwah
7. Bagaimanakah yang dimaksud Rapuhnya Ukhuwah
8. Bagaimanakah yang dimaksud Strategi Ukhuwah
9. Bagaimanakah yang dimaksud Masa Depan Ukhuwah Islamiyah
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Islam Merupakan Rahmat Lil
Alamin
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Kebersamaan Dalam Pluralitas
Agama

3. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Makna Toleransi Dalam Islam


4. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Implementasi Toleransi Dalam
Kehidupan
5. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Peran Umat Islam Dalam
Mewujudkan Perdamaian
6. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Konsep Ukhuwah
7. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Rapuhnya Ukhuwah
8. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Strategi Ukhuwah
9. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Masa Depan Ukhuwah Islamiyah
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Kerukunan

Kerukunan adalah proses bersatunya masyarakat dalam berbagai pebedaan, yang


dimana kata kerukunan sendiri berasal dari pungutan Bahasa Arab “rukun” yang artinya
adalah pondasi dasar. Jika secara harfiah dari segi katanya kerukunan adalah pondasi
dasar yang bisa dilakukan masyarakat dalam menghadapi gelaja sosial dan bentuk
masalah sosial.

2. Kerukunan Internal Umat Beragama

Kerukunan intern umat beragama. yaitu suatu bentuk kerukunan yang terjalin
antar masyarakat penganut satu agama. Misalnya, kerukunan sesama orang Islam
atau kerukunan sesama penganut Kristen.

Kerukunan Umat Beragama Menurut Islam Kerukunan umat beragama dalam


islam yakni Ukhuwah Islamiah. Ukhuah islamiah berasl dari kata dasar “Akhu”
yang berarti saudara, teman, sahabat, Kata “Ukhuwah” sebagai kata jadian dan
mempunyai pengertian atau menjadi kata benda abstrak persaudaraan, persahabatan,
dan dapat pula berarti pergaulan.

3. Menjaga Kerukunan Internal Umat Beragama

Kerukunan umat beragama merupakan suatu hubungan yang dilandasi oleh sikap
toleransi, saling pengertian serta saling menghormati antar pemeluk agama agar bisa
bekerjasama dalam hidup bermasyarakat.

Dalam pandangan Agama Islam, sangat diajarkan bagaimana pentingnya


kerukunan serta toleransi untuk menolak segala bentuk kekerasan dan diskriminasi
antar umat beragama.

4. Manfaat Kerukunan Internal Umat Beragama

Tidak terjadinya perpecahan dalam islam

5. Kerukunan Antar Umat Beragama

Kerukunan umat beragama yaitu hubungan sesama umat beragama yang


dilandasi dengan rasa toleransi, saling menghormati, saling pengertian, dan saling
menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam
kehidupan masyarakat dan bernegara.

6. Menjaga Kerukunan Antar Umat Beragama

Kerukukan antar umat beragama merupakan suatu kondisi dimana semua


golongan agama dapat hidup bersama tanpa mengurangi hak dasar masing-masing
untuk melakukan kewajiban agamanya. Pemeluk agama yang baik haruslah hidup
damai dan rukun.

Oleh sebab itu kerukunan antar umat beragama tidak mungkin bisa lahir dari
sikap fanatisme buta serta sikap tidak peduli atas hak-hak keberagaman dan
perasaan orang lain. Namun dalam hal ini tidak juga bisa diartikan bahwa kerukunan
hidup diantara umat memberi ruang sebagai campurtangan unsur-unsur tertentu dari
agama berbeda, karena hal tersebut akan merusak nilai agama itu sendiri.

7. Manfaat Kerukunan Antar Umat Beragama


 Menumbuhkan rasa saling toleransi terhadap semua orang
 Dapat terhindar dari adanya perpecahan antar umat beragama
 Terwujudnya kehidupan masyarakat yang rukun dan damai.
 Terwujudnya keamanan dan ketentraman hidup sesama anggota masyarakat.
 Terpenuhi hak-hak setiap anggota masyarakat sehingga menimbulkan kepuasan
batin.
 Menumbuhkan persatuan dan rasa kebersamaan.
 Mencegah terjadinya pertentangan antara agama yang satu dengan yang lainnya
 Mempersatukan perbedaan antarumat beragama
 Dapat mempererat tali silaturahmi
8. Kerukunan Umat Beragama Dengan Pemerintah

Dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia, setiap orang memiliki keyakinan


dan kepercayaannya masing-masing. Karena itulah agar tetap damai, kerukunan
umat beragama di Indonesia menjadi aspek yang sangat penting. Demikian
penjelasan mengenai kerukunan umat beragama di Indonesia secara lengkap.
Peran pemerintah sangat berpengaruh dalam menjaga kerukunan umat
beragama, berbagai upaya dilaukan oleh pemerintah, antara lain mengeluarkan
peraturan perundang-undangan dan mendirikan Forum Keurukunan Umat Beragama
(FKUB) di berbagai provinsi untuk memelihara kerukunan umat beragama.

9. Menjaga Kerukunan Umat Beragama Dengan Pemerintah

Kerukunan antar umat beragama merupakan hal yang paling penting untuk
mencegah adanya konflik yang terjadi akibat perbedaan keyakinan Kerukunan antar
umat beragama dan pemerintah. Pemerintah memegang peran yang penting dalam
menjaga kedamaian negara. Untuk itulah kerukunan antar umat beragama dan
pemerintah juga harus dijaga.

10. Manfaat Kerukunan Umat Beragama Dengan Pemerintah

Berbagai kasus-kasus ketidakrukunan umat beragama seringkaliterjadi di


Indonesia, contohnya perusakan rumah ibadah. Hal tersebuttentu merupakan salah
satu hambatan Indonesia menuju negara maju.Agama merupakan salah satu bagian
dari Hak Asasi Manusia (HAM)yang harus dihormati dan dilindungi. Negara
mempunyai kewajibanuntuk menjamin kerukunan umat beragama berdasarkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Indonesia secararesmi
sudah mengesahkan enam agama resmi. Konsep kota ramahHAM diluncurkan oleh
Gerakan Rakyat untuk Pendidikan HAMtahun 1997 dengan konsep kota inklusif,
adil, dan nondiskriminatif.Kemudian konsep tersebut kemudian dikembangkan oleh
Forum KotaHak Asasi Manusia Dunia (World Human Rights Cities Forum)
yangdilakukan setiap tahun di kota Gwangju, Republik Korea Selatan.Peran
pemerintah sangat berpengaruh dalam menjaga kerukunanumat beragama, berbagai
upaya dilaukan oleh pemerintah, antara lainmengeluarkan peraturan perundang-
undangan dan mendirikan ForumKeurukunan Umat Beragama (FKUB) di berbagai
provinsi untukmemelihara kerukunan umat beragama.
A. Islam Merupakan Rahmat Lil Alamin
Menurut KH. Abdul Muchith Muzadi kakak KH. Hasyim Muzadi bahwa
Islam Rahmatan Lil’alamin merupakan konsep yang komprehensif dan holistik,
didalamnya terdapat nilai persaudaraan, perdamaian dan kebijaksanaan yang mudah
diterima oleh masyarakat ketika disebarkan oleh para mubalighin (penyebar dan
pembawa agama) melalui ustadz, ulama, dan habib di Indonesia. Di dalam Alquran,
Allah banyak menulis mengenai bangsa-bangsa terdahulu yang telah menemui
ajalnya. Bangsa-bangsa tersebut menerima hukuman karena kelalaian
masyarakatnya, karena ketidaktaatan kepada pemimpin atau karena berbuat
kerusakan, seperti pada Qs. Al-Isra/17: 58 yang artinya: “Dan tidak ada suatu negeri
pun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami binasakannya sebelum hari
kiamat atau Kami siksa (penduduknya) dengan siksa yang sangat keras”.
Sebelumnya Allah memperingatkan bahwa setiap umat atau penduduk yang
meyakini Islam, memiliki batas waktu dan ajalnya sendiri (Qs. Al-Araf, Qs. Yunus,
Qs. Al-Hijr) dan setiap batas waktu tersebut tidak dapat dipercepat maupun
diperlambat. Oleh karena itu, manusia memiliki kesempatan untuk menjadi bagian
dari akhir umat/bangsa yang baik atau malah sebaliknya, (Jamaluddin, 2020).
Secara terminologi bahasa Islam Rahmatan Lil’alamin terdiri atas Islam dan
Rahmatan Lil’alamin. Islam berasal dari kata salama/salima artinya damai,
keamanan, kenyamanan, dan perlindungan. Fatwa tentang Terorisme dan Bom
Bunuh Diri yang disampaikan oleh Muhammad Tahir-ul-Qadri menyatakan bahwa:
“seperti makna literalnya, Islam adalah pernyataan absolut tentang perdamaian.
Agama Islam adalah manifestasi damai itu sendiri. Islam mendorong manusia untuk
menciptakan hidup proporsional, damai, penuh kebaikan, keseimbangan, toleransi,
sabar, dan menahan marah. Kata Islam yang terdevirasi sehingga menjadikan Islam
memiliki varian makna yang diafirmasi oleh Alquran sendiri, meliputi: selamat dan
sejahtera (Qs. Maryam/19: 47), damai (Qs. Al-Anfâl/8: 61 dan Qs. Al-Hujurȃt/49:
9), bersih dan suci (Qs. Asy-Syu’arâ’/26: 89, Qs. Al-Maidah/5: 6 dan Qs. As-
Shaffât/37: 84), menyerah (Qs. An-Nisâ/4: 125 dan Qs. Ali Imrân/3: 83),
penyerahan diri secara totalitas kepadaNya (Qs. Al-Baqarah/2: 208 dan Qs. As-
Shaffât/37: 26).
Selanjutnya makna “rahmat” menurut Ibnu Mandzur adalah al-riqqatu wa al-
ta’attufi (kelembutan yang berpadu dengan rasa keibaan). Selain itu bermakna
kelembutan hati, kehalusan dan belas kasihan sebagaimana pendapat ini
disampaikan oleh Ibnu Faris, pun bahwa kata rahima bermakna hubungan kerabat,
persaudaraan, dan ikatan darah. Hal tersebut dipertegas oleh Al-Asfahani bahwa
rahmat merupakan al-ihsân al-mujarrad dûna al-riqqat (kebaikan tanpa belas kasih)
dan al-riqqat al-mujarradah (belas kasih semata-mata). Penjelasannya bahwa apabila
rahmat disandarkan kepada manusia, maka hanya kebaikan berupa simpati semata
dari manusia itu sendiri, sedangkan apabila disandarkan terhadap Allah SWT, maka
bermakna kebaikan semata-mata datangnya hanya dari Allah SWT Yang Maha
Kuasa. Adapun makna rahmat dalam Alquran salah satunya terdapat dalam Qs. Al-
Anbiyâ’/21: 107 yang artinya “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam. Artinya bahwa rahmat dalam Alqruan hanya
dari Allah SWT Sang Pemberi Rahmat bagi semua maklukNya, (Jamaluddin, 2020).
Islam Rahmatan lil Alamin bersifat inklusif, sekalipun di dalamnya terdapat
ajaran eksklusif. Eksklusivisme adalah bagian subjektivitas internal agama. Di
tengah-tengah al-Qur’an, terdapat kata “walyatalattof”—biasanya di al-Qur’an
cetakan Indonesia menggunakan tinta merah dan ditebalkan—yang memiliki makna
lembut, (Rasyid, 2016).
Konsep dan upaya orang Islam khususnya di Indonesia menjadikan
Rahmatan Lil’alamin sebagai perwujudan cita-cita Islam dalam kebangsaan, bukan
hanya keselamatan bagi manusia tetapi juga untuk seluruh alam, (Jamaluddin,
2020).
B. Kebersamaan Dalam Pluralitas Agama
Proses munculnya pluralitas agama di Indonesia dapat diamati secara empiris
historis. Secara kronologis dapat disebutkan b~hwa di wilayah kepulauan
Nusantara, hanya agama Hindu dan Buddha yang dahulu dipeluk oleh masyarakat,
terutama di Pulau .Jawa. Candi Prambanan dan Candi Borobudur adalah saksi
sejarah yang paling autentik mengenai hal ini, (Marzuki, 2001).
Pluralitas agama sebenarnya bukan fenomena baru bagi bangsa Indonesia.
Selama Orde Baru saja, secara de jure diakui oleh pemerintah eksistensi lima agama
dan bahkan puluhan, atau bahkan mungkin ratusan aliran kepercayaan. Setiap
penduduk Indonesia menghadapi kenyataan pluralitas agama dalam kehidupan
sehari-hari. Bertetangga, bekerja, dan bersekolah dengan orang yang berlainan
agama adalah suatu kenyataan yang dengan mudah ditemui dalam aktivitas
kehidupan keseharian. Pluralitas agama telah menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari apa artinya menjadi penduduk atau bangsa Indonesia. Menyangkal kenyataan
ini adalah sebuah kenaifan atau bertentangan dengan sunnatullah. Pluralitas agama
menyimpan potensi sekaligus bahaya tersendiri. Kemajemukan agama itu bisa
menjadi potensi yang kuat (integrasi), apabila kemajemukan tersebut dihargai dan
diterima dengan bijaksana oleh segenap unsur masyarakat yang ada. Apabila hal ini
terjadi, maka akan terbentuk sebuah mozaik kehidupan yang indah dan nyaman
untuk dinikmati. Di sisi lain, kemajemukan itu menyimpan potensi untuk
menimbulkan masalah yang besar (konflik). Perberdaan-perbedaan ajaran agama,
apabila tidak ditanggapi dengan bijaksana, maka dapat memicu sebuah pertikaian
yang mendalam dan meluas. Tampaknya itu yang telah dan sedang terjadi pada
bangsa ini. Berbagai konflik sosial yang bernuansa agama telah meletus di beberapa
wilayah di tanah air yang tentu saja berdampak pada integrasi bangsa. Di Indonesia,
pluralitas dan pluralisme terutama yang terkait dengan agama seakan ditakdirkan
selalu berada dalam posisi problematis. Siapa pun tidak ada yang menampik
terhadap fakta keragaman di Indonesia. Sejarah keragaman agama di Indonesia telah
berlangsung sangat lama. Menurut salah satu teori sejarah, Islam datang ke bumi
Nusantara pada abad ke-7 M. Artinya, Islam telah menghiasi negeri ini melewati
satu milenium. Tetapi Islam tidak memasuki ruang hampa. Jauh sebelum datangnya
Islam, masyarakat Nusantara telah terpola ke dalam pelbagai agama dan
kepercayaan. Tidak hanya Islam, agama-agama lainnya pun berdatangan. Dalam
versi negara, pada saat ini ada enam agama yang diakui eksistensinya, yaitu: Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu, (Hasbullah, 2022).
Menghargai pluralitas – termasuk bidang pendidikan – (akan memperkuat
proses integrasi sosial (anak-anak dari etnis berbeda). Sama halnya dengan bidang
agama, sebagai salah satu elemen primordialism, memiliki peran “perekat” terhadap
integrasi sosial. Islam, dalam hal ini, sebagai kelompok mayoritas dianut penduduk
(90%) Indonesia, memiliki peranan strategis dalam membina generasi mudanya dan
umat Islam dalam memperkuat integrasi sosial. Umat Islam memiliki tanggung
jawab terdepan dalam membina dan memperjuangkan integrasi sosial. Secara
konseptual teoritis, ajaran Islam sangat menjunjung tinggi nilai keragaman dan
toleransi terhadap pluralitas. Sebagai wahyu yang diturunkan bagi manusia, Islam
telah menjadikan doktrin menyejarah dalam pluralitas, (Hasbullah, 2022).

C. Makna Toleransi Dalam Islam


Memang tidak ada penyebutan kata ‘toleransi’ dalam al-Qur`an, namun
secara eksplisit al-Qur`an menjelaskan konsep toleransi dengan batasan-batasan
yang sangat jelas dan gamblang. Hal ini dapat dilihat sebagaimana dinyatakan dalam
al-Qur`an:
“Katakanlah: ‘Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah,
padahal Dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu; bagi kami amalan kami, dan
bagi kamu amalan kamu dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati’ ,” (QS.
al-Baqarah [2]: 139).
Alquran dan sunnah merupakan al-mashâdhîr al-asâsiyyah (sumber utama)
dalam kerangka epistemologi Islam. Untuk merumuskan konsep toleransi dalam
Islam, diperlukan pemahaman yang komprehensif terhadap nilai-nilai toleransi yang
terkadung dalam keduanya. Sehingga nilai-nilai tersebut dapat terintegrasi secara
nyata dalam kehidupan saat ini. Terdapat banyak redaksi dalam alquran dan sunnah
yang menyebutkan tentang kewajiban seorang muslim untuk berbuat baik dan adil
terhadap semua manusia, tanpa membedakan agama dan kepercayaannya, (Rosyidi,
2019).
Toleransi adalah sikap tenggang rasa terhadap perbedaan orang lain dalam
berbagai hal dengan menghargai dan menghormati prinsip-prinsip hidup dalam
batas-batas yang telah ditentukan oleh agama. Salah satu nikmat yang Allah
anugerahkan kepada manusia adalah diutusnya Nabi Muhammad Saw dengan
membawa sebuah agama rahmat bagi alam semesta. Rahmat ini tergambar dalam
bentuk tasāmuḥ (toleransi), ampunan, dan saling memberi nasihat, yang tertuang
dalam naṣṣ-naṣṣ al-Qur`an dan al-Sunnah. Rahmat ini pun terwujud pertama kali di
Madinah dan sikap nabi dalam pergaulannya baik terhadap sesama muslim atau
terhadap non-muslim yang meliputi semua aspek kehidupan. Sabiq mengatakan,
‘Islam tidak hanya berbicara pada satu aspek dasar saja, tetapi Islam membentuk
hubungan antar pribadi, kelompok, dan negara sebagai hubungan perdamaian dan
keamanan. Baik hubungan antar muslim dengan muslim, atau antar hubungan
muslim dengan non-muslim. Hubungan antar sesama muslim adalah hubungan yang
diikat oleh kesamaan akidah, bukan diikat oleh perbedaan nasab dan silsilah, warna
kulit, bahasa, budaya, status sosial, pangkat dan kedudukan, (Jamil, 2018).
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara;
dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari
padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu
mendapat petunjuk,” (QS. Āli ‘Imrān [3]: 103).
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah
terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat,” (QS. al-Ḥujurāt [49]: 10).
Sementara hubungan muslim dengan non-muslim adalah hubungan yang diikat oleh
aspek sosial, seperti antara IAIN; rasa kekeluargaan, pertemanan, budaya atau
politik, sebagaimana diungkapkan oleh Sabiq di atas. Namun demikian, aspek
ibadah dan keyakinan mereka tetap dihargai oleh Islam.
Toleransi beragama artinya sikap lapang dada, saling menghormati, dan
saling menghargai terhadap pemeluk agama lain serta membiarkan untuk
menjalankan agamanya masing-masing tanpa ikut mencampurinya, tapi boleh saling
bekerjasama seperti aspek sosial, ekonomi, serta hal-hal yang tidak berkaitan
dengan urusan keagamaan. Konsep toleransi merupakan solusi dalam membina
interaksi yang harmonis antar umat manusia. Namun toleransi tidak berarti
membebaskan orang untuk berlaku sekehendaknya. Diperlukan aturan dan batasan
dalam mewujudkan konsep ini, (Mustaqim, 2019).
D. Implementasi Toleransi Dalam Kehidupan
Dalam melaksanakan toleransi antar umat beragama seseorang harus
memiliki prinsip untuk mencapai ketenangan, ketentraman dan keharmonisan antar
umat bermasyarakat yang ada di suatu masyarakat. Karena sikap toleransi
merupakan suatu hal yang sangat penting dan prinsipal dalam pergaulan dengan
sesama manusia (Suyahmo, 2014:215). Setiap manusia harus memiliki agama agar
tidak salah dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Berdasarkan Pasal 29 ayat 1
UUD Tahun 1945 negara Indonesia adalah negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang
Maha Esa. Menjadikan negara Indonesia memiliki beberapa agama yang dianut oleh
warga negaranya dan juga setiap warga negara memiliki kemerdekaan untuk
memeluk agama sesuai keinginannya. hal tersebut telah diatur dalam Pasal 29 ayat 2
UUD Tahun 1945 dimana negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercaannya itu. Dengan adanya sikap toleransi antar pemeluk agama dan
kepercayaan yang berbeda, maka akan memberikan kebebasan yang seluas-luasnya
kepada masing-masing anggota masyarakat Indonesia untuk melakukan ibadah
menurut agama dan kepercayaannya, (Mustaqim, 2019).
Rasa persaudaraan satu sama lain itu sangat penting dalam kehidupan
bermasyarakat. Dengan adanya rasa persaudaraan satu sama lain akan saling
menerima perbedaan yang ada terutama kaitannya dengan perbedaan kepercayaan
agama. Dalam kehidupan sehari-hari dalam kehidupan bermasyarakat tentunya tidak
lepas dari perbedaan. Dari perbedaan jenis kelamin, perbedaan kepribadian,
perbedaan agama dan perbedaan-perbedaan lainnya. Adanya perbedaan tersebut
harus menjadikan setiap manusia untuk pandai bersikap didalam masyarakat, agar
tidak terjadi konflik didalam masyarakat. Satu sama lain kita harus menghormati
perbedaan pendapat, memahami dan menyadari keanekaragaman masyarakat,
terbuka dalam menjunjung tinggi nilai dan martabat manusia, mampu
mengendalikan diri sehingga tidak mengganggu orang lain, kebersamaan dan
kemanusiaan, percaya diri tidak mengutamakan diri sendiri pada orang lain dan taat
pada peraturan yang berlaku, (Mustaqim, 2019).
Hidup aman dan damai merupakan cita-cita dari seluruh umat manusia.
Maka untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan konsep toleransi. Dalam Islam,
konsep toleransi tersebut diinternalisasikan melalui interpretasi terhadap Alquran
dan hadis. Dalam membaca keduanya tidak bisa hanya semata dari sisi tekstualnya
saja. Terwujudnya toleransi beragama tidak mungkin tiba-tiba turun dari langit.
Seluruh pihak termasuk tokoh agama, pemerintah dan masyarakat memiliki andil
dalam mewujudkan situasi yang aman dan damai. Para tokoh agama perlu
menyampaikan pemahaman keagamaan yang moderat, inklusif yang siap menerima
perbedaan dan keragaman dalam kehidupan ini. Masyarakat perlu membekali diri
dengan kemampuan literasi informasi, sehingga tidak mudah diprofokasi.
Pemerintah juga harus memainkan peran sosial dalam mewujudkan kehidupan yang
toleran dengan menjamin terwujudnya kebebasan beragama dan menindak tegas
para pelaku anarkis dan teroris, (Rosyidi, 2019).
E. Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Perdamaian
Perdamaian dalam Islam adalah nilai utama bagi para penganutnya dan harus
diimplementasikan sebagai sikap dalam kehidupan. Dalam literatur-literatur
keagamaan Islam baik al-Quran dan al-Hadist serta cerita-cerita tentang sejarah
Islam, banyak sekali dokumen-dokumen yang mengandung spirit perdamaian dan
keadilan baik berupa anjuran maupun perintah. Namun demikian tidak bisa
dipungkiri banyak sekali permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam dalam
mewujudkan perdamaian tersebut. Dalam ajaran Islam juga di samping ada literatur
yang menganjurkan perdamaian, juga ada beberapa dokumen dalam teks yang
berbicara masalah perang. Hal inilah yang kemudian banyak dijadikan dasar dan
landasan bagi individu atau kelompok dalam umat Islam untuk melakukan tindak
kekerasan bahkan melakukan bom bunuh diri dengan mengatasnamakan jihad atau
cara lain dengan menetapkan Islam sebagai standar syariat yang mengatur
kehidupan publik secara umum yang harus dijalakan oleh semua agama di
Indonesia. Islam memiliki arti: tunduk dan menerima segala perintah dan larangan
Allah yang terdapat dalam wahyu yang diturunkan Allah kepada para Nabi dan
Rasul yang terhimpun di dalam Alquran dan Sunnah. Manusia yang menerima
ajaran Islam disebut muslim. Seorang muslim mengikuti ajaran Islam secara total
dan perbuatannya membawa perdamaian dan keselamatan bagi manusia. Dia terikat
untuk mengimani, menghayati, dan mengamalkan Alquran dan Sunnah, (Sahari,
2009).
Konsep Islam sebagai agama damai inilah yang harus ditanamkan sedini
mungkin kepada anak-anak kita, baik melalui pendidikan formal, informal maupun
pendidikan non formal. Ada sebagian orang yang salah paham dalam mengartikan
kata damai. Damai seringkali dimaknai adanya dua pihak yang hidup berdampingan
secara harmonis. Padahal, kehidupan pribadi pun harus damai. Muslim yang
batinnya tidak tenteram, nuraninya tidak konsisten, dan tidak istiqamah, berarti
dirinya tidak damai. Islam mengajarkan hablum minallah (hubungan dengan Allah),
hablum minannas (hubungan dengan sesama), dan hubungan dengan diri sendiri.
Islam mengajarkan kita untuk hidup damai. Konsep kedamaian yang dimaksud
Islam bukan hanya antara dua pihak atau dengan orang lain, tapi juga untuk diri
sendiri. Lebih spesifik, damai diartikan menjalin hubungan baik dengan pihak lain.
Maksudnya, orang lain di luar diri kita, yang berbeda agama dengan kita.
Perdamaian akan tercipta jika ada perjanjian atau konsensus untuk saling
memahami, menghargai dan menghormati yang dibuat oleh kedua belah pihak,
bahkan oleh multi pihak. Ini harus dijaga oleh kedua belah pihak, karena tidak
mungkin perdamaian tercipta, jika keinginan untuk berdamai hanya datang dari
salah satu pihak saja, (Sahari, 2009).
Pendidikan perdamaian itu bisa memanfaatkan pelajaran agama yang
diberikan di sekolah-sekolah dengan memasukkan pentingnya perdamaian itu.
Sayangnya selama ini pelajaran agama diberikan di sekolah sebatas mengajarkan
ritual agama serta dogma-dogma agama itu sendiri. Sebenarnya pendidikan
perdamaian bisa disampaikan di sana. Oleh karena itu, kita berharap lewat pelajaran
agama yang di dalamnya mengakui adanya pluralitas maka pendidikan perdamaian
itu bisa dengan mudah disampaikan. Dengan cara itu, dialog di antara anak-anak itu
akan terjadi dengan melihat berbagai agama yang berbicara tentang perdamaian,
(Sahari, 2009).
F. Konsep Ukhuwah
Secara bahasa, dalam kamus Lisan Al-‘Arab kata ‫ خ َأ‬yang memiliki asal kata
akhwun (‫ ) اخو‬bermakna; pertama, saudara senasab atau saudara sekandung. Kedua,
‫ خ َأ‬juga bermakna teman dekat/sahabat. Dalam kitab Tahdzibut Tahdzib yang
dikutip dalam kamus Lisan Al-‘Arab, Al-akhwu (‫ ( االخو‬adalah tunggal (dalam arti
saudara 1), sedang yang 2 saudara disebut akhowaani (‫ ) اخوان‬dan jamaknya adalah
ikhwan (‫ ( اخوان‬atau ikhwah )‫اخوة‬.) Secara istilah, Ukhuwah (‫ ( أخوة‬dapat diartikan
sebagai persaudaraan, terambil dari akar kata yang awalnya berarti
“memperhatikan”. Sehingga dari makna asal ini, Ukhuwah memberi kesan bahwa
persaudaraan mengharuskan adanya perhatian semua pihak yang merasa bersaudara.
Menurut Quraish Shihab, kemunginan perhatian itu pada mulanya lahir karena
adanya persamaan antara sesama pihak yang bersaudara, sehingga kemudian makna
tersembut berkembang, sampai akhirnya Ukhuwah dipahami sebagai “setiap
persamaan dan keserasian dengan pihak lain, baik persamaan keturunan, dari segi
ibu, bapak, atau keduanya, maupun dari segi persusuan”.
Ketika berbicara mengenai Ukhuwah, masyarakat muslim secara umum
sangat akrab dengan istilah Ukhuwah Islamiyah. Hal ini yang pelu didudukkan
maknanya, sehingga bahasan yang dilakukan tentang Ukhuwah tidak mengalami
kerancuan. Untuk itu terlebih dahulu perlu dilakukan tinjauan kebahasaan untuk
menetapkan kedudukan kata Islamiyah dalam istilah di atas. Kesan yang
ditimbulkan dari istilah Ukhuwah Islamiyah bermakna “persaudaraan yang dijalin
oleh sesama muslim”, atau dengan kata lain, “persaudaraan antara sesama muslim”,
sehingga dengan demikian kata “Islamiyah” dijadikan pelaku Ukhuwah itu,
(Harahap, 2020).
G. Rapuhnya Ukhuwah
Rasulullah saw membuat gambaran tentang indahnya ukhuwah Islamiyah
(persaudaraan Islam) dengan perumpamaan seperti satu tubuh. Ukhuwah Islamiyah
(persaudaraan Islam) merupakan sesuatu yang sangat penting dan mendasar, bahkan
menjadi ruh iman yang kuat. Itu sebabnya ketika Rasul saw hijrah ke Madinah, hal
pertama yang dilakukan adalah mempererat ikatan persaudaraan antara kaum
Muhajirin dengan kaum Anshar. Ikatan persaudaraan ini menggantikan ikatan-
ikatan materi, kepentingan individu, dan ambisi pribadi, sehingga yang ada seorang
muslim mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri. Ini menunjukkan
bahwa Islam memberantas gejala-gejala egoisme dan mental mementingkan diri
sendiri, (Bakri, 2019).
Pada hakikatnya persaudaraan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia,
karena dengan persaudaraan interaksi sosial di masyarakat aman, lancar, dan
nyaman Kondisi seperti ini yang dicita-citakan Islam sebagaimana dijelaskan dalam
Alquran, Islam menghendaki agar manusia bersatu dalam kebersamaan, dan saling
menolong.
Ukhuwah Islamiyah memang mudah untuk diucapkan, tetapi ternyata sulit
aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Ini menjadi tantangan terbesar yang
dihadapi umat Islam sepanjang sejarah, yaitu sulitnya membangun ukhuwah
Islamiyah. Kesulitan ini terletak pada fakta sering kandasnya ajaran Islam yang
berhadapan dengan kepentingan dan egoisme. Akan tetapi menjadi kewajiban
setiap Muslim untuk mewujudkan Ukhuwah Islamiyah. Meskipun tidak ada pakta
tertulis, namun segala hal yang dapat merusak ukhuwah Islamiyah harus dijauhi.
Satu faktor yang dapat merusak ukhuwah adalah perbedaan pendapat atau
pandangan. Padahal, menghadapi perbedaan pendapat tidak semestinya membuat
persaudaraan rusak, jika tetap berusaha empati memahami cara pandang yang
berbeda. Komitmen terhadap ukhuwah Islamiyah dicontohkan oleh para sahabat
Nabi, mereka saling mencintai, mengasihi, menolong, dan menghormati. Meskipun
terkadang mereka berbeda pendapat, namun hal itu tidak membuat mereka saling
benci, apalagi menyesatkan orang lain. Mereka tetap berlapang dada dan
menghormati perbedaan pendapat tersebut, (Bakri, 2019).
Ukhuwah Islamiyah dan persatuan senantiasa dijaga dan menjadi prioritas.
Inilah sikap yang diajarkan oleh Rasul Saw kepada para sahabat sehingga umat
Islam menjadi kuat dan berjaya pada masa itu. Hal ini didasari oleh penegasan Allah
Swt, “Sesungguhnya kaum muslimin itu bersaudara, karena damaikanlah antara
kedua saudaramu dan bertakwalah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-
Hujurat: 10)
Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin menyiratkan makna penguatan ukuhuwah
Islamiyah. Karena rahmatan lil ‘alamin yang memberikan kebaikan dan rahmat
untuk seluruh alam, hanya akan terwujud dengan ukhuwah Islamiyah yang kuat.
Begitu pentingnya ukhuwah Islamiyah ini, sehingga sering didapati pesan Nabi
tentang aplikasi nilai ukhuwah disanding dengan kesempurnaan iman seseorang.
Lebih dari itu, keluhuran nilai ukhuwah Islamiyah tidak hanya sekadar imbauan,
tetapi ia merupakan perintah yang mesti ditaati. Pelanggaran terhadap nilai-nilai
ukhuwah berdampak pada siksa dan murka Allah, (Bakri, 2019).
H. Strategi Ukhuwah
Rasulullah ‫ ﷺ‬pernah membuat gambaran indah tentang persaudaraan antar
pemeluk agama Islam. Beliau melukiskan bahwa persaudaraan dalam ikatan
keislaman itu seperti satu tubuh. Beliau bersabda: “Perumpamaan orang-orang
yang beriman, dalam saling mencintai, saling menyantuni sesama mereka, adalah
laksana kesatuan tubuh. Apabila satu bagian dari tubuh itu menderita sakit, maka
seluruh badan turut merasakannya.” (HR. Muslim).
Sungguh indah apa yang disampaikan oleh Nabi ‫ﷺ‬. Betapa erat, dekat, dan
akrab hubungan sesama muslim. Meski pun ada perbedaan: perbedaan mazhab,
politik, warna kulit, suku dan bangsa, namun kita tetap satu tubuh, kita tetap harus
saling bersaudara dalam ikatan keislaman. Inilah yang disebut ukhuwah islamiyah.
Ukhuwah Islamiyah mudah diucapkan, tapi yang sulit adalah praktik dan
aplikasinya dalam berbagai situasi serta kondisi kehidupan sehari-hari. Namun,
perlu disadari bahwa mewujudkan persaudaraan Islam dalam arti yang sebenarnya
merupakan kewajiban setiap Muslim. Meski tak ada pakta perjanjian tertulis, namun
umat Islam karena ikatan keislamannya haruslah memandang sesama Muslim
sebagai saudaranya atas dasar kesamaan pandangan hidup. Segala yang
merusak ukhuwah Islamiyah  harus dijauhi.
Setidaknya ada lima hal yang harus kita lakukan untuk membentengi
persatuan kita sesama umat Islam, (Hidayatullah, 2018). Kelima hal ini termasuk
dalam hak dan kewajiban ukhuwah yang ditetapkan dalam Islam. Pertama,
menutup aib saudara seiman. Rasa-rasanya tidak ada manusia yang terbebas dan
bersih dari aib, cacat dan kekurangan diri. Setiap orang pasti punya kelemahan.
Karenanya, tidak selayaknya kita menjadi bak bunyi pepatah, “Gajah di pelupuk
mata tak tampak, namun kuman di seberang lautan tampak.” Kita harus mampu
menahan diri untuk tidak membuka aib saudara kita. Kita jaga kehormatan mereka.
Kita tutupi kekurangan dengan saling melengkapi dan menyempurnakan. Tidak
dengan mengumbar aib mereka yang dapat menimbulkan ketersinggungan hingga
berujung pada permusuhan.
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,
“Barangsiapa membela kehormatan saudaranya (sesama Muslim), maka hal
itu menjadi penghalang untuknya dari api neraka.” (HR Tirmidzi). Sabda Nabi
berikutnya: “Adalah kejahatan bagi seorang Muslim mempermalukan saudara
Muslim lainnya.” (HR Muslim).
Kedua, memaafkan saudara seiman. Langkah kedua ini diperlukan dalam
hubungan kita sebagai makhluk sosial. Di sela interaksi sosial yang kita lakukan
mungkin ada friksi dan hal-hal lain yang mengakibatkan kesalah-pahaman. Tak ada
gading yang tak retak. Tak ada manusia yang lepas dari kesalahan. Karena pada
dasarnya manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Namun, sebaik-baik manusia
yang berbuat salah adalah yang segera menyadari, meminta maaf, menerima maaf,
dan bertaubat.
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda
“Pintu-pintu Surga dibuka pada hari Senin dan Kamis. Ampunan Ilahi
dilimpahkan kepada setiap hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu,
kecuali yang menyimpan dendam kepada saudaranya. Tentang mereka dikatakan:
Tunggu, tunggu, tunggu, sampai mereka berbaikan.” (HR Muslim).
Ketiga, melepaskan kesulitan sesama Muslim. Jika kita diminta untuk
memilih antara kemudahan dan kesulitan, nyaris setiap kita lebih suka kemudahan
dan tidak menginginkan kesulita. Namun, hidup tidak selalu berjalan mulus. Ada
rintangan dan hambatan yang membuat perjalanan hidup tidak seperti yang
diharapkan. Kesulitan yang timbul terkadang membuat sebagian orang kehilangan
orang-orang yang disayangi. Musibah gempa bumi dan tsunami di Palu serta
Donggala adalah potret buram tentang betapa kesulitan itu dalam sekejap
menghilangkan apa yang dimiliki. Rumah, kendaraan, keluarga, bisa lenyap dalam
hitungan detik. Hanya dalam sekejap semua luluh lantak. Semuanya lenyap
digoncang gempa bumi, lenyap oleh hantaman tsunami. Innaa lillaah wa innaa ilaihi
rooji’uun ..
Kewajiban kita sebagai sesama muslim yang saling bersaudara, adalah
membantu mereka. Kita sisingkan lengan. Kita kenyangkan perut mereka yang
lapar. Kita obati yang sakit. Kita kasihi mereka yang berduka. Kita hapus air mata
kesedihan mereka. Kita bahagiakan dengan apa yang mampu kita berikan. Duka
mereka adalah duka kita. Kebahagiaan mereka juga kebahagiaan kita. Rasa sakit
yang tengah mereka rasakan juga rasa sakit bagi kita. Kita seharusnya tidak merasa
nyaman dengan apa yang menimpa dan menindih mereka. Oleh karena itu,
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: “Siapa yang melapangkan kesulitan saudaranya dari
kesulitan hidup di dunia ini, Allah akan melapangkan pula orang itu dari
malapetaka hari kiamat. Allah tetap akan menolong seorang hamba, selama hamba
itu sudi menolong saudaranya. Siapa yang menutup aib (malu) orang Islam, Allah
akan menutupi aib orang itu di dunia dan akhirat.” (HR Muslim, Abu Daud,
Turmidzi).
Keempat, berbaik sangka kepada sesama Muslim. Sikap baik sangka tidak
berarti kita kehilangan kewaspadaan terhadap potensi kejahatan seseorang. Baik
sangka adalah akhlak yang diajarkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala kepada para
hamba-Nya. Kita dianjurkan untuk berbaik sangka kepada saudara kita. Tidak
mudah terjebak dalam buruk sangka yang bisa mengakibatkan gangguan dalam
hubungan antara sesama kita.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah
dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah
sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.” (Al-Hujurat: 12).
Kelima, berdoa untuk sesama Muslim, baik semasa hidupnya maupun
setelah wafat. Doa yang baik akan kembali kepada kita yang mendoakannya.
Demikian pula sebaliknya. Kita doakan saudara-saudara kita yang dekat atau jauh.
Kita kirimkan doa terbaik kita untuk seluruh umat Islam khususnya mereka yang
sakit, terkena musibah, tertimpa kesulitan, maka kita pun akan mendapatkan
kebaikan dan pahala dari doa kita sendiri.
I. Masa Depan Ukhuwah Islamiyah
Ukhuwah islamiyah adalah persaudaraan antar sesama pemeluk agama
Islam. Konsep ini mengajarkan bahwa setiap Muslim merupakan saudara bagi
Muslim lainnya. Ukhuwah di masa depan adalah ukhuwah yang diterapkan di masa
sekarang ini dalam kehidupan sehari-hari, (Anonim, 2021). Berikut adalah contoh
ukhuwah Islamiyah dalam kehidupan sehari-hari yang dihimpun dari buku Jalan
Menggapai Ridho Allah oleh Abdul Aziz Ajhari, Aliyah Siti Nurlathifah, dan
Ariyanda Safitri.
1. Menegakkan sholat lima waktu
Ketika kaum Muslimin bertemu sebanyak lima kali sehari
untuk melaksanakan sholat berjamaah di Masjid atau Mushola,
mereka akan saling mengenal. Akibatnya, akan terjalin silaturahmi
antar sesama umat Islam. Hal ini pun juga dapat membuat hati
mereka terpaut hingga mendatangkan rasa cinta dan kesatuan.
2. Menebarkan salam dan dilarang bersikap acuh
Sebagai sesama umat Islam, dianjurkan untuk saling
memberikan salam dan tidak boleh bersikap acuh. Sebagaimana
sabda Nabi SAW: “Salah satu perbuatan yang akan membuat kita
saling mencintai adalah saling menyebarkan salam. Dan sebaliknya,
Islam melarang umatnya untuk saling melakukan perbuatan acuh
dan memutuskan hubungan dengan saudaranya sendiri (saudara
seiman).” (HR. Bukhari dan Muslim).
3. Memenuhi hak antar sesama umat Muslim
Setiap manusia pasti memiliki haknya masing-masing. Oleh
karena itu, sudah sepatutnya kita saling memenuhi hak antar manusia,
terutama sesama umat Muslim.
Rasulullah SAW pernah bersabda, “Hak seorang Muslim
terhadap Muslim lainnya ada enam, yaitu: Apabila engkau bertemu
dengannya, maka ucapkanlah salam; Apabila dia mengundangmu,
maka penuhilah undangannya; Apabila dia meminta nasihat
kepadamu, maka nasihatilah dia; Apabila dia bersin lalu
mengucapkan Alhamdulillah, maka Doakanlah dia (dengan
mengucapkan yarhamukallah); Apabila dia sakit, jenguklah dia; Dan
apabila dia meninggal, maka iringilah jenazahnya.” (HR. Muslim).
4. Saling tolong-menolong
Sebagai sesama Muslim, hendaknya kita saling tolong-
menolong dengan cara membantu dan meringankan beban saudara
kita yang sedang tertimpa musibah. Dengan begitu, akan muncul rasa
simpati dan empati kita kepada seluruh makhluk hidup lainnya.
5. Saling memaafkan
Memaafkan merupakan langkah paling benar dalam
menyelesaikan suatu masalah atau pertikaian. Dengan memaafkan,
setiap permasalahan akan menjadi mudah untuk diselesaikan.
Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa memaafkan saat ia mampu
membalas, maka Allah akan memberinya maaf pada hari kesulitan.”
(HR. Ath-Thabrani).
6. Menjauhi perbuatan maksiat
Maksiat merupakan salah satu penyebab permusuhan di antara
manusia, seperti meminum khamar dan judi. Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dengan minuman keras dan judi itu, setan hanyalah
bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu,
dan menghalang-halangi kamu dari mengingat Allah dan
melaksanakan salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?” (QS. Al
Maidah: 91).
7. Saling mendoakan dalam kebaikan
Umat Muslim sudah sepatutnya saling mendoakan dalam
kebaikan antar sesama umat-Nya. Nabi SAW pernah bersabda, “Jika
seseorang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuannya, maka
malaikat pun akan mengatakan, ‘(Semoga) engkau mendapatkan
sebagaimana yang engkau doakan kepada saudaramu.’” (HR.
Muslim).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setiap Muslim merupakan saudara bagi Muslim lainnya. Sebagai umat
muslim sudah seharusnya kita menjaga kerukunan satu sama lain agar kehidupan
dapat nyaman, tentram dan damai. Bagi umat Islam kedamaian itu hanya dapat
dicapai dengan jalan berpegang teguh kepada ajaran agama.
B. Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah
di atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya
penulis akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan
menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari
para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2021). Pengertian, Prinsip, dan Contoh Ukhuwah Islamiyah dalam Kehidupan
Sehari-hari. Retrieved from https://kumparan.com/berita-hari-ini/pengertian-prinsip-
dan-contoh-ukhuwah-islamiyah-dalam-kehidupan-sehari-hari-1wrH68E9Tem/full

Bakri. (2019). Beda Pendapat, Jaga Ukhuwah Islamiyah. Retrieved from


https://aceh.tribunnews.com/2019/03/14/beda-pendapat-jaga-ukhuwah-islamiyah

Harahap, W. (2020). Skripsi: Pemahaman Konsep Ukhuwah Dalam Al-Qur'an Menurut


Lembaga Kemanusiaan Act.

Hasbullah. (2022). Islam Dan Pluralitas Agama Di Indonesia (Analisis Sosiologi Agama
Tentang Potensi Konflik Dan Integrasi Sosial).

Hidayatullah. (2018). Lima Langkah Memperkuat Ikatan Ukhuwah Islamiyah. Retrieved


from https://hidayatullah.com/kajian/oase-iman/read/2018/10/11/152486/lima-
langkah-memperkuat-ikatan-ukhuwah-islamiyah.html

Jamaluddin, M. N. (2020). Wujud Islam Rahmatan Lil Âlamin Dalam Kehidupan


Berbangsa Di Indonesia. Adliya: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan, 14(2).

Jamil. (2018). Makna Toleransi dalam Islam. Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya
Islam, 1(2).

Marzuki. (2001). Pluralitas Agama Dan Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia (Mencari
Peran Pendidikan Agama Di Perguruan Tinggi Umum). Cakrawala Pendidikan,
XX(3).

Mustaqim, S. (2019). Implementasi Nilai Toleransi Dalam KehSkripsi: Bermasyarakat


Antar Umat Beragama Di Desa Gondoriyo Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang.

Rasyid, M. M. (2016). Islam Rahmatan Lil Alamin Perspektif Kh. Hasyim Muzadi.
Epistemé, 11(1). doi:10.21274/epis.2016.11.1.93-116

Rosyidi, M. F. (2019). Konsep Toleransi Dalam Islam Dan Implementasinya Di Masyarakat


Indonesia. Jurnal Madaniyah, 9(2).

Sahari. (2009). Merajut Perdamaian Melalui Pendidikan Islam. Jurnal Iqra', 3(1).

Anda mungkin juga menyukai