Anda di halaman 1dari 16

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

MAKALAH

Diajukan untuk mengganti Tugas Kunjungan Observasi Mata Kuliah

Pendidikan Agama Islam, oleh Dosen

Yupiter Yancik, S.Pd.I., M.Pd.I., M.E.

Disusun oleh :

Nama : Muhammad Lutfi Prihatin

Kelas : TI-1A

NIM : 1807413010

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER


PROGRAM DIPLOMA TEKNIK INFORMATIKA
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun sampaikan kepada Allah SWT. Yang telah memberikan segala
cinta dan kasih sayang-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan
salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjunan kita Nabi Besar Muhammad SAW,
keluarga, sahabat, sampai kepada kita sebagai umatnya.
Makalah ini di ajukan untuk mengganti tugas observasi mata kuliah Pendidikan Agama
Islam. Makalah ini disusun berdasarkan beberapa sumber.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih
banyak kesalahan serta kekurangannya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang sifatnya
membangun sangat penyusun harapkan.
Akhir kata penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
pada umumnya dan khususnya bagi penyusun.

Jakarta, 1 Desember 2018

Muhamamad Lutfi P.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kerukunan beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan aset dalam


kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah bangsa, Pancasila
telah teruji sebagai alternatif yang paling tepat untuk mempersatukan masyarakat Indonesia yang
sangat majemuk di bawah suatu tatanan yang inklusif dan demokratis. Sayangnya wacana
mengenai Pancasila seolah lenyap seiring dengan berlangsungnya reformasi.
Berbagai macam kendala yang sering kita hadapi dalam mensukseskan kerukunan antar
umat beragama, dari luar maupun dalam negeri kita sendiri. Namun dengan kendala tersebut
warga Indonesia selalu optimis, bahwa dengan banyaknya agama yang ada di Indonesia, maka
banyak pula solusi untuk menghadapi kendala-kendala tersebut. Dari berbagai pihak telah
sepakat untuk mencapai tujuan kerukunan antar umat beragama di Indonesia seperti masyarakat
dari berbagai golongan, pemerintah, dan organisasi-organisasi agama yang banyak berperan aktif
dalam masyarakat.
Keharmonisan dalam komunikasi antar sesama penganut agama adalah tujuan dari
kerukunan beragama, agar terciptakan masyarakat yang bebas dari ancaman, kekerasan hingga
konflik agama.

B. Rumusan Masalah

a) Apa Definisi Kerukunan?


b) Bagaimana kerukunan antar umat beragama?
c) Apa saja kendala-kendalanya?
d) Bagaimana solusinya?
e) Bagaiman kebersamaan umat beragama dalam kehidupan sosial?
f) Apa saja manfaat kerukunan antar umat beragama?
C. Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Pendidikan Agama Islam dan untuk
menambah wawasan para pembaca tentang kerukunan antar umat beragama serta permasalahan
yang di hadapi.
BAB II
PEMBAHASAN
KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

A. Definisi Kerukunan
Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik” dan “damai”. Intinya,
hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan “bersepakat” untuk tidak
menciptakan perselisihan dan pertengkaran (Depdikbud, 1985:850) Bila pemaknaan tersebut
dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah sesuatu yang ideal dan didambakan oleh
masyarakat manusia. Kerukunan [dari ruku, bahasa Arab, artinya tiang atau tiang-tiang yang
menopang rumah; penopang yang memberi kedamain dan kesejahteraan kepada penghuninya]
secara luas bermakna adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antar semua orang
walaupun mereka berbeda secara suku, agama, ras, dan golongan. 
Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena sebelumnya
ada ketidakrukunan; serta kemampuan dan kemauan untuk hidup berdampingan dan bersama
dengan damai serta tenteram. Langkah-langkah untuk mencapai kerukunan seperti itu,
memerlukan proses waktu serta dialog, saling terbuka, menerima dan menghargai sesama, serta
cinta-kasih. Kerukunan antarumat beragama bermakna rukun dan damainya dinamika kehidupan
umat beragama dalam segala aspek kehidupan, seperti aspek ibadah, toleransi, dan kerja sama
antarumat beragama.
Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk social yang membutuhkan hubungan dan
interaksi sosial dengan sesama manusia. Sebagai makhluk social, manusia memerlukan kerja
sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material maupun
spiritual.
Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong menolong (ta’awun) dengan
sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat
berhubungan dengan siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama.
B. Kerukunan Antar Umat Beragama
Kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua golongan
agama bisa hidup bersama tanpa menguarangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan
kewajiban agamanya. Masing-masing pemeluk agama yang baik haruslah hidup rukun dan
damai. Karena itu kerukunan antar umat beragama tidak mungkin akan lahir dari sikap fanatisme
buta dan sikap tidak peduli atas hak keberagaman dan perasaan orang lain. Tetapi dalam hal ini
tidak diartikan bahwa kerukunan hidup antar umat beragama member ruang untuk
mencampurkan unsur-unsur tertentu dari agama yang berbeda , sebab hal tersebut akan merusak
nilai agama itu sendiri.
Menurut Muhammad Maftuh Basyuni dalam seminar kerukunan antar umat beragama
tanggal 31 Desember 2008 di Departemen Agama, mengatakan bahwa kerukunan umat
beragama merupakan pilar kerukunan nasional adalah sesuatu yang dinamis, karena itu harus
dipelihara terus dari waktu ke waktu. Kerukunan hidup antar umat beragama sendiri berarti
keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian,
menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kerukunan antar umat beragama itu sendiri juga bias diartikan dengan toleransi antar
umat beragama. Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus bersikap lapang
dada dan menerima perbedaan antar umat beragama. Selain itu masyarakat juga harus saling
menghormati satu sama lainnya misalnya dalam hal beribadah, antar pemeluk agama yang satu
dengan lainnya tidak saling mengganggu. Departemen agama juga menjadikan kerukunan antar
umat beragama sebagai tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia.
Untuk itulah kerukunan hidup antar umat beragama harus kita jaga agar tidak terjadi
konflik-konflik antar umat beragama. Terutama di masyarakat Indonesia yang multikultural
dalam hal agama, kita harus bisa hidup dalam kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak
saling bermusuhan agar agama bisa menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak
langsung memberikan stabilitas dan kemajuan negara.
C. Kendala-Kendala

a. Rendahnya Sikap Toleransi


Menurut Dr. Ali Masrur, M.Ag, salah satu masalah dalam komunikasi antar agama
sekarang ini, khususnya di Indonesia, adalah munculnya sikap toleransi malas-malasan (lazy
tolerance) sebagaimana diungkapkan P. Knitter. Sikap ini muncul sebagai akibat dari pola
perjumpaan tak langsung (indirect encounter) antar agama, khususnya menyangkut persoalan
teologi yang sensitif. Sehingga kalangan umat beragama merasa enggan mendiskusikan masalah-
masalah keimanan. Tentu saja, dialog yang lebih mendalam tidak terjadi, karena baik pihak yang
berbeda keyakinan/agama sama-sama menjaga jarak satu sama lain.
Masing-masing agama mengakui kebenaran agama lain, tetapi kemudian membiarkan
satu sama lain bertindak dengan cara yang memuaskan masing-masing pihak. Yang terjadi
hanyalah perjumpaan tak langsung, bukan perjumpaan sesungguhnya. Sehingga dapat
menimbulkan sikap kecurigaan diantara beberapa pihak yang berbeda agama, maka akan
timbullah yang dinamakan konflik. 

b. Kepentingan Politik
Faktor Politik, Faktor ini terkadang menjadi faktor penting sebagai kendala dalam
mncapai tujuan sebuah kerukunan antar umat beragama khususnya di Indonesia, jika bukan yang
paling penting di antara faktor-faktor lainnya. Bisa saja sebuah kerukunan antar agama telah
dibangun dengan bersusah payah selama bertahun-tahun atau mungkin berpuluh-puluh tahun,
dan dengan demikian kita pun hampir memetik buahnya.
Namun tiba-tiba saja muncul kekacauan politik yang ikut memengaruhi hubungan
antaragama dan bahkan memorak-porandakannya seolah petir menyambar yang dengan
mudahnya merontokkan “bangunan dialog” yang sedang kita selesaikan. Seperti yang sedang
terjadi di negeri kita saat ini, kita tidak hanya menangis melihat political upheavels di negeri ini,
tetapi lebih dari itu yang mengalir bukan lagi air mata, tetapi darah; darah saudara-saudara kita,
yang mudah-mudahan diterima di sisi-Nya. Tanpa politik kita tidak bisa hidup secara tertib
teratur dan bahkan tidak mampu membangun sebuah negara, tetapi dengan alasan politik juga
kita seringkali menunggangi agama dan memanfaatkannya.
c. Sikap Fanatisme
Di kalangan Islam, pemahaman agama secara eksklusif juga ada dan berkembang.
Bahkan akhir-akhir ini, di Indonesia telah tumbuh dan berkembang pemahaman keagamaan yang
dapat dikategorikan sebagai Islam radikal dan fundamentalis, yakni pemahaman keagamaan
yang menekankan praktik keagamaan tanpa melihat bagaimana sebuah ajaran agama seharusnya
diadaptasikan dengan situasi dan kondisi masyarakat. Mereka masih berpandangan bahwa Islam
adalah satu-satunya agama yang benar dan dapat menjamin keselamatan menusia. Jika orang
ingin selamat, ia harus memeluk Islam. Segala perbuatan orang-orang non-Muslim, menurut
perspektif aliran ini, tidak dapat diterima di sisi Allah.
Pandangan-pandangan semacam ini tidak mudah dikikis karena masing-masing sekte
atau aliran dalam agama tertentu, Islam misalnya, juga memiliki agen-agen dan para
pemimpinnya sendiri-sendiri. Islam tidak bergerak dari satu komando dan satu pemimpin. Ada
banyak aliran dan ada banyak pemimpin agama dalam Islam yang antara satu sama lain memiliki
pandangan yang berbeda-beda tentang agamanya dan terkadang bertentangan. Tentu saja, dalam
agama Kristen juga ada kelompok eksklusif seperti ini. Kelompok Evangelis, misalnya,
berpendapat bahwa tujuan utama gereja adalah mengajak mereka yang percaya untuk
meningkatkan keimanan dan mereka yang berada “di luar” untuk masuk dan bergabung. Bagi
kelompok ini, hanya mereka yang bergabung dengan gereja yang akan dianugerahi salvation atau
keselamatan abadi. Dengan saling mengandalkan pandangan-pandangan setiap sekte dalam
agama teersebut, maka timbullah sikap fanatisme yang berlebihan.
Dari uraian diatas, sangat jelas sekali bahwa ketiga faktor tersebut adalah akar dari
permasalahan yang menyebabkan konflik sekejap maupun berkepanjangan.

D. Solusi

a. Dialog Antar Pemeluk Agama


Sejarah perjumpaan agama-agama yang menggunakan kerangka politik secara tipikal
hampir keseluruhannya dipenuhi pergumulan, konflik dan pertarungan. Karena itulah dalam
perkembangan ilmu sejarah dalam beberapa dasawarsa terakhir, sejarah yang berpusat pada
politik yang kemudian disebut sebagai “sejarah konvensional” dikembangkan dengan mencakup
bidang-bidang kehidupan sosial-budaya lainnya, sehingga memunculkan apa yang disebut
sebagai “sejarah baru” (new history). Sejarah model mutakhir ini lazim disebut sebagai “sejarah
sosial” (social history) sebagai bandingan dari “sejarah politik” (political history). Penerapan
sejarah sosial dalam perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia akan sangat relevan, karena ia
akan dapat mengungkapkan sisi-sisi lain hubungan para penganut kedua agama ini di luar bidang
politik, yang sangat boleh jadi berlangsung dalam saling pengertian dan kedamaian, yang pada
gilirannya mewujudkan kehidupan bersama secara damai (peaceful co-existence) di antara para
pemeluk agama yang berbeda.
Hampir bisa dipastikan, perjumpaan Kristen dan Islam (dan juga agama-agama lain) akan
terus meningkat di masa-masa datang. Sejalan dengan peningkatan globalisasi, revolusi
teknologi komunikasi dan transportasi, kita akan menyaksikan gelombang perjumpaan agama-
agama dalam skala intensitas yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Dengan begitu, hampir tidak
ada lagi suatu komunitas umat beragama yang bisa hidup eksklusif, terpisah dari lingkungan
komunitas umat-umat beragama lainnya. Satu contoh kasus dapat diambil: seperti dengan
meyakinkan dibuktikan Eck (2002), Amerika Serikat, yang mungkin oleh sebagian orang
dipandang sebagai sebuah “negara Kristen,” telah berubah menjadi negara yang secara
keagamaan paling beragam. Saya kira, Indonesia, dalam batas tertentu, juga mengalami
kecenderungan yang sama. Dalam pandangan saya, sebagian besar perjumpaan di antara agama-
agama itu, khususnya agama yang mengalami konflik, bersifat damai. Dalam waktu-waktu
tertentu ketika terjadi perubahan-perubahan politik dan sosial yang cepat, yang memunculkan
krisis pertikaian dan konflik sangat boleh jadi meningkat intensitasnya. Tetapi hal ini
seyogyanya tidak mengaburkan perspektif kita, bahwa kedamaian lebih sering menjadi feature
utama. Kedamaian dalam perjumpaan itu, hemat saya, banyak bersumber dari pertukaran
(exchanges) dalam lapangan sosio-kultural atau bidang-bidang yang secara longgar dapat disebut
sebagai “non-agama.”
Bahkan terjadi juga pertukaran yang semakin intensif menyangkut gagasan-gagasan
keagamaan melalui dialog-dialog antaragama dan kemanusiaan baik pada tingkat domestik di
Indonesia maupun pada tingkat internasional; ini jelas memperkuat perjumpaan secara damai
tersebut. Melalui berbagai pertukaran semacam ini terjadi penguatan saling pengertian dan, pada
gilirannya, kehidupan berdampingan secara damai.
b. Bersikap Optimis
Walaupun berbagai hambatan menghadang jalan kita untuk menuju sikap terbuka, saling
pengertian dan saling menghargai antaragama, saya kira kita tidak perlu bersikap pesimis.
Sebaliknya, kita perlu dan seharusnya mengembangkan optimisme dalam menghadapi dan
menyongsong masa depan dialog.Paling tidak ada tiga hal yang dapat membuat kita bersikap
optimis.
Pertama, pada beberapa dekade terakhir ini studi agama-agama, termasuk juga dialog
antaragama, semakin merebak dan berkembang di berbagai universitas, baik di dalam maupun di
luar negeri. Selain di berbagai perguruan tinggi agama, IAIN dan Seminari misalnya, di
universitas umum seperti Universitas Gajah Mada, juga telah didirikan Pusat Studi Agama-
agama dan Lintas Budaya. Meskipun baru seumur jagung, hal itu bisa menjadi pertanda dan
sekaligus harapan bagi pengembangan paham keagamaan yang lebih toleran dan pada akhirnya
lebih manusiawi. Juga bermunculan lembaga-lembaga kajian agama, seperti Interfidei dan
FKBA di Yogyakarta, yang memberikan sumbangan dalam menumbuhkembangkan paham
pluralisme agama dan kerukunan antarpenganutnya.
Kedua, para pemimpin masing-masing agama semakin sadar akan perlunya perspektif
baru dalam melihat hubungan antar-agama. Mereka seringkali mengadakan pertemuan, baik
secara reguler maupun insidentil untuk menjalin hubungan yang lebih erat dan memecahkan
berbagai problem keagamaan yang tengah dihadapi bangsa kita dewasa ini. Kesadaran semacam
ini seharusnya tidak hanya dimiliki oleh para pemimpin agama, tetapi juga oleh para penganut
agama sampai ke akar rumput sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara pemimpin agama dan
umat atau jemaatnya. Kita lebih mementingkan bangunan-bangunan fisik peribadatan dan
menambah kuantitas pengikut, tetapi kurang menekankan kedalaman (intensity) keberagamaan
serta kualitas mereka dalam memahami dan mengamalkan ajaran agama.
Ketiga, masyarakat kita sebenarnya semakin dewasa dalam menanggapi isu-isu atau
provokasi-provokasi. Mereka tidak lagi mudah disulut dan diadu-domba serta dimanfaatkan, baik
oleh pribadi maupun kelompok demi target dan tujuan politik tertentu. Meskipun berkali-kali
masjid dan gereja diledakkan, tetapi semakin teruji bahwa masyarakat kita sudah bisa
membedakan mana wilayah agama dan mana wilayah politik. Ini merupakan ujian bagi agama
autentik (authentic religion) dan penganutnya. Adalah tugas kita bersama, yakni pemerintah, para
pemimpin agama, dan masyarakat untuk mengingatkan para aktor politik di negeri kita untuk
tidak memakai agama sebagai instrumen politik dan tidak lagi menebar teror untuk mengadu
domba antarpenganut agama.
Jika tiga hal ini bisa dikembangkan dan kemudian diwariskan kepada generasi
selanjutnya, maka setidaknya kita para pemeluk agama masih mempunyai harapan untuk dapat
berkomunikasi dengan baik dan pada gilirannya bisa hidup berdampingan lebih sebagai kawan
dan mitra daripada sebagai lawan.

E. Kebersamaan Ummat Beragama Dalam Kehidupan Sosial

a. pandangan agama islam terhadap ummat non Islam


Dari segi kaidah, setiap orang yang tidak mau menerima islam sebagai agamanya di sebut
kafir atau non islam . Kata kafir berarti orang yang menolak, yang tidak mau menerima atau
menolak menaati aturan allah yang diwujudkan kepada manusia melalui ajaran islam.
Ketika rasulullah mulai menyampaikan ajaran islam kepada masyarakat arab, sebagian
dari mereka ada yang mau menerima ajaran tersebut dan sebagianya lagi menolak orang yang
menolak ajakan rasulullah saw tersebut di sebut juga kafir. Mereka terdiri dari orang orang
musrik yang menyembah berhala di sebut orang watsani, dan orang orang ahli kitab baik orang
yahudi maupun orang nasrani.

b. Tanggung jawab sosial ummat Islam


Ummat islam adalah umat yang terbaik yang diciptakan allah dalam kehidupan ini.
Bentuk tanggung jawab sosial ummat islam meliputi berbagai aspek kehidupan , di antaranya
adalah:
1. Menjalin silaturahmi dengan tetangga dalam sebuah hadis rasulullah menjadikan sebuah
kebaikan seseorang kepada tetangganya menjadi salah satu indicator keimanan
2. Memberikan infak sebagian dari harta yang dimiliki, baik yang wajib dalm bentuk zakat
maupun yang sunnah dalam bentuk sedekah.
3. Menjenguk bila ada anggota masyarakat yang sakit dan ta’ziyah bila ada anggota masyarakat
yang meninggal dengan mengantar jenazahnya sampai di kuburnya.
4. Memberi bantuan kepada masyarakat bila ada yang memerlukan bantuan
5. Penyusunan system sosial yang efektif dan efesien untuk membangun masyarakat, baik mental
spiritual maupun fisik materialnya.

c. amar ma’ruf dan nahi munkar


Amar ma’ruf dan nahi munkar adalah memerintahkan orang lain untuk berbuat baik dan
mencegah perbuatan jahat. Disamping system dan saran pendukung, amar ma’ruf dan nahi
munkar memerlukan juga kebijakan dalam bertindak. Karna itu rasulullah memberikan tiga
tingkatan yaitu:
1. Menggunakan tangan atau kekuasaan apabila ia mampu,
2. Menggunakan lisan, dan
3. Dalam hati apabila langkah pertama dan kedua tidak mmemungkinkan.

Bentuk amar ma’ruf dan nahi munkar yang bersistem diantaranya adalah:
1. Mendirikan mesjid
2. Menyelenggarakan pengajian
3. Mendirikan lembaga wakaf
4. Mendirikan lembaga pendidikan islam
5. Mendirikan lembaga keuangan atau perbangkan syariah
6. Mendirikan media massa islam, Koran, radio, tv dan lain lain
7. Mendirikan panti rehabilitasi anak anak nakal
8. Mendirikan pesantren
9. Menyelenggarakan kajian-kajian islam
10. Membuat jaringan informasi social

A. Manfaat Kerukunan Antar Umat Beragama


Umat Beragama Diharapkan Perkuat Kerukunan Jika agama dapat dikembangkan sebagai
faktor pemersatu maka ia akan memberikan stabilitas dan kemajuan pada Negara.

Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni berharap dialog antar-umat beragama dapat
memperkuat kerukunan beragama dan menjadikan agama sebagai faktor pemersatu dalam
kehidupan berbangsa.
Beberapa manfaat yang dapat kita perolah dari kebersamaan umat beragama dengan sikap
toleransi antara lain :

a. Menghindari Terjadinya Perpecahan.


Kebersamaan dengan mengabadikan sikap toleransi merupakan solusi agar tidak terjadi
perpecahan dalam mengamalkan agama. Sikap bertoleransi harus menjadi suatu kesadaran
pribadi yang selalu dibiasakan dalam wujud interaksi sosial. Toleransi dalam kehidupan
beragama menjadi sangat mutlak adanya dengan eksisnya berbagai agama samawi maupun
agama ardli dalam kehidupan umat manusia ini.

Dalam kaitanya ini Allah telah mengingatkan kepada umat manusia dengan pesan yang
bersifat universal, berikut firman Allah SWT:

”Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai
berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah)
bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat
Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu,
agar kamu mendapat petunjuk.” (Al-Imran:103)

b. Memperkokoh Silaturahmi dan Menerima Perbedaan


Salah satu wujud dari toleransi hidup beragama adalah menjalin dan memperkokoh tali
silaturahmi antarumat beragama dan menjaga hubungan yang baik dengan manusia lainnya. Pada
umumnya, manusia tidak dapat menerima perbedaan antara sesamanya, perbedaan dijadikan
alasan untuk bertentangan satu sama lainnya. Perbedaan agama merupakan salah satu faktor
penyebab utama adanya konflik antar sesama manusia.

Merajut hubungan damai antar penganut agama hanya bisa dimungkinkan jika masing-
masing pihak menghargai pihak lain. Mengembangkan sikap toleransi beragama, bahwa setiap
penganut agama boleh menjalankan ajaran dan ritual agamanya dengan bebas dan tanpa tekanan.
Oleh karena itu, hendaknya toleransi beragama kita jadikan kekuatan untuk memperkokoh
silaturahmi dan menerima adanya perbedaan. Dengan ini, akan terwujud perdamaian,
ketentraman, dan kesejahteraan.
Jadi dalam kehidupan sosial, kebersamaan sangat diperlukan antar umat beragama,
karena akan memberikan dampak positif baik pada diri kita maupun lingkungan.

Memberikan rasa kebersamaan yang tinggi dan kasih sayang antar sesama manusia
semakin terasa bahwa kita adalah makhluk Tuhan yang harus saling menjaga satu sama lain.

Dengan begitu peselisihan, pertengkaran, permusuhan, tak aka nada lagi jika kita selalu
menjaga kebersamaan dalam kehidupan sosial dan lain sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan dalam makalah ini, dapat kami simpulkan berbagai macam bahasan
mengenai kerukunan antar umat beragama, yaitu : Kendala-kendala yang dihadapi dalam
mencapai kerukunan umat antar beragama ada beberapa sebab, antara lain;
1. Rendahnya Sikap Toleransi
2. Kepentingan Politik dan
3. Sikap Fanatisme

Adapun solusi untuk menghadapinya, adalah dengan melakukan Dialog Antar Pemeluk
Agama dan menanamkan Sikap Optimis terhadap tujuan untuk mencapai kerukunan antar umat
beragama.
DAFTAR PUSTAKA

http://putriadri.blogspot.com/2013/04/makalah-agama-tentang-kerukunan-antar.html

http://www.tugasku4u.com/2013/02/makalah-kerukunan-antar-umat-beragama.html

http://karanindah.blogspot.com/2012/12/manfaat-kebersamaan-antar-umat-beragama.html

Anda mungkin juga menyukai