Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA

KERUKUNAN ANTAR UMAT


BARAGAMA

Kelompok

Disusun oleh

1. Neala Ommar Muhammad (202341093)


2. Rizky Rayhan Winata (202341047)
3. Rifqi Ananda Zaki Putera (202341106)
4. Fabio Diandhika Kamora (202341048)
5. Ahmad Wahyu Ramadhani (202341083)
6. Mochammad Raihan Ramzy (202341065)

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO
JAKARTA
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan segala Rahmat, Hidayat dan Karunia – Nya kepada
penulis, sehingga tugas penyusunan makalah mata kuliah Pendidikan
Agama Islam ini yang berjudul “KERUKUNAN ANTAR UMAT
BERAGAMA” dapat selesai tepat pada waktunya tanpa ada sedikit
halangan apapun.

Makalah disusun berdasarkan hasil diskusi yang di harapkan


berguna untuk menambah pengetahuan tentang konsep Kerukunan
Antar Umat Beragama.

Segala petunjuk,arahan dan bantuan dari berbagai pihak yang


penulis terima dalam menyusun makalah ini sangatlah besar artinya.
Untuk itu, dalam kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun makalah
ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih


jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap kritik dan
saran dari pembaca demi sempurnanya Makalah ini.

Demikian harapan kami sebagai hasil diskusi ini dapat bermanfaat


bagi kita semua. Dan menambah referensi yang baru sekaligus ilmu
pengetahuan yang baru pula.
DAFTAR ISI

Kata pengantar

Daftar isi

BAB I Pendahuluan

A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
D. Manfaat

BAB II Pembahasan

A. Definisi Kerukunan

B. Hubungan umat Islam dengan Hindu di Bali

C. Kerukunan Antar Umat Beragama di Kelurahan Pasar Sipirok


dalam pesta adat

D. Kerukunan umat beragama berbasis kearifan local di Kota


Makassar

E. Pluralism dan kerukunan umat beragama perspektif elite agama di


Kota Malang

F. Upaya Masyarakat dalam membina kerukunan antar umat


beragama di kelurahan Bangsal kecamatan pesantren Kota Kediri

G. Toleransi agama di Kota Salatiga tahun 2018


BAB III Penutup

A. Kesimpulan
B. Saran

Daftar pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kerukunan beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan


aset dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Berbagai
macam kendala yang sering kita hadapi dalam mensukseskan kerukunan
antar umat beragama, dari luar maupun dalam negeri kita sendiri. Namun
dengan kendala tersebut warga Indonesia selalu optimis, bahwa dengan
banyaknya agama yang ada di Indonesia, maka banyak pula solusi untuk
menghadapi kendala-kendala tersebut. Dari berbagai pihak telah sepakat
untuk mencapai tujuan kerukunan antar umat beragama di Indonesia
seperti masyarakat dari berbagai golongan, pemerintah, dan organisasi-
organisasi agama yang banyak berperan aktif dalam masyarakat.

Keharmonisan dalam komunikasi antar sesama penganut agama


adalah tujuan dari kerukunan beragama, agar terciptakan masyarakat yang
bebas dari ancaman, kekerasan hingga konflik agama.

Agama Islam mengakui keberagaman agama yang dianut oleh


manusia, karena itu agama Islam tidak hanya mengajarkan tata cara
hubungan sesama umat Islam, tetapi juga hubungan dengan umat
beragama lain. Islam Agama Rahmat bagi sekuruh alam. Kata islam
berarti damai, selamat, sejahtera, penyerahan diri, taat dan patuh.

Pengertian tersebut menunjukan bahwa agama islam adalah agama


yang mengandung ajaran untuk menciptakan kedamaian, keselamatan,
dan kesejahteraan hidup umat manusia pada khususnya dan seluruh alam
pada umumnya. Agama islam adalah agama yang Allah turunkan sejak
manusia pertama , Nabi Adam AS. Agama itu kemudian Allah turunkan
secara berkesinambungan kepada para Nabi dan Rasul-Rasul berikutnya.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri
dari beragam agama. Kemajemukan yang di tandai dengan
keanekaragaman agama itu mempunyai kecenderungan kuat terhadap
identitas agama masing-masng dan berpotensi konflik. Indonesia
merupakan salah satu contoh masyarakat yang multikultural.

Multikultural masyarakat Indonesia tidak saja karena keanekaragaman


suku, budaya, Bahasa, ras tapi juga dalam hal agama. Agama yang di akui
oleh pemerintah Indonesia adalah agama Islam, Katolik, Protestan,
Hindu, Buddha, Kong Hu Chu. Dari agama-agama tersebut terjadilah
perbedaan agama yang di anut masing-masing masyarakat Indonesia.

Dengan perbedaan tersebut apabila tidak terpelihara dengan baik bias


menimbulkan konflik antar umat beragama yang bertentangan dengan
nilai dasar agama itu sendiri yang mengajarkan kepada kita kedamaian,
hidup saling menghormati, dan saling tolong menolong.Oleh karena itu,
untuk mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama yang sejati,
harus tercipta satu konsep hidup bernegara yang mengikat semua anggota
kelompok social yang berbeda agama guna menghindari ledakan konglik
antar umat beragama yang terjadi tiba-tiba.
B. Pertanyaan Penelitian

Rumusan masalah pada makalah kerukunan antar umat beragama

1. Apa definisi dari kerukunan antar umat beragama?


2. Adakah hubungan islam dan hindu di bali?
3. Kerukunan antar umat beragama dalam pesta adat di Pasar
Sipirok.

4. Kerukunan antar umat beragama di Kota Makassar.

5. Apa perspektif elite agama di Kota Malang tentang kerukunan


antar umat beragama?

6. Adakah upaya masyarakat Kediri dalam membina kerukunan


antar umat beragama?

C. Tujuan

Tujuan pada makalah kerukunan antar umat beragama

1. Mengetahui definisi dari kerukunan


2. Mengetahui hubungan islam dan hindu di bali.
3. Mengetahui hubungan antar agama dalam pesta adat di
Pasar Sipirok

4. Mengetahui kerukunan antar umat beragama di Kota


Makassar.

5. Mengetahui perspektif elite agama di Kota Malang.

6. Mengetahui apa yang di lakukan masyarakat kediri dalam


membina kerukunan.
D. Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari menciptakan suasana kerukunan


antar umat beragama dilingkungan masyarakat yaitu dengan rasa aman,
nyaman dan sejahtera.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi kerukunan

Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan makna “baik”


dan “damai”. Intinya, hidup bersama dalam masyarakat dengan “kesatuan
hati” dan “bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan
pertengkaran (Depdikbud, 1985:850).

Kerukunan juga bisa bermakna suatu proses untuk menjadi rukun


karena sebelumnya ada ketidakrukunan; serta kemampuan dan kemauan
untuk hidup berdampingan dan bersama dengan damai serta tenteram.
Langkah-langkah untuk mencapai kerukunan seperti itu, memerlukan
proses waktu serta dialog, saling terbuka, menerima dan menghargai
sesama, serta cinta-kasih.

Kerukunan antarumat beragama bermakna rukun dan damainya


dinamika kehidupan umat beragama dalam segala aspek kehidupan,
seperti aspek ibadah, toleransi, dan kerja sama antarumat
beragama.

Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk


sosial, manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan material maupun
spiritual.

Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja sama dan tolong


menolong (ta’awun) dengan sesama manusia dalam hal kebaikan. Dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan
siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama. Selain itu islam juga
mengajarkan manusia untuk hidup bersaudara karena pada hakikatnya
kita bersaudara. Persaudaraan atau ukhuwah, merupakan salah satu
ajaran
yang pada hakikatnya bukan bermakna persaudaraan antara orang-
orang Islam, melainkan cenderung memiliki arti sebagai persaudaraan
yang didasarkan pada ajaran Islam atau persaudaraan yang bersifat
Islami.

Allah SWT berfirman :

Manusia diciptakan Allah SWT dengan identitas yang berbeda-


beda agar mereka saling mengenal dan saling memberi manfaat antara
yang satu dengan yang lain (QS 49:13).

Tiap-tiap umat diberi aturan dan jalan yang berbeda, padahal


andaikata Allah menghendaki, Dia dapat menjadikan seluruh manusia
tersatukan dalam kesatuan umat. Allah SWT menciptakan perbedaan
itu untuk memberi peluang berkompetisi secara sehat dalam menggapai
kebajikan, fastabiqul khairat (QS 5:48).

Sabda Rasul, seluruh manusia hendaknya menjadi saudara


antara yang satu dengan yang lain, wakunu ibadallahi ikhwana
(Hadist Bukhari).

Dari ayat-ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an dan


hadist sekurang-kurangnya memperkenalkan empat macam
ukhuwah,yakni:

1. Ukhuwah ‘ubudiyyah, ialah persaudaraan yang timbul dalam


lingkup sesama makhluk yang tunduk kepada Allah.
2. Ukhuwah insaniyyah atau basyariyyah, yakni persaudaraan karena
samasama memiliki kodrat sebagai manusia secara keseluruhan
(persaudaraan antarmanusia, baik itu seiman maupun berbeda
keyakinan).
3. Ukhuwah wataniyyah wa an nasab, yakni persaudaraan
yang didasari keterikatan keturunan dan kebangsaan.

4. Ukhuwah diniyyah, yakni persaudaraan karena seiman atau


seagama.
Esensi dari persaudaraan terletak pada bentuk perhatian, kepedulian,
hubungan yang akrab dan merasa senasib sepenanggungan. Nabi
menggambarkan hubungan persaudaraan dalam haditsnya yang artinya ”
Seorang mukmin dengan mukmin yang lain seperti satu tubuh, apabila
salah satu anggota tubuh terluka, maka seluruh tubuh akan merasakan
demamnya.

Ukhuwwah adalah persaudaraan yang berintikan kebersamaan dan


kesatuan antar sesama. Kebersamaan di kalangan muslim dikenal dengan
istilah ukhuwwah Islamiyah atau persaudaraan yang diikat oleh kesamaan
aqidah.

Kerukunan Antar Umat Beragama

Kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika


semua golongan agama bisa hidup bersama tanpa mengurangi hak
dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya.
Masing- masing pemeluk agama yang baik haruslah hidup rukun dan
damai.
Karena itu kerukunan antar umat beragama tidak mungkin akan lahir dari
sikap tidak peduli atas hak keberagaman dan perasaan orang lain. Tetapi
dalam hal ini tidak diartikan bahwa kerukunan hidup antar umat
beragama memberi ruang untuk mencampurkan unsur-unsur tertentu dari
agama yang berbeda, sebab hal tersebut akan merusak nilai agama itu
sendiri.

Kerukunan antar umat beragama itu sendiri juga bisa diartikan dengan
toleransi antar umat beragama. Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya
masyarakat harus bersikap lapang dada dan menerima perbedaan antar
umat beragama. Selain itu masyarakat juga harus saling menghormati
satu sama lainnya misalnya dalam hal beribadah, antar pemeluk agama
yang satu dengan lainnya tidak saling mengganggu.
Kerukunan umat Islam dengan penganut agama lainnya telah jelas
disebutkan dalam Alqur’an dan Al-hadits. Hal yang tidak diperbolehkan
adalah dalam masalah akidah dan ibadah, seperti pelaksanaan sosial,
puasa dan haji, tidak dibenarkan adanya toleransi, sesuai dengan firman-
Nya dalam surat Al Kafirun: 6, yang artinya: “Bagimu agamamu, bagiku
agamaku”. Beberapa prinsip kerukunan antar umat beragama berdasar
Hukum Islam :

1. Islam tidak membenarkan adanya paksaan dalam memeluk


suatu agama (QS.Al-Baqarah : 256).
2. Allah SWT tidak melarang orang Islam untuk berbuat
baik,berlaku adil dan tidak boleh memusuhi penganut
agama lain,selama mereka tidak memusuhi,tidak
memerangi dan tidak mengusir orang Islam.(QS.
AlMutahanah : 8).
3. Setiap pemeluk agama mempunyai kebebasan untuk
mengamalkan syari'at agamanya masing-masing (QS.Al-
Baqarah :139).
4. Islam mengharuskan berbuat baik dan menghormati hak-
hak tetangga,tanpa membedakan agama tetangga
tersebut.Sikap menghormati terhadap tetangga itu
dihubungkan dengan iman kepada Allah SWT dan iman
kepada hari akhir (Hadis Nabi riwayat Muttafaq Alaih).
5. Barangsiapa membunuh orang mu'ahid, orang kafir yang
mempunyai perjanjian perdamaian dengan umat Islam,
tidak akan mencium bau surga; padahal bau surga itu telah
tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun (Hadis
Nabi dari Abdullah bin 'Ash riwayat Bukhari).

Tidaklah dibenarkan membunuh orang-orang yang tetap menjaga


perdamaian dengan orang Islam.
Kerukunan antar umat beragama sangat diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari. Dengan adanya kerukunan antar umat beragama kehidupan
akan damai dan hidup saling berdampingan. Perlu di ingat satu hal bahwa
kerukunan antar umat beragama bukan berarti kita megikuti agama
mereka bahkan menjalankan ajaran agama mereka. Untuk itulah
kerukunan hidup antar umat beragama harus kita jaga agar tidak terjadi
konflik-konflik antar umat beragama. Terutama di masyarakat Indonesia
yang multikultural dalam hal agama, kita harus bisa hidup dalam
kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak saling bermusuhan agar
agama bisa menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak
langsung memberikan stabilitas dan kemajuan negara.

Menjaga Kerukunan Antar Umat Beragama

Menjaga Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama salah satunya


dengan dialog antar umat beragama. Salah satu prasyarat
terwujudnyamasyarakat yang modern yang demokratis adalah
terwujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan (pluralitas)
masyarakat dan bangsa serta mewujudkannya. Untuk itulah kita harus
saling menjaga kerukunan hidup antar umat beragama. Sangatlah ironis
apabila terjadi konflik yang disebabkan oleh agama, padahal suatu agama
pada dasarnya mengajarkan kepada para pemeluknya agar hidup dalam
kedamaian, saling tolong menolong dan juga saling menghormati.

Supaya agama bisa menjadi alat pemersatu bangsa, maka


kemajemukan harus dikelola dengan baik dan benar, maka diperlukan
cara yang efektif yaitu dialog antar umat beragama untuk permasalahan
yang mengganjal antara masing-masing kelompok umat beragama.
Karena mungkin selama ini konflik yang timbul antara umat beragama
terjadi karena terputusnya jalinan informasi yang benar diantara pemeluk
agama dari satu pihak ke pihak lain sehingga timbul prasangkaprasangka
negatif.
Tema dialog antar umat beragama sebaiknya bukan mengarah pada
masalah peribadatan tetapi lebih ke masalah kemanusiaan seprti
moralitas, etika, dan nilai spiritual, supaya efktif dalam dialog aantar umat
beragama juga menghindari dari latar belakang agama dan kehendak
untuk memdominasi pihak lain.

Model dialog antar umat beragama yang dikemukakan oleh Kimball


adalah sebagai berikut :

6. Dialog Parlementer ( parliamentary dialogue ). Dialog ini


dilakukan dengan melibatkan tokoh-tokoh umat beragama di
dunia. Tujuannya adalah mengembangkan kerjasama dan
perdamaian antar umat beragama di dunia.
7. Dialog Kelembagaan ( institutional dialogue ). Dialog ini
melibatkan organisasi-organisasi keagamaan. Tujuannya adalah
untuk mendiskusikan dan memecahkan persoalan keumatan dan
mengembangkan komunikasi di antara organisasi keagamaan.
8. Dialog Teologi ( theological dialogue ). Tujuannya adalah
membahas persoalan teologis filosofis agar pemahaman tentang
agamanya tidak subjektif tetapi objektif.
9. Dialog dalam Masyarakat ( dialogue in society ). Dilakukan
dalam bentuk kerjasama dari komunitas agama yang plural dalam
menylesaikan masalah praktis dalam kehidupan sehari-hari.
10. Dialog Kerohanian (spiritual dialogue). Dilakukan dengan tujuan
mengembangkan dan memperdalam kehidupan spiritual di antara
berbagai agama.
Indonesia yang multikultural terutama dalam hal agama membuat
Indonesia menjadi sangat rentan terhadap konflik antar umat beragama.
Maka dari itu menjaga kerukunan antar umat beragama sangatlah penting.
Dalam kaitannya untuk menjaga kehidupan antar umat beragama agar
terjaga sekaligus tercipta kerukunan hidup antar umat beragama dalam
masyarakat khususnya masyarakat Indonesia misalnya dengan cara
sebagai berikut:

1. Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap


pemeluk agama lain yaitu dengan cara mengubah rasa curiga dan
benci menjadi rasa penasaran yang positf dan mau menghargai
keyakinan orang lain.
2. Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan
kesalahan tetapi salahkan orangnya. Misalnya dalam hal
terorisme.
3. Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan olok-olok
mereka karena ini bagian dari sikap saling menghormati.
4. Hindari diskriminasi terhadap agama lain karena semua orang
berhak mendapat fasilitas yang sama seperti pendidikan, lapangan
pekerjaan dan sebagainya.
Dengan memperhatikan cara menjaga kerukunan hidup antar umat
beragama tersebut hendaknya kita sesama manusia haruslah saling tolong
menolong dan kita harus bisa menerima bahwa perbedaan agama dengan
orang lain adalah sebuah realitas dalam masyarakat yang multikultural
agar kehidupan antar umat beragma bisa terwujud.

Manfaat Kerukunan Umat Beragama

Umat beragama diharapkan menjunjung tinggi kerukunan antar umat


beragama sehingga dapat dikembangkan sebagai faktor pemersatu maka
yang akan memberikan stabilitas dan kemajuan negara.
Dalam pemberian stabilitas dan kemajuan negara, perlu diadakannya
dialog singkat membahas tentang kerukunan antar umat beragama dan
masalah yang dihadapi dengan selalu berpikir positif dalam setiap
penyelesaiannya.

Dengan adanya dialog antar agama ini juga diharapkan dapat


menumbuh kembangkan sikap optimis terhadap tujuan untuk mencapai
kerukunan antar umat beragama.
B. Hubungan umat Islam dengan Hindu di Bali

Bali yang dikenal dengan sebutan God’s Island atau Pulau dewata
menyimpan sejuta kebudayaan di dalamnya. Itulah sebabnya mengapa
kini Bali menjadi salah satu pusat pariwisata terbesar di Indonesia. Sejak
Islam masuk di Bali dan kemudian berkembang di sana, terjadilah
akulturasi kebudayaan yang memberi corak tersendiri di dalam
masyarakat Bali. Di Jembrana misalnya terdapat beberapa jenis
kebudayaan yang merupakan hasil dan akulturasi antara umat Islam dan
umat Hindu di Jembrana.

Tradisi Male

Tradisi Male merupakan bentuk ritual ketika masyarakat Islam


Jembrana memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Ritual ini
dimulai dengan berkeliling kampung sambil membawa telur yang telah
dibentuk dengan berbagai corak atau sesuai dengan selera yang
diinginkan pembuatnya seperti pura, perahu, masjid, rumah, dan lain-lain.
Male yang diarak mengelilingi kampung ini dikawal oleh pasukan khusus
dan adat Bali yang di sebut Pager Uyung, yaitu kaum kesatria adat yang
diwakili oleh beberapa orang, baik Muslim maupun non Muslim. Setelah
selesai mengelilingi kampung, kemudian seluruh male atau telur yang
telah dihiasi tersebut dikumpulkan di dalam masjid sambil diiringi bacaan
shalawat. Pembacaan doa menjadi acara penutup sebelum telur-telur
dibagikan kepada masyarakat yang hadir di sana, Ketika telur dibagikan
masyarakat sangat berantusias untuk mendapatkannya walau harus
berdesak-desakan, karena mereka bekeyakinanakan mendapat barokah
serta keselamatan dengan male yang telah dido’akan oleh para ulama’
tadi.

Tradisi Ngejol

Tradisi Ngejol merupakan simbol kebersamaan umat Islam dengan


umat Hindu di Jembrana. Dengan mengantarkan makanan antar pemeluk
agama pada hari-hari besar keagamaan, diharapkan tradisi ini dapat
mempererat tali persaudaraan dan rasa kebersamaan antara satu sama
yang
lain. Tradisi mengantarkan makanan sesama pemeluk agama lain yang di
beri nama Ngejol. Kebersamaan ini juga terjalin hingga hubungan sosial
ekonomi. Orang Islam menggarap tanah milik pemeluk agama lain, begitu
pun juga sebaliknya.

Kesenian Rebana

Bentuk lain akulturasi kebudayaan umat Islam dengan masyarakat


Hindu dapat terlihat melalui Kesenian Rebana. Lirik dan syair
bernafaskan Islam menggunakan bahasa Arab ataupun lagu-lagu Melayu.
Namun, agar mudah diterima masyarakat sekitar, para seniman rebana ini
mengaransemen lagu-lagu tersebut dengan irama khas Bali, Dengan
begitu masyarakat akan lebih mudah menerima dan menyukai kesenian
ini dan makna syiar yang menjadi tujuan utama dapat tersampaikan
dengan efektif. Begitu pun juga di sana terdapat kesenian hadrah,
Kesenian ini dimainkan oleh dua puluh orang dengan satu pemimpin yang
bertugas sebagai pemberi petuah agama.

Toleransi beragama

Budaya Islam yang berkembang selama ini di Jembrana telah mampu


memperkokoh kerukunan umat beragama antara Islam dengan Hindu di
daerah ini. Budaya Islam sangat menghargai perbedaan, sehingga
kehadiran Islam di daerah ini bisa diterima dengan baik oleh umat Hindu.
Hubungan Islam dengan Hindu bisa semakin baik di Loloan, Jembrana
karena kehidupan sehari-hari yang terjadi di tengah masyarakat
terpelihara dengan baik. Antara Islam dengan Hindu bergaul dengan baik,
juga menghadiri undangan dari kelompok yang berbeda agama. Kalau
umat Hindu misalnya melaksanakan acara dan mengundang umat Islam
tidak perlu khawatir makanannya tidak halal, karena tuan rumah sudah
menyiapkan makanan yang diolah sendiri oleh umat Islam.
Demikian pula dengan terjadinya pernikahan antara gadis Hindu dan
pemuda Islam, membuat semakin banyak gadis Hindu yang menjadi
Muslimah, membuat hubungan kekeluargaan semakin baik, bahkan
sampai pada kegiatan gotong royong, kalau ada orang hindu yang
membangun rumah, orang Islam ikut membantu. Demikian pula kalau ada
orang Islam yang membangun rumah, orang Hindu juga ikut membantu.
Kegiatan gotong royong yang terjadi di masyarakat, semakin
memperkokoh kerukunan umat beragama di Jembrana. (Muhammad
Sauki,tokoh islam di jembrana)

.
C. Kerukunan Antar Umat Beragama di Kelurahan Pasar

Sipirok Kerukunan Antar Umat Beragama dalam pesta adat

Masyarakat Sipirok adalah masyarakat adat yang menjungjung tinggi


unsur Dalihan Na Tolu. Dalihan Na Tolu yang terdiri dari mora,
kahanggi, dan anak boru ini selalu memainkan peranannya di masyarakat
baik pada acara siriaon (bahagia) dan siluluton (duka cita). Pada unsur
Dalihan Na Tolu ini dapat dilihat nilai-nilai kerukunan antar umat
beragama di kelurahan Pasar Sipirok. Umpamanya acara adat perkawinan
pada sesi acara marpokat (musyawarah menentukan besaran pesta adat
yang akan dilakukan), maka masing-masing pemuka agama baik dari
Islam maupun dari Kristen ikut menghadiri. Tidak sampai pada acara
marpokat saja

,
kerukunan antar penganut agama Islam dan Kristen yang ada di
Kelurahan Pasar Sipirok juga dapat disaksikan pada resepsi perkawinan.
Masing- masing umat Islam dan Kristen akan saling mengundang pada
acara resepsi perkawinan, bahkan kehadiran penganut agama Islam dan
Kristen cukup penting pada acara tersebut, masing-masing merasa
bertanggung jawab atas acara tersebut.

Sebagai mekanisme acara adat yang dilangsungkan yang mengandung


nilai-nilai kerukunan antar umat beragama di Kelurahan Pasar Sipirok
adalah seperti pada acara perkawinan warga yang beragama Kristen,
maka masyarakat yang beragama Islam akan diundang dan ikut serta
dalam merayakannya. Namun untuk menjaga rasa kekhawatiran
masyarakat yang beragama Islam akan berbagai makanan dan minuman
yang haram menurut ajaran Islam, maka pihak warga Kristen yang dalam
hal ini yang punya pesta akan menyerahkan pada sebuah keluarga yang
beragama Islam untuk menyediakan segala sesuatunya khusus bagi
undangan yang beragama Islam. Pada acara perkawinan yang dilakukan
oleh warga yang beragama Islam, maka warga yang beragama Kristen
juga tidak lupa untuk diundang. Tongku Maqbul Siregar sebagai Harajaon
di Kelurahan Pasar Sipirok selalu memainkan fungsinya sebagai Harajaon
pada saat acara adat dilaksanakan di Kelurahan Pasar Sipirok baik yang
beragama Islam maupun Kristen. Bahkan ketika pada pesta adat yang
dilakukan oleh warga yang beragama Kristen di saat hewan yang akan
dikurbankan adalah berupa Kambing atau Kerbau, maka warga yang
beragama Kristen sering meminta bantuan warga yang beragama Islam
untuk menyembelihnya.

Kerukunan antar umat beragama di Kelurahan Pasar Sipirok juga


dapat dilihat pada acara adat siluluton (kematian), yaitu masyarakat baik
dari yang beragama Islam maupun yang beragama Kristen selalu
menghadirinya untuk mengucapkan rasa bela sungkawa meski tidak
diberitahu.
Hubungan Sosial

Bagi masyarakat kelurahan Sipirok, agama merupakan hubungan


pribadi terhadap Tuhan, tetapi hubungan manusia dalam konteks
masyarakat dipegang oleh adat. Hal ini seperti dijelaskan oleh
Muhammad Rasyid Ridho Siregar, “Berbicara tentang kelebihan dan
kekurangan agama orang lain sangat dipantangkan disini. Masing-masing
kita satu sama lain saling menghormati”.

Pergaulan antara warga penganut agama Islam dan Kristen di


Kelurahan Pasar Sipirok sudah merupakan pemandangan yang biasa, baik
kaum bapak, kaum ibu, anak-anak, maupun remaja. Kondisi ini dapat
dilihat dari kehidupan sehari-hari maupun pada acara-acara tertentu
seperti kerja bakti yang dilaksanakan oleh Naposo Naulu Bulung.

Hubungan yang harmonis antara penganut agama Islam dan Kristen di


Kelurahan Pasar Sipirok juga ternyata tergambar pada hari-hari besar
keagamaan. Seperti pada hari besar agama Islam yaitu Hari Raya Idhul
Fitri, maka penganut agama Islam yang merayakan juga mendapat ucapan
selamat dari warga yang beragama Kristen dan begitu juga sebaliknya.

Tradisi kegamaan masyarakat di Kelurahan Pasar Sipirok sudah


semakin sekuler karena nilai-nilai kebudayaan yang bersumber kepada
ajaran suatu agama sudah beralih menjadi nilai-nilai sosial. Seperti
munculnya sikap toleransi yang tinggi terhadap perbedaan agama, di
kalangan kelompok masyarakat Kelurahan Pasar Sipirok.

Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Kelurahan Pasar Sipirok


selalu menghubungkan marga sebagai status sosial dalam masyarakat
bukan atas dasar agama. Umpamanya seorang muslim yang bermarga
Siregar bertemu dengan seorang Kristiani yang bermarga Ritonga, maka
masingmasing akan saling menyapa dengan sebutan kahanggi atau lae.
Karena masyarakat Sipirok adalah masyarakat yang cukup kental akan
adat dan tradisinya meyakini bahwa pada dasarnya marga siregar dan
marga
ritonga adalah dahulunya bersaudara. Karena itu sampai sekarang ikatan
persaudaraan atas dasar marga ini tetap terjaga meski berbeda agama.

Kerukunan antar umat beragama di kelurahan pasar Sipirok juga dapat


dilihat di kedai-kedai kopi setempat. Seperti yang peneliti lihat pada salah
satu kedai kopi di kelurahan pasar Sipirok dimana salah seorang muslim
sedang asyik main catur dengan seorang warga Kristiani.

D. Kerukunan umat beragama berbasis kearifan local di kota


Makassar

Upaya menciptakan kerukunan umat beragama yang lebih baik di


Kota Makassar khususnya, memang diperlukan perhatian semua pihak,
baik tokoh masyarakat, tokoh agama, pemerintah dan semua lapisan
masyarakat harus secara bersama melaksanakan program masing-masing
agama. Dengan demikian, maka bentuk kerukunan antarumat beragama
hanya dapat diwujudkan dalam bentuk kerja sama demi kepentingan
bersama. Masyarakat beragama harus saling bicara satu dengan yang lain
dengan jalan yang akan bisa membawa mereka ridak hanya pada
pemahaman dan aspek yang lebih besar, tetapi juga pada kerja sama.
Sebaiknya, ada suatu dialog antaragama, yang akan memfasilitasi tidak
hanya toleransi antaragama tetapi juga aksi antaragama, yang mana tidak
hanya kemampuan untuk hidup bersama, tetapi juga untuk bekerja sama
dalam merubah dunia ini.

Kerukunan umat beragama di wilayah Makassar boleh dikatakan


sudah cukup baik. Sampai saat ini saya belum pernah melihat adanya
konflik antarumat beragama, malah yang terjadi adalah kerukunan,
meskipun sering terjadi permasalahan mengenai pendirian tempat ibadah,
namun itu hanya bersifat sementara dan cepat teratasi. Selain itu, semua
lini kehidupan beragama berjalan normal dan terkendali. Sebenarnya
banyak kegiatan yang bisa diprdgramkan untuk mempererat kebersamaan
antarumat beragama seperti seminar seminar, perayaan hari hari besar
antar agama. Pendapat saya, mengenai kerukunan umat beragama di Kota
Makassar, dari pandangan Islam adalah kita sebagai manusia yang hidup
bersosialisasi di negara yang banyak perbedaan seperti suku, ras, budaya,
maupun agama, haruslah memiliki sifat toleransi untuk menghindari
perpecahan antara satu orang dengan lainnya, maupun sekelompok orang
dengan kelompok lainnya.

Kerukunan antarumat beragama itu sangat penting, karena jika kita


selalu bertengkar antara satu sama lain hidup kita akan tidak nyaman dan
tidak aman. Kita tidak boleh membanding-bandingkan dengan orang lain
tentang agama siapa yang paling benar karena itu akan menimbulkan
perpecahan di antara kita. Upaya meningkatkan pemahaman keagamaan
bagi seluruh lapisan masyarakat termasuk generasi muda adalah suatu hal
yang penting. Baru-baru ini di Makassar telah diadakan dialog dan
seminar pemuda antaragama dan telah menghasilkana rekomendasi
sebagai berikut: Selanjutnya, siap menerima perbedaan dengan saling
menghormati danmelawan rasisme serta diskriminasi mulai dari diri
sendiri.

Ketua Pelaksana IMYA 2013, Naskar Furiousan Hansam mengatakan,


prinsip dasar saling toleransi ini sangat dibutuhkan bangsa yang majemuk
seperti Indonesia.Karenanya, pihaknya berharap kepada 80 peserta lintas
agama dari delegasi Indonesia, Malaysia, Kamboja, Pakistan, Afganistan
dan sejumlah Negara Timur Tengah ini menularkan rekomendasi yang
mereka capai. Agama apa pun kita, harus membangun toleransi
antarumat. Sebab terayata semua agama, baik Islam, Katholik, Protestan,
Hindu, Buddha dan lainnya tidak menganjurkan kekerasan," kata Naskar,
Sabtu 28 September. Pemateri dari lintas agama juga menyampaikan itu
dalam presentase mereka. Begitupun yang didapatkan peserta tatkala
mengunjungi langsung Pura Girinata, Gereja Katedral, Masjid Al Markas
Al Islami, Klenteng Ibu Agung, GPffi Immanuel dan Vihara Rama
Buddha. Pihaknya berharap dialog pemuda lintas agama seperti ini ke
depan lebih dikembangkan di Makassar dan daerali lainnya.Terutama
yang melibatkan pemuda, tokoh agama, akademisi dan cendekia yang
memang memahami konteks keberagaman sebagai keniscayaan di muka
bumi Kota Makassar sebagai sebuah pusat peradaban di Indonesia Timur
tak lepas adari berbagai sorotan. Pertumbuhan ekonomi yang pesat, dan
menjadi pusat pendidikan. Demikian juga kehidupan umat beragama
yangperlu tetap dipelihara agar supaya dapat hidup tenteram dan
damai.Kita bersyukur sejauh ini Makassar belum terkontaminasi menjadi
Kota yang anti toleransi beragama.

Konflik - konflik yang sering terjadi umumnya dilatarbelakangi faktor


ekonomi, fanatisme kedaerahan atau organisasi sertaalasan-alasan
nonreligious lainnya. Kekerasan atas nama agama dapatmengancam
keuruhan berbangsa. Ketika sudah mengatasnamakan agama, penganut,
terutama aliran tertentu, akan bersedia mengorbankan apa pun termasuk
nyawa.Semua agama mengajarkan pentingnya perdamaian. Setidaknya ini
yang saya dapat ketika mengikuti International Multifaith Youth
Assembly 2013 selama empat hari lalu. Pada hari ketiga, peserta yang
berasal dari berbagai agama dan negara mengunjungi tempat-tempat
ibadah berbagai agama. Kami berkunjung ke Pura Giri Nata (Hindu),
Gereja Katedral (Katholik), Klenteng Ibu Agung Vihara (Konghucu), Al
Markas Al Islam (Islam), Gereja Immanuel(Kristen Protestan), dan
Vihara Arama Buddha (Buddha). Kami juga berdialog tentang toleransi
dengan pimpinan serta penganut agama terkait. Selain itu,kami juga
berdialog informal dengan sesama peserta dan pemuka agama lain yang
berbeda agama. Kerukunan umat beragama di Makassar pada dasaraya
sudah mengalami kemajuan. Kerukunan merupakan kebutuhan bersama
yang tidak dapat dihindarkan di tengah perbedaan. Perbedaan yang ada
bukan merupakan penghalang untuk hidup rukun dan berdampingan
dalam bingkai persaudaraan dan persaruan.

Kesadaran akan kerukunan hidup umat beragama yang harus bersifat


dinamis, humanis, dan demokratis, agar dapat ditrangsformasikan kepada
masyarakat di kalangan bawah. Demikian juga yang dikemukakan bahwa;
"Kerukunan umat beragama di Kota Makassar, sebenarnya sudah berjalan
dengan baik dan lancar, dimana kita sering membangun silaturahim
dengan baik dan intens. Benturan yang prinsip boleh dikatakan hampir
tidak pernah terjadi antaraumat beragama.Peran Forun Kerukunan Umat
Beragama cukup baik, dan membentuk keterwakilan tokoh masing-
masing agama "Kerukunan umat bergama di Kota Makassar itu sudah
berjalan dengan baik, aman, dan kondusip tidak ada gerakan yang
menonjol. Kalau ada yang terjadi ditengah-tengah masyarakat itu hanya
merupakan oknum. Contoh yang peranah terjadi beberapa bulan yang
lalu; "Pelemparan Gereja" pelaku tersebut, itu hanya oknum bukan atas
nama suat agama tertentu. Kalau ada terjadi seperti itu maka, lembaga
atau tokoh masing-masing agama cepat tanggap untuk menyelesaikan
persoalan tersebut sehingga tidak berlarut-larut.Hal tersebut bisa dicapai
oleh karena sering ada komunikasi antara tokoh agama

Demikian juga yang dikemukakan bahwa; kerukunan umat beragama


di Kota Makassar ini, sudah berjalan dengana cukup baik. Kalau ada
masalah atau riak-riak kecil, bisa diselesaikan dengan baik dan cepat..
Demikian hasilpenelitian dari beberapa tokoh agama, tokoh masyarakat,
dan tokoh pemuda, bahwa di Kota Makassar kerukunan hidup umat
beragama berjalan dengan baik. Peran Pemerintah dalam Pembinaan
Kerukunan Hidup Umat Beragama di Kota Makassar Tugas pokok
Departemen Agama sebagai salah satu departemen di bidang
kesejahteraan rakyat di mana unsur pelayanan kepada masyarakat lebih
menonjol daripada unsur pemerintah, maka selanjutnya pemeliharaan
kerukunan umat beragama menggunakan pendekatan praktis pragmatis
yaitu tidak lain untuk melayani masyarakat agar kehidupan keagamaan
semakin semarak, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan
masyarakat. Terminologi yang digunakan oleh pemerintah secara resmi,
konsep kerukunan hidup umat beragama mencakup 3 kerukunan, yaitu:
(1) kerukunanintern umat beragama; (2) kerukunan antarumat beragama;
dan (3) kerukunan antarumat beragama dengan Pemerintah. Tiga
kerukunan tersebut biasa disebut dengan istilah "Trilogi Kerukunan".

Kerukunan umat beragama yang dimaksud adalah keadaan hubungan


sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling
menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengmalan ajaran agamanya
dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Peran
Pemerintah Kota Makassar terhadap kerukunan antarumat beragama di
antaranya: Membuka dialog atau diskusi antarumat beragama. Seminar-
seminar atau talk show yang menghadirkan para alim ulamaatau tokoh
masing-masing agama.

Memberikan kebebasan kepada warga untuk beribadah tanpa


mengusik mereka sesuai dengan kepercayaan yang dianut. Meredam
segala cikal bakal dan benih-benih yang dapat membuat antarumat
beragama berseteru.Naskah sosialisasi oleh pemerintah dengan adanya
keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negri Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat
Beragama. Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan
Pendirian Rumah Ibadat dan yang terakhir PBM Menteri Agama, Jaksa
Agung, dan Menteri Dalam Negri Nomor: 3/2008, KEP-033/JA/2008 dan
Nomor 1990 Tahun 2008.Keputusan bersama Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negri Nomor.9 dan Nomor. 8 Tahun 2006 tersebut di
atas, terkait pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan
pendirian Rumah Ibadah. Sesungguhnya oleh Pemerintah adalah
bermaksud untuk mengarur. Namun oleh sebagian pemeluk agama
mungkin ada yang menilai bahwa Pemerintah tidak adil, atau mempersulit
pemeluk agama yang mau mendirikan Rumah Ibadah lantas
tidakdiberikan izin untuk membangun. Pemeluk agama yang berbeda-
beda sekte dan aliran, masing-masing mau mendirikan Rumah Ibadah
sendiri.

Peraturan Pemerintah tersebut di atas pada masa yang akan datang


mungkin masih perlu ditinjau ulang, namun kondisi sekarang ini masih
bisa dianggap sudah memadai. Oleh karena itu bagi masyarakat sebaiknya
mematuhi aturan tersebut, supaya dapat hidup tenteram dan dapat
memelihara terciptanya Kerukunan Umat Beragama khususnya di Kota
Makassar. Beberapa hasil penelitian yang dilaksanakan Puslitbang
Kehidupan Keagamaan, hasil penelitian ini memiliki nilai guna yang
tinggi sehingga perludisosialisasikan secara lebih luas. Hasil penelitian ini
juga telah disosialisasikan pada forum yang bertaraf nasional setidaknya 3
kali. Pertama: Sosialisasi pada forum Kongres Pemuka Agama yang
dilaksanakan oleh Pusat Kerukunan Umat Beragama Sekertariat Jenderal
Departemen Agama tanggal 7-9 Desember 2009 di Jakarta. Kedua:
Sosialisasi pada seminar dalam rangka memperingati Hari Amal Bhakti
Departemen Agama yang dilaksanakan tanggal 14 Desember 2009. Dan
terakhir atau yang ketiga: adalah Sosialisasi pada forum rapat Koordinasi
Nasional Forum Kerukunan Umat Beragama yang dilaksanakan oleh
Kementerian Dalam Negri tanggal 25-27 Mei 2010 bertempat di Hotel
Sahid Jaya Jakarta.

Pemerintah dalam hal ini Departemen Agama melaksanakan kegiatan-


kegiatan mengenai kerukunan hidup antarumat beragama, baik melalui
diskusi ataupun dialog dengan tokoh-tokoh agama dan tokoh-tokoh
masyarakat maupun lewat penelitian yang dilaksanakan oleh Puslitbang
Departemen Agama Pusat, maupun tingkat wilayah dan tingkat daerah.
Demikian juga dikemukakan oleh seorang tokoh Budha di Kota Makassar
bahwa; perhatian Pemerintah Kota Makassar terhadap kerukunan umat
beragama, berjalan cukup baik, dimana Pemerintah Kota memberi
bantuan-bantuan sosial, pembinaan kepada sekolah Minggu, bantuan ke
Vihara-Vihara, ke lembaga keagamaan, ke guru sekolah Minggu, dan
pembinaan kepada guru-guru non PNS dan lain-lain Pemerintah sebagai
pengayom masyarakat secara keseluruhan, tanpa membedakan suku, ras,
dan agama, senantiasa dapat menjalankan dengan baik di Kota Makassar.
Hal tersebut disampaikan oleh Hasan sebagai berikut: Keseriusaan
pemerintah terhadap pembinaan kerukunan hidup umatberagama di
Makassar adalah terbentuknya Forum kerukunan umat beragama, yang
dalam kepengurusannya ada keterwakilan dari setiap agama di
KotaMakassar, misalnya dari agama Islam, agama Kristen, agama Budha,
agama Hindu dan Konghutsu .

Dalam setiap kegiatannya diundang seluruh potensi anggota


masyarakat yang ada di Kota Makassar. Dalam bentuk kerja sama dengan
pemerintah Kota Makassar ada kegiatan dengan mengundang Imam
Kelurahan, para Kepala Kelurahan dan Kepala Wilayah Kecamatan se-
Kota Makassar . Di samping itu, ada kegiatan khusus mengenai
kerukunan umat beragama denga para generasi muda dengan bentuk
dialog dan diskusi.Perhatian pemerintah terhadap kerukunan umat
beragama di Kota Makassar menurut salah seorang tokoh Hindu bahwa;
selama ini konstribusi pemerintah sudah cukup baik, termasuk bantuan
secara-finansial terhadapumat beragama. Dalam perayaan Hari Besar
AgamaIslam misalnya, umat kamimengadakan kunjungan berupa
"Simakrama"yang dalam bahasa Islamnyaadalah silatoffahim. Pada acara
hari Nyepi kami mengadakan yang namanya"Ogogo" artinya symbol
keraksasaan dan ketidak baiknya sifat manusia, hal ini diadakan supaya
manusia dapat menyadari kelemahannya, keegoannya. Dengan demikian
diharapkan ajaran "toleransi" berjalan dengan baik, ajarantoleransi dapat
memperkuat terciptanya kerukunan umat beragama

E. Pluralisme dan Kerukunan umat beragama perspektif elite


agama di kota Malang

Upaya-upaya Menciptakan Kerukunan Umat Beragama di Kota


Malang Pada umumnya semua elite agama sepakat bahwa menciptakan
harmoni dilakukan secara intern dan antarumat beragama. Di kalangan
Muslim, kerukunan intern umat beragama diupayakan melalui ceramah,
sosialisasi dan diseminasi kepada jamaah, tentang bagaimana
memberikan pemahaman agama yang santun dan toleran, memberikan
pemahaman kepada jama’ah agar mereka bisa menghargai sesama
Muslim dan non Muslim. Di samping itu, melalui delegasi di FKUB, NU
berperan menjadi salah satu kekuatan yang mendorong terwujudnya
kerukunan umat beragama. Hal senada disampaikan Gus Sampton,
dengan memberikan catatan sedikit tentang forum FKUB yang terkadang
melampaui batas, karena masuk pada wilayah membenarkan agama-
agama (wawancara, 25-6-2014).

Menurut Purwadyo, upaya-upaya yang dilakukan untuk pembinaan


kerukunan intern-umat beragama adalah melalui ishlah karena Islam
adalah agama perdamaian. Ishlah dan mempererat tali persaudaraan dapat
mengurangi gesekan yang terjadi di antara umat beragama. Upaya lain
adalah saling memahami antar pemeluk agama, memahami ajaran tentang
kebolehan atau larangan yang ada dalam masingmasing agama, sehingga
bisa saling menghargai antara satu dengan yang lain. Karena itu
diperlukan dialog untuk saling berbagi ide dan gagasan terhadap isu-isu
sosial-kemanusiaan, untuk mendapatkan solusi atas masalah kerukunan
umat beragama Elit Kristiani, Pdt. Kusumo Raharjo (wawancara, 28-6-
2014), menyatakan bahwa usaha menciptakan kerukunan intern umat
beragama dilakukan melalui Badan Musyawarah Antar Gereja
(BAMAG). Forum ini bertugas menjembatani antara elite agama Kristen
dengan masyarakat, dalam bentuk aktivitas dan kegiatan sosial-
kemanusiaan.

Penciptaan kerukunan antarumat beragama dilakukan dengan prinsip


menjunjung tinggi, tidak menghina dan menilai negatif ajaran agama lain.
Hal ini senada dengan pandangan Pdt Budiono (wawancara, 4-6- 2014),
bahwa upaya-upaya membina kerukunan beragama adalah adanya
kesadaran saling menghadiri undangan perayaan hari besar agama dan
melakukan karya-karya kemanusiaan lainnya. Elite Hindu juga memiliki
program hubungan antarumat beragama. Menurut Suwardika
(wawancara, 15-6-2014), dalam agama Hindu hubungan umat beragama
diatur oleh PHDI, dengan membina umat melalui dharma negara dan
dharma agama. Dharma negara memiliki tugas membina hubungan antara
umat Hindu dengan pemerintah dan dengan antarumat beragama,
sedangkan dharma agama, memberikan pembinaan hubungan intern umat
Hindu, yang juga dikenal dengan istilah Panca Yadnya.

Dharma agama dilakukan dengan memberikan pemahaman tentang


kerukunan umat beragama dan mendatangkan ahli agama untuk umat
umat di pedesaan atau pedalaman. Di samping aktif di FKUB, hubungan
agama Hindu dengan umat agama lain diwujudkan dalam program
pengentasan kemiskinan dengan memberikan bantuan dalam bidang
pendidikan dan kesehatan. Selain itu, juga dilakukan dialog intensif antar
pemuka agama. Tradisi gotong royong dan saling menolong di antara
umat beragama juga merupakan upaya menciptakan kerukunan antar
umat beragama. Mewujudkan budaya perdamaian dapat dilakukan
melalui: pertama, pendekatan budaya, kearifan lokal dan ikatan
kekeluargaan yang sangat kuat di kalangan masyarakat bawah; kedua,
memiliki prinsip bahwa kekerasan tidak bisa direspon dengan kekerasan;
ketiga, menghormati dan menjaga eksistensi agama lain dan budaya
setempat; keempat, berpandangan bahwa semua agama adalah ciptaan
Tuhan. Karena itu menganggap dan menilai agama lain salah atau sesat
adalah sebuah kekeliruan (Muhaimin AG, 2004: 51). Memperkuat
Suwardika, Agung menyatakan bahwa untuk membangun kerukunan
umat beragama, diadakan kegiatan mingguan untuk menumbuhkan rasa
persaudaran yang kuat, seperti pertemuan dan musyawarah tingkat desa
setiap hari Minggu, sarasehan di kalangan ibuibu setiap Senin, dan
paguyuban di kalangan bapak-bapak di hari Kamis (wawancara, 19-6-
2014). Hal senada dinyatakan Suwardika, dengan memberikan
kesempatan yang sama untuk setiap agama dalam memimpin, saling
menghargai, dan gotong royong dalam membuat rumah, saling membantu
pada saat perayaan hari besar keagamaan.

Rudi berpandangan bahwa gaya kehidupan sehari-hari (everyday


lifestyle) yang saling menghormati dengan saling mengunjungi satu sama
lain ketika hari raya dan terlibat dalam acara bersih desa, merupakan cara
yang dilakukan untuk mewujudkan kerukunan antarumat beragama
(wawancara, 29-6-2014). Adapun upaya yang dilakukan kalangan Budha
untuk hubungan intern dan antar umat beragama adalah melalui FKUB.
Herman (mahasiswa STAB Batu), seringkali menghadiri undangan
dialog. lintas agama di UIN Maliki Malang, menghadiri perayaan
keagamaan, saling menghormati dan saling membuka diri (wawancara,
14-6-2014). Vimalaseno juga membangun hubungan antarumat beragama
dengan aktif menghadiri forum-forum lintas agama dan terbuka
menghadapi perbedaan (wawancara, 14-6-2014).

Menurut Tejaseno, vihara juga memiliki program untuk menciptakan


dan menjaga kerukunan umat beragama, dengan membuka diri menerima
umat agama lain untuk berlatih meditasi dan kegiatan lainnya, serta
berkunjung ke institusi agama lain, seperti biarasusteran dan pondok
pesantren. Elite Konghucu melakukan upaya-upaya pembinaan kerukunan
antarumat beragama dengan memberikan bantuan kemanusiaan kepada
masyarakat dan mengundang semua elemen agama untuk hadir dalam
perayaan hari besar keagamaan. Mereka menampilkan budaya masing-
masing seperti wayang, hadrah, dan tari gambus.

Kebersamaan yang terus diciptakan akan menghasilkan sinergi yang


baik antarumat beragama di Malang. Bagi Bonsu Hanom, budaya dapat
mendekatkan satu komunitas agama dengan komunitas agama lain
(wawancara, 2 -7-2014). Dalam konteks inilah, maka dapat dipahami
bahwa dengan adanya upaya saling mengenal antar komunitas umat
beragama tersebut, maka akan dapat menghilangkan prasangka yang tidak
diperlukan. Hal ini bisa dilakukan secara langsung melalui dialog dan
perjumpaan dalam kehidupan sehari-hari (dialog kehidupan), maupun
secara tidak langsung melalui forum, lembaga maupun aktivitas penelitian
dan studi (JB. Banawiratma, 1998:100).

Dengan budaya saling menghargai dan membuka diri terhadap


agama-agama lain, akan dapat membangun sikap saling percaya (mutual
trust). Terdapat beberapa upaya yang dibangun untuk merintis kembali
mutual trust antar komunitas agama; pertama, mengembalikan mutual
trust akan sangat tergantung pada kemampuan umat beragama dalam
meretas rekonsiliasi. Untuk membangun saling percaya antar komunitas
agama diperlukan kehendak untuk ‘melupakan’ relasi yang kurang baik
dalam warisan sejarah kemanusiaan masa lalu. Dalam kasus interaksi
antar komunitas agama di Indonesia, perlu dilakukan pencarian landasan
spiritual dalam penanganan konflik dan kekerasan. Kedua, dalam rangka
merespon realitas konflik dan kekerasan, komunitas agamaagama perlu
membangun gerakan alternatif yang didasarkan pada semangat
perdamaian dan anti kekerasan.

Mutual trust juga akan bisa terbangun apabila terjadi dialog-dialog


emansipatoris. Dalam proses dialog emansipatoris, komunikasi antar-
sesama lebih didasarkan pada prinsip keterbukaan, keseteraaan,
pembebasan dan tidak dipenuhi prasangka, apalagi value judgement dan
stereotype tertentu. Ketiga, mutual trust bisa terbangun ketika ada ‘proyek
bersama’ untuk mencapai tujuan bersama yang ingin diwujudkan. Dalam
konteks ini, berbagai komunitas agama bisa bersatu dalam menghadapi
masalah-masalah kemanusiaan.

Faktor Pendukung dan Penghambat Kerukunan Umat Beragama di


Malang Menurut KH Chamzawi (wawancara, 18- 6-2014), adanya
budaya saling menghormati, memahami dan menghargai merupakan
entitas pendukung kerukunan. Gus Shampton juga berpandangan bahwa
saling mendukung dan saling mengerti akan dapat mewujudkan
tercapainya kerukunan umat beragama. Sedangkan penghambatnya
adalah karena egoisme, mudah menyalahkan orang lain, menganggap
bahwa dirinya paling benar dan selalu menyerang paham dan
atau/keyakinan orang lain. Oleh karena kurangnya saling memahami,
menghargai dan menghormati maka timbul konflik dan perpecahan.

Gus Sampton berpandangan bahwa ketidakpahaman, eksklusif dan


keengganan memahami agama lain akan menghambat terciptanya
kerukunan. Agus Purwadyo (wawancara, 23-6-2014), menyatakan bahwa
sikap positif yang mendukung terciptanya kerukunan umat beragama
adalah keterbukaan, menghormati keyakinan orang, tidak mengganggu
dan tidak kaku. Adanya kelompok dan aliranaliran baru dalam Islam
sendiri, yang seringkali membid’ahkan golongan yang lain, merupakan
hambatan berat bagi terciptanya kerukunan. Karena itu untuk mencegah
dan menangani konflik, harus dilakukan dialog secara intensif, demi
melahirkan sikap keberagamaan yang terbuka dan inklusif.

Teologi inklusif telah diteladankan Rasulullah di Madinah, dengan


menjamin perlindungan dan hak yang sama bagi warga negara non
Muslim sepanjang tidak memusuhi Islam. Penghargaan atas eksistensi
agama lain ini juga dilakukan generasi sahabat. Beberapa keberhasilan
ekspansi politik tidak selalu diikuti keberhasilan da’wah secara
kuantitatif, karena menjunjung prinsip no compulsion in religion, seperti
dalam QS. 2: 256. Elite Kristiani, Pdt. Kusumo (wawancara, 24-6-2014),
berpandangan bahwa terciptanya kerukunan umat beragama berawal dari
pribadi yang mau belajar kepada orang lain. Hal ini dilakukan dengan
sosialisasi, komunikasi dan bergaul antarumat beragama mulai lingkup
terkecil hingga yang lebih luas. Sedangkan faktor penghambatnya adalah
pribadi yang merasa dirinya paling benar, kurang sosialisasi, kurang
komunikasi dan sikap fanatik yang berlebihan. Interpretasi dan pemikiran
teologis yang berbeda tentang doktrin dan monopoli kebenaran dan
keselamatan misalnya, juga dapat menjadi salah satu sumber perselisihan
dan konflik antarumat beragama (Daya, 1998: 109). Oleh karena itu,
keterlibatan dalam forum-forum dialog antarumat beragama, dapat
membantu mencegah terjadinya salah paham dan menyelesaikan masalah-
masalah kemanusian secara bersamasama.

Menurut Pdt. Budiono (wawancara, 24-6- 2014), hal yang


mendukung kerukunan adalah: 1) adanya kemauan umat beragama untuk
membuka diri dan berdialog dengan komunitas agama lain; 2) adanya
kesadaran terhadap mandat Allah, agar umat manusia bisa saling
menolong dan bahu-membahu, dalam rangka mewujudkan kerukunan; 3)
kepatuhan terhadap pemerintah yang melindungi dan menjadi payung
bagi watak dan realitas kebhinekaan masyarakat Indonesia, sebagaimana
diajarkan Alkitab, yakni kewajiban menghargai pemimpin sebagai wakil
Allah di bumi. Sedangkan faktor penghambatnya adalah sikap ekstrem,
truth claim dan tidak menghargai agama lain. Menurut Romo Felix
(wawancara,18-6- 2014), pada prinsipnya keyakinan Katolik tidak
menolak keyakinan orang-orang agama lain.

Faktor pendukung kerukunan umat beragama adalah budaya dan


semangat gotong royong dan bekerjasama, saling silaturrahim, saling
menolong, dan saling membantu. Sedangkan Faktor penghambatnya
adalah adanya sikap merendahkan dan menyalahkan orang lain,
kurangnya pengetahuan dan pemahaman agama, serta kurangnya
penghayatan agama di tengah masyarakat. Melalui dialog, diskusi dan
seminar secara intensif, maka kesalahpahaman dapat diminimalisir
sehingga tidak sering memicu konflik. Di samping itu, juga dapat
dilakukan dialog teologis dan dialog karya.

Menciptakan kerukunan tidak mudah, namun umat Katolik tetap


mengusahakannya, di antaranya melakukan pembinaan se-wilayah
keuskupan Malang, yang meliputi kota Malang hingga Banyuwangi.
Menurut Romo Raymundhus (wawancara,7-7- 2014), kerukunan umat
beragama bisa terwujud dengan saling menghormati dan menghargai,
sedangkan egoisme dan keengganan seseorang untuk memahami dan
mengajarkan kebenaran kepada orang lain merupakan kendala besar bagi
harmoni agama-agama. Pergeseran sikap dari eksklusif ke inklusif dan
pluralis, terjadi setelah Konsili Vatikan tahun 1962-1965. Babakan ini
menjadi tonggak sejarah bagi umat Kristen dalam menjalin hubungan
dengan umat non-Kristen. Gagasan dalam Nostra Aetate ini
ditindaklanjuti dengan dibentuknya sekretariat antarumat beragama, yang
memfasilitasi dialog-dialog antaragama, di Timur dan di Barat (Akasheh
dan Riyanto, 2000: 8-13). Hans Kung (1998: 9-32), menyatakan bahwa
Konsili Vatikan II melahirkan keyakinan teologis bagi umat Kristen
bahwa ada dua jalan untuk meraih keselamatan, yakni jalan Kristiani dan
jalan non-Kristiani. Dengan pandangan bahwa agama-agama di luar
Kristen juga merupakan jalan keselamatan, maka klaim bahwa
Kristianitas adalah satu-satunya jalan keselamatan harus ditolak demi
alasan-alasan teologis dan fenomenologis. Pergeseran sikap dari eksklusif
ke inklusif ini juga dapat dilihat dalam tiga model evolusi teologis, yakni:
fundamentalisme evangelis, konservatisme evangelis, dan ekumenisme
evangelis (Knitter, 1985:75-77). Bahkan menurut Coward (1999:59), ada
tiga pendekatan mutakhir yang berkembang dalam tradisi Kristiani era
modern, yakni: pendekatan kristosentris yang dibidani Karl Rahner,
pendekatan teosentris yang digagas John Hick (1988), Paul Tillich dan
Wilfred Cantwel Smith, dan pendekatan dialogis yang dikembangkan
oleh Raimundo Panikkar (1999)

G. Upaya Masyarakat dalam membina kerukunan antar umat


beragama di kerularahan Bangsal kecamatan Pesantren Kota Kediri

Dalam kehidupan sosial keagamaan di masyarakat Kelurahan Bangsal


adalah suatau hal yang sangat diperlukan untuk menyangkut tentang nilai
atau keyakinan yang tertanam dalam diri setiap individu. Kerukunan umat
beragama merupakan bagian penting dari kerukunan nasional, sehingga
akan menjadi faktor-faktor pendukung apabila kerukunan umat beragama
maupun kerukunan nasional terus untuk ditingkatkan, dan akan menjadi
faktor-faktor penghambat apabila kerukunan umat beragama maupun
kerukunan nasional tidak dapat ditingkatkan dengan baik dan benar.
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian riset lapangan,
menggunakan pendekatan kualitatif dan rancangan penelitian ini adalah
bersifat deskriptif (gambaran). Hasil penelitian ini mengungkapkan:

1) Kehidupan sosial keagamaan di masyarakat Kelurahan Bangsal


Kecamatan Pesantren Kota Kediri sangatlah baik. Masyarakat
memandang bahwa kegiatan sosial keagamaan yang seringkali dilakukan
oleh masyarakat adalah semata-mata hanya untuk ingin mendapatkan
kerukunan, kedamaian dan kesadaran masyarakat untuk saling
bekerjasama dan bergotong royong dalam bidang apapun, baik dalam
bidang ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya, serta dalam hal sosial
keagamaan dan peribadatan.

(2) Upaya dalam membina kerukunan antar umat beragama yang


dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Bangsal, adalah:

 Kesadaran untuk saling bergotong royong dalam membangun tempat-


tempat peribadatan.

 Kesadaran masyarakat untuk saling menghormati dan menghargai satu


sama lain.

 Apabila bertemu dengan masyarakat yang non muslim maupun berbeda


agama, maka saling kenal-mengenal, bertatap muka, dan
bersilaturrahmi diantara satu sama lain tanpa memandang agama.

 Melakukan hal baik terhadap anggota masyarakat yang sedang


merayakan Hari Raya pada hari-hari besar keagamaan.

 Kalau misalkan ada tetangga ataupun anggota masyarakat yang sedang


tertimpa musibah, maka turut berduka cita dan berbela sungkawa.

 Membiasakan diri untuk berdiskusi dan bertukar pikiran terhadap


sesama umat beragama secara kultural.
 Selalu mengadakan kegiatan bersama pada hari-hari tertentu.

(3) Faktor-faktor yang menjadi pendukung upaya masyarakat dalam


membina kerukunan antar umat beragama di Kelurahan Bangsal,
adalah:

 Adanya organisasi FKUB-PAUB & PK (Forum Kerukunan Umat


Beragama-Paguyuban Antar Umat Beragama dan Penghayat
Kepercayaan) sekaligus dukungan dari Pemerintah.

 Adanya sikap saling menghormati dan menghargai di antara sesama


pemeluk agama.
 Kesadaran masyarakat untuk hidup bersama.

 Sikap pluralitas dan toleransi antar umat beragama.

 Sikap untuk saling bergotong royong dan bekerja sama. Sedangkan


faktor-faktor penghambatnya adalah:
1. Karena ingin menang sendiri.
2. Merasa ajarannya paling benar.
3. Tidak suka bergaul dengan masyarakat sekitar.
4. Terjadinya pertentangan diantara sesama umat beragama.
5. Terjadinya percekcokan dan saling curiga diantara sesama
umat beragama.
6. Sering terjadi teror di mana saja.

H. Toleransi Agama di Kota Salatiga Tahun 2018

Toleransi dikalangan umat beragama di negara ini tercermin dengan


adanya beberapa pasal dalam peraturan perundang-undangan seperti Pasal
28 E ayat (1) Undang-Undang dasar 1945, pasal 29 ayat (2) Undang-
Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa masyarakat bebas
memeluk agama dan kepercayaannya masing-masing, dan Undang-
Undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terutama pasal
22 Meskipun banyak persoalan konflik yang mengatasnamakan
perbedaan agama, akan tetapi ada beberapa kota di Indonesia yang
berhasil menerapkan toleransi. Toleransi berarti menghargai adanya
kebebasan dan hak asasi manusia sehingga tercipta suatu perdamaian.

Penelitian tentang Indeks Kota toleran yang dikeluarkan pada 2015


oleh SETARA Institute, menunjukkan adanya beberapa kota toleransi
yang ada di Indonesia. Kota Salatiga sebelum terbentuk Forum
Kerukunan Umat Beragama (FKUB) secara nasional, para tokoh agama
telah mempunyai organisasi kerukunan beragama yang disebut Majelis
Pemuka Agama Salatiga (Majelis Puasa). Di Kota Salatiga juga pernah
ada permasalahan soal agama menjelang pilihan kepala daerah, namun
tetap bisa menjaga toleransi beragamanya hingga sekarang. Majelis Puasa
bukan bentukan pemerintah daerah melainkan terbentuk inisiasi para
tokoh agama untuk menjaga dan melestarikan kerukunan antar umat
beragama Kota Salatiga. Dengan adanya Majelis Puasa, maka secara
nasional pada tahun 2006 dibentuklah Forum Kerukunan Umat Beragama
(FKUB).

Penelitian tentang peran tokoh agama dalam kerukunan antar umat


beragama dengan judul “Peran Forum Kerukunan Umat Beragama dalam
Memelihara Toleransi Beragama Kota Salatiga Tahun 2018 Permasalahan
Ada tiga permasalahan yang ingin dibahas dalam penelitian ini, yakni
tolak ukur penetapan Kota Salatiga sebagai kota toleransi kedua pada
tahun 2015, realitas toleransi antar umat beragama di Kota Salatiga pada
tahun 2018 dan faktor pendukung toleransi antar umat beragama di Kota
Salatiga.

Tolak ukur keberhasilan Kota Salatiga sebagai salah satu kota


tertoleran di Indonesia menurut Kota Salatiga sendiri yakni adanya peran
pemerintah yang membentuk Forum Kerukunan Umat Beragama Kota
Salatiga atau yang lebih dikenal dengan FKUB Kota Salatiga yang
merupakan organisasi keagamaan yang bertujuan untuk menjaga dan
mempertahankan kerukunan antar umat beragama di Kota Salatiga setelah
adanya peraturan bersama Menteri Agama den Menteri Dalam Negeri
Nomor 09 Tahun 2006 dan Nomor 08 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dalam
Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum

Kerukunan Umat Beragama dan Pendirian Rumah Ibadat, khususnya


Pasal 8 ayat (1) yang dipandang perlu membentuk Forum Kerukunan
Umat Beragama (FKUB) dan Dewan Penasehat FKUB Kota Salatiga
maka pada tahun 2007 terbentuklah FKUB Kota Salatiga untuk
kepengurusan tahun 2007-2012. Hal ini tentunya juga didukung oleh
kondisi masyarakat yang kondusif sejak dulu. Dalam mendukung
toleransi kerukunan umat beragama masyarakat melakukan tindakan
nyata dengan cara menghargai perbedaan keyakinan tiap individu serta
tidak mengganggu kegiatan ibadahnya. Konflik di Kota Salatiga hampir
sama sekali tidak ada karena para tokoh agama yang tergabung di dalam
FKUB Kota Salatiga bersama-sama dengan tokoh agama dan tokoh
masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga kerukunan antar umat
beragama agar terciptanya kedamaian di kota tersebut.

Organisasi-organisasi masyarakat yang tidak sesuai dengan keadaan


masyarakat di Kota Salatiga tidak di izinkan untuk berdiri karena FKUB
Kota Salatiga tidak mau ada organisasi yang di anggap radikal memecah
belah masyarakat Kota Salatiga. Kota Salatiga dari dulu hingga sekarang
terkenal akan kesejukannya. Bukan hanya kesejukan udaranya yang
terletak dikaki gunung merbabu saja melainkan juga kesejukan
masyarakatnya dalam menjaga toleransi antar umat beragama diantara
keberagaman. Realitas toleransi antar umat beragama di Kota Salatiga
tahun 2018 diantaranya upacara hari besar keagamaan lain pun para tokoh
agama juga selalu diundang untuk turut hadir.

Para tokoh agama yang tergabung dalam FKUB Kota Salatiga selalu
menyempatkan untuk hadir memenuhi undangan baik dari Forkompinda,
Kepala Daerah, Ormas, hari besar keagamaan, maupun kegiatan lain dari
masyarakat Kota Salatiga. Di Kota Salatiga, banyak masjid dan gereja
yang jaraknya berdekatan. Agama yang berbeda-beda dalam satu keluarga
di Kota Salatiga sudah tidak asing lagi untuk ditemui. Namun hal ini tidak
menjadi persoalan karena di Kota Salatiga masyarakatnya sudah terbiasa
hidup rukun satu sama lain. Kegiatankegiatan yang sudah terlaksana di
Kota Salatiga dalam hal keagamaan sejak dulu pesertanya selalu berasal
dari lintas agama. Hal ini dimaksudkan agar peserta yang dalam hal ini
masyarakat Kota Salatiga belajar untuk menghargai perbedaan keyakinan
masing-masing individu.

Kegiatan bersama lintas iman yang dimaksudkan bukan kegiatan


untuk mengikuti ibadah agama lain akan tetapi mengundang agama lain
untuk mengikuti suatu kegiatan agar turut hadir. Nilai kemasyarakatan
yang tinggi di Kota Salatiga merupakan daya dukung adanya toleransi
antar umat beragama yang telah terjalin di Kota Salatiga karena dengan
adanya nilai kemasyarakatan yang tinggi masyarakat menyadari
kedudukan mereka sebagai umat bergama agar tidak mencampuri urusan
dari agama yang lain di Kota Salatiga sudah ada Majelis Pemuka Agama
Kota Salatiga atau lebih dikenal dengan Majelis Puasa. Majelis Puasalah
yang merupakan inisiasi pemerintah dalam pembentukan FKUB secara
nasional melalui Peraturan Bersama Menteri Agama dengan Menteri
Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.

Organisasi yang turut menjaga toleransi dan persaudaraan bangsa di


Kota Salatiga yakni Forum Persaudaraan Bangsa Indonesia (FPBI).
Dalam bentukan pemerintah pusat, yang sebenarnya adalah FPK atau
Forum Pembauran Kebangsaan. Keberhasilan Kota Salatiga dalam
mempertahankan predikatnya juga tidak terlepas dari adanya program-
program dari FKUB Kota Salatiga. FKUB Kota Salatiga telak banyak
melakukan kunjungan kerja maupun menerima kunjungan kerja dari
daerah lain mengenai toleransi antar umat beragama untuk selalu belajar
menjaga kerukunan antar umat beragama di Kota Salatiga. Sosialisasi pun
terus dilakukan FKUB Salatiga selain membentuk dabin untuk menjaga
kerukunan antar umat beragama di Kota Salatiga.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pentingnya kerukunan hidup antar umat beragama adalah terciptanya


kehidupan masyarakat yang harmonis dalam kedamaian, saling tolong
menolong, dan tidak saling bermusuhan agar agama bisa menjadi
pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak langsung memberikan
stabilitas dan kemajuan Negara.

Cara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan hidup antar umat


beragama adalah dengan mengadakan dialog antar umat beragama yang di
dalamnya membahas tentang hubungan antar sesama umat beragama.
Selain itu ada beberapa cara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan
hidup antar umat beragama antara lain:

1. Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap


pemeluk agama lain
2. Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan
kesalahan tetapi salahkan orangnya.
3. Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan mengganggu
umat lain yang sedang beribadah.
4. Hindari diskriminasi terhadap agama lain.

B. Saran
Saran yang dapat diberikan untuk masyarakat di Indonesia supaya
menanamkan sejak dini pentingnya menjaga kerukunan antar umat
beragama agar terciptanya hidup rukun antar sesama sehingga masyarakat
merasa aman, nyaman dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA

http://shuthajhi.blogspot.co.id/2015/02/makalah-kerukunan-antar-
umatberagama.html,

http://annisateknikindustri.blogspot.co.id/2014/06/makalah-kerukunan-
antarumat-beragama.html,

https://etd.uinsyahada.ac.id/2462/3/12%20120%200089.pdf

https://digilib.uin- suka.ac.id/id/eprint/23383/1/M.%20ABDUL
%20KARIM%20- Toleransi%20Umat%20Beragama%20di
%20Desa.pdf

https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/criksetra/article/view/4814

https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/87606620/20- libre.pdf?
1655391505=&response-content- disposition=inline%3B+filename
%3DPALESTINA_DAN_ISRAEL_Seja
rah_Konflik_dan.pdf&Expires=1695758221&Signature=OiUJR-
VNRGDxCRzEAtEc8i3qXR52w0chvTm~289rVYsRCg87l~gPN32HHO
QGni40Ciouw1w~Kcqh1GfZaKDoytJ8dEmRuu5-
exKhDMJtcHqFxBzYONFQx24CWJhw2fRnF0pyiYIGKTb-
c2QeTLmcSPSIxxGlXYfhU93h09Wxe0nIgCkBjoHW7Rs7crgh9Iy~gVD
jW3Kof6K6UCsRrZKchJMea0XuvcemvRcCDVMqdiLwRh2Ei6JTHJxQ
3Pz3lQhg63DpwK0QyQRL0IbRFWXcM2JZ8ExUvf-DSP-qY7HJAxq-
~6fg9Z8TG2n-xTN2cYZ9X~VO1D93Mxhqi-QxMlPW-w &Key-Pair-
Id=APKAJLOHF5GGSLRBV4ZA
http://ejournal.kopertais4.or.id/mataraman/index.php/washatiya/article/view/2638

Anda mungkin juga menyukai