Anda di halaman 1dari 16

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas tersturuktur (kelompok) pada


Matakuliah

“ILMU PERBANDINGAN AGAMA”

Oleh:

ANANG FATHUR RAHMAN (12030213756)

FURQAN RAMADHANA KARNOFA (12030214195)

FAHMI FADILLAH (12030214043)

Dosen Pengampu

Dr. Khotimah., M.Ag

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF


KASIM RIAU

1444 H. / 2023 M.
Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT berkat rahmat, karunia
serta kasih sayang-Nya kami dapat menyelasaikan makalah mengenai Kerukunan
Umat Bergama, karya Muhammad Ali al-Shabuni. Shalawat serta salam semoga
tetap tercurah kepada penutup para Nabi sekaligus satu-satunya uswatun hasana
kita, Nabi Muhammad SAW. Selanjutnya, kami ucapkan terimakasih kepada Dr.
Khotimah, M.Ag, selaku dosen mata kuliah Ilmu Perbandingan Agama yang telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk menyelasaikan tugas ini. Dalam
penulisan makalah ni, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekeliruan, baik yang berkenaan mengenai materi pembahasan teknik pengetikan,
walaupun demikian, inilah usaha maksimal kami selaku penulis.

Semoga dengan adanya makalah ini, para pembaca dapat menambah


wawasan ilmu pengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun para pembaca
guna memperbaiki kesalahan sebagaimana mestinya.

Pekanbaru, 17 Maret 2023

Kelompok 13
Daftar Isi
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Perihal konteks hubungan antaragama, istilah reokonsiliasi tidak
memberikan pemahaman dalam kehidupan beragama di Indonesia tidak harmonis
dan sering menimbulkan konflik. Disebabkan oleh berkehidupan beragama yang
selama ini damai, dan berdampingan terganggu oleh beberapa factor terterntu,
terutama oleh ekonomi, sosial, kultur, dan politik tempat agama-agama itu hidup.
Dari sisi teoretis nilai esensial dan universalitas agama secara moral dapat
mendasari tindakan manusia dalam beragama. Nilai tersebut dapat dimulai dengan
tindakan manusia beragama akan muncul seandainya memiliki “sikap kesadaran
beragama”.1
Indonesia merupakan Negara hukum yang mengharuskan warga negaranya
untuk memilih salah satu dari agama-agama resmi di Indonesia. Namun
kerukunan antar sesama umat beragama di Indonesia dinilai masih banyak
menyisakan masalah. Kasus-kasus terkait masalah kerukunan beragama pun
masih belum bisa terhapus secara tuntas. Seperti kasus di Ambon, Kupang, Poso,
forum-forum Islam ekstrimis dan lainnya menyisakan masalah ibarat api dalam
sekam yang sewaktu-waktu siap memanaskan permasalahan yang di
sekelilingnya. Hal ini menandakan bahwa pemahaman masyarakat tentang
kerukunan antar umat beragama perlu ditinjau ulang. Di sebabkan masalah-
masalah yang banyak ditemukan akan ketidak adanya kerukunan beragama, yang
menjadikan adanya saling permusuhan, saling merasa ketidak adilan.2
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri dari
beragam agama. Kemajemukan yang ditandai dengan keanekaragaman agama itu
memiliki kecenderungan yang sangat kuat terhadap suatu identitas agama masing-
1
Khotimah, “Dialog dan Kerukunan Antar Umat Beragama”, Jurnal Ushuluddin, Vol. XvII, No.
2, Juli 2011, hlm. 215.
2
Virliana Utami, dkk. “Kerukunan Umat Beragama” makalah, disampaikan pada persentasi mata
kuliah Pendidikan Agama Islam, diselenggarakan oleh Jurusan Manajemen Pelayanan Rumah
Sakit (MPRS) Politeknik Piksi Ganesha Bandung, 14 Januari 2017, hlm. 1.
masing-masing berpotensi konflik. Indonesia adalah salah satu contoh masyarakat
multicultural tidak saja karena terdapat keanekaragaman suku, budaya, suku,
bahasa, ras tapi juga dalam hal agama. Agama yang diakui oleh Pemerintah
Indonesia adalah agama Islam, Katholik, Protestan, Hindu, Budha, Kong Hu Chu.
Dari semua agama terseubt terjadilah perbedaan agama yang dianut masing-
masing masyarakat Indonesia. Dengan banyak perbedaan tersebut jika tidak
terpelihara dengan baik bisa menimbulkan konflik antar umat beragama yang
bertentangan dengan nilai dasar agama itu sendiri yang mengajarkan kepada kita
kedamaian, hidup saling menghormati, dan saling tolong menolong.
Oleh karena itu, bertujuan untuk mewujudkan dalam kerukunan umat
beragama yang sejati, harus muncul suatu konsep hidup bernegara yang mengikat
semua anggota kelompok sosial yang berbeda agama guna menghindari bahaya
konflik yang berkepanjangan antar umat beragama yang terjadi tiba-tiba. 3
Makalah ini akan memambahas tentang pentingnya menciptakan kerukunan antar
umat beragama dilingkungan masyarakat.

2. Rumusan Masalah.
a) Bagaimana menjaga kerukunan hidup antar umat beragama?
b) Bagaimana mengimpilkasikan dari terciptanya kerukunan antar umat
beragama?

3. Tujuan
a) Mengetahui cara menjaga kerukunan hidup antar umat beragama.
b) Mengetahui dampak dari terciptanya kerukunan antar umat beragama.

3
Virliana Utami, dkk. “Kerukunan Umat Beragama” makalah…, hlm. 3.
4. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari menciptakan suasana rukun antar umat
beragama dilingkungan masyarakat yaitu dengan rasa aman, nyaman dan
sejahtera.
BAB II

PEMBAHASAN

A. KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA


Kerukunan berasal dari kata ruku, bahasa Arab, artinya tiang atau tiang-
tiang yang menopang rumah (penopang yang memberi kedamaian dan
kesejahteraan kepada penghuninya). Secara pemaknaan kerukunan bermakna
adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antar sesama orang walaupun
mereka berbeda, baik dari suku, agama, ras maupun golonganb.4 Kerukunan juga
bisa diartikan suatu proses untuk menjadi rukun disebabkan dari adanya
ketidakrukunan; serta kemampuan dan kemauan untuk hidup berdampingan serta
damai dan tentram.5
Terdapat langkah-langkah untuk mencapai kerukunan seperti itu, terdapat
proses didalam suatu dialog, saling terubka menerima dan menghargai sesama,
serta cinta-kasih. Kerukunan antar umat beragama bermakna rukun dalam
dinamika kehidapan umat beragama dalam berbagai aspek kehidupan, seperti
aspek ibadah, toleransi, dan kerja sama antar umat beragama. Manusia sudah
ditakdirkan Tuhan sebagai makhluk sosial, manusia hanya memerlukan kerja
sama dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kehidupan
material maupun spiritual.
Kerukunan antar beragama adalah suatu bentuk sosialisasi yang damai
hingga terciptanya toleransi beragama.6 Indonesia mempunyai keberagaman yang
begitu banyak. Baik dari adat istiadat atau budaya seni, tetapi juga termasuk
agama. Pengertian lain dari kerukunan umat beragama yaitu suatu bentuk
menjalin kehidupan dimana kita harus saling menghormati serta menghargai

4
Samsudin, Kerukunan Umat Beragama: Dialektika Fundamentalis Agama dan Interaksi Sosial
Keagamaan Masyarakat di Kabupatenb Bengkulu Tengah, Cet. I, (Bengkulu: CV. Zigie Utama,
2018), hlm. 99.
5
Virliana Utami, dkk. “Kerukunan Umat Beragama” makalah…, hlm. 4.
6
Samsudin, Kerukunan Umat Beragama: Dialektika Fundamentalis Agama dan Interaksi Sosial
Keagamaan Masyarakat di Kabupatenb Bengkulu Tengah, Cet. I, (Bengkulu: CV. Zigie Utama,
2018), hlm. 98.
agama-agama lain di sekeliling, contoh dalam bentuk perayaan hari-hari besar
yang mereka rayakan. Tidak hanya perayaan hari-hari besar dalam sehari-hari kita
harus tetap menjalin komunikasi denganb abik untuk membangun hubungan yang
berpengaruh positif dalam kehidupan. Tidak bisa dibantah bahwa dalam akhir-
akhir ini sukar untuk menjaga kerukunan beragama disebabkan oleh bangkitnya
fanatisme keagamaan menghasilkan berbagai ketidak harmonisan di tengah-
tengah hidup dan kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyrakat.
Menurut Bahrul Hayat, kondisi ideal keharmonisan umat beragama itu
terwujud dalam kehidupan umat beragama itu terwujud dalam kehidupan umat
beragama jika memiliki tiga komponen yaitu, pertama, sikap saling mengakui dan
menyadari pluralitas. Kedua, adanya sikap saling menghormati (toleransi). Ketiga,
adanya sikap saling bekerjasama (resiprokal) (Hayat. 2012: 160-161). Bahrul
Hayat juga menjelaskan, untuk tercapainya stabilitas dibutuhkan kebijakan dan
strategi lainnya yaitu implementasi pembangunan yang berkeadilan dalam bidang
politik, sosial, ekonomi dan pendidikan.7
Dalam perkembangannya Indonesia telah mewujudkan keharmonisan
beragama melalui dua hal; pertama, upaya politik konstitusional. Selain Pasal 29
UUD 1945 tentang kebebasan beragama, juga diatur dalam siding MPR RI Tahun
1998 telah merumuskan upaya reformasi keberagaman dengan membentuk dan
memberdayakan forum-forum dialog antar umat beragama. 8 Negara menjamin
seluruh kegiatan yang berorientasi pada keterbukaan dialog umat beragama.
Kedua, membangun pemahaman pluralitas melalui kurikulum pendidikan,
program moderasi agama dan kesadaran budaya yang seluruh konsep bermuara
pada kata kalimatun sawa’.9
7
Kustini (ed.), Monografi Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia, Cet. I, diterbitkan untuk
Kemenag RI, (Jakarta: Litbanng Diklat Press, 2019)

8
Ahmad Subakir, Rule Model Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia, Cet. I, (Bandung: CV.
Cendekia Press, 2020), hlm. 8.
9
Arti kalimatun sawa’ merupakan filosofi dalam al-Qur’an yang menyatakan bahwa sebenarnya
semua agama berasal dari Allah, tidak agama yang diciptakan sendiri oleh manusia. Namun
agama-agama yang kini dianut di Indonesia, adalah agama yang sama, namun dengan model umat
yang berbeda, sehingga kitab dan rasul yang diturunkan juga berbeda.
Kerukunan antarumat beragama menjadi salah satu faktor terpenting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama bagi Negara multikultural seperti
Indonesia ini. Salah satu cara yang dapat diwujudkan dari kerukunan seperti
melalui pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural merupakan salah satu
hal yang penting dalam meminimalkan dan mencegah terjadinya konflik di
beberapa daerah. Melalui pendidikan, sikap dan pola piker multikultural
(pemikiran) siswa akan lebih terbuka dalam memahami dan lebih menghargai
keanekaragaman.10 Selain itu, pendidikan multikultural berguna dalam
membangun dalam keragaman etnik, ras agama, dan budaya (mempromosikan
nilai-nilai keanekaragaman).
Selanjutnya, makna “kerukunan” dalam KBBI diartiakan sebagai “hidup
bersama bermasyarakat dengan kesatuan hati dan bersepakat untuk tidak
menciptakan perselisihan dan pertengkaran”. Ini bermakna bahwa kerukunan
bersumber dari ketulusan hati (bukan dari paksaan) suatu kesepakatan yang
terlahir dari sosio-kultur religious (bukan kesepatakan struktural) yang
berlangsung secara adat.11 Peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri No. 9 dan 8 tahun 2006, pasal 1 angka (1) dijelaskan atau keadaan suatu
hubungan umat yang berbada agama dengan dilandasi sikap dan pikiran toleran,
saling memahami, menghormati, menghargai kesetaraan dalam mengamalkan
ajaran agamanya serta kerja sama dalam kehidupan bersosial, berbangsa dan
bernegara. Jadi artinya bahwa kerukunan umat beragama tidak hanya mencapai
suasana batin yang penuh toleransi keberagamaan, namun juga bagaimana cara
mereka dapat saling bekerja sama.
Secara Implikatif, makna kerukunan Bergama dengan prinsip dengan
kebebasan beragama sangat berbeda. Kebebasan beragama merupakan hak dasar
beragama yang harus dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat, sedangkan
kerukunan beragama adalah situasi damai dan tenteram dalam kehidupan sosial
umat berbeda agama, bahwa dalam situasi seluruh hak beragama terjalin dengan

10
Ahmad Subakir, Rule Model Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia., hlm. 9.
11
Ahmad Subakir, Rule Model Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia, Cet. I, (Bandung: CV.
Cendekia Press, 2020), hlm. 8.
baik. Banyak pengamat menyatakan, bahwa agama dan keberagaman adalah
sama. Padahal keduanya ialah dikotomi dalam perbendaharaan kata yang berbeda,
tapi saling berkaitan. Secara kaidah kebahasaan, setiap perubahan dari bentuk kata
dasar agama dan keberagaman seharusnya menjadi penghubung bahwa keduanya
memiliki kata benda, sedangkan keberagaman adalah kata sifat. Bahkan
menyamakan makna keduanya, merupakan salah satu persoalan seriaus yang
dapat melahirkan konflik keragaman dewasa ini. Kekeliruan memaknai juga dapat
mengaburkan apa yang sebenarnya hendak kita capai.12

B. Menjaga Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama


Menjaga kerukunan hidup antar umat beragama salah satu caranya dengan
dialog antar umat beragama. Syarat awal terwujudnya masyarakat modern yang
demokratis yaitu dengan munculnya masyarakat yang memiliki sikap menghargai
kemajemukan (pluralitas) masyarakat dan bangsa serta mewujudnkannya dalam
kepercayaan. Dari situ kita harus menjaga kerukunan hidup antar umat beragama.
Secara historis banyak terjadi konflik antar umat beragama, contoh konflik di
Poso antara umat Islam dan Umat Kristiani. Agama terlihat seperti pemicu atau
sumber dari konflik tersebut. Padahal suatu agama dasarnya mengajarkan kepada
para pemeluknya agar hidup dalam kedamaian, saling tolong menolong dan juga
saling menghormati.
Konflik antar umat beragama dalam bermasyarakat yang bersifat
multikultural adalah menjadi sebuah tantangan yang besar bagi masyarakat
maupun pemerintah.13 Karea konflik tersebut bisa menjadi ancaman serius bagi
integrasi bangsa jika tidak dikelola secara baik dan benar. Bertujuan agar agama
bisa dikelola menjadi alat pemersatu bangsa, oleh karena itu harus dikelola
dengan baik dan benar maka diperlukan teknik dengan dialog antar umat
beragama agar permasalahan yang tidak dapat diselesaikan dengan kelompok-
kelompok umat beragama lainnya. Karena tidak dapat dipungkiri selama konflik

12
Abbas Langaji, “Dinamika Aliran Keagamaan Sempalan: Tinjauan Perpesktif Sosiologi
Agama”, Jurnal Hikmah, Vol. XII (1) 2016, hlm. 141-162.
13
Virliana Utami, dkk. “Kerukunan Umat Beragama” makalah…, hlm. 9.
ini masih ada dikalangan umat beragama terjadi karena terdapatnya informasi-
informasi yang memancing pransangka-prasangka negative.
Tema dialog antar umat beragama sebaiknya bukan mengarah pada masalah
peribadatan tetapi lebih ke masalah kemanusiaan seperti moralitas, etika, dan nilai
spiritual, supaya efektif dalam dialog antar umat beragama juga menghindari dari
latar belakang agama dan kehendak untuk mendominasi pihak lain. 14 Model
dialog antar umat beragama dan kehendak untuk mendominasi pihak lain. Model
dialog antar umat beragama yang dikemukakan oleh Kimball adalah sebagai
berikut:
1) Dialog Parlementer (parliamentary dialogue). Dialog ini dilakukan
dengan melibatkan tokoh-tokoh umat beragama di dunia. Tujuannya adalah
mengembangkan kerjasama dan perdamaian antar umat beragama di dunia.
2) Dialog Kelembagaan (Institutional dialogue). Dialog ini melibatkan
organisasi-organisasi keagamaan. Tujuannya adalah untuk mendiskusikan
dan memecahkan persoalan keumatan dan mengembangkan komunikasi
diantara organisasi keagamaan.
3) Dialog Teologi (Theological dialogue). Tujuannya adalah membahas
persoalan teologis filosofis agar pemahaman tentang agamanya tidak
subjektif tetapi objektif.
4) Dialog dalam Masyarakat (dialogue in society). Dilakukan dalam bentuk
kerjasama dari komunitas agama yang plural dalam menyelesaikan masalah
praktis dalam kehidupan sehari-hari.
5) Dialog Kerohanian (spiritual dialogue). Dilakukan dengan tujuan
mengembangka dan memperdalam kehidupan spiritual diantara berbagai
agama.
Indonesia yang multikultural terutama dalam hal agama membuat Indonesia
menjadi sangat rentang terhadap konflik antar umat beragama. Maka dari itu
menjaga kerukunan antar umat beragama sangatlah penting. Dalam kaitannya
untuk menjaga kehidupan antar umat beragama sangatlah penting. Dalam
kaitannya untuk menjaga kehidupan antar umat beragama agar terjaga sekaligus

14
Virliana Utami, dkk. “Kerukunan Umat Beragama” makalah…, hlm. 10.
tercipta kerukunan hidup antar umat beragama dalam masyarakat khususnya
masyarakat Indonesia misalnya dengan cara sebagai berikut:
1) Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk
agama lain yaitu dengan cara mengubah rasa curiga dan benci menjadi rasa
penasaran yang positif dan mau menghargai keyakinan orang lain.
2) Jangan menyalahkan agama seorang apabila dia melakukan kesalahan
tetapi salahkan orangnya. Misalnya dalam hal terorisme.
3) Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan olok-olok mereka
karena ini bagaian dari sikap saling menghormati.
4) Hindari diskriminasi terhadap agama lain karena semua orang berhak
mendapat fasilias yang sama seperti pendidikan, lapangan pekerjaan dan
sebagainya.
Dengan memperhatikan cara menjaga kerukunan hidup antar umat
beragama tersebut hendaknya kita sesame manusia haruslah saling tolong
menolong dan kita harus bisa menerima bahwa perbedaan agama dengan orang
lain adalah sebuah realitas dalam masyarakat yang multikultural agar kehidupan
antar umat beragama bisa terwujud.

C. Implikasi Terhadap Kerukunan Antarumat Beragama


Kerukunan hidup dalam antarumat beragama adalah pola berhubungan antar
kelompok umat beragama yang saling rukun, menghormati dalam persoalan yang
diselesaikan dengan baik, yang tidak mengganggu ketentraman antar hubungan
beragama pada suatu daerah tertentu. Adanya kondisi kerukunan hidup beragama
bukan berarti tidak pernah konflik.15 Untuk mendapatkan model kerukunan
kehidupan beragama adalah sebuah bentuk kehidupan masyarakat yang multi
agama yang dapat menyatukan sistem sosial dalam integrasi kemasyarakatan
tanpa membedakan agama namun dapat terintegrasi dengan baik dan tanpa
konflik. Model kehidupan beragama yang rukun ini akan menjadi contoh bagi
pembangunan masyarakat yang rukun dalam multi agama.

15
Samsudin, Kerukunan Umat Beragama.., hlm. 101-102.
Pemetaan kerukunan kehidupan beragama adalah penyusunan peta yang
dapat menggambarkan kondisi dan tingkat kerukunan kehidupan beragama,
kerawanan dan konflik secara jelas pada suatu tempat tertentu dan membentuk
dan merusak kerukunan kehidupan beragama. Dengan pemetaan tersebut dapat
dilakukan suatu analisis penyelesaian masalah yang pragmatis dalam upaya
mendorong terciptanya suatu masyarakat yang rukun dan damai, sehingga terjadi
integrasi bangsa yang semakin kuat dan bersatu.16 Pemetaan menjadi beberapa
kategori: Rukun sekali atau integrative yaitu menunjukkan pada situasi dan
kondisi dimana semua kelompok etnis dan umat beragama dan kelompok
kepentingan bersatu padu dalam menghadapi persoalan bersama dengan
mengedepankan demokrasi, hak asasi manusia, keadilan hukum, nilai-nilai budaya
yang berlaku, kebersamaan, kesederajatan, penghargaan atas keyakinan.
Kurang rukun, menunjukkan pada situasi dan konsidi dimana semua
kelompok ras, agama dan etnis kurang kompak dalam menghadapi dan
memcahkan semua persoalan bersama. Bahkan ada kesan sebagian tidak peduli
dengan demokrasi, hak asasi, keadilan hukum dan lain-lain. Yang ketiga tidak
rukun alias potensi konflik atau rawan konflik yaitu menunjukkan pada situasi dan
kondisi dimana semua kelompok dalam demokrasi serta hak asasi manusia terjadi
persaingan.

BAB III

PENUTUP

16
Ibid., hlm. 103.
A. Kesimpulan
Kerukunan antar umat beragama bermakna rukun dalam dinamika
kehidupan umat beragama dalam berbagai aspek kehidupan, seperti aspek ibadah,
toleransi, dan kerja sama antar umat beragama. Pengertian lain dari kerukunan
umat beragama yaitu suatu bentuk menjalin kehidupan dimana kita harus saling
menghormati serta menghargai agama-agama lain di sekeliling, contoh dalam
bentuk perayaan hari-hari besar yang mereka rayakan.
Kebebsan beragama merupakan hak dasar beragama yang harus dipenuhi
dalam kehidupan bermasyarakat, sedangkan kerukunan beragama adalah situasi
damai dan tentram dalam kehidupan sosial umat berbeda agama, bahwa dalam
situasi hak beragama terjalin dengan baik. Menjaga kerukunan hidup antar umat
beragama salah satu caranya dengan dialog antar umat beragama. Konflik antar
umat beragama dalam bermasyarakat yang bersifat multikultural adalah menjadi
sebuah tantangan yang besar bagi masyarakat maupun pemerintah.
Bertujuan agar agama bisa dikelola menjadi alat pemersatu bangsa, oleh
karena itu harus dikelola dengan baik dan benar maka diperlukan teknik dengan
dialog antar umat beragama agar permasalahan yang tidak dapat diselesaikan
dengan kelompok-kelompok umat beragama.

Daftar isi
Abbas Langaji, “Dinamika Aliran Keagamaan Sempalan: Tinjauan Perpesktif
Sosiologi Agama”, Jurnal Hikmah, Vol. XII (1) 2016. Palopo: Fakultas
Ilmu Dakwah dan Komunikasi Islam Institut Islam Negeri Palopo Sulawesi
Selatan.

Ahmad Subakir. 2020. Rule Model Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia.


Bandung: CV. Cendekia Press.

Kustini (ed.). 2019. Monografi Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia. Jakarta:


Litbanng Diklat Press.

Khotimah, “Dialog dan Kerukunan Antar Umat Beragama”, Jurnal Ushuluddin,


Vol. XVII, No. 2, Juli 2011. Pekanbaru: Program studi agama-agama
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

Samsudin. 2018. Kerukunan Umat Beragama: Dialektika Fundamentalis Agama


dan Interaksi Sosial Keagamaan Masyarakat di Kabupatenb Bengkulu
Tengah. Bengkulu: CV. Zigie Utama.

Virliana Utami, dkk. 2017. “Kerukunan Umat Beragama” makalah, disampaikan


pada persentasi mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Bandung: Politeknik
Piksi Ganesha.

Anda mungkin juga menyukai