Anda di halaman 1dari 33

KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA DI INDONESIA

DOSEN PEMBIMBING

Drs. Nizom Zaini, M.Pd.I

DISUSUN OLEH

FAUZIAH HABIBAH (11211022)

S1 KEPERAWATAN 14 REG A

STIKES PERTAMEDIKA

Jl. Bintaro Raya Jl. Tanah Kusir No.10, RT.4/RW.10, Kby. Lama Utara, Kec. Kby. Lama,
Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12240
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang
aksitensi agama islam dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa.

Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan segala
kekurangan dalam makalah ini saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang
aksitensi agama slam dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Bogor , 11 Oktober 2021

Fauziah Habibah
DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Kerukunan umat beragama adalah hal yang sangat penting untuk mencapai
sebuah kesejahteraan hidup di negeri ini. Seperti yang kita ketahui, Indonesia memiliki
keragaman yang begitu banyak. Tak hanya masalah adat istiadat atau budaya seni, tapi
juga termasuk agama. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang
terdiri dari beragam agama.
Kemajemukan yang ditandai dengan keanekaragaman agama itu mempunyai
kecenderungan kuat terhadap identitas agama masing- masing dan berpotensi konflik.
Indonesia merupakan salah satu contoh masyarakat yang multikultural. Multikultural
masyarakat Indonesia tidak saja kerena keanekaragaman suku, budaya, bahasa, ras tapi
juga dalam hal agama. Agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia adalah agama
Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Kong Hu Chu. Dari agama-
agama tersebut terjadilah perbedaan agama yang dianut masing-masing masyarakat
Indonesia. Dengan perbedaan tersebut apabila tidak terpelihara dengan baik bisa
menimbulkan konflik antar umat beragama yang bertentangan dengan nilai dasar
agama itu sendiri yang mengajarkan kepada kita kedamaian, hidup saling
menghormati, dan saling tolong menolong.1
Kerukunan yang berpegang kepada prinsip masing-masing agama menjadi setiap
golongan antar umat beragama sebagai golongan terbuka, sehingga memungkinkan
dan memudahkan untuk saling berhubungan. Bila anggota dari suatu golongan umat
beragama telah berhubungan baik dengan anggota dari golongan agama-agama lain,
akan terbuka kemungkinan untuk mengembangkan hubungan dalam berbagai bentuk
kerjasama dalam bermasyarakat dan bernegara.2
Dengan gambaran di atas dan berangkat dari suatu hal menarik untuk diketahui,
bahwa ada satu daerah tepatnya di Desa Banaran, Kecamatan Grogol, Kabupaten
Sukoharjo. Di desa tersebut terdapat pemeluk agama Islam, Kristen Protestan, Katolik,
Hindu dan Buddha. Di tengah kemajemukan masyarakat dalam perbedaan keyakinan
agama ternyata mampu membangun sikap untuk saling menghormati antar pemeluk
agama.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian dan ruang lingkup kerukunan antar umat beragama

1
Alif Firdausi,dkk, Makalah Kerukunan antar Umat Beragama (http://shuthajhi.blogspot.com), diakses 8
September 2016.
2
Said Agil Husin Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama (Jakarta: Penerbit Ciputat Press, 2005), hlm. 22.
2. Hak dan kewajiban umat beragama dalam kehidupan bermasyarakat
3. Hambatan dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama
a. Mengekspresikan kebenaran agama secara monolitik dan eksklusif
b. Klaim kebenaran (truth claim)
c. Memahami kerukunan beragama yang soleh
d. Rendahnya pengetahuan agama
4. Pentingnya dialog antar tokoh agama
5. Peran negara dalam mewujudkan kerukunan hidup umat beragama

C. Tujuan penelitian
Tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah agama islam dan
untuk :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud ruang lingkup kerukunan antar umat
beragama
2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban umat beragama dalam kehidupan
bermasyarakat
3. Untuk mengetahui hambatan dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama
4. Untuk mengetahui pentingnya dialog antar tokoh agama
5. Untuk mengetahui peran negara dalam mewujudkan kerukunan hidup umat
beragama

D. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan sistematika penulisan penjabaran
materi, adapun teknik yang digunakan yaitu studi pustaka dengan mempelajari buku-
buku, browsing internet, dan sumber lain untuk mendapatkan data untuk pembuatan
makalah ini.
BAB 2
PEMBAHASAN

1. Pengertian dan ruang lingkup kerukunan atar umat beragama

Kerukunan berasal dari kata rukun. Dalam Kamus Bahasa Indonesia,


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Cetakan Ketiga tahun 1990, artinya rukun
adalah perihal keadaan hidup rukun atau perkumpulan yang berdasarkan tolong
menolong dan persahabatan.3 Kata kerukunan berasal dari kata dasar rukun, berasal
dari bahasa Arab ruknun (rukun) jamaknya arkan berarti asas atau dasar, misalnya:
rukun islam, asas Islam atau dasar agama Islam. Dalam kamus besar bahasa Indonesia
arti rukun adalah sebagai berikut: Rukun (nomina): (1) sesuatu yang harus dipenuhi
untuk sahnya pekerjaan, seperti: tidak sah sembahyang yang tidak cukup syarat dan
rukunnya; (2) asas, berarti: dasar, sendi: semuanya terlaksana dengan baik, tidak
menyimpang dari rukunnya; rukun islam: tiang utama dalam agama islam; rukun iman:
dasar kepercayaan dalam agama Islam.
Rukun (a-ajektiva) berarti: (1) baik dan damai, tidak bertentangan: kita
hendaknya hidup rukun dengan tetangga: (2) bersatu hati, bersepakat: penduduk
kampng itu rukun sekali. Merukunkan berarti: (1) mendamaikan; (2)menjadikan
bersatu hati. Kerukunan: (1) perihal hidup rukun; (2) rasa rukun; kesepakatan:
kerukunan hidup bersama.4
Secara etimologi kata kerukunan pada mulanya adalah dari Bahasa Arab, yakni
ruknun yang berarti tiang, dasar, atau sila. Jamak rukun adalah arkaan. Dari kata
arkaan diperoleh pengertian, bahwa kerukunan merupakan suatu kesatuan yang terdiri
dari berbagai unsur yang berlainan dari setiap unsur tersebut saling menguatkan.
Kesatuan tidak dapat terwujud jika ada diantara unsur tersebut yang tidak berfungsi.
Sedangkan yang dimaksud kehidupan beragama ialah terjadinya hubungan yang baik
antara penganut agama yang satu dengan yang lainnya dalam satu pergaulan dan

3
WJS. Poerwadarmita,Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta,balai Pustaka, 1980)h.106
4
Imam Syaukani, Komplikasi Kebijakan Dan Peraturan perundang-Undangan Kerukunan Umat Beragama,
(Jakarta, Puslitbang, 2008)h. 5
kehidupan beragama, dengan cara saling memelihara, saling menjaga serta saling
menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian atau menyinggung perasaan.5
Dalam bahasa Inggris disepadankan dengan harmonius atau concord. Dengan
demikian, kerukunan berarti kondisi social yang ditandai oleh adanya keselarasan,
kecocokan, atau ketidak berselisihan (harmony, concordance). Dalam literatur ilmu
sosial, kerukunan diartikan dengan istilah intergrasi (lawan disintegrasi) yang berarti
the creation and maintenance of diversified patterns of interactions among outnomous
units. Kerukunan merupakan kondisi dan proses tercipta dan terpeliharanya pola-pola
interaksi yang beragam diantara unitunit(unsure/ sub sistem) yang otonom. Kerukunan
mencerminkan hubungan timbal balik yang ditandai oleh sikap saling menerima, saling
mempercayai, saling menghormati dan menghargai, serta sikap memaknai
kebersamaan.6
Secara terminologi banyak batasan yang diberikan oleh para ahli sebagai
berikut:
1. W. J.S Purwadarminta menyatakan
Kerukunan adalah sikap atau sifat menenggang berupa menghargai serta
membolehkan suatu pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan maupun
yang lainya yang berbeda dengan pendirian.7
2. Dewan Ensiklopedi Indonesia
Kerukunan dalam aspek sosial, politik, merupakan suatu sikap membiarkan
orang untuk mempunyai suatu keyakinan yang berbeda. Selain itu
menerima pernyataan ini karena sebagai pengakuan dan menghormati hak
asasi manusia.8
3. Ensiklopedi Amerika
Kerukunan memiliki makna sangat terbatas. Ia berkonotasi menahan diri
dari pelanggaran dan penganiayaan, meskipun demikian, ia
memperlihatkan sikap tidak setuju yang tersembunyi dan biasanya merujuk

5
Drs. Jirhanuddin M.AG, Perbandingan Agama,(Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2010)h.190
6
Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama,(Jakarta, Puslitbang,2005)h.7-8
7
W.J.S Porwadarminta, kamus Umum Bahasa Indonesia(Jakarta, Balai Pustaka1986)h.1084
8
Dewan Ensiklopedi Indonesia, Ensiklopedia Indonesia Jilid 6,(Van Hoeve,t,th)h.3588
kepada sebuah kondisi dimana kebebasan yang di perbolehkannya bersifat
terbatas dan bersyarat.9

Kerukunan juga diartikan sebagai kehidupan bersama yang diwarnai oleh


suasana yang harmonis dan damai, hidup rukun berarti tidak mempunyai konflik,
melainkan bersatu hati dan sepakat dalam berfikir dan bertidak demi mewujudkan
kesejahteraan bersama. Di dalam kerukunan semua orang bisa hidup bersama tanpa
ada kecurigaan, dimana tumbuh sikap saling menghormati dan kesediaan berkerja
sama demi kepentingan bersama. Kerukunan atau hidup rukun adalah suatu sikap yang
berasal dari lubuk hati yang paling dalam terpancar dari kemauan untuk berinteraksi
satu sama lain sebagai manusia tanpa tekanan dari pihak manapun.10

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa


kerukunan hidup umat beragama mengandung tiga unsur penting:pertama, kesediaan
untuk menerima adanya perbrdaan keyakinan dengan orang atau kelompok lain.
Kedua, kesediaan membiarkan orang lain untuk mengamalkan ajaran yang
diyakninya.Dan yang ketiga, kemampuan untuk menerima perbedaan merasakan
indahnya sebuah perbedaan dan mengamalkan ajarannya. Keluhuran masing-masing
ajaran agama yang menjadi anutan dari setiap orang. Lebih dari itu, setiap agama
adalah pedoman hidup umat manusia yang bersumber dari ajaran tuhan.

Dalam terminologi yang digunakan oleh pemerintah secara resmi, konsep


kerukunan hidup antar umat beragama ada tiga kerukunan, yang disebut dengan istilah
“Trilogi Kerukunan” yaitu:

1. kerukunan intern masing-masing umat dalam satu agama. Yaitu kerukunan


di antara aliran-aliran / paham mazhab-mazhab yang ada dalam suatu umat
atau komunitas agama.

9
Dewan Ensiklopde American, Ensiklopedi American
10
Prof. DR. Faisal Ismail,M.A. Dinamika kerukunan Antar Umat Beragama,(bandung, PT Remaja
Rosdakarya,2014)h.1
2. kerukunan di antara umat/ komunitas agama berbeda-beda. Yaitu kerukunan
di antara para pemeluk agama-agama yang berbeda yaitu di antara pemeluk
Islam dengan pemeluk Kristen Protestan, katolik, Hindu, dan Budha.

3. Kerukunan antar umat/ komunitas agama dengan pemerintah. Yaitu supaya


diupayakan keserasian dan keselarasan di antara para pemeluk atau pejabat
agama dengan para pejabat pemerintah dengan saling memahami dan
menghargai tugas masing-masing dalam rangka membangun masyarakat dan
bangsa Indonesia yang beragama.11

Dengan demikian kerukunan merupakan jalan hidup manusia yang memiliki


bagian-bagian dan tujuan tertentu yang harus dijaga bersama-sama, saling tolong
menolong, toleransi, tidak saling bermusuhan, saling menjaga satu sama lain.

Kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua
golongan agama bisa hidup bersama tanpa menguarangi hak dasar masing-masing
untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Masing-masing pemeluk agama yang baik
haruslah hidup rukun dan damai. Karena itu kerukunan antar umat beragama tidak
mungkin akan lahir dari sikap fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas hak
keberagaman dan perasaan orang lain. Tetapi dalam hal ini tidak diartikan bahwa
kerukunan hidup antar umat beragama memberi ruang untuk mencampurkan unsur-
unsur tertentu dari agama yang berbeda , sebab hal tersebut akan merusak nilai agama
itu sendiri.

Kerukunan antar umat beragama itu sendiri juga bisa diartikan dengan toleransi
antar umat beragama. Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus
bersikap lapang dada dan menerima perbedaan antar umat beragama. Selain itu
masyarakat juga harus saling menghormati satu sama lainnya misalnya dalam hal
beribadah, antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya tidak saling mengganggu.12

11
Depag RI, Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Umat Beragama Di Indonesia,(Jakarta:Badan Penelitian dan
pengembangan Agama Proyek Peningkatan Kerukunan Umat Beragama di Indonesia,1997)h.8-10
12
Wahyuddin dkk, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinngi,(Jakarta PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia,2009)h. 32
Kerukunan antar umat beragama adalah suatu bentuk hubungan yang harmonis
dalam dinamika pergaulan hidup bermasyarakat yang saling menguatkan yang di ikat
oleh sikap pengendalian hidup dalam wujud:

1. Saling hormat menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan


agamanya.
2. Saling hormat menghormati dan berkerjasama intern pemeluk agama, antar
berbagai golongan agama dan umatumat beragama dengan pemerintah
yang sama-sama bertanggung jawab membangun bangsa dan Negara.
3. Saling tenggang rasa dan toleransi dengan tidak memaksa agama kepada
orang lain.

Dengan demikian kerukunan antar umat beragama merupakan salah satu


tongkat utama dalam memelihara hubungan suasana yang baik, damai, tidak
bertengkar, tidak gerak, bersatu hati dan bersepakat antar umat beragama yang
berbeda-beda agama untuk hidup rukun.13

Kerukunan antar umat beragama adalah hubungan sesama umat beragama yang
dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan
dalam pengalaman ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara didalam Negara kesatuan kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.14

Memahami pengertian kerukunan umat beragama, tampaknya peraturan


bersama diatas mengingatkan kepada bangsa Indonesia bahwa kondisi kerukunan antar
umat beragama bukan hanya tercapainya suasana batin yang penuh toleransi antar
umat beragama, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mereka bisa saling
berkerjasama membagun kehidupan umat beragama yang harmonis itu bukan sebuah
hal yang ringan. Semua ini haarus berjalan dengan hatihati mengingat agama sangat
melibatkan aspek emosi umat, sehingga sebagai mereka lebih cenderung dengan
13
Alo Liliweri, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Budaya,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2001)h.255
14
Abu Tholhah,Kerukunan Antar Umat Beragama,(Semarang,IAIN Walisong,1980)hal 14
kebenaran dari pada mencari kebenaran. Meskipun sudah banyak sejumlah pedoman
telah digulirkan, pada umumnya masih sering terjadi gesekan-gesekan dalam
menyiarkan agama dan pembangunan rumah ibadah.15

Dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama dapat dilakukan dengan


cara-cara sebagai berikut:

1. Saling tenggang rasa menghargai dan toleransi antar umat beragama.


2. Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu.
3. Melaksanakan ibadah sesuai dengan agamanya.
4. memenuhi peraturan keagamaan baik dalam agamanya maupun peraturan
negara atau pemerintah

Ada beberapa pedoman yang digunakan untuk menjalin kerukunan antar umat
beragama yaitu:

1. Saling menghormati.
Setiap umat beragama harus atau wajib memupuk, melestarikan dan
meningkatkan keyakinannya. Dengan mempertebal keyakinan maka setiap
umat beragama akan lebih saling menghormati sehingga perasaan takut dan
curiga semakin hari bersama dengan meningkatkan taqwa, perasaan curiga
dapat dihilangkan. Rasa saling menghormati juga termasuk menanamkan
rasa simpati atas kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh kelompok lain,
sehingga mampu menggugah optimis dengan persaingan yang sehat. Di
usahakan untuk tidak mencari kelemahan-kelemahan agama lain, apalagi
kelemahan tersebut dibesar-besarkan.
2. Kebebasan Beragama.
Setiap manusia mempunyai kebebasan untuk menganut agama yang disukai
serta situasi dan kondisi memberikan kesempatan yang sama terhadap
semua agama. Dalam menjabarkan kebebasan perlu adanya pertimbangan
sosiologis dalam arti bahwa kenyataan proses sosialisasiberdasarkan
15
Drs. H. Hasbullah Mursyid,DKK, Kompilasi Kebijakan Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Antar Umat
Beragama(Jakarta, Puslitbang Kehidupan Beragama, 2008)hal 5
wilayah, keturunan dan pendidikan juga berpengaruh terhadap agama yang
dianut seseorang.
3. Menerima orang lain apa adanya.
Setiap umat beragama harus mampu menerima seseorang apa adanya
dengan segala kelebihan dan 25 kekurangannya, melihat umat yang
beragama lain tidak dengan persepsi agama yang dianut. Seorang agama
Kristen menerima kehadiran orang Islam apa adanya begitu pula
sebaliknya. Jika menerima orang Islam dengan persepsi orang Kristen maka
jadinya tidak kerukunan tapi justru mempertajam konflik.
4. Berfikir positif.
Dalam pergaulan antar umat beragama harus dikembangkan berbaik
sangka. Jika orang berburuk sangka maka akan menemui kesulitan dan
kaku dalam pergaul apa lagi jika bergaul dengan orang yang beragama.
Dasar berbaik sangka adalah saling tidak percaya. Kesulitan yang besar
dalam dialog adalah saling tidak percaya. Selama masih ada saling tidak
percaya maka dialog sulit dilaksanakan. Jika agama yang satu masih
menaruh prasangka terhadap agama lain maka usaha kearah kerukunan
masih belum memungkinkan. Untuk memulai usaha kerukunan harus dicari
di dalam agama masing-masing tentang adanya prinsip-prinsip kerukunan.16

Menurut Durkheim, kerukunan adalah proses interaksi antar umat beragama, yang
membentuk ikatan-ikatan sosial yang tidak individualis dan menjadi satu kesatuan yang utuh
dibawah peran tokoh agama, tokoh masyarakat maupun masyarakat yang mempunyai sistem
serta memiliki bagianbagian peran tersendiri yaitu seperti pada umumnya yang terjadi
dilingkup masyarakat lain. Durkheim mengatakan bahwa penghapusan diskriminasi menuju
kemerdekan berkeyakinan membutuhkan beberapa prasyarat, antara lain pengakuan dan
penghormatan atas pluralisme,merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan kerukunan.17

16
Hamzah Tualeka Zn, Sosiologi Agama,(Surabaya:IAIN SA Press, 2011)h. 156-161
17
Musahadi HAM, Mediasi dan Konflik di Indonesia,(Semarang, WMC,2007)h.57
A. Hak dan kewajiban umat beragama dalam kehidupan bermasyarakat
Hak dan kewajiban masing-masing pemeluk agama dalam Islam adalah: Hak
untuk memilih agama dan Kewajiban untuk menghormati pilihan agama. Hak dan
Kewajiban untuk dijaga dan Menjaga harkat dan martabatnya semua Hak dan
Kewajiban Pemeluk Agama.
Hak dan Kewajiban untuk tidak dihina dan tidak menghina keyakinan dan
Sembahan pemeluk agama. Hak dan Kewajiban untuk dijaga dan menjaga tempat
ibadah semua pemeluk agama Hak dan Kewajiban untuk mendapat perlakuan yang
sama di depan hukum dan Kewajiban untuk taat pada semua aturan yang berkaitan
dengan pemeluk agama
1. Hak untuk memilih Agama dan Kewajiban untuk menghormati pilihan
agama
Perlindungan terhadap hak beragama salah satunya adalah
kebebasan berakidah, baik memilih keyakinan/agama atau dalam
beribadah. Pengertian kebebasan berakidah adalah setiap orang
memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan dalam hal beragama.
Individu lain tidak boleh memaksa seseorang untuk memeluk akidah
tertentu atau meninggalkannya. Kebebasan beribahadan adalah
kebebasan menjalankan syi’ar-syi’ar agama dan amalan-amalan
lahiriyahnya seperti shalat, puasa dan amalan-amalan lainnya.
Kebebasan tersebut tetap saja mengacu kepada tali etika dan
kemaslahatan publik. Dengan demikian jika kemaslahatan publik
tercapai melalui pengaturan kebebasan beragama, berkeyakinan harus
dibatasi dalam koridor undang-undang. Apabila pemberian kebebasan
berkeyakinan membuat anarkisme, perlu ada regulasi yang mengatur
kehidupan beragama.
Larangan untuk memaksa orang lain memeluk agama Islam
terdapat dalam Surat AlBaqarah ayat 256 yaitu:

‫صا َم لَ َها َۗوهّٰللا ُ َس ِم ْي ٌع َعلِ ْي ٌم‬


َ ِ‫ك ِب ْالعُرْ َو ِة ْالوُ ْث ٰقى اَل ا ْنف‬
‫هّٰلل‬
َ ‫ت َويُْؤ م ِۢنْ ِبا ِ َف َق ِد اسْ َت ْم َس‬ َّ ‫ْن َق ْد َّت َبي ََّن الرُّ ْش ُد م َِن ْالغَ يِّ ۚ َف َمنْ ي َّْكفُرْ ِب‬
ِ ‫الطا ُغ ْو‬ ِ ۗ ‫ٓاَل ِا ْك َرا َه فِى ال ِّدي‬
Artinya : Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam),
sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan
jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada
Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat
kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
Dalam kehidupan Islam, orang-orang kafir yang menjadi warga
negara dalam negara Islam diberi kebebasan untuk memeluk agama
mereka. Islam juga mengharamkan kaum muslim untuk memaksakan
keyakinannya kepada pemeluk agama lain. Tempat ibadah mereka juga
harus dijaga, termasuk para pemuka agama mereka. Ini sejalan dengan
pernyataan Ibnu Abbas dalam menafsirkan firman Allah swt dalam surat
al-Hajj ayat 40, tidak boleh ada jabatan, kewenangan dan aturan yang
menyalahi akidah Islam dan hukum syariah. Meski demikian, kebebasan
tersebut bukan tanpa batas. .DILU G]LPPL, misalnya, dilarang untuk
menampakkan syiar-syiar agama mereka seperti membunyikan lonceng
gereja di tengah kehidupan kaum muslim, memajang salib-salib mereka
di luar gereja dan rumah, mengeraskan suara-suara peribadatan mereka
serta memamerkan babi dan khamar di tengah kaum muslim.
Islam juga melarang untuk melakukan kekerasan dan memaksa
orang lain untuk memeluk aqidah tertentu. Tidak tercatat dalam sejarah
adanya tindakan Nabi Muhammad saw dan sahabatnya yang memaksa
masyarakat untuk memeluk agama tertentu. Sistem agama Islam
menjamin masyarakat non muslim menjalankan ajaran-ajaran
agamanya. Nabi Muhammad saw memberi kebebasan kepada kaum
Yahudi Madinah untuk menjalankan ajaran keagamaan mereka. Begitu
juga dengan Khalifah Umar juga memberikan ruang kebebasan
beragama kepada penduduk Iliya yang beragama Nasrani.
2. Hak dan kewajiban untuk dijaga dan menjaga Harkat dan Martabat
semua Pemeluk Agama
Harkat dan martabat (al-karamah) adalah hak alamiah setiap
orang yang selalu dilindungi oleh Islam dan menjadikan perlindungan
terhadap harkat dan martabat manausia sebagai prinsip hukum dan
asas muamalah. Tidak boleh menginjak-injak harkat dan martabat
seseorang atau menghalalkan darah dan kehormatannya, baik ia adalah
muslim maupun ia non muslim. Ini karena sanksi hukuman adalah
memperbaiki, merehabilitasi, dan memberikan efek jera, bukan balas
dendam, penyiksaan dan penyiksaan. Tidak boleh secara syara’
mengumpat, menghina, mencaci maki dan mencoreng kehormatan dan
nama baik, sebagaimana juga tidak boleh melakukan tindakan
multilasi terhadap seseorang meskipun ketika ia masih hidup maupun
ia sudah mati, meskipun terhadap musuh di tengah-tengah kancah
pertempuran atau setelah berakhirnya pertempuran. Haram hukumnya
menyekap seseorang tanpa diberi makan dan minum, perampasan dan
penjarahan.
Manusia di mata Allah adalah sama sebagaimana Allah sebutkan dalam
Al-Quran Surat Al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi:
‫ارفُوْ ا ۚ اِ َّن اَ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هّٰللا ِ اَ ْت ٰقى ُك ْم‬
َ ‫ٰيٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا َخلَ ْق ٰن ُك ْم ِّم ْن َذ َك ٍر َّواُ ْن ٰثى َو َج َع ْل ٰن ُك ْم ُشعُوْ بًا َّوقَبَ ۤا ِٕى َل لِتَ َع‬
‫ۗاِ َّن هّٰللا َ َعلِ ْي ٌم خَ بِ ْي ٌر‬
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Sebab turunnya ayat ini diantaranya adalah ketika Fat-hu Makkah pada
tahun 8 H maka bilal naik ke atas ka’bah untuk mengumandangkan
azan. Beberapa orang berkata : “ apakah pantas budak hitam ini azan di
atas ka’bah?” maka berkatalah yang lainnya.” Sekiranya Allah
membenci orang ini, pasti dia akan menggantinya”.
Dalam riwayat lain juga diceritakan salah seorang yang
bernama Harist bin Hisyam berkata, “Muhammad tidak akan
menemukan orang lain untuk berazan kecuali burung gagak yang hitam
ini” maksudnya mencemooh bilal karena warna kulitnya hitam.
Kemudian Malaikat Jibril menurunkan wakyu ayat tersebut untuk
melarang manusia menyombongkan diri karena kedudukan,
kepangkatan, kekayaan dan keturunan, mencemooh orang miskin.
Kemuliaan seseorang sangat tergantung pada taqwa seseorang kepada
Allah.
3. Hak dan Kewajiban untuk tidak dihina dan tidak menghina keyakinan
dan sembahan semua pemeluk agama
Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an surat al-An’am ayat 108, yang
berbunyi :
َ ِ‫َواَل تَ ُسبُّوا الَّ ِذ ْينَ يَ ْد ُعوْ نَ ِم ْن ُدوْ ِن هّٰللا ِ فَيَ ُسبُّوا هّٰللا َ َع ْد ًو ۢا بِ َغي ِْر ِع ْل ۗ ٍم َك ٰذل‬
‫ك زَ يَّنَّا لِ ُك ِّل اُ َّم ٍة َع َملَهُ ۖ ْم ثُ َّم اِ ٰلى‬
َ‫َربِّ ِه ْم َّمرْ ِج ُعهُ ْم فَيُنَبُِّئهُ ْم بِ َما َكانُوْ ا يَ ْع َملُوْ ن‬
Artinya : “ Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang
mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah
dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan
Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan
merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa
yang dahulu mereka kerjakan”. (QS. Al-An’am: 108).
Para ulama antara lain, al-Qurthubi, menyatakan bahwa larangan
mencela tuhantuhan mereka bersifat tetap bagi umat pada segala keadaan;
jika orang-orang kafir mencegah diri dan takut untuk mencegah Islam,
Nabi saw. atau Allah azza wajalla, maka tidak halal bagi seorang muslim
untuk mencela salib-salib mereka, agama mereka dan gereja-gereja
mereka; dan tidak melakukan hal-hal yang dapat mengantarkan pada hal
tersebut karena itu akan mendorong terjadinya kemaksiatan.
4. Hak dan kewajiban untuk dijaga dan menjaga tempat ibadah semua
pemeluk agama
Dalam beribadah menurut Islam diberi kebebasan kepada semua
pemeluknya sesuai dengan agama yang dianutnya. Hal ini juga ditegaskan
oleh Wahbah Zuhaili tentang kebebasan dalam menjalankan ibadah dan
keyakinannya, maka termasuk harus dijaga tempat ibadahnya, di mana
orang muslim tidak boleh mengganggu tempat ibadah orang di luar Islam.
Menurut Wahbah bahwa :
Pengukuhan kebebasan akidah menuntut pengukuhan menjalankan syiar-
syiar dan ritual-ritual keagamaan. Ini kita krena diperintahkan untuk
memberikan kebebasan kepada orang-orang dzimmi untuk menjalankan
agama dan keyakinannya, tidak boleh menunggu tempat-tempat ibadah
mereka, bagi mereka hak dan kewajiban yang sama dengan hak dan
kewajiban kaum muslim, tidak berdebat dengan mereka menyangkut
akidah dan keyakinan mereka kecuali dengan cara-cara yang halus, lembut,
dan tutur kata yang baik dan sopan.
5. Hak dan kewajiban untuk mendapatkan perlakuan yang sama di depan
hukum dan kewajiban untuk taat pada semua aturan yang berkaitan
dengan pemeluk agama

Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama di depan hukum juga


dijelaskan dalam beberapa literatur bahwa Jika ada orang non muslim
melakukan pelanggaran terhadap pemeluk agama sebagaimana yang telah
diatuir dalam ketentuan agama Islam, maka orang tersebut akan dihukum
sesuai dengan hukuman yang diberikan sesuai dengan Al-Quran dan hadis.
Begitu juga dengan orang muslim yang melanggar larangan atau perintah yang
telah diatur dalam Al-Quran dan hadis terkait dengan pemeluk agama lain
maka muslim tersebut juga akan dihukum. Dalam hal dapat diartikan bahwa
siapapun yang melakukan pelanggran maka tetap akan diproses dan jika
terbukti bersalah akan dihukum. Begitu juga dengan pemeluk muslim dengan
muslim juga demikian jika mereka
melanngar ketentuan yang telah diatur maka mereka juga akan dihukum.
terhadap hal tersebut di atas dapat dilihat ketentuannya dalam Al-Quran
Surat Attaubah ayat 12 yang berbunyi:
َ ‫َواِنْ َّن َك ُث ْٓوا اَ ْي َما َن ُه ْم م ِّۢنْ َبعْ ِد َع ْه ِد ِه ْم َو َط َع ُن ْوا فِيْ ِد ْي ِن ُك ْم َف َقا ِتلُ ْٓوا اَ ِٕى َّم َة ْال ُك ْف ۙ ِر ِا َّن ُه ْم ٓاَل اَ ْي َم‬
‫ان لَ ُه ْم لَ َعلَّ ُه ْم َي ْن َته ُْو َن‬
Artinya: Jika mereka melanggar janji mereka setelah mereka berjanji dan
mencela agama kalian maka perangilah orang-orang kafir tersebut karena tidak
ada lagi janji atas mereka. Ini agar mereka berhenti (berbuat demikian).
Hak dan kewajiban yang telah diuraikan di atas telah dipraktekan oleh
Rasulullah ketika Rasulullah memimpin negara madinah. Rasulullah berhasil
membuat peraturan yang dikenal dengan piagama madinah atau konstitusi
Madinah yang terdiri dari 47 pasal yang salah satunya mengatur hak dan
kewajiban dari para pemeluk agama. Pada saat itu Madinah diakui seluruh
dunia menjadi negara yang aman dan damai dan konstitusinyapun menjadi
cikal bakal konstitusi yang ada di berbagai negara di dunia mengatur hak asal
manusia yang salah satunya hak dan kewajiban dari pemeluk agama.

B. Hambatan dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama


1. Mengekspresikan kebenaran agama secara monolitik dan eksklusif
Islam eksklusif adalah sikap keberagaman yang memandang bahwa keyakinan,
pandangan, pikiran, dan prinsip diri sendiri lah yang paling benar.
Sementaraitu,keyakinan,pandangan,pikiran dan prinsip yang dianut orang lain
salah,sesat,dan harusdijauihi. Akibat dari hal tersebut,kaum pemikiran eksklusif ini
tidak mau menerimasaran,masukan dan pemikiran yang berasal dari luar. Paha
mini muncul disebabkan oleh beberapa factor. Factor-faktor tersebut antara lain
karena pemahaman nya terhadap teks-teksagama yang tekstual,wawasan pemikiran
yang sempit,dan faktor-faktor historis, dimana dalam perkembangannya islam
pernah mengalami konflik dengan agama lain seperti nasrani.
Faktor-faktor yang melatar belakangi Islam eksklusif :
1. Doktrin ajaran
Aliran eksklusif menganggap agama-agama lain seperti Yahudi dan
Kristen yang mulanya berasal dari Tuhan, telah terjadi penyimpangan
ajaran. Walaupun mereka mencobamengkritik atau menganalisa akan kitab
sebelumnya seakan-akan kitab sebelumnyalah yangdapat dikritisi. Mereka
tidak melihat bahwa seseorang dikatakan mukmin kalau merekamelakukan
rukun iman, salah satunya beriman kepada kitab (Taurat, Zabur dan Injil,
Al-Qur`an). Sehingga seorang mukmin wajib untuk membaca dan
melakukan apa yang tertulis didalam Alkitab (Taurat, Zabur, dan Injil).
Sebagai contoh tentang konse[[ penebusan dosayang dilakukan oleh Yesus
menurut Islam, ajaran ini tidak dapat dibenarkan. BerdasarkanQS. Al-
An`am 6:164. “Katakanlah, apakah aku kan mencari Tuhan selain Allah,
padahal Dia adalah Tuhan bagi segala sesuatu dan tidaklah tiap-tiap diri
mengusahakan kejahatanmelainkan untuk dirinya sendiri dan kemudian
kepada Tuhanmulah kamu kembali dan akan diberikanNya kepadamu apa
yang kamu perselisihkan kepadanya.”
2. Pemahaman
Pemahaman bahwa Islam sebagai agama yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW dan bukanIslam dalam pengertian misi kepatuhan.

Ekspresi kebenaran dalam beragama yang ditampilkan secara monolitik


dan eksklusif harus kita waspadai. Karena, sekali lagi, sikap yang demikian
itu tidak menutup kemungkinan terjadi ketegangan atau bahkan tabrakan
antara satu “kebenaran” dengan “kebenaran” yang lain. Jika hal ini terjadi,
kemungkinan konflik dan perselisihan atau bahkan pertikaian (bersenjata)
antar sesama pemeluk agama terasa menjadi sulit untuk dihindarkan.
Kewajiban kita tentu menghindarinya semaksimal mungkin, melalui upaya
pemahaman agama secara komprehensif, dan dengan ekspresi
keberagamaan yang inklusif, ikhlas, adil, dan toleran.
2. Klaim kebenaran (truth claim)
Klaim kebenaran (truth claim) merupakan tantangan teologis terbesar yang
dihadapi oleh umat beragama dalam interaksinya dengan yang lain. Imbas dari
klaim kebenaran ini seringkali terjadi penyesatan dan kekerasan terhadap pemeluk
agama/keyakinan dan pandangan yang lain seperti yang dialami oleh jamaah
Ahmadiyah dan AKKBB belum lama ini.
Klaim kebenaran (truth claim) ajaran agama secara sepihak juga dapat
dipandang sebagai penyebab munculnya segregasi sosial. Ketika umat agama
tertentu mengklaim ajaran agamanya paling benar, maka sesungguhnya ia telah
menuduh ketidakbenaran ajaran keagamaan pihak lain. Klaim dan tuduhan seperti
itu bisa muncul di antara para pengikut agama yang berbeda atau dalam satu
agama, serta kelompok-kelompok yang ada dalam satu agama. Pada saat klaim dan
tuduhan
dilontarkan, secara tidak sadar telah terbentuk pemilahan di antara umat beragama
atau kelompok di dalam satu agama. Anggapan demikian semakin dikukuhkan
ketika mereka terlibat dalam kompetisi. Faktor-faktor seperti itu di satu sisi
dianggap dapat memunculkan konflik di antara mereka, tetapi pada sisi yang lain
mereka dapat bersatu ketika mereka merasa perlu melakukan kerja sama. Selain
karena truth claim, segregasi sosial, menurut F. Schuon, juga dapat terjadi akibat
tafsir keagamaan dan ideologi keagamaan yang dikembangkan. Karena adanya
perbedaan demikian, maka masing-masing kelompok merasa perlu memiliki wadah
tersendiri sehingga dengan wadah itu, dapat meneguhkan dan mensosialisasikan
hasil-hasil tafsirannya. Sehingga adanya umat beragama dan kelompok keagamaan,
dapat dilihat dalam konteks seperti ini. Karena truth claim pada akhirnya
memunculkan konsep in group dan out group. Munculnya konsep ini bisa jadi akan
melahirkan peluang-peluang untuk kompetisi dan konflik di antara mereka.
Kompetisi dan konflik yang bergerak atas alasan agama atau faham keagamaan
ataupun karena alasan kepentingan komunitas.
3. Memahami kerukunan beragama yang sholeh
4. Rendahnya pengetahuan agama

DIALOG ANTAR TOKOH AGAMA


Menurut bahasa dialog berasal dari bahasa Yunani yaitu dia dan logos yang
mempunyai arti bicara antara dua pihak atau dwicara.18 Dialog merupakan percakapan antara
dua orang atau lebih guna mencapai tujuan yang hendak dicapai. Dialog berupaya untuk
memberikan pemahaman dan pengertian tentang ajaran dan kehidupan. Sehingga dialog
mempunyai tujuan untuk menciptakan kerukunan, pembinaan toleransi dan kesejahteraan
bersama, membudayakan keterbukaan, mengembangkan rasa saling menghormati, saling
mengerti, membina integrasi, berkonsistensi diantara berbagai perbedaan.19
Dalam konteks hubungan antar umat beragama, dialog dimaknai sebagai komunikasi
antara dua atau lebih orang yang berbeda agama. Dialog menjadi jalan bersama menuju kearah
kebenaran, partnership tanpa ikatan dan tanpa maksud yang tersembunyi.20
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa dialog antar umat beragama bukan
hanya saling memberi informasi mengenai agama yang diyakini, dialog agama juga tidak
sama dengan usaha dari orang untuk menjadikan dirinya yakin akan agama yang ia yakini dan
menjadikan orang lain memeluk agama yang ia yakini. 21 Namun, dialog agama dapat
digunakan sebagai jalan bersama untuk mencapai kebenaran dan kerjasama dalam proyek-
proyek yang menyangkut kepentingan bersama.
Dialog merupakan perjumpaan antar pemeluk agama, tanpa merasa rendah dan tanpa
merasa tinggi dan tanpa ada agenda atau tujuan yang dirahasiakan. Jikapun ada tujuan, maka
tujuannya adalah hendak dicapai adalah kebenaran, saling pengertian dan kerjasama dalam
proyek-proyek yang menyangkut kepentingan bersama. Seorang penganut agama mau
mendengarkan mitra dialognya yang berbeda agama dan bersedia belajar darinya. Setiap
peserta dialog hendaknya mau saling mendengar dan saling belajar dari mitra dialog masing-
masing. Sehingga, Sikap saling menghormati antar masing-masing pemeluk agama merupakan
hal yang harus dilakukan untuk menciptakan suasana yang ideal dalam dialog antar umat
beragama. Dengan adanya dialog antar umat beragama dapat menjalin kerjasama antar
individu yang berbeda keyakinan serta dapat menciptakan kehidupan yang harmonis tanpa
adanya diskriminasi terhadap salah satu agama.22
18
Samsi, Membumikan Dialog., 2
19
G. Edwi, Menjadi Pribadi Religius., 58.
20
Ibid., 67.
21
G. Edwi, Menjadi Pribadi Religius., 58.
22
Ibid.
Dialog antar umat beragama sejatinya merupakan pembicaraan antara individu yang
mempraktekkan dan menghayati agama serta aliran kepercayaan. Dialog tersebut tetap
bertumpu pada keyakinan mereka sendiri, tetapi terbuka bagi sesama berdasarkan asal mula
dan tujuan bersama sebagai manusia. Dialog antar umat beragama bukanlah upaya sistematis
untuk membuat orang lain yang berbeda agama dapat masuk ke dalam agamanya. Namun,
untuk memberikan pemahaman tentang agama lain selain agama yang dianutnya, sehingga
tidak menimbulkan kesalah pahaman.23
Dengan demikian, dialog agama merupakan suatu percakapan atau interaksi yang
dilakukan oleh dua individu yang mempunyai agama berbeda yang bertujuan untuk membina
kerukunan antar sesama. Dengan adanya dialog antar agama maka akan meningkatkan
kerjasama antar agama, menumbuhkan sikap keterbukaan dan saling percaya satu sama lain,
sehingga prasangka buruk yang ada diantara umat beragama dapat diminimalisir serta dapat
hidup berdampingan dengan harmonis.24
Dialog digambarkan sebagai keterbukaan pandangan antara orang-orang yang
memiliki kepedulian terhadap satu sama lain. Dialog antar umat beragama merupakan salah
satu wujud keserasian dan keharmonisan, karena adanya pandangan dan pendekatan positif
antara satu pihak dengan pihak yang lain. Dialog akan menghasilkan pengukuhan keserasian
dan saling pengertian.25 Kecenderungan dialog tidak berhenti hanya sebagai suatu gaya hidup,
tetapi juga menjadi suatu pandangan hidup.26 Orientasi dialog bukan untuk saling
mengalahkan tetapi untuk memahami antara satu pihak dengan lain dengan baik, mencapai
kesepakatan penuh secara universal. Dialog juga berorientasi sebagai sarana komunikasi untuk
menjembatani jurang ketidaktahuan dan kesalahpahaman dalam budaya yang berbeda,
mengungkapkan pandangan dalam bahasa masing-masing.27 Dialog bukan hanya berorientasi
untuk hidup bersama secara damai dengan cara toleransi dengan pemeluk agama lain,
melainkan juga berpartisipasi secara aktif terhadap keberadaan pemeluk agama lain. 28 Lebih
23
Ibid., 67.
24
Mohammad, Pendidikan Orang Dewasa., 257.
25
Nurcholis Majid, “Dialog Agama-agama dalam Perspektif Universalisme al-Islam” dalam Komaruddin Hidayat
dan Ahmad Gaus AF, Passing Over – Melintasi Batas Agama, (Jakarta : Gramedia Pustaka, 1998), h. 6
26
Ibid h. xiii.
27
Raimundo Panikar, “The Intra Religius Dialogue”, dalam A. Sudiarja (ed), Dialog Intra Religius, (Yogyakarta:
Kanisius, 1994), h.33.
28
Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF (ed), Op. Cit., h. xv.
penting lagi orientasi dialog adalah koesistensi ke pro-eksistensi. Koesistensi mengutamakan
terciptanya toleransi. Pro-eksistensi mencari persamaan doktriner, tradisi, semangat dan
sejarah, juga berupaya mencari unsur-unsur yang meliputi perbedaan dan hal-hal yang
menyimpan konflik.29 Dialog sangat penting untuk mengurangi kesombongan, agresivitas, dan
hal-hal negatif lain dalam cara-cara pemeluk agama melaksanakan tugas penyebaran agama
masingmasing melalui misi dakwah.30 Justru dialog merupakan instrumen utama yang
mengantarkan masyarakat hidup secara terbuka dalam negara demokrasi.
Dialog bukan tanpa persoalan, misalnya berkenaan dengan standar yang dapat
digunakan terhadap peradaban yang ada di dunia. Terlihat perilaku agresif seperti pembakaran
tempat-tampat ibadah dan bertindak anarki, seperti penjarahan dan perusakkan tempat tinggal.
Negara Indonesia yang pluralitas agama, dialog menjadi pilihan alternatif yang ideal dalam
penyelesaian konflik antar umat beragama. Konflik antar umat beragama bisa berdampak
sangat negatif dalam kehidupan sosial masyarakat. Dialog dapat dijadikan sebagai solusi untuk
menyelesaikan fenomena tersebut, dan ndialog bisa dijadikan sebagai upaya pencegahan
sebelum terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan.

PERAN NEGARA DALAM MEWUJUDKAN KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA

Peran Pemerintah dalam


Upaya Menjaga
Kerukunan Umat
Beragama di Indonesia
29
Burhanuddin Daya, Agama Dialogis Merada Dialektika Idealitas dan Realitas Hubungan Antaragama.
(Yogyakarta: Mataram-Minang Lintas Budaya, 2004), h.21.
30
Ibid., h. 30.
Alna Prayogo, Esther
Simamora dan Nita
Kusuma
alnaprayogo@gmail.com
Universitas Gadjah Mada
Abstrak
Berbagai kasus-kasus
ketidakrukunan umat beragama
seringkali
terjadi di Indonesia, contohnya
perusakan rumah ibadah. Hal tersebut
tentu merupakan salah satu hambatan
Indonesia menuju negara maju.
Agama merupakan salah satu bagian
dari Hak Asasi Manusia (HAM)
yang harus dihormati dan
dilindungi. Negara mempunyai
kewajiban
untuk menjamin kerukunan umat
beragama berdasarkan Undang-
Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945. Indonesia secara
resmi sudah mengesahkan enam
agama resmi. Konsep kota ramah
HAM diluncurkan oleh Gerakan
Rakyat untuk Pendidikan HAM
tahun 1997 dengan konsep kota
inklusif, adil, dan nondiskriminatif.
Kemudian konsep tersebut kemudian
dikembangkan oleh Forum Kota
Hak Asasi Manusia Dunia (World
Human Rights Cities Forum) yang
dilakukan setiap tahun di kota
Gwangju, Republik Korea Selatan.
Peran pemerintah sangat
berpengaruh dalam menjaga
kerukunan
umat beragama, berbagai upaya
dilaukan oleh pemerintah, antara lain
mengeluarkan peraturan perundang-
undangan dan mendirikan Forum
Keurukunan Umat Beragama
(FKUB) di berbagai provinsi untuk
memelihara kerukunan umat
beragama. Metodologi Penelitian
yang
digunakan adalah studi kepustakaan
dan observasi.
Kata Kunci: Ham; Agama; Peran
Pemerintah.
Pendahuluan
Agama merupakan keyakinan
terhadap Tuhan Yang Maha
Esa yang harus
dimiliki oleh setiap manusia. 1

Agama berguna dalam


menentukan kebijakan yang
berkaitan dengan kerukunan
umat beragama, contoh:
kebijakan Kementerian
Agama dalam pembangunan
tempat-tempat ibadah
beragama, untuk memelihara
dan menyuburkan kesadaran
umat dalam menghayati dan
melaksanakan ajaran-
ajarannya.2 Termasuk dalam
acara agama: Sepercik Iman
Pembasuh Kalbu,
1

Agama merupakan keyakinan


terhadap Tuhan Yang Maha
Esa yang harus
dimiliki oleh setiap manusia. 1

Agama berguna dalam


menentukan kebijakan yang
berkaitan dengan kerukunan
umat beragama, contoh:
kebijakan Kementerian
Agama dalam pembangunan
tempat-tempat ibadah
beragama, untuk memelihara
dan menyuburkan kesadaran
umat dalam menghayati dan
melaksanakan ajaran-
ajarannya.2 Termasuk dalam
acara agama: Sepercik Iman
Pembasuh Kalbu,
Agama merupakan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang harus dimiliki
oleh setiap manusia.31 Agama berguna dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan
kerukunan umat beragama, contoh: kebijakan Kementerian Agama dalam pembangunan
tempat-tempat ibadah beragama, untuk memelihara dan menyuburkan kesadaran umat dalam

31
https://www.bps.go.id/istilah/index.html?Istilah_sort=keyword_indaccessed 19 November.
menghayati dan melaksanakan ajaran-ajarannya.32. pemerintahan Republik Indonesia secara
resmi hanya mengakui enam agama, yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan
Konghucu.33

Perbedaan ini menimbulkan keberagaman yang berdampak negatif dan positif bagi
masyarakat Indonesia. Keragaman ini menjadi positif saat masyarakat dapat hidup
berdampingan dengan rukun dan damai, tetapi dapat juga menjadi negatif saat masyarakat
tidak dapat menghargai perbedaan. Istilah kerukunan umat beragama pertama kali
dikemukakan oleh Menteri Agama. K.H. M. Dachlan, dalam pidato pembukaan Musyawarah
Antar Agama tanggal 30 Nopember 1967 antara lain menyatakan: "Adanya kerukunan antara
golongan beragama adalah merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya stabilitas politik dan
ekonomi yang menjadi program Kabinet AMPERA. Oleh karena itu. kami mengharapkan
sungguh adanya kerjasama antara Pemerintah dan masyarakat beragama untuk menciptakan
iklim kerukunan beragama ini, sehingga tuntutan hati nurani rakyat dan cita-cita kita bersama
ingin mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang dilindungi Tuhan Yang Maha Esa
itu benar-benar dapat berwujud”34 Dari pidato K.H. M. Dachlan tersebutlah istilah
"Kenukunan Hidup Beragama" mulai muncul dan kemudian menjadi istilah baku dalam
berbagai dokumen negara dan peraturan perundang-undangan.35

Pluralisme adalah keadaan masyarakat yang majemuk (bersangkutan dengan sistem


sosial dan politiknya).36 Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki tingkat pluralitas
yang cukup tinggi, baik dalam bidang bahasa, suku, bangsa, maupun agama 37. Bagi negara
yang pluralis di bidang agama, seperti Indonesia, kerawanan dan ancaman permusuhan antar
warga yang dipicu oleh permasalahan agama sewaktu-waktu akan muncul jika tidak
diantisipasi dengan baik.38 Di negara kita juga pernah diadakan Peringatan 100 Tahun
Parlernen Agama-agama Sedunia yang salah satu targetnya adalah mencetuskan sebuah
32
Ibid.
33
https://www.indonesia.go.id/profil/agama accessed 19 November 2019
34
Ibnu Rusydi & Siti Zolehah, ‘Makna Kerukunan Antar Umat Beragama Dalam Konteks Keislaman dan
Keindonesian’ (2018) al-Afkar, journal for Islamic Studies
35
Ibid.
36
https://kbbi.web.id/pluralisme accessed 17 November 2019.
37
Marzuki, ‘Pluralitas Agama Dan Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia (Mencari Peran Pendidikan Agama
di Perguruan Tinggi Umum)’, (2001), Th.XX, No..3 Cakrawala Pendidikan.
38
Ibid.
deklarasi pembentukan "Tim Kerukunan Hidup Umat Beragama" sebagai wadah kerjasama
keilmuan dalam bidang keagamaan (Abdullah. 1999: 4).39 Bangsa kita sangat mendambakan
hasil kajian dan penelitian dalam bidang agama untuk menopang keterlibatan bersama seluruh
pengikut agama-agama di Indonesia dalam membina dan menempuh kerukunan hidup antar
umat beragama.40 Solusi lain yang dapat ditempuh untuk pembinaan adalah melalui
Pendidikan Agama di sekolah (lembaga pendidikan formal) mulai dari tirtgkat dasar sampai
tingkat tinggi (perguruan tinggi).41

Berbicara mengenai hak asasi manusia (HAM), akan diterangkan terlebih dahulu apa
yang dimaksud dengan hak. Sederhananya. hak adalah sesuatu yang harus diterima seseorang.
Hak memiliki unsur-unsur sebagai berikut: pemilik hak. ruang lingkup penerapan hak, dan
pihak yang bersedia dalam penerapan hak.42

Memasuki pengertian. menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak


Asasi Manusia, yang dimaksud dengan hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara.
hukum dan Pemerintah. dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia.

Ketiadaan persamaan arti ini sering kali menjadi celah dalam menimbulkan adanya
konflik. Di mana dalam hal ini peran Pemerintah dan Negara dalam menjamin
terciptanya hubungan yang baik diperlukan. Peran ini tidak sebatas dengan memberikan
kepastian hukum bagi perlindungan warga negara melalui Peraturan Perundang-Undangan
semata. lebih dari itu, peran Pemerintah dan Negara harus diwujudkan dalam bentuk yang
lebih kongkret. Baik melalui badan atau lembaga khusus di bawah Pemerintahan.

Oemar Seno Adji mengemukakan bahwa salah satu ciri Negara Hukum Indonesia
adalah tidak adanya pemisahan yang rigid dan mutlak antara agama dan negara, karena

39
Ibid.
40
Ibid.
41
Ibid.
42
Nada Siti Salsabila, ‘Implementasi Teori-Teori HAM di Indonesia’ (Academia 2017)
agama dan negara berada dalam hubungan yang harmonis. 43 Artinya negara memiliki
tanggung jawab dalam menjamin kebebasan beragama warga negaranya. Penjaminan yang
diartikan di sini bukan hanya sebatas perlindungan sebagaimana ditulis dalam Perauturan
Perundangan- Undangan. Lebih dari itu Pemerintah dan Negara diwajibkan untuk memenuhi
segala sarana dan prasarana, akses serta perlindungan untuk mendukung jalannya
kebebasan beragama warga negara.

Salah satu sumber konflik yang rentan muncul di tengah-tengah masyarakat yang
beragam adalah konflik yang bersumber dari perbedaan agama. 44 Studi yang dilakukan
Centre of Strategic and International Studies (CSIS) pada tahun 2012, menyatakan bahwa
toleransi beragama orang Indonesia tergolong rendah.45 Dalam survei CSIS, sebanyak 59,5
persen responden tidak berkeberatan bertetangga dengan orang beragama lain.46 Sekitar 33,7
persen lainnya menjawab sebaliknya. Penelitian ini dilakukan pada Februari 2012 di 23
provinsi dan melibatkan 2.213 responden.47

Sikap Pemerintah dalam Hubungan antarumat Beragama Berdasarkan Peraturan


Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006/Nomor 8
Tahun 2006, pemeliharaan kerukunan umat beragama menjadi tanggung jawab bersama
umat beragama, pemerintah daerah dan pemerintah pusat.48 Dengan demikian pemerintah
memiliki peran strategis dalam memelihara toleransi dalam umat beragama.49

43
Oemar Seno Adji, Peradilan Bebas Negara Hukum, cet. 2, (Erlangga 1985).[37-38].
44
Rina Hermawati, Caroline Paskarina, Nunung Runiawati, ’Toleransi Antar Umat Berag-ama di Kota Bandung’
(2016) UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Volume 1 (2).
45
Ibid.
46
Ibid.
47
Ibid.
48
Rina Hermawati, Caroline Paskarina, Nunung Runiawati, ’Toleransi Antar Umat Berag-ama di Kota Bandung’
(2016) UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Volume 1 (2).
49
Ibid.

Anda mungkin juga menyukai