DOSEN PEMBIMBING
DISUSUN OLEH
S1 KEPERAWATAN 14 REG A
STIKES PERTAMEDIKA
Jl. Bintaro Raya Jl. Tanah Kusir No.10, RT.4/RW.10, Kby. Lama Utara, Kec. Kby. Lama,
Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12240
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang
aksitensi agama islam dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan segala
kekurangan dalam makalah ini saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar saya
dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang
aksitensi agama slam dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.
Fauziah Habibah
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian dan ruang lingkup kerukunan antar umat beragama
1
Alif Firdausi,dkk, Makalah Kerukunan antar Umat Beragama (http://shuthajhi.blogspot.com), diakses 8
September 2016.
2
Said Agil Husin Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama (Jakarta: Penerbit Ciputat Press, 2005), hlm. 22.
2. Hak dan kewajiban umat beragama dalam kehidupan bermasyarakat
3. Hambatan dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama
a. Mengekspresikan kebenaran agama secara monolitik dan eksklusif
b. Klaim kebenaran (truth claim)
c. Memahami kerukunan beragama yang soleh
d. Rendahnya pengetahuan agama
4. Pentingnya dialog antar tokoh agama
5. Peran negara dalam mewujudkan kerukunan hidup umat beragama
C. Tujuan penelitian
Tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah agama islam dan
untuk :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud ruang lingkup kerukunan antar umat
beragama
2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban umat beragama dalam kehidupan
bermasyarakat
3. Untuk mengetahui hambatan dalam mewujudkan kerukunan antar umat beragama
4. Untuk mengetahui pentingnya dialog antar tokoh agama
5. Untuk mengetahui peran negara dalam mewujudkan kerukunan hidup umat
beragama
D. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan sistematika penulisan penjabaran
materi, adapun teknik yang digunakan yaitu studi pustaka dengan mempelajari buku-
buku, browsing internet, dan sumber lain untuk mendapatkan data untuk pembuatan
makalah ini.
BAB 2
PEMBAHASAN
3
WJS. Poerwadarmita,Kamus Umum Bahasa Indonesia,(Jakarta,balai Pustaka, 1980)h.106
4
Imam Syaukani, Komplikasi Kebijakan Dan Peraturan perundang-Undangan Kerukunan Umat Beragama,
(Jakarta, Puslitbang, 2008)h. 5
kehidupan beragama, dengan cara saling memelihara, saling menjaga serta saling
menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian atau menyinggung perasaan.5
Dalam bahasa Inggris disepadankan dengan harmonius atau concord. Dengan
demikian, kerukunan berarti kondisi social yang ditandai oleh adanya keselarasan,
kecocokan, atau ketidak berselisihan (harmony, concordance). Dalam literatur ilmu
sosial, kerukunan diartikan dengan istilah intergrasi (lawan disintegrasi) yang berarti
the creation and maintenance of diversified patterns of interactions among outnomous
units. Kerukunan merupakan kondisi dan proses tercipta dan terpeliharanya pola-pola
interaksi yang beragam diantara unitunit(unsure/ sub sistem) yang otonom. Kerukunan
mencerminkan hubungan timbal balik yang ditandai oleh sikap saling menerima, saling
mempercayai, saling menghormati dan menghargai, serta sikap memaknai
kebersamaan.6
Secara terminologi banyak batasan yang diberikan oleh para ahli sebagai
berikut:
1. W. J.S Purwadarminta menyatakan
Kerukunan adalah sikap atau sifat menenggang berupa menghargai serta
membolehkan suatu pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan maupun
yang lainya yang berbeda dengan pendirian.7
2. Dewan Ensiklopedi Indonesia
Kerukunan dalam aspek sosial, politik, merupakan suatu sikap membiarkan
orang untuk mempunyai suatu keyakinan yang berbeda. Selain itu
menerima pernyataan ini karena sebagai pengakuan dan menghormati hak
asasi manusia.8
3. Ensiklopedi Amerika
Kerukunan memiliki makna sangat terbatas. Ia berkonotasi menahan diri
dari pelanggaran dan penganiayaan, meskipun demikian, ia
memperlihatkan sikap tidak setuju yang tersembunyi dan biasanya merujuk
5
Drs. Jirhanuddin M.AG, Perbandingan Agama,(Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2010)h.190
6
Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama,(Jakarta, Puslitbang,2005)h.7-8
7
W.J.S Porwadarminta, kamus Umum Bahasa Indonesia(Jakarta, Balai Pustaka1986)h.1084
8
Dewan Ensiklopedi Indonesia, Ensiklopedia Indonesia Jilid 6,(Van Hoeve,t,th)h.3588
kepada sebuah kondisi dimana kebebasan yang di perbolehkannya bersifat
terbatas dan bersyarat.9
9
Dewan Ensiklopde American, Ensiklopedi American
10
Prof. DR. Faisal Ismail,M.A. Dinamika kerukunan Antar Umat Beragama,(bandung, PT Remaja
Rosdakarya,2014)h.1
2. kerukunan di antara umat/ komunitas agama berbeda-beda. Yaitu kerukunan
di antara para pemeluk agama-agama yang berbeda yaitu di antara pemeluk
Islam dengan pemeluk Kristen Protestan, katolik, Hindu, dan Budha.
Kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua
golongan agama bisa hidup bersama tanpa menguarangi hak dasar masing-masing
untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Masing-masing pemeluk agama yang baik
haruslah hidup rukun dan damai. Karena itu kerukunan antar umat beragama tidak
mungkin akan lahir dari sikap fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas hak
keberagaman dan perasaan orang lain. Tetapi dalam hal ini tidak diartikan bahwa
kerukunan hidup antar umat beragama memberi ruang untuk mencampurkan unsur-
unsur tertentu dari agama yang berbeda , sebab hal tersebut akan merusak nilai agama
itu sendiri.
Kerukunan antar umat beragama itu sendiri juga bisa diartikan dengan toleransi
antar umat beragama. Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus
bersikap lapang dada dan menerima perbedaan antar umat beragama. Selain itu
masyarakat juga harus saling menghormati satu sama lainnya misalnya dalam hal
beribadah, antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya tidak saling mengganggu.12
11
Depag RI, Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Umat Beragama Di Indonesia,(Jakarta:Badan Penelitian dan
pengembangan Agama Proyek Peningkatan Kerukunan Umat Beragama di Indonesia,1997)h.8-10
12
Wahyuddin dkk, Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinngi,(Jakarta PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia,2009)h. 32
Kerukunan antar umat beragama adalah suatu bentuk hubungan yang harmonis
dalam dinamika pergaulan hidup bermasyarakat yang saling menguatkan yang di ikat
oleh sikap pengendalian hidup dalam wujud:
Kerukunan antar umat beragama adalah hubungan sesama umat beragama yang
dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan
dalam pengalaman ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara didalam Negara kesatuan kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.14
Ada beberapa pedoman yang digunakan untuk menjalin kerukunan antar umat
beragama yaitu:
1. Saling menghormati.
Setiap umat beragama harus atau wajib memupuk, melestarikan dan
meningkatkan keyakinannya. Dengan mempertebal keyakinan maka setiap
umat beragama akan lebih saling menghormati sehingga perasaan takut dan
curiga semakin hari bersama dengan meningkatkan taqwa, perasaan curiga
dapat dihilangkan. Rasa saling menghormati juga termasuk menanamkan
rasa simpati atas kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh kelompok lain,
sehingga mampu menggugah optimis dengan persaingan yang sehat. Di
usahakan untuk tidak mencari kelemahan-kelemahan agama lain, apalagi
kelemahan tersebut dibesar-besarkan.
2. Kebebasan Beragama.
Setiap manusia mempunyai kebebasan untuk menganut agama yang disukai
serta situasi dan kondisi memberikan kesempatan yang sama terhadap
semua agama. Dalam menjabarkan kebebasan perlu adanya pertimbangan
sosiologis dalam arti bahwa kenyataan proses sosialisasiberdasarkan
15
Drs. H. Hasbullah Mursyid,DKK, Kompilasi Kebijakan Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Antar Umat
Beragama(Jakarta, Puslitbang Kehidupan Beragama, 2008)hal 5
wilayah, keturunan dan pendidikan juga berpengaruh terhadap agama yang
dianut seseorang.
3. Menerima orang lain apa adanya.
Setiap umat beragama harus mampu menerima seseorang apa adanya
dengan segala kelebihan dan 25 kekurangannya, melihat umat yang
beragama lain tidak dengan persepsi agama yang dianut. Seorang agama
Kristen menerima kehadiran orang Islam apa adanya begitu pula
sebaliknya. Jika menerima orang Islam dengan persepsi orang Kristen maka
jadinya tidak kerukunan tapi justru mempertajam konflik.
4. Berfikir positif.
Dalam pergaulan antar umat beragama harus dikembangkan berbaik
sangka. Jika orang berburuk sangka maka akan menemui kesulitan dan
kaku dalam pergaul apa lagi jika bergaul dengan orang yang beragama.
Dasar berbaik sangka adalah saling tidak percaya. Kesulitan yang besar
dalam dialog adalah saling tidak percaya. Selama masih ada saling tidak
percaya maka dialog sulit dilaksanakan. Jika agama yang satu masih
menaruh prasangka terhadap agama lain maka usaha kearah kerukunan
masih belum memungkinkan. Untuk memulai usaha kerukunan harus dicari
di dalam agama masing-masing tentang adanya prinsip-prinsip kerukunan.16
Menurut Durkheim, kerukunan adalah proses interaksi antar umat beragama, yang
membentuk ikatan-ikatan sosial yang tidak individualis dan menjadi satu kesatuan yang utuh
dibawah peran tokoh agama, tokoh masyarakat maupun masyarakat yang mempunyai sistem
serta memiliki bagianbagian peran tersendiri yaitu seperti pada umumnya yang terjadi
dilingkup masyarakat lain. Durkheim mengatakan bahwa penghapusan diskriminasi menuju
kemerdekan berkeyakinan membutuhkan beberapa prasyarat, antara lain pengakuan dan
penghormatan atas pluralisme,merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan kerukunan.17
16
Hamzah Tualeka Zn, Sosiologi Agama,(Surabaya:IAIN SA Press, 2011)h. 156-161
17
Musahadi HAM, Mediasi dan Konflik di Indonesia,(Semarang, WMC,2007)h.57
A. Hak dan kewajiban umat beragama dalam kehidupan bermasyarakat
Hak dan kewajiban masing-masing pemeluk agama dalam Islam adalah: Hak
untuk memilih agama dan Kewajiban untuk menghormati pilihan agama. Hak dan
Kewajiban untuk dijaga dan Menjaga harkat dan martabatnya semua Hak dan
Kewajiban Pemeluk Agama.
Hak dan Kewajiban untuk tidak dihina dan tidak menghina keyakinan dan
Sembahan pemeluk agama. Hak dan Kewajiban untuk dijaga dan menjaga tempat
ibadah semua pemeluk agama Hak dan Kewajiban untuk mendapat perlakuan yang
sama di depan hukum dan Kewajiban untuk taat pada semua aturan yang berkaitan
dengan pemeluk agama
1. Hak untuk memilih Agama dan Kewajiban untuk menghormati pilihan
agama
Perlindungan terhadap hak beragama salah satunya adalah
kebebasan berakidah, baik memilih keyakinan/agama atau dalam
beribadah. Pengertian kebebasan berakidah adalah setiap orang
memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan dalam hal beragama.
Individu lain tidak boleh memaksa seseorang untuk memeluk akidah
tertentu atau meninggalkannya. Kebebasan beribahadan adalah
kebebasan menjalankan syi’ar-syi’ar agama dan amalan-amalan
lahiriyahnya seperti shalat, puasa dan amalan-amalan lainnya.
Kebebasan tersebut tetap saja mengacu kepada tali etika dan
kemaslahatan publik. Dengan demikian jika kemaslahatan publik
tercapai melalui pengaturan kebebasan beragama, berkeyakinan harus
dibatasi dalam koridor undang-undang. Apabila pemberian kebebasan
berkeyakinan membuat anarkisme, perlu ada regulasi yang mengatur
kehidupan beragama.
Larangan untuk memaksa orang lain memeluk agama Islam
terdapat dalam Surat AlBaqarah ayat 256 yaitu:
31
https://www.bps.go.id/istilah/index.html?Istilah_sort=keyword_indaccessed 19 November.
menghayati dan melaksanakan ajaran-ajarannya.32. pemerintahan Republik Indonesia secara
resmi hanya mengakui enam agama, yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, dan
Konghucu.33
Perbedaan ini menimbulkan keberagaman yang berdampak negatif dan positif bagi
masyarakat Indonesia. Keragaman ini menjadi positif saat masyarakat dapat hidup
berdampingan dengan rukun dan damai, tetapi dapat juga menjadi negatif saat masyarakat
tidak dapat menghargai perbedaan. Istilah kerukunan umat beragama pertama kali
dikemukakan oleh Menteri Agama. K.H. M. Dachlan, dalam pidato pembukaan Musyawarah
Antar Agama tanggal 30 Nopember 1967 antara lain menyatakan: "Adanya kerukunan antara
golongan beragama adalah merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya stabilitas politik dan
ekonomi yang menjadi program Kabinet AMPERA. Oleh karena itu. kami mengharapkan
sungguh adanya kerjasama antara Pemerintah dan masyarakat beragama untuk menciptakan
iklim kerukunan beragama ini, sehingga tuntutan hati nurani rakyat dan cita-cita kita bersama
ingin mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang dilindungi Tuhan Yang Maha Esa
itu benar-benar dapat berwujud”34 Dari pidato K.H. M. Dachlan tersebutlah istilah
"Kenukunan Hidup Beragama" mulai muncul dan kemudian menjadi istilah baku dalam
berbagai dokumen negara dan peraturan perundang-undangan.35
Berbicara mengenai hak asasi manusia (HAM), akan diterangkan terlebih dahulu apa
yang dimaksud dengan hak. Sederhananya. hak adalah sesuatu yang harus diterima seseorang.
Hak memiliki unsur-unsur sebagai berikut: pemilik hak. ruang lingkup penerapan hak, dan
pihak yang bersedia dalam penerapan hak.42
Ketiadaan persamaan arti ini sering kali menjadi celah dalam menimbulkan adanya
konflik. Di mana dalam hal ini peran Pemerintah dan Negara dalam menjamin
terciptanya hubungan yang baik diperlukan. Peran ini tidak sebatas dengan memberikan
kepastian hukum bagi perlindungan warga negara melalui Peraturan Perundang-Undangan
semata. lebih dari itu, peran Pemerintah dan Negara harus diwujudkan dalam bentuk yang
lebih kongkret. Baik melalui badan atau lembaga khusus di bawah Pemerintahan.
Oemar Seno Adji mengemukakan bahwa salah satu ciri Negara Hukum Indonesia
adalah tidak adanya pemisahan yang rigid dan mutlak antara agama dan negara, karena
39
Ibid.
40
Ibid.
41
Ibid.
42
Nada Siti Salsabila, ‘Implementasi Teori-Teori HAM di Indonesia’ (Academia 2017)
agama dan negara berada dalam hubungan yang harmonis. 43 Artinya negara memiliki
tanggung jawab dalam menjamin kebebasan beragama warga negaranya. Penjaminan yang
diartikan di sini bukan hanya sebatas perlindungan sebagaimana ditulis dalam Perauturan
Perundangan- Undangan. Lebih dari itu Pemerintah dan Negara diwajibkan untuk memenuhi
segala sarana dan prasarana, akses serta perlindungan untuk mendukung jalannya
kebebasan beragama warga negara.
Salah satu sumber konflik yang rentan muncul di tengah-tengah masyarakat yang
beragam adalah konflik yang bersumber dari perbedaan agama. 44 Studi yang dilakukan
Centre of Strategic and International Studies (CSIS) pada tahun 2012, menyatakan bahwa
toleransi beragama orang Indonesia tergolong rendah.45 Dalam survei CSIS, sebanyak 59,5
persen responden tidak berkeberatan bertetangga dengan orang beragama lain.46 Sekitar 33,7
persen lainnya menjawab sebaliknya. Penelitian ini dilakukan pada Februari 2012 di 23
provinsi dan melibatkan 2.213 responden.47
43
Oemar Seno Adji, Peradilan Bebas Negara Hukum, cet. 2, (Erlangga 1985).[37-38].
44
Rina Hermawati, Caroline Paskarina, Nunung Runiawati, ’Toleransi Antar Umat Berag-ama di Kota Bandung’
(2016) UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Volume 1 (2).
45
Ibid.
46
Ibid.
47
Ibid.
48
Rina Hermawati, Caroline Paskarina, Nunung Runiawati, ’Toleransi Antar Umat Berag-ama di Kota Bandung’
(2016) UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Volume 1 (2).
49
Ibid.