Anda di halaman 1dari 7

Pemberdayaan Bahasa Indonesia Sebagai Pembentuk Harmoni Sosial

Oleh:

1.  Yemima Kesia Riansa Putri Br Ginting

2.  I Komang Andika Putra Utama

3.  Putu Agus Hendrawan

4.  Ketut Dian Suryasih

5.  Nadiva Zhafira

6.  M. Zakky Habibi Suher

7.  Komang Marianti

Abstrak

Indonesia merupakan wilayah yang memiliki keberagamaan suku, ras dan budaya. Untuk itu,
diperlukan adanya sebuah bahasa yang menjadi perantara untuk mempersatukan setiap perbedaan. Dengan
demikian, artikel ini bertujuan untuk menganalisis pemberdayaan Bahasa Indonesia sebagai pembentuk
harmoni sosial. Pengumpulan data pada artikel ini dibuat berdasarkan kajian pustaka dari berbagai sumber.
Artikel ini mendiskusikan tentang bagaimana pemberdayaan Bahasa Indonesia dilakukan sehingga menjadi
pembentuk harmoni sosial. Akhirnya, artikel ini mendiskusikan beberapa hal berkaitan dengan
pemberdayaan bahasa Indonesia sehingga dapat membentuk keharmonian dalam lingkungan masyarakat.  

Kata Kunci: Pemberdayaan, Bahasa Indonesia, Harmoni Sosial

Pendahuluan

Latar Belakang

Harmoni sosial berasal dari kata harmoni dan sosial, harmoni artinya serasi atau
selaras,  sedangkan sosial artinya berhubungan dengan masyarakat. Harmoni Sosial adalah
kondisi dimana individu hidup sejalan dan serasi dengan tujuan masyarakat. Harmoni sosial
ditandai dengan solidaritas, toleransi, kekompakan dan kesetiakawanan. Harmoni sosial yang
merupakan keadaan dimana adanya keseimbangan dalam kehidupan.

         Harmoni Sosial tidak akan pernah tercapai tanpa adanya kesadaran dalam diri kita,
Terlebih manusia adalah mahluk sosial yang mana memerlukan interaksi satu sama lain.

1
Rasanya tidak mungkin manusia bisa hidup tanpa orang lain, maka dari itu perlu adanya
ketertiban, ketentraman, dan kesadaran dalam membangun harmoni sosial.

         Harmoni sosial akan dapat tercapai apabila adanya kesadaran dalam diri kita masing-
masing. Menghargai adanya perbedaan suku, bahasa dan ragam budaya dengan
mengedepankan sikap toleransi. Dengan adanya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional,
dapat dilakukan pemberdayaan bahasa Indonesia guna menciptakan harmoni sosial.

Tujuan

1. Pemberdayaan bahasa Indonesia dapat membentuk harmoni sosial.


2. Tercapainya harmoni sosial melalui upaya-upaya pemberdayaan bahasa Indonesia.

Masalah

1. Apakah Bahasa Indonesia dapat membentuk harmoni sosial?


2. Apakah upaya yang dilakukan untuk menciptakan harmoni sosial melalui
pemberdayaan bahasa Indonesia.

Manfaat

1. Menumbuhkan sikap bahasa yang positif terhadap bahasa Indonesia;


2. Menjadi bahasa pemersatu dari berbagai bahasa dari tiap daerah di Indonesia;
3. Kebanggaan terhadap bangsa Indonesia;
4. Kesetiaan akan bahasa Indonesia;
5. Meningkatkan kesadaran akan adanya norma dalam berbahasa dan secara khusus
bertujuan untuk terampil berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
6. Terciptanya harmoni sosial.

Upaya

A. Memahami Agama dan Fungsi Sosial Agama

Istilah agama, atau religion dalam bahasa Inggris berasal dari Bahasa Latin religio
yang berarti agama, kesucian, ketelitian batin, religare, yang berarti mengikatkan kembali.
Sedangkan pengertian agama dalam bahasa Sansekerta yaitu “tidak kacau”. Agama diambil
dari dua akar suku kata yaitu a yang berarti “tidak” dan gama yang berarti “kacau”. Menurut
Kamus Sosiologi. pengertian agama ada tiga macam yaitu pertama, kepercayaan pada hal hal
yang spiritual. Kedua, perangkat kepercayaan dan praktik-praktik spiritual yang dianggap
sebagai tujuan tersendiri dan yang  ketiga ideologi mengenai hal-hal yang bersifat
supranatural.  Beberapa  ilmuan mendefinisikan  agama sebagai berikut:

 Hendropuspito mendefinisikan

2
agama adalah suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh penganutnya
penganutnya yang berporos pada kekuatan-kekuatan non empiris yang
dipercayainya dan didaya gunakannya untuk mencapai keselamatan bagi
mereka dan masyarakat luas umumnya.

 Durkheim
Menurutnya agama adalah sistem yang menyatu mengenai berbagai.
kepercayaan dan peribadatan yang berkaitan yang berkaitan dengan
bendabenda sakral. 41 Yang dimaksud benda-benda sakral yakni katakanlah
benda-benda yang terpisah dan terlarang kepercayaan-kepercayaan dan
peribadatan-peribadatan yang mempersatukan semua orang yang menganutnya
kedalam suatu komunitas moral.

Ilmuwan lain yang menganggap agama tergantung pada ciri-ciri khas manusia sebagai
makhluk intelejensi eksploratif kuat adalah Geertz. Dia mendefinisikan agama sebagai sistem
lambang yang berfungsi. menegakkan berbagai perasaan dan motivasi yang kuat,
berjangkauan luas dan abadi pada manusia dengan merumuskan berbagai konsep mengenai
keteraturan umum eksistensi dan dengan meneyelubungi konsepsikonsepsi ini dengan sejenis
tuangan faktualis sehingga perasaan-perasaan dan motivasi-motivasi itu secara unik tampak
realistik. 

Fungsi sosial agama merupakan untuk mempertahankan keutuhan masyarakat, karena


kita sebagai manusia  tidak dapat terlepas dari  tantangan tantangan dalam setiap kehidupan
yang kita lalui. Untuk mengatasi tantangan tantangan tersebut manusia berlari pada agama,
karena manusia percaya bahwa dengan keyakinan yang kuat agama memiliki kesanggupan
dalam menolong manusia.

Durkheim berpandangan bahwa fungsi agama adalah kelompok kohesi yang sering
dilakukan lewat menghadiri ritual kolektif. Ia melihat agama sebagai refleksi dari kepedulian
terhadap masyarakat,dia menegaskan bahwa moralitas tidak dapat dipisahkan dari agama.
Terlepas dari bentuk ikatan antara agama dengan masyarakat, baik dalam bentuk organisasi
maupun fungsi agama, maka yang jelas dalam setiap masyarakat agama masih tetap memiliki
fungsi dalam kehidupan individu maupun masyarakat. Agama sebagai panutan masyarakat,
terlihat masih berfungsi sebagai pedoman yang dijadikan sumber untuk mengatur norma
norma kehidupan. 

a. Fungsi Sosial Control

Secara pribadi maupun secara kelompok, para penganut agama terikat batin kepada
tuntunan ajaran agama yang dipeluknya. Agama ikut bertanggung jawab atas norma-norma
Susila baik yang diberlakukan atas masyarakat maupun manusia pada umumnya. Agama juga
memberi sanksi-sanksi yang dijatuhkan kepada orang yang melanggarnya dan melakukan
pengawasan yang ketat dalam pelaksanaanya. Hukum adat merupakan suatu kompleks
kebiasaan dengan kodrat moral yang bervariasi. Masyarakat merasa ikut mengambil bagian
dalam keselamatan dan Bersatu dengan alam berkat ketaatannya kepada hukum adat

3
masyarakat. Maka dari itu melalui upacara keagamaan ikatan yang sakral tersebut sewaktu-
waktu harus di perbaruhi. Kepala adat atau sekaligus tokoh agama lah yang akan melakukan
pengawasan-pengawasan atau control atas hokum yang tidak tertulis tersebut karena dalam
masyarakat dimana adat dan agama masih menjadi satu.

Dapat disimpulkan fungsi agama bagi masyarakat adalah sebagai meneguhkan kaida-
kaidah Susila dari adat yang dipandang baik bagi kehidupan moral warga masyarakat, agama
mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral yang dianggap baik dari serbuan
destruktif dari agama dan dari system hukum negara modern dimana nilai hukum adat masih
dapat ditingkatkan atau disempurnakan agama-agama mengadakan inkulturasi, sanksi-sanksi
akan dikenai pagi yang melanggar terhadap hukum adat maupun hukum negara atau yang
berdimensi moral.

Sesuai dengan ajaran agama yang dipeluknya para penganut agama terikat batin
kepada tuntunan ajaran tersebut baik secara pribadi maupun secara kelompok. Oleh
penganutnya ajaran agama dianggap sebagai norma sehingga dalam hal ini agama dapat
berfungsi sebagai pengawasan ajaran agama secara individu maupun kelompok karena
pertama agama secara instansi yang bagi pengikutnya merupakan norma, kedua agama secara
dogmatis atau ajaran agama secara kritis yan bersifat profetis atau wahyu atau kenabian.
Emile Durkheim adalah pendukung utama teori ini yang melihat konsep sakral sebagai ciri
khas dari agama. Pandangannya didasarkan pada penelitian terbaru tentang totoisme antara
suku abirigin Australia. Ia melihat toteisme sebagai bentuk asli dan sederhana dari agama.
Menututnya analisis bentuk sederhana ini agama bisa memberikan pola bangunan untuk
agama yang lebih kompleks. Ia juga menegaskan bahwa moralitas tidak bisa dipisahkan dari
agama.

D. Sebagai Pemupuk Rasa Solidaritas Sosial

Bagi generasi 1928 maupun 1945, bahasa Indonesia adalah bahasa perjuangan dan
persatuan untuk merebut kemerdekaan dari kolonialisme Belanda. Sumpah Pemuda 28
Oktober 1928 menjadi  bukti bahwa pemuda menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan. Bagaimana dengan generasi sekarang? Generasi muda sekarang pada umumnya
tidak menjiwai dan memaknai bahasa nasional tersebut sebagai bahasa perjuangan untuk
menciptakan masyarakat adil dan makmur.

F.   Sebagai Solidaritas Organik

Solidaritas organik merupakan sebuah ikatan bersama yang dibangun atas dasar
perbedaan, orang yamg dapat bertahan dengan perbedaan yang ada didalamnya karena semua
orang memiliki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbeda. Setiap anggota masyarakat
tidak lagi dapat memenuhi semua kebutuhannya sendiri melainkan saling ketergantungan
yang besar dengan orang atau kelompok lain. Solidaritas organik biasanya ada di dalam
masyarakat perkotaan yang heterogen.

4
Solidaritas organik berdasarkan pada perbedaan- perbedaan fungsional akibat adanya
pembagian kerja atau spesialisasi, sehingga individu- individu perlu bersatu agar saling
melengkapi sehingga menjadi satu keutuhan. Pembagian kerja terdapat dalam masyarakat
perkotaan yang sebagian besar masyarakatnya bekerja di berbagai macam sektor
prekonomian. Masyarakat dengan solidaritas organik telah mempunyai pembagian kerja yang
ditandai dengan derajat spesialisasi tertentu di lingkungannya.

Bertambahnya spesialisasi dalam pekerjaan akan mengakibatkan pada bertambahnya


saling ketergantungan antara individu, yang memungkinkan bertambahnya perbedaan
dikalangan individu. Dengan munculnya perbedaan- perbedaan pada individu akan mengubah
kesadaran kolektif seseorang, akibatnya timbullah kesadaran yang lebih mandiri pada setiap
orang. Kesadaran individual berkembang berbeda dari kesadaran kolektif dan sering kali
saling berbenturan. Sehingga kepedulian diantara sesama menjadi berkurang dalam
kehidupan bermasyarakat.

Dari kondisi tersebut maka muncullah aturan- aturan baru yang berlaku bagi setiap
individu. Pada masyarakat yang didasarkan pada solidaritas organik terdapat kaidah hukum
dengan sanksi yang restitutif. Hukum yang bersifat restitutif atau memulihkan ini bertujuan
untuk memulihkan kembali aktivitas masyarakat yang kompleks. Hukum restitutif berfungsi
untuk melindungi dan mempertahankan pola ketergantungan antara berbagai individu dan
kelompok yang berbeda. Paradigma berpikir Durkheim mengungkapkan bahwa apabila
hukum bertindak akan mencerminkan masyarakat kolektif, maka hukum yang mengganti
merupakan suatu pencerminan masyarakat yang mempunyai perbedaan dan pengkhususan
fungsi- fungsi tertentu.

Dari segi dinamikannya, maka diferensiasi ini akan menimbulkan kebutuhan akan
adanya kerjasama antar individu dalam hubungan bermasyarakat. Durkheim memandang
masyarakat sebagai tempat yang paling sempurna dan memiliki potensi untuk terhimpunnya
kehidupan bersama antara sesamamanusia seiring dengan perkembangan masyarakat.

Hal- hal yang paling penting dalam jiwa manusia berada di luar diri manusia sebagai
individu, seperti kepercayaan keagamaan, alam berfikir dan, kehendak, hal ini bersifat sosial
dan terdapat dalam masyarakat. Faktor ini tercipta tidak lain karena sejak semula manusia itu
memang ditakdirkan untuk hidup dalam suatu ikatan kesatuan atau kebersamaan, sebab
mereka memiliki kepentingan yang sama juga.

Solidaritas organik adalah bentuk solidaritas yang mengikat masyarakat kompleks dan
beragam yang telah mengenal pembagian kerja secara rinci. Dengan demikian muncul
keahlian tertentu yang dimiliki oleh setiap anggota masyarakat yang mengakibatkan setiap
golongan dalam masyarakat saling tergantung satu sama lain dan tidak dapat hidup secara
sendiri tanpa melakukan hubungan atau kerja sama dengan golongan lain dalam masyarakat.

Ada banyak jenis pekerjaan pada masyarakat kota seperti karyawan swasta,
pengusaha, buruh, guru, pegawai negeri, dan lain lain dimana mereka saling membutuhkan
atau berhubungan yang didasarkan pada pemenuhan kebutuhan masing- masing bukan atas

5
ikatan moral atau kebersamaan. Kerangka teori yang dianggap relevan untuk menganalisis
objek penelitian tersebut, dipilih yang paling memadai, tepat, baik dan mengena terhadap
permasalahan yang ada.

G. Bentuk Harmoni Sosial

a.  Kerukunan Internal

Kerukunan intern masing-masing agama adalah terciptanya saling pengertian


kesatuan Bahasa dan pendapat diantara penganut suatu agama agar terbinanya
persatuan dan kesatuan. Kerukunan intern masing-masing agama juga dapat
diartikan, menjauhkan diri dari segala perselisihan dan pertikaian dalam diri
sendiri tetapi senantiasa membina Kerjasama dan hubungan yang harmonis.
Dalam suatu agama tentunya terdapat berbagai aliran namun hal tersebut tidak
mengurangi rasa kesatuan dan persatuan yang dihayati secara Bersama dari ajaran
agama sebagai titik tolak kebenaran agama tersebut. Perlu diperhatikan oleh
seluruh pemuka agama agar pertentangan dan perpecahan yan mungkin timbul
diantara pemuka atau pemimpin agama yang bersifat pribadi jangan sampai
mengakibatkan pepecahan diantara para pengikutnya apalagi sampai
mengakibatkan perpecahan. Karena salah satu faktor yang mungkin menyebabkan
terjadinya ketidaksamaan atau perbedaan pemahaman dan interpretasi terhadap
beberapa aspek pokok dari ajaran agama. Disamping itu adanya fakto-faktor
lainnya yang ikut melatarbelakangi dan mempengaruhi terjadinya gejala tersebut.

b.  Kerukunan antar

(Aman, 2021) (Totoh, 2021) (Rivel, 2012)Kerukunan antar umat beragama


berarti adanya rasa toleransi terhadap sesama umat beragama baik itu dalam
menjalankan ibadah atau kegiatan umat beragama lainnya. Adanya rasa saling
menghormati dan menerima perbedaan guna terciptanya hubungan yang
harmonis.Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus bersikap
lapang dada dan menerima perbedaan antar umat beragama. Selain itu masyarakat
juga harus saling menghormati satu sama lainnya misalnya dalam hal beribadah,
antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya tidak saling mengganggu.

Kerukunan antar umat beragama adalah suatu bentuk hubungan yang harmonis
dalam dinamika pergaulan hidup.

bermasyarakat yang saling menguatkan yang di ikat oleh sikap pengendalian


hidup dalam wujud:

6
1. Saling hormat menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agamanya.

2. Saling hormat menghormati dan berkerjasama intern pemeluk agama, antar


berbagai golongan agama dan umat- umat beragama dengan pemerintah yang
sama-sama bertanggung jawab membangun bangsa dan Negara.

3. Saling tenggang rasa dan toleransi dengan tidak memaksa agama dengan orang
lain

Penutup

Kesimpulan

Pemberdayaan Bahasa Indonesia Penting dilakukan agar tercipta


keharmonisan dalam masyarakat. Adapun manfaat dari pemberdayaan Bahasa
Indonesia sebagai harmoni sosial adalah Menumbuhkan sikap bahasa yang positif
terhadap bahasa Indonesia, menjadi bahasa pemersatu dari berbagai bahasa dari tiap
daerah di Indonesia, kebanggaan terhadap bangsa Indonesia, kesetiaan akan bahasa
Indonesia, meningkatkan kesadaran akan adanya norma dalam berbahasa dan secara
khusus bertujuan untuk terampil berbahasa Indonesia dengan baik dan benar,
terciptanya harmoni sosial.

Daftar Pustaka

Aman. (2021). Harmoni Sosial. Jurnal Pendidikan IPS, 16.

Rivel, J. (2012, September 21). Bahasa Indonesia dan (Nasionalisme) Kita. Retrieved from
www.kompasiana.com:
https://www.kompasiana.com/rivel/5517be55a333114907b66067/bahasa-indonesia-dan-
nasionalisme-kita#:~:text=Bagi%20generasi%201928%20maupun%201945%2C%20bahasa
%20Indonesia%20adalah,Indonesia%20sebagai%20bahasa%20persatuan.%20Bagaimana
%20dengan%20generasi%20se

Totoh, A. (2021, Desember 22). Pemberdayaan Keterampilan Berbahasa. Retrieved from


kumparan.com: https://kumparan.com/asep-totoh/pemberdayaan-keterampilan-
berbahasa-1x9q3hpMK8m

Anda mungkin juga menyukai