Anda di halaman 1dari 12

Nama : Randi Manik

Andesta Pelawi
Tingkat/ Jurusan : IIB/ Teologi
Mata Kuliah : Islamologi
Dosen Pembimbing : Dr. Irwansyah Kelompok XIII

MODERASI BERAGAMA
I. Pendahuluan
Pada pembahasan kita kali ini, kami dari kelompok XII akan membahas
mengenai Moderasi Beragama. Indonesia adalah negara yang memiliki keragaman
baik etnis, kultur, agama, ras yang mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara
dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam hal ini kiranya kita
boleh mengerti dan melaksanakan nya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
II. Pembahasan
II.1. Pengertian Agama
Banyak ahli menyebutkan agama berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu
“a” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti kacau. Maka agama berarti
tidak kacau (teratur). Dengan demikian agama itu adalah peraturan, yaitu
peraturan yang mengatur keadaan manusia, maupun mengenai suatu yang
gaib, mengenai budi pekerti dan pergaulan hidup Bersama. 1 Menurut
Daradjat (2005) agama adalah proses hubungan manusia yang dirasakan
terhadap sesuatu yang diyakininya, bahwa sesuatu lebih tinggi dari pada
manusia. Sedangkan Glock dan Stark mendefinisikan agama sebagai
sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang
terlembaga, yang ke semuanya terpusat pada persoalan-persoalan yang
dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate Mean Hipotetiking).
Cliffort Geertz mengistilahkan agama sebagai (1) sebuah sistem simbol-
simbol yang berlaku untuk (2) menetapkan suasana hati dan motivasi-
motivasi yang kuat, yang meresapi dan yang tahan lama dalam diri
manusia dengan (3) merumuskan konsep-konsep mengenai suatu tatanan
umum eksistensi dan (4) suasana hati dan motivasi-motivasi tanpa
realistis.2
Agama yang disebut J.H. Leuba sebagai cara bertingkah laku, sebagai
sistem kepercayaan atau sebagai emosi yang khusus. Sementara Thouless
memandang agama sebagai hubungan praktis yang dirasakan dengan apa
yang dipercayai sebagai makhluk atau sebagai wujud yang lebih tinggi dari
manusia.3 Sebagai apa yang dipercayai, agama memiliki peranan penting
dalam hidup dan kehidupan manusia baik secara pribadi maupun secara
kelompok. Secara umum agama berfungsi sebagai jalan penuntun

1
Faisal Ismail, Paradigma kebudayaan Islam: Studi Kritis dan relfleksi Historis (Jogjakarta: Titian
Ilahi Press, 1997), 28.
2
Cliffort Geertz. Kebudayaan dan Agama (Jogyakarta: Kanisius:1992), 5.
3
Sururin, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004), 4.
penganutnya untuk mencapai ketenangan hidup dan kebahagiaan di dunia
maupun di kehidupan kelak.
II.2. Sikap Beragama
Kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika
semua golongan agama bisa hidup bersama tanpa mengurangi hak dasar
masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Masing-masing
pemeluk agama yang baik haruslah hidup rukun dan damai. Karena itu
kerukunan antar umat beragama tidak mungkin akan lahir dari sikap
fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas hak keberagaman dan perasaan
orang lain. Tetapi dalam hal ini tidak diartikan bahwa kerukunan hidup
antar umat beragama memberi ruang untuk mencampurkan unsur-unsur
tertentu dari agama yang berbeda, sebab hal tersebut akan merusak nilai
agama itu sendiri. Kerukunan antar umat beragama adalah suatu bentuk
hubungan yang harmonis dalam dinamika pergaulan hidup bermasyarakat
yang saling menguatkan yang di ikat oleh sikap pengendalian hidup dalam
wujud:
1. Saling hormat menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai
dengan agamanya.
2. Saling hormat menghormati dan bekerja sama intern pemeluk
agama, antar berbagai golongan agama dan umat-umat beragama
dengan pemerintah yang sama-sama bertanggung jawab
membangun bangsa dan Negara.
3. Saling tenggang rasa dan toleransi dengan tidak memaksa agama
kepada orang lain.
Dengan demikian kerukunan antar umat beragama merupakan
salah satu tongkat utama dalam memelihara hubungan suasana yang
baik, damai, tidak bertengkar, tidak gerak, bersatu hati dan bersepakat
antar umat beragama yang berbeda-beda agama untuk hidup rukun.4
Dijelaskan Dalam pasal 1 ayat 1 peraturan bersama Menteri Agama
dan Menteri Dalam No.9 dan 8 Tahun 2006 tentang pedoman
pelaksanaan tugas Kepala Daerah/Wakil Daerah dalam pemeliharaan
kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat
beragama, dan pendirian rumah ibadat. Kerukunan antar umat
beragama adalah hubungan sesama umat beragama yang dilandasi
toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai
kesetaraan dalam pengalaman ajaran agamanya dan kerja sama dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara
kesatuan kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.5
Ada lima kualitas kerukunan umat beragama yang perlu
dikembangkan, yaitu: nilai relegiusitas, keharmonisan, kedinamisan,
kreativitas, dan produktivitas.

4
Alo Liliweri, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Budaya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2001), 255.
5
Abu Tholhah, Kerukunan Antar Umat Beragama (Semarang: IAIN Walisong,1980). 14.
Pertama: kualitas kerukunan hidup umat beragama harus
merepresentasikan sikap religius umatnya. Kerukunan yang terbangun
hendaknya merupakan bentuk dan suasana hubungan yang tulus yang
didasarkan pada motif-motif suci dalam rangka pengabdian kepada
Tuhan. Oleh karena itu, kerukunan benar-benar dilandaskan pada nilai
kesucian, kebenaran, dan kebaikan dalam rangka mencapai
keselamatan dan kesejahteraan umat.
Kedua: kualitas kerukunan hidup umat beragama harus
mencerminkan pola interaksi antara sesama umat beragama yang
harmonis, yakni hubungan yang serasi,”senada dan seirama”, tenggang
rasa, saling menghormati, saling mengasihi, saling menyanyangi,
saling peduli yang didasarkan pada nilai persahabatan, kekeluargaan,
persaudaraan, dan rasa rasa sepenanggungan. Harmonis, yakni
hubungan yang serasi,”senada dan seirama”, tenggang rasa, saling
menghormati, saling mengasihi, saling menyanyangi, saling peduli
yang didasarkan pada nilai persahabatan, kekeluargaan, persaudaraan,
dan rasa rasa sepenanggungan.
Ketiga: kualitas kerukunan hidup umat beragama harus diarahkan
pada pengembangan nilai-nilai dinamik yang direpresentasikan dengan
suasana yang interaktif, bergerak, bersemangat, dan gairah dalam
mengembalikan nilai kepedulian, kearifan, dan kebajikan bersama.
Keempat: kualitas kerukunan hidup umat beragama harus
diorientasikan pada pengembangan suasana kreatif, suasana yang
mengembangkan gagasan, upaya, dan kreativitas bersama dalam
berbagai sector untuk kemajuan bersama yang bermakna.Kelima:
kualitas kerukunan hidup umat beragama harus diarahkan pula pada
pengembangan nilai produktivitas umat, untuk itu kerukunan
ditekankan pada pembentukan suasana hubungan yang
mengembangkan nilai-nilai sosial praktis dalam upaya mengentaskan
kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan, seperti mengembangkan
amal kebajikan, bakti sosial, badan usaha, dan berbagai kerjasama
sosial ekonomi yang mensejahterakan umat.6
Dalam menciptakan kerukunan antar umat beragama dapat
dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1. Saling tenggang rasa menghargai dan toleransi antar umat
beragama.
2. Tidak memaksakan seseorang untuk memeluk agama tertentu.
3. Melaksanakan ibadah sesuai dengan agamanya.
4. Mematuhi peraturan keagamaan baik dalam agamanya maupun
peraturan Negara atau Pemerintah.
II.3. Pengertian Moderasi Beragama
6
Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama (Jakarta: Puslitbang, 2005), 12-13.
Moderasi beragama adalah Moderasi asal mulanya dari bahasa Latin
moderatio, artinya ke-sedang-an (tidak berlebihan juga tidak kekurangan).
Moderat juga dimaknai sebagai pengendalian diri dari sikap
yangberlebihan dan kekurangan. Pada Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) terdapat dua makna moderasi, yaitu mengurangi kekerasan dan
menghindari keekstreman. Jika ada yang berkata, “orang itu bersikap
moderat,” itu artinya orang tersebut bersikap biasa saja, wajar
dan tidak ekstrim.7
Dalam bahasa Arab, moderasi lebih dipahami dengan wasath atau
wasathiyyah, yang mempunyai persamaan arti dengan kata tawassuth
(tengah-tengah), i‟tidal (adil) dan tawazun (berimbang). Orang yang
menerapkan prinsip wasathiyyah bisa disebut wasith. Kata wasith bahkan
sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata „wasit‟ yang
memiliki tiga pengertian yakni penengah atau perantara,
pelerai/pemisah/pendamai, dan pemimpin di pertandingan.
Moderasi asal mulanya dari kata moderat yang artinya mengambil
jalan tengah, artinya tidak condong kanan ataupun kiri. Sikap ini
merupakan salah satu ciri ke Islaman. Banyak literatur mendefinisikan
konsep Islam moderat, salah satunya adalah as-Salabi yang berpendapat
bahwa moderat (wasathiyah) memiliki banyak arti, yaitu antara dua ujung,
dipilih (khiyar), adil, terbaik, istimewa, dan sesuatu yang berada di antara
baik dan buruk. Sejalan dengan as-Salabi, Kalimat memberikan arti
wasatiyah dengan tawassut (tengah), 'itidal (tegak lurus), tawazun
(seimbang), iqtishad (tidak berlebihan) Sedangkan Qardlawi
memberikan pengertian yang lebih luas kepada wasatiyah seperti keadilan,
istiqamah (lurus), menjadi terpilih atau yang terbaik, keamanan,
kekuatan, dan persatuan.8
II.4. Tujuan Moderasi Beragama
Moderasi beragama bagi semua agama memiliki tujuan untuk saling
berdamai, empati, dan saling menghargai setiap perbedaan keyakinan.
Toleransi dapat dijadikan sebagai sikap dalam menghargai dan
menghormati setiap perbedaan antar individu atau kelompok baik
masyarakat maupun agama. Selain itu, moderasi beragama juga sebagai
upaya dalam menghormati setiap perbedaan dan menjaga keutuhan
Bhinneka Tunggal Ika.9
II.5. Karakteristik Moderasi Beragama
Moderasi beragama sesungguhnya sudah menjadi karakteristik umat
beragama di Indonesia dan lebih cocok untuk kultur masyarakat kita yang
majemuk. Beragama secara moderat adalah model beragama yang telah
lama dipraktikkan dan tetap diperlukan pada masa kini dan masa akan
datang. Moderasi beragama berarti adalah sikap mengurangi kekerasan,
7
Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama (Jakarta: Badan Litbang dan
Diklat Kementerian Agama RI, 2019), 15-16.
8
http://repository.iainkudus.ac.id/7206/5/5.%20BAB%20II.pdf diakses pada tanggal 05 Desember
2023, Pukul 08.10 WIB.
9
https://kumparan.com/pengertian-dan-istilah/pengertian-moderasi-beragama-tujuan-dan-nilai-
nilainya-2124CbD9G8T/full diakses pada tanggal 05 Desember 2023 pukul 08.40 WIB.
atau menghindari keesktreman dalam cara pandang, sikap, dan praktik
beragama. Dalam bahasa Arab, padanan moderasi adalah wasath atau
wasathiyah, yang berarti tengahtengah. Kata ini mengandung makna i’tidal
(adil) dan tawazun (berimbang). Orang yang menerapkan prinsip
wasathiyah bisa disebut waasith. Kata waasith bahkan sudah diserap ke
dalam Bahasa Indonesia dengan tiga pengertian, yaitu: pertama wasit
berarti penengah, atau perantara (misalnya dalam perdagangan, bisnis);
makna kedua adalah: wasit berarti pelerai (pemisah, pendamai) antara
pihak-pihak yang berselisih; dan makna ketiga adalah: wasit berarti
pemimpin di pertandingan. yang tentunya wasit harus bersikap adil.10
II.6. Peran Moderasi Beragama Dalam Menjaga Kerukunan Umat
Beragama di Indonesia
Menurut Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma'ruf Amin, beliau
menuturkan bahwa moderasi beragama sesungguhnya merupakan kunci
terciptanya toleransi dan kerukunan, baik di tingkat lokal, nasional,
maupun global. "Moderasi merupakan kebajikan yang mendorong
terciptanya harmoni sosial dan keseimbangan dalam kehidupan secara
personal, keluarga, dan masyarakat," ujarnya saat memberikan Keynote
Speech pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Forum Kerukunan
Umat Beragama (FKUB) yang berlangsung secara luring dan daring,
Selasa (03/11/2020). Secara khusus, Wapres menjelaskan bahwa moderasi
beragama, yang dalam Islam disebut wasathiyyah, merupakan proses
meyakini, memahami dan mengamalkan ajaran agama secara adil dan
seimbang, yang akan menghasilkan cara pandang, sikap, dan perilaku yang
selalu mengambil posisi jalan tengah di antara dua hal, atau ekstremitas.
"Dua hal di sini adalah antara jasmani dan rohani, antara teks dan konteks,
antara idealitas dan kenyataan, antara hak dan kewajiban, antara orientasi
keagamaan dan orientasi kebangsaan, antara kepentingan individual dan
kemaslahatan umat atau bangsa, serta keseimbangan antara masa lalu dan
masa depan". Wapres mengungkapkan bahwa secara empiris, moderasi
beragama dapat diukur dari empat indikator. Adapun indikatornya ialah.
Pertama adalah toleransi. Toleransi "Adalah sikap dan perilaku
seseorang yang menerima, menghargai keberadaan orang lain dan tidak
mengganggu mereka, termasuk hak untuk berkeyakinan dan
mengekspresikan keyakinan agama mereka, meskipun keyakinan mereka
berbeda dengan keyakinan dirinya,".
Kedua, kata Wapres, anti kekerasan. "Moderasi beragama tidak
membenarkan tindak kekerasan, termasuk penggunaan cara-cara kekerasan
atas nama agama untuk melakukan perubahan, baik kekerasan verbal
maupun kekerasan fisik," tegasnya.
Ketiga, komitmen kebangsaan. Terutama berbentuk penerimaan
Pancasila sebagai ideologi negara, UUD 1945 sebagai konstitusi, dan
NKRI sebagai pilihan bentuk Negara Indonesia.

10
H.Harisman Joyo, https://bengkulu.kemenag.go.id/storage/files/moderasi-beragama.pdf diakses
pada 05 Desember 2023 pukul 21.20 WIB.
Keempat, pemahaman dan perilaku beragama yang akomodatif
terhadap budaya lokal atau konteks Indonesia yang multi-kultural dan
multi-agama.
Oleh karena itu, peran strategis FKUB perlu didorong untuk dapat
meningkatkan penyebarluasan moderasi beragama di kalangan umat,
sehingga dapat mencegah konflik dan radikalisme beragama dalam
kerangka kerukunan umat beragama. "Wapres mengharapkan para tokoh
agama mampu menjadi jembatan strategis bagi umat untuk menggerakkan
moderasi beragama ini, baik dalam keyakinan dan pemahaman keagamaan
maupun tindakan konkret dalam melakukan pencegahan, mediasi, dan
penyelesaian konflik antarumat beragama’’.11
II.7. Faktor Pendukung Moderasi Beragama
Dalam hidup antar umat beragama ada beberapa faktor yang
mendorong terjadinya kerukunan antar umat beragama yaitu:
1. Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama,
serta antar umat beragama dengan pemerintah.
2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk
upaya mendorong dan mengarahkan seluruh umat untuk hidup rukun
dalam bingkai teologi dan implementasi dalam menciptakan
kebersamaan dan sikap toleransi.
3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam
rangka memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta
pengalaman agama yang mendukung bagi pembinaan kerukunan hidup
intern dan antar umat beragama.
4. Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai
kemanusiaan dari seluruh keyakinan plural umat manusia yang
fungsinya dijadikan sebagai pedoman bersama dalam melaksanakan
prinsip-prinsip berpolitik dan berinteraksi sosial satu sama lainya
dengan memperlihatkan adanya sikap keteladanan. Dari sisi ini maka
kita dapat mengambil hikmah bahwa nilai-nilai kemanusiaan itu selalu
tidak formal akan mengantar nilai pluralitas kearah upaya selektifitas
kualitas moral seseorang dalam komunitas masyarakat mulya
(makromah), yakni komunitas warga memeliki kualitas ketaqwaan dan
nila-nilai solidaritas sosial.
5. Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi
kemanusiaan yang mengarahkan kepada nilai-nilai ketuhanan, agar
11
Ruydi, https://kemenag.go.id/nasional/moderasi-beragama-kunci-wujudkan-kerukunan-antar-umat-
beragama-yytq66 diakses pada 06 Desember 2023 pukul 11.00 WIB.
tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan nilai-nilai sosial
kemasyatakatan maupun sosial agama.
6. Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan
cara menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain,
sehingga akan tercipta suasana kerukunan yang manusiawi tanpa
dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
7. Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan
bermasyarakat, oleh sebab itu hendaknya hal ini dijadikan mozaik yang
dapat memperindah fenomena kehidupan beragama.12
II.8. Faktor Penghambat
Faktor-faktor penghambat kerukunan umat beragama antara lain:
1. Pendirian rumah ibadah: Apabila dalam mendirikan rumah ibadah
tidak melihat situasi dan kondisi umat beragama dalam kacamata
stabilitas sosial dan budaya masyarakat setempat maka akan tidak
menutup kemungkinan menjadi biang dari pertengkaran atau
munculnya permasalahan umat beragama.
2. Penyiaran agama: Apabila penyiaran agama bersifat agitasi dan
memaksakan kehendak bahwa agama sendirilah yang paling benar dan
tidak mau memahami keberagamaan agama lain, maka dapat
memunculkan permasalahan agama yang kemudian akan menghambat
kerukunan antar umat beragama, karena disadari atau tidak kebutuhan
akan penyiaran agama terkadang berbenturan dengan aturan
kemasyarakatan.
3. Perkawinan beda agama: Perkawinan beda agama disinyalir akan
mengakibatkan hubungan yang tidak harmonis, terlebih pada anggota
keluarga masing-masing pasangan berkaitan dengan perkawinan,
warisan dan harta benda, dan yang paling penting adalah keharmonisan
yang tidak mampu bertahan lama di masing-masing keluarga.
4. Penodaan agama: Melecehkan atau menodai doktrin suatu agama
tertentu. Tindakan ini sering dilakukan baik perorangan atau kelompok.
Meski dalam skala kecil, baru-baru ini berpedoman agama banyak
terjadi baik dilakukan oleh umat agama sendiri maupun dilakukan oleh
umat agama lain yang menjadi provokatornya.

12
Rahmad Asri Pohan, Toleransi Inklusif (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2014), 269.
5. Kegiatan aliran sempalan: Suatu kegiatan yang menyimpang dari suatu
ajaran yang sudah diyakini kebenarannya oleh agama tertentu hal ini
terkadang sulit di antisipasi oleh masyarakat beragama sendiri,
pasalnya akan menjadikan racuh di antara menindak dan menghormati
perbedaan keyakinan yang terjadi di dalam agama ataupun antar
agama.
6. Berebut kekuasaan: Saling berebut kekuasaan masing-masing agama
saling berebut anggota/ jemaat dan umat, baik secara intern, antar umat
beragama, maupun antar umat beragama untuk memperbanyak
kekuasaan.
7. Beda penafsiran: Masing-masing kelompok di kalangan antar umat
beragama mempertahankan masalah-masalah yang prinsip, misalnya
dalam perbedaan penafsiran terhadap kitab suci dan ajaran-ajaran
keagamaan lainya dan saling mempertahankan pendapat masing-
masing secara fanatik dan sekaligus menyalahkan yang lainya.
Kurang kesadaran : Masih kurang kesadaran di antar umat beragama dari
kalangan tertentu menganggap bahwa agamanya yang paling benar,
misalnya di kalangan umat Islam yang dianggap lebih memahami agama
dan masyarakat Kristen menganggap bahwa di kalangannya benar.
II.9. Moderasi Menurut Perspektif Agama
II.9.1. Islam
Islam menjunjung tinggi toleransi. Toleransi mengarah kepada
sikap terbuka dan mau mengakui adanya berbagai macam
perbedaan, baik dari sisi suku bangsa, warna kulit, bahasa, adat-
istiadat, budaya, bahasa, serta agama. Ini semua merupakan fitrah
dan sunnatullah yang sudah menjadi ketetapan Tuhan. Dalam
terminologi Islam, istilah yang dekat dengan kerukunan umat
beragama adalah memahami, saling menghormati, dan saling
menghargai sebagai sesama manusia. Tasamuh memuat tindakan
penerimaan dan tuntutan dalam batas-batas tertentu. Dengan kata
lain, perilaku tasamuh dalam beragama memiliki pengertian untuk
tidak saling melanggar batasan, terutama yang berkaitan dengan
batasan keimanan (aqidah). Konsep toleransi beragama dalam
Islam bukanlah membenarkan dan mengakui semua agama dan
keyakinan yang ada saat ini, karena ini merupakan persoalan
akidah dan keimanan yang harus dijaga dengan baik oleh setiap
pribadi muslim. Toleransi bukan mengakui semua agama sama,
apalagi membenarkan tata cara ibadah umat beragama lain. Tidak
ada toleransi dalam hal akidah dan ibadah. Karena sesungguhnya
bagi orang Islam agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam.
Toleransi hanyalah dalam urusan muamalah dan kehidupan sosial.
Islam adalah agama yang menjunjung toleransi terhadap agama
lainnya dan tentunya bukan toleransi yang kebablasan. Toleransi
adalah mengakui adanya keberagaman keyakinan dan kepercayaan
di masyarakat, tanpa saling mencampuri urusan keimanan,
kegiatan, tata cara dan ritual peribadatan agama masing-masing.
Toleransi Islam antar umat beragama itu hanya menyentuh ranah
sosial. Membenarkan keyakinan agama lain bukanlah disebut
toleransi, tapi pluralisme agama yang mengarah pada sinkretisme.
Sedangkan pluralisme adalah paham yang bertentangan dengan
ajaran Islam. Islam mengajarkan keyakinan bahwa Islam sajalah
agama yang benar, yang diridlai Allah.
Ajaran Islam yang mengungkapkan hidup damai, rukun dan
toleran, diantaranya beberapa poin di bawah ini :
1. Manusia adalah mahluk sosial yang diciptakan berbeda-beda.
Perbedaan ini sudah menjadi ketetapan Tuhan (sunnatullah). Al-
Quran dengan gamblang menjelaskan kenyataan adanya perbedaan
dan keragaman dalam masyarakat. Hal ini sesuai dengan firman
Allah SWT dalam surat alHujarat ayat 13 yang berbunyi: “Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersukusuku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. Al Hujarat :
13).

Ayat diatas mengungkapkan bahwa “Allah menciptakan


manusia dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal”. Sebagai ketetapan Tuhan, pernyataan ini tentu
harus diterima. Mereka yang tidak bisa menerima adanya
keragaman berarti mengingkari ketetapan Tuhan. Berdasarkan hal
ini pula maka toleransi menjadi satu ajaran penting yang dibawa
dalam setiap risalah keagamaan, tidak terkecuali pada system
teologi Islam. Sudah barang tentu, adanya ragam perbedaan
merupakan kenyataan sosia, sesuatu yang niscaya dan tidak dapat
dipungkiri.
2. Secara sosiologi, pengakuan terhadap adanya keregaman
keyakinan ini merupakan pengakuan toleran yang paling
sederhana, namun pengakuan secara sosiologis ini berarti
mengandung pengakuan terhadap kebenaran teologis dari agama
lain. Toleransi dalam kehidupan keagamaan yang ditawarkan oleh
Islam begitu sederhana dan rasional. Islam mewajibkan para
pemeluknya membangun batas yang tegas dalam hal akidah dan
kepercayaan, sambal tetap menjaga prinsip penghargaan atas
keberadaan para pemeluk agama lain dan menjaga hak-hak mereka
sebagai pribadi dan anggota masyarakat. Pembatasan yang tegas
dalam hal akidah atau kepercayaan ini merupakan upaya Islam
untuk menjaga para pemeluknya agar tdaik terjebak pada
sinkretisme. Allah SWT berfirman: Katakanlah: “hai orang-orang
kafir, Aku tidak akan menyebah apa yang kamu sembah. Dan kamu
bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah
menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak
pernah (pula) menjaid penyembah Tuhan yang aku sembah.
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku. (QS. Al-
Kaafiruun :1-6).
II.9.2. Protestan
Yesus dalam doanya meminta supaya orang percaya (Kristen)
memiliki dan berada dalam kesatuan (Yoh. 17:1-26). Kesatuan
orang percaya dapat membangun komunikasi terkait isu-isu
penting yang menjadi inti pengajaran dalam setiap denominasi
tanpa menimbulkan kemarahan dan anarkis. Orang Kristen dapat
menjaga integritas pengajaran atau doktrinal tanpa merendahkan
atau menyerang ajaran agama lain dan juga dengan adanya
kesatuan orang Kristen terlebih pemimpin gereja dapat saling
menghargai perbedaan-perbedaan di antara umat Tuhan sebagai
bagian dari satu keimanan kepada Yesus Kristus. Orang Kristen
dapat mengaplikasikan pengajaran firman Allah supaya tidak boleh
memfitnah maupun menghakimi orang lain. Surat Yakobus 4:11
menulis “Saudara-saudaraku, janganlah kamu saling memfitnah!
Barangsiapa memfitnah saudaranya atau menghakiminya, ia
mencela hukum dan menghakiminya; dan jika engkau menghakimi
hukum, maka engkau bukanlah penurut hukum, tetapi hakimnya.”
Pengajaran Yesus tentang kasih adalah bukti identik yang kuat
bahwa kekristenan harus dapat menjadi berkat dan terang bagi
sesama, namun semua itu harus didasari dengan kesatuan yang
mengikat yaitu kasih (Kol. 3:14), isi dari nats ini mengemukakan
“Dan di atas semuanya itu kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang
mempersatukan dan menyempurnakan.”(Arifianto & Santo, 2020)
Rasul Paulus pun menasihati jemaat untuk memelihara kesatuan,
karena seluruh jemaat adalah satu tubuh, satu Roh, satu
pengharapan, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah.
(Santo, 2017) Kitab Roma menulis begitu pentingnya kebersamaan
dalam kesatuan untuk saling membangun (Rm. 14:19). Paulus
menekankan kesatuan supaya tidak ada perpecahan (1 Kor. 1:10),
“Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama
Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada
perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat
bersatu dan sehati sepikir”. Selain bersatu, kekristenan juga
dituntut bukan sekadar menjadi bagian dari penduduk dan kota atau
tempat tinngal saja yang dipercayakan namun juga diminta untuk
mengusahan kesejahteraan dan berdoa hal ini merupakan tindakan
aktif dalam membangun kebersamaan serta mengupayakan
kerukunan (Yer. 29:7; Gal. 6:10).(Arifianto, 2020b) Sebab
kerukunan antar umat beragama tidak mungkin akan lahir begitu
saja tanpa dari semua umat mengusahakan, bahkan kerukunan
tidak dapat terealisasi jika mempertahankan sikap ekslusif dan
fanatisme buta yang didasari dari sikap fundamentalisme yang tak
berdasar dan bar-bar. Kepedulian terhadap keyakinan umat
beragama lain dan perasaan orang lain dalam membangun
silaturami sebagai pemicu kebaikan dalam meningkatkan
kebersamaan adalah cara yang tepat dalam menjalin komunikasi
dan mempererat kasih.(Arifianto & Santo, 2020) Dalam Alkitab
Perjanjian Lama, khususnya kitab Mazmur 133 mengungkapkan
kerukunan mendatangkan berkat Tuhan. Oleh sebab itu kekristenan
harus menyingkirkan hal perbedaan SARA diantara manusia,
seperti juga ajaran Yesus yang disampaikan lewat pertanyaan
jebakan Ahli Taurat “Siapakah sesamaku manusia?” dapat
ditelusuri bahwa pertanyaan seorang ahli Taurat ini
dilatarbelakangi oleh adanya pemahamannya tentang “sesamanya
manusia” yang hanya terbatas pada orang Yahudi saja. Ini dapat
mengancam kerukunan, sebab pemahaman seperti ini akan
cenderung membatasi perilaku untuk mengasihi orang lain di luar
satu ikatan hubungan tertentu.(Simanjutak, 2020).
III. Kesimpulan
Moderasi beragama merupakan syarat utama adanya persatuan. Kerukunan dan
persatuan mutlak diperlukan dan diterapkan dalam keragaman. Kerukunan dan
persatuan akan menciptakan kedamaian dan ketenangan. Dengan kedamaian dan
ketenangan seseorang dapat mengerjakan tugas dan kewajibannya dengan baik.
Agama berarti tidak kacau (teratur). Dengan demikian agama itu adalah peraturan,
yaitu peraturan yang mengatur keadaan manusia, maupun mengenai suatu yang
gaib, mengenai budi pekerti dan pergaulan hidup Bersama. Kerukunan antar
agama merupakan salah satu pilar utama dalam memelihara persatuan bangsa dan
kedaulatan negara Republik Indonesia. Kerukunan sering diartikan sebagai
kondisi hidup dan kehidupan yang mencerminkan suasana damai, tertib, tenteram,
sejahtera, hormat menghormati, harga menghargai, tenggang rasa, gotong royong
sesuai dengan ajaran agama dan kepribadian pancasila. Kerukunan antar umat
beragama adalah suatu bentuk hubungan yang harmonis dalam dinamika
pergaulan hidup bermasyarakat yang saling menguatkan yang di ikat oleh sikap
pengendalian hidup dalam wujud saling menghormati, tenggang rasa, dan jiwa
toleransi yang kuat.
IV. Daftar Pustaka
Faisal Ismail, Paradigma kebudayaan Islam: Studi Kritis dan relfleksi Historis,
Jogjakarta: Titian Ilahi Press, 1997.
Cliffort Geertz. Kebudayaan dan Agama, Jogyakarta: Kanisius:1992.
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004.
Alo Liliweri, Gatra-Gatra Komunikasi Antar Budaya,Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,2001.
Abu Tholhah, Kerukunan Antar Umat Beragama, Semarang: IAIN
Walisong,1980.
Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama, Jakarta: Puslitbang, 2005.
Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama Jakarta: Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI, 2019.
Rahmad Asri Pohan, Toleransi Inklusif, Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2014.

Sumber Lainnya
http://repository.iainkudus.ac.id/7206/5/5.%20BAB%20II.pdf diakses pada
tanggal 05 Desember 2023, Pukul 08.10 WIB.
https://kumparan.com/pengertian-dan-istilah/pengertian-moderasi-beragama-
tujuan-dan-nilai-nilainya-2124CbD9G8T/full diakses pada tanggal 05 Desember
2023 pukul 08.40 WIB.
H.Harisman Joyo, https://bengkulu.kemenag.go.id/storage/files/moderasi-
beragama.pdf diakses pada 05 Desember 2023 pukul 21.20 WIB.
Ruydi, https://kemenag.go.id/nasional/moderasi-beragama-kunci-wujudkan-
kerukunan-antar-umat-beragama-yytq66 diakses pada 06 Desember 2023 pukul
11.00 WIB.

Anda mungkin juga menyukai