LAS BERAM AL
UNSUR UTAMA
Disampaikan pada:
Pelatihan Blended Learning Kerukunan Umat Beragama
Balai Diklat Keagamaan Surabaya, 21-22 Mei 2021
Oleh:
Dra. Hj. Mamik Syafa’ah, M.Pd.I
NIP. 196709072002122001
Widyaiswara Madya
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Deskripsi Singkat
Bahan Ajar ini diperuntukkan bagi peserta Pelatihan Blended Learning Kerukunan Umat
Beragama, dan mata pelatihan ini membahas: Konsepsi kerukunan umat beragama; Dasar-
dasar kerukunan secara teologis,filosofis dan praksis; peluang dan tantangan kerukunan;
dan Analisis SWOT pengembangan kerukunan umat beragama..
C. Standar Kompetensi
Setelah mengikuti pembelajaran ini diharapkan peserta Pelatihan Blended Learning
Kerukunan Umat Beragama dapat memahami dasar-dasar peluang dan tantangan serta
pemetaan pengembangan kerukunan umat beragama..
D. Kompetensi Dasar
1. Menjelaskan Konsep kerukunan umat beragama;
2. Menjelaskan Dasar-dasar kerukunan tinjauan teologis, filosofis dan praksis;
3. Analisis SWOT pengembangan kerukunan umat beragama.
E. Indikator
1. Konsep kerukunan umat beragama:
a. Pengertian Rukun ;
b. Tiga Unsur Kerukunan Umat Beragama;
c. Ruang lingkup Kerukunan.
2. Dasar-dasar kerukunan tinjauan teologis, filosofis dan praksis:
a. Trilogi Kerukunan Umat Beragama
b. Konsep agree in disagreement
c. Klaim kebenaran dan jalan keselamatan.
3. Analisis SWOT pengembangan kerukunan umat beragama:
a. Peran Majelis Agama Dalam membangun KUB
b. Teologi kerukunan menurut agama-agama yang ada di Indonesia
F. Pokok Bahasan
1. Konsep kerukunan umat beragama;
2. Dasar-dasar kerukunan tinjauan teologis, filosofis dan praksis;
3. Analisis SWOT pengembangan kerukunan umat beragama.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Secara Terminologi:
"Setiap umat beragama dilarang menyalahkan atau mengganggu keyakinan orang
lain - meski keyakinannya tentang jalan keselamatan berbeda dengannya dan pada
praktiknya, proses penyiaran agama (dakwah/misionari) harus tetap memperhatikan
etika penyiaran dan tetap memperhatikan kerukunan,"(Drs. H. Jamzuri).
Kerukunan Umat Beragama juga berarti “keadaan hubungan sesama umat beragama
yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai
kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara didalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945”. (PBM No. 9 & 8 Tahun 2006).
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa kerukunan adalah suatu
perwujudan sikap keberagamannya dalam bentuk saling menghormati,
menghargai dengan berpartisipasi aktif untuk saling berkomunikasi dan bekerja
sama dalam kehidupan untuk mewujudkan suasana tentram dan kebahagiaan
bersama.
Dalam pengertian diatas, kerukunan harus diartikan sebagai sikap proaktif antar
pihak-pihak yang terlibat untuk membicarakan agenda kehidupan beragama atas
dasar keterbukaan dan menerima apa adanya. Tentang berbagai hal, baik
menyangkut kelebihan maupun kekurangan atau kelemahan masing-masing.
Sehingga kerukunan secara inheren merupakan wujud sikap inklusif, bukan
eksklusif. Sikap yang terahir ini, sebenarnya kerukunan dalam makna yang
semu. Biasanya muncul dalam lingkungan masyarakat dimana agama-agama itu
hidup masih homogen, tertutup dan belum ada dunia lain.
2. Kerukunan ANTAR UMAT BERAGAMA. Doktrin Islam (QS. Al-Kafirun, QS. Al-
Baqarah, 2: 139), meliputi: a) Rukun sebagai sama-sama anggota masyarakat; b)
Ada hak bertetangga yang harus ditunaikan.
Kerukunan antar umat beragama adalah keharmonisan hubungan antar penganut
agama yang berbedabeda, erukunan jenis ini, tidak kalah pentingnya dengan
kerukunan pertama.Justru benturan-benturan kehidupan beragama, volumenya
paling banyak terutama kesenjangan ekonomi-sosial. usaha-usaha menciptakan
suasana sejuk,aman dan damai harus selalu di galakkan. Karena ada semacam
bahaya laten yang terus menggrogoti setiap potensi kelemahan masing-masing.
Jadi, kerukunan antar umat beragama lain, yaitu suatu bentuk kerukunan yang
terjalin antar masyarakat yang memeluk agama berbeda-beda. Misalnya, kerukunan
antar umat Islam dan Kristen, antara pemeluk agama Kristen dan Budha, atau
kerukunan yang dilakukan oleh semua agama.
Dalam memantapkan kerukunan hidup umat beragama perlu dilakukan suatu upaya-
upaya yang mendorong terjadinya kerukunan hidup umat beragama secara mantap
dalam bentuk :
1. Memperkuat dasar-dasar kerukunan internal dan antar umat beragama, serta antar
umat beragama dengan pemerintah;
2. Membangun harmoni sosial dan persatuan nasional dalam bentuk upaya mendorong
dan mengarahkan seluruh umat beragama untuk hidup rukun dalam bingkai teologi
dan implementasi dalam menciptakan kebersamaan dan sikap toleransi;
3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam rangka
memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta pengamalan agama yang
mendukung bagi pembinaan kerukunan hidup intern dan antar umat beragama;
4. Melakukan eksplorasi secara luas tentang pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dari
seluruh keyakinan plural umat manusia yang fungsinya dijadikan sebagai pedoman
bersama dalam melaksanakan prinsip-prinsip berpolitik dan berinteraksi sosial satu
sama lainnya dengan memperlihatkan adanya sikap keteladanan;
5. Melakukan pendalaman nilai-nilai spiritual yang implementatif bagi kemanusiaan
yang mengarahkan kepada nilai-nilai Ketuhanan, agar tidak terjadi penyimpangan-
penyimpangan nilai-nilai sosial kemasyarakatan maupun sosial keagamaan;
6. Menempatkan cinta dan kasih dalam kehidupan umat beragama dengan cara
menghilangkan rasa saling curiga terhadap pemeluk agama lain, sehingga akan
tercipta suasana kerukunan yang manusiawi tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor
tertentu;
7. Menyadari bahwa perbedaan adalah suatu realita dalam kehidupan bermasyarakat,
oleh sebab itu hendaknya hal ini dijadikan mozaik yang dapat memperindah
fenomena kehidupan beragama;
Dari sisi ini maka kita dapat mengambil hikmahnya bahwa nilai-nilai kemanusiaan
itu selalu tidak formal akan mengantarkan nilai pluralitas kearah upaya selektifitas
kualitas moral seseorang dalam komunitas masyarakat mulya (Makromah), yakni
komunitas warganya memiliki kualitas ketaqwaan dan nilai-nilai solidaritas sosial.
Langkah-Langkah Strategis Dalam Memantapkan Kerukunan Hidup Umat Beragama
Singkatnya, upaya yang dilakukan dalam menjaga Tri Kerukunan ini, di antaranya:
1. Memperkuat dasar tri kerukunan
2. Membangun harmoni sosial
3. Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif
4. Eksplorasi nilai-nilai kemanusiaan dalam theologi masing masing agama
5. Pendalaman nilai spiritual yang implementatif
6. Membuang rasa curiga antar pemeluk agama
7. Menyadari perbedaan sebagai keniscayaan
D. TEOLOGI KERUKUNAN
1. Agree In Disagreement (setuju di dalam perbedaan/toleransi)
“Agree in Disagreement “ (setuju di dalam perbedaan) adalah prinsip yang selalu
didengugkan oleh Mukti Ali. Perbedaan tidak harus ada permusuhan, karena
perbedaan selalu ada di dunia ini, dan perbedaan tidak harus menimbulkan
pertentangan. Dari sekian banyak pedoman atau prinsip yang telah disepakati
bersama, Said Agil Al Munawar mengemukakan beberapa pedoman atau
prinsip, yang perlu diperhatikan secara khusus dan perlu disebarluaskan seperti
tersebut di bawah ini:
a. Kesaksian yang jujur dan saling menghormati (frank witness and mutual
respect) Semua pihak dianjurkan membawa kesaksian yang terus terang tentang
kepercayaanya di hadapan Tuhan dan sesamanya, agar keyakinannya masing-
masing tidak ditekan ataupun dihapus oleh pihak lain. Dengan demikian rasa
curiga dan takut dapat dihindarkan serta semua pihak dapat menjauhkan
perbandingan kekuatan tradisi masing-masing yang dapat menimbulkan sakit
hati dengan mencari kelemahan pada tradisi keagamaan lain.
b.Prinsip kebebasan beragama (religius freedom). Meliputi prinsip kebebasan
perorangan dan kebebasan sosial (individual freedom and social freedom).
Kebebasan individual sudah cukup jelas setiap orang mempunyai kebebasan
untuk menganut agama yang disukainya, bahkan kebebasan untuk pindah
agama. Tetapi kebebasan individual tanpa adanya kebebasan sosial tidak ada
artinya sama sekali. Jika seseorang benar-benar mendapat kebebasan agama, ia
harus dapat mengartikan itu sebagai kebebasan sosial, tegasnya supaya agama
dapat hidup tanpa tekanan sosial. Bebas dari tekanan sosial berarti bahwa
situasi dan kondisi sosial memberikan kemungkinan yang sama kepada semua
agama untuk hidup dan berkembang tanpa tekanan.
c. Prinsip penerimaan (Acceptance). Yaitu mau menerima orang lain seperti
adanya. Dengan kata lain, tidak menurut proyeksi yang dibuat sendiri. Jika kita
memproyeksikan penganut agama lain menurut kemauan kita, maka pergaulan
antar golongan agama tidak akan dimungkinkan. Jadi misalnya seorang
Kristen harus rela menerima seorang penganut agama Islam menurut apa adanya,
menerima Hindu seperti apa adanya.
d.Berfikir positif dan percaya (positive thinking and trustworthy) Orang berpikir
secara “positif dalam perjumpaan dan pergaulan dengan penganut agama lain,
jika dia sanggup melihat pertama yang positif, dan yang bukan negatif. Orang
yang berpikir negatif akan kesulitan dalam bergaul dengan orang lain. Dan
prinsip “percaya” menjadi dasar pergaulan antar umat beragama. Selama
agama masih menaruh prasangka terhadap agama lain, usaha-usaha ke arah
pergaulan yang bermakna belum mungkin. Sebab kode etik pergaulan adalah
bahwa agama yang satu percaya kepada agama yang lain, dengan begitu
dialog antar agama antar terwujud.
Mewujudkan kerukunan dan toleransi dalam pergaulan hidup antar umat
beragama merupakan bagian usaha menciptakan kemaslahatan umum serta
kelancaran hubungan antara manusia yang berlainan agama, sehingga setiap
golongan umat beragama dapat melaksanakan bagian dari tuntutan agama
masing-masing.
2. Kesadaran Multikulturalisme.
Multikulturalisme merupakan paham atau doktrin yang mengakui dan menerima
perbedaan etnis, dengan identitas kebudayaannya masing-masing. Adanya
pengakuan dan penerimaan perbedaan mengisyaratkan bahwa ada kesetaraan di
antara berbagai elemen masyarakat yang beragam tersebut. Ini berarti bahwa
masyarakat bersedia menerima dan memberi pengakuan atas kelompok masyarakat
yang lain, meskipun berbeda dengan dirinya. Artinya ada politics of recognition
dalam proses interaksi dalam masyarakat. Pelaksanaan multikulturalisme
memerlukan instrumen untuk menopangnya. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan
intrumen penting bagi terlaksananya multikulturalisme.
Kesadaran terhadap multikulturalisme ini diperlukan karena terjadi banyak kasus
radikalisme berlatar belakang perbedaan etnis, budaya, agama, dan paham
keagamaan. Umumnya radikalisme itu disebabkan ketidaksiapan individu atau
kelompok untuk hidup dalam lingkungan yang plural. Padahal pluralitas menurut
Buya Syafii merupakan suatu keniscayaan.
Dalam perspektif agama, pluralitas disebut bahkan bagian dari ketetapan Tuhan
(sunnatullah). Multikulturalisme dapat dipahami sebagai paham yang mengajarkan
pentingnya pengakuan terhadap pluralitas budaya sehingga menumbuhkan kepedulian
agar kelompok minoritas terintegrasi dalam masyarakat. Multikulturalisme juga
meniscayakan kelompok mayoritas mau mengakomodasi perbedaan kelompok
minoritas sehingga kekhasan identitas mereka tetap diakui (Will Kymlicka dalam
Multicultural Citizenship, 1995).
Dengan demikian, arah multikulturalisme adalah menciptakan, menjamin, dan
mendorong ruang publik sehingga memungkinkan beragam komunitas berkembang
sesuai kekhasan masing-masing. Menurut Haryatmoko (2007), ada tiga alasan yang
menjadikan kesadaran multikulturalisme diperlukan. Pertama, ada fenomena
penindasan atau penafian atas dasar etnis, budaya, agama, dan paham keagamaan.
The Five Deadly Sins In Religious Harmony (Lima Dosa Mematikan Dalam KUB):
1. Jangan berperilaku yang bertentangan dengan ajaran agama
2. Jangan tidak perduli dengan kesulitan orang lain meski beda agama
3. Jangan mengganggu orang lain yang berbeda agama
4. Jangan menghasut yang menimbulkan kebencian antar pemeluk agama
5. Jangan saling curiga tanpa landasan hukum
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah Ratu Prawiranegara, Pembinaan Kerukunan Hidup Beragama, (Jakarta: Departemen Agama,
1982).
Kementerian Agama RI, Kompilasi Peraturan Perundang-undangan Kerukunan Hidup Umat Bergama,
(Jakarta: Badan Litbang dan Diklat, 2009).
Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Merajut Kerukunan Umat Bergama melalui Dialog Pengembangan
Wawasan Multikultural, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2008).
Ridwan Lubis, dkk, Buku Penuntun Kerukunan Hidup Umat Beragama, (Bandung: LPKUB Medan dan
Ciptapustaka Media, 2004).
Said Agil Al Munawar, Fiqih Hubungan Antar Agama, (Jakarta: Ciputat Press, 2003).