Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PERAN PEMERINTAH DALAM MENJAGA KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

Dosen Pengampu Dosen Pembimbing : Drs. Junjungan SBP Simanjuntak, M.Si

Oleh : M. Azzam al-ulya

Nim : 210200065

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

TAHUN 2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang pluralisme, itu diakui dengan adanya


keanekaragaman suku, bahasa, adat istiadat, budaya hingga agama. Keanekaragaman ini
merupakan suatu anugerah Tuhan Yang Maha Esa karena dapat menciptakan tali
persaudaraan, saling mengisi dan melengkapi demi kemajuan negeri. Jauh sebelum
kemerdekaan, keanekaragaman ini telah dipupuk oleh masyarakat Indonesia, tepatnya
tanggal 28 Oktober 1928 Sumpah Pemuda yang dikumandangkan oleh para pemuda
Indonesia yang berbeda latar belakang. Ini merupakan salah satu bukti nyata bahwa adanya
keinginan yang kuat untuk membangun negara Indonesia diatas dasar pluralisme, dan
perjuangan itu terus berlanjut hingga pada tahun 1945 menghantarkan Indonesia pada
kemerdekaan Indonesia.

Pasca kemerdekaan, Orde Baru dan hingga sekarang pada zaman reformasi tantangan
besar untuk menjaga persatuan bangsa terus saja bergulir. Keanekaragaman yang ada
dipandang sebagai potensi untuk memajukan bangsa Indonesia, namun disisi yang lain juga
dianggap sebagai ancaman yang serius republik ini karena dengan mudahnya dapat dipecah
belah oleh konflik. Perilaku toleransi terhadap perbedaan suku, bahasa, adat istiadat, budaya
hingga agama merupakan suatu hal yang mutlak yang harus ditanamkan dalam kehidupan
masyarakat, sehingga pandangan negatif mengenai dapat dengan mudahnya bangsa dipecah
belah oleh konfik tidak terjadi.

Memasuki awal abad 21, diberbagai daerah di Indonesia masih terdapat banyak masalah
seperti banyak umat beragama khususnya minoritas mengalami kesulitan hidup ditengah
kehidupan mayoritas umat agama lain. Tindakan-tindakan intoleransi tersebut dilakukan
terus menerus oleh aktor-aktor yang tidak bertanggungjawab. Padahal konstitusi negara
Indonesia telah secara tegas memberikan jaminan konstitusional kepada setiap warga negara
yang ada di Indonesia diberikan kebebasan untuk memeluk agamanya dan beribadah sesuai
dengan agama dan kepercayaan, seperti yang tertuang didalam Pasal 29 ayat (2) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 setelah amandemen yang berbunyi,
“Negara berhak menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Dalam bidang agama, arah kebijakanpembangunan nasional yang dicita-citakan saat
ini, menyangkut 4 hal seperti; peningkatan kualitas pelayanan, pemahaman agama,
kehidupan beragama serta peningkatan kerukunan intern dan antar umat beragama. Untuk
mewujudkan cita-cita dan arah kebijakan pembangunan nasional itu tentu diperlukan kerja
maksimal, seperti sinergi dan koordinasi pemerintah pusat, pemerintah daerah dan mitra
pemerintah dalam pengelolaan keberagaman umat beragama. Program-program yang
dirancang oleh pemerintah khususnya ditingkat lokal/ daerah juga perlu dievaluasi, terutama
berkaitan dengan pemeliharaan kerukunan umat beragama, karena program yang sudah
dijalankan belum memberikan hasil yang baik. Padahal itu merupakan suatu kewajiban
pemerintah.

Pada dasarnyapengelolaan keberagaman umat beragama ditingkat daerah, telah jelas


diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan
Nomor 9 mengenai pedoman pelaksanaan tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah dalam
pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama
(FKUB) dan pendirian rumah ibadah.Peraturan itu memberikan kewenangan dan tanggung
jawab yang besar kepada Pemerintah Daerah terutama di tingkat Kabupaten/ Kota. Seperti
yang tertuang dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam
Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 “Pemeliharaan kerukunan umat beragama di
kabupaten/kota menjadi tugas dan kewajiban Bupati/ Walikota.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Kerukunan antara umat beragama ?
2. Bagaimana Peranan pemerintah dalam menjaga kerukuan umat beragama ?
3. Hambatan apa saja yang dialami Pemerintah dalam memelihara kerukunan umat
beragama?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Kerukunan antara umat beragama
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Peranan pemerintah dalam menjaga kerukuan umat
beragam
3. Untuk Mengetahui Hambatan apa saja yang dialami Pemerintah dalam memelihara
kerukunan umat beragama
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kerukunan Umat Beragama

Kerukunan berasal dari kata rukun. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Cetakan Ketiga tahun 1990, artinya rukun adalah perihal
keadaan hidup rukun atau perkumpulan yang berdasarkan tolong menolong dan
persahabatan.1Kata kerukunan berasal dari kata dasar rukun, berasal dari bahasa Arab ruknun
(rukun) jamaknya arkan berarti asas atau dasar, misalnya: rukun islam, asas Islam atau dasar
agama Islam. Dalam kamus besar bahasa Indonesia arti rukun adalah sebagai berikut: Rukun
(nomina): (1) sesuatu yang harus dipenuhi untuk sahnya pekerjaan, seperti: tidak sah
sembahyang yang tidak cukup syarat dan rukunnya; (2) asas, berarti: dasar, sendi: semuanya
terlaksana dengan baik, tidak menyimpang dari rukunnya; rukun islam: tiang utama dalam
agama islam; rukun iman: dasar kepercayaan dalam agama Islam.

Rukun (a-ajektiva) berarti: (1) baik dan damai, tidak bertentangan: kita hendaknya hidup
rukun dengan tetangga: (2) bersatu hati, bersepakat: penduduk kampng itu rukun sekali.
Merukunkan berarti: (1) mendamaikan; (2)menjadikan bersatu hati. Kerukunan: (1) perihal
hidup rukun; (2) rasa rukun; kesepakatan: kerukunan hidup bersama.

Secara etimologi kata kerukunan pada mulanya adalah dari Bahasa Arab, yakni ruknun
yang berarti tiang, dasar, atau sila. Jamak rukun adalah arkaan. Dari kata arkaan diperoleh
pengertian, bahwa kerukunan merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari berbagai unsur
yang berlainan dari setiap unsur tersebut saling menguatkan. Kesatuan tidak dapat terwujud
jika ada diantara unsur tersebut yang tidak berfungsi. Sedangkan yang dimaksud kehidupan
beragama ialah terjadinya hubungan yang baik antara penganut agama yang satu dengan yang
lainnya dalam satu pergaulan dan kehidupan beragama, dengan cara saling memelihara,
saling menjaga serta saling menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan kerugian atau
menyinggung perasaan.

Dalam bahasa Inggris disepadankan dengan harmonius atau concord. Dengan demikian,
kerukunan berarti kondisi social yang ditandai oleh adanya keselarasan, kecocokan, atau
ketidak berselisihan (harmony, concordance). Dalam literatur ilmu sosial, kerukunan
diartikan dengan istilah intergrasi (lawan disintegrasi) yang berarti the creation and
maintenance of diversified patterns of interactions among outnomous units. Kerukunan
merupakan kondisi dan proses tercipta dan terpeliharanya pola-pola interaksi yang beragam
diantara unitunit(unsure/ sub sistem) yang otonom. Kerukunan mencerminkan hubungan
timbal balik yang ditandai oleh sikap saling menerima, saling mempercayai, saling
menghormati dan menghargai, serta sikap memaknai kebersamaan.

Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa kerukunan adalah suatu
sikap atau sifat dari seseorang untuk membiarkan kebebasan kepada orang lain serta
memberikan kebenaran atas perbedaan tersebut sebagai pengakuan hak-hak asasi manusia.
Kerukunan diartikan adanya suasana persaudaraan dan kebersamaan antara semua orang
meskipun mereka berbeda secara suku, ras, budaya, agama, golongan. Kerukunan juga bisa
bermakna suatu proses untuk menjadi rukun karena sebelumnya ada ketidak rukunan serta
kemampuan dan kemauan untuk hidup bersama dengan damai dan tenteram.

B. Peran Pemerintah Dalam Menjaga Kerukunan Umat Beragama

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan, pemerintah pada tanggal 3


Januari 1946 menetapkan berdirinya Departemen Agama RI dengan tugas pokok, yaitu
menyelenggarakan sebagian dari tugas umum pemerintah dan pembangunan dalam bidang
agama. Penyelenggaraan tugas pokok Departemen Agama itu,diantara lain berbentuk
bimbingan, pemnbinaan dan pelayanan terhadapa kehidupan beragama, sama sekali tidak
mencampuri maslah aqidah dan kehidupan intern masing-masing agama dan pemeluknya.
Namun, pemerintah perlu mengatur kehidupan ekstern mereka, yaitu dalam hubungan
kenegaraan dan kehidupan antar pemeluk agama yang berada dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Adapun langkah-langkah yang di lakukan pemerintah dalam memantapkan kerukunan


hidup umat beragama sebagai berikut :

a. Pemerintar melakukan pembina formal termasuk aparatur pemerintah dan para pembina
non formal yakni tokoh agama dan tokoh masyarakat merupakan komponen penting
dalam pembinaan kerukunan antar umat beragama.
b. Masyarakat umat beragama di Indonesia yang sangat heterogen perlu ditingkatkan
sikap mental dan pemahaman terhadap ajaran agama serta tingkat kedewasaan berfikir
agar tidak menjurus ke sikap primordial.
c. Membentuk Peraturan pelaksanaan yang mengatur kerukunan hidup umat beragama
perlu dijabarkan dan disosialisasikan agar bisa dimengerti oleh seluruh lapisan
masyarakat, dengan demikian diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman dalam
penerapan baik oleh aparat maupun oleh masyarakat, akibat adanya kurang informasi
atau saling pengertian diantara sesama umat beragama.
d. Perlu adanya pemantapan fungsi terhadap wadah-wadah musyawarah antar umat
beragama untuk menjembatani kerukunan antar umat beragama.

Ada beberapa pedoman yang digunakan untuk menjalin kerukunan antar umat beragama
yaitu:

a. Saling menghormati.

Setiap umat beragama harus atau wajib memupuk, melestarikan dan meningkatkan
keyakinannya. Dengan mempertebal keyakinan maka setiap umat beragama akan lebih
saling menghormati sehingga perasaan takut dan curiga semakin hari bersama dengan
meningkatkan taqwa, perasaan curiga dapat dihilangkan. Rasa saling menghormati juga
termasuk menanamkan rasa simpati atas kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh kelompok
lain, sehingga mampu menggugah optimis dengan persaingan yang sehat. Di usahakan
untuk tidak mencari kelemahan-kelemahan agama lain, apalagi kelemahan tersebut
dibesar-besarkan.

b. Kebebasan Beragama.

Setiap manusia mempunyai kebebasan untuk menganut agama yang disukai serta
situasi dan kondisi memberikan kesempatan yang sama terhadap semua agama. Dalam
menjabarkan kebebasan perlu adanya pertimbangan sosiologis dalam arti bahwa
kenyataan proses sosialisasiberdasarkan wilayah, keturunan dan pendidikan juga
berpengaruh terhadap agama yang dianut seseorang.

c. Menerima orang lain apa adanya.

Setiap umat beragama harus mampu menerima seseorang apa adanya dengan segala
kelebihan dan kekurangannya, melihat umat yang beragama lain tidak dengan persepsi
agama yang dianut. Seorang agama Kristen menerima kehadiran orang Islam apa adanya
begitu pula sebaliknya. Jika menerima orang Islam dengan persepsi orang Kristen maka
jadinya tidak kerukunan tapi justru mempertajam konflik.

d. Berfikir positif.
Dalam pergaulan antar umat beragama harus dikembangkan berbaik sangka. Jika
orang berburuk sangka maka akan menemui kesulitan dan kaku dalam pergaul apa lagi
jika bergaul dengan orang yang beragama. Dasar berbaik sangka adalah saling tidak
percaya. Kesulitan yang besar dalam dialog adalah saling tidak percaya. Selama masih
ada saling tidak percaya maka dialog sulit dilaksanakan. Jika agama yang satu masih
menaruh prasangka terhadap agama lain maka usaha kearah kerukunan masih belum
memungkinkan. Untuk memulai usaha kerukunan harus dicari di dalam agama masing-
masing tentang adanya prinsip-prinsip kerukunan

Menurut Durkheim, kerukunan adalah proses interaksi antar umat beragama, yang
membentuk ikatan-ikatan sosial yang tidak individualis dan menjadi satu kesatuan yang utuh
dibawah peran tokoh agama, tokoh masyarakat maupun masyarakat yang mempunyai sistem
serta memiliki bagianbagian peran tersendiri yaitu seperti pada umumnya yang terjadi
dilingkup masyarakat lain. Durkheim mengatakan bahwa penghapusan diskriminasi menuju
kemerdekan berkeyakinan membutuhkan beberapa prasyarat, antara lain pengakuan dan
penghormatan atas pluralisme,merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan kerukunan

C. Hambatan apa saja yang dialami Pemerintah dalam memelihara kerukunan umat
beragama

Dalam perjalanannya menuju kerukunan umat beragama selalu diiringi dengan beberapa
faktor, adanya yang beberapa diantara bersinggung secara langsung dimasyarakat, ada pula
terjadi akibat akulturasi budaya yang terkadang berbenturan dengan aturan yang berlaku di
dalam agama itu sendiri. Faktor-faktor penghambat kerukunan umat beragama antara lain :

a. Kurangnya Tingkat Kesadaran masyarakat dalam menjaga stabilitas keamanan dan


meminimalisir terjadinya konflik sosial yang ditimbulkan karena kesenjangan sosial
dan isu dimasyarakat

Pemerintah Kota Yogyakarta menilai bahwa tingkat kesadaran masyarakat dalam


menjaga stabilitas keamanan masih kurang. hal itu didapat diketahui bahwa masih banyak
masyarakat yang mudah terprovokasi oleh isu-isu yang berkembang dimasyarakat. Isu-isu
tersebut membawa dampak negatif terhadap kehidupan sosial.

Tahun 2014 khususnya mengenai potensi konflik sosial sangat tinggi, salah satu
penyebabnya adalah banyaknya black-campaign pada pemilu tahun 2014. Pemahaman
mengenai pentingnya memelihara ketertiban terus dilakukan agar benturan antar
masyarakat yang berbeda latar belakang tidak terjadi. Tidak hanya itu, tingkat
pemahaman mengenai pentingnya hidup rukun dimasyarakat tentunya juga harus
diimplementasikan dengan menghargai dan menghormati perbedaan dimasyarakat.
Pendidikan toleransi yang dirancang selama ini, sudah menjadi program tahunan baik dari
Kantor Kesatuan Bangsa, Kementerian Agama Kota dan Forum Kerukunan Umat
Beragama.

b. Kurangnya Kesadaran

Masih kurang kesadaran di antar umat beragama dari kalangan tertentu menggap
bahwa agamanya yang paling benar, misalnya di kalangan umat Islam yang dianggap
lebih memahami agama dan masyarakat Kristen menggap bahwa di kalangannya benar

c. Pemberitaan Media Massa

Media massa mempunyai peran dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama


terutama di Kota . Media yang baik adalah media yang mengabarkan informasi bersifat
edukasi kepada masyarakat bukan sebaliknya. Di lini media massa baik lokal maupun
nasional secara massif menginformasikan berbagai kasus intoleransi. Pemberitaan
tersebut terkesan memberikan informasi yang tidak relevan kepada masyarakat.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Menjaga Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama salah satunya dengan dialog antar
umat beragama. Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat yang modern yang demokratis
adalah terwujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan (pluralitas) masyarakat dan
bangsa serta mewujudkannya dalam suatu keniscayaan. Untuk itulah kita harus saling
menjaga kerukunan hidup antar umat beragama

Konflik antar-umat beragama umumnya tidak murni disebabkan oleh faktor agama,
tetapi oleh faktor politik, ekonomi atau lainnya yang kemudian dikaitkan dengan agama.
Sedangkan yang terkait dengan persoalan agama, di samping karena munculnya sikap
keagamaan secara radikal dan intoleran pada sebagian kecil kelompok agama, juga dipicu
oleh persoalan tentang pendirian rumah ibadah dan penyiaran agama serta tuduhan penodaan
agama. Persoalan pendirian rumah ibadah merupakan faktor yang paling banyak
mempengaruhi terjadinya perselisihan atau sikap intoleransi. Memang tahun 2014 toleransi
beragama ini berkembang lebih baik dari pada tahun-tahun sebelumnya, tetapi masih ada
beberapa peristiwa gangguan atau penghentian pembangunan rumah ibadah yang sudah
mendapatkan izin secara sah.

Peranan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota sudah cukup baik dengan melihat peranan
yang dijalankan tersebut mencakup fasilitator, koordinator dan regulator. Meskipun
demikian, dalam menjalankan peran dalam teknis dilapangan dinilai masih belum optimal.
Hal tersebut dikarenakan masih terdapat hambatan. Hambatan tersebut
diantaranya:Kurangnya Tingkat Kesadaran masyarakat dalam menjaga stabilitas keamanan
dan meminimalisir terjadinya konflik sosial yang ditimbulkan karena kesenjangan sosial dan
isu dimasyarakat, minimnya distribusi anggaran untuk forum kerukunan umat beragama serta
pemberitaan media massa yang berlebihan.
DAFTAR PUSTAKA

Abu, Ahmadi, 1982, Psikologi Sosial. Surabaya: PT. BinaIlmu.

Jalaluddin. (2004). Psikologi Agama. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Kencana, Inu. 2013. Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Bumi Aksara.

Labolo, Muhammad. 2011.Memahami Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Rajawali Pers

Ny. Dra. Sumber Saparin. 1997.Tata Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan Desa,
Yogyakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.

Poerwadarminta. W.J.S. 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

The Wahid Institute. “Kebebasan Beragama/Berkeyakinan dan Intoleransi 2014”, dalam


laporan Tahunan penelitian. (The Wahid Institute, Jakarta). 2014

Anda mungkin juga menyukai