Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

STRATEGI DAN INDIKATOR KEBERHASILAN


PEMBERANTASAN KORUPSI

Disusun Oleh :

INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI

JATINANGOR

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah swt. atas limpahan rahmat, hidayah serta
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tanpa suatu halangan yang
berarti. Tidak lupa sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan nabi besar
Muhammad SAW.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah yang berjudul Strategi dan Indikator
Keberhasilan Pemberantasan Korupsi ini adalah sebagai pemenuhan tugas yang diberikan
demi tercapainya tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.
Tidak lupa ucapan terimakasih kami tujukan kepada pihak-pihak yang turut
mendukung terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan
demi terciptanya makalah yang lebih baik selanjutnya. Dan semoga dengan hadirnya makalah
ini dapat memberi manfaat bagi pembaca sekalian.

Jatinangor, Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI......................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................6
1.3 Tujuan.................................................................................................................7
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................8
2.1 Strategi dan rencana aksi nasional pemberantasan korupsi................................8
2.2 Indikator Keberhasilan Pemberantasan Korupsi................................................14
2.3 eferensi Role Model Negara/Daerah/Instansi yang Antikorupsi........................18
2.4 Berbagai Usaha Mencegah dan Menentang Korupsi ........................................22
2.5 Tujuan Akhir Dari Berbagai Usaha Mencegah dan Menentang Korupsi..........28
BAB III PENUTUP...........................................................................................................31
3.1 Kesimpulan........................................................................................................31
3.2 Saran...................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................32

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pemberantasan tindak pidana korupsi selalu menjadi perhatian yang lebih

dibandingkan dengan tindak pidana lain di berbagai belahan dunia. Fenomena ini

dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana

ini. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang kehidupan.

Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat membahayakan

pembangunan sosial ekonomi dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai

demokrasi dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah

budaya. Korupsi merupakan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil

dan makmur.

Pembicaraan tentang korupsi seakan tidak ada putus-putusnya.

Fenomena ini memang sangat menarik untuk dikaji, apalagi dalam situasi seperti

sekarang ini, dimana ada indikasi yang mencerminkan ketidakpercayaan rakyat

terhadap pemerintah. Tuntutan akan pemerintahan yang bersih semakin keras,

menyusul krisis ekonomi akhir-akhir ini, serta pertumbuhan ekonomi di Indonesia

yang sangat lambat.

Masalah korupsi bukan masalah baru dalam persoalan hukum dan ekonomi

bagi suatu negara karena masalah korupsi telah ada sejak ribuan tahun yang lalu,

baik di negara maju maupun di negara berkembang

1
termasuk juga di Indonesia. Korupsi telah merayap dan menyelinap dalam berbagai

bentuk, atau modus operandi sehingga menggerogoti keuangan negara,

perekonomian negara dan merugikan kepentingan masyarakat1.

Korupsi di Indonesia terus menunjukan peningkatan dari tahun ke

tahun. Baik dari jumlah kasus yang terjadi maupun jumlah kerugian keuangan

Negara. Kualitas tindak pidana korupsi yang dilakukan juga semakin sistematis

dengan lingkup yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Kondisi

tersebut menjadi salah satu faktor utama penghambat keberhasilan untuk

mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur sebagaimana

diamanatkan oleh Undang-Undang dalam memberantas korupsi.

Salah satu agenda reformasi yang direncanakan oleh para reformis adalah

memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Pada waktu digulirkannya

reformasi ada suatu keyakinan bahwa peraturan perundangan yang dijadikan

landasan untuk memberantas korupsi dipandang tidak sesuai dengan kebutuhan

masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Negara

Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VIII/MPR/2001

Tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemerintah dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan

Nepotisme dan butir c konsideran Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dinyatakan sebagai berikut: “Bahwa

undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam

masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang-undang Pemberantasan

2
Tindak Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih efektif dalam

mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi.”

Tahun 2001 Undang–undang Nomor 30 Tahun 1999 di sempurnakan

kembali dan diubah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Penyempurnaan ini dimaksud untuk lebih menjamin kepastian hukum

menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan terhadap

hak–hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakukan yang adil dalam

memberantas tindak pidana korupsi.

Kepolisian Negara Republik Indonesia tupoksinya diatur dalam Undang–

Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tugas

Pokok Kepolisian diatur dalam Pasal 13 berbunyi : “dalam mengemban tugasnya

kepolisian mempunyai tugas pokok :

1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat ;

2. Menegakkan hukum ;

3. Melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat.

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana korupsi, mengartikan korupsi yaitu “ setiap

3
orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri

atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara

atau perekonomian Negara”. Sedangkan penyalahgunaan kewenangan yang

dilakukan dalam jabatan juga masuk dalam ranah korupsi bila perbuatannya itu

merugikan keuangan Negara, seperti yang tercantum dalam Pasal 3 ; “ setiap orang

yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada

padanya karea jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara

atau perekonomian Negara ”.

Peran lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penegakan

hukum terdapat pemberantasan tindak pidana korupsi terdapat dalam Undang –

Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,

berada dalam tugas penyelidikan Pasal 14 huruf g yang menyebutkan “Kepolisian

Negara Republik Indonesia melakukan penyidikan terhadap semua tindak pidana

sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya“.

Dan sesuai dengan bunyi Pasal 25 Undang–Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

pemberantasan tindak pidana korupsi bahwa “penyidikan, penuntutan dan

pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus

didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya”. Hal ini selaras

dengan semangat reformasi Polri yang membuat grand strategy Polri dengan

Kebijakan Strategis Pimpinan Polri

4
di dalamnya, bahwa Pemberantasan tindak Pidana Korupsi adalah merupakan

prioritas bagi Polri.

Peran Polri disini menjadi sangat penting, karena Polri menjadi ujung

tombak dalam penegakan hukum, sehingga di tuntut optimalisasi dalam penanganan

tindak pidana korupsi2. Menyadari kompleknya permasalahan korupsi ditengah-

tengah krisis multidimensional serta ancaman yang nyata yang pasti akan terjadi,

yaitu dampak dari kejahatan tindak pidana korupsi3. Tindak pidana korupsi yang

sering terjadi merupakan permasalahan nasional yang harus dihadapi secara

sungguh- sungguh, upaya penanggulangan melalui keseimbangan langkah–langkah

yang tegas dan jelas melibatkan semua potensi yang ada di dalam Masyarakat

khususnya pemerintah dan aparat penegak hukum.

Pejabat di masyarakat yang sering tertangkap menyalahgunakan

kewenangannya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,

penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat diatur dalam Undang- Undang Nomor 30

Tahun 2014 tentang Administrasi pemerintahan. Tujuannya, yaitu pengaturan yang

jelas terhadap tata tertib administrasi pemerintah dalam menjalankan pemerintah

seperti mengatur kewenangan, jenis-jenis keputusan, sistim dan model pengujian

keputusan, sanksi administrasi dan lain-lain.

Penegakan hukum terhadap penyelenggara pemerintahan, menurut

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi pemerintahan

menjadi landasan baru bagi peradilan tata usaha Negara dalam menguji sengketa

tata usaha Negara tentang penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh

penyelenggara pemerintahan harus dibuktikan di Pengadilan Tata Usasa Negara.

Pihak yang berhak mengawasi terjadinya penyalahgunaan wewenang yang terdiri

5
dari melampaui wewenang adalah pengawas internal instansi yang bersangkutan

yaitu Inspektorat di tiap–tiap kabupaten. Setelah melakukan pemeriksaan, pengawas

Internal akan membuat suatu kesimpulan berupa “tidak dapat kesalahan” atau

“terdapat kesalahan administrasi atau bukan terdapat kesalahan administratif yang

menimbulkan kerugian keungan Negara”. Istimewanya dalam waktu 10 hari

kerugian Negara itu diharapkan akan dikembalikan oleh badan atau pejabat

pemerintah yang melakukan . ketentuan istimewa lainnya berasal dari Pasal 21

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 bahwa suatu putusan administratif

pemerintah baru dapat dinyatakan melampaui wewenang dan sewenang-wenang

setelah diuji di Pengadilan Tata usaha Negara tingkat pertama dapat banding.tetapi

setelah itu, upaya hukum akan berakhir dan putusan banding dinyatakan final and

binding.

Ketentuan–ketentuan yang tertuang dalam UURI Nomor 30 Tahun 2014

ini, nyata-nyata tidak selaras dengan UURI Nomor 31 Tahun 1999 tentang

pemberantasan tindak pidana korupsi yang diubah dengan Undang – Undang Nomor

20 tahun 2001 tentang perubahan Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 yaitu

Pasal 3 Undang-Undang ini mengatur bagaimana setiap orang yang

menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang

6
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara

atau perekonomian Negara. Setiap orang yang memenuhi unsur–unsur delik yang diatur

dalam pasal 3 (bukan hanya pegawai negeri) terancam pidana penjara 1 sampai 20

tahun.

Mengenai kerugian keuangan Negara di dalam pasal 4 Undang- Undang

Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang diubah

dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999’ pengembalian keuangan Negara tidak dihapuskan dipidananya

pelaku. Artinya pelaku tetap di proses sesuai hukum yang berlaku, sebaliknya dalam

Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2014 dalam tempo 10 hari pelaku dapat

mengembalikan kerugian keuangan Negara itu. Sejak awal, perbuatannya kendati

merugikan keuangan Negara, sudah dianggap bukan tindak pidana. Oleh karena itu

pelaku tidak perlu takut dipidana berapa besarpun kerugian keuangan Negara yang

timbul akibat perbuatannya karena yang menanti adalah hukuman yang bersifat

administratif4.

Ketentuan ini lebih diperjelas dengan tiadanya ketentuan lebih

lanjut dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 seandainya kerugian Negara itu

tidak dikembalikan kendati waktu 10 hari telah berlaku sehingga berlakunya Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2014 yang mengakibatkan mempengaruhi terhadap

penanganan tindak pidana korupsi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian dalam latar belakang, maka permasalahan yang

dapat di rumuskan dalam makalah ini adalah :

6
1) Bagaimana strategi dan rencana aksi nasional pemberantasan korupsi ?
2) Apa saja indikator keberhasilan pemberantasan korupsi ?
3) Apa saja referensi role model negara/daerah/instansi yang antikorupsi?
4) Apa saja usaha mencegah dan menentang korupsi ?
5) Apa tujuan akhir dari berbagai usaha mencegah dan menentang korupsi ?

1.3 Tujuan

1) Mendeskripsikan strategi dan rencana aksi nasional pemberantasan korupsi


2) Mendeskripsikan indikator keberhasilan pemberantasan korupsi
3) Mengetahui referensi role model negara/daerah/instansi yang antikorupsi
4) Mengetahui usaha mencegah dan menentang korupsi
5) Mengetahui tujuan akhir dari berbagai usaha mencegah dan menentang korupsi

7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Strategi dan rencana aksi nasional pemberantasan korupsi

Membuat rencana aksi adalah langkah awal yang mutlak dilakukan jika kita ingin
turut serta dalam gerakan pemberantasan korupsi. Rencana aksi bisa dimulai dari menentukan
masalah korupsi yang ingin diselesaikan.

Merancang Rencana Aksi Pemberantasan Korupsi dengan Metode SMART

Merancang rencana aksi adalah tahapan yang mesti dilalui para peserta diklat, e-
learning, atau siapapun yang ingin terlibat dalam gerakan pemberantasan korupsi. Bukan
tanpa sebab, rencana aksi akan menjadi pengejawantahan ilmu yang telah didapat ke dalam
tataran praktis. Harapannya, ilmu yang terwujud menjadi aksi dapat membantu mencegah
tindak korupsi di instansi atau lembaga yang bersangkutan.

Merancang rencana aksi tidak bisa sembarangan, mesti sistematis dan terstruktur agar
bisa berhasil. Salah satu metode yang bisa digunakan adalah SMART, kependekan dari
Specific, Measurable, Achievable, Relevant, dan Timely.

Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh konsultan Amerika Serikat George T.
Doran dalam artikelnya pada 1981 berjudul "There's a S.M.A.R.T. Way to Write
Management's Goals and Objectives". Dalam tulisan tersebut, Doran menyadari bahwa
banyak perusahaan memiliki objektif yang terlalu luas dan sulit tercapai. Metode SMART
dirancang untuk memberikan arah yang jelas dan terukur bagi perusahaan untuk mencapai
target mereka.

Berikut adalah penjabaran tentang metode SMART yang bisa diaplikasikan oleh siapa
saja dan organisasi apa saja, termasuk untuk membentuk rencana aksi pemberantasan
korupsi:

1. Specific

Sesuai artinya, maka kata pertama ini menekankan pentingnya menetapkan target
yang spesifik. Hindari target yang terlalu umum atau kurang mendetail. Target tidak boleh
ambigu, harus jelas. dan dipaparkan dengan bahasa yang lugas.
8
Misalnya tetapkan target seperti ini: "Menerapkan layanan publik berintegritas di 8
Kantor Kecamatan Jakarta Pusat dalam 8 bulan". Target tersebut jelas dan terarah, memiliki
cakupan dan waktu yang detail juga. Hindari menggunakan target yang terlalu bias, luas, dan
multitafsir, seperti “Tingkatkan layanan publik berintegritas setiap hari".

Untuk menetapkan tujuan yang spesifik, kita juga harus menyampaikan kepada tim
yang terlibat mengenai harapan dan keinginan dengan detail. Mengapa hal ini penting, siapa
yang akan terlibat, di mana akan dijalankan, dan atribut apa saja yang krusial.

Setidaknya pertanyaan 5W ini harus terjawab saat rencana aksi dijalankan:

- What: Apa yang ingin dicapai?

Misalnya: Peningkatan layanan publik yang berintegritas di 8 Kecamatan dalam


waktu 8 bulan.

- Why: Mengapa harus dicapai?

Misalnya: Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, mencegah tindak pidana


korupsi, dan meningkatkan kinerja serta prestasi ASN.

- Who: Siapa yang terlibat?

Misalnya: Seluruh Penyuluh Antikorupsi (Paksi) atau ASN di Kecamatan.

-Where: Di mana target akan dicapai?

Misalnya: 8 Kecamatan di wilayah A.

- Which: Identifikasi persyaratan untuk mencapai target dan kendala yang menghalagi
tercapainya target.

Misalnya: Persyaratan untuk mencapai target adalah semakin cepatnya pengurusan


dokumen, tidak adanya lagi gratifikasi dll. Kendala misalnya, peraturan birokrasi yang
berbelit-belit sehingga harus dipangkas.

2. Measurable

Kata kedua yang bermakna "terukur" ini menekankan pentingnya kriteria yang
digunakan untuk mengukur besarnya kemajuan yang dibuat dalam mencapai target. Filosofi
yang melatarbelakangi poin ini adalah: “Jika target tidak dapat diukur, mustahil mengetahui
apakah kita telah membuat kemajuan dalam mencapai tujuan akhirnya”.

9
Kemajuan yang terukur akan membantu tim tetap berada di jalur yang benar,
menepati tenggat waktu, dan merasakan semangat ketika memperoleh hasil yang
menggembirakan. Ketika mengetahui adanya kemajuan dan target semakin dekat tercapai,
maka akan tercipta euforia yang bisa meningkatkan kinerja.

Target yang terukur akan mampu menjawab salah satu pertanyaan:

Apa perubahan yang telah dilakukan?

Berapa banyak kemajuannya?

Bagaimana kita mengetahui bahwa target tersebut telah tercapai?

3. Attainable

Kata ketiga yang bermakna "dapat dicapai" ini menekankan bahwa target harus
realistis dan bisa diraih. Target tidak boleh dibuat terlalu mudah sehingga tidak mampu
mendongkrak kinerja, tapi juga tidak boleh terlalu sulit sehingga terasa mustahil dicapai.

Target yang ditetapkan akan dapat dicapai jika kita telah menentukan apa yang
terpenting untuk dilakukan, lalu mampu membayangkan langkah demi langkah untuk
mewujudkannya. Untuk itu, kita akan mengembangkan perilaku, kemampuan, keahlian, dan
kapasitas finansial untuk mencapainya.

Target yang attainable akan menjawab pertanyaan seperti:

- How: Bagaimana target tersebut akan dicapai?

4. Relevant

Kata keempat "relevan" menekankan memilih target yang tepat. Target yang
ditetapkan, khususnya dalam rencana aksi pemberantasan korupsi, mestilah relevan dengan
kebutuhan masyarakat dan target-target lainnya.

Misalnya tentang menciptakan layanan publik berintegritas, apakah langkah-langkah


yang dilakukan telah disesuaikan dengan keinginan masyarakat, apakah masyarakat benar-
benar terbantu, atau apakah target ini selaras dengan kebijakan pemerintah.

Sebuah target yang relevan akan mendapat jawaban 'ya' untuk semua pertanyaan ini:

- Apakah target ini layak diperjuangkan?

- Apakah target ini ada di waktu yang tepat?

10
- Apakah target ini sesuai dengan kebutuhan dan target kita yang lain?

- Apakah kita orang yang tepat untuk mengejar target ini?

5. Timely

Kata kelima yaitu "tepat waktu" menekankan pentingnya menetapkan target dengan
kerangka waktu, yaitu memberikan tenggat waktu pencapaiannya. Setiap target memerlukan
tenggat waktu untuk membantu kita tetap fokus dan bergerak maju.

Tenggat waktu akan menimbulkan urgensi dan membantu menetapkan skala prioritas
dalam pengerjaannya. Target dengan tenggat waktu akan menjawab pertanyaan berikut:

- Kapan?

- Apa yang bisa saya selesaikan dalam 6 bulan dari sekarang?

- Apa yang bisa saya selesaikan dalam 6 minggu dari sekarang?

- Apa yang bisa saya selesaikan hari ini?

Metode SMART memberikan kerangka kerja yang jelas dan sederhana,


menjadikannya sangat populer digunakan oleh berbagai perusahaan untuk mencapai tujuan
bisnis mereka. Kunci dari metode SMART adalah mendorong kita untuk bertindak lebih
terarah dan terukur untuk mencapai target.

Tidak mesti kelima langkah SMART bisa dilakukan bersamaan, namun setidaknya
dengan mengacu pada salah satu metode ini rencana aksi pemberantasan korupsi bisa
memiliki tujuan yang jelas.

Menuliskan rencana aksi dengan metode SMART memang mudah, yang sulit adalah
melakukannya dengan konsisten. Maka peganglah erat-erat rencana aksi yang sudah kita
buat, dengan niat tulus untuk memperbaiki sistem dan memberantas korupsi di negeri ini.

Trisula Strategi Pemberantasan Korupsi KPK untuk Visi Indonesia Bebas dari
Korupsi

Memberantas korupsi di Indonesia bukan pekerjaan mudah dan perlu kerja berkelanjutan
yang melibatkan semua pihak. Ada tiga strategi pemberantasan korupsi yang tengah
dijalankan di Indonesia, KPK menyebutnya: Trisula Pemberantasan Korupsi.

11
Layaknya trisula yang memiliki tiga ujung tajam, Trisula Pemberantasan Korupsi memiliki
tiga strategi utama, yaitu Penindakan, Pencegahan, dan Pendidikan.

Sula Penindakan menyasar peristiwa hukum yang secara aktual telah memenuhi unsur tindak
pidana korupsi sesuai undang-undang. Sula ini tidak hanya mengganjar hukuman penjara dan
denda bagi para pelaku korupsi, tapi juga memberikan efek jera bagi para korupsi dan
masyarakat. Sementara Sula Pencegahan adalah perbaikan sistem untuk menutup celah-celah
korupsi, dilengkapi oleh sosialisasi dan kampanye antikorupsi melalui Sula Pendidikan.

Trisula Pemberantasan Korupsi ini selalu digaungkan oleh para Pimpinan KPK dalam
berbagai kesempatan. Harapannya, Trisula akan membantu menyukseskan Visi Indonesia
2045 —yaitu negara dengan PDB terbesar ke-5 (PDB $ 7 triliun dan pendapatan per kapita $
23.199) dan mengurangi kemiskinan hingga mendekati nol.

Mari kita bahas satu per satu Trisula Pemberantasan Korupsi KPK:

1. Sula Penindakan

Sula Penindakan adalah strategi represif KPK dalam menyeret koruptor ke meja hijau,
membacakan tuntutan, serta menghadirkan saksi-saksi dan alat bukti yang menguatkan.
Strategi ini terdiri dari beberapa tahapan, yaitu penanganan laporan aduan masyarakat,
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga eksekusi.

Pengaduan masyarakat merupakan sumber informasi yang sangat penting bagi upaya
pemberantasan korupsi. Karena itulah, KPK memperkuat whistleblowing system yang
mendorong masyarakat mengadukan tindak pidana korupsi. Pengaduan masyarakat atas
dugaan tindak pidana korupsi bisa dilakukan di situs KPK.

KPK akan melakukan proses verifikasi dan penelaahan untuk memastikan apakah sebuah
aduan bisa ditindaklanjuti ke tahap penyelidikan. Di tahap penyelidikan, KPK akan mencari
sekurang-kurangnya dua alat bukti untuk melanjutkan kasus ke proses penyidikan. Pada tahap
ini, salah satunya ditandai dengan ditetapkannya seseorang menjadi tersangka.

Selanjutnya adalah tahap penuntutan dan pelimpahan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Tahapan berikutnya adalah pelaksanaan putusan pengadilan. Eksekusi yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap, dilakukan oleh jaksa.

2. Sula Pencegahan

12
Harus diakui masih banyak sistem di Indonesia yang membuka peluang terjadinya korupsi.
Misalnya, rumitnya prosedur pelayanan publik atau berbelitnya proses perizinan sehingga
memicu terjadinya penyuapan dan penyalahgunaan kekuasaan. Sistem dengan celah korupsi
juga kerap terjadi pada proses pengadaan barang dan jasa yang sarat konflik kepentingan.

Sula Pencegahan mencakup perbaikan pada sistem sehingga meminimalisasi terjadinya


tindak pidana korupsi. Pada strategi ini, KPK akan melakukan berbagai kajian untuk
kemudian memberikan rekomendasi kepada kementerian atau lembaga terkait untuk
melakukan langkah perbaikan.

Di antara perbaikan yang bisa dilakukan misalnya, pelayanan publik yang dibuat transparan
melalui sistem berbasis online atau sistem pengawasan terintegrasi. KPK juga mendorong
penataan layanan publik melalui koordinasi dan supervisi pencegahan (korsupgah), serta
transparansi penyelenggara negara (PN).

Untuk transparansi PN, KPK menerima laporan atas Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara
Negara (LHKPN) dan gratifikasi. Penyerahan LHKPN wajib dilakukan semua penyelenggara
negara. Sedangkan untuk gratifikasi, penerima wajib melaporkan kepada KPK dalam jangka
waktu 30 hari sejak menerimanya. Jika tidak melaporkannya, maka pegawai negeri tersebut
dianggap menerima suap.

3. Sula Pendidikan

Sula Pendidikan digalakkan dengan kampanye dan edukasi untuk menyamakan pemahaman
dan persepsi masyarakat tentang tindak pidana korupsi, bahwa korupsi berdampak buruk dan
harus diperangi bersama.

Harus diakui, masyarakat tidak memiliki pemahaman yang sama mengenai korupsi. Contoh
paling mudah adalah soal memberi "uang terima kasih" kepada aparat pelayan publik yang
masih dianggap hal lumrah. Padahal uang terima kasih adalah gratifikasi yang dapat
mengarah kepada korupsi.

Melalui Sula Pendidikan, KPK ingin membangkitkan kesadaran masyarakat mengenai


dampak korupsi, mengajak masyarakat terlibat dalam gerakan pemberantasan korupsi, serta
membangun perilaku dan budaya antikorupsi.

Salah satu bentuk konkret edukasi anti korupsi adalah diterbitkannya Permenristekdikti
Nomor 33 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penyelenggaraan Pendidikan Anti Korupsi (PAK)

13
di Perguruan Tinggi. Melalui Peraturan Menteri ini, perguruan tinggi negeri atau swasta
wajib mengadakan mata kuliah pendidikan antikorupsi untuk para mahasiswanya.

Tidak hanya bagi mahasiswa dan masyarakat umum, pendidikan antikorupsi juga
disampaikan kepada anak-anak usia dini, sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Salah
satu bentuknya dengan berbagai permainan dan tontonan anak yang bertemakan integritas.
Dengan sasaran usia yang luas tersebut, KPK berharap, pada saatnya nanti di negeri ini akan
dikelola oleh generasi antikorupsi.

Semua Pihak Berperan

Tentunya Trisula Pemberantasan Korupsi tidak akan berhasil jika hanya dilakukan oleh KPK.
Membutuhkan peran serta semua pihak untuk bisa mewujudkan negara yang bebas dari
korupsi, dari pemerintah hingga masyarakat.

Butuh komitmen dan political will dari pemerintah dan publik untuk menuntut standar etis
dan norma yang lebih tinggi, bahwa korupsi bukan hanya soal melawan hukum tapi juga
merusak sendi-sendi kebangsaan.

Pihak swasta yang kerap juga terlibat dalam kasus korupsi harus juga berperan dalam strategi
ini. Karena itulah, Trisula Pemberantasan Korupsi juga diarahkan ke sektor swasta secara
proporsional.

Masyarakat sipil yang bersemangat antikorupsi dan media massa yang independen juga
menjadi salah satu kunci memberantas korupsi di tanah air. Sinergitas KPK dengan aparat
penegak hukum lainnya, kementerian atau lembaga, organisasi pemerintah dan non
pemerintah mesti ditingkatkan untuk mendeteksi dan menindak para pelaku korupsi.

2.2 Indikator Keberhasilan Pemberantasan Korupsi

Tiga Indikator Keberhasilan Pemberantasan Korupsi

Upaya pemberantasan korupsi di sebuah negara mesti terus dipantau perkembangannya,


untuk mengetahui apakah strategi yang digunakan sudah tepat atau belum. Setidaknya ada
tiga indikator keberhasilan pemberantasan korupsi yang digunakan sebagai alat pengukuran
di Indonesia, yaitu Survei Penilaian Integritas (SPI), Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK), dan
Indeks Persepsi Korupsi (IPK).

14
Ketiga indikator ini menunjukkan tingkat korupsi di sebuah daerah atau negara yang
laporannya dirilis setiap tahun. Dari perbandingan dari tahun ke tahun dari indikator tersebut,
kita jadi bisa tahu apakah ada peningkatan atau penurunan tindak pidana korupsi. Selain itu,
kita juga bisa tahu perubahan perilaku masyarakat dalam menanggapi korupsi.

Mari kita bahas satu per satu indikator tersebut

Survei Penilaian Integritas (SPI)

SPI dirilis oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI setiap tahun. Survei yang
dikembangkan oleh Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK ini bertujuan untuk
memetakan risiko korupsi dan tingkat integritas, serta mengukur capaian upaya pencegahan
korupsi di kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. Hasil dari survei akan menjadi dasar
menyusun rekomendasi peningkatan upaya pencegahan korupsi melalui rencana aksi.

Penilaian didasarkan pada persepsi dan pengalaman para pemangku kepentingan instansi
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/PD), yang terdiri dari pegawai, pengguna
layanan atau mitra kerja sama, dan para ahli dari berbagai kalangan. Dimensi Pengukuran
survei penilaian integritas adalah budaya organisasi, pengelolaan SDM, pengelolaan
anggaran, dan sistem antikorupsi. Dimensi budaya organisasi menilai Informasi terkait
institusi, keberadaan calo, nepotisme tugas, prosedur layanan, dan kejadian suap/gratifikasi.

Hasil survei adalah skala 1 hinga 100 yang menunjukkan level integritas instansi, semakin
tinggi angkanya maka semakin baik tingkat antikorupsinya. Survei pada 2021 melibatkan 640
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dengan rincian yaitu 98 Kementerian/Lembaga,
34 Pemerintah Provinsi, dan 508 Pemerintah Kabupaten/Kota dan diikuti oleh 255.010
responden di seluruh Indonesia. Pada rilis KPK pada Desember 2021, hasil SPI di tahun 2021
adalah angka 72,4 atau melebihi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN).

Adapun rekomendasi dari hasil SPI 2021 adalah:

o Meminimalisir perdagangan pengaruh dalam pengambilan keputusan (misal:


optimalisasi, teknologi, pengelolaan konflik kepentingan/CoI)
o Memaksimalkan kemampuan sistem serta sumber daya internal untuk mendeteksi
kejadian korupsi
o Optimalisasi pengawasan internal dan eksternal

15
o Penguatan sosialisasi, kampanye dan pelatihan antikorupsi terhadap pegawai/pejabat
dan pengguna layanan
o Peningkatan kualitas sistem merit dan pengaturan pengelolaan CoI
o Pengembangan sistem pengaduan masyarakat terkait korupsi

Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK)

Indikator lainnya yang digunakan adalah Indeks Perilaku Antikorupsi atau IPAK. IPAK
dikeluarkan setiap tahunnya oleh Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS) untuk mengukur
tingkat perilaku antikorupsi sehari-hari di masyarakat.

IPAK mengukur tingkat permisifitas masyarakat terhadap perilaku antikorupsi dan mencakup
tiga fenomena utama korupsi, yaitu penyuapan (bribery), pemerasan (extortion), dan
nepotisme (nepotism). Nilai IPAK berkisar pada skala 0 sampai 5. Semakin mendekati 5
berarti masyarakat semakin antikorupsi.

IPAK disusun berdasarkan dua dimensi, yaitu Dimensi Persepsi dan Dimensi Pengalaman.
Dimensi Persepsi berupa penilaian atau pendapat terhadap kebiasaan perilaku anti korupsi di
masyarakat. Sementara itu, Dimensi Pengalaman berupa pengalaman anti korupsi yang
terjadi di masyarakat.

Pada rilis IPAK 2021, BPS mencatatkan nilai 3,88, meningkat dari tahun 2020 yaitu 3,84.
Peningkatan ini disebabkan adanya peningkatan pemahaman dan penilaian masyarakat terkait
perilaku antikorupsi, terutama di lingkup keluarga dan komunitas.

Dari hasil IPAK ini, BPS memberikan beberapa rekomendasi untuk upaya pemberantasan
korupsi dan edukasi antikorupsi. Pada 2021, BPS menekankan pentingnya penanaman
budaya integritas dan nilai antikorupsi mulai dari lingkup keluarga sedari dini. Peningkatan
penyebaran informasi antikorupsi juga perlu dilakukan secara langsung kepada tokoh
masyarakat dan agama, pemerintah, ormas, dan yang lainnya.

Indeks Persepsi Korupsi (IPK)

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perceptions Index (CPI) adalah pengukuran
korupsi sektor publik sebuah negara yang digunakan secara internasional. IPK dianggap
sangat kredibel dan diakui dunia sehingga menjadi kebanggaan bagi negara jika menempati
deretan ranking puncak. Sebaliknya, jadi aib dan memalukan jika sebuah negara berada di
deretan terbawah.

16
IPK diterbitkan setiap tahunnya oleh organisasi non-pemerintahan asal Jerman, Transparency
International sejak 1995. Hasil IPK dikeluarkan berdasarkan asesmen dan survei opini yang
dikumpulkan oleh 12 institusi terkemuka, di antaranya Bank Dunia dan Forum Ekonomi
Dunia.

Hasil survei diwujudkan dalam bentuk ranking dan skor dengan skala 1-100. Semakin tinggi
skornya, maka semakin bersih negara tersebut dari korupsi. Jika skornya semakin mendekati
nol, maka semakin korup negara tersebut.

Pada IPK 2021 yang dirilis Januari 2022, survei dilakukan terhadap 180 negara di dunia.
Lima negara dengan ranking teratas adalah langganan juara pada IPK, yaitu Denmark,
Selandia Baru, Finlandia, Singapura, dan Swedia. Kelima negara ini mendapatkan skor 85-
88, yang artinya "hampir" bersih dari korupsi. Kesamaan di antara kelima negara ini adalah
transparansi keuangan dan tingkat integritas yang tinggi.

Sementara lima negara terbawah dalam ranking IPK adalah Venezuela, Yaman, Suriah,
Somalia, dan Sudan Selatan dengan skor 12-15, yang artinya korupsi sudah merajalela.
Kelima negara memiliki kesamaan, yaitu tengah dalam kondisi krisis keuangan parah dan
konflik bersenjata.

Di mana posisi Indonesia? Indonesia berada di ranking 96 bersama dengan Brasil, Lesotho,
dan Turki dengan skor 38. Skornya memang naik satu poin dibanding IPK 2020, namn tetap
saja ini angka yang bisa membuat kita membusungkan dada.

Di mata internasional Indonesia memang masih jauh dari kata bebas dari korupsi,
berdasarkan skor IPK terbaru. Namun kita tidak boleh berputus asa, masih ada harapan
terbentang di depan. Harapan ini mesti terus dijaga, salah satunya dengan terus meningkatkan
nilai-nilai integritas di dalam diri sendiri dan lingkungan.

Pemerintah Indonesia tidak hanya berpangku tangan melihat negaranya digerogoti oleh para
koruptor. Upaya-upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi masih terus digalakkan tanpa
lelah oleh para pemangku kepentingan, disokong secara langsung KPK.

Harapannya ke depan, indikator-indikator ini akan memberikan angka yang baik bagi
Indonesia. Tentu saja tidak sekadar angka, namun juga diwujudkan pada berbagai kemajuan
yang dapat dirasakan masyarakat. Karena penurunan tingkat korupsi, berarti juga akan
berdampak pada meningkatnya layanan kesehatan, pendidikan, pembangunan, dan
pengentasan kemiskinan.

17
2.3 Referensi Role Model Negara/Daerah/Instansi yang Antikorupsi

Belajar dari Tiga Negara Paling Antikorupsi di Dunia

Kemakmuran di sebuah negara dapat terwujud jika korupsi yang perlahan menggerus

kesejahteraan rakyat bisa dihapuskan. Terdengar klise? Tidak juga. Hal ini sudah terbukti di

tiga negara yang selalu menempati posisi pertama pada Indeks Persepsi Korupsi. Kondisi

mereka sejahtera, makmur, aman dan sentosa.

Ketiga negara ini adalah Denmark, Finlandia, dan Selandia Baru. Ketiganya sama-sama

berada di ranking pertama dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2021 yang dirilis pada

Januari 2022 lalu dengan skor 88 dari 100.

IPK setiap tahunnya dikeluarkan oleh lembaga Transparency International untuk

mengukur tingkat korupsi sebuah negara. Skala yang digunakan adalah skor dari 100 (bersih

dari korupsi) hingga nol (sangat korup). Beberapa indikator penghitungan skor yang kredibel

menjadikan IPK sebagai basis pengukuran tingkat korupsi terpercaya di seluruh dunia.

Berikut ketiga negara yang selalu langganan di ranking satu antikorupsi ini.

Denmark

Posisi Denmark hampir tidak pernah bergeser di ranking pertama IPK setiap

tahunnya. Di negara skandinavia ini, korupsi seakan kata yang asing. Bisnis di Denmark bisa

berjalan dengan mulus tanpa hambatan korupsi, suap, atau pemerasan.

Undang-undang Kriminal Denmark soal larangan menerima suap dan jenis korupsi lainnya

benar-benar bekerja dengan baik dan dipatuhi. Tidak hanya untuk pegawai pemerintah atau

penyelenggara negara, penyuapan juga dilarang di Denmark untuk perusahaan swasta dan

pegawai negeri asing.

Hasilnya bisa ditebak, Denmark menjadi salah satu negara yang paling makmur. Kesenjangan

pendapatan di Denmark adalah salah satu yang paling kecil di dunia. Tingkat pengangguran

juga sangat kecil, dan mendapatkan pekerjaan di Denmark mudah.

18
Fasilitas kesehatan di negara berpenduduk 5,8 juta orang ini gratis, berkat pengelolaan pajak

penghasilan yang baik oleh pemerintah. Hal ini juga terjadi berkat sinergi antara pemerintah

pusat Kopenhagen dan pemerintah daerah: pusat membuat regulasi kesehatan dan alokasi

dana, daerah menerapkannya dengan layanan kesehatan yang baik tanpa dikorupsi.

Pendidikan di Denmark juga gratis untuk penduduk dan warga pendatang dari negara Uni

Eropa. Selain itu, para pelajar rutin mendapatkan bantuan langsung tunai per bulannya DKK

950 (sekitar Rp 2 juta) bagi yang masih tinggal dengan orang tua, atau DKK 5.486 (sekitar

Rp 12 juta) bagi pelajar yang tinggal jauh dari orang tua.

Finlandia

Finlandia juga sangat membanggakan posisinya sebagai negara paling bebas korupsi

di dunia. Korupsi pemerintahan hampir nihil di Finlandia saat ini, tidak ada tradisi suap

menyuap dan gratifikasi. Perihal korupsi semuanya tercantum dalam UU Pidana Finlandia

dan ditegakkan dengan baik.

Bersihnya Finlandia dari korupsi juga berkat kultur keterbukaan dan transparansi dari

penyelenggara negara, sistem pengendalian internal dan eksternal yang luar biasa, hinga

keterlibatan masyarakat sipil dalam pemberantasan korupsi.

Korupsi yang hampir nol tentu saja berdampak pada pelayanan publik yang mengagumkan

untuk rakyatnya. Di Finlandia pendidikan gratis, mulai dari SD hingga universitas. Layanan

kesehatan hampir seluruhnya dibiayai oleh pajak, artinya rakyat bisa mendapatkan

pengobatan gratis.

Korupsi tidak dipungkiri berdampak pada tingginya angka kemiskinan yang kemudian

merembet pada meningkatnya kriminalitas. Hal ini tidak terjadi di Finlandia sebagai negara

paling bersih dari korupsi. Negara di utara Eropa ini dianggap sebagai yang paling aman di

dunia, berdasarkan laporan Forum Ekonomi Dunia pada 2017.

19
Kesejahteraan dan kemakmuran tersebut akhirnya menjadikan Finlandia selalu berada di

jajaran teratas negara paling bahagia di dunia dalam Laporan Kebahagiaan Dunia PBB setiap

tahunnya. Predikat ini tentu saja tidak akan diberikan jika 5,5 juta rakyatnya tidak puas

dengan jalannya pemerintahan dan kehidupan di Finlandia.

Selandia Baru

Dalam berbagai pengukuran korupsi di seluruh dunia, Selandia Baru selalu berada di

urutan teratas negara paling bersih dari korupsi. Negara di Pasifik ini dianggap memiliki

regulasi yang efektif untuk mencegah korupsi.

Di Selandia Baru, prinsip transparansi dikedepankan dan birokrasi dipangkas. Iklim usaha

juga sangat kondusif di negara ini, dengan pengurusan izin usaha yang bisa beres dalam

waktu sehari saja.

Selandia Baru juga sukses menegakkan hukum antikorupsi yang memiliki ancaman penjara

hingga 14 tahun. Pejabat publik dilarang menerima gratifikasi, yang semuanya diterapkan

dengan ketat di seluruh jajaran pemerintahan.

Kondisi ini memungkinkan Selandia Baru memiliki pelayanan kesehatan yang baik. Standar

dan pelayanan kesehatan Selandia Baru sangat tinggi, dan seluruh biayanya disubsidi

pemerintah alias gratis. Biaya hidup di Selandia Baru juga sangat rendah, namun kualitas

hidup mereka justru tinggi.

Selandia Baru juga menempati ranking 10 untuk pendidikan terbaik di dunia, berdasarkan

World Population View. Sistem pendidikan di Negeri Kiwi ini dianggap salah satu yang

terbaik di dunia. Tentu saja, biaya pendidikan gratis untuk seluruh penduduknya.

Indeks Perdamaian Global 2021 menempatkan Selandia Baru sebagai negra paling aman

kedua di dunia setelah Islandia. Jadi di negara ini biasa saja meninggalkan rumah atau

kendaraan tidak terkunci.

20
Tingkat keamanan hidup di negara ini dianggap semakin bertambah usai Perdana Menteri

Jacinda Ardern menerapkan aturan ketat soal kepemilikan senjata api, setelah penembakan di

masjid Christchurch oleh teroris sayap kanan yang menewaskan 51 orang.

Bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia pada IPK menempati ranking 96 bersama dengan Brasil, Lesotho, dan

Turki dari 180 negara di dunia. Skor Indonesia 38, naik satu poin dibanding tahun

sebelumnya. Tentu saja, ini bukan hal yang membanggakan.

Masih saja kita melihat berita para koruptor tertangkap, tidak ada habisnya. Penyuapan dan

gratifikasi masih kerap terjadi di negara ini. Akibatnya tentu saja, perekonomian yang

melemah, layanan publik dan kesehatan yang buruk, atau pembangunan yang terhambat.

Korupsi juga menyebabkan semakin lebarnya jurang ketimpangan pendapatan dan

kesenjangan sosial.

Selama masih ada korupsi di negeri ini, rasanya akan sulit melihat Indonesia berhasil

mewujudkan cita-cita kemerdekaannya: Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa

dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan sosial.

Tapi semua masih belum terlambat. Masa depan yang cerah menanti di hadapan kita. Upaya

pemberantasan korupsi masih terus digalakkan dibarengi dengan strategi pencegahan dan

pendidikan dalam Trisula Pemberantasan Korupsi KPK.

Cara pertama yang harus dilakukan adalah mulai dari sendiri, dengan memegang teguh nilai-

nilai integritas pribadi, lalu menularkannya ke orang lain. Tidak ada jalan lain, kita harus

menjadi memberantas korupsi untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik.

21
2.4 Berbagai Usaha Mencegah dan Menentang Korupsi

Masyarakat Bisa Berperan dalam Pemberantasan Korupsi

Korupsi tidak hanya merugikan segelintir orang di negara ini. Beberapa kasus korupsi

bahkan berdampak buruk bagi hajat hidup orang banyak. Maka dari itu, peran serta

masyarakat dalam pemberantasan korupsi sangat diperlukan untuk menghindari kerugian

yang sangat besar

Sayangnya, banyak masyarakat yang tidak menyadari bahwa kontribusi mereka sangat

krusial untuk memberantas korupsi. Padahal, sekecil apapun kontribusi tersebut akan sangat

berarti bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Masyarakat yang berintegritas, sadar akan bahaya korupsi, dan menghindari korupsi akan

membentuk lingkungan yang antikorupsi untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.

Merangkum buku "Kapita Selekta dan Beban Biaya Sosial Korupsi", setidaknya ada lima

peran masyarakat dalam memberantas korupsi. Kelima peran tersebut adalah:

1. Pantang terlibat tindak pidana korupsi

"Mulai dari diri sendiri" adalah kata yang paling tepat untuk menggambarkan poin ini.

Bisa dibayangkan jika ratusan juta rakyat Indonesia sama-sama memegang teguh prinsip

kejujuran, maka korupsi akan tinggal cerita.

Namun kesamaan persepsi ini tidak akan muncul begitu. Agar dapat menolak dan tidak

terlibat dalam korupsi, seseorang harus memahami jenis-jenis tindak pidana korupsi yang

diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001.

Dengan memahami apa dan bagaimana korupsi serta jenis-jenis korupsi, seseorang bisa

dengan mudah menghindarinya. Jangan sampai, korupsi terjadi karena ketidaktahuan yang

akan merugikan diri sendiri dan orang lain.

2. Berlatih untuk berintegritas

22
Seseorang yang antikorupsi haruslah memiliki integritas yang kokoh. Integritas adalah

bertindak dengan cara yang konsisten dengan apa yang dikatakan. Nilai integritas merupakan

kesatuan antara pola pikir, perasaan, ucapan, dan perilaku yang selaras dengan hati nurani

dan norma yang berlaku.

Jika seseorang mengakui bahwa dia orang yang jujur, maka pengakuannya akan tercermin

dari tindakan, perasaan, dan perilakunya. Integritas akan menjaga orang itu tetap jujur, walau

tidak ada orang lain di sekitar yang melihat kejujurannya.

KPK merumuskan sembilan nilai integritas untuk mencegah korupsi, yaitu jujur, mandiri,

tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil, dan kerja keras atau yang disingkat

"Jumat Bersepeda KK". Tidak hanya bagi diri sendiri, nilai integritas ini juga harus kita

ajarkan kepada lingkungan, terutama keluarga sebagai yang terdekat.

3. Melaporkan tindak pidana korupsi

"Lihat, Lawan, Laporkan" sebagai salah satu jargon KPK bukannya tanpa arti.

Dengan jargon tersebut, KPK mengajak masyarakat untuk melaporkan kepada aparat

penegak hukum jika mendapati kasus korupsi.

Pelaporan masyarakat merupakan penyumbang terbesar dalam terbongkarnya kasus-kasus

korupsi di Indonesia, mulai dari kasus kecil hingga kakap. Maka dari itu, peran masyarakat

dalam pelaporan tindak pidana korupsi sangat penting.

Masyarakat yang antikorupsi tidak akan diam saja jika melihat korupsi di depan matanya.

Namun ada keengganan masyarakat untuk melapor, salah satu alasannya karena khawatir

keselamatannya terancam. Kekhawatiran itu seharusnya dapat ditepis karena KPK akan

melindungi identitas pelapor.

4. Memperbaiki sistem sehingga antikorupsi

23
Masyarakat juga bisa berperan memberantas korupsi dengan berkontribusi dalam

perbaikan sistem. Perbaikan sistem dimaksudkan untuk menutup celah-celah korupsi yang

bisa dimanfaatkan para koruptor menilap uang negara.

Masyarakat yang memiliki kedudukan di pemerintahan atau perusahaan, bisa melakukan

perbaikan sistem secara langsung. Mereka bisa mengidentifikasi celah-celah korupsi,

misalnya pada pengadaan barang dan jasa atau rekrutmen serta promosi pegawai, dan

menutupnya dengan kekuasaan yang dimiliki.

Namun untuk masyarakat umum, kontribusi untuk perbaikan sistem bisa dilakukan

membantu pemantauan layanan publik, melakukan kajian terkait layanan publik,

menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah, atau membangun manajemen antikorupsi di

lingkungan masing-masing.

5. Kampanye dan menyebarkan nilai integritas

Dengan prinsip pemberantasan korupsi tidak bisa dilakukan seorang diri, maka nilai-

nilai antikorupsi dan integritas harus disebarluaskan. Seorang yang memegang teguh

integritas harus menularkan nilai-nilai luhur tersebut ke sekitarnya, mulai dari keluarga,

teman, kampus, atau rekan kerja.

Seseorang yang memiliki tekad kuat menjadi agen perubahan, sudah seharusnya memiliki

pola kampanye antikorupsi. Tidak selalu harus dengan sosialisasi yang serius, bisa juga

melalui aksi kreatif sebagai pemantik kesadaran antikorupsi, seperti puisi, lagu, atau

dongeng.

KPK memiliki solusi bagi masyarakat yang ingin terlibat aktif dalam kampanye antikorupsi,

yaitu dengan menjadi menjadi Penyuluh Antikorupsi (Paksi) atau Ahli Pembangun Integritas

(API). Paksi dan API adalah insan yang kompeten dalam menyampaikan kampanye

antikorupsi karena telah tersertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi KPK.

24
Sejatinya setiap masyarakat Indonesia berpotensi menjadi agen perubahan antikorupsi, hanya

perlu memunculkan kesadaran bahwa Indonesia yang lebih baik bisa diwujudkan dengan

bantuan kita. Dengan peran serta masyarakat, bukan tidak mungkin korupsi akan jadi barang

langka lalu punah di negeri ini.

Cara Pencegahan Korupsi

1. Pembentukan Lembaga Anti Korupsi

Salah satu cara memberantas korupsi adalah dengan mendirikan organisasi independen yang

didedikasikan untuk pemberantasan korupsi. Misalnya, di beberapa negara telah dibentuk

organisasi yang disebut ombudsman.

Organisasi ini pertama kali didirikan oleh Parlemen Swedia sebagai Justitie

ombudsman nen pada tahun 1809. Peranan ombudsman kemudian berkembang di negara

lain termasuk menyediakan fasilitas bagi ombudsman, orang-orang yang ingin mengadukan

apa yang dilakukan oleh organisasi pemerintah dan pegawainya.

Selain itu, lembaga ini juga memberikan pendidikan kepada pemerintah dan

masyarakat serta mengembangkan standar perilaku dan kode etik bagi organisasi pemerintah

dan hukum yang membutuhkan.

Salah satu peran ombudsman adalah mendidik masyarakat dan menyadarkan mereka

akan hak mereka atas perlakuan yang baik, jujur ??dan efektif dari pegawai pemerintah.

Hal lain yang perlu menjadi perhatian kita semua adalah peningkatan efisiensi sistem

peradilan di tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan penjara. Pengadilan adalah jantung

penegakan hukum dan harus tidak memihak, jujur ??dan adil. Banyak kasus korupsi yang

tidak masuk ke hukum karena sistem peradilan yang sangat buruk berfungsi.

Jika kinerjanya buruk karena dia tidak mampu (tidak mungkin) itu masih bisa

dimaklumi. Artinya, pengetahuan dan keterampilan aparat penegak hukum perlu

25
ditingkatkan. Persoalannya, mereka tidak memiliki kemauan atau kemauan politik yang kuat

untuk memberantas korupsi, atau justru terlibat dalam berbagai kasus korupsi.

2. Pencegahan Korupsi di Sektor Publik

Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan pejabat publik

untuk menyatakan dan mengungkapkan jumlah kekayaan mereka sebelum dan sesudah

menjabat.

Dengan demikian, masyarakat dapat memantau kewajaran peningkatan kekayaan

mereka, terutama jika terjadi peningkatan kekayaan setelah selesainya tugas. Kesulitan

muncul ketika kekayaan yang diperoleh melalui korupsi ditransfer ke orang lain, seperti

anggota keluarga.

Untuk kontrak pekerjaan atau pengadaan barang baik di pemerintahan pusat, daerah

maupun militer, salah satu cara untuk memperkecil potensi korupsi adalah dengan melakukan

lelang atau penawaran secara terbuka.

Masyarakat harus diberi otoritas atau akses untuk dapat memantau dan memonitor

hasil dari pelelangan atau penawaran tersebut. Untuk itu harus dikembangkan sistem yang

dapat memberi kemudahan bagi masyarakat untuk ikut memantau ataupun memonitor hal ini.

Cara kedua, untuk kontrak kerja atau pembelian barang di pemerintah pusat, daerah dan

militer, salah satu cara untuk mengurangi kemungkinan korupsi adalah dengan melakukan

lelang atau tender publik.

Masyarakat harus memiliki kewenangan atau akses untuk dapat melacak dan memantau hasil

lelang atau penawaran. Untuk itu perlu dikembangkan suatu sistem yang dapat memfasilitasi

partisipasi masyarakat dalam pemantauan atau pengawasan.

26
Korupsi juga sering terjadi dalam perekrutan pegawai negeri sipil dan personel militer baru.

Situasi ini sering terjadi dengan korupsi, kolusi dan otokrasi. Sistem rekrutmen pegawai

negeri sipil dan anggota TNI yang transparan dan akuntabel juga harus dikembangkan.

3. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat

Salah satu upaya pemberantasan korupsi adalah dengan memberikan hak akses

informasi kepada masyarakat. Harus ada sistem agar publik (termasuk media) berhak

meminta semua informasi mengenai kebijakan pemerintah yang berdampak pada kehidupan

banyak orang.

Hal ini dapat meningkatkan kemauan pemerintah untuk mengembangkan kebijakan

dan mengimplementasikannya secara transparan. Pemerintah berkewajiban mensosialisasikan

atau mensosialisasikan berbagai kebijakan yang telah dan akan dilaksanakan.

Cara kedua untuk membantu pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan dan

pemberantasan korupsi adalah dengan menyediakan sarana bagi masyarakat untuk

melaporkan kasus korupsi.

Mekanisme harus dikembangkan agar masyarakat dapat dengan mudah dan

bertanggung jawab melaporkan kasus korupsi yang diketahuinya. Mekanismenya harus

disederhanakan atau disederhanakan, misalnya melalui telepon, surat atau teleks. Dengan

berkembangnya teknologi informasi, internet menjadi mekanisme yang mudah dan murah

untuk melaporkan kasus korupsi.

Cara yang ketiga adalah Pers yang bebas merupakan salah satu pilar demokrasi.

Semakin banyak informasi yang diterima masyarakat, semakin banyak pula masyarakat yang

memahami bahaya korupsi.

Menurut Paus, media yang bebas sama pentingnya dengan peradilan yang

independen. Selain berfungsi sebagai alat propaganda tentang bahaya korupsi, media juga

memiliki fungsi efektif untuk memantau perilaku penyelenggara negara.

27
Henry Grunwald, editor Time, mengatakan bahwa “bahkan pemerintah yang dipilih

secara demokratis dan taat dapat dengan mudah menjadi pemerintah yang korup jika

kekuasaannya tidak dilakukan oleh uji pers yang bebas”. Media memiliki peran khusus dalam

memerangi korupsi.

Pejabat publik mungkin lebih mudah tergoda untuk menyalahgunakan posisi mereka

untuk keuntungan pribadi jika mereka merasa tidak ada bahaya tindakan mereka diekspos dan

diekspos oleh pers (Pope: 2003). Namun media juga memiliki kelemahan. Ini terjadi ketika

media dimiliki oleh pemerintah.

kolektif, pemerintah memiliki stasiun televisi dan radio terbesar di suatu negara.

Ambil contoh TVRI dan RRI. Karena itu milik pemerintah, kita jelas tidak bisa terlalu

mengandalkan independensinya. Kelemahan lain dari media adalah kerja jurnalisme yang

berbahaya. Penculikan, penangkapan dan pengancaman wartawan atau wartawan merupakan

hal yang lumrah (Pope: 2003).

2.5 Tujuan Akhir Dari Berbagai Usaha Mencegah dan Menentang Korupsi

Pemberantasan korupsi di Indonesia tercinta ini tidak bisa hanya dilakukan oleh KPK,

melainkan seluruh lapisan masyarakat di dalamnya. Kenapa? Karena memberantas korupsi

harus dilakukan untuk mewujudkan kepentingan bersama dan cita-cita kemerdekaan seluruh

anak bangsa.

Soal kepentingan bersama (common interest) ini kerap didengungkan oleh para petinggi

KPK, terutama Ketua KPK Firli Bahuri, dalam berbagai kesempatan. Menurut Firli,

kepentingan bersama tersebut adalah tujuan akhir dari pemberantasan korupsi di Indonesia.

Kepentingan bersama Indonesia ini termaktub dalam alinea keempat pada Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945. Alinea tersebut berbunyi:

28
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial,

maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang

Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia

yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,

Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin

oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan

suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam alinea tersebut disebutkan empat fungsi sekaligus tujuan negara Indonesia

setelah merdeka, yaitu: Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan

keadilan sosial.

Tujuan negara dan cita-cita Indonesia setelah merdeka itu tidak akan pernah bisa

terwujud jika korupsi masih merajalela di negeri ini. Korupsi dengan berbagai dampak

buruknya bagi berbagai sektor akan melemahkan negara ini, sehingga tidak akan mampu

melindungi segenap banganya dengan baik.

Kesejahteraan umum juga tidak akan terwujud akibat adanya korupsi. Kesejahteraan

hanya akan menjadi milik segelintir orang yang memiliki kuasa dan akses kepada kebijakan

yang memihak mereka. Korupsi bantuan sosial misalnya, telah mencederai upaya negara

untuk menyejahterakan rakyatnya di saat-saat sulit.

Salah satu yang paling miris adalah kasus yang menjerat Menteri Sosial Juliari

Batubara tahun lalu. Juliari divonis 12 tahun penjara karena suap 17 miliar untuk pengadaan

29
bansos pandemi COVID-19. Rp 17 miliar uang yang luar biasa besar, akan sangat berguna

jika digunakan bagi keperluan publik. Padahal, rakyat bergantung banyak pada Mensos untuk

menyejahterakan mereka.

Korupsi semacam ini memperparah kemiskinan dan semakin melebarkan jurang

ketimpangan di negeri ini. Jika sudah begini, maka keadilan sosial hanya tinggal mimpi. Si

kaya akan semakin kaya dengan korupsinya, si miskin yang mengais-ngais keadilan akan

semakin terjerembap dalam jurang kemelaratan.

Menurut data KPK, lebih dari 30 hakim dan jaksa terjerat kasus korupsi sejak 2004

hingga 2021. Mereka yang telah disumpah akan bertindak adil malah berkhianat. Korupsi

oleh hakim membuat keadilan berat sebelah. Mereka yang punya uang bisa main mata

dengan penegak hukum, akibatnya rakyat kecil yang kembali jadi korban.

Mencerdaskan kehidupan bangsa juga akan mustahil jika korupsi masih di mana-

mana. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat bahwa negara merugi Rp 1,6 triliun dari

korupsi di sektor pendidikan sepanjang 2016-September 2021. Bayangkan jika uang

sebanyak itu digunakan untuk perbaikan mutu pendidikan atau prasana sekolah, pasti akan

sangat berguna sekali.

Maka dari itu, KPK menegaskan bahwa alinea keempat Pembukaan UUD 1945

adalah tujuan akhir dari pemberantasan korupsi, cita-cita bangsa, idealisme yang dipegang

teguh oleh kita semua. Seluruh masyarakat harus hadir dalam upaya ini, baik dari kamar-

kamar kekuasaan maupun rakyat biasa. Dimulai dari diri sendiri untuk mewujudkan

integritas, hingga melaporkan jika melihat tindak pidana korupsi.

Setidaknya ada empat kondisi yang akan terjadi jika Indonesia bebas dari korupsi,

yaitu pembangunan berjalan dengan lancar, pendidikan akan maju pesat, pelayanan kesehatan

akan berjalan dengan baik, dan lingkungan hidup yang terawat indah dan bebas dari sampah.

30
Kondisi-kondisi tersebut merupakan perwujudan dari alinea keempat UUD 1945 yang

merupakan cita-cita dari didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Membuat rencana aksi adalah langkah awal yang mutlak dilakukan jika kita
ingin turut serta dalam gerakan pemberantasan korupsi. Rencana aksi bisa dimulai dari
menentukan masalah korupsi yang ingin diselesaikan.

Merancang Rencana Aksi Pemberantasan Korupsi dengan Metode SMART

Merancang rencana aksi adalah tahapan yang mesti dilalui para peserta diklat, e-
learning, atau siapapun yang ingin terlibat dalam gerakan pemberantasan korupsi. Bukan
tanpa sebab, rencana aksi akan menjadi pengejawantahan ilmu yang telah didapat ke dalam
tataran praktis. Harapannya, ilmu yang terwujud menjadi aksi dapat membantu mencegah
tindak korupsi di instansi atau lembaga yang bersangkutan.

Tiga Indikator Keberhasilan Pemberantasan Korupsi :

1) Survei Penilaian Integritas (SPI)


2) Indeks Perilaku Antikorupsi (IPAK)
3) Indeks persepsi korupsi (IPK)

Cara pencegahan Korupsi :

1) Pembentukan Lembaga anti korupsi


2) Pencegahan Korupsi di sector public

31
3) Pencegahan sosial dan pemberdayaan masyarakat

3.1 Saran

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
dan sangat jauh dari kata sempurna. Untuk itu harapannya kepada para pembaca dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun mengenai makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Alatas, Syed Hussein. 1986. Sosiologi Korupsi Sebuah Penjelajahan Dengan Data
Kontemporer. Jakarta: LP3ES.
Azhari. 2004. Korupsi yang membumi. http:// www.hayatulislam.net.
Hasibuan, A., 28 Januari 2003, Judicial Review" UU Pemberantasan Korupsi, dari
Webside http://www.kompas.com/kompas-etak/0302/28/opini/144751
.htm, hal : 1.
Kompas, 25 April 2003, Vonis Korupsi Tidak Bikin Efek Jera, Masyarakat
Transparansi Indonesia, The Indonesian Society for Transparency dari
Webside http://www.transparansi.or.id, hal : 1.
Ruslan, 5-06-2002, Sisi Lain Undang-undang Pemberantasan Korupsi,dari Webside
(www.gogle.com) hal 2
Biro Kumdang BPK-RI, 5-06-2002, Kajian Hukum terhadap Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2002 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dari
Webside (http://216.239.57.104/search?q=cache:yEKYDmmTLzUJ:
www.bpk.go.id/publikasi/mp85062002xxii52.pdf+No.+20+2001&hl=
en&ie=UTF-8)) Hal : 4.Gie, Kwik Kian, 2003, Pemberantasan Korupsi, Jakarta.
Gunawan, I., 1993, Postur Korupsi di Indonesia, Tinjauan Yuridis Sosiologis

32
Budaya dan Politik, Angkasa : Bandung.
Hadjon, P.M., 1994, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif), Majalah
Yuridika, No.6 Tahun IX Nopember –Desember, Universitas Air
Langga : Surabaya.
Hamzah, A., 1984, Korupsi Dalam Pengelolaan Proyek Pembangunan,
CV.Akademi Prasindo : Jakarta.
Hartono, C.F.G. S., 1994, Penelitian Hukum di Indonesia, Alumni, Bandung.
Hawari, D., 2000, Gerakan Nasional anti “MO-LIMO” (Madat, Minum, Main,
Maling dan Madon), Dana Bhakti Primayasa : Yogyakarta.
Klitgaard, R., 1999, Membasmi Korupsi,Yayasan Obor Indonesia : Jakarta.

33

Anda mungkin juga menyukai