Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KORUPSI : KONSEP DAN PROBLEMATIKA

DOSEN PENGAMPUH

Rony Jaja, S. Sos, M.Si

DISUSUN OLEH KELOMPOK 5 :

Anisa Arsil (11870524130)

Dhea Titania Islami (11870524148)

Muhammad Hafizdhin (11870514415)

Putri Wedari (11870524340)

Ristiati Ajeng Wahidiyah (11870524320)

Syahriadi (11870514428)

Sovia Elfania (11870524133)

JURUSAN ILMU ADMINISITRASI NEGARA


FAKULTAS EKONOMI DAN SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dan
kewajiban penulis sebagai mahasiswa serta agar mahasiswa yang lain dapat
melakukan kegiatan seperti yang penulis lakukan. Dalam makalah ini penulis akan
membahas mengenai “Korupsi : Konsep dan Problematika”. Dengan ini kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah
mendukung kami terutama kepada dosen mata kuliah Akuntabilitas Publik dan
Pengawasan selaku Pembimbing kami.
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan dan
kelemahannya baik dalam isi dan sistematisnya. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifatmembangun sehingga penulis dapat
memperbaiki kesalahan penulis.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini bermanfaat
dan berguna bagi kita semua.

Pekanbaru, Mei 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...................................................................................3
D. Manfaat Penulisan.................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi................................................................................4
B. Dasar Hukum dan Lembaga..................................................................5
C. Korupsi di Indonesia.............................................................................8
D. Upaya Pemberantasan Korupsi.............................................................10
E. Analisis.................................................................................................15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................18
B. Saran ....................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyelenggaraan negara yang bersih menjadi penting dan sangat
diperlukan untuk menghindari praktek-praktek korupsi yang tidak saja
melibatkan pejabat bersangkutan, tetapi juga oleh keluarga dan kroninya,
yang apabila dibiarkan, maka rakyat Indonesia akan berada dalam posisi yang
sangat dirugikan. Menurut Nyoman Serikat Putra Jaya menyebutkan bahwa
tindak pidana korupsi tidak hanya dilakukan oleh penyelenggara negara, antar
penyelenggara negara, melainkan juga penyelenggara negara dengan pihak
lainseperti keluarga, kroni dan para pengusaha, sehingga merusak sendi-sendi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta membahayakan
eksistensi negara.
Perkembangan korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi,
sedangkan pemberantasannya masih sangat lamban. Romli Atmasasmita
menyatakan bahwa korupsi di Indonesia sudah merupakan virus flu yang
menyebar ke seluruh tubuh pemerintahan sejak tahun 1960-an langkah-
langkah pemberantasannya pun masih tersendat-sendat sampai sekarang.
Selanjutnya, dikatakan bahwa korupsi berkaitan pula dengan kekuasaan
karena dengan kekuasaan itu penguasa dapat menyalahgunakan kekuasaannya
untuk kepentingan pribadi, keluarga dan kroninya.
Oleh karena itu, tindak pidana korupsi tidak lagi dapat digolongkan
sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar biasa
(extraordinary crime). Hal ini dikarenakan, metode konvensional yang
selamaini yang digunakan, terbukti tidak bisa menyelesaikan persoalan
korupsi yang ada di masyarakat. Dengan demikian, dalam penanganannya
pun juga harus menggunakan cara-cara luar biasa (extra-ordinary). Sementara
itu, penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia masih dihadapkan pada
beberapa kondisi, yakni masih lemahnya upaya penegakkan hukum tindak
pidana korupsi, kualitas SDM aparat penegak hukum yang masih rendah,

1
lemahnya koordinasi penegakkan hukum tindak pidana korupsi, serta masih
sering terjadinya tindak pidana korupsi dalam penanganan kasus korupsi.
Pada era reformasi sekarang ini, terwujudnya good governance antara
lain harus didukung dengan penegakkan hukum terhadap tindak pidana
korupsi. Hal ini selaras dengan tujuan yang diamanatkan oleh Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih
dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Selanjutnya, beberapa
peraturan perundang-undangan dibentuk dalam upaya memberantas korupsi
tersebut, yaitu: Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selanjutnya,
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi dan Undang Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa, karena
dapat merusak sendi-sendi kehidupan bernegara. Namun demikian,
padakenyataannya, penjatuhan hukuman kepada pelakunya sangat ringan
dibanding dengan ancaman pidananya, sehingga menimbulkan anggapan
bahwa meningkatnya kejahatan dikarenakan para Hakim memberikan
hukuman ringan atas pelaku koruptor. Oleh karena itu, sebaiknya tindakan
yang diambil pengadilan merupakan “ultimum remedium” terhadap
pelanggar/pelaku kejahatan khususnyakorupsi.Berdasarkan latar belakang
tersebut, maka penulis tertarik untuk menulis makalah dengan judul
“Korupsi: Konsep dan Problematika”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada
makalah ini adalah :
1. Apa Pengertian Dari Korupsi?
2. Apa Yang Menjadi Dasar Hukum dan Lembaga Pemberantasan Korupsi?
3. Bagaimana Korupsi di Indonesia ?

2
4. Bagaimana Upaya Dalam Pemberantasan Korupsi?
5. Analisis Tindakan Korupsi ?
C. Tujuan Penulisan
Dengan menelaah latar belakang dan perumusan masalah di atas,
maka tujuan dari penelitian ini, yaitu:
1. Untuk Menjelaskan Pengertian Korupsi
2. Untuk Menjelaskan Dasar Hukum dan Lembaga Pemberantasan Korupsi
3. Untuk Menjelaskan Korupsi di Indonesia
4. Untuk Menjelaskan Upaya Yang Dilakukan Dalam Pemberantasan
Korupsi
5. Untuk Menjelaskan Analisis Tindakan Korupsi
D. Manfaat Penulisan
Dalam penulisan makalah ini terdapat beberapa manfaat diantaranya,
yaitu :
1. Diharapkan hasil penulisan makalah ini bisa lebih memperjelas tentang
makna dari korupsi.
2. Diharapkan hasil penulisan makalah ini bisa lebih memperjelas tentang
dasar hukum dan lembaga pemberantas korupsi.
3. Diharapkan hasil penulisan makalah ini bisa lebih memperjelas korupsi
di Indonesia.
4. Diharapkan hasil penulisan makalah ini bisa lebih memperjelas tentang
upaya yang dapat dilakyukan dalam pemberantasan korupsi.
5. Diharapkan hasil penulisan makalah ini bisa lebih memperjelas tentang
analisis tindakan korupsi.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi

Definisi etimologis dari kata korupsi berasal dari bahasa latin Corruptio
atau Corruptus,berarti kebusukan, kebejatan, tidak jujur, dapat disuap, tidak
bermoral,penyimpangan dari kesucian, kata-kata yang menghina atau
memfitnah sebagai mana dapat dibaca dalam The Lexion Webster
Dictionary.Dari bahasa Latin itulah turun kebanyak bahasa Eropa seperti
Inggris, Perancis, dan Belanda.Dapat dikatakan bahwa dari bahasa-bahasa
inilah turun kebahasa Indonesia, yang disebut dengan “korupsi”.

Dalam arti luas, korupsi berarti menggunakan jabatan untuk keuntungan


pribadi. Jabatan adalah kedudukan kepercayaan.Seseorang diberi wewenang
atau kekuasaan untuk bertindak atas nama lembaga. Lembaga itu bias dalam
bentuk lembaga swasta atau lembaga pemerintah. Rumusan yuridis formil
definisi korupsi diIndonesia ditetapkan dalam undang-undang tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi.

Undang-UndangNomor 20 Tahun 2001 mengatakan bahwa korupsi secara


terminologis adalah melawan hokum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
Negara atau perekonomian negara. Adapun definisi yang sering dikuti adalah
tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan Negara
karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan,
keluarga dekat, kelompok sendiri) atau melanggaraturan-aturan pelaksanaan
beberapa tingkahlaku pribadi.

Dari definsis-definisi korupsi yang dikemukakan di atas, terdapat dua unsure


pokok di dalamnya, yaitu penyalah gunaan kekuasaan yang melampaui batas
kewajaran hukum oleh para pejabat atau aparatur negara, dan pengutamaan
kepentingan pribadi atau klien di atas kepentingan publik oleh para pejabat
atau aparatur negara yang bersangkutan..

4
Definisi korupsi dalam khazanah hukum Islam, perilaku korupsi belum
memperoleh porsi pembahasan yang memadai, ketika para fuqaha’ berbicara
tentang kejahatan memakan harta benda manusia secara tidak benar (aklamwal
al-nas bi al-batil) seperti yang diharamkan dalam al-Qur’ān, tetapi apabila
merujuk kepada kata asal dari korupsi, maka dapat berarti merusak (dalam
bentuk kecurangan) atau menyuap. Dalam kontek sajaran Islam yang lebih
luas, korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip keadilan
(al-‘adalah), akuntabilitas (al-amanah), dan tanggungjawab. Korupsi dengan
segala dampak negatifnya yang menimbulkan berbagai distorsi terhadap
kehidupan Negara dan masyarakat dapat dikategorikan termasuk perbuatan
fasad, kerusakan di mukabumi, yang juga amat dikutuk Allah SWT.

B. Dasar Hukum dan Lembaga Pemberantasan Korupsi


1. Dasar Hukum Pemberantasan Korupsi

Pemberantasan tindak pidana korupsi berdasarkan ketentuan-ketentuan


berikut :

a. Undang-Undang RI No. 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan


Korupsi
b. Ketetapan MPR No. X/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas KKN
c. Undang-undang RI No. 28 tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi
Kolusi dan Nepotisme (KKN)
d. Undang-undang RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi
e. Peraturan Pemerintahan RI No. 71 tahun 2000 tentang tata cara
pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian
penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak
pidana korupsi
f. Undang-undang Ri No, 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas
Undang-undang RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi

5
g. Undang-undang RI No. 15 tahun 2002 Tindak Pidana
Pencucian Uang
h. Undang-Undang RI No. 30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK)
i. Undang-undang RI No. 7 tahun 2006 tentang Pengesahan
United Convention Against Corruption , 2003 (Konvensi
Perserikatan PBB Anti Korupsi , 2003)
j. Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 5 tahun 2004
tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi
k. Undang-undang RI No. 46 tahun 2004 tentang Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi
l. Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2005 tentang Sistem
Manajemen Sumber Daya Manusia KPK

Upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi dilaksanakan melalui


berbagai kebijakan berupa peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi
yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sampai dengan Undang-Undang tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi seperti tersebut diatas. Selain
itu pemerintah juga membentuk komisi-komisi yang berhubungan langsung
dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Komisi
Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).

2. Lembaga Pemberantas Korupsi

Lembaga yang menangani perbuatan korupsi ada 2 :

a. Formal (resmi), yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)


1) Tugas KPK :
a) Koordinasi dengan Instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi
b) Supervisi terhadap Instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi
c) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi

6
d) Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi
e) Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintah Negara

2) Wewenang KPK :
a) Mengordinasi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana
korupsi
b) Menetapkan system pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak
pidana korupsi
c) Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana
korupsi kepada instansi yang terkait
d) Melaksanakan dengan pendapat atau pertemuan dengan instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi
e) Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana
korupsi.

b. Lembaga Non Formal (tidak resmi)

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga ikut berperan dalam


melakukan pengawasan kegiatan pembangunan, terutama kasus-kasus korupsi
yang dilakukan oleh penyelenggara Negara. Beberapa LSM yang aktif dan
gencar mengawasi dan melaporkan praktek korupsi yang dilakukan
penyelenggara negara antara lain adalah:

1) ICW (Indonesian Corruption Watch)

Indonesian Corruption Watch atau disingkat ICW adalah


sebuah organisasi non-pemerintah (NGO) yang mempunyai misi untuk
mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai aksi korupsi yang
terjadi di Indonesia. ICW adalah lembaga nirlaba yang terdiri dari
sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas
korupsi melalui usaha-usaha pemberdayaan rakyat untuk
terlibat/berpartisipasi aktif melakukan perlawanan terhadap praktik
korupsi.

7
2) GOWA (Government Watch)
3) MTI ( Masyarakat Transparansi Indonesia)

C. Problematika Korupsi Di Indonesia


Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangat-hangatnya
dibicarakan publik, terutama dalam media massa baik lokal maupun
nasional. Banyak para ahli mengemukakan pendapatnya tentang masalah
korupsi ini. Pada dasarnya, ada yang pro adapula yang kontra. Akan tetapi
walau bagaimanapun korupsi ini merugikan negara dan dapat merusak
sendi-sendi kebersamaan bangsa.Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar
bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena sangat sulit
memberikan pembuktian-pembuktian yang ekstra. Disamping itu sangat
sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses
perbuatan korupsi merupakan bahaya laten yang harus diwaspadai baik
oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri. Korupsi terjadi
disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki
oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatas
namakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman.

Beberapa sebab sebab terjadinya korupsi adalah:

a. Gaji yang rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-


undangan,administrasi yang lamban dan sebagainya.

b. Warisan pemerintahan kolonial.

c. sikap mental pegawai yang ingin. Cepat kaya dengan cara yang
tidak halal,tidak ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan
pada bidang pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah.

Beberapa akibat yang ditimbulkan dalam korupsi adalah :

a. Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap


penanamanmodal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.

8
b. ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh
militer,menimbulkan ketimpangan sosial budaya.

c. pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan


kapasitasadministrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.

Praktik- praktik tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia hampir


setiap hari diberitakan oleh media massa. Kenyataan praktik korupsi yang
terjadi di Indonesia bukan hanya melibatkan personal, tetapi juga instansi
politik dan hukum. Berdasarkan penelusuran CNNIndonesia.com, ada
sejumlah kasus korupsi di Indonesia yang nilai kerugiannya divonis lebih dari
100 miliar.

Pertama, kasus Mantan Ketua DPR Setya Novanto yang divonis 15 tahun
penjara dan denda Rp500 juta. Setnov dinilai terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan korupsi proyek pengadaan KTP Elektronik
(e-KTP), yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.Setnov di meja
hakim terbukti melanggar pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHP.

Kedua, kasus korupsi di Bank Century yang menyeret nama Mantan


Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya. Budi divonis 10 tahun penjara dan
denda Rp500 juta.Ia dinyatakan terbukti bersalah dengan melakukan korupsi
dalam hal pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank
Century dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Budi terbukti melanggar pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tindak Pidana
Korupsi Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat
1 KUHP dengan kerugian negara mencapai Rp7 triliun.

Ketiga, kasus korupsi wisma Atlet Hambalang dengan terdakwa mantan


Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Ia divonis 8 tahun pidana penjara
karena terbukti korupsi menerima hadiah dan tindak pidana pencucian

9
uang.Selain itu, Anas dikenakan pidana denda sebesar Rp300 juta dan harus
membayar uang penganti kerugian negara sedikitnya Rp 57,5 miliar. Adapun
kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp706 miliar dengan menyeret
nama besar lainnya seperti Mantan Kemenpora Andi Mallaranggeng dan
Angelina Sondakh. Anas diyakini terbukti melanggar Pasal 12 huruf a
Undang-Undang TPPU jo Pasal 64 KUHP, Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang, serta Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.

Korupsi di Indonesia ternyata semakin parah selama masa pandemi


Covid-19 di tahun 2020. Dikala banyak masyarakat membutuhkan uluran
tangan, akan tetap malah disalahgunakan oleh pejabat negara. Seperti kasus
dugaan korupsi yang dilakukan Juliari Batubara, eks Menteri Sosial. Komisi
Pemberantasan korupsi (KPK) menemukan anggaran paket bantuan sosial
(bansos) dipotong Rp10.000 per paket. Bersama anak buahnya, mantan
kader PDIP. Tidak hanya pejabat di lingkungan pemerintah pusat. Korupsi
dana bantuan sosial bagi terdampak covid-19 juga marak terjadi di daerah.
Bahkan terjadi sampai tingkat kepala desa. Beberapa lembaga pendidikan di
Tasikmalaya, Jawa Barat, pun juga terindikasi ingin meraup keuntungan dari
penyaluran Bansos. Berdasarkan hasil pemeriksaan awal Kejaksaan Negeri
Kabupaten Tasikmalaya, pemotongan Bansos dilakukan sebesar 50 plus 5
persen. Porsi 5 persen adalah biaya tambahan untuk pembuatan laporan.
Padahal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, para pelaku
terancam hukuman mati. Tertuang dalam Pasal 2 ayat (2), bahwa pidana mati
dapat dijatuhkan apabila tindak pidana korupsi tersebut dilakukan dalam
keadaan tertentu.
D. Upaya Pemberantasan Korupsi
1. Upaya Penanggulangan Kejahatan (Korupsi) dengan Hukum
Pidana

10
Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan
istilah politik kriminal atau criminal policy oleh G. Peter Hoefnagels
dibedakan sebagai berikut (Nawawi Arief : 2008) :

1. kebijakan penerapan hukum pidana (criminal law application);

2. kebijakan pencegahan tanpa hukum pidana (prevention without


punishment);

3. kebijakan untuk mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai


kejahatan dan pemidanaan lewat mass media (influencing views of
society on crime and punishment /mass media) (atau media lainnya
seperti penyuluhan, pendidikan dll : tambahan dari penulis).

Melihat pembedaan tersebut, secara garis besar upaya


penanggulangan kejahatan dapat dibagi menjadi 2 (dua) yakni melalui
jalur penal (dengan menggunakan hukum pidana) dan jalur non-penal
(diselesaikan di luar hukum pidana dengan sarana-sarana non-
penal).Secara kasar menurut Barda Nawawi Arief, upaya penanggulangan
kejahatan melalui jalur penal lebih menitikberatkan pada sifat repressive
(penumpasan/penindasan/pemberantasan) sesudah kejahatan terjadi,
sedangkan jalur non-penal lebih menitikberatkan pada sifat preventif
(pencegahan). Dikatakan secara kasar, karena tindakan represif juga dapat
dilihat sebagai tindakan preventif dalam arti luas (Nawawi Arief : 2008).

2. Berbagai Strategi dan/atau Upaya Pemberantasan Korupsi


Berikut akan dipaparkan berbagai upaya atau strategi yang
dilakukan untuk memberantas korupsi yang dikembangkan oleh United
Nations yang dinamakan the Global Program Against Corruption dan
dibuat dalam bentuk United Nations Anti-Corruption Toolkit (UNODC :
2004) .
a. Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi
1) Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan
membentuk lembaga yang independen yang khusus
menangani korupsi. Sebagai contoh di beberapa negara di-

11
dirikan lembaga yang dinamakan Ombudsman. Lembaga
ini pertama kali didirikan oleh Parlemen Swedia dengan
nama Justitieombudsmannen pada tahun 1809. Peran
lembaga ombudsman yang kemudian berkembang pula di
negara lain--antara lain menyediakan sarana bagi
masyarakat yang hendak mengkomplain apa yang dilaku-
kan oleh Lembaga Pemerintah dan pegawainya.
2) Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memperbaiki
kinerja lembaga peradilan baik daritingkat kepolisian,
kejaksaan, pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan.
Pengadilan adalah jantungnya penegakan hukum yang
harus bersikap imparsial (tidak memihak), jujur dan adil.
3) Di tingkat departemen, kinerja lembaga-lembaga audit
seperti Inspektorat Jenderal harus ditingkatkan. Selama ini
ada kesan bahwa lembaga ini sama sekali ‘tidak punya gigi’
ketika berhadapan dengan korupsi yang melibatkan pejabat
tinggi.
4) Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah
salah satu cara untuk mencegah korupsi. Semakin banyak
meja yang harus dilewati untuk mengurus suatu hal,
semakin banyak pula kemungkinan untuk terjadinya
korupsi. Salah satu cara untuk menghindari praktek suap
menyuap dalam rangka pelayanan publik adalah dengan
mengumumkan secara resmi biaya yang harus dikeluarkan
oleh seseorang untuk mengurus suatu hal seperti mengurus
paspor, mengurus SIM, mengurus ijin usaha atau Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB) dsb.
5) Salah satu hal yang juga cukup krusial untuk mengurangi
resiko korupsi adalah dengan memperbaiki dan memantau
kinerja Pemerintah Daerah.

b. Pencegahan Korupsi di Sektor Publik

12
1) Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan
mewajibkan pejabat publik untuk melaporkan dan
mengumumkan jumlah kekayaan yang dimiliki baik
sebelum maupun sesudah menjabat.
2) Untuk kontrak pekerjaan atau pengadaan barang baik di
pemerintahan pusat, daerah maupun militer, salah satu cara
untuk memperkecil potensi korupsi adalah dengan
melakukan lelang atau penawaran secara terbuka.
Masyarakat harus diberi otoritas atau akses untuk dapat
memantau dan memonitor hasil dari pelelangan atau
penawaran tersebut.Untuk itu harus dikembangkan sistem
yang dapat memberi kemudahan bagi masyarakat untuk
ikut memantau ataupun memonitor hal ini.
3) Korupsi juga banyak terjadi dalam perekruitan pegawai
negeri dan anggota militer baru. Korupsi, kolusi dan
nepotisme sering terjadi dalam kondisi ini.Sebuah sistem
yang transparan dan akuntabel dalam hal perekruitan
pegawai negeri dan anggota militer juga perlu
dikembangkan.
4) Selain sistem perekruitan, sistem penilaian kinerja pegawai
negeri yang menitikberatkan pada pada proses (proccess
oriented) dan hasil kerja akhir (result oriented) perlu
dikembangkan.

c. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat


1) Salah satu upaya memberantas korupsi adalah memberi hak
pada masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap
informasi (access to information). Sebuah sistem harus
dibangun di mana kepada masyarakat (termasuk media)
diberikan hak meminta segala informasi yang berkaitan
dengan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi hajat
hidup orang banyak.

13
2) Isu mengenai public awareness atau kesadaran serta
kepedulian publik terhadap bahaya korupsi dan isu
pemberdayaan masyarakat adalah salah satu bagianyang
sangat penting dari upaya memberantas korupsi. Salah satu
cara untuk meningkatkan public awareness adalah dengan
melakukan kampanye tentang bahaya korupsi. Sosialisasi
serta diseminasi di ruang publik mengenai apa itu korupsi,
dampak korupsi dan bagaimana memerangi korupsi harus
diintensifkan.
3) Salah satu cara untuk ikut memberdayakan masyarakat
dalam mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan
menyediakan sarana bagi masyarakat untuk melaporkan
kasus korupsi. Sebuah mekanisme harus dikembangkan di
mana masyarakat dapat dengan mudah dan bertanggung-
jawab melaporkan kasus korupsi yang diketahuinya.
Mekanisme tersebut harus dipermudah atau disederhanakan
misalnya via telepon, surat atau telex.
4) Di beberapa Negara, pasal mengenai ‘fitnah’ dan
‘pencemaran nama baik’ tidak dapat diberlakukan untuk
mereka yang melaporkan kasus korupsi dengan pemikiran
bahwa bahaya korupsi dianggap lebih besar dari pada
kepentingan individu. Walaupun sudah memiliki aturan
mengenai perlindungan saksi dan korban yakni UU No. 13
Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,
masyarakat Indonesia masih dihantui ketakutan akan
tuntutan balik melakukan fitnah dan pencemaran nama baik
apabila melaporkan kasus korupsi.
5) Pers yang bebas adalah salah satu pilar dari demokrasi.
Semakin banyak informasi yang diterima oleh masyarakat,
semakin paham mereka akan bahaya korupsi.
6) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik
tingat lokal atau internasional juga memiliki peranan

14
penting untuk mencegah dan memberantas korupsi. Mereka
adalah bagian dari masyarakat sipil (civil society) yang
keberadaannya tidak dapat diremehkan begitu saja.Sejak
era reformasi, LSM baru yang bergerak di bidang Anti-
Korupsi banyak bermunculan.Sama seperti pers yang
bebas, LSM memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan
atas perilaku pejabat publik. Simak saja apa yang telah
dilakukan oleh ICW (Indonesia Corruption Watch), salah
satu LSM lokal yang berkedudukan di Jakarta.
7) Salah satu cara lain untuk mencegah dan memberantas
korupsi adalah dengan menggunakan atau mengoperasikan
perangkat electronic surveillance.Electronic surveillance
adalah sebuah perangkat atau alat untuk mengetahui dan
mengumpulkan data dengan menggunakan peralatan
elektronik yang dipasang pada tempat-tempat tertentu. Alat
tersebut misalnya audio-microphones atau kamera video
(semacam kamera CCTV atau Closed Circuit Television)
atau data interception dalam kasus atau di tempat-tempat di
mana banyak digunakan telepon genggam dan electronic
mail (e-mail) atau surat elektronik.
E. Analisis

Peraturan-peraturan tentang pemberantasan korupsi silih berganti, selalu


orang yang belakangan yang memperbaiki dan menambahkan, namun korupsi
dalam segala bentuknya dirasakan masih tetap merajalela. Istilah korupsi
sebagai istilah hukum pengertian korupsi adalah perbuatan-perbuatan yang
merugikan keuangan dan perekonomian Negara atau daerah atau badan hukum
lain yang mempergunakan modal atau kelonggaran yang lain dari masyarakat,
sebagai bentuk khusus daripada perbuatan korupsi. Oleh karena itu, Negara
memandang bahwa perbuatan atau tindak pidana korupsi telah masuk dan
menjadi suatu perbuatan pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas,
tidak hanya merugikan keuangan Negara dan daerah, tetapi juga telah
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat

15
secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai
kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa.
            Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan
pada 3 (tiga) pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
-          Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi (Preventif)
-          Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi (Deduktif)
-          Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi (Represif)
Dalam tulisan Marx, German Ideology,beliau merumuskan suatu premis dasar
bahwa bidang ekonomi menentukan pemikiran manusia, Mengapa ekonomi?
Karena Marx hendak konsisten dengan dalilnya mengenau dialektika
materi.Baginya materi ini dapat diidentikan sebagai ekonomi.Kondisi
ekonomi seseorang yang kemudian membentuk kesadaran seseorang tersebut.
Sehingga pandangan seseorang mengenai dunia ditentukan oleh posisi
ekonominya (Marx: posisi kelasnya). Seseorang yang berada pada kelas yang
terhormat tentu memiliki pandangan dan wawasan yan berbeda dengan orang
yang berada pada kelas bawah. Perbedaan inilah yang kemudian menimbulkan
konflik seperti halnya tindak Korupsi yag dilakukan oleh kalangan yang
berada pada kelas atas sehingga menimbulkan perselisihan mengenai nilai-
nilai atau tuntutan-tuntutan yang mengenai status,kekuasaan, dan sumber-
sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi sehingga tindak
korupsipun akan terjadi, karena kepentingan dari pihak yang berkuasa pasti
berbeda dengan kepentingan dari pihak lemah sehingga ada celah-celah
kesempatan untuk bisa melakukan tindak korupsi tanpa memikirkan kaum
yang berada di bawah (kaum lemah). Hal penting dalam Teori Konflik yang
pertama adalah Kekuasaan, di mana setiap kemampuan untuk memenangkan
kemauan sendiri, juga kalau kemauan itu sendiri harus bertentangan dengan
kemauan orang lain, seperti halnya korupsi yang tidak dapat dipungkiri lagi
bahwa itu muncul berawal dari konsep dan minusnya kekuasaan yang selalu
hadir dalam suatu relasi.Yang kedua adalah Kepentingan, masyarakat terdiri
dari kelas-kelas. Kelas yang tentu mempunyai perbedaan kepentingan dengan
kelas yang lain. Pihak penguasa memiliki kepentingan untuk mempertahankan
apa yang dimilikinya, sedangkan pihak bawah akan cenderung mengadakan

16
suatu perubahan. Bisa saja orang yang melakukan tindak korupsi yang berada
pada kelas atas mempertahankan jabatan dan wewenang yang dimilikinya
sedangkan pihak yang berada pada kelas bawah ingin melakukan perubahan
atas tindakan pihak kelas atas yang dianggap menyalahgunakan kekuasaan dan
wewenang untuk kepentingan pribadi, sehingga pihak bawah merasa keadilan
Negara terhadap rakyat kelas bawah kurang, serta tindakan tersebut dianggap
merugikan mereka karena hak keungan Negara yang harusnya digunakan
untuk mensejahterakan mereka digelapkan oleh pihak kelas atas ang tidak
bertanggung jawab.

17
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari definisi-definisi korupsi yang dikemukakan, terdapat dua unsur
pokok di dalamnya, yaitu penyalah gunaan kekuasaan yang melampaui batas
kewajaran hukum oleh para pejabat atau aparatur negara, dan pengutamaan
kepentingan pribadi atau klien di atas kepentingan publik oleh para pejabat
atau aparatur negara yang bersangkutan.. Kenyataan praktik korupsi yang
terjadi di Indonesia bukan hanya melibatkan personal, tetapi juga instansi
politik dan hukum. ada sejumlah kasus korupsi di Indonesia yang nilai
kerugiannya divonis lebih dari 100 miliar.Seperti, kasus Mantan Ketua DPR
Setya Novanto yang divonis 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Setnov
dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi proyek
pengadaan KTP Elektronik (e-KTP), yang ditaksir merugikan negara hingga
Rp2,3 triliun. Upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi dilaksanakan
melalui berbagai kebijakan berupa peraturan perundang-undangan dari yang
tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sampai dengan Undang-Undang
tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi seperti tersebut diatas.
Selain itu pemerintah juga membentuk komisi-komisi yang berhubungan
langsung dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti
Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK).

B. Saran
Pemberantasan dan pencegahan korupsi haruslah dilakukan dari atas
secara konsisten dari para penyelenggara negara.Pemberantasan tindak pidana
korupsi harus tetap berpegang pada Undang-Undang korupsi yang telah

18
berlaku dan mengedepankan pertanggungjawaban pidana terlebih dahulu
kemudian pertanggungjawaban secara perdata.Peraturan pemberantasan
korupsi harus jelas dengan sanksi yang dapat menimbulkan efek jera serta
proses peradilan yang cepat dan transparansi.

DAFTAR PUSTAKA

AndiHamzah, Korupsi di Indonesia: MasalahdanPemecahannya (Jakarta:


Gramedia, 1986)

Nawawi Arief, Barda (1998), Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan


Pengembangan Hukum Pidana, Bandung : Citra Aditya Bakti

Pope, Jeremy (2003), Strategi Memberantas Korupsi : Elemen Sistem


Integritas Nasional, Buku Panduan Transparency Internasional 2002,
Jakarta: Yayasan Obor

https://aclc.kpk.go.id/materi/berpikir-kritis-terhadap-
korupsi/infografis/dasar-hukum-pemberantasan-korupsi

https://ilmuuntukibadah.blogspot.com/2016/12/bab-3-dasar-hukum-dan-
lembaga.html?m=1

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200804082317-12-
531840/deretan-kasus-korupsi-rugikan-negara-di-atas-rp100-miliar

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/3800/fisip-
erika1.pdf;jsessionid=AA43D3730E9AD9EF3C85C9762FCDF792?
sequence=1

https://m.merdeka.com/khas/tega-korupsi-saat-pandemi-mildreport.html

19

Anda mungkin juga menyukai