Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PERBANDIAN AGAMA DAN KEPERCAYAAN

Tentang

KERUKUNAN HIDUP BERAGAMA di INDONESIA

Dosen Pengampu:

Eliza, M,Ag

Disusun Oleh

Tri putri sari 2212010125

Winda Nurchairani 2212010146

KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG

TAHUN AKADEMIK

2023 M/1444
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahhirabbi’alamin dengan mengucapkan syukur kepada Allah


SWT yang telah memberikan petunjuk, rahmat, hidayat, dan segala nikmatnya
kepada seluruh hamba-Nya, serta tidak lupa pula sholawat salam kita ucapka
kepada Rasulullah SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah.

Dalam penyusunan makalah ini penulis tentang KERUKUNAN HIDUP


BERAGAMA di INDONESIA. Namun, dengan bantuan berbagai pihak sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu, terutama kepada
ibuk Eliza,M.Ag . selaku dosen pengampu mata kuliah Perbandian Agama dan
Kepercayaan yang telah membimbing penulis sehingga makalah ini terselesaikan.

Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis tidak menutup diri dari para pembaca akan
saran dan kritik yang sifatnya membangun demi perbaikan dan peningkatan
kualitas penyusunan makalah dimasa yang akan datang. Penulis berharap semoga
makalah bisa memberikan suatu kemanfaatan bagi penulis dan pembaca.

Padang, 3 oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah................................................................................................. 1
C. Tujuan .................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Latar belakang lahirnya konsep kerukunan beragama di indonesia ............ 3


B. Metode pendekatan dan pola pembinaan ..................................................... 4
C. Toleransi dalam kerukunan hidup beragama di indonesia ..........................5
D. Dialog antar umat beragama .......................................................................7

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...................................................................................................9
B. Saran .............................................................................................................9

DAFTAR KEPUSTAKAAN

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerukunan beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan
aset dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam
perjalanan sejarah bangsa, Pancasila telah teruji sebagai alternatif yang paling
tepat untuk mempersatukan masyarakat Indonesia yang sangat majemuk di
bawah suatu tatanan yang inklusif dan demokratis. Sayangnya wacana
mengenai Pancasila seolah lenyap seiring dengan berlangsungnya reformasi.
Berbagai macam kendala yang sering kita hadapi dalam
mensukseskan kerukunan antar umat beragama, dari luar maupun dalam
negeri kita sendiri. Namun dengan kendala tersebut warga Indonesia selalu
optimis, bahwa dengan banyaknya agama yang ada di Indonesia, maka
banyak pula solusi untuk menghadapi kendala-kendala tersebut. Dari berbagai
pihak telah sepakat untuk mencapai tujuan kerukunan antar umat beragama di
Indonesia seperti masyarakat dari berbagai golongan, pemerintah, dan
organisasi-organisasi agama yang banyak berperan aktif dalam masyarakat.
Keharmonisan dalam komunikasi antar sesama penganut agama
adalah tujuan dari kerukunan beragama, agar terciptakan masyarakat yang
bebas dari ancaman, kekerasan hingga konflik agama.

B. Rumus masalah

1. Bagaimana latar belakang lahirnya konsep kerukunan beragama di


indonesia
2. Bagaimana metode pendekatan dan pola pembinaan
3. Bagaimana Toleransi dalam kerukunan hidup beragama di Indonesia
4. Bagaimana Dialog antar umat beragama

1
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui latar belakang lahirnya konsep kerukunan beragama


di Indonesia
2. Untuk mengetahui metode pendekatan dan pola pembinaan
3. Untuk mengetahui Toleransi dalam kerukunan hidup beragama di
Indonesia
4. Untuk mengetahui Dialog antar umat beragama

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan latar belakang lahirnya konsep kerukunan hidup


beragama di Indonesia
Seringkali istilah kerukunan mengandung pengertian bahwa kondisi
sosial hubungan antar penganut agama telah mengalami pertentangfan atau
konflik. Oleh karena itu, proses “rukun ” melalui upaya penyadaran dalam
beragama dapat dilakukan melalui upaya penyamaan visi pemahaman , dan
kesadaran terhadap eksistensi agama – agama yaitu setiap agama secara
asensial memiliki nilai – nilai universal yang dapat diterima oleh tiap – tiap
pihak yang berbeda keyakinan. Melarang berbuat jahat dan mengharuskan
berbuat baik adalah salah satu nilai universal yang diajarkan oleh semua
orang.
Dalam konteks hubungan antar agama, istilah rekunsilisasi paling
tidak memberikan kesan atau pemahaman bahwa kehidupan beragama di
Indonesia tidak harmonis dan sering menimbulkan konflik, disebut “tidak
harmonis”. Sebab kehidupan beragama yang selama ini damai,
berdampingan, saling memahami, menghargai dan menghormati satu sama
lain terganggu oleh faktor- faktor tertentu terutama oleh situasi kehidupan
ekonomi, sosial, cultural, dan politik tempat agama – agama itu hidup dan
berkembang. Adapun konflik menunjukkan bahwa di manapun agama –
agama itu berada, sekalipun situasi kehidupan sosial- politik stabil , tetap
terjadi pertentangan.
Faktor – faktor itu dapat diketahui, paling tidak bahwa akar
permasalahan terjadinya konflik antar umat beragama adalah tidak adanya
kesadaran beragama yang bersumberkan dan ketidaktahuan atau
kekurangpahaman terhadap agamanya sendiri terlebih agama orang lain.
Oleh karena itu, sisi teoritis nilai – nilai essensial dan universalitas
agama secara moral harus mendasari tindakan manusia dalam beragama.

3
Kesadaran beragama muncul dari pengetahuan , pengalaman, dan kebiasaan-
kebiasaan melakukan introspeksi , re- evaluasi dan relevansi tindakan –
tindakan keagamaan dengan lingkungan sekitarnya. Apalah artinya
pengetahuan tanpa kesadaran atau sebaliknya kerukuan tidak ada artinya
kalau tidak didasari oleh pengetahuan, penghayatan, dan kesadaran agama,
apalagi jika hanya mengandalkan pendekatan – pendekatan kelembagaan
formal dan seremonial belaka tanpa melihat nilai – nilai universal yang
melekat pada diri manusia, seperti saling menyayangi, menghormati,
cenderung, pada nilai – nilai kebenaran, memahami dan menyadari perbedaan
dan sebagainya.

B. Metode Pendekatan dan Pola Pembinaan


Ada beberapa pikiran diajukan untuk mencari pola kerukuan dalam
kehidupan beragama seperti apa yang disebut singkretisme yaitu “upaya
mencampur baurkan segala macam agama menjadi satu , karena mereka
berkeyakinan bahwa semua agama pada hakikatnya adalah sama”. Cara
seperti ini ternyata tidak mendapat suara karena tidak dapat diterima, sebab
dalam ajaran islam umpamanya khalig adalah lain dari pada makhluk , zat
yang menciptakan adalah lain dari yang diciptakan.
Pemikiran lain adalah dengan jalan reconception artinya “menyelami
dan meninjau kembali agama sendiri dalam konfrontasi dengan agama –
agama lain.” Golongan ini berpendapat bahwa segala agama adalah sama
saja, yang menjadi pokok persoalan dalam pemikiran mereka ialah
bagaimana dapat dipenuhi rasa kebutuhan akan adanya suatu agama dunia.
Adapun dalam upaya merealisasikan keharmonisan hidup beragama
itu pemerintah telah menciptakan pola pembinaan dan pemeliharaan
kerukunan hidup beragama diarahkan kepada tiga bentuk :
1. Kerukunan intern umat beragama
2. Kerukunan antar umat beragama
3. Kerukunan Umat beragama dengan pemerintah

4
Ketiga bentuk pola pembinaan tersebut diatas dijalankan dalam bentuk
sebagai berikut:
a. Kerukunan intern umat beragama
Hal ini dijalankan dengan cara musyawarah intern umat
beragama, dengan tujuan menghimpun dan mempertemukan para ulama
dan pemuka – pemuka agama maupun tokoh generasi muda dikalangan
umkat beragama untuk mendiskusikan atau mencari, pemikiran dalam
rangka menemukan persamaan dan kesepakatan untuk hubungan
kehidupan sehatri –hari dalam masalah – masalah keagamaan,
kemasyarakatan dan pembangunan
b. Kerukunan Antar umat beragama
Hal ini dijalankan dengan cara observas, studi kasus, kerjasama
sosial kemasyarakatan kegiatan bersama antar umat beragama dan
penulisan monogarfi kerukuan antar umat beragama. Observasi adalah
mencari landasan pembinaan kerukunan, caranya adalah dengan
menjajaki pendapat ulama/ pemuka agama / pejabat dan pemerintah
daerah dan instansi departemen agama di lokasi yang bersangkutan.
c. Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah
Hal ini dijelaskan dengamn cara pekan orientasi kerukunan antar
uymat beragmaa dengan pemerintah. Tujuannya adalah mempertemukan
antara pemimpin / pemuka agama dengan pemerintah, baik tingkat
nasional maupun daerah agar saling memberikan informasi dan
tanggapan dal;am rangaka kerukunan hidup beragama tersebut.

C. Sikap toleransi dalam kerukuana hidup beragama di Indonesia


Sikap menghargai dan menghormati agama – agama lain itu dalam
pengertian umum sering diistilahkan dengan toleransi. Dalam suatu
pertemuan antara pemuka – pemuka / tokoh – tokoh agama kristen protestan
dan katolik bapak Aang Kuncefi antara lain juga mengemukakan bahwa
“sesuai dengan azas – azas demokrasi Pancasila maka setiap pemeluk agama
hendaknya beroleh kebebasan mengembangkan agamanya masing –
masing.”Oleh karena itu maka toleransi beragama adalah syarat mutlak

5
dfalam mewujudkan adanya persaudaraan, kerukunan dan persatuan
dikalangan masyarakat bangsa Indonesia.
a. Arti toleransi
Toleransi berasal dari bahasa Latin “tolere” artinya menahan diri,
bersikap sabar, membiarkan orang berpendapat lain, berhati lapang,
terhadap orang – orang yang berlainan aliran. Sikap toleran tidak berarti
membenarkan pandangan / aliran yang dibiarkan itu, akan tetapi
mengakui kebebasan serta hak – hak azasi penganutnya.
b. Macam – macam toleransi
1. Toleransi negative
Toleransi negatif adalah toleransi yang isi ajaran dan penganutnya
tidak dihargai tetapi dibiarkan saja karena terpaksa
2. Toleransi positif
Toleransi positif ialah toleransi yang isi ajarannya ditolask, tetapi
penganutnyha diterima serta dihargai.
3. Toleransi ekumini
Toleransi Ekuminis ialah toleransi yang isi ajaran serta penganutnya
dihargai karena dalam ajaran mereka itu terdapat unsur – unsur
kebenaran yang berguna untuk memperdaqlam kepercayaan sendiri .
Mengenai macam – macam toleransi Dr. Piet Maku Waso membedakan
1. Toleransi privat atau perseorangan artinya seseorang menahan dengan
sabar terhadap orang – orang perorangan ataupun terhadap
kelompok / golongan beragama lain.
2. Toleransi publik artinya suatu kelompok / golongan menahan dengan
sabar terhadap kelompok golongan beragama lain. Toleransi publik ini
dibagi lagi ke dalam :
a. Toleransi antar institusi agama
Yang dimaksud dengan institusi agama ialah badan atau lembaga
yang didirikan langsung oleh pendiri agama atau tak langsung
tapi atas dasar kitrab suci yang bertugas memelihara kebenaran
dan keutuhajn ajaran agamanya serta menyebarkannya. Objek

6
toleransi antar institusi adalah ajaran yang berbeda atau yang
bertentyangan dan norang – oreang tyang mengajar dan
menganut ajaran tersebut
b. Toleransi sipil
Pada umumnyta toleransi sispil berarti bahwa kepada semua
penduduk suatu negara bdibedakan kebebasan dengan ketentuan
perundang – undangan negara untuk masing – masin g
menjalankan agamanya dan semua agama diakui mempunyai
kedudukan yang sama.
c. Perlunya / usaha – usaha toleransi
Mengenai perlunya sikap lapang dada dalam membina
kerukunan hidup beragama ini, prof. Dr. A. Mukti Ali
mengatakan “kerukunan hidup beragama hanya akan bisa dicapai
apabila tiap – tiap golongan bersikap lapangh dada satu sama
lain.”
Untuk menciptakan kerukunan hidup beragama atas dasar
kelapangan dada itu, maka bukan semangat umntuk menang
sendiri yang perlu dikembangkan melainkan prinsip “setuju
dalam perbedaan“.
“Setuju dalam perbedaan” berarti orang yang menerima dan
menghormati orang lain dengan seluruh aspirasi , keyakian,
kebiasaan dan pola hidupnya , menerima dan menghormati orang
lain dengan kebebasan untuk menganut agamanya sendiri.

D. Dialog antar Umat beragama


1. Arti dialog
Dialog berasal dari kata yunani “dialog as” artinya percakapan,
pembiaran. Lalu dialog memperoleh arti wawancara atau tukar – menukar
pikiran dalam nama kedua belah pihak sering mendengarkan dan
mengemukakan pendapat , mengajukan argumen- argumen serta
alasannya

7
Dengan demikian dialog ialah pertukaran pikiran dengan maksud
menerangkan pendapat / keyakinan masing – masing,
mempertimbangkannya dan berusaha memahami pendapat lain.
2. Tujuan dialog
Dialog tidak dimaksudkan untuk membanding – bandingkan
perbedaan atau mengukur benar tidakny a ajaran atau keyakinan yang kita
peluk, tetap lebih banyak untuk memecahkan masalah bersama kita
hadapi itu, paling tidak untuk penganut agama kmita masing – masing
memperbandfingkan ajaran agama kiranya sudah tepat dilakukan secara
akademik di universiotas daripada dalam suatu dialog , karena dalam
suatu dialog antara berbagai umat, sudah jelas asumsinya ialah dialog
diantara berbagai umat yang yakin agamanya masing – masing.
3. Sikap – sikap yang perlu diperhatikan dalam dialog
Mengenai sikap dalam dialog antar agama Dr. R. Hamdawiryana
menulis sebaghai berikut:
Mengingat bahwa masyarakat in donesia banyak menunjukkan
kecondongan akan keselarasan dan kerukunan yang tak jarang
membuahkan sikap ekletisisme dan sinkretisme, maka perlu kiranya
ditekankan bahwa seprti halnya dengan sikap dialog , begitu pula dialog
antar agama mensyaratkan bahwa supaya tiap – tiap pihak mempunyai
dan sanggup mempertahankan pendiriannya.

8
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
a. Kesadaran beragama muncul dari pengetahuan , pengalaman, dan
kebiasaan- kebiasaan melakukan introspeksi , re- evaluasi dan relevansi
tindakan – tindakan keagamaan dengan lingkungan sekitarnya.
b. Terdapat pola pembinaan dan pemeliharaan kerukunan hidup beragama
diarahkan kepada tiga bentuk :
1. Kerukunan intern umat beragama
2. Kerukunan antar umat beragama
3. Kerukunan Umat beragama dengan pemerintah
c. Sikap toleran tidak berarti membenarkan pandangan / aliran yang
dibiarkan itu, akan tetapi mengakui kebebasan serta hak – hak azasi
penganutnya.
d. Macam – macam toleransi
1. Toleransi negative Toleransi negatif adalah toleransi yang isi ajaran
dan penganutnya tidak dihargai tetapi dibiarkan saja karena terpaksa
2. Toleransi positif Toleransi positif ialah toleransi yang isi ajarannya
ditolask, tetapi penganutnyha diterima serta dihargai.
3. Toleransi ekuminis ialah toleransi yang isi ajaran serta penganutnya
dihargai karena dalam ajaran mereka itu terdapat unsur – unsur
kebenaran yang berguna untuk memperdaqlam kepercayaan sendiri.

B. SARAN
Dengan selesainya makalah ini Tak lupa kami menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami
pembuat makalah berharap kepada pembaca untuk memberi kritik dan saran
yang membangun demikesempurnaan makalah ini.

9
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Adeng Muchtar ghazali, Ilmu Studi Agama (bandung : Pustaka Setia : 2005 )
Ap. Budiyono, membina kerukunan Hidup Antar Umat beragama (Yogyakarta :
kanisius 1983 )

10

Anda mungkin juga menyukai