Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MENCIPTAKAN KERUKUNAN ANTAR UMAT


BERAGAMA
Sebagai tugas untuk memenuhi mata kuliah Pendidikan Agama Kristen

DOSEN PENGAMPU:
Pdt. Dr. Sampitmo Habeahan, M.Th, M.Pd.K, D.Th.

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IX
Feby Alvionita Sembiring 7193143012
Rony Pakpahan 7192443010

Rospita Simamora 7193143010


Sela Agustina Simanjuntak 7191143004

Zenni Christina Panjaitan 7193343003

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BISNIS


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat kasih dan anugerahnya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
Pendidikan Agama Kristen yang berjudul “Menciptakan Kerukunan Antar Umat
Beragama” ini dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Pdt. Dr. Sampitmo
Habeahan, M.Th, M.Pd.K, D.Th. selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama
Kristen yang telah memberi arahan dan bimbingan dalam penulisan makalah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih untuk setiap pihak yang telah
berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam
penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca untuk menjadi acuan bagi penulis untuk menjadi lebih baik. Selain
itu, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya
mahasiswa yang masih aktif.

Medan, 22 April 2021

Kelompok IX

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 1

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................5

2.1 Bentuk-Bentuk Hubungan Antara Umat Beragama ..................................... 5

2.2 Kerukunan Hidup Beragama ......................................................................... 6

2.3 Toleransi Umat Beragama ............................................................................. 8

2.4 Beberapa Faktor Yang Mengganggu Kerukunan Hidup Beragama .............. 9

2.5 Umat Kristen dan Dialog Atau Musyawarah .............................................. 10

2.6 Sikap Kristen Yang Benar Terhadap Yang Beragama lain ......................... 10

BAB III PENUTUP ...............................................................................................13

3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerukunan adalah sikap saling mengakui, menghargai, toleransi yang tinggi


antar umat beragama dalam masyarakat multikultural sehingga umat beragama
dapat hidup rukun, damai dan berdampingan. Untuk memahami istilah kerukunan
ini baiklah dipahami juga upaya pemerintah dalam kerukunan Multikulturalisme
mengandung dua pengertian yang sangat kompleks yaitu mult yang berarti plural
dan kulturalisme berisi pengertian kultur atau budaya. Dengan demikian pluralisme
bukan sekedar pengertian akan adanya hal-hal yang berjenis-jenis tetapi juga
pengakuan itu mempunyai implikasi politik, sosial dan ekonomi Oleh karena itu
pluralisme juga berkenaan dengan hak hidup kelompok masyarakat dalam suatu
komunitas dan komunitas itu mempunyai budaya (HAR Tilaar, 82)
Pada masa Orde Baru dapat dikatakan ada keadaan tenang yang dipimpin
Presiden Soeharto hingga masa-masa selanjutnya, namun beberapa tahun kemudian
(berpuncak Mei 1977) pemerintah Orde Baru dapat digulingkan oleh gerakan
reformasi di mana daerah-daerah mulai menuntut otonomi daerah, misalnya Aceh,
Papua bahkan lebih jauh dan pada itu timbul pula konflik dan berbagai tindak
kekerasan yang bernuansa suku, ras terutama agama agama di beberapa tempat
seperti Sampit (Kalimantan), Poso, Maluku, dll. Situasi ini sangat memprihatinkan
dan mengganggu karena mengancam integrasi dan kesatuan bangsa Indonesia.
Itulah sebabnya Bung Karno Presiden RI pertama mengatakan bukan agama
tertentu yang menjadi dasar dari NKRI, tetapi prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa.
Itulah yang menjadi dasar pemersatu dari semua kelompok agama yang berbeda
yaitu: dalam tubuh Pancasila. Dan semboyan Bhineka Tunggal Ika (Berbeda-beda
Tetapi Tetap Satu) terbukti mampu menjembatani kelompok yang berbeda tersebut.
Orang Kristen yang ditempatkan di tengah masyarakat yang majemuk harus
menggarami dan menerangi dunia, seperti yang diajarkan oleh Yesus kepada kita
dalam Matius 5:14-15.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini antara lain:
3
1. Apa saja bentuk hubungan antara umat beragama?
2. Apa saja bentuk kerukunan hidup beragama?
3. Bagaimana sikap toleransi umat beragama?
4. Apa saja faktor yang mengganggu kerukunan hidup beragama?
5. Apa yang dimaksud dengan umat kristen dan dialog atau musyawarah?
6. Bagaimana sikap kristen yang benar terhadap yang beragama lain?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui bentuk hubungan antara umat beragama.
2. Untuk mengetahui bentuk kerukunan hidup beragama.
3. Untuk mengetahui sikap toleransi umat beragama.
4. Untuk mengetahui faktor yang mengganggu kerukunan hidup beragama.
5. Untuk mengetahui umat kristen dan dialog atau musyawarah.
6. Untuk mengetahui sikap kristen yang benar terhadap yang beragama lain.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Bentuk-Bentuk Hubungan Antara Umat Beragama


Ada 3 bentuk sikap dalam hubungan antar agama:
1. Sikap Eksklusivisme.
Eksklusivisme adalah sikap yang hanya mengakui agamanya sebagai agama
paling benar dan baik. Ini adalah sikap fanatisme yang akan melahirkan berbagai
akibat buruk antara lain timbulnya perpecahan, perseteruan antara umat beragama
dan berbagai konflik lainnya.
Bentuk eksklusivisme pola umum yang sudah ada pada abad pertengahan dan
makin menipis seiring dengan perkembangan paradigma dalam masyarakat. Namun
meski demikian sikap tersebut masih mendominasi kelompok kecil pemeluk
agama. Sikap eksklusivisme sempit seperti ini juga diakui di kalangan warga
Kristen dan secara khusus di kalangan mahasiswa yang menganggap sempit
terhadap makna keselamatan yang dibawakan oleh Yesus Kristus.
Didalam Yohanes 14: 6 Yesus mau mengatakan kemutlakan dirinya sebagai
Jalan, Kebenaran, dan Hidup, termasuk kemutlakan bahwa menuju sorga hanya ada
satu pintu mutlak, yakni Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah pribadi Allah yang
sudah ada sebelum dan sesudah adanya agama-agama muncul di dunia, Yesus
Kristus meliputi semua Jagad Raya, alam semesta dan agama-agama yang ada.
Yesus Kristus juga dalam kapasitasNya sebagai Allah yang universal mutlak
menjadi pintu masuk surga bagi semua bangsa. Tentu hal ini berdasarkan Yohanes
3:16. Dalam hal ini Yohanes 3:16 tidak pernah menunjuk pada satu agama tertentu
saja, tetapi bagi dunia ini. Itu sebabnya kita tidak boleh bersikap eksklusivisme
dalam keberagaman kita.

2. Sikap Inklusivisme
Adalah sikap yang dapat memahami dan menghargai agama-agma lain dengan
segala eksistensinya. Tetapi orang yang inklusivisme ini tetap memandang
agamanya sendirilah sebagai agama satu-satunya jalan menuju keselamatan.
Maka posisi kita di sini, kita memandang agama-agama di luar Kristen dalam
segala eksistensi itu adalah baik dan sangat menghargai dan wajib

5
menghormatinya. Di dalam semua agama pasti ada kebenaran, namun kita tidak
boleh mengatakan bahwa semua agama benar, sebab ukuran kebenaran itu satu
yakni Kebenaran itu sendiri. Menurut Yohanes 14:6 kebenaran itu adalah Yesus
Kristus atau Pribadi Allah sendiri. Bukan agama Kristen yang mengukur agama-
agama di luar Kristen, hanya kebenaranlah yakni Allah sendiri yang dapat
mengukur kebenaran agama lain. Oleh karena itu kita tidak dapat menghakimi
agama lain benar atau salah. Kebenaran agama kita sendirilah yang berhak kita
ukur dan tentukan berdasarkan keyakinan dan pernyataan Allah kepada kita sendiri.
Oleh karena itu kita harus memandang agama kita sendirilah agama paling benar
dan membawa kita kepada keselamatan sejati. Soal kebenaran agama lain, hanya
kebenaran itu sendirilah yang tahu dan dapat mengukurnya.

3. Pluralisme
Pluralisme adalah sikap yang menerima, menghargai dan memandang agama
lain sebagaimana yang baik dan benar serta memiliki jalan selamatan. Dalam
perspektif pandangan seperti ini, maka tiap umat beragama akan terpanggil untuk
menerima hubungan solidaritas, dialog dan kerjasama dalam rangka mewujudkan
kehidupan yang lebih baik dan lebih berpengharapan.
Tetapi dari segi kepercayaan dan dogma iman kristiani, pandangan pluralisme
agama seperti ini membuka pintu yang lebar terhadap pandangan yang mengatakan
bahwa semua agama benar dan sedang berjalan menuju sorga, tetapi cara, bentuk
dan institusi agamanya yang berbeda. Dengan perkataan lain, pandangan ini
memungkinkan orang dengan mudah berpindah-pindah agama, karena berpikir toh
tujuannya sama.
Sebagai Mahasiswa Kristen, pandangan ini harus kita hindarkan sebab tidak
sesuai dengan iman kristen. Yesus mengajarkan kepada kita dalam Matius 5:37
katakan ya kepadaNya dan katakan tidak kepada tidak. Memang tentu saja kita
harus menghormati setiap agama dan keyakinan orang lain namun dalam rangka
keselamatan kita tidak mungkin toleran, sebab sudah paku mati bagi kita, bahwa
keselamatan itu tidak kita temukan di luar Tuhan Yesus Kristus. Biar
bagaimanapun ini bagi kita sudah titik.

2.2 Kerukunan hidup beragama


Kerukunan hidup umat beragama adalah suatu kondisi sosial dimana semua
6
golongan agama dapat hidup bersama-sama tanpa mengurangi hak dasar masing-
masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya sehingga masing-masing
pemeluk agama dapat hidup dalam keadaan rukun dan damai.
Dalam rangka menciptakan kerukunan hidup umat beragama yang bersifat
menyeluruh, maka pemerintah mencanangkan Triologi Kerukunan hidup beragama
yakni:
1. Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama
Di dalam pergaulan hidup antar umat beragama yang berbeda sering terjadi
benturan-benturan yang mengganggu kerukunan. Salah satu penyebabnya adalah
perbedaan ajaran agama. Memang diakui bahwa perbedaan ajaran agama sangat
sensitif dalam kehidupan masyarakat.
Sebagai umat beragama kita harus dapat mengendalikan diri di dalam pergaulan
kita dan pergaulan umat beragama yang lain, sehingga hubungan kita dengan umat
beragama lain harmonis dan lestari bertahan lama. Sebagai umat beragama yang
baik, kita wajib mengetahui, memahami dan mau menghargai perbedaan antara kita
dengan umat beragama yang lain. Sikap menghargai dan menghormati perbedaan
ajaran dan gaya hidup umat beragama lain bukan berarti harus menerima dan
menyetujui ajaran agama lain. Sebagai orang Kristen kepercayaan kita tidak boleh
mendua. Kita tidak boleh berpura-pura, tetapi kita harus mampu menyaksikan iman
kita dengan berani dan tegas, mampu menunjukkan identitas sebagai orang Kristen
yang tepat. Namun dalam pergaulan hidup yang wajar, kita wajib memelihara
kerukunan hidup antar umat bergama yang berbeda.
Salah satu cara memelihara kerukunan hidup antar umat beragama ialah:
menghindarkan perilaku dan tindakan yang menyinggung dan menyakiti perasaan
umat beragama yang lain. Sebagai orang kristen, kita tidak harus menganggap
bahwa kita saja yang benar sedangkan umat beragama yang lain tidak benar. Sikap
meremehkan umat beragama lain dan selalu membenarkan diri sendiri bukanlah
Sikap orang kristen yang baik. Orang Kristen adalah garam dan terang dunia
(Matius 5:13-16). Berarti orang Kristen haruslah menjadi contoh bagi umat
beragama yang lain.
2. Kerukunan Hidup Intern Umat Beragama Yang Sama
Selain kita harus rukun dengan umat beragama yang lain maka kita juga harus
rukun dengan sesama umat beragama yang sama. Kita akan mampu hidup dengan
umat beragama yang lain, apabila kita terlebih dahulu menjaga kerukunan hidup
7
dengan umat yang seagama. Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat Efesus
dan Jemaat Korintus memberikan nasehat agar para anggota jemaat memelihara
kesatuan dalam keberlainan. (Ef 4:1-6 dan I Kor 12:12-3 1). Menurut Rasul Paulus
bahwa jemaat Kristen wajib memelihara kesatuan dalam keberlainan dan
keberlainan dalam kesatuan. Artinya, bahwa umat Kristen harus menghargai
perbedaan dalam persekutuan. Perbedaan tidak harus menjadi pertentangan dan
perpecahan.
Dalam pengalaman sehari-hari sering terjadi perpecahan dan pergolakan
internal sesama agama. Hal itu kebanyakan terjadi karena umat Kristen tidak
menghargai dan memahami perbedaan. Di antara kita timbul penonjolan diri dan
anggap remeh terhadap yang lain, sehingga rasa kebersamaan semakin menipis.
3. Kerukunan Hidup Umat Beragama Dengan Pemerintah
Menurut pandangan Kristen bahwa pemerintah adalah merupakan wakil Allah
di dunia. Dalam Alkitab dilukiskan ada dua jenis pemerintah yakni: Pertama,
Pemerintah yang berasal dari Allah atau sebagai wakil Allah (Roma 13:1-17)
Kedua, Pemerintah sebagai tempat kediaman roh-roh jahat atau pemerintah
Babel atau pemerintah kekacauan (Wahyu 13:1-18). Tetapi dalam hubungan ini
kita memberi perhatian pada jenis pemerintah sebagai wakil Allah. Memang orang
Kristen harus selalu kreatif dan kritis terhadap pemerintah yang sah. Orang Kristen
harus mampu membedakan mana pemerintah yang berfungsi sebagai alat atau
wakil Allah dan mana pemerintah yang bukan berasal dari Allah (bdg Roma 13:1-
2). Walapun di satu pihak orang Kristen tidak boleh mendewakan pemerintah dan
tidak harus menerima, menganggap benar serta mengiyakan apa yang dilakukan
pemerintah, namun di pihak lain orang Kristen tidak boleh apriori kebijaksanaan
pemerintah.
Hidup rukun antara umat beragama dengan pemerintah nampak dalam sikap
yang wajar dan positif. Umat Kristen wajib menaati dan melaksanakan semua
aturan dan program yang sudah ditetapkan pemerintah tetapi umat Kristen juga
wajar memberi sumbangan pemikiran positif terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan
pemerintah.

2.3 Toleransi Umat Beragama


Toleransi beragama bukan berarti toleransi beriman. Artinya setiap agama tidak
berarti harus menyetujui kepercayaan orang lain. Setiap agama harus tegas dan
teguh pada ajaran kepercayaannya. Agama Kristen sendiri mengajarkan agar setiap
8
murid Yesus tidak takut mengakui nama Yesus Kristus. Orang Kristen tidak boleh
ragu-ragu akan kepastian imannya. Orang Kristen juga tidak boleh munafik di
dalam pergaulannya. Orang Kristen harus memperhatikan bagaimana cara bergaul
yang baik dalam pergaulan sehari-hari, orang Kristen harus menjadi pribadi-pribadi
yang simpatik dan kreatif Ketegasan dan keteguhan imannya tidak menjadi sikap
yang fanatik dan ekstrim. Dan di pihak lain keluwesan dan keramah-tamahan
dalam pergaulan tidak menjadi sikap yang munafik dan tidak ada pendirian.
Maka dalam program toleransi beragama, prinsip yang dianut adalah bahwa setiap
penduduk dijamin kemerdekaannya untuk memeluk agama dan kepercayaannya
serta diberikan kebebasan melaksanakan ibadah menurut agama dan
kepercayaannya masing-masing sebagaimana dengan tegas dinyatakan dalam UUD
1945 pasal 29 ayat 2, misalnya, seorang yang beragama Kristen bila berdoa pada
suatu upacara nasional dengan toleransi umat beragama tidak harus segan atau
takut menyebut nama Yesus dalam doanya.

2.4 Beberapa Faktor Yang Mengganggu Kerukunan Hidup Beragama.

Hendropuspito menguraikan beberapa faktor yang sering mengganggu kerukunan


hidup bergama yaitu:

1. Sikap Mental Negatif.

Sikap mental negatif ini nampak dalam kesombongan religius, prasangka dan
intoleransi, misalnya umat beragama tertentu mempunyai keyakinan bahwa
agamanya memiliki ajaran yang paling benar. Akibatnya mereka sombong dan
merasa lebih tinggi dari pada pemeluk agama lain.

2. Faktor SARA (Suku Agama Ras dan Antar Golongan)

Secara sosiologis dapat dipahami bahwa suku, agama, ras dan antar golongan
adalah merupakan nilai pemersatu bagi yang bersangkutan tetapi juga sering
menjadi faktor penyebab perpecahan

3. Faktor Perbedaan Tingkat Kebudayaan.

Dapat disadari bahwa perbedaan tingkat kebudayaan yang menyolok akan


mengganggu keseimbangan, keserasian dan keselarasan pergaulan kehidupan
bangsa dan kelompok masyarakat. Sering terjadi bahwa sikap superior pada tingkat
kebudayaan yang tinggi (maju) dan sikap inferioir pada kelompok orang tingkat
9
kebudayaan rendah akan menimbulkan gap pemisah. Di satu pihak timbul nafsu
menguasai dari kelompok berbudaya dan ras tinggi atau sebaliknya prasangka
negatif pada masyarakat berbudaya rendah.

4. Faktor Mayoritas Dan Minoritas Golongan Beragama.

Dalam kehidupan umat bergama sering timbul sikap merasa lebih berkuasa dari
golongan mayoritas terhadap golongan minoritas Golongan mayoritas
menginginkan hak-hak istimewa dari hak-hak yang diperoleh minoritas. Faktor-
faktor tersebut di atas perlu dipahami oleh orang Kristen dalam konteks kehidupan
beragama bersama dengan sesama umat beragama lain. Dengan memahami faktor-
faktor itu orang Kristen tidak akan emosional menanggapi dan menghadapi
peristiwa-peristiwa yang bernuansa agama, justru umat Kristen harus turut
bertangungjawab mencegah dan menghindarkan agar tidak terjadi permusuhan dan
kontak senjata di antara masyarakat yang berbeda keyakinannya. Umat Kristen
terpanggil untuk mampu hidup secara rukun dan dinamis

2.5 Umat Kristen Dan Dialog Atau Musyawarah


Sejalan dengan peranan umat Kristen dalam kehidupan bersama sebagai saksi
Kristus dan teman serta pelayan bagi sesama umat beragama lain, maka salah satu
perilaku yang harus diperlihatkan dan ditunjukkan oleh orang Kristen adalah
kemampuan berdialog dan bermusyawarah. Dialog dan musyawarah dapat terjadi
Jika ada kesadaran untuk mengadakan pecakapan pergaulan dan pertukaran nilai
yang dimiliki oleh masing-masing dan kemudian berusaha memberi diri untuk
dikenal serta mengenal pihak lain.
Didorong oleh Kasih Kristus maka umat Kristen harus bersedia menggarami
kehidupan masyarakat dan mampu hadir di tengah tengah masyarakat untuk
memberikan sinar dan terang sehingga dialog dan musyawarah itu memberi
kualitas hidup yang lebih baik.

2.6 Sikap kristen yang benar terhadap yang beragama lain

Dari pembahasan terdahulu telah dicoba mengemukakan pemahaman Kristen


terhadap agama-agama lain. Pemahaman-pemahaman itu akan mendasari sikap dan
perilaku Kristen terhadap orang-orang bukan Kristen Ternyata dalam agama-agama
bukan Kristen dapat ditemukan nilai-nilai paralel dengan iman Kristen. Menurut
10
iman Kristen bahwa orang-orang bukan Kristen adalah juga sesama. Mereka juga
adalah ciptaan Tuhan, Allah hadir di tengah tengah kehidupan mereka. Allah bebas
menggerakkan hati mereka. Demikian juga Kristus, tidak hanya terbatas dalam
dunia Kristen. J. Neuner berkata bahwa: Kristen adalah hidup Kristus. Dia sanggup
menemui setiap manusia dalam keadaan hidup dan keadaan hati masing-masing.
Kalau demikian, Bagaimanakah setiap orang Kristen dapat bergaul dengan orang-
orang bukan Kristen?

1. Sikap Kreatif Dan Kritis

Sikap kreatif dan kritis dalam kehidupan dan pergaulan antar sesama
menunjukkan kehidupan yang dewasa dan bertanggungjawab. Di satu pihak orang
Kristen harus menghayati dan mengamalkan imannya sesuai kasih Kristus. Tetapi
di pihak lain orang Kristen harus menggunakan pemikiran dan pemahamannya
dalam pergaulannya dengan orang-orang bukan Kristen.

Rasul Paulus mengajar bahwa, tugas orang Kristen tidak hanya sekedar
memberitakan dan mengajarkan Firman Tuhan kepada sesamanya. Tetapi lebih dari
pada itu bahwa orang Kristen juga diminta bersedia menegur orang lain asal cara
menegur itu dengan penuh hormat dan kasih (1 Tim 4:11,5:1-2).

Mengasingkan diri dari pergaulan dengan yang bukan Kristen akan


menyebabkannya eksklusif, tetapi bergaul dengan orang yang berbeda agama
kiranya membuat orang Kristen hanyut dalam pergaulan yang menghilangkan
identitasnya; kreatif berarti mampu memberikan darma baktinya untuk kepentingan
orang lain, sedangkan kritis artinya orang Kristen mampu bersaksi dan membela
kebenaran dan kebaikan didalam pergaulannya.

2. Sikap Dialogis Dan Simpatik

Menyaksikan iman Kristen kepada orang-orang yang beragama lain tidak cukup
dengan memberitakan Injil secara sepihak, melainkan orang Kristen juga harus
mampu mendengar dan memberi perhatian terhadap iman orang lain yang
beragama lain.

Huston Smith, 1958 mengatakan bahwa di dalam mendekati orang-orang non-


Kristen, gereja harus mendengar kepada iman-iman kepercayaan agama lain. Kita
harus mendengar kepada mereka karena persekutuan masa kini tidak akan terjadi
jika hanya dengan suatu tradisi, sebab setiap hari dunia berkembang, sehingga kita
11
tidak dapat hanya mempertahankan tradisi kita. Alasan lain dari Smith untuk
menganjurkan mendengarkan kepada iman kepercayaan agama lain ialah bahwa
dengan adanya pengertian dan pemahaman kita akan tradisi dan iman agama lain
dapat menuntun kepada kasih, atau sebaliknya dengan kasih itu kita dituntut untuk
mengerti mereka.

Apa yang dikatakan Smith untuk mendengar kepada iman kepercayaan agama
lain bukanlah suatu sikap pasif melainkan sikap aktif dari umat Kristen Sikap aktif
ini dapat diwujudkan dalam dialog yang penuh simpatik terhadap agama lain yang
diselenggarakan oleh Dewan Gereja Dunia (DGD) pada tanggal 16-25 Maret 1970
di Ajaltoun, Libanon . Samantha dalam bukunya terbitan WCC Dialog, Between
Men of Faith, hal 107-177). Peserta dialog tersebut terdiri dan tiga orang Islam, tiga
orang Hindu, empat orang Budha dan dua puluh empat orang Kristen. Mereka
berasal dari negara yang berlainan yang diundang secara pribadi oleh DGD.

Dan hasil dialog itu terdapat beberapa perbedaan pendapat. Namun tidak
adanya perselisihan di antara sesama peserta. Dan kesaksian peserta dialog,
diperoleh kesan bahwa dialog merupakan bukti adanya kejadian persekutuan yang
menimbulkan penghargaan dan mengakui bahwa kegiatan dialog tersebut akan
membuktikan atau memberikan dampak positif dan kreatif bagi umat beragama.
Sikap dialog dan simpatik membawa orang Kristen kepada kemampuan untuk
berlaku sebagai tetangga orang beragama lain.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dengan adanya masyarakat yang majemuk sikap yang menimbulkan


pertentangan ini sangatlah berbahaya, karena mudah terpancing untuk
menonjolkan keberbedaan yang mengarah kepada perpecahan. Bukan agama
tertentu yang menjadi dasar dari NKRI, tetapi prinsip Ketuhanan Yang Maha
Esa. Itulah yang menjadi dasar pemersatu dari semua kelompok agama yang
berbeda yaitu: dalam tubuh Pancasila.

Melalui semboyan Bhineka Tunggal Ika (Berbeda-beda Tetapi Tetap Satu)


terbukti mampu menjembatani kelompok yang berbeda tersebut. Orang Kristen
yang ditempatkan di tengah masyarakat yang majemuk harus menggarami dan
menerangi dunia, seperti yang diajarkan oleh Yesus kepada kita dalam Matius
5:14-15. Dijelaskan bahwa orang Kristen terutama Mahasiswa harus mampu
menciptakan toleransi, persaudaraan, persahabatan, antar umat beragama, antar
suku, antar ras didorong oleh kasih dari Tuhan Yesus Kristus dalam masyarakat
yang berbeda tersebut.

13
DAFTAR PUSTAKA

Habeahan, Sampitno, dkk. 2020. Pendidikan Agama Kristen. Universitas Negeri Medan.

14

Anda mungkin juga menyukai