Anda di halaman 1dari 11

Nama kelompok : Andri Vincent Sinaga

Irpantus

Mula P. Lumbantoruan

Nofrida Sitompul

Tingkat/jurusan : I / Teologi-C

M. Kuliah : Sosiologi Agama

Dosen : Dr. Eric Jhonson Barus

AGAMA DAN MASYARAKAT

I. Pendahuluan
Pada pertemuan ini kita akan membahas tentang agama dan masyarakat. Dimana agama
itu adalah sebahgai kepercayaan dan masyarakat adalah suatu kumpulan individu-individu
yang hidup bersama. untuk mengetahui lebih lanjut tentang agama dan masyarakat maka
kita akan membahasnya dibawah ini. semoga sajian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
II. Pembahasan
2.1. Latar Belakang

Agama merupakan suatu ciri kehidupan sosial manusia yang universal, dalam arti
bahwa semua masyarakat mempunyai cara-cara berpikir dan pola-pola perilaku yang
memenuhi syarat untuk disebut “agama‟ (religious).1 Ellis, tokoh terapi kognitif behavioral
menulis dalam Journal of Counseling and Clinical Psychology terbitan 1980. Agama yang
dogmatis, ortodoks dan taat (yang mungkin kita sebut sebagai kesalehan) bertoleransi
sangat signifikan dengan gangguan emosional orang umumnya menyusahkan dirinya
dengan sangat mempercayai kemestian, keharusan dan kewajiban yang absolut. Orang
sehat secara emosional bersifat lunak, terbuka, toleran dan bersedia berubah, sedang orang
yang sangat relegius cenderung kaku, tertutup, tidak toleran dan tidak mau berubah, karena
itu kesalehan dalam berbagai hal sama dengan pemikiran tidak rasional dan gangguan
emosional.2 Banyak dari apa yang berjudul agama termasuk dalam superstruktur, agama
terdiri atas tipe-tipe simbol, citra, kepercayaan dan nilai-nilai spesifik dengan mana

1
Endang Sarfuddin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, (Surabaya : Bina Ilmu, 1987), 122-123
2
Jalaludin Rakhmad, Psikologi Agama (Jakarta : Rajawali, 1996), 154-155
makhluk manusia menginterpretasikan eksistensi mereka, akan tetapi karena agama juga
mengandung komponen ritual maka sebagian agama tergolong juga dalam struktur sosial.3

2.2. Pengertian Agama


Berdasarkan sudut pandang kebahasaan bahasa Indonesia pada umumnya “Agama”
dianggap sebagai kata yang berasal dari bahasa sanskerta yang artinya “Tidak kacau”.
Agama diambil dari dua akar suku kata yaitu “a” yang berarti “tidak” dan “gama” yang
berarti “kacau”. Hal itu mengandung pengertian bahwa agama adalah suatu peraturan yang
mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau.
Adapun agama dalam pengertian sosiologi adalah gejala sosial yang umum dan
dimiliki oleh seluruh masyarakat yang ada di dunia ini tanpa terkecuali. Agama merupakan
salah satu aspek dalam kehidupan sosial dan bagian dari sistem sosial suatu masyarakat. 4
Agama dipandang sebagai institusi yang lain yang mengemban tugas (fungsi) agar
masyarakat berfungsi dengan baik, baik dalam lingkungan lokal, regional, nasional. 5
Agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari
keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama telah menimbulkan khayalan
yang paling luas dan juga digunakan untuk membenarkan kekejaman orang yang luar biasa
terhadap orang lain. Agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling
sempurna dan juga perasaan takut. Agama senantiasa dipakai untuk menanamkan
keyakinan baru ke dalam batin sanubari terhadap alam gaib dan surga-surga telah di dirikan
di alam tersebut. Namun demikian, agama berfungsi melepaskan belenggu-belenggu adat
atau kepercayaan manusia yang sudah usang.6

2.3. Fungsi Agama


Ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari dalam mendiskusikan fungsi agama
dalam masyarakat, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian. Ketiga aspek itu
merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat diamati dalam
perilaku manusia, sehingga timbul pertanyaan sejauh mana fungsi lembaga agama
memelihara sistem, apakah lembaga agama terhadap kebudayaan adalah suatu sistem, atau
sejauh mana agama dapat mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya.

3
Ishomuddin, Pengantar Sosiologi Agama, (Jakarta : Ghalia Indonesia & UMM Press, 2002), 29
4
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2000), 13-14
5
Hendropuspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta: KANISIUS, 1990), 29
6
Elizabeth K. Notingham, Agama dan Masyarakat (Jakarta: CV. Rajawali, 1985), 3-4
Pertanyaan tersebut timbul karena sejak dulu hingga sekarang, agama masih ada dan
mempunyai fungsi, bahkan memerankan sejumlah fungsi.

Manusia yang berbudaya, menganut berbagai nilai, gagasan, dan orientasi yang
terpola mempengaruhi perilaku, bertindak dalam konteks terlembaga dalam lembaga
situasi di mana peranan dipaksa oleh sanksi positif dan negatif serta penolakan penampilan,
tapi yang bertindak, berpikir dan merasa adalah individu itu sendiri.

Teori fungsionalisme melihat agama sebagai penyebab sosial agama terbentuknya


lapisan sosial, perasaan agama, sampai konflik sosial. Agama dipandang sebagai lembaga
sosial yang menjawab kebutuhan dasar yang dapat dipenuhi oleh nilai-nilai duniawi, tapi
tidak menguntik hakikat apa yang ada di luar atau referensi transdental.

Aksioma teori di atas adalah, segala sesuatu yang tidak berfungsi akan hilang
dengan sendirinya. Teori tersebut juga memandang kebutuhan “sesuatu yang
mentransendensikan pengalaman” sebagai dasar dari karakteristik eksistensi manusia. Hali
itu meliputi, Pertama, manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian juga hal penting bagi
keamanan dan kesejahteraannnya berada di luar jangkauan manusia itu sendiri. Kedua,
kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan mempengaruhi kondisi hidupnya adalah
terbatas, dan pada titik tertentu akan timbul konflik antara kondisi lingkungan dan
keinginan yang ditandai oleh ketidakberdayaan. Ketiga, manusia harus hidup
bermasyarakat di mana ada alokasi yang teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, dan
ganjaran.7

Jadi, seorang fungsionalis memandang agama sebagai petunjuk bagi manusia untuk
mengatasi diri dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan; dan agama
dipandang sebagai mekanisme penyesuaian yang paling dasar terhadap unsur-unsur
tersebut.

1. Fungsi agama terhadap pemeliharaan masyarakat ialah memenuhi sebagian


kebutuhan masyarakat. Contohnya adalaha sistem kredit dalam masalah
ekonomi, di mana sirkulasi sumber kebudayaan suatu sistem ekonomi
bergantung pada kepercayaan yang terjalin antar manusia, bahwa mereka
akan memenuhi kewajiban bersama dengan jenji sosial mereka untuk
membayar. Dalam hal ini, agama membantu mendorong terciptanya

7
Hendropuspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta: KANISIUS, 1990), 30-31
persetujuan dan kewajiban sosial dan memberikan kekuatan memaksa,
memperkuat, atau mempengaruhi adat-istiadat.
2. Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai bersumber pada kerangka
acuan yang bersifat sakral, maka norma pun dikukuhkan dengan sanksi
sakral. Sanski sakral itu mempunyai kekuatan memaksa istimewa karena
ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi, supramanusiawi
3. Fungsi agama di sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan
suatu ikatan bersama baik antara anggota-anggota beberapa masyarakat
maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang mempersatukan mereka.
4. Fungsi agama sebagai sosialisasi individu adalah, saat individu tumbuh
dewasa, maka dia akan membutuhkan suatu sistem nilai sebagai tuntunan
umum untuk mengarahkan aktifitasnya dalam masyarakat. Agama juga
berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua
tidak akan mengabaikan upaya “moralisasi” anak-anaknya, seperti
pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh
keselamatan sebagai tujuan utamanya. Karena itu, untuk mencapai tujuan
tersebut harus beribadah secara teratur dan kontinu.8

Masalah fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen


agama.

Menurut Roland Robertson (1984), dimensi komitmen agama diklasifikasikan


menjadi :

a. Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius
akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran
ajaran-ajaran tertentu.

b. Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan


untuk melaksanakan komitmen agama secra nyata. Ini menyangkut hal yang berkaitan
dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, perbuatan mulia,
berbakti tidak bersifat formal, tidak bersifat publik dan relatif spontan.

8
Thomas F. O’Dea, Sosiologi Agama, (Jakarta: CV. Rajawali, 1987), 26-28
c. Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai
perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan
mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu
berhubungan dengan suatu perantara yang supernatural meskipun dalam waktu yang
singkat.

d. Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan bahwa orang-orang yang bersikap


religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara
keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.

e. Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku


perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki konsekuensi paling


penting bagi agama. Akibatnya adalah masyarakat makin terbiasa menggunakan
metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalah
kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular semakin meluas dan sering
kali dengan pengorbanan lingkungan yang sakral. Menurut Roland Robertson, watak
masyarakat sekular tidak terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama.
Misalnya, sediktnya peranan dalam pemikiran agama, praktek agama, dan kebiasaan-
kebiasaan agama.

Umumnya, Kecenderungan sekularisasi mempersempit ruang gerak


kepercayaan-kepercayaan dan pengalaman-pengalaman keagamaan yang terbatas pada
aspek yang lebih kecil dan bersifat khusus dalam kehidupan masyarakat dan anggota-
anggotanya. Hal itu menimbulkan pertanyaan apakah masyarakat sekuler mampu
mempertahankan ketertiban umum secara efektif tanpa adanya kekerasan institusional
apabila pengaruh agama sudah berkurang.9

2.4. Segi Keagamaan

Dilihat dari sudut kategori pemahaman kategori manusia, agama memiliki dua segi
yang membedakan dalam perwujudannya, yaitu sebagai berikut:

1. Segi Kejiwaan (Psychological state), yaitu kondisi subjektif atau kondisi


dalam jiwa manusia, berkenaan dengan apa yang dirasakan oleh penganut

9
Ishomuddin, Pengantar Sosiologi Agama, (Jakarta : Ghalia Indonesia & UMM Press, 2002), 30-35
agama. Kondisi inilah .yang biasa disebut kondisi agama, yaitu kondisi
patuh dan taat kepada yang disembah. Dimensi Religiositas merupakan inti
dari keberagamaan. Inilah yang membangkitkan solidaritas seagama,
menumbuhkan kesadaran beragama dan menjadikan seseorang menjadi
saleh dan takwa.
2. Objektif (Objective state), yaitu segi luar yang disebut juga kejadian
objektif, dimensi empiris dari agama. Keadaan ini muncul ketika agama
dinyatakan oleh penganutnya dalam berbagai ekspresi, baik ekspresi
teologis, ritual maupun persekutuan. Segi ini mencakup adat istiadat, cerita
yang dikisahkan, kepercayaan, dan prinsip-prinsip yang dianut oleh suatu
masyarakat.
3. Berdasarkan hasil studi dari para ahli sosiologi, dapat diketahui bahwa
agama meruapakan suatu pandangan hidup yang harus diterapkan dalam
kehidupan individu ataupun kelompok. 10

2.5. Pengertian Masyarakat11


Secara umum Pengertian Masyarakat adalah sekumpulan individu-individu yang
hidup bersama, bekerja sama untuk memperoleh kepentingan bersama yang telah memiliki
tatanan kehidupan, norma-norma, dan adat istiadat yang ditaati dalam lingkungannya.
Masyarakat berasal dari bahasa inggris yaitu "society"yang berarti "masyarakat", lalu kata
society berasal dari bahasa latin yaitu "societas" yang berarti "kawan". Sedangkan
masyarakat yang berasal dari bahasa arab yaitu "musyarak".
Pengertian masyarakat terbagi atas dua yaitu pengertian masyarakat dalam arti luas dan
pengertian masyarakat dalam arti sempit. Pengertian Masyarakat dalam Arti Luas
adalah keseluruhan hubungan hidup bersama tanpa dengan dibatasi lingkungan, bangsa
dan sebagainya. Sedangkan Pengertian Masyarakat dalam Arti Sempit adalah sekelompok
individu yang dibatasi oleh golongan, bangsa, teritorial, dan lain sebagainya. Pengertian
masyarakat juga dapat didefinisikan sebagai kelompok orang yang terorganisasi karena
memiliki tujuan yang sama. Pengertian Masyarakat secara Sederhana adalah sekumpulan
manusia yang saling berinteraksi atau bergaul dengan kepentingan yang sama.

10
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2000), 14-15
11
Http//penngertian Masyarakat, diakses pada 02-02-2019, 10:46
Terbentuknya masyarakat karna manusia menggunakan perasaan, pikiran dan
keinginannya memberikan reaksi dalam lingkungannya.
Ada beberapa pengertian masyarakat Menurut Para Ahli yaitu:
1. Menurut definisi Paul B. Harton, yang mengatakan pendapatnya
bahwa pengertian masyarakat adalah sekumpulan manusia yang
secara relatif mandiri, yang hidup bersama-sama yang cukup lama,
yang mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang
sama dan melakukan sebagian besar kegiatan dalam kelompok itu.
2. Menurut definisi Abdul Syani mengatakan bahwa pengertian
masyarakat adalah berkumpul, bersama, hidup bersama dengan
saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
3. Menurut definisi Richard T. Schaefer dan Robert P. Lamm
mengatakan pendapatnya bahwa pengertian masyarakat adalah
sejumlah besar orang yang tinggal dalam wilayah yang sama,
relatif independen dari orang-orang di luar itu, dan memiliki
budaya yang relatif sama.

2.6. Hubungan Agama dan Masyarakat


Telah kita ketahui Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan adat istiadat yang juga
berhubungan dengan masyarakat dan agama. Dari berbagai budaya yang ada di Indonesia
dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam melestraikan
budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben yang merupakan upacara kematian bagi umat hindu
Bali yang sampai sekarang masih terjaga kelestariannya.
Hal ini membuktikan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat dengan budaya
sebagai patokan utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan
melestarikan kebudayaannya.Selain itu masyarakat juga turut mempunyai andil yang besar
dalam melestarikan budaya, karena masyarakatlah yang menjalankan semua perintah
agama dan ikut menjaga budaya agar tetap terpelihara. Selain itu ada juga hubungan
lainnya,yaitu menjaga tatanan kehidupan. Maksudnya hubungan agama dalam kehidupan
jika dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan membentuk kehidupan yang harmonis,
karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain. Sebagai contoh jika kita
rajin beribadah dengan baik dan taat dengan peraturan yang ada,hati dan pikiran kita pasti
akan tenang dan dengan itu kita dapat membuat keadaan menjadi lebih baik seperti
memelihara dan menjaga budaya kita agar tidak diakui oleh negara lain.
Namun sekarang ini agamanya hanyalah sebagi symbol seseorang saja. Dalam artian
seseorang hanya memeluk agama, namun tidak menjalankan segala perintah agama
tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak kepercayaan-kepercayaan baru yang datang dan
mulai mengajak/mendoktrin masyarakat Indonesia agar memeluk agama tersebut. Dari
banyaknya kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia, diharapkan pemerintah
mampu menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat tidak tersesaat di jalannya. Dan
di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis, tentram, dan damai antar pemeluk
agama yang satu dengan lainnya.12

2.7. Fungsi Agama dalam Masyarakat


Agama juga merupakan salah satu prinsip yang (harus) dimiliki oleh setiap manusia
untuk mempercayai Tuhan dalam kehidupan mereka. Tidak hanya itu, secara individu
agama bisa digunakan untuk menuntun kehidupan manusia dalam mengarungi
kehidupannya sehari-hari. Adapun fungsi agama adalah sebagai berikut:
1. Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka
acuan yang bersifat sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-
sanksi sakral. Dalam setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan
memaksa istimewa, karena ganjaran dan hukumannya bersifat duniawi dan
supramanusiawi dan ukhrowi.
2. Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu, di mana agama
menciptakan suatu ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa
mayarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu
mempersatukan mereka.
3. Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia
tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam
tuntunan umum untuk (mengarahkan) aktivitasnya dalam masyarakat, dan
berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya.
4. Fungsi Edukatif (Pendidikan). Ajaran agama secara yuridis (hukum)
berfungsi menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar
pribagi penganutnya menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik
dan yang benar menurut ajaran agama masing-masing.

12
http://gadogadoinf.blogspot.com. Makalah Agama dan Masyarakat. Diakses : 02 Februari 2019,
11:26
5. Fungsi Penyelamat. Dimanapun manusia berada, dia selalu menginginkan
dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama meliputi
kehidupan dunia dan akhirat. Charles Kimball dalam bukunya Kala Agama
Menjadi Bencana melontarkan kritik tajam terhadap agama monoteisme
(ajaran menganut Tuhan satu).
6. Fungsi Perdamaian. Melalui tuntunan agama seorang/sekelompok orang
yang bersalah atau berdosa mencapai kedamaian batin dan perdamaian
dengan diri sendiri, sesama, semesta dan Alloh. Tentu dia/mereka harus
bertaubat dan mengubah cara hidup.
7. Fungsi Kontrol Sosial. Ajaran agama membentuk penganutnya makin peka
terhadap masalah-masalah sosial seperti, kemaksiatan, kemiskinan,
keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini juga mendorong
untuk tidak bisa berdiam diri menyaksikan kebatilan yang merasuki sistem
kehidupan yang ada.
8. Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas. Bila fungsi ini dibangun secara serius
dan tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan berdiri tegak menjadi pilar
“Civil Society” (kehidupan masyarakat) yang memukau.
9. Fungsi Pembaharuan. Ajaran agama dapat mengubah kehidupan pribadi
seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi ini
seharusnya agama terus-menerus menjadi agen perubahan basis-basis nilai
dan moral bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
10. Fungsi Kreatif. Fungsi ini menopang dan mendorong fungsi pembaharuan
untuk mengajak umat beragama bekerja produktif dan inovatif bukan hanya
bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain.
11. Fungsi Sublimatif (bersifat perubahan emosi). Ajaran agama mensucikan
segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agamawi, melainkan juga
bersifat duniawi. Usaha manusia selama tidak bertentangan dengan norma-
norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena untuk Alloh, itu
adalah ibadah.13
2.8 Pengaruh Agama Terhadap Golongan Masyarakat
Untuk mengetahui pengaruh agama terhadap masyarakat, ada tiga aspek yang
perlu dipelajari yaitu; kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian. ketiga aspek ini

13
Elizabeth K. Nottingham, Agama Dan Masyrakat (Jakarta: Rajawali, 1985), 31-48
merupakan fenomena sosial yang kompleks dan terpadu yang pengaruhnya dapat diamati
pada perilaku manusia. Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral adalah tipe
masyarakat yang kecil, terisolasi dan terbelakang. Anggota masyarakatnya menganut
agama yang sama. Tidak ada lembaga lain yang relatif berkembang selain lembaga
keluarga, agama menjadi fokus utama bagi persatuan masyarakat secara keseluruhan. oleh
karena itu, agama memasukkan pengaruh yang sakral kedalam sistem nilai-nilai
masyarakat yang mutlak. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam
tipe masyarakat ini. tetapi, pada saat yang sama lingkungan yang sakral dan yang sekuler
sedikit banyak maih dapat dibedakan. Misalnya, pada fase-fase kehidupan sosial masih
diisi oleh upacara-upacara keagamaan, tetapi pada sisi kehidupan lain pada aktivitas sehari-
hari agama kurang mendukung. agama hanya mendukung masalah adat-istiadat saja. nilai-
nilai keagamaan dalam masyarakat menempatkan fokus utamanya pada pengintegrasian
tingkah laku perseorangan, dan pembentukan citra pribadi mempunyai konsekuensi penting
bagi agama. contoh agama yang mempengaruhi masyarakat adalah seorang petani yang
melakukan upacara-upacara atau ritual dengan menyediakan sesajen bagi Dewi Sri, yang
dipercayai sebagai dewi pelindung sawah dan lading pada waktu akan panen menjadi
keharusan bagi mereka agar jhasil panennya berlimpah. Dengan pengamatan selintas,
pengaruh agama terhadap masyarakat petani cukuplah besar. Jiwa keagamaan mereka
relative lebih besar karena kedekatannya dengan alam.14

III. Kesimpulan

Agama merupakan suatu lembaga atau suatu peraturan yang mengatur kehidupan
manusia agar tidak kacau. Agama sangat diperlukan di kalangan kehidupan masyarakat,
dimana supaya kehidupan masyarakan itu tidak sesat/kacau, melainkan agama
mengarahkan masyarakat ke dalam kebaikan. Hubungan antara agama dan masyarakat
sangatlah erat dan tidak dapat dipisahkan (Saking membutuhkan). Ada saatnya agama
mempengaruhi masyarakat dan juga masyarakat mempengaruhi agama. Kedua-duanya
sangat berperan penting demi kebaikan hidup masyarakat. Jika tidak ada masyarakat, maka
agama tidak ada gunanya, jika agama tidak ada, maka kehidupan masyarakatpun demikian.
Ada tiga aspek yang mempengaruhi agama, yaitu Kebudayaan, sistem sosial, kepribadian.

14
H.Dadang Kahmad, Sosiologi Agama (Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya, 2000), 131-132
Baik buruknya peran agama dalam kehidupan bermasyarakat, ditentukan oleh masyarakat
itu sendiri.

IV. Refleksi Teologis

Tentu setiap agama itu mengajarkan kebaikan demi klehidupan bermasyarakat yang
baik dan juga harmonis. Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala
sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka
yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. (Roma 8:28). Jelas Firman Tuhan ini berkata
bahwa Allah juga turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan, artinya
dalam hubungan keagamaan dan juga masyarakat, Tuhan ikut bekerja, demi tujuan hidup
untuk mendatangkan kabaikan. Dan juga, agama dan masyarakat pun harus sehati dan
sepikir, supaya tidak terjadi perpecahan melainkan kesataun di dalam Yesus Kristus. Tetapi
aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya
kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya
kamu erat bersatu dan sehati sepikir. (1 Korintus 1:10).

V. Daftar Pustaka
Anshari, Endang Sarfuddin. Ilmu Filsafat dan Agama. Surabaya : Bina Ilmu, 1987.
Hendropuspito, Sosiologi Agama. Yogyakarta: KANISIUS, 1990.
Ishomuddin. Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta : Ghalia Indonesia & UMM
Press, 2002.
Kahmad, Dadang Sosiologi Agama. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA,
2000.
Notingham, Elizabeth K. Agama dan Masyarakat. (Jakarta: CV. Rajawali, 1985.
O’Dea, Thomas F. Sosiologi Agama. Jakarta: CV. Rajawali, 1987.
Rakhmad, Jalaludin. Psikologi Agama. Jakarta : Rajawali, 1996.

Sumber lain
Http//penngertian Masyarakat, diakses pada 02 Februari 2019, 10:46
http://gadogadoinf.blogspot.com. Makalah Agama dan Masyarakat. Diakses : 02
Februari 2019, 11:26

Anda mungkin juga menyukai