Anda di halaman 1dari 11

Interelasi Agama Dan Kebudayaan

Adief Aulia Akbar

Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Indonesia

Ambar Rosnidar

Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Indonesia

Andra Nurhaliza

Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Indonesia

Aulia Dewi Oktafiani

Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Indonesia

Penulis untuk korespondesi:

Penulis Satu

Alamat: Perum Jatihurip Kec. Sumedang Utara, Kab. Sumedang 45321

Email: auliadorr@gmail.com
2

Interelasi Agama Dan Kebudayaan

Abstrak

Religion and culture are an inseparable element in people's life. Religion has meaning as a
rule that can prevent people from chaos or lead people to social order. Meanwhile, culture
can be said as "things related to mind and intellect". In this paper, an understanding of the
interrelation of religion and culture will be presented. Culture and religion are different
things but can influence each other so that a new culture emerges or a mixture of cultures.
Culture and religion are different things but can influence each other so that a new culture
emerges or a mixture of cultures. Islam is a social concept and a cultural reality. The
existence of a religion will be greatly influence and affect the practice of that religion. And
conversely, a culture will be very much built by the beliefs of the society in which that culture
develops

Agama dan budaya adalah salah satu unsur yang tidak terpisahkan dalam kehidupan
masyarakat. Agama bermakna sebagai peraturan yang dapat menghindarkan manusia dari
kekacauan atau mengantarkan manusia pada keteraturan social. Sedangkan kebudayaan dapat
dikatakan sebagai ‘’hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal”. Dalam tulisan ini akan
disajikan pemahaman interelasi agama dan kebudayaan. Budaya dan agama adalah sesuatu
yang berbeda namun dapat saling mempengaruhi sehingga muncul kebudayaan baru atau
pencampuran kebudayaan. Islam adalah konsep sosial dan realitas budaya. Keberadaan suatu
agama akan sangat dipengaruhi dan mempengaruhi pengamalan sebuah agama yang
bersangkutan. Dan sebaliknya, sebuah kebudayaan akan sangat dipengaruhi oleh keyakinan
dari masyarakat di mana kebudayaan itu berkembang.

Kata-kata Kunci:
Agama, budaya, dan kebudayaan.
3

Pendahuluan

Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri karena dalam diri
manusia membutuhkan interaksi satu sama lain. Adanya hal tersebut karena adanya suatu
kelompok kecil yang dibangun oleh individu-individu sehingga menciptakan komunitas
masyarakat. Dalam suatu komunitas masyarakat mempunyai kepercayaan dan
kebudayaan. Fenomena kehidupan masyarakat dilihat dari aspek agama dan budaya yang
memiliki keterkaitan satu sama lain yang terkadang banyak disalah artikan oleh
sebagian orang yang belum memahami bagaimana menempatkan posisi agama dan posisi
budaya dalam suatu kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan manusia, agama dan budaya
jelas tidak berdiri sendiri, keduanya memiliki hubungan yang sangat erat dalam
dialektikanya; selaras menciptakan dan kemudian saling menegasikan. Agama sebagai
pedoman hidup manusia yang diciptakan oleh Tuhan, dalam menjalani kehidupannya.
Sedangkan kebudayaan adalah sebagai kebiasaan tata cara hidup manusia yang diciptakan
oleh manusia itu sendiri dari hasil daya cipta, rasa dan karsanya yang diberikan oleh Tuhan.
Agama dan kebudayaan saling mempengaruhi satu sama lain. Agama mempengaruhi
kebudayaan, kelompok masyarakat, dan suku bangsa. Kebudayaan cenderung berubah-ubah
yang berimplikasi pada keaslian agama sehingga menghasilkan penafsiran berlainan. Salah
satu agenda besar dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara adalah menjaga
persatuan dan kesatuan dan membangun kesejahteraan hidup bersama seluruh warga negara
dan umat beragama. Suatu bangsa tidak akan memiliki ciri khas tersendiri tanpa adanya
budaya-budaya yang di miliki. Di dalam kebudayaan suatu pasti menganut suatu kepercayaan
yang bisa kita sebut dengan agama. Dalam tulisan ini akan disajikan pemahaman interelasi
agama dan kebudayaan.
Interelasi Agama

Interelasi berasal dari Bahasa Inggris “interrelation” yang berarti “mutual realtion”
atau saling berhubungan satu sama lainnya (AS. Homby, 200.447). 1 Secara etimologi, kata
agama bersumber dari basaha Sansakerta yang menunjuk pada sistem kepercayaan Hindu dan
Budha di India (Respati,2014). Namun secara harfiah, agama yang terbentuk dari dua kata
yakni a (tidak) dan gama (kacau) memiliki makna tidak kacau atau ketaraturan. Di sini
agama bermakna sebagai peraturan yang dapat menghindarkan manusia dari kekacauan atau
mengantarkan manusia pada keteraturan sosial.2
Sementara definisi agama menurut sosiolog Emile Durkheim adalah suatu “sistem
kepercayaan dan praktik yang telah dipersatukan yanag berkaitan dengan hal-hal yang kudus/
sakral (sacred) kepercayaan-kepercayaan dan praktik-praktik yang bersatu menjadi satu
komunitas moral yang unggul”. Dari definisi ini ada dua unsur yang penting, yang menjadi
syarat sesuatu dapat disebut agama, yaitu “ sifat kudus” dari agama dan “ praktik-praktik
ritual” dari agama. Agama tidak harus melibatkan adanya konsep mengenai suatu makhluk
supranatural, tetapi agama tidak dapat melepaskan kedua unsur diatas, karena ia akan menjadi
bukan agama lagi, ketika salah satu unsur tesebut terlepas. Disini dapat kita lihat bahwa
sesuatu itu disebut agama bukan dilihat dari substansi isinya tetapi dari bentuknya, yang
melibatkan dua ciri tadi. Kita juga akan melihat bahwa menurut Durkheim agama selalu
memiliki hubungan dengan masyrakatnya, dan memiliki sifat yang histories (Emile
Durkheim dalam Ronald Robertson,1971.42)3 Rasionalisasi adalah konsep induk yang
melaluinya budaya mendefinisikan situasi-situasi keagamaan, dan yang melaluinya sosiologi
agama dapat memahami definisi-definisi budaya untuk situasi-situasi tersebut.
sedangakan ‘Rasionalisasi’ yang dimaksudkan Weber itu bersifat intelektual, yaitu
mengacu secara khusus ke ide-ide ‘eksistensi’ (meski tidak empiris), teologis, dan normative
yang didalamnya rasionalisasi meletakkan sejumlah kewajiban pada manusia terkait perilaku
yang seharusnya dalam menjalani hidup.4
Kebutuhan terhadap agama dapat diartikan sebagai kebutuhan manusia tergantung
kepada kekuatan yang absolut, disebabakan karena kelemahn manusia apabila berhadapan
1
Pengulu Abdul Karim, interelasi Agama dan Budaya.
http://jurnaltarbiyah.uinu.ac.id./index.php./nizhamiyah/article/view/74 . Diakses pada tanggal 22 Maret 2021.
hlm. 98
2
Mahyudin, Sosiologi Agama: Menjelajahi Isu-isu Sosial Keagamaan Kontemporer di Indonesia (Parepare:
IAIN Parepare Nusantara Press,2020). hlm. 9
3
Ibid.hlm.99
4
Yudi Santoso. Sosiologi Agama Diterjemahakan dari The Sociology of Religion, Beacon Press, Boston, 1992
Karya Max Weber. (Yogyakarta:IRCISoD,2019).hlm.37-38
dengan alam, pada dasarnya manusia itu sendiri tidaklah yakin terhadap kemapuan dirinya,
karena dalam fakta sosial banyak kejadian atau peristiwa yang diluar perkiraan manusia itu
sendiri. Agama dalam pandangan sosiologi terbatas membicarakan hanya pada realitas agama
sebagai fenomena sosial tanpa tertarik untuk membicarakan nilai kesucian yang melandasi
agama tertentu. Dengan demikian, kepentingan membicarakan agama terletak pada kenyataan
agama yang membentuk subsistem sosial dan mencakup didalamnya dua hal yaitu sakral dan
profan. Sakral adalah segala sesuatu yang dipandang sebagai sesuati adikuasa, merupakan
rangkaian dari susunan dan praktik dan menciptakan perasaan kedahsyatan. Sementara yang
disebut dengan profan kebalikan dari sakral yaitu segala sesuatu yang dipandang oleh
penganuntya secara teratur dan berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan paraktis dalam
kehidupan. 5
Mengutip dari Ahli sosiologi pengetahuan Karl Menheim, salah satu kebenaran
agama yaitu ketika diskursus kebenaran ditarik jauh dari hanya soal objektivitas dan
subjektivitas menuju diskursus sejauh mana kebenaran tersebut mencerminkan misi
pembebasan pada kaum tertindas yang didasari oleh komitmen emansipatoris dan dialog yang
didasari oleh komitmen solidaritas. Atau bagaimna agama menjalankan fungsi-fungsi
integrasinya, politik atau sosial budaya dalam realitas perubahan sosial yang begitu cepat.6
Secara garis besar, ada dua klasifkasi agama yang berkembang dalam sejarah
kehidupan manusia. Pertama polytheisme atau sering diistilahkan agama Ardhi dan
taradisional yaitu, agama yang lahir karena interpretasi akal pikiran manusia tentang
keperluannya terhadap kekuatan supranatural yang kemudian dimaknai sebagai Tuhan.
Kedua menotheisme yaitu, agama umat manusia yang mengenal keesaan Tuhan. dalam istilah
umumnya, agama ini bisa dinamakan agama samawi (agama langit). Agama langit
mengajarkan tentang konsep satu Tuha (Esa). Setiap anggota masyarakat yang beragama,
memiliki cara-cara berpikir dan pola -pola perilaku sesuai pemenuhan syarat-syarat
keyakianan agamanaya. Fenomena religius tersebut dapat berupa pendapatan-pendapatan
(states of opinion) dan terdiri dari refresentasi-representasi maupun bentuk-bentuk tindakan
(action) secara khusus yang masing-masing di tandai oleh dua istiah khusus profan dan
sacred (Durkheim, 2011:66).7 Agama sebagai instutusi sosial universal di kehidupan
masyarakat berkaitan erat dengan pola kehidupan sosial. Berbagai wujud aktifitas yang
diterjemahkan dalam simbol-simbol maupun dinamika pola relasi manusia atas dasar agama,
5
Ridwan Lubis, Sosiologi Agama Memahami Perkembangaan Agma dan Interaksi Sosial (Jakarta:
KENCANA,2015).hlm. 24-25
6
Ibid.hlm.25
7
Ibid.hlm.12
menjadi pijakan sosiologi agama dalam melihat bagaiman agama dalam proses sosial di
masayarakat. wujud pran tersebut adalah agama mampu mengendalikan perilaku para
penganutnya, dan agama juga mampu mengubah hidup manusia. Sosiologi agama
dirumuskan secara luas sebagai suatu studi tentang “inter-relasi dari agama-agama dan
masayarakat serta bentuk-bentuk interaksi yang terjadi antar mereka. Anggapan para sosiolog
bahwa dorongan-dorongan, gagasan-gagasan dan kelembagaan agama mempengaruhi, dan
sebaliknya juga dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial, organisasi dan stratifikasi sosial
adalah tepat. Jadi, sosiologi agama bertugas menyelidiki tentang bagaimana tata cara
masyarakat, kebudayaan dan pribadi-pribadi mempengaruhi agama sebagaimana agama itu
sendiri mempengaruhi mereka (Dhavamony, 1995: 21-22). 8

Kebudayaan

Kebudayaan bukan hal asing di telinga orang Indonesia. Orang asing mengenal
Indonesia sebagai negara dengan beragam kebudayaan. Secara etimologis, Koentjaningrat
menyatakan bahwa kata budaya berasal dari kata budhayah, bahasa sanksekerta, yang
merupakan bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan
9
demikian, kebudayaan dapat dikatakan “hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal”.
Karena ia berkaitan dengan budi dan akal manusia, maka skupnya pun menjadi demikian
luas. Kebudayaan juga merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan belajar.

Berikut adalah definisi budaya dari para ahli:

1. E. B. Taylor: Kebudayaan adalah kompleks yang mencangkup pengetahuan,


kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan-
kemampuan, serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai
anggota masyarakat.
2. Selo Soermardjan dan Soelaeman Soemardi: semua hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.

8
Ibid.hlm.14-15
9
Koentjaningrat, Kebudayaan, Mentalitetdan Pembangunan (Jakarta: Gramedia, 1976), hal. 19.
3. J. Macionis: Kebudayaan adalah cara berpikir, cara bertindak, dan objek material
yang bersama-sama membentuk cara hidup manusia. Kebudaan meliputi apa yang
kita pikirkan, bagaimana kita bertindak, dan apa yang kita miliki.
4. Melville Herskovits dan Bryan Malinowski: Cultural- determinism segala sesuatu
yang ada di masyarakat ditentukan oleh kebudayaan masyarakat itu sendiri.
5. Levi Strauss: budaya merupakan komponen struktur sosial yang berasal dari alam
pemikiran manusia dan dilakukan secara berulang hingga membentuk suatu
kebudayaan.
6. Ralph Linton: budaya adalah segala pengetahuan, pola pikir, perilaku, ataupun sikap
yang menjadi kebiasaan masyarakat dimana hal tersebut dimiliki serta diwariskan
oleh para nenek moyang secara turun-temurun.

Koentjaningrat kemudian menyatakan bahwa kebudayaan paling sedikit mempunyai tiga


wujud, yaitu:10

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,


norma peraturan dan sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas, kalkuan berpola dari
manusia dalam manusia.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Berdasarkan pengertian tentang budaya yang demikian, maka setiap individu,


komunitas dan masyarakat melalui kreasinya pun bisa menciptakan sebuah budaya
tertentu ketika kreasi yang diciptakan itu kemudian secara berulang, bahkan kemudian
menjadi kesepakatan kolektif maka pada saat itu kreasi itu telah menjelma menjadi
sebuah budaya. Dewasa ini budaya diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang
dan setiap kelompok orang-orang. kini budaya dipandang sebagai sesuatu yang lebih
dinamis, bukan sesuatu yang klasik dan statis. Budaya tidak diartikan sebagai sebuah kata
benda, kini lebih dimaknai sebagai sebuah kata kerja yang dihubungkan dengan
kegiatan Ruang lingkup kebudayaan pun sangat luas mencakup segala aspek kehidupan
manusia. Menurut Sidi Gazalba kebudayaan dipandang dari aspek ruhaniah yang
menjadi hakikat manusia adalah cara berpikir dan merasa, menyatakan diri dalam seluruh

10
Ibid, h. 15.
segi kehidupan sekelompok manusia yang membentuk masyarakat, dalam suatu
ruang dan suatu waktu.11 Adapun fungsi kebudayaan, yaitu:

1. Kebudayaan berfungsi untuk menjadi pedoman hidup berperilaku. Hal ini diwujudkan
dalam bentuk nilai, norma, ataupun hukum. Oleh sebab itu maka kebudayaan seperti
ini terus diturunkan dari generasi ke generasi (shared culture).
2. Kebudayaan juga berfungsi sebegai alat atau media yang membantu hidup manusia,
yang diwujudkan dalam penciptaan teknologi. Menurut Soerjono Soekamto,
setidaknya ada tujuh unsur dalam teknologi yaitu alat produksi, senjata, wadah,
makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, rumah dan tempat berlindung, serta
alat atau moda transportasi.
3. Kebudayaan juga dapat berfungsi sebagai control sosial atau tata tertib bagi
masyarakat.

Fungsi-fungsi budaya berperan sebagai penentu batas-batas, artinya, budaya


mencipatakan batas perbedaan atau membuat unik suatu organisasi dan
membedakan dengan orgnisasi lainnya, identitas budaya memuat rasa identitas
suatu organisasi. Budaya memfasilitasi lahirnya komitmen terhadap sesuatu yang
besar dari pada kepentingan individu budaya meningkatkan stabilitas sistem sosial
karena budaya adalah stabilitas prekat sosial yang membantu menyatukan organisasi
dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan
dilakukan. Budaya bertindak sebagai mekanisme. Pembentuk sikap dan perilaku
alasan yang masuk akal “sense-making” serta kedali yang menuntut dan membentuk
sikap dan perilaku.

Kebudayaan ini tercipta karena dua aktor yakni faktor alam dan faktor sosial.
Dimana dunia alam ditemukan dan dikonstruk oleh dunia sosial (termasuk agama dan sains).
Sedangkan dunia sosisal sepenuhnya dibuat oleh manusia dalam rangka
mempertahankan secara aman dan sejahtera. Selanjutnya kebudayaan sosial ini
melahirkan beribu-ribu budayayang terabadkan secara history oleh bahasa dan tradisi,
yang terbangun secara konsevional. Dengan menggunakan simbol-simbol dengan
arti-arti efektif secara lokal. Selanjutnya kebudayaan ini mempengaruhi arus tingkah

11
Sidi Gazalba, Masyarakat Islam: Pengantar Sosiologi Dan Sosiografi(Jakarta: Bulan Bintang, 1989),
h. 12
laku manusia, atau membawa orang kedalam tingkah laku religius atau tingkah laku
lain yang mengandung kekuatan (keyakinan).12

Hubungan Interlasi Agama Dan Kebudayaan

Kata agama dalam penelitian antropologi sosial merupakan terjemahan dari kata
agama dalam bahasa Inggris. Agama adalah semua yang disebut agama dalam bahasa Inggris,
termasuk yang disebut agama wahyu, agama alam, dan agama lokal. “Agama” Pemerintah
Republik Indonesia dalam pengertian politik dan administratif adalah agama resmi yang
diakui oleh pemerintah, yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, dan Budha, dan
belakangan ini juga diklasifikasikan sebagai Konfusianisme13. Perbedaan antara istilah agama
yang digunakan dalam pasal ini dengan istilah agama yang digunakan oleh pemerintah
Republik Indonesia tidak akan terulang lagi karena penerapannya unik di Indonesia. Dari
perspektif antropologi sosial atau ilmu sosial umum, agama berkaitan dengan kepercayaan
dan ritual yang dianut oleh sekelompok orang. Sosiolog Italia Vilfredo Pareto (Vilfredo
Pareto) mengatakan bahwa agama terkait dengan "pengalaman di luar". Selain itu, secara
umum antropologi sosial meyakini bahwa agama memiliki peran tertentu dalam kehidupan
manusia. Penelitian tentang fungsi agama sangat menekankan hal ini. Fungsi spiritual agama
yang disebutkan dalam definisi berbagai agama adalah:

1. Pemberi makna tertinggi


2. Usaha untuk menafsirkan hal yang tak diketahui dan mengontrol hal yang tak
terkontrol
3. Personifikasi dari pemikiran-pemikiran manusia
4. Integrasi dari kultur dan legitimasi dari sistem sosial
5. Projeksi dari makna-makna kemanusia-an dan pola sosial kepada suatu entitas yang
maha kuat-maha tinggi
6. Usaha untuk menangani masalah-masalah utama dalam kehidupan manusia di muka
bumi

Sejak perkembangannya, agama Indonesia sudah diterima akomodasi budaya.


Misalnya agama Islam, dimana Islam adalah agama de facto yang banyak memberikan
12
http://historikultur.blogspot.co.id/2015/02/pengertian-budaya-dan-kebudayaan.html (diakses pada tanggal 23
April 2021)
13
Anwar, Saifudin.Reliabilitas dan Validitas.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000)
spesifikasi atau perbandingkan aturan hidup dengan agama lain. Saat melihat hubungan
antara islam dan budaya, ada dua hal yang perlu diperjelas. Islam adalah konsep sosial dan
realitas budaya, Islam seperti persepsi ahli budaya ini sering disebut sebagai tradisi agung
(tradisi besar), sedangkan Islam adalah realitas kebudayaan disebut tradisi kecil (tradisi kecil)
atau tradisi lokal (tradisi lokal) atau juga ranah Islam "Islam" dipengaruhi oleh Islam. Tradisi
utama Islam adalah ajaran Islam yang permanen atau primitif. Setidaknya, penjelasan itu
diikuti dengan ketatnya doktrin dasar14. Integrasi budaya antara Islam dan budaya terdahulu
yang diproduksi di suatu daerah disebut jenius lokal atau dalam bahasa inggris disebut local
genius. Misalnya, kapasitas saat memegang kendali dalam penyeleksian pengaruh asing yang
masuk, sehingga bisa mejadii kreasi baru, unik dan memiliki ciri khasnya masing-masing.
Kemudian hubungan antara budaya lokal dan Islam lainnya adalah acara slametan. Selain
itu, dalam seni ditemukan dalam proses adaptasi seni wayang kulit di Jawa. Wayang
merupakan kesenian tradisional suku / etnik Jawa yang berasal dari Hindu di India. Proses
Islamisasi tidak akan dihapuskan karenai sisi lain, seni memberi warna pada nilai-nilai Islam,
tidak hanya di alam liar dalam seni, tapi di bidang lain dalam masyarakat. Dengan kata lain,
kedatangan Islam di Indonesia telah memberikan kontribusi yang signifikan sampai batas
tertentu melalui adaptasi seperti yang terlihat pada bentuk Masjid Agung Banten, yang
menunjukkan bahwa adanya ciri-ciri arsitektur lokal. inti dari Islam yang terletak pada
"spiritual" fungsi masjid.

Kesimpulan

Konsep masyarakat adalah sebuah sistem penghasil budaya (Soerjono Soekanto,


1983). Meskipun agama menurut "Kamus Bahasa Indonesia” adalah sebuah sistem atau
prinsip percaya pada Tuhan, atau disebut dengan nama dewa atau nama doktrin taat dan
kewajiban terkait kepercayaan. Keyakinan agama Indonesia di kehidupan komunitas, dalam
ideologi bangsa Indonesia artinya "Percaya pada satu-satunya Tuhan." Dari sudut pandang
sosiologis, perhatian utama tentang agama adalah perannya dalam masyarakat. Konsep
fungsional diartikan sebagai sumbangan agama atau sistem sosial lainnya. Ciri-ciri agama
adalah keinginan terbesar untuk mempersatukan umat manusia yang luhur, sebagai moral,
Sumber ketertiban dan perdamaian komunitas, individu batiniah, sebagai sesuatu yang
mempercantik adab melalui lembaga agama yang diikuti. Agama terdiri dari dimensi yang
14
JPIS, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, No. 2, Edisi Desember 2014
berbeda yang sering kali memiliki kesatuan dengan kebudayaan. Tak satu pun dari mereka
bisa berdiri sendiri. Dijelaskan oleh ilmuwan barat Agama dibagi menjadi lima dimensi
komitmen. Kelimanya terdiri atas perbuatan, perkataan, keyakinan, dan sikap
yangmelambangkan kepatuhan pada suatu ajaran agama. Agama juga memberi pelajaran
tentang apa yang benar dan yang salah, juga apa yang baik dan yang buruk.

Referensi

Mahyuddin.2020. SOSIOLOGI AGAMA: Menjelajahi Isu-isu Sosial Keagamaan.


Kontemporer di Indonesia. Parepare: IAIN Parepare Nusantara Press.
Ridwan Lubis.2015. SOSIOLOGI AGAMA: Memahami Perkembangan Agama Dalam
Interaksi Sosial. Jakarta: KENCANA
Yudi Santoso.2019. SOSIOLOGI AGAMA: Diterjemahkan dari The Sociology of Religion,
Bacon Press, Boston, 1962 Karya Max Weber. Yogyakarta: IRCISoD
Pangulu Abdul Karim, NIZHAMIYAH, Vol VI, No 2, Juli- Desember 2016. Diakses di
http://jurnaltarbiyah.uinu.ac.id./index.php./nizhamiyah/article/view/74 pada tanggal 22
Maret 2021.
Koentjaningrat. 1976. Kebudayaan, Mentalitetdan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
Sidi Gazalba. 1988. Masyarakat Islam: Pengantar Sosiologi Dan Sosiografi. Jakarta:
Bulan Bintang.
Macionis, J. J. 2008. Sociology 13th Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Soekanto, S., & Sulistyowati, B. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.

Anwar, Saifudin.2000. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000

JPIS, Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, No. 2, Edisi Desember 2014

Anda mungkin juga menyukai