Anda di halaman 1dari 29

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keanekaragaman kepercayaan dan keyakinan di Indonesia sudah menjadi

fakta yang tidak dapat dipungkiri lagi. Kemajemukannya menjadi sebuah

keniscayaan yang harus diterima oleh semua pihak umat beragama yang berada di

Indonesia. Belakangan ini, fenomena gerakan agama baru di Indonesia, gerakan

diluar tradisi agama mainstreamnya, tidak sedikit telah membawa perhatian para

pakar pada persoalan tersebut. Gerakan agama baru (New Religious Movement),

dalam konteks keindonesiaan secara teologis seringkali dikenal sebagai sempalan

atau sesat. Gerakan sempalan merupakan gerakan yang menyimpang atau

memisahkan diri dari ortodoksi yang berlaku, dalam kasus ummat Islam Indonesia

masa kini, ortodoksi barangkali boleh dianggap diwakili oleh badan – badan ulama

yang berwibawa seperti terutama MUI, kemudian Majelis Tarjih Muhammadiyah,

Syuriah NU, dan sebagainya1.

Ekstensi Gerakan agama baru (New Religious Movement) perspektif

masyarakat maupun negara disejajarkan sebagai bentuk ancaman terhadap stabilitas

dan keamanan negara, karenanya ia berpotensi disingkirkan. Gerakan ini selain

diklaim sebagai bentuk ancaman stabilitas dan penyimpangan dari arus utama

tradisi agama yang mapan, ia juga dianggap sebagai kritik terhadap agama

1
Martin van Bruinessen, "Gerakan sempalan di kalangan umat Islam Indonesia: latar belakang
sosial-budaya" ("Sectarian movements in Indonesian Islam: Social and cultural background"),
Ulumul Qur'an vol. III no. 1, 1992, 16-27.

1
mainstream yang tidak berpihak kepada komunitas sprituality seekers, karena

kenyataannya agama mainstream dalam kaca mata mereka dituding gagal

menyediakan ruang ekspresi bagi perkembangan spritualitasnya.

Padahal Gerakan agama baru (New Religious Movement) pada hakikatnya

adalah sekelompok aktor yang sama – sama memiliki paradigma trasendental dalam

beragama, sebagai bentuk otoritas pemahaman keagamaan mereka terhadap doktrin

agama tertentu. Gerakan yang merujuk pada suatu keyakinan keagamaan, etis,

spritual, dan filsafat. Istilah ini diambil oleh sarjana barat sekitar tahun 70-an untuk

menggantikan istilah lama cult (kultus). Nama agama-agama baru yang

berkembang belakangan, tidak lain adalah terjemahan dari shin shukyo yang

digagas oleh para sosiolog Jepang untuk merujuk pada fenomena keyakinan2. Nama

Gerakan agama baru (New Religious Movement) secara esensial adalah untuk

melukiskan agama – agama non arus utama. Gerakan agama baru (New Religious

Movement) juga merupakan evolusi penyebutan atas gejala serupa pada dekade 60-

an yang sering dikenal dengan sekte (sect) dan kultus (cult) yang kemudian berubah

menjadi New Religious Movements pada dekade 90-an. Ia bermula dari kelompok

– kelompok kecil di Inggris (small Groups) yang akrab disebut “light groups” yang

dipelopori oleh pendiri teosofi Helena P. Blavatsky yang berkembang menjadi jalan

spiritual baru3.

Agama diyakini sebagai suatu kepercayaan atau keyakinan terhadap Tuhan

yang bersumber pada kitab suci sebagai doktrin yang kemudian dibawa dan

2
Haneraaf, Wounter J., New Age Religion and Western Culture, Esotericism in the Mirror of Secular
Thought, (New York: 1996)
3
Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), Cet. Ke-16

2
disampaikan oleh sang juru selamat dan diaktualisasikan dalam bentuk ritus dan

kultus. Karenanya, para agamawan melihat Agama mengandung arti ikatan yang

harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan dimaksud berasal dari suatu kekuatan

yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan Adikodrati yang tak dapat

ditangkap dengan pancaindera, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali

terhadap kehidupan manusia sehari – hari4.

Agama merupakan suatu kebutuhan prioritas diantara berbagai kebutuhan

dalam kehidupan manusia, sehingga tidak heran agama sudah menjadi bagian

integral dari kehidupan sosial dan kebudayaan manusia selama beribu – ribu tahun.

Disemua kebudayaan, agama adalah bagian yang paling berharga dari

perbendaharaan sosial. Ia melayani masyarakat dengan menyediakan sejak masa

pertumbuhan berupa ide, ritual, sentimen, yang membimbing kehidupan setiap

orang yang ada didalamnya. Menurut Laode dalam kehidupan manusia, agama dan

budaya jelas tidak berdiri sendiri, keduanya memiliki hubungan yang sangat erat

dalam dialektikanya yaitu agama dan budaya saling selaras menciptakan dan

kemudian saling menegasikan. Agama sebagai pedoman hidup manusia yang

diciptakan oleh Tuhan, dalam menjalani kehidupannya. Sedangkan kebudayan

adalah kebiasaan tata cara hidup manusia yang diciptakan oleh manusia itu sendiri

dari hasil daya cipta, rasa dan karsanya yang diberikan oleh Tuhan.5

Durkheim mengatakan bahwa : Agama adalah sesuatu yang sungguh

bersifat sosial. Meskipun sebagai individu kita semua membuat pilihan dalam hidup

4
Koentjoroningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial (Jakarta : Dian Rakyat, 1974)
5
Laode Monto Bauto, 2014, “Perspektif Agama dan Kebudayaan Dalam kehidupan Masyarakat
Indonesia (Suatu Tinjauan Sosialogi Agama)”, JPIS (Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, No.
2, Edisi Desember 2014

3
kita, namun kita melakukannya didalam rangka sosial yang diberikan pada kita

sejak saat lahir. Kita berbicara dengan bahasa yang tidak kita buat, kita memakai

instrumen yang tidak kita temukan, kita menyerukan hak yang kita tidak kita

temukan perbendaharaan pengetahuan dipindahkan pada setiap generasi yang tidak

ia kumpulkan sendiri. Secara sosioligis, agama dipandang memiliki fungsi penting

bagi masyarakat, dalam sumbangan yang diberikan agama atau lembaga sosial yang

lain untuk mempertahankan keutuhan masyarakat sebagai usaha aktif yang

berlangsung secara terus menerus6.

R. Otto melihat agama itu terletak pada keyakinan akan hal yang suci. Ia

menyebut keinsyafan akan yang kudus atau keinsafan beragama (sensus religiuous)

sebagai salah satu dari struktur apriori irrasional manusia tersebut. Pemikiran

demikian memandang bahwa agama adalah persoalan yang asasi dalam kehidupan.

Dalam bukunya The Idea of Holy, Otto mengakui bahwa dalam ruang sebelah

dalam diri manusia terdapat struktur aprioari terhadap sesuatu yang irrasional.

Sedangkan Koentjoroningrat melihat agama sebagai keyakinan, upacara dan

peralatan, sikap dan perilaku, alam pikiran dan perasaan di samping hal – hal yang

menyangkut para penganutnya sendiri7.

Merujuk Emile Durkheim dan lain – lain, Carla B.Howey bahwa agama

sebagai “a system of commonallu held beliefs and practices that are

oriented toward some sacred, supernatural realm” (sebuah system

6
Ibid.
7
Koentjoroningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial (Jakarta : Dian Rakyat, 1974)

4
kepercayaan dan prilaku yang dianut bersama yang ditujukan kepada suatu

zat yang suci, [dan/atau] adi alami)8

Muhaimin (AG, 2009) menafsirkan difinisi diatas bahwa setidaknya ada

tiga unsur bagi suatu entitas untuk bisa dikategorikan sebagai “agama”. Unsur –

unsur tersebut adalah: (a) adanya gabungan antara sistem kepercayaan dan system

perilaku sebagai sebuah sistem, satu sama lain saling terkait, saling mempengaruhi

dan terintegrasi dalam satu kesatuan perangkat sehingga satu sama lain saling

terkait, saling mengukuhkan eksistensi masing – masing; (b) dianut bersama dalam

arti sistem tersebut sudah merupakan perilaku kelompok yang diperoleh

anggotanya dari hasil belajar baik melalui proses sosialisasi maupun dengan

meniru, bukan perilaku khas perorangan (ideosyncrecy), bukan perilaku instinktif,

bukan pula gerak refleks; (c) diarahkan kepada zat yang dianggap suci dan adi

alami, bukan kepada yang profan atau alami9.

Oleh (Muchtar, 2009) agama dimaknai sebagai ajaran luhur dan petunjuk

yang datang daru Sang Pencipta. Agama bersifat agung dan Ilahiyah. Namun ketika

agama bersentuhan dengan kehidupan manusia, kedua sifat agama itu pun berubah.

Maka sebuah agama yang disebarkan oleh seorang pewarta dan bersumber dari

sebuah kitab suci, akhirnya mengalami proses keragaman penafsiran yang

membawa konsekuensi pada perbedaan paham dan tindakan keagamaan para

pemeluknya.10

8
Muhaimin AG, 2009, “Gerakan Samin dan Misteri Agama Adam”, Harmoni, Jurnal Multikultural
& Multireligius Vol. VIII, No. 31, h. 48
9
Ibid. 49
10
Muchtar, 2009, “Aliran Al Haq (Al-Qur’an Suci) di Bandung, Harmoni, Jurnal Multikultural &
Multireligius Vol. VIII, No. 31, h. 157

5
Dengan demikian agama adalah konsepsi manusia tentang semua hal yang

terkandung dalam kosmologi dan ekskatologi serta aktifitas – aktifitas yang

berkenaan dengannya yang berfungsi memantapkan kehidupan pribadi dalam artian

membina dan mengembangkan identitas individual dan rasa aman emosional, dan

mengentalkan ikatan sosial berarti menjadikan kehidupan sekelompok orang lebih

utuh serta menjadi tenaga pendorong dan pembenaran pencapaian tujuan bersama.

Adapun latar belakang lahirnya agama adalah karena manusia menemukan

ada kekuatan yang dianggap lebih tinggi dari kekuatan yang ada pada dirinya baik

berupa gunung, laut, langit dan sebagainya, dan ketika mereka tidak dapat

mengkajinya maka disembah karena meraka berpikiran, bahwa kekuatan alam itu

memiliki kekuatan yang luar biasa dan bisa menghidupi beribu – ribu, bahkan

berjuta – juta umat manusia sehingga muncullah agama yang merupakan salah satu

usaha manusia untuk mendekatkan diri pada kekuatan supranatural11.

Bryan Wilson, seorang tokoh utama pendekatan fungsionalis dalam sosialogi

agama, membuat pembedaan yang berguna antara fungsi manifes dan fungsi laten

agama. Fungsi manifes agama adalah untuk memberikan penyelamatan bagi laki –

laki dan perempuan da khususnya penyelamatan identitas personal atau jiwa yang

melampaui kematian biologis. Ritual – ritual dan perilaku keagamaan pada

dasarnya memfokuskan pada ketentuan cara – cara memperoleh keselamatan,

melalui bentuk – bentuk penyembahan, do’a, atau meditasi yang memungkinkan

orang beriman berkomunikasi dengan Tuhan atau tuhan – tuhan, dan bentuk –

11
Laode Monto Bauto, 2014, “Perspektif Agama dan Kebudayaan Dalam kehidupan Masyarakat
Indonesia (Suatu Tinjauan Sosialogi Agama)”, JPIS (Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, Volume 23, No.
2, Edisi Desember 2014

6
bentuk perilaku etis yang membawa kehidupan orang beriman atau komunitas

beriman kepada keselarasan dengan nasib penyelematan mereka. Sedangkan fungsi

laten agama adalah dimana agama mengidentifikasi kesuksesan seseorang dalam

menghadapi sakit, atau dalam mencari keamanan materil atau kemakmuran, dengan

hadirnya spirit ketuhanan kedalam diri orang beriman. Spirit ketuhanan hadir dan

bekerja dalam kehidupan orang–orang beriman, memberinya kemampuan

mengatasi rintangan yang menghalangi tujuan kehidupan mereka yang pada

mulanya sering dipahami sebagai tujuan spritual12.

Perbincangan tentang agama atau kepercayaan memang tidak akan pernah

selesai, seiring dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Baik secara teologis

maupun sosiologis, agama atau kepercayaan dapat dipandang sebagai instrument

untuk memahami dunia. Dalam konteks tersebut semua agama menerima premis

tersebut. Secara teologis, hal itu dikarenakan oleh watak omnipresent agama. Yaitu

agama, baik melalui simbol – simbol atau nilai – nilai yang dkandungnya “hadir di

mana – mana”, ikut mempengaruhi, bahkan membentuk struktur sosial, budaya,

ekonomi dan politik serta kebijakan publik.13

Meskipun sebagai reaksi terhadap kuatnya saintisme dan rasionalisme

modernitas, masyarakat modern belakangan menunjukan berkembangnya minat

terhadap kekuatan – kekuatan suprarasional meliputi “ada spritual” atau kehidupan

diluar panca indera (ekstraterestrial). Banyak masyarakat yang sedang berkembang

juga berjalan melalui proses industrialisasi, urbanisasi dan rasionalisasi dengan

12
Wallis, Roy, The Elementory Forms of The New Religious Life, (London: Allen and Unwin, 1977)
13
Kiki Muhamad Hakiki, 2011, “Politik Identitas Agama Lokal (Studi Kasus Aliran Kebatinan”,
Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011

7
menggunakan bentuk organisasi sosio – ekonomi dan birokrasi modern. Namun,

yang menjadi masalah adalah munculnya berbagai gerakan – gerakan keagamaan

atau spiritualitas di seluruh belahan dunia dengan ajaran dan ritualnya ternyata

membawa berbagai konsekuensi logis dan sosial di masyarakat, baik itu positif

maupun negatif.

Suka atau tidak, bermunculnya berbagai gerakan–gerakan keagamaan

merupakan tamparan terhadap rasionalitas kehidupan masyarakat modern dewasa

ini yang sangat agresif dan ditandai dengan hasrat kebendaan yang seakan tak

terkendalikan. Para anggota kelompok ini bukanlah orang–orang yang bodoh dan

buta huruf. Sebagian besar dari mereka adalah orang–orang yang sudah

mengenyam bangku pendidikan, bahkan ada yang tamatan perguruan tinggi

terkenal. Tapi lihatlah, mereka rela menjual semua harta benda dan anak-anak

mereka tidak perlu disekolahkan, karena mereka akan segera diangkat kesurga.

Irrasionalitas ditengah belantara rasionalitas. Para pelaku agama resmi terkadang

juga secara bersamaan meyakini kepercayaan lokal tanpa ia sadari atau melakukan

sinkretisme agama–agama. Dan hal ini terjadi tidak hanya bagi para penganut

agama Islam saja, akan tetapi juga para penganut agama diluar Islam yang ada di

Indonesia14.

Menurut (Muchtar, 2009) aliran keagamaan adalah himpunan sejumlah

umat beragama atau organisasi masyarakat keagaam non-pemerintah, bervisi

kebangsaan yang dibentuk berdasarkan kesamaan keyakinan dan paham

14
Kiki Muhamad Hakiki, 2011, “Politik Identitas Agama Lokal (Studi Kasus Aliran Kebatinan”,
Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011

8
keagamaan, oleh warga negara secara sukarela, keberadaannya terdaftar atau

diketahui oleh pemerintah setempat15

Ada beberapa permasalahan diera modern atau diera post modern sekarang

ini terkait dengan beberapa fakta yang ada di negeri ini. Apa sebenarnya yang

terjadi dengan dunia yang malang ini? Sindrom apa ini sesungguhnya? Apakah ini

sebagai wujud kerapuhan atau kemiskinan spritual masyarakat modern? Manusia

memang akan menemukan kehampaan diri manakala ia diterjang oleh badai

kehidupan yang tidak menyisakan harapan. Ada banyak harapan di negeri ini, tapi

harapan itu tidak distribusi secara berkeadilan. Lingkungan tidak lagi bersahabat,

solidaritas menipis. Dalam kondisi demikian barulah manusia menyadari otoritas

Tuhan, namun Tuhan juga mengajari kita untuk berpikir sehat, berpikir rasioonal

untuk memahami sebuat irrasionalitas. Menurut E.O James merupakan sebuah

konsekuensi dimensi spritual yang ada dalam diri manusia, dimana manusia telah

berupaya untuk menemukan suatu hubungan khusus antara dirinya dengan Sesuatu

yang Luar Biasa dan berinteraksi dengan-Nya16

Durkheim berpendapat bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan yang

didalamnya terdapat bagian – bagian dengan fungsi masing – masing yang

membuat sistem menjadi seimbang17.Secara spesifik, ada dua fenomena sosial –

keagamaan dimasyarakat yang menarik untuk dikaji. Pertama, wujud keragaman

perilaku keagamaan masyarakat yang kadang memunculkan kohesi sosial, tapi

15
Muchtar, 2009, “Aliran Al Haq (Al-Qur’an Suci) di Bandung, Harmoni, Jurnal Multikultural &
Multireligius Vol. VIII, No. 31, h. 158
16
Firman Nugaraha, 2016, “Eksistensi Amanat Keagungan Ilahi (AKI) Perspektif Fungsionalisme
Durkheim”, Jurnal “Al-Qalam” Volume 22 Nomor 1 juni 2016
17
Ibid.

9
sesekali menjadi pemicu disintegrasi meski tidak terlalu ekstrim. Kedua,

Keberagaman masyarakat lokal yang mengalami perubahan disebabkan

persentuhan dengan budaya luar (interaksionalisasi budaya), terutama dengan

budaya urban. Kedua fenomena tersebut diatas, gilirannya menghadirkan dua

permasalahan yang cukup siginifikan, antara lain : (1). Dalam konteks ritual

keagamaan, memunculkan proses perpaduan antara unsur Islam disatu sisi, dan

tradisi lokal di sisi lain. Dari perpaduan ini memproduk berbagai perspektif tipologi

Islam, yakni Islam sinkritik (Geertz), atau Islam akulturatif (Woodward) dan Islam

kolaboratif (Nur Syam). Permasalahan pokoknya adalah, beberapa tipologi itu tidak

dikenal dalam ajaran Islam Ortodoks (Genuin), semisal, ritual nadran dan ruat

bumi, dan yang sejenisnya yang didalamnya terkait dengan aspek – aspek teologis.

Menurut Bruinessen bahwa pergulatan manusia dengan agama sampai hari

ini tidak selasai pada titik kepuasan dengan adanya agama–agama mainstrem, hal

itu dipertegas oleh James bahwa manusia tetap saja mencari bentuk lain dan

semangat lain baik yang masih memiliki ciri dari agama yang mereka anut

sebelumnya atau melakukan konversi agama18. Menurut M. Yusuf Arsy bahwa

Aliran/paham keagamaan lahir dan berkembang karena berbagai faktor salah

satunya adalah karena penafsiran terhadap pokok–pokok ajaran agama, dan

derasnya perubahan dalam kehidupan sosial budaya 19. Menurut Firman ritual

agama yang dilakukan secara kolektif dapat memperkuat solidaritas, semakin

18
Ibid.
19
M. Yusuf Arsy, 2009, “Transformasi Aliran dan Paham Keagamaan : Kasus Amanat Keagungan
Ilahi (AKI) Kurnia Wahyu ke Majelis dzikir dan Shalawatan”, Harmoni, Jurnal Multikultural &
Multireligius Vol. VIII, No. 31, h. 63

10
inklusif terhadap agama tersebut, pada saat yang sama semakin eksklusiv terhadap

kelompok–kelompok agama yang lain20.

Seorang sosiolog Inggris, Bryan Wilson membagi tujuh sekte/aliran

kepercayaan berdasarkan sikap aliran tersebut terhadap dunia sekitar . Tipe pertama

adalah sekte conversionist, yang perhatiannya kepada perbaikan moral individu.

Harapannya agar dunia akan diperbaiki kalau moral inividu–individu diperbaiki,

kegiatannya adalah berusaha meng-convert, men-tobatkan orang luar. Contoh

tipikal di dunia barat adalah Bala keselamatan di dunia Islam, gerakan dakwah

seperti Tabligh Jamaat mirip tipe sekte ini.

Tipe kedua, sekte revolusioner, sebaliknya mengharapkan perubahan

masyarakat secara radikal, sehingga manusianya menjadi baik. Gerakan

messianistik (yang menunggu atau mempersiapkan kedatangan seoarang Messias,

Mahdi, Ratu Adil) dan millenarian (yang mengharapkan melutusnya zaman emas).

Tipe ketiga, sekte introversionis, meraka mencari kesucian diri sendiri tanpa

memperdulikan masyarakat luas, contohnya gerakan Samin di Jawa merupakan

kasus tipikal gerakan mesianistik yang telah menjadi introverssionis.

Tipe keempat, yang dinamakan Wilson manipulationist atau gnostic (“ber-

ma’rifat”) mirip sekte introversionis dalam hal ketidakpeduliannya terhadap

kesalamatan dunia sekitar. Yang membedakan adalah klaim bahwa mereka

memiliki ilmu khusus, yang biasanya dirahasiakan dari orang luar. Klaim mereka

hanya bahwa mereka memiliki metode yang lebih baik untuk tujuan tertentu.

20
Firman Nugaraha, 2016, “Eksistensi Amanat Keagungan Ilahi (AKI) Perspektif Fungsionalisme
Durkheim”, Jurnal “Al-Qalam” Volume 22 Nomor 1 juni 2016

11
Tipe kelima, adalah sekte thaumaturgical yaitu yang berdasarkan sistem

pengobatan, pengembangan tenaga dalam atau penguasaan atas alam gaib. Tipe ke-

enam adalah sekte reformis,gerakan yang melihat usaha reformasi sosial dan/atau

amal baik (karitatif) sebagai kewajiban esensial agama. Aqidah dan ibadah tanpa

pekerjaan sosial dianggap tidak cukup.

Tipe ke-tujuh adalah sekte utopian, yaitu gerakan yang berusaha

mencipatakan suatu komunitas ideal disampung berusaha menjadi teladan yang

baik untuk masyarakat luas. Mereka menolak tatanan masyarakat yang ada dan

menawarkan suatu alternatif, tetapi tidak mempunyai aspirasi mentransformasi

seluruh masyarakat melalui proses revolusi. Komunitas utopian mereka seringkali

merupakan usaha untuk menghidupkan kembali komunitas umat yang asli

(komunitas Kristen yang pertama, jami’ah Madinah), dengan segala tatanan

sosialnya. Di Indonesia, kelompok Isa Bugis (dulu di Sukabumi, sekarang di

Lampung) merupakan salah satu contohnya, Daarul Arqam Malaysia dengan

“Islamic Village”nya.

Wilson membagi tipologi sekte diatas berdasarkan spektrum aliran agama

yang lebih luas daripada spektrum gerakan sempalan Indonesia yang disebut diatas.

Kriteria yang dipakai Wilson adalah sikap sekte terhadap dunia sekitarnya, di

Indonesia agak sulit diletakan tipologi ini, namun terdapat berbagai gerakan di

Indonesia yang tidak mempunyai sikap sosial tertentu dan hanya membedakan diri

dari “ortodoksi” dengan ajaran atau amalan lain.

Satu tipe dengan aliran sempalan dari agama mayoritas seperti Aliran

Amanat Keagungan Ilahi dengan ajaran yang dianggap menyimpang oleh agama

12
Islam “aneh” karena berbeda dari pengamalan peribadahan yang biasa dilakukan.

Aliran Amanat Keagungan Ilahi jika merujuk pada pembagian sekte oleh Wilson

mirip dengan sekte gnostic, dengan sistem bai’at, hirarki internal dan inisiasi

bertahap dalam “ilmu” rahasia, juga memiliki aspek thaumaturgical, dengan

menekankan pengobatan dan kesaktian.

Sementara Menurut (Muchtar, 2009) Aliran menyimpang adalah suatu

aliran/kelompok yang mempunyai keyakinan ideologis tinggi dan fanatik yang

mereka perjuangkan untuk menggantikan tatanan nilai dan sistem yang sedang

berlangsung. Menurut fatwa MUI, ketegori aliran menyimpang atau sesat adalah

a)mengingkari salah satu rukun iman yang 6 (enam) dan rukun Islam yang 5 (lima),

b) meyakini atau mengikuti aqidah yang tidak sesuai dengan dalil syariat Islam (Al-

Quran dan Assunah); c) meyakini turunya wahyu setelah Al-Qur’an; d)

mengingkari otentisitas atau kebenaran isi Al-Qur’an; e)menafsirkan Al-Qur’an

tidak berdasarkan kaidah – kaidah tafsir; f)mengingkari para Nabi dan Rasul;

h)mengakui ada nabi setelah Nabi Muhammad SAW; h)merubah, menambah atau

mengurangi pokok – pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syari’ah; i)

mengkafirkan sesama muslim yang bukan kelompoknya21

Aliran Amanat Keagungan Ilahi berada di Desa Nagrak Kecamatan Leles

Kabupaten Garut, terdapat sebuah aliran kepercayaan yang merupakan sempalan

dari agama formal, adapun aliran tersebut adalah Aliran Amanat Keagungan Illahi

yang dipimpin Rd Mohamad Syamsoe. Aliran ini masuk ke Kampung Pasir Geulis

Desa Nagrak pada tahun 1993. Namun setelah setahun tepatnya tahun 1994 Aliran

21
Muchtar, 2009, “Aliran Al Haq (Al-Qur’an Suci) di Bandung, Harmoni, Jurnal Multikultural &
Multireligius Vol. VIII, No. 31, h. 158

13
Amanat Keagungan Illahi itu ditutup oleh Kodim Leles, kejadian tersebut

menjadikan suatu tantangan dan dijadikan kiritik membangun bagi Aliran Amanat

Keagungan Illahi tersebut untuk lebih mampu mengembangkan kelompoknya

tersebut. Sehingga seiringnya waktu Aliran Amanat Keagungan illahi menunjukan

perkembangan yang siginifikan dimulai dari berbagai kegiatan yang cakupannya

tidak hanya di Pasir Geulis saja namun sudah berkembang di daerah lainnya,

kemudian juga yang masuk ke Aliran Amanat Keagunggan Illahi dari waktu ke

waktu semakin bertambah dan cakupannya tidak hanya dari cangkuang saja tetapi

dari daerah lainnya juga ada yang masuk aliran tersebut.

Kemudian juga selain itu dalam mengadakan kegiatan misalnya Maulid Nabi

mengundang penceramah dari luar Cangkuang dan juga membagikan daging

kepada masyarakat yang menandakan seiringnya waktu Aliran Amanat Keagungan

Illahi semakin terbuka kepada masyarakat sehingga dengan pendekatan tersebut

masyarakat banyak juga yang sudah mulai menerima akan keadaan Aliran Amanat

Keagungan Illahi. Aliran tersebut semakin giat mengibarkan sayapnya dan teteap

eksis sampai sekarang. Suatu kejadian yang menekan Aliran Amanat Keagungan

Illahi misalnya saja cemoohan orang, penutupan atau adanya larangan dari Kodim

untuk tidak mengajarkan ajarannya kemudian juga ada yang mengatakan aliran

sesat dan lain sebagainya itu justru mennjadi cambuk bagi Aliran Amanat

Keagungan Illahi sendiri untuk membuktikan kepada masyarakat bahwa

kelompoknya dapat bertahan dan dapat berkembang.

Gambaran umum tentang Amanat Keagungan Illahi dilihat dari kegiatannya

misalkan mengadakan pengajian, dzikir, dan yang lainnya yang tentunya sangat

bermanfaat untuk lingkungan atau kelompoknya sendiri. Hal yang demikian

14
menunjukan bahwa Aliran Amanat Keagungan Illahi dari mulai masuk ke Pasir

Geulis sampai sekarang tetap komitmen yang tinggi dalam pemahaman dan

menyebarkan paham tersebut.

Melihat fenomena tersebut maka Aliran Amanat Keagungan Illahi yang

berada di Kampung Geulis Desa Nagrak Kecamatan Leles Kabupaten Garut

menarik untuk diteliti. Maka berkenaan dengan hal itu layaknya dilakukan

penelitian yang berjudul : “FENOMENA KEBERAGAMAN ALIRAN

KEPERCAYAAN AMANAT KEAGUNGAN ILAHI (Penelitian terhadap

Ritual Ibadah Pengikut Aliran Amanat Keagungan Ilahi di Kampung Nagrak

Kecamatan Leles Kabupaten Garut).

B. Identifikasi Masalah

Dalam perspektif kebudayaan, perubahan–perubahan sikap dan tindakan

individu ataupun masyarakat dalam banyak hal dipengaruhi oleh interaksinalisasi

dan integrasi kultural. Seperti halnya nilai–nilai budaya luar yang beragam

bersentuhan dengan nilai-nilai budaya lokal, akan menjadi basis dalam

pembentukan sub-sub kebudayaan yang berdiri sendiri dengan dinamika

ekspresinya. Oleh karenanya, berbagai dimensi kehidupan mengalami redifinasi

dan diferensiasi yang terjadi secara massif dan selanjutnya memunculkan berbagai

problem sosio – kultural tersendiri. Apalagi hal itu berdampak perubahannya pada

dimensi sikap dan tindikan individu maupun masyarakat berkanaan dengan

aktivitas keagamaannya. Aliran Amanat Keagungan Ilahi (AKI) menciptakan

sebuah budaya baru bagi masyarakat sekitar karena tindakan religiusitas mereka

15
yang dianggap menyimpang, hal ini menjadi sebuah masalah bagi penganut agama

mayoritas setempat.

Aliran/paham keagamaan lahir dan berkembang karena berbagai faktor,

misalnya karena banyaknya yang menafsirkan terhadap pokok – pokok agama, dan

derasnya perubahan dalam kehidupan sosial budaya. Dengan kondisi tersebut

terbuka peluang tumbuhnya aliran/paham keagamaan, dengan berbagai ajaran yang

khas, baru dan berbeda dengan ajaran pokok agama asalnya. Sebahagian

masyarakat menilai berbeda dari umat Islam umumnya. Dan tidak sedikit

masyarakat yang menilai sebagai penyimpangan dari ajaran agama yang dianut

kebanyakan umat beragama (mainstream).

Suatu paham keagamaan yang muncul kepermukaan pada awal tahun 2009

ialah Amanat Keagungan Ilahi atau disingkat dengan AKI. AKI merupakan nama

yang diberikan oleh pengikut paham M. Syamsoe, disamping nama lain seperti

Aliran Kepribadian di Jawa Barat di tahun 1970-an dan Alam Anugerah Ilahi di

Bekasi. Ajaran dan kegiatan paham tersebut telah dilarang di beberapa daerah

seperti Purwakarta, Cilegon dan Subang22

Pendiri AKI M. Syamsoe pernah menjadi pengurus Mesjid Agung Banten,

ketika melakukan tirakatan Masjid tersebut pada malam 12 Maulid 1389 H atau

bertepatan 29 Mei 1969, ia mendapat “pencerahan”. Pada saat itu mulailah beliau

mengajarkan pahamnya kepada lingkuangan keluarga dan pada tahun 1973 mulai

mengembangkannya kepada masyarakat luas, dengan kegiatan ; a)Mengajak orang

22
M. Yusuf Arsy, 2009, “Transformasi Aliran dan Paham Keagamaan : Kasus Amanat Keagungan
Ilahi (AKI) Kurnia Wahyu ke Majelis dzikir dan Shalawatan”, Harmoni, Jurnal Multikultural &
Multireligius Vol. VIII, No. 31, h. 64

16
kenal dan merasakan kuasa Allah swt, b) Memberi tambahan do’a (wirid/dzikir) c)

Membantu dalam kesembuhan dan keberuntungan23.

Aliaran Amanat Keagungan Ilahi muncul dibeberapa daerah di Indonesia

seperti di Jakarta dengan nama AKI Firman 40 dengan sesepuhnya bernama

Andreas yang beragama Katolik, lalu AKI Yaskum (Yayasan Kharisma Usada

Mustika) dengan pendirinya Ir. Teuku Muhammad Bulganon Hasbullah Amir

seorang kelahiran Aceh, dan satu lagi jauh sebelum AKI Andreas dan AKI Yaskum

berdiri, pada tahun 2001 Kurnia Wahyu telah mendirikan AKI di Nagrak,

Bandung24.

AKI Yaskum dengan ruang lingkup khusus ialah bidang sosial dan

keagamaan. Selanjutnya, karena banyak reaksi masyarakat terhadap AKI Andreas

yang dianggap menyimpang dari metode M. Syamsoe mengenai lambang,

penggunaan kata-kata “Panggilan Tuhan”, rumusan tentang 12 Pasal yang dibuat

tahun 1975, menolak tingkat kepemimpinan, paham tentang mandi tobat, puasa,

syukuran, kelahiran dan kematian. tidak jauh dengan AKI Yaskum dan AKI

Andreas, AKI Kurnia Wahyu harus menghadapi penokan dari masyarakat dan

ormas Islam karena dianggap menyimpang dari ajaran Islam, setelah melewati

proses yang panjang, akhirnya AKI Kurnia Wahyu bertransformasi menjadi Majelis

Shalawatan, terbuka untuk umum dan berbaur dengan masyarakat dengan demikian

AKI telah terjadi perubahan25.

23
Ibid. Hal.63
24
M. Yusuf Arsy, 2009, “Transformasi Aliran dan Paham Keagamaan : Kasus Amanat Keagungan
Ilahi (AKI) Kurnia Wahyu ke Majelis dzikir dan Shalawatan”, Harmoni, Jurnal Multikultural &
Multireligius Vol. VIII, No. 31, h. 68
25
Ibid. Hal. 68

17
Dari uraian diatas tampak AKI terbagi kepada tiga kelompok yaitu AKI

Yaskum, AKI Andreas, dan AKI Kurnia Wahyu. Namun yang jadi menarik AKI

ini juga teradapat pada daerah dimana pendiri pertama M. Syamsoe dimakamkan

yaitu di Leles kabupatan Garut, apakah AKI di Garut ini sama dengan salah satu

ketiga AKI diatas atau memiliki ajaran dan aturan sendiri yang berbeda dengan AKI

lainnya?

C. Rumusan Masalah

Fokus penelitian ini adalah mengkaji keberadaan Aliran Amanat Keagungan

Ilahi dalam hal ini apakah tindakan religiusitas didalam kehidupan penganut Aliran

Amanat Keagungan Ilahi (AKI) ditentukan oleh ajaran AKI, kebudayaan

masyarakat setempat dan lingkungan sosial dimana mereka hidup? Untuk itu, sesuai

dengan arah perspektif yang digunakan, layaknya diajukan pertanyaan penelitian

seperti berikut:

1. Apakah sebenarnya Aliran Amanat Keagungan Ilahi yang berada di Desa

Nagrak Kecamatan Leles Kabupaten Garut?

2. Bagaimana Eksistensi dan perkembangan Aliran Amanat Keagungan Illahi

yang berada di Desa Nagrak Kecamatan Leles Kabupaten Garut?

3. Mengapa terbentuk Aliran Amanat Keagungan Ilahi yang berada di Desa

Nagrak Kecamatan Leles Kabupaten Garut?

4. Bagaimana Ritual Ibadah yang dilaksakan oleh Aliran Amanat Keagungan

Ilahi?

18
D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi,

menganalisis, menggali dan mengetahui :

1) Hakikat yang sebenarnya Aliran Amanat Keagungan Ilahi yang berada di

Desa Nagrak Kecamatan Leles Kabupaten Garut?

2) Eksistensi dan perkembangan Aliran Amanat Keagungan Ilahi yang berada

di Desa Nagrak Kecamatan Leles Kabupaten Garut?

3) Hal – hal yang melatarbelakangi terbentuk Aliran Amanat Keagungan Ilahi

yang berada di Desa Nagrak Kecamatan Leles Kabupaten Garut?

4) Bagaimana Ritual Ibadah yang dilaksakan oleh Aliran Amanat Keagungan

Ilahi?

E. Kegunaan Penelitian

Bagi Peneliti :

1. Memperkaya pemahaman, pengetahuan, sekaligus pengembangan kajian

aliran keagamaan di Indonesia dalam fokus ranah sosiologi, agama dan

antropologi agama. Khususnya Aliran Amanat Keaagungan Ilahi di Desa

Nagrak sehingga bisa menjelaskan fakta – fakta dan fenomena yang terdapat

didalamnya.

2. Mengetahui persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaannya yang

sebenarnya serta sejauh mana hubungan aliran agama yang satu dengan

aliran agama yang lain khususnya Aliran Amanat Keagungan Ilahi,

19
sehingga dapat diungkapkan hakikat dan latar belakang terus

bermunculannya sebuah aliran keagamaan.

3. Ikut serta mengembangkan studi keagamaan, sebagai kewajiban seorang

muslim dan mahasiswa dalam berdakwah dan berbakti kepada mayarakat

pada umumnya.

4. Mengetahui Ritual Ibadah yang dilaksakan oleh Aliran Amanat Keagungan

Ilahi

Bagi UIN SGD Bandung

1. Menambah koleksi penelitian dibidang Religion Studies, sehingga tujuan

utama Pascasarjana UIN SGB Bandung bisa tercapai yaitu menjadi pusat

pengkajian ilmu keislaman dan pengembangan sumber daya manusia yang

unggul , kompetitif dan bereputasi internasional pada tahun 2025

2. Bisa membantu mahasiswa UIN SGB Bandung yang lain dalam

mempelajari Agama, dan bisa melanjutkan penelitiannya lebih baik dan

lebih komprehensif lagi sesuai dengan tantangan jaman.

Bagi Masyarakat

1. Meningkatkan pemahaman tentang adanya sebuah aliran keagamaan di

Indonesia, khususnya Aliran Amanat Keagungan Ilahi, sehingga

masyarakat bisa menilai sebuah aliran keagamaan baik dan buruknya

berdasarkan data dan fakta dilapangan.

2. Seseorang yang ingin mengetahui Aliaran Amanat Keagungan Ilahi,

penelitian ini diharapkan bisa membantu. seperti para agen perubahan

seperti para agamawan dan lembaga – lembaga keagamaan yang secara

praktis terlibat dalam persoalan – persoalan sosial keagamaan yang ingin

20
memahami konstelasi perubahan sosial keagamaan dalam konteks

keindonesiaan.

Bagi Pemerintah

1. Penelitian ini diharapkan bisa membantu pemerintah pusat dan pemerintah

daerah dalam referensi untuk membangun dan memberdayakan masyarakat

di kabupaten Garut, terutama di bidang sosial keagamaan.

2. secara pragmatis, penelitian ini diharapkan dapat pula digunakan sebagai

rujukan kebijakan oleh lembaga – lembaga yang berkompeten dalam upaya

pembangunan masyarakat di wilayah Garut Jawa Barat.

F. Tinjauan Pustaka

Menulusuri kepustakaan, sudah ada beberapa penelitian tentang Aliran

Amanat Keagungan Ilahi, namun belum ada penulis yang secara detail meneliti

Aliran Amanat Keagungan Ilahi di Desa Nagrak Kecamatan Leles Kabupaten

Garut. Adapun penelitian – penelitian tersebuat sebagai berikut :

Tujuan Penelitian, Objek


Judul & Peneliti Hasil Penelitian
& Metode Analisis

1. Eksistensi Amanat Tujuan : Untuk Hasil Penelitian :

Keagungan Ilahi mendeskripsikan fenomena


analisis menunjukkan
(AKI) Perspektif kelompok Amanat
bahwa ikatan primordial
Fungsionalisme Keagungan Ilahi yang
yang kuat atas
Durkheim menyangkut keberfungsian
kelompok oleh
ajaran, makna dan
penganutnya didorong

21
Oleh : kolektiftas sosial para bukan hanya karena

(Nugraha, 2016) enganutnya adanya motivasi

sipiritual yang
Objek : - AKI umumnya
ditawarkan dalam
Metode Analisis :
ajaran AKI, melainkan
perspektif fungsionalisme
juga adanya dukungan
Durkheim
intimasi sosial yang

kuat antar anggota

sehingga mereka

merasakan kenyamanan

dan kebermaknaan

dalam AKI. Kondisi ini

meneguhkan konsep

Durkheim bahwa

keyakinan yang

fungsional cenderung

bertahan dan

dipertahankan

pemeluknya.

2. Transformasi Aliran Tujuan : Hasil Penelitian :

dan Paham
Untuk mengeksplorasi Majelis Shalawatan
Keagamaan :Kasus
sebuah aliran keagamaan asuhan Kurnia Wahyu
Amanat Keagungan
yang bernama Aliran (semula AKI Nagrak)
Ilahi (AKI) Kurnia
Amanat Keagungan Ilahi mengalami
Wahyu ke Majelis
yang berkembang di Jawa transformasi paham

Barat, yang berubah nama keagamaannya yang

22
Dzikir dan menjadi Majelis Dzikir dan dapat disebut paradigma

Shalawatan Shalawatan oleh Kurnia 2009, yang diberi nama

Wahyu Majelis Shalawatan dan

Oleh : (Asry, 2009) Dzikir, dengan ruang


Objek ; AKI Kurnia
lingkup kegiatan bidang
Wahyu di Bandung Kec.
keagamaan dan sosial
Cangkuang
kemasyarakatan,
Metode : Observasi dan
mengamalkan dzikir M.
Wawancara
Syamsoe yang

disesuaikan, dan

dinyatakan tidak ada

kaitannya dengan AKI

dan sejenisnya yang

telah dilarang, termasuk

dengan Yayasan

Kharisma Usada

Mustika (YASKUM),

AKI Andreas dan AKI

Tasikmalaya.

3. Peranan Intelijen Tujuan : Hasil Penelitian :

Kejaksaan Negeri
Untuk mengetahui peran Pihak Kejaksaan Negeri
Bandar Lampung
intelejen Kejaksaan Negeri Bandar Lampung
Dalam
Bandar Lampung dalam melakukan
Penanggulangan
penanggulangan kejahatan penanggulangan dengan
Kejahatan Aliran
terhadap Aliaran Amanat yang bersifat Preventif
Agama Terlarang
Keagungan Ilahi yang telah (pencegahan) seperti

23
Amanat Keagungan dianggap sesat dan untuk memberikan

Ilahi mengetahui faktor-faktor penyuluhan kepada

penghambat bagi intelejen masyarakat akan

dalam melakukan pentingnya


Oleh : (Widodo,
pencegahan terhadap menumbuhkan
2017)
munculnya perkembangan kesadaran hukum,

aliran tersebut. meningkatkan

kewaspadaan dan

memberikan
Objek : AKI Lampung
penerangan serta
Motode : pendekatan
sosialisasi kepada
yuridis normatif dan
masyarakat. Faktor-
yuridis empiris
faktor penghambat yang

dihadapi oleh Intelijen

Kejaksaan Bandar

Lampung dalam

penanggulangan

kejahatan terhadap

aliran agama terlarang

ini adalah dari faktor

kewenangannya itu

sendiri yang dianggap

tidak memiliki

kewenangan

penindakan, dan

masyarakat yang minim

24
kesadaran hukum yang

seharusnya ia laporkan

sehingga menyulitkan

Kejaksaan dalam

mengawasi, menindak

dan membubarkan

aliran-aliran agama dan

kepercayaan

masyarakat yang dinilai

menyesatkan tersebut.

Penelitian terdahulu tentang Aliran Amanat keagungan Ilahi diatas memiliki

persamaan penelitian yaitu meniliti Amanat Keagungan Ilahi (AKI) namun

perbedaanya di tempat keberadaan AKI tersebut. Penelitian oleh (Nugraha,

2016) dengan judul penelitian “Eksistensi Amanat Keagungan Ilahi (AKI)

Perspektif Fungsionalisme Durkheim” dengan objek AKI secara umum,

sedangkan penelitian oleh (Asry, 2009) dengan judul penelitian “Transformasi

Aliran dan Paham Keagamaan:Kasus Amanat Keagungan Ilahi (AKI) Kurnia

Wahyu ke Majelis Dzikir dan Shalawatan” dengan objek AKI Kurnia Wahyu

di Bandung dan terakhir penelitian AKI oleh (Widodo, 2017) dengan judul

penelitian “Peranan Intelijen Kejaksaan Negeri Bandar Lampung Dalam

Penanggulangan Kejahatan Aliran Agama Terlarang Amanat Keagungan

Ilahi” dengan Objek AKI lampung. penelitian – penelitan tersebut tidak ada

yang meneliti hakikat, eksistensi serta perkembangannya dan hal – hal yang

melatarbelakangi terbentuknya Aliran Amanat Keagungan Ilahi khususnya

25
yang berada di Desa Nagrak Kecamatan Leles Kabupaten Garut. Maka dalam

penelitian ini peneliti mencoba meneliti fenomena aliran Amanat Keagungan

Ilahi dengan pendekatan sosiologis – fenomenologi Schutz.

G. Kerangka Pemikiran

Bermula dari hubungan antara Agama, Masyarakat, dan Kebudayaan

dimana ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi. Kebudayaan terbentuk dari

adat kebiasaan masyarakat, baik yang berasal dari hasil daya cipta pemikiran

manusia maupun yang berasal dari tata-aturan agama yang bersumber dari kitab

suci. salah satu dari hasil hubungan Agama, Masyarakat dan Kebudayaan lahirlah

sebuah aliran kepercayaan yang dikenal Amanat Keagungan Ilahi atau disingkat

dengan AKI. Untuk mengetahui dan memahami hakikat AKI, Eksistensi

perkembangan AKI dan hal – hal yang melatar belakangi terbentuknya AKI ini

maka dilakukanlah observasi dan wawancara langsung terhadap masyarakat

penganut AKI di desa Nagrak Kec. Leles Kab. Garut. dari hasil observasi langsung

maka akan ditemukan fenomena keberagaman aliran AKI. Adapun kerangka

pemikiran pada penelitian ini sebagaimana berikut :

26
Agama Masyarakat Kebudayaan

Masyarakat Penganut
Aliran AKI

Fenomena Keberagaman
Aliran AKI

Ritual Ibadah
Aliran AKI

Bagan 1Kerangka Pemikiran

27
H. Referensi

AG, M. (2009). Gerakan Samin dan Misteri Agama Adam. Harmoni, Jurnal

Multikultural & Multireligius, VIII(31), 48-62.

Asry, M. (2009). Transformasi Aliran dan Paham Keagamaan:Kasus Amanat

Keagungan Ilahi (AKI) Kurnia Wahyu ke Majelis Dzikir dan Shalawatan.

Harmoni, 31, 63-80.

Bauto, M. L. (2014, Desember). Perspektif Agama dan Kebudayaan Dalam

Kehidupan Masyarakat Indonesia (Suatu tinjauan Sosiaologi Agama). JPIS

(Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial, 23.

Bruinessen, M. V. (1992). Gerakan Sempalan di Kalangan Umat Islam

Indonesia:Latar belakang sosial-budaya (sectarian movements in

Indonesian Islam ; Social and Cultural Background). Ulumul Qur'an, III,

16-27.

Hakiki, K. M. (2011, Juni). Politik Identitas Agama Lokal (Studi Kasus Aliran

Kebatinan). Analisis, XI.

Haneraaf, W. (1996). New Age Religion and Westren Culture, Esotericism in the

Mirror of Secular Thought. New York.

Hendropuspito. (2000). Sosiologi Agama (16 ed.). Yogyakarta: Kanisius.

Koentjoroningrat. (1974). Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian

Rakyat.

28
Muchtar. (2009). Aliran Al Haq (Al-Qur'an Suci) di Bandung. Harmoni, Jurnal

Multi Kultural & Multireligius, VIII(31), 155-171.

Nugraha, F. (2016). Eksistensi Amanat Keagungan Ilahi (Aki) Perspektif

Fungsionalisme Durkheim. Al-Qalam, 229-238.

Wallis, R. (1977). The Elementory forms of The New Religious Life. London: Allen

and unwin.

Widodo, L. S. (2017). Peranan Intelejen Kejaksaan Negeri Bandar Lampung

Dalam Penanggulangan Kejahatan Aliran Agama Terlarang Amanat

Keagungan Ilahi. Bandar Lampung: Universitas Negeri Lampung. Dipetik

Februari 20, 2019, dari

http://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/pidana/article/view/880/759

29

Anda mungkin juga menyukai