A. Pendahuluan
Dengan singkat definisi agama menurut sosiologi adalah definisi yang empiris.
Sosiologi tidak pernah memberikan definisi agama yang evaluative (menilai). Sosiologi
angkat tangan mengenai hakikat agama, baiknya atau buruknya agama atau agamaagama
yang tengah diamatinya. Dari pengamatan ini sosiologi hanya sanggup memberikan definisi
deskriptif (menggambarkan apa adanya) yang mengungkapkan apa yang dimengerti dan
dialami pemeluk-pemeluknya.
Definisi agama menurut Durkheim adalah suatu sistem kepercayaan dan praktek yang
telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus kepercayaan-kepercayaan dan
praktek-praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal. Dari definisi ini
ada dua unsur yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat disebut agama, yaitu sifat
kudus dari agama dan praktek-praktek ritual dari agama. Agama tidak harus melibatkan
adanya konsep mengenai suatu mahluk supranatural, tetapi agama tidak dapat melepaskan
kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi bukan agama lagi, ketika salah satu unsur
tersebut terlepas. Di sini terlihat bahwa sesuatu dapat disebut agama bukan dilihat dari
substansi isinya tetapi dari bentuknya, yang melibatkan dua ciri tersebut.
Peter L. Berger melukiskan agama sebagai suatu kebutuhan dasar manusia, karena
agama merupakan sarana untuk membela diri terhadap segala kekacauan yang mengancam
hidup manusia.2 Hampir semua masyarakat manusia mempunyai agama. Malinowski
menyatakan: Tidak ada bangsa, bagaimanapun primitifnya, yang tidak memiliki agama dan
magi. Agama dapat dipandang sebagai kepercayaan dan pola perilaku yang diusahakan oleh
suatu masyarakat untuk menangani masalah
2
3
Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000. hal. 119.
http://zahrinalia.wordpress.com/2013/01/22/4-agama-dan-masyarakat.03-12-2013
Ibid.
Betty R. Scharf, Sosiologi Agama, Prenada Media, Jakarta, 2004. hal.33.
6
http//:Karinarisaf.blogspot.com.03-12-2013.
5
karena sejak dulu hingga sekarang, agama masih ada dan mempunyai fungsi, bahkan
memerankan sejumlah fungsi.
Manusia yang berbudaya, menganut berbagai nilai, gagasan, dan orientasi yang terpola
mempengaruhi perilaku, bertindak dalam konteks terlembaga dalam lembaga situasi di mana
peranan dipaksa oleh sanksi positif dan negatif serta penolakan penampilan, tapi yang
bertindak, berpikir dan merasa adalah individu itu sendiri.
Teori fungsionalisme melihat agama sebagai penyebab sosial agama terbentuknya
lapisan sosial, perasaan agama, sampai konflik sosial. Agama dipandang sebagai lembaga
sosial yang menjawab kebutuhan dasar yang dapat dipenuhi oleh nilai-nilai duniawi, tapi
tidak menguntik hakikat apa yang ada di luar atau referensi transdental.7
Aksioma teori di atas adalah, segala sesuatu yang tidak berfungsi akan hilang dengan
sendirinya. Teori tersebut juga memandang kebutuhan sesuatu yang mentransendensikan
pengalaman sebagai dasar dari karakteristik eksistensi manusia. Hali itu meliputi, Pertama,
manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian juga hal penting bagi keamanan dan
kesejahteraannnya berada di luar jangkauan manusia itu sendiri. Kedua, kesanggupan
manusia untuk mengendalikan dan mempengaruhi kondisi hidupnya adalah terbatas, dan
pada titik tertentu akan timbul konflik antara kondisi lingkungan dan keinginan yang ditandai
oleh ketidakberdayaan. Ketiga, manusia harus hidup bermasyarakat di mana ada alokasi yang
teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran.
Jadi, seorang fungsionalis memandang agama sebagai petunjuk bagi manusia untuk
mengatasi diri dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan; dan agama dipandang
sebagai mekanisme penyesuaian yang paling dasar terhadap unsur-unsur tersebut.
-
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai bersumber pada kerangka acuan yang
bersifat sakral, maka norma pun dikukuhkan dengan sanksi sakral. Sanski sakral
Ibid.
Fungsi agama di sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu
ikatan bersama baik antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam
kewajiban-kewajiban sosial yang mempersatukan mereka.
Fungsi agama sebagai sosialisasi individu adalah, saat individu tumbuh dewasa,
maka dia akan membutuhkan suatu sistem nilai sebagai tuntunan umum untuk
mengarahkan aktifitasnya dalam masyarakat. Agama juga berfungsi sebagai
tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua tidak akan mengabaikan
upaya moralisasi anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa
hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Karena
itu, untuk mencapai tujuan tersebut harus beribadah secara teratur dan kontinu.
Masalah fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama.
Menurut Roland Robertson (1984), dimensi komitmen agama diklasifikasikan menjadi :8
a. Dimensi keyakinan mengandug perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius
akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran
ajaran-ajaran tertentu.
b. Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu
perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secra nyata. Ini menyangkut hal
yang berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal,
perbuatan mulia, berbakti tidak bersifat formal, tidak bersifat publik dan relatif
spontan.
c. Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai
perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan
mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi,
mampu berhubungan dengan suatu perantara yang supernatural meskipun dalam
waktu yang singkat.
d. Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan bahwa orang-orang yang
bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan
dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.
Ibid.
itu
menimbulkan
pertanyaan
apakahan
masyarakat
sekuler
mampu
mempertahankan ketertiban umum secara efektif tanpa adanya kekerasan institusional apabila
pengaruh agama sudah berkurang.
Dan
jawaban
tersebut
hanya
dapat
diperoleh
jika
manusia beserta
masyarakatnya mau menerima suatu yang ditunjuk sebagai sumber dan terminal terakhir
dari segala kejadian yang ada di dunia. Terminal terakhir ini berada dalam dunia supraempiris yang tidak dapat dijangkau tenaga indrawi maupun otak manusiawi, sehingga tidak
dapat dibuktikan secara rasional, malainkan harus diterima sebagai kebenaran. Agama juga
telah meningkatkan kesadaran yang hidup dalam diri manusia akan kondisi eksistensinya
yang berupa ketidakpastian dan ketidakmampuan untuk menjawab problem hidup manusia
yang berat. Para ahli kebuadayaan yang telah mengadakan pengamatan mengenai aneka
kebudayaan berbagai bangsa sampai pada kesimpulan, bahwa agama merupakan unsur inti
9
Opcit. http://zahrinalia.wordpress.com.
yang paling mendasar dari kebudayaan manusia, baik ditinjau dari segi positif maupun
negatif.
Para ahli kebuadayaan yang telah mengadakan pengamatan mengenai aneka
kebudayaan berbagai bangsa sampai pada kesimpulan, bahwa agama merupakan unsur inti
yang paling mendasar dari kebudayaan manusia, baik ditinjau dari segi positif maupun
negatif. Masyarakat adalah suatu fenomena sosial yang terkena arus perubahan terus-menerus
yang dapat dibagi dalam dua kategori : kekuatan batin (rohani) dan kekuatan lahir (jasmani).
10
Contoh perubahan yang disebabkan kekuatan lahir ialah perkembangan teknologi yang
dibuat oleh manusia. Sedangkan contoh perubahan yang disebabkan oleh kekuatan batin
adalah demokrasi, reformasi, dan agama. Dari analisis komparatif ternyata bahwa agama dan
nilai-nilai keagamaan merupakan kekuatan pengubah yang terkuat dari semua kebudayaan,
agama dapat menjadi inisiator ataupun promotor, tetapi juga sebagai alat penentang yang
gigih sesuai dengan kedudukan agama.
Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang
bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang
bersifat negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative
factor).11 Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama
sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat, pengaruh yang bersifat
integratif. Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama
dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa
masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan
mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial
didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya
konsensus dalam masyarakat.
Fungsi Disintegratif Agama adalah, meskipun agama memiliki peranan sebagai
kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada
saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang menceraiberaikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini
merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya
sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama
lain.
10
11
http://anwarabdi.wordpress.com.03-12-2013.
Ibid.
12
Syahrial Syarbaini, Rusdiyanta, Dasar-dasar Sosiologi, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009. hal.51.
bahwa pada masyarakat modern agama akan lenyap karena pada masyarakat modern dikuasai
olehteknologi dan birokrasi. Tetapi pemikiran tersebut itu belum terbukti dalam kurun waktu
terkhir ini. Sebagai contoh yang terjadi di negara-negara komunis seperti Rusia, RRC,
Vietnam yangmenerapkan penghapusan agama karena tidak sesuai dengan ideologi negara
tersebut, tetapi beberapa orang berhasil mempertahankan agama tersebut, bahkan umat
beragama semakin meningkat. Dengan mengirasionalkan agama bahwa agama adalah sesuatu
yang salah dalam pemikiran, tetapi dengan sendirinya umat beragama dapat berpikir dan
mengetahui apa yangdipikirkan mengenai agama. Sehingga umat beragama dapat memahami
apa arti sebuah agama dan manfaatnya.
Opini : semakin berkembangnya ilmu pengetahuan yang demikian dinamis, teori-teori
lama kemudian mengalami penyempurnaan dan revisi, bahkan muncul pemikiran-permikiran
lain. Pemeluk agama meyakini kebenaran agama sebagai kebenaran yang bersifat kekal,
sementara kebenaran ilmu pengetahuan bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan
kemampuan pola pikir manusia.
C. Kesimpulan
Agama dan masyarakat adalah dua elemen yang tidak dapat dipisahkan. Di mana ada
kehidupan masyarakat, maka di sanalah agama terbentuk. Agama adalah satu elemen yang
memiliki tatanan tersendiri, bersama dengan itu dapat mengatur dan mengarahkan
penganutnya. Selain itu juga agama memberikan jalan keluar dari masalah yang tidak dapat
diselesaikan secara rasionalisme.
Agama memiliki fungsi dan peran yang penting terhadap kehidupan masyarakat.
Agama berfungsi dari berbagai segi kehiduoan manusia, baik untuk pemeliharaan masyarakat
itu sendiri, pengukuhan nilai-nilai, serta sosialisasi masyarakat.
Pemeluk agama meyakini kebenaran agama sebagai kebenaran yang bersifat kekal,
sementara kebenaran ilmu pengetahuan bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan
kemampuan pola pikir manusia.
DAFTAR PUSTAKA
10