Anda di halaman 1dari 11

AGAMA DAN MASYARAKAT

Makalah ini Disusun Guna memenuhi Tugas


Mata Kuliah Sosiologi Agama
Dosen Pengampu: Ahmad Abbas Mustofa M.Ag.

Disusun Oleh: Kelompok III


Cica Afriany

PRODI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


JURUSAN USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU
2013
0

A. Pendahuluan
Dengan singkat definisi agama menurut sosiologi adalah definisi yang empiris.
Sosiologi tidak pernah memberikan definisi agama yang evaluative (menilai). Sosiologi
angkat tangan mengenai hakikat agama, baiknya atau buruknya agama atau agamaagama
yang tengah diamatinya. Dari pengamatan ini sosiologi hanya sanggup memberikan definisi
deskriptif (menggambarkan apa adanya) yang mengungkapkan apa yang dimengerti dan
dialami pemeluk-pemeluknya.
Definisi agama menurut Durkheim adalah suatu sistem kepercayaan dan praktek yang
telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus kepercayaan-kepercayaan dan
praktek-praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal. Dari definisi ini
ada dua unsur yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat disebut agama, yaitu sifat
kudus dari agama dan praktek-praktek ritual dari agama. Agama tidak harus melibatkan
adanya konsep mengenai suatu mahluk supranatural, tetapi agama tidak dapat melepaskan
kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi bukan agama lagi, ketika salah satu unsur
tersebut terlepas. Di sini terlihat bahwa sesuatu dapat disebut agama bukan dilihat dari
substansi isinya tetapi dari bentuknya, yang melibatkan dua ciri tersebut.

B. Agama dan Masyarakat


1. Pengertian Agama dan Masyarakat
Dalam ensiklopedi Islam Indonesia, agama berasal dari kata Sangsakerta, yang pada
mulanya masuk ke Indonesia sebagai nama kitab suci golongan Hindu Syiwa (Kitab suci
mereka bernama agama).1 Kata itu kemudian menjadi dikenal luas dalam masyarakat
Indonesia. Akan tetapi, dalam penggunaannya sekarang, ia tidak mengacu kepada kitab suci
tersebut. Ia dipahami sebagai nama jenis bagi keyakinan hidup tertentu yang dianut oleh
suatu masyarakat, sebagaimana kata dharma (juga dari bahasa sangsakerta), din (dari bahasa
Arab), dan religi (bahasa latin) dipahami. Ada tiga pendapat yang dapat dijumpai berkenaan
dengan arti harfi kata agama itu. Pertama mengartikan tidak kacau, kedua tidak pergi
(maksudnya diwarisi turun temurun), dan ketiga jalan bepergian (maksudnya jalan hidup).
Lepas dari masalah pendapat mana yang benar, masyarakat beragama pada umumnya
memang memandang agama itu sebagai jalan hidup yang dipegang dan diwarisi turun
temurun oleh masyarakat manusia, agar hidup mereka menjadi tertib, damai, dan tidak kacau.

Nova Rizqiawaty, Sosiologi Agama, Kencana Mandiri, Jakarta, 2011. hal.10.

Peter L. Berger melukiskan agama sebagai suatu kebutuhan dasar manusia, karena
agama merupakan sarana untuk membela diri terhadap segala kekacauan yang mengancam
hidup manusia.2 Hampir semua masyarakat manusia mempunyai agama. Malinowski
menyatakan: Tidak ada bangsa, bagaimanapun primitifnya, yang tidak memiliki agama dan
magi. Agama dapat dipandang sebagai kepercayaan dan pola perilaku yang diusahakan oleh
suatu masyarakat untuk menangani masalah

penting yang tidak dapat dipecahkan oleh

tekhnologi dan tekhnik organisasi yang diketahuinya.


Banyak definisi yang dapat dijadikan pengertian untuk agama itu sendiri. Dengan
singkat definisi agama menurut sosiologi adalah definisi yang empiris. Sosiologi
tidak pernah memberikan definisi agama yang evaluative (menilai). Sosiologi angkat tangan
mengenai hakikat agama, baiknya atau buruknya agama atau agamaagama yang tengah
diamatinya.3 Dari pengamatan ini sosiologi hanya sanggup memberikan definisi deskriptif
(menggambarkan apa adanya) yang mengungkapkan apa yang dimengerti dan dialami
pemeluk-pemeluknya. Definisi agama menurut Durkheim adalah suatu sistem kepercayaan
dan praktek yang telahdipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus kepercayaankepercayaan dan praktek- praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang
tunggal. Dari definisi ini ada dua unsur yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat
disebut agama, yaitu sifat kudus dari agama dan praktek-praktek ritual dari agama.
Agama tidak harus melibatkan adanya konsep mengenai suatu mahluk supranatural, tetapi
agama tidak dapat melepaskan kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi bukan agama lagi,
ketika salah satu unsur tersebut terlepas. Disini terlihat bahwa sesuatu dapat disebut agama
bukan dilihat dari substansi isinya tetapi dari bentuknya, yang melibatkan dua ciri tersebut.
Sedangkan menurut pendapat Hendro puspito, agama adalah suatu jenis sosial yang dibuat
oleh penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-kekuatan non-empiris yang
dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan
masyarakat luas umumya. Dalam kamus sosiologi, pengertian agama ada 3 macam yaitu:
1. Kepercayaan pada hal-hal yang spiritual
2. Perangkat kepercayaan dan praktek-praktek spiritual yang dianggap sebagai tujuan
tersendiri
3. Ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural

2
3

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000. hal. 119.
http://zahrinalia.wordpress.com/2013/01/22/4-agama-dan-masyarakat.03-12-2013

2. Ruang lingkup Agama


Secara garis besar ruang lingkup agama mencakup:4
a. Hubungan manusia dengan Tuhannya
b. Hubungan manusia dengan manusia
c. Hubungan manusia dengan makhluk lainnya atau lingkungannya.
Hubungan manusia dengan Tuhan adalah hal yang mutlak bagi orang yang beragama.
Hubungan manusia dengan Tuhan disebut ibadah. Ibadah di dalam agama berbeda dengan
ibadah dalam agama yang lainnya. Ibadah dalam suatu agama bertujuan untuk mendekatkan
manusia dengan Tuhannya. Maka, apabila manusia melaksanakan ibadah sesuai dengan
agama yang dianutnya, hubungannya dengan Tuhan akan semakin dekat.
Kemudian, dalam menjalani hidup manusia tidak dapat terpisah dengan manusia lain.
Manusia adalah makhluk individual sekaligus juga makhluk sosial. Semua kegiatannya
sehari-sehari selalu berkaitan dengan orang lain. Misalnya dalam masyarakat, adanya gotong
royong membuktikan bahwa manusia membutuhkan bantuan orang lain, dan memerlukan
orang lain untuk berinteraksi.
Bukan hanya kepada orang lain, manusia juga membutuhkan dan berkepentingan
dengan makhluk hidup yang lain, juga termasuk lingkungan. tumbuh-tumbuhan, heman, dan
lingkungan merupakan kesatuan yang bisa dikatakan tidak dapt dipisahkan dari kehidupan
manusia. Dalam bersikap kepada hewan sekalipun, agama menjelaskan cara yang bajik.

3. Fungsi dan Peran Agama dalam Masyarakat


Menurut para ilmuwan sosial , kehidupan manusia yang terbentang sepanjang sejarah
selalu dan tidak pernah luput dari bayang-bayang agama. Sudah diakui secara umum oleh
para pengkaji bahwa semua masyarakat yang dikenal di dunia ini, sampai batas tertentu
bersifat relijius.5
Ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari dalam mendiskusikan fungsi agama dalam
masyarakat, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian. 6 Ketiga aspek itu merupakan
kompleks fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia,
sehingga timbul pertanyaan sejauh mana fungsi lembaga agama memelihara sistem, apakah
lembaga agama terhadap kebudayaan adalah suatu sistem, atau sejauh mana agama dapat
mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya. Pertanyaan tersebut timbul
4

Ibid.
Betty R. Scharf, Sosiologi Agama, Prenada Media, Jakarta, 2004. hal.33.
6
http//:Karinarisaf.blogspot.com.03-12-2013.
5

karena sejak dulu hingga sekarang, agama masih ada dan mempunyai fungsi, bahkan
memerankan sejumlah fungsi.
Manusia yang berbudaya, menganut berbagai nilai, gagasan, dan orientasi yang terpola
mempengaruhi perilaku, bertindak dalam konteks terlembaga dalam lembaga situasi di mana
peranan dipaksa oleh sanksi positif dan negatif serta penolakan penampilan, tapi yang
bertindak, berpikir dan merasa adalah individu itu sendiri.
Teori fungsionalisme melihat agama sebagai penyebab sosial agama terbentuknya
lapisan sosial, perasaan agama, sampai konflik sosial. Agama dipandang sebagai lembaga
sosial yang menjawab kebutuhan dasar yang dapat dipenuhi oleh nilai-nilai duniawi, tapi
tidak menguntik hakikat apa yang ada di luar atau referensi transdental.7
Aksioma teori di atas adalah, segala sesuatu yang tidak berfungsi akan hilang dengan
sendirinya. Teori tersebut juga memandang kebutuhan sesuatu yang mentransendensikan
pengalaman sebagai dasar dari karakteristik eksistensi manusia. Hali itu meliputi, Pertama,
manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian juga hal penting bagi keamanan dan
kesejahteraannnya berada di luar jangkauan manusia itu sendiri. Kedua, kesanggupan
manusia untuk mengendalikan dan mempengaruhi kondisi hidupnya adalah terbatas, dan
pada titik tertentu akan timbul konflik antara kondisi lingkungan dan keinginan yang ditandai
oleh ketidakberdayaan. Ketiga, manusia harus hidup bermasyarakat di mana ada alokasi yang
teratur dari berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran.
Jadi, seorang fungsionalis memandang agama sebagai petunjuk bagi manusia untuk
mengatasi diri dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan; dan agama dipandang
sebagai mekanisme penyesuaian yang paling dasar terhadap unsur-unsur tersebut.
-

Fungsi agama terhadap pemeliharaan masyarakat ialah memenuhi sebagian


kebutuhan masyarakat. Contohnya adalaha sistem kredit dalam masalah ekonomi,
di mana sirkulasi sumber kebudayaan suatu sistem ekonomi bergantung pada
kepercayaan yang terjalin antar manusia, bahwa mereka akan memenuhi
kewajiban bersama dengan jenji sosial mereka untuk membayar. Dalam hal ini,
agama membantu mendorong terciptanya persetujuan dan kewajiban sosial dan
memberikan kekuatan memaksa, memperkuat, atau mempengaruhi adat-istiadat.

Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai bersumber pada kerangka acuan yang
bersifat sakral, maka norma pun dikukuhkan dengan sanksi sakral. Sanski sakral

Ibid.

itu mempunyai kekuatan memaksa istimewa karena ganjaran dan hukumannya


bersifat duniawi, supramanusiawi, dan ukhrowi.
-

Fungsi agama di sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu
ikatan bersama baik antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam
kewajiban-kewajiban sosial yang mempersatukan mereka.

Fungsi agama sebagai sosialisasi individu adalah, saat individu tumbuh dewasa,
maka dia akan membutuhkan suatu sistem nilai sebagai tuntunan umum untuk
mengarahkan aktifitasnya dalam masyarakat. Agama juga berfungsi sebagai
tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. Orang tua tidak akan mengabaikan
upaya moralisasi anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa
hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Karena
itu, untuk mencapai tujuan tersebut harus beribadah secara teratur dan kontinu.

Masalah fungsionalisme agama dapat dianalisis lebih mudah pada komitmen agama.
Menurut Roland Robertson (1984), dimensi komitmen agama diklasifikasikan menjadi :8
a. Dimensi keyakinan mengandug perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius
akan menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran
ajaran-ajaran tertentu.
b. Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu
perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secra nyata. Ini menyangkut hal
yang berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal,
perbuatan mulia, berbakti tidak bersifat formal, tidak bersifat publik dan relatif
spontan.
c. Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai
perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan
mencapai pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi,
mampu berhubungan dengan suatu perantara yang supernatural meskipun dalam
waktu yang singkat.
d. Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan bahwa orang-orang yang
bersikap religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan
dan upacara keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.

Ibid.

e. Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku


perseorangan dan pembentukan citra pribadinya.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki konsekuensi paling penting


bagi agama. Akibatnya adalah masyarakat makin terbiasa menggunakan metode empiris
berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalh kemanusiaan, sehingga
lingkungan yang bersifat sekular semakin meluas dan sering kali dengan pengorbanan
lingkungan yang sakral. Menurut Roland Robertson, watak masyarakat sekular tidak terlalu
memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya, sediktnya peranan dalam
pemikiran agama, praktek agama, dan kebiasaan-kebiasaan agama.
Umumnya, Kecenderungan sekularisasi mempersempit ruang gerak kepercayaankepercayaan dan pengalaman-pengalaman keagamaan yang terbatas pada aspek yang lebih
kecil dan bersifat khusus dalam kehidupan masyarakat dan anggota-anggotanya.
Hal

itu

menimbulkan

pertanyaan

apakahan

masyarakat

sekuler

mampu

mempertahankan ketertiban umum secara efektif tanpa adanya kekerasan institusional apabila
pengaruh agama sudah berkurang.

4. Pengaruh Agama dalam Kehidupan Manusia


Jasa terbesar agama adalah mengarahkan perhatian manusia kepada masalah yang
penting yang selalu menggoda manusia yaitu masalaharti dan makna. 9 Manusia
membutuhkan bukan saja pengaturan emosi, tetapi juga kepastian kognitif tentang perkaraperkara seperti kesusilaan, disiplin, penderitaan, kematian, nasib terakhir. Terhadap persoalan
tersebut agama menunjukan kepada manusia jalan dan arah kemana manusia dapat mencari
jawabannya.

Dan

jawaban

tersebut

hanya

dapat

diperoleh

jika

manusia beserta

masyarakatnya mau menerima suatu yang ditunjuk sebagai sumber dan terminal terakhir
dari segala kejadian yang ada di dunia. Terminal terakhir ini berada dalam dunia supraempiris yang tidak dapat dijangkau tenaga indrawi maupun otak manusiawi, sehingga tidak
dapat dibuktikan secara rasional, malainkan harus diterima sebagai kebenaran. Agama juga
telah meningkatkan kesadaran yang hidup dalam diri manusia akan kondisi eksistensinya
yang berupa ketidakpastian dan ketidakmampuan untuk menjawab problem hidup manusia
yang berat. Para ahli kebuadayaan yang telah mengadakan pengamatan mengenai aneka
kebudayaan berbagai bangsa sampai pada kesimpulan, bahwa agama merupakan unsur inti
9

Opcit. http://zahrinalia.wordpress.com.

yang paling mendasar dari kebudayaan manusia, baik ditinjau dari segi positif maupun
negatif.
Para ahli kebuadayaan yang telah mengadakan pengamatan mengenai aneka
kebudayaan berbagai bangsa sampai pada kesimpulan, bahwa agama merupakan unsur inti
yang paling mendasar dari kebudayaan manusia, baik ditinjau dari segi positif maupun
negatif. Masyarakat adalah suatu fenomena sosial yang terkena arus perubahan terus-menerus
yang dapat dibagi dalam dua kategori : kekuatan batin (rohani) dan kekuatan lahir (jasmani).
10

Contoh perubahan yang disebabkan kekuatan lahir ialah perkembangan teknologi yang

dibuat oleh manusia. Sedangkan contoh perubahan yang disebabkan oleh kekuatan batin
adalah demokrasi, reformasi, dan agama. Dari analisis komparatif ternyata bahwa agama dan
nilai-nilai keagamaan merupakan kekuatan pengubah yang terkuat dari semua kebudayaan,
agama dapat menjadi inisiator ataupun promotor, tetapi juga sebagai alat penentang yang
gigih sesuai dengan kedudukan agama.
Secara sosiologis, pengaruh agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang
bersifat positif atau pengaruh yang menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang
bersifat negatif atau pengaruh yang bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative
factor).11 Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama
sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat, pengaruh yang bersifat
integratif. Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama
dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa
masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan
mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial
didukung bersama oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya
konsensus dalam masyarakat.
Fungsi Disintegratif Agama adalah, meskipun agama memiliki peranan sebagai
kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada
saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai kekuatan yang menceraiberaikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini
merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya
sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama
lain.

10
11

http://anwarabdi.wordpress.com.03-12-2013.
Ibid.

5. Pengaruh Agama Terhadap Stratifikasi Sosial


Untuk memahami konsep stratifikasi sosial, kita dapat berpikir membandingkan
kemampuan dan apa yang dimiliki anggota masyarakat satu dengan anggota masyarakat
lainnya. Stratifikasi sosial muncul akibat ada gejala di mana masyarakat mempunyai
penghargaan tertentu terhadap hal-hal tertentu dalam masyarakat yang bersangkutan, yakni
pembedaan posisi seseorang atau suatu kelompok dalam kedudukan yang berbeda-beda
secara vertikal.12
Agama pun memberi dampak terhadap perubahan stratifikasi sosial. Seseorang yang
beragama akan dipandang lain yaitu sebagai manusia yang beragama dan memiliki nilai
tertentu sesuai agamanya. Dalam kehidupan masyarakat, apabila seseorang memiliki
kedalaman ilmu agama, maka ia akan dipandang hormat dan diperlakukan berbeda layaknya
orang yang berilmu.
Di dalam ajaran sosiologi kita mengenal pengertian stratifikasi sosial yang mempunyai
pengertian yaitu, susunan berbagai kedudukan sosial menurut tinggi rendahnya dalam
masyarakat. Seorang pengamat menggambarkan masyarakat sebagai suatu tanda yang berdiri
yang mempunyai anak tanggga-anak tangga dari bawah keatas. Stratifikasi sosial itu tidak
sama antara masyarakat satudengan yang lain karena setiap masyarakat mempunyai
stratifikasi sosialnya sendiri . Jika jarak antara tangga yang satu dengan anak tangga yang ada
diatasnya ditarik horizontal, maka terdapat suatu ruang. Ruang itu disebut lapisan sosial. Jadi
lapisan sosial adalah keseluruhan orang yang berkedudukan lapisan sosial setingkat . Contoh
pengaruh agama terhadap stratifikasi padagolongan petani, sikap mental golongan petani
terbentuk oleh situasi dan kondisi dimana merekahidup, yang antara lain adalah faktor
klimatologis dan hidrologis seperti musim dingin danmusim panas, yang sejalan dengan
musim kering dan musim penghujan. Golongan petani selalu bergumul dengan pemainan
hukum alam (pertanian). Hukum cocok tanam kadang sulitdiperhitungkan secara cermat
selalu bersandar pada kedermawanan alam yang datang lambat &tidak menentu. Maka kaum
petani lebih cenderung untuk mendayagunakan kekuatan-kekuatan magis (supra-empiris)
guna membantu mereka dalam menentukan hari yang tepat.
6. Kelestarian Agama dalam Masyarakat
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, kemudian lahir pemikiran-pemikiran
yang berlandaskan pada pemikiran sekuler seperti pemikiran Max Weber yang mengatakan

12

Syahrial Syarbaini, Rusdiyanta, Dasar-dasar Sosiologi, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009. hal.51.

bahwa pada masyarakat modern agama akan lenyap karena pada masyarakat modern dikuasai
olehteknologi dan birokrasi. Tetapi pemikiran tersebut itu belum terbukti dalam kurun waktu
terkhir ini. Sebagai contoh yang terjadi di negara-negara komunis seperti Rusia, RRC,
Vietnam yangmenerapkan penghapusan agama karena tidak sesuai dengan ideologi negara
tersebut, tetapi beberapa orang berhasil mempertahankan agama tersebut, bahkan umat
beragama semakin meningkat. Dengan mengirasionalkan agama bahwa agama adalah sesuatu
yang salah dalam pemikiran, tetapi dengan sendirinya umat beragama dapat berpikir dan
mengetahui apa yangdipikirkan mengenai agama. Sehingga umat beragama dapat memahami
apa arti sebuah agama dan manfaatnya.
Opini : semakin berkembangnya ilmu pengetahuan yang demikian dinamis, teori-teori
lama kemudian mengalami penyempurnaan dan revisi, bahkan muncul pemikiran-permikiran
lain. Pemeluk agama meyakini kebenaran agama sebagai kebenaran yang bersifat kekal,
sementara kebenaran ilmu pengetahuan bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan
kemampuan pola pikir manusia.

C. Kesimpulan
Agama dan masyarakat adalah dua elemen yang tidak dapat dipisahkan. Di mana ada
kehidupan masyarakat, maka di sanalah agama terbentuk. Agama adalah satu elemen yang
memiliki tatanan tersendiri, bersama dengan itu dapat mengatur dan mengarahkan
penganutnya. Selain itu juga agama memberikan jalan keluar dari masalah yang tidak dapat
diselesaikan secara rasionalisme.
Agama memiliki fungsi dan peran yang penting terhadap kehidupan masyarakat.
Agama berfungsi dari berbagai segi kehiduoan manusia, baik untuk pemeliharaan masyarakat
itu sendiri, pengukuhan nilai-nilai, serta sosialisasi masyarakat.
Pemeluk agama meyakini kebenaran agama sebagai kebenaran yang bersifat kekal,
sementara kebenaran ilmu pengetahuan bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan
kemampuan pola pikir manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Nova Rizqiawaty, Sosiologi Agama, Kencana Mandiri, Jakarta, 2011.


Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000.
http://zahrinalia.wordpress.com/2013/01/22/4-agama-dan-masyarakat.
Betty R. Scharf, Sosiologi Agama, Prenada Media, Jakarta, 2004.
http//:Karinarisaf.blogspot.com.
http://anwarabdi.wordpress.com.
Syahrial Syarbaini, Rusdiyanta, Dasar-dasar Sosiologi, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009.

10

Anda mungkin juga menyukai