Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Agama (Religios) berasal dari kata latin “religio” berarti ‘’tipe up’’ secara
umum di Indonesia agama dipahami sebagai sistem kepercayaan,tingkah
laku,nilai,pengalaman dan yang terinstitusionalisasi,diorentasikan kepada
maslah spiritual/ritual yang terapkan dalam sebuah komunitas dan diwariskan
antar generasi dalam tradisi.

Landasa religious bimbingan dan konseling pada dasar ingin menetapkan


klien sebagai mahkluk tuhan dengan segenap kemuliaannyamenjadim focus
sentral upaya bimbingan dan konseling . pembahasan landasan religious ini,
terkait dengan upaya mengintegrasikan nilai nilai agama dalam proses
bimbingan dan konseling.

Melalui pendekatan agama seorang konselor akan mampu mengatasi


permasalahan apapun yang dihadapi klien. Karena agama mengatur bagaimana
hidup dalam ketentraman batin/jiwa.

Terkait dengan maksud tersebut, maka kenselor dituntun memiliki


pemahaman tentang bhakikat manusia menurut agama dan peranan agama
dalam kehidupan umat manusia.sehubungan dengan hal itu maka pada uraian
berikut akan dibahas mengenai hakikat manusia,peranan agama, persyaratan
konselor.

1.2 RUMUSAN MASALAH

- Hakikat manusia menurut agama


- Peranan agama
- Persyaratan konselor
1.3 TUJUAN

Untuk memberin pemahaman/ pengetahuan tentang landasan


religious yng digunakan dalam bimbingan dan konseling dan implikasi
nya terhadap penerapan BK itu sendiri.

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Hakikat Manusia Menurut Agama

Menurut sifat hakiki manusia adalah mahluk beragama adalah yaitu


mahluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai
kebenaran yang vbersumber dari agama dan menjadi kebenaran agama sebagai
itu sebagai rujukan sikap dan prilakunya. Dapat dikatan manusia adalah mahluk
yang mempunyai motif beragama, rasa keagamaan, dan kemampuan untuk
memahami serta mengamalkan nilai - nilai agama. Kefitrahannya inilah
membedakanmanusia dari hewan dan juga yang mengakat harkat dan
martabatnya atau kemuliaannya di sisi Tuhan.

Fitra beragama ini merupakan potensi yg arah perkembangannya amat


tergantung pada kehidupan beragama lingkungan dimana orang itu hidup,
terutama lingkungan keluarga.

Seprti halnya fitrah beragama, maka hawa nafsu pun merupakan potensi
yang melekat pada diri sendiri individu. Hawa nafsu (naluri atau instink) ini,
seperti nafsu makan, minum dan seksual keberadaannya amat bermanfaat bagi
kelangsungan hidup individu sendiri. Dapat dibayangkan jika manusia hidup
tanpa mempunyai hawa nafsu. Keberadaan hawa nafsu itu di samping
memberikan manfaat bagi kehidupan manusia, juga dapat melahirkan madlarat
(ketidak nyamanan, atau kekacauan dalam kehidupan, baik personal maupun
sosia). Individu dapat mengendalikan hawa nafsunya dengan cara
mengembangan potensi “takwanya”. Sebagaimana dimaklumi bahwa setiap
manusia mempunyai dua potensi atau kecenderungannya yaitu “takwanya”
(beriman beramal shaleh atau berahlak mulia) dan fujur.

Kemampuan individu (anak) untuk dapat mengembangan potensi “takwa”


dan mengendalikan “fujur” nya tidak terjadi secara otomatis atau berkembang
dengan sendiri, tetapi memerlukan bantuan orang lain yaitu melalui pendidikan
agama (bimbingan, ajaran dan pelatihan), terutama dari orang tuanya sebagai
pendidikan pertama di lingkungan keluarganya.

Dengan mengamalkan ajaran agama berarti manusia telah mewujudkan


jati dirinya, identitas dirinya yang hakiki, yaitu sebagai Abdullah (hamba Allah)
dan khalifah di muka bumi. Sebagai khalifa berarti manusia menurut fitrahnya
adalah mahluk social yang bersifat altruis (sikap sosial untuk membantu orang
lain). Manusia yang diciptakan Allah SWT. Sebagai khalifah memiliki
kemerdekaan untuk mengembangkan diri. Allah SWT melengkapi manusia
dengan sifat Khouf (rasa cemas, takut dan khawatir) dan Rojaa (sikap penuh
harapan dan optimis). Kondisi ini merupakan sifat eksistensial manusia yang tak
dapat dihindari dan kedua-duanya merupakan kekuatan yang ada pada
manusia.

Sebagai hamba Allah, manusia mempunyai tigas suci yaitu ibadah atau
mengabdi kepadanya. Bentuk pengabdian itu seperti Solat, Saum dan Berdoa
maupun ibadah social seperti menjalin hubungan persaudaraan antara manusia
dan menciptakan lingkungan yang bermanfaat bagi kesejahteraan atau
kebahagiaan umat manusia (Rahmatan Lil’alamin).

2.2 Peranan Agama

Agama sebagai pedoman hidup bagi manusia telah memberikan petunjuk


(hudan) tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk pembinaanatau
pengembangan mental (rohani) yang sehat. Petunjuk hidup bagi manusia dalam
mencapai mentalnya yang sehat, Agama berfungsi sebagai berikut :
a. Memelihara Fitrah
Manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Namun manusia
mempunyai hawa nafsu dan juga ada pihak luar yang senatiasa berusaha
menggoda atau menyelewengkan manusia dari kebenaran yaitu setan.
b. Memelihara Jiwa
Agama sangat menghargai harkat dan martabat, atau kemulian manusia.
Dalam memelihara kemulian jiwa manusia, agama mengharamkan atau
melarang menusia melakukan penganiayaan, penyiksaan atau
pembunuhan baik terhadap dirinya maupun orang lain.
c. Memelihara Akal
Allah telah memberikan karunia kepada manusia yang tidak di berikan
kepada mahluk lainnya yaitu akal. Dengan akal inila manusia memiliki
kempuan yaitu kempuan untuk mebedakan yang baik n yang buruk, atau
memahami dan menerima nilai-nilai agama dan mengembangkan ilmu
teknologi atau mengembangkan kebudayaan. Karena pentingnya akal ini,
agama member petunjuk kepada manusia untuk mengembangkan dan
memeliharanya yaitu dengan mensyukuri nikmat akal itu dengan cara
memanfaatkannya seoptimal mungkin untuk berfikir, belajar atau mencari
ilmu dan menjauhkan diri dari perbuatan yang merusak akal seperti
minum-minuman keras, menggunakan obat –obat terlarang,
menggunakan narkoba dan hal-hal yang merusak fungsinya akal.
d. Memelihara Keturunan
Agama mengajarkan manusia tetang memelihara keturunan atau system
regenerasi yang suci. Aturan atau Norma agama untuk memelihara
keturunan itu adalah pernikahan.
Oernikahan adalah upacara agama yang sacral yang wajib di tempuh
sepang pria dan wanita sebelum melakukan hubungan biologis suami-
istri. Pernikahan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah
dan rahma.

2.3 Persyaratan Konselor


Landasan religious dalam bimbingan dan konseling mengimplimasikan
bahwa konselor sebagai pemberi bantuan dituntut untuk memiliki pemahaman
akan nilai-nilai agama, dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan sehari-hari, khusunyan dalam kegiatan utamanya
secara sinergi yaitu bidang administrasi dan kepemimpinan, bidang
instruktusional dan kulikuler dan pembinaan siswa.
Konselor adalah kepribadian yang intejegen memiliki kempuan berpikir
verbal dan kuantitatif, bernalar dan mampu memecahkan masalah yang logis
dan positif.

BAB III

3.1 Kesimpulan

Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari


pendidikan. Landasan religious dalam bimbingan dan konseling merupakan
dasar pijakan yang paling penting yang harus di pahami secara menyeluruh dan
konprenship bagi seorang konselor. kKarena konselor tidak hanya sekedar
menuangkan pengetahuan keotak saja atau pengarahan kecakapannya saja
tetapi religious penting untuk menumbuh kembangakan moral, tingkalaku, serta
sikap siswa yang sesuai dengan agamanya. Konselor harusla senantiasa berpijak
pada landasan religious serta memberikan siraman rohani agar para siswa
memperoleh pengetahuan sehingga dapat menjadi bekal serta menjadikan jiwa-
jiwa yang kuat ketika menghadapi permasalahan.
Demikian makalah ini semoga bermanfaat bagi kita semua, Aamiin.

3.2 Saran

Pada dasarnya teman-teman harus mengetahui tentang landasan


religious, karena dalam setiap pemecahan masalah, landasan religious
merupakan suatu pedoman dalam mengatasi masalah klien atau individu.

Anda mungkin juga menyukai