Anda di halaman 1dari 3

1.

Leopold von Wiese ( 1876-1949 )


Ia seorang sosiololog dari Jerman. Ia beranggapan bahwa sosilogi adalah ilmu pengetahuan
empiris yang berdiri sendiri.. Menurutnya “sosiologi” adalah penelitian terhadap hubungan
antar manusia yang merupakan kenyataan sosial. Objek sosiologi adalah interaksi sosial atau
proses sosial. Ia meneliti tentang klasifikasi proses-proses sosial, yang menekankan pada
proses sosial asosiatif dan disosiatif. Setiap kategori proses-proses sosial dibagi-bagi lagi
menjadi proses yang lebih kecil.
Menurutnya Sosiologi harus memusatkan perhatian pada hubungan-hubungan manusia tanpa
mengaitkannya dengan tujuan-tujuan atau kaidah-kaidah. Sosiologi harus mulai dengan
pengamatan terhadap perilaku kongkrit tertentu. Ajarannya bersifat empiris dan dia berusaha
untuk mengadakan kuantifikasi, terhadap proses-proses sosial yang terjadi. Proses sosial
merupakan hasil perkalian dari sikap dan keadaan, yang masing-masing dapat diuraikan ke
dalam unsur-unsurnya secara sistematis.
Ia juga meneniliti tentang struktur sosial. Menurutnya struktur sosial merupakan saluran
dalam hubungan antar manusia. Hasil karyanya antara lain:
The basic of sociology: a critical examination of Herbert spencer’s synthetic philosophy (
1906 ) General sociologi, jilid.I Social relations ( 1924 ) dan jilid II tahun 1929.

2. Charles Horton Cooley (1864 - 1929)

C. H Cooley (lahir 17 Agustus 1864 – meninggal 8 Mei 1929 pada umur 64 tahun) lahir di
Michigan, Amerika Serikat, dia adalah anak seorang ahli hukum terkenal yaitu Thomas M.
Cooley. Pada mulanya dia belajar teknik mesin elektro, kemudian dia juga belajar ekonomi.
Setelah lulus akademis dia bekerja di pemerintahan seperti di departemen komisi pengawas,
kemudian juga di kantor sensus. Pada tahun 1892 dia menjadi dosen ilmu ekonomi, politik,
serta sosiologi di universitas Michigan. Pemikiran Cooley banyak dipengaruhi oleh George
Herbert Mead dan Sigmund Frued. Cooley tergolong dalam sosiolog interaksionisme
simbolik klasik.
Cooley mempelajari tentang aspek psikologi sosial dari kehidupan sosial. Cooley menekuni
tentang kesadaran. Yang terkenal adalah konsep cermin diri (the looking glass self), yang
menyatakan bahwa manusia memiliki kesadaran dan kesadaran itu terbentuk dalam interaksi
sosial yang berlanjut. Selain itu adalah konsep kelompok primer, yakni kelompok yang
hubungan antara anggotanya sangat akrab dan bertatap muka dalam arti saling mengenal
kepribadian masing-masing. Baik Cooley maupun Mead menolak pandangan behavioristik
tentang manusia, pandangan yang menyatakan manusia (individu) memberikan respon secara
membabi buta dan tanpa kesadaran terhadap rangsangan dari luar. Ia menganjurkan sosiolog
mencoba menempatkan diri di tempat aktor yang diteliti dengan menggunakan metode
introspeksi simpatetik untuk menganalisis kesadaran itu. Sosiologi seharusnya memusatkan
perhatian pada fenomena psikologi sosial seperti kesadaran, tindakan, dan interaksi.

Menurut Charles H. Cooley; “Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa
mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan
mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi
kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang
sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang pentingan dalam kerjasama yang
berguna”.
3. Max Weber (1864 - 1920)
Maximilian Weber (lahir di Erfurt, Jerman, 21 April 1864 – meninggal di München,
Jerman, 14 Juni 1920 pada umur 56 tahun) adalah seorang ahli ekonomi politik dan sosiolog
dari Jerman yang dianggap sebagai salah satu pendiri ilmu sosiologi dan administrasi negara
modern. Karya utamanya berhubungan dengan rasionalisasi dalam sosiologi agama dan
pemerintahan, meski ia sering pula menulis di bidang ekonomi. Karyanya yang paling populer
adalah esai yang berjudul Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, yang mengawali
penelitiannya tentang sosiologi agama. Weber berpendapat bahwa agama adalah salah satu
alasan utama bagi perkembangan yang berbeda antara budaya Barat dan Timur. Dalam
karyanya yang terkenal lainnya, Politik sebagai Panggilan, Weber mendefinisikan negara
sebagai sebuah lembaga yang memiliki monopoli dalam penggunaan kekuatan fisik secara
sah, sebuah definisi yang menjadi penting dalam studi tentang ilmu politik Barat modern.
Karya Weber dalam sosiologi agama bermula dari esai Etika Protestan dan Semangat
Kapitalisme dan berlanjut dengan analisis Agama Tiongkok: Konfusianisme dan Taoisme,
Agama India: Sosiologi Hindu dan Buddha, dan Yudaisme Kuno. Karyanya tentang agama-
agama lain terhenti oleh kematiannya yang mendadak pada 1920, hingga ia tidak dapat
melanjutkan penelitiannya tentang Yudaisme Kuno dengan penelitian-penelitian tentang
Mazmur, Kitab Yakub, Yahudi Talmudi, Kekristenan dan Islam perdana. Tiga tema utamanya
adalah efek pemikiran agama dalam kegiatan ekonomi, hubungan antara stratifikasi sosial dan
pemikiran agama, dan pembedaan karakteristik budaya Barat.
Tujuannya adalah untuk menemukan alasan-alasan mengapa budaya Barat dan Timur
berkembang mengikuti jalur yang berbeda. Dalam analisis terhadap temuannya, Weber
berpendapat bahwa pemikiran agama Puritan (dan lebih luas lagi, Kristen) memiliki dampak
besar dalam perkembangan sistem ekonomi Eropa dan Amerika Serikat, tapi juga mencatat
bahwa hal-hal tersebut bukan satu-satunya faktor dalam perkembangan tersebut. Faktor-faktor
penting lain yang dicatat oleh Weber termasuk rasionalisme terhadap upaya ilmiah,
menggabungkan pengamatan dengan matematika, ilmu tentang pembelajaran dan
yurisprudensi, sistematisasi terhadap administrasi pemerintahan dan usaha ekonomi. Pada
akhirnya, studi tentang sosiologi agama, menurut Weber, semata-mata hanyalah meneliti
meneliti satu fase emansipasi dari magi, yakni "pembebasan dunia dari pesona"
("disenchanment of the world") yang dianggapnya sebagai aspek pembeda yang penting dari
budaya Barat.

Anda mungkin juga menyukai