Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................................................2

BAB I PENDHULUAN..................................................................................................................3

A. Latar Belakang........................................................................................................................3

B. Rumusan Masalah...................................................................................................................4

C. Tujuan......................................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................5

A. Biografi Peter L. Berger..........................................................................................................5

B. Teori dan Pemikiran Peter L. Berger.......................................................................................6

1. Latar Belakang Pemikiran Peter L Berger...........................................................................6

2. Teori dan Pemikiran Peter L. Berger mengenai Konstruksi Sosial......................................8

C. Contoh Penerapan Teori Konstruksi Sosial dalam Kehidupan Masyarakat..........................10

D. Kritik terhadap Teori dan Pemikiran Peter L. Berger...........................................................12

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................13

A. Kesimpulan...........................................................................................................................13
B. Saran......................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................14

BAB I
PENDHULUAN

A. Latar Belakang
Peter Ludwig Berger merupakan seorang sosiolog amerika yang lahir pada 17 Maret 1929 di
Wina, Austria dan dikenal karena perannya dikenal dalam bidang sosiologi pengetahuan,
sosiologi agama, penelitian tentang modernisasi, serta kontribusi teoretisnya pada teori
kemasyarakatan. Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Max Weber dan Durkheim serta
sosiologi fenomenologis. Parera (1990) dalam (Mudzakir, 2014) menjelaskan bahwa Berger juga
dikenal luas karena pandangannya bahwa realitas sosial adalah suatu bentuk dari interaksi
kesadaran antarindividu yang timbul dari pengetahuan individu dalam berinteraksi dan
tereksternalisasi menjadi tatanan sosial sebagai realitas obyektif. Bersama Thomas Lukcmann, ia
mengembangkan teori mengenai konstruksi sosial.

Dalam teori konstruksi sosial yang telah disinggung oleh Berger dan Luckman dalam sosiologi
pengetahuan, suatu masyarakat terbentuk dan terjadi atas berbagai tingkat. Menurut Berger,
masyarakat merupakan suatu fenomena dialektis dalam pengertian masyarakat bahwa
masyarakat adalah suatu produk manusia yang akan selalu memberi tindak balik kepada
produsennya. Proses dialektik fundamental terdiri dari tiga langkah atau momentum yaitu
eksternalisasi, obyektivas, dan internalisasi. Dalam buku karya Hanneman Samuel dengan judul
“Peter Berger Sebuah Pengantar Ringkas”, dijelaskan bahwasanya realitas merupakan hasil dari
konstruksi (Sujianti, et al., 2020).
Berger menggunakan panduan cara pikir Durkheim mengenai obyektivitas, dan cara pikir Weber
mengenai subyektivitas. Dengan kata lain, masyarakat di atas individu (perspektif paradigma
fakta sosial) dan individu di atas masyarakat (perspektif paradigma definisi sosial). Berger
melihat keduanya sebagai sesuatu yang tidak bisa dipisahkan, dalam kehidupan manusia dan
masyarakatnya terdapat subyektivitas dan obyektivitas. Melalui sentuhan Hegel, yaitu tesis,
antitesis dan sintesis, Berger menemukan konsep untuk menghubungkan antara yang subyektif
dengan yang obyektif melalui konsep dialektika yang dikenal sebagai eksternalisasi, obyektiviasi
dan internalisasi (Mudzakir, 2014). Untuk memperoleh pemahaman lebih dalam terkait
pemikiran Peter L. Berger mengenai hal tersebut, maka penulis merumuskan makalah ini dengan
menyertakan pembahasan mengenai biografi atau riwayat hidup Peter L. Berger, sumbangsih
pemikirannya dalam sosiologi, bentuk realisasi dari teori dan pemikirannya, hingga kritik-kritik
mengenai pemikirannya tersebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, dapat ditarik pokok rumusan
masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana riwayat hidup Peter L. Berger?

2. Bagaimana teori dan pemikiran Peter L. Berger dalam sosiologi?

3. Bagaimana contoh penerapan teori dan pemikiran Peter L. Berger dalam kehidupan
bermasyarakat?

4. Bagaimana kritik terhadap teori dan pemikiran Peter L. Berger?

C. Tujuan
Berdasarkan pokok rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:

1. Mengetahui riwayat hidup Peter L. Berger

2. Mengetahui teori dan pemikiran Peter L. Berger dalam sosiologi

3. Memperoleh gambaran mengenai bentuk realisasi dari teori dan pemikiran Peter L. Berger
melalui contoh kasus

4. Mengetahui kritik terhadap teori dan pemikiran Peter L. Berger


BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Peter L. Berger


Peter Ludwig Berger merupakan seorang sosiolog amerika yang tidak hanya berminat dengan
teori sosial dan agama, melainkan juga menulis tentang isu dunia ketiga, sosiologi keluarga, dan
sosiologi politik. Peter Ludwig Berger lahir pada tanggal 17 Maret 1929 di Wina, Austria. Usai
perang Dunia II, ia dan keluarganya pindah ke Amerika. Berger dikenal karena perannya dalam
bidang sosiologi pengetahuan, sosiologi agama, penelitian tentang modernisasi, serta kontribusi
teoretisnya pada teori kemasyarakatan. Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Max Weber dan
Durkheim serta sosiologi fenomenologis. Berger bukanlah seorang fenomenolog. la adalah
seorang ahli sosiologi, yang menggunakan fenomenologi hanya sebagai alat untuk
mengembangkan dasar-dasar teorinya agar dapat menangani data empiris yang dihadapi
sosiologi secara lebih menyeluruh dan memuaskan (Sudariyanto, 1987).

Berger yang sejak tahun 1981 menjadi professor sosiologi dan teologi di Boston University,
dan sejak tahun 1985 menjadi direktur di Institue on Culture, Religion and World Affairs.
Berger memiliki akses yang luas pada sumber-sumber awal sosiologi di Eropa, terutama
karya-karya Max Weber dan Emile Durkheim. Selain itu Berger juga memiliki akses pada
karya Max Scheler tentang akar pembahasan sosiologi pengetahuan. Salah satu penyebab
lahirnya teori konstruksi sosial adalah pertanyaan Berger mengenai apa itu kenyataan.
Karyanya yang berjudul The Social Construction of Reality bersama Thomas Luckmann
pada tahun 1966 Luckmann adalah salah satu karya paling penting dalam sosiologi
interpretative. Bukunya yang berjudul Invitation to Sociology: a Humanistic Perspective pada
tahun 1963 juga merupakan karya yang berpengaruh secara luas sebagai pengantar sosiologi
untuk para akademisi ilmu sosial (Dharma, 2018). Adapun beberapa karya lain dari Berger,
yaitu A Rumor of Angels: Modern Society and Rediscovery of the Supernatural, serta The
Sacred Canopy: Elements of a Sociological Theory of Religion. Dari karya-karyanya yang terkenal
tersebut, Berger berhasil mendapatkan penghargaan sebagai Doktor Honoris Causa dari
Universitas Loyola, Universitas Notre Dame, Wagner College, Universitas Jenewa dan
Universitas Minich. Dan pada tahun 2010, Berger mendapatkan penghargaan sebagai Dr.
Leopold Lucas dari Universitas Tubingen, Jerman (Putri, 2020). Peter L. Berger meninggal pada
27 Juni 2017 pada usia 88 tahun.

B. Teori dan Pemikiran Peter L. Berger

1. Latar Belakang Pemikiran Peter L Berger


Berger bersama bersama Lukcmann menggagas teori konstruksi sosial (social construction) yang
berpijak pada sosiologi pengetahuan. Salah satu penyebab lahirnya teori konstruksi sosial adalah
pertanyaan Berger mengenai apa itu kenyataan. Pertanyaan tersebut muncul akibat dominasi dua
paradigma filsafat, yakni empirisme dan rasionalisme (Dharma, 2018). Teori konstruksi sosial
merupakan kelanjutan dari pendekatan fenomenologi yang lahir sebagai teori tandingan terhadap
teori-teori yang berada dalam paradigma fakta sosial, terutama yang digagas oleh Emile
Durkheim. Fenomenologi menjadi teori sosial yang handal untuk digunakan sebagai analisis
terhadap fenomena sosial.  Sederhananya, fenomenologi adalah studi mengenai pengalaman dan
bagaimana pengalaman tersebut terbentuk (Susanti, 2015).

Ritzer (1985) dalam (Susanti, 2015) menjelaskan bahwa teori struktural fungsional yang berada
dalam paradigma fakta sosial terlalu melebih-lebihkan peran struktur di dalam memengaruhi
perilaku manusia. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional
terhadap yang lain. Di sisi lain, teori tindakan yang berada dalam paradigm definisi sosial terlalu
melebih-lebihkan individu sebagai aktor yang memiliki kemampuan untuk menentukan tindakan
terlepas dari struktur diluarnya. Manusia memiliki subyektivitasnya sendiri. Jadi dapat dikatakan
bahwa manusia adalah agen dari konstruksi aktif dari realitas sosial, di mana tindakan yang
dilakukan tergantung pada pemahaman atau pemberian makna pada tindakan mereka sendiri
(Susanti, 2015).

Pemikiran Berger dan Luckmann mengeni “kenyataan” dan “pengetahuan” berangkat dari
seorang Max Scheler, yakni filsuf Jerman yang menemukan istilah sosiologi pengetahuan pada
tahun 1920-an. Ini merupakan kunci terbentuknya teori Berger dan Luckmann mengenai
konstruksi realitas sebagai analisa sosiologi pengetahuan terhadap pembentukan kenyataan
(Dharma, 2018). Mengenai kenyataan sosialnya, Berger dan Luckmann dipengaruhi oleh
pemikiran Emile Durkheim dalam mazhab sosiologi Perancisnya tentang “struktur”, meskipun
mereka telah memodifikasinya dengan konsep dialektis dari Marx dan pemberian tekanan
kepada konstitusi kenyataan sosial melalui makna-makna subyektif yang diambil dari Weber.

Lebih jauh lagi terkait fenomenologi, dalam memandang realitas sosial, fenomenologi Berger
sangat dipengaruhi oleh tradisi fenomenologi pandahulu-pendahulunya. Munculnya teori
konstruksi realitas sosial Peter Berger dan Thomas Luckmann juga dilatarbelakangi oleh
dukungannya pada tradisi fenomenologi Husserl yang dengan lantang menolak logika
positivistik. Husserl menilai bahwa positivistik tidak mendatangkan kebenaran yang sebenar-
benarnya karena hanya mengandalkan data yang nampak (empiris) untuk melihat realitas sosial.
Logika Husserlian menekankan pada hubungan manusia dengan dan dalam pengalamannya
memiliki pengetahuan valid yang diteguhkan dengan ide metafisis dari muridnya, Martin
Heidegger, yang berkata bahwa manusia adalah “yang-ada-di-dunia” (Being-in-the-World).
Artinya ialah manusia, karena pengalamannya, adalah produsen-produsen pengetahuan sekaligus
wilayah pengetahuan itu sendiri. Sama halnya dengan Husserl dan Heidegger, seorang Alfred
Schutz juga beranggapan bahwa pengetahuan itu tidak melulu berasal dari ruang-ruang formal,
melainkan dari everyday life atau kehidupan sehari-hari (Dharma, 2018).

Lebih kompleks lagi, Berger dan Luckmann (1990) dalam (Dharma, 2018) mengatakan bahwa
pengetahuan yang valid atau akal sehat adalah pengetahuan yang dimiliki bersama-sama dengan
masyarakat dalam rutinitas kehidupan sehari-hari. Berger setuju dengan anggapan antropologis
Karl Marx tentang realitas objektif manusia sebagai produk sosial-budaya, namun, dalam realitas
subjektif, manusia adalah organisme yang memiliki kecenderungan tertentu dalam masyarakat
dan bersifat interpretatif. Berger dan Luckmann menjelaskan bahwa sosiologi pengetahuan
memperoleh proposisi akarnya dari seorang Karl Marx, yakni bahwa kesadaran manusia
ditentukan oleh keberadaan sosialnya. Selain itu, Berger (1991) dalam (Dharma, 2018)
menyatakan bahwa kunci teori konstruksi realitas yang terletak pada dialektika Berger
mengenai eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi dipengaruhi oleh dialketika Hegel
yang dipahami sama sebagaimana telah ditetapkan pada kolektivitas fenomena-fenomena
oleh Marx. Di samping itu, istilah internalisasi dipahami sebagaimana dipakai dalam
psikologi sosial Amerika yang dasar teoritisnya berasal dari George Herbert Mead dalam
tulisannya yang berjudul Mind, Self, and Society.

Bachtiar (2006) dalam (Susanti, 2015) menjelaskan bahwa perkembangan fenomenologi sebagai
ilmu interpretatif kemudian berpengaruh bagi kemunculan dan berkembangnya konstruksionisme
realitas. Dan salah satu derivasi diantara pendekatan fenomenologi adalah teori konstruksi yang
digagas oleh Berger dan Luckmann. Usaha Berger dan Luckmann untuk memahami konstruksi
sosial dimulai dengan mendefinisikan apa yang dimaksud dengan kenyataan dan pengetahuan.

2. Teori dan Pemikiran Peter L. Berger mengenai Konstruksi Sosial


Peter L. Berger bersama dengan Thomas Lukcmann menggagas teori konstruksi sosial yang
merupakan teori sosiologi kontemporer yang berpijak pada sosiologi pengetahuan. Di dalamnya
terkandung pemahaman bahwa sebuah kenyataan itu dibangun secara sosial di mana keduanya
menjelaskan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman kenyataan dan pengetahuan dengan
tujuan untuk menjelaskan adanya dialetika antara diri manusia dengan dunia sosio-kulturnya.
Berger dan Luckmann mulai menjelaskan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman,
kenyataan dan pengetahuan. Menurut Berger dan Luckmann (1990) dalam (Holilulloh, 2016)
realitas diartikan sebagai suatu kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas yang diakui
sebagai memiliki keberadaan (being) yang tidak tergantung pada kehendak kita sendiri.
Sedangkan pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata dan
memiliki karakteristik yang spesifik.

Berger dan Luckmann mengatakan bahwa terjadi dialektika antara individu menciptakan
masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi melalui
eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Polomo (2010) dalam (Susanti, 2015) menjelaskan
bahwa Menurut Berger dan Luckmann, terdapat dua objek pokok realitas yang berkenaan dengan
pengetahuan, yakni realitas subjektif dan realitas objektif. Realitas subyektif berupa pengetahuan
individu. Di samping itu, realitas subyektif merupakan konstruksi definisi realitas yang dimiliki
individu dan dikonstruksi melalui proses internalisasi. Realitas subyektif yang dimilik masing-
masing individu merupakan basis untuk melibatkan diri dalam proses eksternalisasi, atau proses
interaksi sosial dengan individu lain dalam sebuah struktur sosial. Melalui proses eksternalisasi
itulah individu secara kolektif berkemampuan melakukan obyektivikasi dan memunculkan
sebuah konstruksi realitas obyektif yang baru. sedangkan realitas ooyektif dimaknai sebagai
fakta sosial. Disamping itu realitas obyektif merupkan suatu kompleksitas definisi realitas serta
rutinitas tindakan dan tingkah laku yang telah mapan terpola, yang kesemuanya dihayati oleh
individu secara umum sebagai fakta (Susanti, 2015).

Berger dan Luckmann mengatakan institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah
melalui tindakan dan interaksi manusia. meskipun institusi sosial dan masyarakat terlihat nyata
secara obyektif, namun pada kenyataan semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui
proses interaksi. Obyektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan
oleh orang lain yang memiliki definisi subyektif yang sama. Bungin (2008) dalam (Susanti,
2015) menjelaskan bahwa Pada tingkat generalitas yang paling tinggi, manusia menciptakan
dunia dalam makna simbolis yang universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang
memberi legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai
bidang kehidupan. Pendek kata, Berger dan Luckmann mengatakan terjadi dialektika antara
individu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini
terjadi melalui eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.

Berikut adalah penjelasan mengenai triad dialektika dalam kajian sosiologi pengetahuan
berdasarkan pemikiran Berger dan Luckmann dalam (Susanti, 2015):

- Eksternalisasi
Proses ini diartiakan sebagai suatu proses pencurahan kedirian mamusia secara terus
menerus kedalam dunia, baik dalam aktivitas fisis maupun mentalnya. Atau dapat
dikatakan penerapan dari hasil proses internalisasi yang selama ini dilakukan atau yang
akan dilakukan secara terus menerus. Termasuk penyesuaian diri dengan produk-produk
sosial yang telah dikenalkan kepadanya. Karena pada dasarnya sejak lahir individu akan
mengenal dan berinteraksi dengan produk-produk sosial. Sedangkan produk sosial itu
sendiri adalah segala sesuatu yang merupakan hasil sosialisasi dan interaksi didalam
masyarakat.
- Objektivasi
Obyektivasi ialah proses mengkristalkan kedalam pikiran tentang suatu obyek, atau
segala bentuk eksternalisasi yang telah dilakukan dilihat kembali pada kenyataan di
lingkungan secara obyektif. Jadi dalam hal ini bisa terjadi pemaknaan baru ataupun
pemaknaan tambahan. Proses objektivasi merupakan momen interaksi antara dua realitas
yang terpisahkan satu sama lain, manusia disatu sisi dan realitas sosiokultural disisi lain.
kedua entitas yang seolah terpisah ini kemudian membentuk jaringan interaksi
intersubyektif. Pada momen ini juga ada proses pembedaan antara dua realitas sosial,
yaitu realitas diri individu dan realitas sosial lain yang berada diluarnya, sehingga realitas
sosial itu menjadi sesuatu yang objektif.
- Internalisasi
Internalisasi adalah individu-individu sebagai kenyataan subyektif menafsirkan realitas
obyektif. Atau peresapan kembali realitas oleh manusia, dan mentransformasikannya
sekali lagi dari struktur-struktur dunia obyektif kedalam struktur-struktur dunia subyektif.
Pada momen ini, individu akan menyerap segala hal yang bersifat obyektif dan kemudian
akan direalisasikan secara subyektif. Internalisasi ini berlangsung seumur hidup seorang
individu dengan melakukan sosialisasi. Pada proses internalisasi, setiap indvidu berbeda-
beda dalam dimensi penyerapan. Selain itu, proses internalisasi juga dapat diperoleh
individu melalui proses sosialisasi primer dan sekunder.

C. Contoh Penerapan Teori Konstruksi Sosial dalam Kehidupan Masyarakat


Sebenarnya, ada banyak sekali contoh yang dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana
teori konstruksi sosial itu dikaji dalam kehidupan bermasyarakat, terlebih dengan berbagai
perbedaan karakteristik individu dalam masyarakat yang satu dan yang lainnya. Salah satu
contohnya ialah konstruksi sosial mengenai gender yang sebenarnya sudah lama menjadi
perbincangan dalam masyarakat, misalnya saja terkait dengan pembagian pern antara laki-laki
dan perempuan. Sifat-sifat biologis melahirkan perbedaan gender (gender differences) antara
manusia jenis laki-laki dan perempuan yang sesungguhnya terjadi melalui proses yang sangat
panjang. Oleh karena itu, terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dapat disebabkan oleh
banyak hal, di antaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikontruksi secara sosial
atau kultural. Kaum perempuan melakukan hal-hal dalam ranah domestik seperti mendidik anak,
merawat dan mengelola kebersihan rumah adalah konstruksi kultural dalam suatu masyarakat
tertentu. Hal-hal yang selama ini berbau perempuan tersebut sering dianggap sebagai “kodrat
perempuan”, padahal hal tersebut dikonstruksi secara sosial atas dominasi-dominasi kekuataan
dan kekuasaan maskulin (Lestari, 2015). Contoh lain mengenai hal tersebut dapat pula dilihat
dari hasil penelitian Alfirahmi dan Retno Ekasari (2018) mengenai Konstruksi Realitas Sosial
Perempuan Tentang Gender dalam Pembentukan Karakteristik Anak Terhadap Pemahaman
Gender. Dijelaskan bahwasanya Konstruksi realitas terkait dengan kodrat yang dipahami oleh
perempuan tidak terlepas dari proses kontruksi yang diajarkan kepada perempuan. Proses
konstruksi tersebut bukan hanya didasarkan kepada nilai budaya, tetapi lebih dipahami sebagai
konstruksi pemahaman agama, bahwa imam (pemimpin) adalah laki-laki dan perempuan adalah
makmum (partner). Konstruksi sosial dan budaya yang menanamkan bahwa laki-laki imam
(pemimpin) dan perempuan adalah partner secara tidak langsung akan tetap menjadi sebuah
realitas yang dipahami oleh anak. Hal ini tidak terlepas dari pemikiran perempuan (narasumber)
itu sendiri, sehingga jika anak laki-laki berada dalam ruang domestik, membersihkan rumah,
dianggap sebagai bentuk kemandirian. Sedangkan perempuan yang bekerja di arena publik
dikonstruksikan dengan nilai perempuan adalah makhluk emosional sehingga lebih cocok ketika
menjadi pendidik. Pemikiran individu tidak terbentuk dengan sendirinya, melainkan karena
sosialisasi, penanaman nilai, yang pada awalnya hanya berupa kata-kata kemudian berubah
menjadi simbol. Tidak salah kiranya jika konstruksi perempuan dengan arena domestik dan laki-
laki dengan arena publik masih ada, karena perempuan (narasumber) sebagai pendidik dalam
keluarga masih tetap menanamkan nilai “kodrat” dan menciptakan realitas sosial bahwa
perempuan dekat dengan domestik (Alfirahmi dan Retno, 2018).

Contoh lainnya mengenai konstruksi sosial juga penulis kutip dari penelitian berjudul Konstruksi
Sosial pada Gay yang Coming Out oleh Agus Setiaji (2020). Dalam hasil penelitinnya,
digambarkan mengenai bagaimana proses kontruksi sosial pada narsumber terjadi. Contohnya,
Gambaran konstruksi sosial diperlihatkan oleh subjek kedua BB melalui proses eksternalisasi
ketika subjek mengikuti berbagai kegiatan bersama masyarakat seperti perayaan Hari
Kemerdekaan, dan kerja bakti di lingkungan rumah. Melalui kegiatan tersebut, subjek
mengatakan lebih senang berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Selain itu, subjek juga
menyukai dance yang menjadi hobinya dan tegabung dalam komunitas dance. Selanjutnya
subjek melewati proses kedua, yakni objektivasi. Objektivasi dalam masyarakat meliputi
beberapa unsur misalnya institusi, peranan dan identitas. Subjek mengatakan bahwa menurutnya
80 % masyarakat menerima subjek sebagai gay sehingga subjek BB tetap menjadi dirinya yang
sekarang menggunakan riasan make up ke manapun subjek BB pergi. Selanjutnya subjek BB
melewati proses ketiga yakni internalisasi, subjek BB menjelaskan bahwa dirinya memiliki
keinginan untuk berubah meskipun minim. Subjek meyakini jati dirinya yang sekarang karena
berbagai faktor seperti orang tua yang telah menerima subjek, dan faktor lingkungan yang
menerima subjek apa adanya seperti sekarang (Setiaji, 2020).

D. Kritik terhadap Teori dan Pemikiran Peter L. Berger


Kritik terhadap teori dan pemikiran Peter L. Berger identik dengan kaitannya dengan media
massa. Kritik tersebut datang dari Burhan Bungin dalam bukunya yang berjudul Kontruksi Sosial
Media Massa : Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen serta
kritik terhadap Peter L. Berger & Thomas Luckmann. Bungin (2008) dalam Karman, 2015
menyatakan bahwan basis sosial teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Berger dan
Luckmann adalah masyarakat transisi-modern di Amerika pada sekitar tahun 1960-an. Saat itu,
media massa belum menjadi sebuah fenomena yang menarik dibicarakan sehingga teori
konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckmann tidak memasukkan media massa
sebagai variabel atau fenomena yang berpengaruh dalam konstruksi sosial atas realitas. Dengan
demikian, kritiknya terhadap Berger dan Luckmann adalah adanya indikasi kemandulan dan
ketajaman dalam menjawab tantangan zaman, terlebih di era informasi dan globalisasi seperti
sekarang ini, misalnya masyarakat transisi modern berubah menjadi masyarakat modern dan
postmodern.

Dalam teorinya terkait Konstruksi Sosial Media Massa, ia telah merevisi teori dan pendekatan
konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckmann dengan melihat variabel atau
fenomena media massa menjadi sangat substansi dalam proses eksternalisasi, subyektivasi, dan
internalisasi. Dengan demikian, sifat dan kelebihan media massa telah memperbaiki kelemahan
proses konstruksi sosial atas realtias yang berjalan lambat itu. Bungin menambahkan bahwa
substansi “teori konstruksi sosial media massa” adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan
sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa massa
cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis (Karman, 2015).
Selain itu, kritik yang lain juga tertuju kepada beberapa keterbatasan pemikiran Berger, pertama,
ia mengabaikan perspektif epistemologis,dan metodologis dalam usaha untuk mencari realitas di
mana ia tidak merekomendasikan penggunaan metode tertentu untuk mengetahui realitasnya.
Kemudian, gagasan konstruksi sosial juga dikoreksi oleh gagasan deconstructionism yang
dikemukakan oleh Jacques Derrida pada tahun 1978. Inti dari gagasan tersebut ialah bahwasanya
terdapat proses dekonstruksi makna di masyarakat terhadap teks, wacana, dan pengetahuan
masyarakat (Karman, 2015).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Peter Ludwig Berger lahir pada tanggal 17 Maret 1929 di Wina, Austria. Berger dikenal karena
perannya dalam bidang sosiologi pengetahuan, sosiologi agama, penelitian tentang modernisasi,
serta kontribusi teoretisnya pada teori kemasyarakatan. Berger bersama bersama Lukcmann
menggagas teori konstruksi sosial) yang berpijak pada sosiologi pengetahuan. Salah satu
penyebab lahirnya teori konstruksi sosial adalah pertanyaan Berger mengenai apa itu kenyataan.
Berger dan Luckmann mulai menjelaskan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman,
kenyataan, dan pengetahuan. Mereka mengatakan bahwa terjadi dialektika antara individu
menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi
melalui eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Menurut Berger dan Luckmann, terdapat
dua objek pokok realitas yang berkenaan dengan pengetahuan, yakni realitas subjektif dan
realitas objektif. Realitas subyektif berupa pengetahuan individu.

Sebenarnya, ada banyak sekali contoh yang dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana
teori konstruksi sosial itu dikaji dalam kehidupan bermasyarakat, terlebih dengan berbagai
perbedaan karakteristik individu dalam masyarakat yang satu dan yang lainnya. Salah satu
contohnya ialah konstruksi sosial mengenai gender. Adapun kritik terhadap teori dan pemikiran
Peter L. Berger identik dengan kaitannya dengan media massa. Kritik tersebut datang dari
Burhan Bungin. Dalam teorinya terkait Konstruksi Sosial Media Massa, ia telah merevisi teori
dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckmann dengan melihat
variabel atau fenomena media massa menjadi sangat substansi dalam proses eksternalisasi,
subyektivasi, dan internalisasi. Selain itu, kritik yang lain juga tertuju kepada beberapa
keterbatasan pemikiran Berger dan gagasan konstruksi sosial yang juga dikoreksi oleh gagasan
deconstructionism yang dikemukakan oleh Jacques Derrida pada tahun 1978.

B. Saran
Dengan penulisan makalah ini, penulis berharap para pembaca dapat memahami dan memperluas
wawasan mengenai salah satu tokoh sosiologi modern, yakni Peter L. Berger. Di samping itu,
penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah.

DAFTAR PUSTAKA

Alfirahmi, A., & Ekasari, R. (2018). Konstruksi Realitas Sosial Perempuan Tentang Gender
dalam Pembentukan Karakteristik Anak terhadap Pemahaman Gender. Mediakom:
Jurnal Ilmu Komunikasi, 2(2), 250-262.
Bungin, B. (2008). Konstruksi Sosial Media Massa:Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan
Televisi dan Keputusan Konsumen serta Kritik Terhadap Peter L. Berger dan Thomas
Luckmann. Jakarta: Kencana.
Dharma, F. A. (2018). Konstruksi Realitas Sosial: Pemikiran Peter L. Berger Tentang Kenyataan
Sosial. Kanal: Jurnal Ilmu Komunikasi, 7(1), 1-9.

Holilulloh, A. (2016). Pierre Bourdieu dan Gagasannya Mengenai Agama. Citra Ilmu. 24(12),
147-152.
Karman. (2015). Konstruksi Realitas Sebagai Gerakan Pemikiran (Sebuah Telaah Teoretis
Terhadap Konstruksi Realitas Peter L. Berger). Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Komunikasi dan Informatika, (5)3, 11-23.
Lestari, F., & Muhammadiyah, P. I. M. (2015). Seks, Gender, dan Konstruksi Sosial. Jurnal
Perempuan. Eedisi November.
Mudzakir, M. (2014). Hukum Islam di Indonesia dalam Perspektif Konstruksi Sosial Peter L.
Berger. Al-'Adalah, 12(1), 155-170.
Putri, D. A. H. (2020). Konstruksi spiritualitas mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya: studi
komparatif tentang pemahaman eksistensi diri santri dan non-santri (Doctoral
dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).

Setiaji, A. (2020). Konstruksi Sosial Pada Gay Yang Coming Out. Psikoborneo: Jurnal Ilmiah
Psikologi, 8(2), 307-315.
Sudariyanto. (1987). Metoda fenomenologis dalam sosiologi pengetahuan Peter L. Berger.
Depok: Universitas Indonesia.

Sujianti, N., Baskara, T. S., Damayanti, B. A., Noormala, N., & Dharmastuti, A. M. F. (2020).
Persepsi Masyarakat MengenaiI Pembangunn TPA Benowo Oleh Pemerintah Kota
Surabaya. Jurnal Kajian Ruang Sosial-Budaya, 4(1), 103-118.

Susanti, I. D. (2015). Konstruksi Jilbab Komunitas Kampus: Studi Pada Mahasiswi Universitas


Islam Lamongan Jawa Timur (Doctoral dissertation, Uin Sunan Ampel Surabaya).

Anda mungkin juga menyukai