DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................................................2
BAB I PENDHULUAN..................................................................................................................3
A. Latar Belakang........................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................4
C. Tujuan......................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................5
A. Kesimpulan...........................................................................................................................13
B. Saran......................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................14
BAB I
PENDHULUAN
A. Latar Belakang
Peter Ludwig Berger merupakan seorang sosiolog amerika yang lahir pada 17 Maret 1929 di
Wina, Austria dan dikenal karena perannya dikenal dalam bidang sosiologi pengetahuan,
sosiologi agama, penelitian tentang modernisasi, serta kontribusi teoretisnya pada teori
kemasyarakatan. Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh Max Weber dan Durkheim serta
sosiologi fenomenologis. Parera (1990) dalam (Mudzakir, 2014) menjelaskan bahwa Berger juga
dikenal luas karena pandangannya bahwa realitas sosial adalah suatu bentuk dari interaksi
kesadaran antarindividu yang timbul dari pengetahuan individu dalam berinteraksi dan
tereksternalisasi menjadi tatanan sosial sebagai realitas obyektif. Bersama Thomas Lukcmann, ia
mengembangkan teori mengenai konstruksi sosial.
Dalam teori konstruksi sosial yang telah disinggung oleh Berger dan Luckman dalam sosiologi
pengetahuan, suatu masyarakat terbentuk dan terjadi atas berbagai tingkat. Menurut Berger,
masyarakat merupakan suatu fenomena dialektis dalam pengertian masyarakat bahwa
masyarakat adalah suatu produk manusia yang akan selalu memberi tindak balik kepada
produsennya. Proses dialektik fundamental terdiri dari tiga langkah atau momentum yaitu
eksternalisasi, obyektivas, dan internalisasi. Dalam buku karya Hanneman Samuel dengan judul
“Peter Berger Sebuah Pengantar Ringkas”, dijelaskan bahwasanya realitas merupakan hasil dari
konstruksi (Sujianti, et al., 2020).
Berger menggunakan panduan cara pikir Durkheim mengenai obyektivitas, dan cara pikir Weber
mengenai subyektivitas. Dengan kata lain, masyarakat di atas individu (perspektif paradigma
fakta sosial) dan individu di atas masyarakat (perspektif paradigma definisi sosial). Berger
melihat keduanya sebagai sesuatu yang tidak bisa dipisahkan, dalam kehidupan manusia dan
masyarakatnya terdapat subyektivitas dan obyektivitas. Melalui sentuhan Hegel, yaitu tesis,
antitesis dan sintesis, Berger menemukan konsep untuk menghubungkan antara yang subyektif
dengan yang obyektif melalui konsep dialektika yang dikenal sebagai eksternalisasi, obyektiviasi
dan internalisasi (Mudzakir, 2014). Untuk memperoleh pemahaman lebih dalam terkait
pemikiran Peter L. Berger mengenai hal tersebut, maka penulis merumuskan makalah ini dengan
menyertakan pembahasan mengenai biografi atau riwayat hidup Peter L. Berger, sumbangsih
pemikirannya dalam sosiologi, bentuk realisasi dari teori dan pemikirannya, hingga kritik-kritik
mengenai pemikirannya tersebut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas, dapat ditarik pokok rumusan
masalah sebagai berikut:
3. Bagaimana contoh penerapan teori dan pemikiran Peter L. Berger dalam kehidupan
bermasyarakat?
C. Tujuan
Berdasarkan pokok rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
3. Memperoleh gambaran mengenai bentuk realisasi dari teori dan pemikiran Peter L. Berger
melalui contoh kasus
Berger yang sejak tahun 1981 menjadi professor sosiologi dan teologi di Boston University,
dan sejak tahun 1985 menjadi direktur di Institue on Culture, Religion and World Affairs.
Berger memiliki akses yang luas pada sumber-sumber awal sosiologi di Eropa, terutama
karya-karya Max Weber dan Emile Durkheim. Selain itu Berger juga memiliki akses pada
karya Max Scheler tentang akar pembahasan sosiologi pengetahuan. Salah satu penyebab
lahirnya teori konstruksi sosial adalah pertanyaan Berger mengenai apa itu kenyataan.
Karyanya yang berjudul The Social Construction of Reality bersama Thomas Luckmann
pada tahun 1966 Luckmann adalah salah satu karya paling penting dalam sosiologi
interpretative. Bukunya yang berjudul Invitation to Sociology: a Humanistic Perspective pada
tahun 1963 juga merupakan karya yang berpengaruh secara luas sebagai pengantar sosiologi
untuk para akademisi ilmu sosial (Dharma, 2018). Adapun beberapa karya lain dari Berger,
yaitu A Rumor of Angels: Modern Society and Rediscovery of the Supernatural, serta The
Sacred Canopy: Elements of a Sociological Theory of Religion. Dari karya-karyanya yang terkenal
tersebut, Berger berhasil mendapatkan penghargaan sebagai Doktor Honoris Causa dari
Universitas Loyola, Universitas Notre Dame, Wagner College, Universitas Jenewa dan
Universitas Minich. Dan pada tahun 2010, Berger mendapatkan penghargaan sebagai Dr.
Leopold Lucas dari Universitas Tubingen, Jerman (Putri, 2020). Peter L. Berger meninggal pada
27 Juni 2017 pada usia 88 tahun.
Ritzer (1985) dalam (Susanti, 2015) menjelaskan bahwa teori struktural fungsional yang berada
dalam paradigma fakta sosial terlalu melebih-lebihkan peran struktur di dalam memengaruhi
perilaku manusia. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional
terhadap yang lain. Di sisi lain, teori tindakan yang berada dalam paradigm definisi sosial terlalu
melebih-lebihkan individu sebagai aktor yang memiliki kemampuan untuk menentukan tindakan
terlepas dari struktur diluarnya. Manusia memiliki subyektivitasnya sendiri. Jadi dapat dikatakan
bahwa manusia adalah agen dari konstruksi aktif dari realitas sosial, di mana tindakan yang
dilakukan tergantung pada pemahaman atau pemberian makna pada tindakan mereka sendiri
(Susanti, 2015).
Pemikiran Berger dan Luckmann mengeni “kenyataan” dan “pengetahuan” berangkat dari
seorang Max Scheler, yakni filsuf Jerman yang menemukan istilah sosiologi pengetahuan pada
tahun 1920-an. Ini merupakan kunci terbentuknya teori Berger dan Luckmann mengenai
konstruksi realitas sebagai analisa sosiologi pengetahuan terhadap pembentukan kenyataan
(Dharma, 2018). Mengenai kenyataan sosialnya, Berger dan Luckmann dipengaruhi oleh
pemikiran Emile Durkheim dalam mazhab sosiologi Perancisnya tentang “struktur”, meskipun
mereka telah memodifikasinya dengan konsep dialektis dari Marx dan pemberian tekanan
kepada konstitusi kenyataan sosial melalui makna-makna subyektif yang diambil dari Weber.
Lebih jauh lagi terkait fenomenologi, dalam memandang realitas sosial, fenomenologi Berger
sangat dipengaruhi oleh tradisi fenomenologi pandahulu-pendahulunya. Munculnya teori
konstruksi realitas sosial Peter Berger dan Thomas Luckmann juga dilatarbelakangi oleh
dukungannya pada tradisi fenomenologi Husserl yang dengan lantang menolak logika
positivistik. Husserl menilai bahwa positivistik tidak mendatangkan kebenaran yang sebenar-
benarnya karena hanya mengandalkan data yang nampak (empiris) untuk melihat realitas sosial.
Logika Husserlian menekankan pada hubungan manusia dengan dan dalam pengalamannya
memiliki pengetahuan valid yang diteguhkan dengan ide metafisis dari muridnya, Martin
Heidegger, yang berkata bahwa manusia adalah “yang-ada-di-dunia” (Being-in-the-World).
Artinya ialah manusia, karena pengalamannya, adalah produsen-produsen pengetahuan sekaligus
wilayah pengetahuan itu sendiri. Sama halnya dengan Husserl dan Heidegger, seorang Alfred
Schutz juga beranggapan bahwa pengetahuan itu tidak melulu berasal dari ruang-ruang formal,
melainkan dari everyday life atau kehidupan sehari-hari (Dharma, 2018).
Lebih kompleks lagi, Berger dan Luckmann (1990) dalam (Dharma, 2018) mengatakan bahwa
pengetahuan yang valid atau akal sehat adalah pengetahuan yang dimiliki bersama-sama dengan
masyarakat dalam rutinitas kehidupan sehari-hari. Berger setuju dengan anggapan antropologis
Karl Marx tentang realitas objektif manusia sebagai produk sosial-budaya, namun, dalam realitas
subjektif, manusia adalah organisme yang memiliki kecenderungan tertentu dalam masyarakat
dan bersifat interpretatif. Berger dan Luckmann menjelaskan bahwa sosiologi pengetahuan
memperoleh proposisi akarnya dari seorang Karl Marx, yakni bahwa kesadaran manusia
ditentukan oleh keberadaan sosialnya. Selain itu, Berger (1991) dalam (Dharma, 2018)
menyatakan bahwa kunci teori konstruksi realitas yang terletak pada dialektika Berger
mengenai eksternalisasi, obyektivasi, dan internalisasi dipengaruhi oleh dialketika Hegel
yang dipahami sama sebagaimana telah ditetapkan pada kolektivitas fenomena-fenomena
oleh Marx. Di samping itu, istilah internalisasi dipahami sebagaimana dipakai dalam
psikologi sosial Amerika yang dasar teoritisnya berasal dari George Herbert Mead dalam
tulisannya yang berjudul Mind, Self, and Society.
Bachtiar (2006) dalam (Susanti, 2015) menjelaskan bahwa perkembangan fenomenologi sebagai
ilmu interpretatif kemudian berpengaruh bagi kemunculan dan berkembangnya konstruksionisme
realitas. Dan salah satu derivasi diantara pendekatan fenomenologi adalah teori konstruksi yang
digagas oleh Berger dan Luckmann. Usaha Berger dan Luckmann untuk memahami konstruksi
sosial dimulai dengan mendefinisikan apa yang dimaksud dengan kenyataan dan pengetahuan.
Berger dan Luckmann mengatakan bahwa terjadi dialektika antara individu menciptakan
masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi melalui
eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Polomo (2010) dalam (Susanti, 2015) menjelaskan
bahwa Menurut Berger dan Luckmann, terdapat dua objek pokok realitas yang berkenaan dengan
pengetahuan, yakni realitas subjektif dan realitas objektif. Realitas subyektif berupa pengetahuan
individu. Di samping itu, realitas subyektif merupakan konstruksi definisi realitas yang dimiliki
individu dan dikonstruksi melalui proses internalisasi. Realitas subyektif yang dimilik masing-
masing individu merupakan basis untuk melibatkan diri dalam proses eksternalisasi, atau proses
interaksi sosial dengan individu lain dalam sebuah struktur sosial. Melalui proses eksternalisasi
itulah individu secara kolektif berkemampuan melakukan obyektivikasi dan memunculkan
sebuah konstruksi realitas obyektif yang baru. sedangkan realitas ooyektif dimaknai sebagai
fakta sosial. Disamping itu realitas obyektif merupkan suatu kompleksitas definisi realitas serta
rutinitas tindakan dan tingkah laku yang telah mapan terpola, yang kesemuanya dihayati oleh
individu secara umum sebagai fakta (Susanti, 2015).
Berger dan Luckmann mengatakan institusi masyarakat tercipta dan dipertahankan atau diubah
melalui tindakan dan interaksi manusia. meskipun institusi sosial dan masyarakat terlihat nyata
secara obyektif, namun pada kenyataan semuanya dibangun dalam definisi subjektif melalui
proses interaksi. Obyektivitas baru bisa terjadi melalui penegasan berulang-ulang yang diberikan
oleh orang lain yang memiliki definisi subyektif yang sama. Bungin (2008) dalam (Susanti,
2015) menjelaskan bahwa Pada tingkat generalitas yang paling tinggi, manusia menciptakan
dunia dalam makna simbolis yang universal, yaitu pandangan hidupnya yang menyeluruh, yang
memberi legitimasi dan mengatur bentuk-bentuk sosial serta memberi makna pada berbagai
bidang kehidupan. Pendek kata, Berger dan Luckmann mengatakan terjadi dialektika antara
individu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini
terjadi melalui eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.
Berikut adalah penjelasan mengenai triad dialektika dalam kajian sosiologi pengetahuan
berdasarkan pemikiran Berger dan Luckmann dalam (Susanti, 2015):
- Eksternalisasi
Proses ini diartiakan sebagai suatu proses pencurahan kedirian mamusia secara terus
menerus kedalam dunia, baik dalam aktivitas fisis maupun mentalnya. Atau dapat
dikatakan penerapan dari hasil proses internalisasi yang selama ini dilakukan atau yang
akan dilakukan secara terus menerus. Termasuk penyesuaian diri dengan produk-produk
sosial yang telah dikenalkan kepadanya. Karena pada dasarnya sejak lahir individu akan
mengenal dan berinteraksi dengan produk-produk sosial. Sedangkan produk sosial itu
sendiri adalah segala sesuatu yang merupakan hasil sosialisasi dan interaksi didalam
masyarakat.
- Objektivasi
Obyektivasi ialah proses mengkristalkan kedalam pikiran tentang suatu obyek, atau
segala bentuk eksternalisasi yang telah dilakukan dilihat kembali pada kenyataan di
lingkungan secara obyektif. Jadi dalam hal ini bisa terjadi pemaknaan baru ataupun
pemaknaan tambahan. Proses objektivasi merupakan momen interaksi antara dua realitas
yang terpisahkan satu sama lain, manusia disatu sisi dan realitas sosiokultural disisi lain.
kedua entitas yang seolah terpisah ini kemudian membentuk jaringan interaksi
intersubyektif. Pada momen ini juga ada proses pembedaan antara dua realitas sosial,
yaitu realitas diri individu dan realitas sosial lain yang berada diluarnya, sehingga realitas
sosial itu menjadi sesuatu yang objektif.
- Internalisasi
Internalisasi adalah individu-individu sebagai kenyataan subyektif menafsirkan realitas
obyektif. Atau peresapan kembali realitas oleh manusia, dan mentransformasikannya
sekali lagi dari struktur-struktur dunia obyektif kedalam struktur-struktur dunia subyektif.
Pada momen ini, individu akan menyerap segala hal yang bersifat obyektif dan kemudian
akan direalisasikan secara subyektif. Internalisasi ini berlangsung seumur hidup seorang
individu dengan melakukan sosialisasi. Pada proses internalisasi, setiap indvidu berbeda-
beda dalam dimensi penyerapan. Selain itu, proses internalisasi juga dapat diperoleh
individu melalui proses sosialisasi primer dan sekunder.
Contoh lainnya mengenai konstruksi sosial juga penulis kutip dari penelitian berjudul Konstruksi
Sosial pada Gay yang Coming Out oleh Agus Setiaji (2020). Dalam hasil penelitinnya,
digambarkan mengenai bagaimana proses kontruksi sosial pada narsumber terjadi. Contohnya,
Gambaran konstruksi sosial diperlihatkan oleh subjek kedua BB melalui proses eksternalisasi
ketika subjek mengikuti berbagai kegiatan bersama masyarakat seperti perayaan Hari
Kemerdekaan, dan kerja bakti di lingkungan rumah. Melalui kegiatan tersebut, subjek
mengatakan lebih senang berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Selain itu, subjek juga
menyukai dance yang menjadi hobinya dan tegabung dalam komunitas dance. Selanjutnya
subjek melewati proses kedua, yakni objektivasi. Objektivasi dalam masyarakat meliputi
beberapa unsur misalnya institusi, peranan dan identitas. Subjek mengatakan bahwa menurutnya
80 % masyarakat menerima subjek sebagai gay sehingga subjek BB tetap menjadi dirinya yang
sekarang menggunakan riasan make up ke manapun subjek BB pergi. Selanjutnya subjek BB
melewati proses ketiga yakni internalisasi, subjek BB menjelaskan bahwa dirinya memiliki
keinginan untuk berubah meskipun minim. Subjek meyakini jati dirinya yang sekarang karena
berbagai faktor seperti orang tua yang telah menerima subjek, dan faktor lingkungan yang
menerima subjek apa adanya seperti sekarang (Setiaji, 2020).
Dalam teorinya terkait Konstruksi Sosial Media Massa, ia telah merevisi teori dan pendekatan
konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckmann dengan melihat variabel atau
fenomena media massa menjadi sangat substansi dalam proses eksternalisasi, subyektivasi, dan
internalisasi. Dengan demikian, sifat dan kelebihan media massa telah memperbaiki kelemahan
proses konstruksi sosial atas realtias yang berjalan lambat itu. Bungin menambahkan bahwa
substansi “teori konstruksi sosial media massa” adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan
sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa massa
cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis (Karman, 2015).
Selain itu, kritik yang lain juga tertuju kepada beberapa keterbatasan pemikiran Berger, pertama,
ia mengabaikan perspektif epistemologis,dan metodologis dalam usaha untuk mencari realitas di
mana ia tidak merekomendasikan penggunaan metode tertentu untuk mengetahui realitasnya.
Kemudian, gagasan konstruksi sosial juga dikoreksi oleh gagasan deconstructionism yang
dikemukakan oleh Jacques Derrida pada tahun 1978. Inti dari gagasan tersebut ialah bahwasanya
terdapat proses dekonstruksi makna di masyarakat terhadap teks, wacana, dan pengetahuan
masyarakat (Karman, 2015).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peter Ludwig Berger lahir pada tanggal 17 Maret 1929 di Wina, Austria. Berger dikenal karena
perannya dalam bidang sosiologi pengetahuan, sosiologi agama, penelitian tentang modernisasi,
serta kontribusi teoretisnya pada teori kemasyarakatan. Berger bersama bersama Lukcmann
menggagas teori konstruksi sosial) yang berpijak pada sosiologi pengetahuan. Salah satu
penyebab lahirnya teori konstruksi sosial adalah pertanyaan Berger mengenai apa itu kenyataan.
Berger dan Luckmann mulai menjelaskan realitas sosial dengan memisahkan pemahaman,
kenyataan, dan pengetahuan. Mereka mengatakan bahwa terjadi dialektika antara individu
menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi
melalui eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Menurut Berger dan Luckmann, terdapat
dua objek pokok realitas yang berkenaan dengan pengetahuan, yakni realitas subjektif dan
realitas objektif. Realitas subyektif berupa pengetahuan individu.
Sebenarnya, ada banyak sekali contoh yang dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana
teori konstruksi sosial itu dikaji dalam kehidupan bermasyarakat, terlebih dengan berbagai
perbedaan karakteristik individu dalam masyarakat yang satu dan yang lainnya. Salah satu
contohnya ialah konstruksi sosial mengenai gender. Adapun kritik terhadap teori dan pemikiran
Peter L. Berger identik dengan kaitannya dengan media massa. Kritik tersebut datang dari
Burhan Bungin. Dalam teorinya terkait Konstruksi Sosial Media Massa, ia telah merevisi teori
dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckmann dengan melihat
variabel atau fenomena media massa menjadi sangat substansi dalam proses eksternalisasi,
subyektivasi, dan internalisasi. Selain itu, kritik yang lain juga tertuju kepada beberapa
keterbatasan pemikiran Berger dan gagasan konstruksi sosial yang juga dikoreksi oleh gagasan
deconstructionism yang dikemukakan oleh Jacques Derrida pada tahun 1978.
B. Saran
Dengan penulisan makalah ini, penulis berharap para pembaca dapat memahami dan memperluas
wawasan mengenai salah satu tokoh sosiologi modern, yakni Peter L. Berger. Di samping itu,
penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Alfirahmi, A., & Ekasari, R. (2018). Konstruksi Realitas Sosial Perempuan Tentang Gender
dalam Pembentukan Karakteristik Anak terhadap Pemahaman Gender. Mediakom:
Jurnal Ilmu Komunikasi, 2(2), 250-262.
Bungin, B. (2008). Konstruksi Sosial Media Massa:Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan
Televisi dan Keputusan Konsumen serta Kritik Terhadap Peter L. Berger dan Thomas
Luckmann. Jakarta: Kencana.
Dharma, F. A. (2018). Konstruksi Realitas Sosial: Pemikiran Peter L. Berger Tentang Kenyataan
Sosial. Kanal: Jurnal Ilmu Komunikasi, 7(1), 1-9.
Holilulloh, A. (2016). Pierre Bourdieu dan Gagasannya Mengenai Agama. Citra Ilmu. 24(12),
147-152.
Karman. (2015). Konstruksi Realitas Sebagai Gerakan Pemikiran (Sebuah Telaah Teoretis
Terhadap Konstruksi Realitas Peter L. Berger). Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Komunikasi dan Informatika, (5)3, 11-23.
Lestari, F., & Muhammadiyah, P. I. M. (2015). Seks, Gender, dan Konstruksi Sosial. Jurnal
Perempuan. Eedisi November.
Mudzakir, M. (2014). Hukum Islam di Indonesia dalam Perspektif Konstruksi Sosial Peter L.
Berger. Al-'Adalah, 12(1), 155-170.
Putri, D. A. H. (2020). Konstruksi spiritualitas mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya: studi
komparatif tentang pemahaman eksistensi diri santri dan non-santri (Doctoral
dissertation, UIN Sunan Ampel Surabaya).
Setiaji, A. (2020). Konstruksi Sosial Pada Gay Yang Coming Out. Psikoborneo: Jurnal Ilmiah
Psikologi, 8(2), 307-315.
Sudariyanto. (1987). Metoda fenomenologis dalam sosiologi pengetahuan Peter L. Berger.
Depok: Universitas Indonesia.
Sujianti, N., Baskara, T. S., Damayanti, B. A., Noormala, N., & Dharmastuti, A. M. F. (2020).
Persepsi Masyarakat MengenaiI Pembangunn TPA Benowo Oleh Pemerintah Kota
Surabaya. Jurnal Kajian Ruang Sosial-Budaya, 4(1), 103-118.