Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 11.1Latar Belakang


Berdasarkan pendapat Parsudi Suparlan kebudayaan adalah nilai-nilai yang
digunakan manusia untuk menginterpretasikan lingkungannya dalam rangka survival. Sedangkan
berdasarkan pendapat dari Koentjaraningrat budaya merupakan kompleksitas yang terdiri dari
ide, tindakan dan hasil tindakan manusia yang dilakukan secara terus-menerus juga diwariskan
kepada generasi selanjutnya melalui proses belajar.
Berdasarkan pendapat Koentjaraningrat budaya diwariskan melalui proses
belajar bukan dari aspek genetik. Dalam proses belajar tersebut suatu budaya yang diturunkan
kepada generasi selanjutnya pasti mengalami perubahan. Perubahan ini sebagai bentuk adaptasi
manusia terhadap lingkungannya. Jika perubahan ini berlangsung secara alami maka akan
bersifat lambat, inilah yang disebut sebagai evolusi budaya. Beberapa ahli seperti Spencer dan A.
Comte telah meneliti tentang evolusi budaya.
Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai teori evolusi budaya yang
dikemukakan oleh para antropolog inggris yakni H Spencer, JJ Bachofen, LH Morgan dsb.
Bukan hanya pendukung dari teori evolusi budaya, kami juga akan membahas penyebab dari
hilangnya teori ini pada abad ke-19. Dalam karya tulis ini, kami juga akan mencoba menjabarkan
satu-persatu teori yang dikemukakan oleh para pencetusnya.

1.2 1.2 Tujuan


Tujuan pembuatan karya tulis ini selain sebagai tugas kelompok yang wajib
dikerjakan juga sebagai cara untuk memahami sebuah teori.

1.3 11.3Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep teori evolusi budaya itu?
2. Siapakah pendukung dari teori ini?
3. Apakah ada kritik untuk teori ini?
4. Bagaimana implementasinya?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Teori Evolusi Budaya


Evolusi kebudayaan bisa didefenisikan sebagai suatu perubahan atau perkembangan kebudayaan,
seperti perubahan dari bentuk sederhana menjadi kompleks.
(syaifudin, 2005 : 99)
Teori ini sebagai langkah awal pembentukan paradigma baru yakni
evolusionalisme. Paradigma evolusionalisme disebut juga sebagai cikal-bakal pembentukan
paradigm yang lain.
2.2.1 H. Spencer
Semua karya Spencer berdasarkan konsepsi bahwa seluruh alam itu, baik yang
berwujud non-organis, organis, maupun super-organis berevolusi karena didorong oleh kekuatan
mutlak yang disebutnya evolusi universal. Teori Spencer mengenai religi mengungkapkan
bahwa, pada semua bangsa didunia religi itu mulai karena manusia sadar dan takut akan maut.
Serupa dengan E.B Tylor ia juga berpendirian bahwa bentuk religi paling tua adalah
penyembahan kepada roh-roh yang merupakan personifikasi dari jiwa-jiwa orang-orang yang
telah meninggal, terutama nenek moyangnya. Bentuk religi yang tertua ini pada semua bangsa
didunia akan berevolusi kebentuk religi yang menurut spencer merupakan tingkat evolusi yang
lebih kompleks dan berdiferensiasi, yaitu penyembahan kepada dewa- dewa, seperti dewa
kejayaan, kebijaksanaan, dewa perang, dewi kecantikan, dan sebagainya.
Dewa-dewa yang menjadi pusat orientasi dan penyembahan manusia dalam tingkat
evolusi religi seperti itu mempunyai ciri- ciri yang mantap dalam bayangan seluruh umatnya,
karena tercantum dalam mitologi yang seringkali telah berada dalam bentuk tulisan. Namun
walaupun religi dari semua bangsa didunia, pada garis besar evolusi universal akan berkembang
dari tingkat penyembahan roh nenek moyang ketingkat penyembahan dewa-dewa, secara khusus
tiap bangsa dapat mengalami proses evolusi yang berbeda-beda.
Teori ke dua yang dikemukakan oleh Spencer adalah teori hokum. Spencer
mengatakan bahwa hukum yang ada dalam masyarakat pada awalnya adalah hukum keramat.
Hukum keramat bersumber atau berasal dari nenek moyang yang berupa aturan hidup dan
pergaulan. Masyarakat yakin dan takut, apabila melanggar hukum ini maka nenek moyang akan
marah. Selanjutnya masyarakat semakin kompleks sehingga hukum keramat semakin berkurang
pengaruhnya terhadap keadaan masyarakat atau hukum keramat tersebut tidak cocok lagi.
Maka timbulah hukum sekuler yaitu hukum yang berlandaskan azas saling
membutuhkan secara timbal balik di dalam masyarakat. Namun karena jumlah masyarakat
semakin banyak maka dibutuhkan sebuah kekuasaan otoriter dari raja untuk menjaga hukum
sekuler tersebut. Selanjutnya, timbulah masyarakat beragama sehingga kekuasaan otoriter
Rajapun tidak lagi cukup. Untuk mengatasi hal tersebut , ditanamkanlah suatu keyakinan kepada
masyarakat yang mengatakan bahwa raja adalah keturunan dewa sehingga hukum yang
dijalankan adalah hukum keramat.
Pada perkembangan selanjutnya timbullah masyarakat industri,dimana kehidupan
manusia semakin bersifat individualis yaitu suatu sifat yang mementingkan diri sendiri tanpa
melihat kepentingan bersama. Sehingga hukum keramat raja tidak lagi mampu untuk mengatur
kehidupan masyarakat. Maka munculah hukum baru yang berazaskan saling butuh-
membutuhkan antara masyarakat. Lahirlah suatu hukum baru yang disebut dengan undang-
undang.
2.2.2 EB Tylor
E.B.Tylor berpendapat, asal mula religi adalah adanya kesadaran manusia akan
adanya jiwa. Kesadaran ini disebabkan oleh dua hal yakni:
a. Adanya perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang mati.
Manusai sadar bahwa ketika manusai hidup ada sesuatu yang menggerakkan dan kekuatan yang
menggerakkan manusia itu disebut dengan jiwa
b. Peristiwa mimpi, di mana manusia melihat dirinya di tempat lain (bukan di tempat ia sedang
tidur). Hal ini menyebabkan manusia membedakan antara tubuh jasmaninya yang berada di
tempat tidur dengan rohaninya di tempat-tempat lain yang disebut jiwa.
Selanjutnya Tylor mengatakan bahwa jiwa yang lepas ke alam disebutnya denga
roh atau mahluk halus. Inilah menyebabkan manusia berkeyakinan kepada roh-roh yang
menempati alam. Sehingga manusia memberikan penghormatan berupa upacara doa, sesajian dll.
Inilah disebut Tylor sebagai anamisme.
Pada tingkat selanjutnya manusia yakin terhadap gejala gerak alam disebabkan oleh
mahluk-mahluk halus yang menempati alam tersebut. Kemudian jiwa alam tersebut
dipersonifikasikan sebagai dewa-dewa alam. Pada tingkat selanjutnya manusia yakin bahwa
dewa-dewa tersebut memiliki dewa tertinggi atau raja dewa. Hingga akhirnya manusia
berkeyakinan pada satu Tuhan.
2.2.3 LH. Morgan (1818-1881)
Dalam hal penelitian mengenai kekerabatan Morgan adalah penyumbang terbesar
kepada ilmu antropologi. Dalam memperhatikan sistem kekerabatan, Morgan mendapatkan cara
untuk mengupas sistem kekerabatan dari semua suku bangsa di dunia yang jumlah yang sangat
banyak dan memiliki bentuk yang berbeda. Didasarkan gejala kesejajaran yang seringkali ada di
antara sistem istilah system of kinshipterminilogi dan kiship system. Menurut Morgan,
masyarakat dari semua bangsa di dunia terbagi menjadi delapan tingkat evolusi sebagai berikut :
1. Zaman Liar Tua
zaman sejak adanya manusia manusia sampai ia menemukan api, dalam zaman ini manusia
hidup dari meramu, mencari akar-akar dan tumbuh-tumbuhan liar.
2. Zaman liar madya
zaman sejak manusia menemukan api, sampai ia menemukan senjata busur-panah. Zaman ini
manusia mulai merubah mata pencaharian hidupnya dari meramu menjadi pencari ikan disungai-
sungai atau menjadi pemburu.
3. Zaman liar madya
zaman sejak manusia menemukan senjata busur panah, sampai ia mendapatkan kepandaian
membuat barang-barang tembikar. Zaman ini mata pencaharian hidupnya masih berburu.
4. Zaman barbar tua
Zaman sejak manusia menemukan kepandaiana membuat tembikar samapai ia mulai beternak
atau bercocok tanam.
5. Zaman barbar madya
Zaman sejak manusia beternak atau bercocok tanam sampai ia menemukan kepandaiana
membuat benda-benda dari logam.
6. Zaman barbar muda
Zaman sejak manusia menemukan kepandaian membuat benda-benda dari logam, sampai ia
mengenal tulisan.
7. Zaman peradaban purba
Pada zaman ini manusia sudah dapat menghasilakan beberapa peradapan klasik zaman batu dan
logam.
8. Zaman peradaban masa kini
Sejak zaman peradapan klasik sampai sekarang.

2.2.4 JJ Bachofen (Abad ke-19)


Menurut Bechofen bahwa di seluruh dunia ini, evolusi keluarga berkembang
melalui empat tahapan (Koentjaraningrat, 1980) yaitu sebagai berikut :

1. Tahapan Promiskuitas

di mana manusia hidup serupa sekawan binatang berkelompok, laki-laki dan wanita berhubungan
bebas. sehingga melahirkan keturunan tanpa ada ikatan. Pada tahapan ini kehidupan manusia
sama dengan kehidupan binatang yang hidup berkelompok. Laki-laki dan perempuan bebas
melakukan hubungan perkawinan dengan yang lain tanpa ada ikatan kelurga dan menghasilkan
keturunan tanpa ikatan keluarga.

2. Tahapan Matriarchate

Dalam keluarga inti, ibulah yang menjadi kepala keluarga dan yang mewarisi garis keturunan.
Pada tahapan ini, perkawinan ibu dan anak dilarang sehingga bentuk perkawinan yang terjadi
adalah exogami.

3. Sistem Patriarchate

Ayah yang menjadi kepala keluarga serta mewarisi garis keturunan. Perubahan dari matriarchate
ke tingkat patriarcahte terjadi karena laki-laki merasa tidak puas dengan situasi keadaan sosial
yang menjadikan wanita sebagai kepala keluarga. Sehingga para pria mengambil calon istrinya
dari kelompok-kelompok yang lain dan dibawanya ke kelompoknya sendiri serta menetap di
sana.

4. Tahapan Parental
Pada tingkat terakhir ini perkawinan tidak selalu dari luar kelompok(exogami) tetapi juga dari
dalam kelompok yang sama(endogami). Hal ini menjadikan anak-anak bebas berhubungan
langsung dengan kelurga ibu maupun ayah.

2.2 Biografi Tokoh


2.2.1 H Spencer
Spencer lahir di Derby, Inggris 27 April 1820. Ia tak belajar seni dan humaniora,
tetapi di bidang teknik dan bidang-bidang utilitarian. Tahun 1837 ia mulai bekerja sebagai
insinyur sipil jalan kereta api, jabatan yang dipegangnya hingga tahun 1846. Selama periode ini
Spencer melanjutkan studi atas biaya sendiri dan mulai menerbitkan karya ilmiah dan politik.
Tahun 1848 Spencer ditunjuk sebagai redaktur The Economist dan gagasan intelektualnya mulai
mantap. Tahun 1850 ia menyelesaikan karya besar pertamanya, Social Statics. Selama menulis
karya ini Spencer untuk pertama kali mulai mengalami insomnia (tak bisa tidur) dan dalam
beberapa tahun berikutnya masalah mental dam fisiknya ini terus meningkat. Ia menderita
gangguan saraf sepanjang sisa hidupnya.
Tahun 1853 Spencer menerima harta warisan yang memungkinkannya berhenti
bekerja dan menjalani sisa hidupnya sebagai seorang sarjana bebas. Ia tak pernah memperoleh
gelar kesarjanaan universitas atau memangku jabatan akademis. Karena ia makin menutup diri,
dan penyakit fisik dan mentalnya makin parah, produktivitasnya selaku sarjana makin menurun.
Akhirnya Spencer mulai mencapai kemasyhuran tak hanya di Inggris tetapi juga reputasi
internasional. Richard Hofstadter mengatakan, Selama tiga dekade sesudah perang saudara,
orang tak mungkin aktif berkarya di bidang intelektual apapun tanpa menguasai (perkiraan)
Spencer. (1959:33).
Namun, nasib Spencer ternyata tak seperti itu. Salah satu watak Spencer paling
menarik yang menjadi penyebab kerusakan intelektualnya adalah keengganannya membaca buku
orang lain. Dalam hal ini ia sama dengan tokoh sosiologi awal Auguste Comte yang juga
mengalami gangguan otak. Mengenai keengganannya membaca buku orang lain itu, Spencer
berkata : Aku telah menjadi pemikir sepanjang hidupku, bukan menjadi pembaca, aku
sependapat dengan yang dikatakan Hobbes bahwa jika aku membaca sebanyak yang dibaca
orang lain, aku hanya akan mengetahui sedikit yang mereka ketahui itu (Wiltshire, 1978:67).
Temannya pernah meminta pendapatnya buku, dan jawabannya adalah bila membaca buku ia
melihat asumsi fundamental buku itu keliru dan karena itulah ia tak mau membaca buku
(Wiltshire, 1978:67). Seorang pengarang menulis tentang cara Spencer dalam menyerap
pengetahuan melalui kekuatan kulitnyaia rupanya tak pernah membaca buku (Wiltshire,
1978:67)
2.2.2 LH Morgan
Lewis Henry Morgan adalah seorang antropolog Amerika perintis dan teori sosial
yang bekerja sebagai pengacara kereta api. Beliau dikenal karena karyanya pada struktur
kekerabatan dan sosial, teori evolusi sosial, dan etnografi tentang Iroquois. Beliau mengusulkan
konsep bahwa institusi domestik manusia paling awal adalah klan matrilineal, bukan keluarga
patriarkal, gagasan itu diterima oleh sebagian besar prasejarawan dan antropolog sepanjang akhir
abad kesembilan belas. Beliau juga tertarik penyebabkan perubahan sosial. Beliau adalah
seorang kontemporer dari Eropa. Teori Karl Marx dan Friedrich Engels juga dipengaruhi
karyanya pada struktur sosial dan budaya material, pengaruh teknologi pada kemajuan. Morgan
adalah satu-satunya teori sosial Amerika yang akan dikutip oleh Marx, Charles Darwin, dan
Sigmund Freud. Beliau pernah terpilih sebagai anggota National Academy of Sciences dan
menjabat sebagai presiden Asosiasi Amerika untuk Kemajuan Ilmu Pengetahuan pada tahun
1879. Morgan juga aktif di Partai Republik dari New York State Majelis (Monroe Co, 2nd D.)
pada tahun 1861, dan New York Negara Senat pada 1868 dan 1869.
Menurut Herbert Marshall Lloyd, seorang pengacara dan editor karya Morgan,
Lewis adalah merupakan keturunan dari James Morgan. Catatan dari berbagai sumber bahwa tiga
William Morgan lainnya adalah Llandaff dan Glamorganshire.
Setelah lulus pada tahun 1840, Morgan kembali ke Aurora untuk mendalami hukum
dengan sebuah perusahaan yang didirikan. Pada tahun 1842 ia diterima di bar di Rochester.
Pada tanggal 1 Januari 1841, Morgan dan beberapa teman dari Cayuga Academy
membentuk masyarakat persaudaraan rahasia yang disebut Gordian Knot. Mereka membuat
kelompok organisasi penelitian untuk mengumpulkan informasi tentang Iroquois, yang
wilayahnya sejarah selama berabad-abad telah termasuk pusat dan bagian utara New York barat
Hudson dan wilayah Finger Lakes.
Para pria dimaksudkan untuk membangkitkan semangat Iroquois. Mereka mencoba
untuk belajar bahasa, diasumsikan nama Iroquois, dan terorganisir kelompok dengan pola
bersejarah suku Iroquois. Pada 1844 mereka mendapat izin dari mantan Freemason Aurora untuk
menggunakan lantai atas kuil Masonik sebagai ruang pertemuan. Anggota baru menjalani ritual
rahasia yang disebut inindianation di mana mereka berubah menjadi rohani Iroquois. Morgan
tampak diresapi dengan semangat Iroquois.
2.2.3 JJ Bachofen
Johann Jakob Bachofen (1815-1887) adalah seorang kolektor barang antik Swiss,
ahli hukum dan antropolog, profesor hukum Romawi untuk di University of Basel 1841-1845.
Bachofen paling sering dihubungkan dengan teori-teori seseperti matriarkal prasejarah. Pada
tahun 1861 beliau menerbitkan buku yang berjudul Mother-Right yang meneliti tentang karakter
religius dan yuridis matriarkal di Dunia Kuno. Bachofen menunjukkan bahwa ibu adalah sumber
agama, moralitas, dan sopan santun. beliau membahas di dalam bukunya "Mother-Right"
tentang konteks agama Matriarchal kuno atau yang biasa disebut Urreligion. Bachofen menjadi
pelopor penting pada abad ke-20 mengenai matriarkal, seperti budaya Eropa kuno yang
sebelumnya diteliti oleh Marija Gimbutas dari tahun 1950 juga bidang teologi feminis dan "Studi
Matriarchal" di tahun 1970-an.
2.2.4 EB Tylor
EB Tylor lahir pada tahun 1832, di Camberwell, London. Beliau putra dari Yusuf
Tylor dan Harriet Skipper. Kakaknya Alfred Tylor merupakan ahli geologi.
Beliau belajar di Grove House School, Tottenham. Namun, karena kematian orang tua Tylor
selama masa dewasa awal dan latar belakang membatasi Quaker, ia tidak pernah mendapatkan
gelar sarjana. Setelah kematian orangtuanya, beliau membantu mengelola bisnis keluarga. Tetapi
harus mengatur bisnis keluarga beliau juga mengembangkan penelitian gejala tetap terjadinya
tuberkulosis (TB).
Selama perjalanannya meninggalkan Inggris, Tylor bertemu Henry Christy, seorang
Quaker, etnolog dan arkeolog. Asosiasi Tylor dengan Christy sangat mendorong minat
kebangkitan-Nya dalam antropologi, dan membantu memperluas pertanyaan untuk mencakup
studi prasejarah. Tylor mempublikasikan 1.856 hasil dari perjalanannya ke Meksiko dengan
Christy. Catatannya pada kepercayaan dan praktek dari orang-orang yang ditemuinya adalah
dasar dari Anahuac karyanya (1861) dan diterbitkan setelah ia kembali ke Inggris. Tylor terus
mempelajari adat istiadat dan kepercayaan dari masyarakat suku, baik yang ada dan prasejarah
(berdasarkan temuan arkeologi). Ia menerbitkan karya kedua, Penelitian Penelitian ke Sejarah
Awal Manusia dan Pengembangan Peradaban, pada tahun 1865. Beliau melakukan studi
menyeluruh atas peradaban manusia dan kontribusi untuk bidang muncul antropologi tetapi
berpengaruh pada segelintir cendekiawan muda, seperti JG Frazer, yang menjadi murid Tylor dan
berkontribusi besar terhadap ilmiah studi antropologi di tahun kemudian.
Dia diangkat Penjaga Museum Universitas Oxford di tahun 1883 serta sebagai dosen, memegang
gelar pertama "Reader dalam Antropologi" 1884-1895. Pada tahun 1896 ia ditunjuk sebagai
Profesor pertama Antropologi di Universitas Oxford.

2.3 Penolakan Teori


2.3.1 H Spencer
Bila tak pernah membaca karya sarjana lain, lalu darimana gagasan dan pemahaman
Spencer berasal. Menurut Spencer, ide-idenya muncul tanpa sengaja dan secara intiutif dari
pikirannya. Ia mengatakan bahwa gagasannya muncul sedikit demi sedikit, secara rendah hati
tanpa disengaja atau tanpa upaya yang keras (Wiltshire, 1978:66). Institusi seperti itu dianggap
Spencer jauh lebih efektif ketimbang upaya berpikir dan belajar tekun : Pemecahan yang
dicapai melalui cara yang dilukiskan itu mungkin lebih benar ketimbang yang dicapai
pemikiran (Wiltshire, 1978:66).
Sebenarnya, jika ia membaca karya orang lain, itu dilakukannya hanya sekedar untuk
menemukan pembenaran pendapatnya sendiri. Ia mengabaikan gagasan orang lain yang tak
mengakui gagasannya. Demikianlah, Charles Darwin, pakar sezamannya, berkata tentang
Spencer, Jika ia mati melatih dirinya untuk mengamati lebih banyak, dengan risiko kehilangan
sebagian dari kekuatan berpikirnya sekalipun, tentulah ia telah menjadi seorang manusia yang
sangat hebat (Wiltshire, 1978:70) pengabaian Spencer terhadap aturan ilmu pengetahuan
menyebabkan ia membuat serentetan gagasan kasar dan pernyataan yang belum dibuktikan
kebenarannya mengenai evolusi kehidupan manusia. Karena itulah sosiolog abad 20 menolak
gagasan Spencer dan riset empiris yang dilakukan secara tekun. Menurut mereka ruset tanpa ada
data pembanding dari penelitian sebelumnya maka sangat sia-sia.
2.3.2 LH Morgan
Teori Morgan dapat acaman yang sangat keras dari para ahli Antropologi dari negara
Inggris dan Amerika Serikat pada awal abd ke-20 ini, dan walaupun demikian ia seorang warga
Amerika yang mempunyai ilmu pengetahuan yang luas mengenai kehidupan masyarakat dan
kebudayaan Indian penduduk pribumi Amerika, ia tidak dianggap sebagai pendekar ilmu
Antropologi Amerika. Teori Morgan menjadi terkenal dikalangan cendikiawan komunis berkat F.
Engels, yang sebagai pengarang yang bergaya lancar, telah befungsi membuat populer gagasan-
gagasan Marx yang sering terlalu ilmiah sifatnya itu. Ia pernah membuat buku kecil asal mula
dan evolusi keluaga, hukum waris, hak milik pribadi, dan organisasi negara dan buku yang
berjudul der insprung derm familie, des prifatseigenthums und der Staats (1884 ) itu, yang ditulis
dengan gaya bahasa yang sangat ancar daneanak dibaca, sebenasny tidak lain dari ikhtiar dari
gagasan-gagasan Morgan mengenai soal-soal yang sama dalam buku nya Acient Sosiety (1877).
2.3.3 EB Tylor
Seiring dengan perjalanan waktu, persinggungan teori evolusi dengan beragam realitas
dalam perkembangannya terus mendapatkan tanggapan dari beragam pihak. Setidaknya
tanggapan-tanggapan yang mengemuka terhadap pandangan kebudayaan teori evolusi dapat
dibedakan menjadi dua macam. Pandangan pertama menganggap bahwa pandangan-pandangan
yang diajukan teori evolusi melalui taylor memiliki beragam kelemahan yang harus diperbaiki.
Pandangan ini tidak menolak sepenuhnya apa yang dikemukakan tylor generasi awal teori
evolusi tersebut, tetapi tetap menerima beberapa bagian yang mereka anggap dapat diterima dan
mengganti beberapa hal yang mereka anggap keliru serta menggantinya dengan model lain.
Sedangkan kelompok kedua adalah menolak sepenuhnya segala pandangan yang diajukan oleh
teori evolusi dalam melihat kebudayaan manusia. Kelompok kedua ini di kemudian hari dikenal
dengan difusi kebudayaan sebagai jawaban atas beragam ketidaksetujuan mereka terhadap
pandangan-pandangan kebudayaan evolusi.
Setelah melakukan beragam penelaahan terhadap pandangan kebudayaan Tylor dalam
memandang kebudayaan manusia, generasi selanjutnya teori evolusi memunculkan dua teori
evolusi baru. Pertama, teori evolusi kebudayaan universal yang dikemukakan oleh Leslie White
dan teori evolusi kebudayaan multilinier yang diajukan oleh Julian Steward.
2.3.4 JJ Bachofen
Pada akhir abad ke-19 mulai timbul kecaman-kecaman terhadap cara berfikir dan cara
bekerja para sarjana penganut evolusi kebudayaan. Kecaman mulai menyerang detail dan unsure-
unsur tertentu dalam berbagai karangan dari para penganut teori-teori tersebut, kemudian
meningkat menjadi serangan-serangan terhadap konsepsi dasar dari teori-teori tentang evolusi
kebudayaan manusia.
Pengumpulan bahan keterangan baru, terutama sebagai hasil penggalian-penggalian
serta bertambah banyaknya aktivitas-aktivitas penelitian para ahli antropologi sendiri. Dengan
demikian mulai tampak bahwa tingkat-tingkat evolusi para penganut teori-teori evolusi dari para
penganut teori-teori evolusi kebudayaan itu hanya merupakan konstruksi-konstruksi pikiran saja,
yang tidak sesuai dengan kenyataan dan yang lama-kelamaan tidak dapat di pertahnkan lagi.
Pada permulaan abad ke-20 hampir tidak ada lagi karya antropologi berdasarkan
konsep evolusi. Hanya kira-kira sekitar 1930 tampak adanya penelitian-penelitian antroplogi
berdasarkan konsep-konsep itu di Uni Soviet. Dalam tahun 1940-an muncul beberapa ahli
antropologi Inggris dan Amerika yang menghidupakan lagi konsep-konsep mengenai teori
evolusi kebudayaan., tetapi yang sama bagi semua bangsa di dunia.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Evolusi sebelum abad ke-19 sangat erat sekali dengan para tokoh antropolog.
Hingga bermuncullah tokoh-tokoh antropolog yang mengeluarkan konsep-konsep mengenai
evolusi itu sendiri. Misalnya saja seperti H. Spencer dengan teori evolusi universalnya dan teori
hukum, J.J. Bachofen dengan teori evolusi keluarga, serta tokoh-tokoh antropologi lainnya.
Hingga menghilangnya pemakaian teori evolusi dalam kurun abad ke 19 dan dimunculkan lagi
abad ke 20 oleh ahli antropolog Uni Soviet, Inggris dan Amerika.

3.2 Saran
Setiap teori mempunyai kelemahan dan kekuatan tersendiri. Teori ini berlaku dan berkembang
pada jamannya masing-masing dan akan di sempurnakan di kemudian hari. Jadi bukan
merupakan sesuatu yang luar biasa jika suatu teori masih perlu dipertanyakan lagi kesesuainnya.

Sumber

Koentjaraningrat.1980.Sejarah Teori Antropologi.Jakarta:UniversitasIndonesia.


Supardan,Dadang.2007.Pengantar Ilmu Sosial.Bandung:Bumi Aksara
budayaan

BABI
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Koentjaraningrat budaya merupakan kompleksitas yang terdiri dari ide, tindakan
dan hasil tindakan manusia yang dilakukan secara terus menerus juga diwariskan kepada
generasi selanjutnya melalui proses belajar. Menurut Koentjaraningrat budaya diwariskan
melalui proses belajar bukan dari aspek genetik, dalam proses belajar tersebut suatu budaya yang
diturunkan kepada generasi selanjutnya pasti mengalami perubahan. Perubahan ini sebagai
bentuk adaptasi manusia terhadap lingkungannya. Jika perubahan ini berlangsung secara alami
maka akan bersifat lambat, inilah yang disebut sebagai evolusi budaya. Beberapa ahli seperti
Spencer dan A. Comte telah meneliti tentang evolusi budaya.

Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai teori evolusi budaya yang
dikemukakan oleh para antropolog inggris yakni H Spencer, JJ Bachofen, LH Morgan, E.B
Tylor, J.G. Frazer. Bukan hanya pendukung dari teori evolusi budaya, kami juga akan membahas
penyebab dari hilangnya teori ini pada abad ke-19.

B. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan dalam kajian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana proses teori evolusi kebudayaan secara universal ?


2. Bagaimana konsep evolusi sosial universal H.Spencer ?
3. Bagaimana proses teori evolusi keluarga J.J Bachofen ?
4. Bagaimana proses teori evolusi kebudayaan di Indonesia ?
5. Bagaimana proses teori evolusi kebudayaan H.Morgan ?
6. Bagaimana proses teori evolusi Religi E.B. Tylor ?
7. Bagaimana proses teori J.G. Frazer mengenai ilmu gaib dan religi ?
8. Bagaimana proses menghilangnya teori teori evolusi kebudayaan ?
C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk menambah wawasan atau pengetahuan,
khususnya untuk mahasiswa Pendidikan IPS ( Geografi 5 C ) mengenai teori evolusi kebudayaan
diantaranya yaitu :

1. Mengetahui proses teori evolusi kebudayaan secara universal.


2. Mengetahui konsep evolusi sosial universal H.Spencer.
3. Mengetahui teori evolusi keluarga J.J Bachofen.
4. Mengetahui teori evolusi kebudayaan di Indonesia.
5. Mengetahui teori evolusi kebudayaan H.Morgan.
6. Mengetahui teori evolusi Religi E.B. Tylor.
7. Mengetahui teori J.G. Frazer mengenai ilmu gaib dan religi.
8. Mengetahui proses menghilangnya teori teori evolusi kebudayaan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Evolusi Kebudayaan

Definisi Evolusi Kebudayaan


Evolusi kebudayaan bisa didefinisikan sebagai suatu perubahan atau perkembangan
kebudayaan, seperti perubahan dari bentuk sederhana menjadi kompleks (Syaifudin, 2005 : 99 ).
Perubahan itu biasanya bersifat lambat laun, paradigma yang berkaitan dengan konsep evolusi
tersebut adalah evolusionalisme yang berarti cara pandang yang menekankan perubahan lambat
laun menjadi lebih baik atau lebih maju dan dari sederhana ke kompleks.

Teori evolusi menggambarkan bahwa perubahan kebudayaan terjadi secara perlahan-


lahan dan bertahap. Setiap masyarakat mengalami proses evolusi yang berbeda beda. Oleh
karena itu, masing masing masyarakat menunjukkan kebudayaan yang berbeda beda. Salah
satu masyarakat dikenal telah maju, sedangkan masyarakat yang lain masih dianggap atau
tergolong sebagai masyarakat yang belum maju.

1. Teori Evolusi Kebudayaan Secara Universal

Bahan etnografi dan etnografika yang tersebut dalam Bab I menimbulkan satu kesadaran
diantara para cendekiawan dan para ahli filsafat di Eopa Barat mengenai besarnya
keanekaragaman dari ciri ciri ras, bahasa, dan kebudayaan umat manusia di dunia. Disamping
itu kerangka cara berpikir evolusionisme universal tidak hanya diterapkan dalam ilmu biologi
saja, tetapi juga telah menyebabkan timbulnya konsepsi tentang proses evolusi sosial secara
universal. Konsep itu terutama dalam bagian kedua abad ke-19 sangat mempengaruhi cara
berfikir para cendekiawan, para ahli hukum, para ahli sejarah kebudayaan, para ahli folklor, dan
para ahli filsafat mngenai beberapa soal, misalnya soal asal mula dan evolusi kelompok
keluarga, asal mula dan evolusi konsep hak milik, asal mula dan evolusi negara, asal mula
dan evolusi religi dan sebagainya.

Menurut konsepsi tentang proses evolusi sosial universal, semua hal tersebut harus
dipandang dalam rangka masyarakat manusia yang telah berkembang dengan lambat(berevolusi),
dari tingkat tingkat yang rendah dan sederhana, ke tingkat tingkat yang makin lama makin
tinggi dan kompleks. Proses evolusi seperti itu akan dialami oleh semua masyarakat manusia
dimuka bumi, walaupun dengan kecepatan yang berbeda beda. Itulah sebabnya pada masakini
masih ada juga kelompok kelompok manusia yang hidup dalam masyarakat yang bentuknya
belum banyak berubah dari sejak zaman mahluk manusia baru timbul dimuka bumi, artinya
mereka baru berada pada tingkat tingkat permulaan dari proses evolusi sosial mereka.

2. Konsep Evolusi Sosial Universal H.Spencer


Ahli filsafat Inggeris H. Spencer ( 1820 1903 ) dianggap sebagai salah seorang
pendekar ilmu antropologi, semua karya Spencer berdasarkan konsepsi bahwa seluruh alam itu
baik yang berwujud nonorganis, organis, maupun superorganis, 1[1] berevolusi karena di dorong
oleh kekuatan mutlak yang disebutnya evolusi universal ( Spencer 1876 : 1, 434 ). Spencer
melihat perkembangan masyarakat dan kebudayaan dari tiap bangsa di dunia itu telah atau akan
melalui tingkat tingkat evolusi yang sama, namun ia tak mengabaikan fakta bahwa secara
khusus tiap bagian masyarakat atau sub sub kebudayaan bisa mengalami proses evolusi yang
melalui tingkat yang berbeda beda.

Suatu contoh misalnya teori Spencer mengenai asal mula religi. Pangkal pendirian
mengenai hal itu adalah bahwa pada semua bangsa di dunia religi itu mulai karena manusia sadar
dan takut akan maut, serupa dengan pendirian ahli sejarah kebudayaan E.B. Tylor. 2[2] Ia juga
berpendirian bahwa bentuk religi yang tertua adalah penyembahan kepada roh roh yang
merupakan personifikasi dari jiwa orang orang yang telah meninggal, teutama nenek
moyangnya. Bentuk religi yang tertua ini pada semua bangsa di dunia akan berevolusi ke bentuk
religi yang menurut Spencer merupakan tingkat evolusi yang lebih kompleks dan berdiferensiasi,
yaitu penyembahan kepada dewa dewa. Namun, walaupun religi dari semua bangsa di dunia
pada garis besar evolusi universal akan berkembang dari tingkat penyembahan roh nenek
moyang ke tingkat penyembahan dewa dewa, secara khusus tiap bangsa dapat mengalami
proses evolusi yang berbeda beda.

Contoh lain mengenai anggapan Spencer tentang perbedaan antara proses evolusi
universal yang seragam dan proses evolusi khusus yang berbeda beda, tampak dalam teorinya
tentang evolusi hukum dalam masyarakat. Dalam hubungan itu Spencer berpendirian bahwa
hukum dalam masyarakat manusia pada mulanya adalah hukum keramat, karena merupakan
aturan aturan hidup dan bergaul, yang berasal dari para nenek moyang. Dengan demikian
kekuatan dari hukum dalam masyarakat pada zaman permulaan itu terdiri dari kelompok
kelompok keluarga luas yang terdiri paling banyak 10 20 individu, berlandaskan pada

2
ketakutan warga masyarakat akan kemarahan roh roh nenek moyang apabila aturan aturan
tadi dilanggar.

Kalau masyarakat manusia menjadi lebih kompleks, maka hukum keramat yang bersifat
statis tadi berkurang kekuatannya, karena tidak cocok lagi dengan keadaan, maka tumbuhlah
hukum yang sekuler, yang mula mula masih bedasarkan azas butuh membutuhkan secara
timbal balik antara warga masyarakat, makin diperlukan juga suatu kekuasaan otoriter untuk
menjaga agar aturan aturan sekuler itu ditaati warga masyarakat.

Pada tingkat evolusi sosial selanjutnya timbul masyarakat industri, dimana manusia lebih
bersifat individualis dan dimana kekuasaan raja dan keyakinan terhadap raja keramat berkurang.
Maka timbul lagi suatu sistem hukum yang baru, yang kembali berdasarkan azas saling butuh
membutuhkan antara warga masyarakat secara timbal balik, prosedur terjadinya undang
undang adalah dengan perundingan antara wakil wakil warga masyarakat dalam badan badan
legislatif.

3. Teori Evolusi Keluarga J.J BACHOFEN

Menurut Bachofen, diseluruh dunia keluarga manusia berkembang melalui empat tingkat
evolusi.

a. Dalam zaman yang telah jauh lampau dalam masyarakat manusia ada keadaan Promiskuitas,
dimana manusia hidup serupa sekawan binatang berkelompok, dan laki laki serta wanita
berhubungan dengan bebas dan melahirkan keturunannya tanpa ikatan. Kelompok keluarga inti
sebagai inti masyarakat belum ada pada waktu itu. Keadaan ini dianggap merupakan tingkat
pertama dalam proses perkembangan masyarakat manusia.
b. Lambat laun manusia sadar akan hubungan antara si ibu dengan anak anaknya sebagai suatu
kelompok inti dalam masyarakat, karena anak anak hanya mengenal ibunya, tetapi tidak
mengenal ayahnya. Dalam kelompok kelompok keluarga inti serupa itu, ibulah yang menjadi
kepala keluarga. Perkawinan antara ibu dan anak laki laki dihindari, dengan demikian timbul
adat exogami. Kelompok kelompok keluarga ibu tadi itu menjadi luas karena garis keturunan
untuk selanjutnya diperhitungkan melalui garis ibu, maka timbulah suatu keadaan masyarakat
yang oleh oleh para sarjana waktu itu disebut matriarchate, ini adalah tingkat kedua dalam proses
perkembangan masyarakat manusia.
c. Tingkat kemudian terjadi karena para pria tak puas dengan keadaan ini, lalu mengambil calon
calon isteri mereka dari kelompok kelompok lain dan mebawa gadis gadis itu ke kelompok
mereka sendiri. Dengan demikian keturunan yang dilahirkan juga tetap tinggal dalam kelompok
pria. Kejadian ini menyebabkan timbulnya secara lambat laun kelompok kelompok keluarga
dengan ayah sebagai kepala dan dengan meluasnya kelompok kelompok serupa itu timbulah
keadaan patriarchate. Ini adalah tingkat ketiga dalam proses perkembangan masyarakat manusia.
d. Tingkat terakhir terjadi waktu perkawinan diluar kelompok, yaitu exogami, berubah menjadi
endogami karena berbagai sebab. Endogami atau perkawinan di dalam batas batas kelompok
menyebabkan bahwa anak anak sekarang senantiasa berhubungan langsung dengan anggota
keluarga ayah maupun ibu. Dengan demikian patriarchate lambat laun hilang, dan berubah
menjadi suatu susunan kekerabatan yang oleh Bachofen disebut susunan parental.

4. Teori Evolusi kebudayaan di Indonesia

Teori evolsi kebudayaan, terutama teori evolusi keluarga dari J.J. Bachofen, juga
diterapkan terhadap aneka aneka warga kebudayaan Indonesia oleh ahli antropologi Belanda
G.A. Wilken (1847-1891). Ia memulai kariernya pada tahun 1869 sebagai pegawai Pangreh Praja
(Pamong Praja) Belanda di Buru (Maluku), Gorontalo dan Ratahan (Sulawesi Utara), Sipirok dan
Mandailing (Sumatra Utara), Karangan-karangannya yang pertama sudah terbit sewaktu ia
menjabat sebagai pegawai Pangreh Praja, yaitu mengenai sewa tanah dan mengenai adat
pemberian nama di Minahasa (Wilken 1873; 1875), karangan etnografi singkat dari pulau Buru
(1875-a), tetapi juga karangan karangan teori tentang evolusi perkawinan dan berkeluarga
berjudul over de primitieve Vormen van het Huwelijk en de oorsprong van her Gezin (1880-
1881).3[3] Dalam karangan yang terakhir ini ia menerangkan tingkat tingkat evolusi Bachofen
mengenai promiskuitas, mutriarkhat, patriarkhat, dan keluarga parental terurai di atas, dengan
banyak bahan contoh yang diambilnya terutama dari Indonesia.4[4]

Dengan demikian ia merumuskan teori teori tentang sejumlah gejala kebudayaan dan
kemasyarakatannya, misalnya tentang teknonimi ( Wilken 1875 ), tentang hakekat maskawin,
yang menurut Wilken pada mulanya hanya merupakan alat untuk mengadakan perdamaian antara

4
pengantin pria dan keluarga pengantin wanita setelah berlangsung kawin lari, suatu kejadian
yang sering terdapat dalam masa peralihan antara tingkat matriarkhat ketingkat patriarkhat
( 1880:662,655-659,662-664 ) dan tentang sejumlah masalah serta gejala sosial dan kebudayaan
lain.

5. Teori Evolusi Kebudayaan L.H.Morgan

Lewis H. Mogan (1818-1881) mula mula adalah seorang ahli hukum yang lama tinggal
di suku Indian Iroquois di daerarah Ulu Sungai St. Lawrence dan di sebelah selatan danau
danau besar Ontario dan Erie ( negara bagian New York ) sebagai pengacara bagi orang orang
Indian dalam soal soal mengeni tanah. Dengan demikian ia mendapat pengetahuan tentang
kebudayan orang orang Indian. Karangan etnografinya yang pertama terbit dalam tuhun 1851,
berjudul League of the Ho-de-no-Sau-nie or Iroquois. Karangan-karangan nya tentang orang
Iroquois terutama terpusat kepada soal soal susunan kemasyarakatan dan sistem kekerabatan,
dalam hal ini Mogan telah memberikan sumbangan yang besar kepada ilmu antropologi pada
umumnya.

Dalam memperhatikan sistem kekerabatan itu Morgan mendapatkan suatu cara untuk
mengupas sistem kekerabatan dari semua suku bangsa di dunia yang jumlahnya beribu ribu
itu, yang masing masing sangat berbeda bentuknya. Cara itu didasarkan pada gejala kesejajaran
yang seringkali ada diantara sistem istilah kekerabatan ( system of kinship terminilogy ) dan
kekerabatan (kiship system).

Menurut Morgan, masyarakat dari semua bangsa di dunia sudah atau masih akan menyelesaikan
proses evolusi melalui delapan tingkat evolusi sebagai berikut :

a. Zaman Liar Tua,5[5] yaitu zaman sejak adanya manusia sampai ia menemukan api, dalam zaman
ini manusia hidup dari meramu, mencari akar akar dan tumbuhan tumbuhan liar.
b. Zaman Liar Madya, yaitu zaman sejak manusia menemukan api, sampai ia menemukan senjata
busur panah, dalam zaman ini manusia mulai merubah mata pencaharian hidupnya dari
meramu menjadi pencari ikan disungai sungai atau menjadi pemburu.
c. Zaman Liar Muda, yaitu zaman sejak manusia menemukan senjata busur panah, sampai ia
mendapatkan kepandaian membuat barang barang tembikar , dalam zaman ini mata
pencaharian hidupnya masih berburu.

5
d. Zaman Barbar Tua6[6], yaitu zaman sejak manusia menemukan kepandaian membuat tembikar
sampai ia mulai berternak atau bercocok tanan.
e. Zaman Barbar Madya, yaitu zaman sejak manusia berternak atau bercocok tanam sampai ia
pandai membuat benda benda dari logam.
f. Zaman Barbar Muda, yaitu zaman sejak menemukan kepandaian membuat benda-benda dari
logam, sampai ia mengenal tulisan.
g. Zaman peradaban purba7[7].
h. Zaman Peradaban Masakini.

Teori Morgan mengenai evolusi kebudayaan mendapat acaman yang sangat tajam dari
para ahli Antropologi di Inggeris dan Amerika Serikat pada awal abd ke-20 ini, dan walaupun
demikian Ia seorang warga Amerika yang mempunyai ilmu pengetahuan yang luas mengenai
kehidupan masyarakat dan kebudayaan Indian penduduk pribumi Amerika, ia toh tidak dianggap
sebagai pendekar ilmu Antropologi Amerika. Teori Morgan menjadi terkenal dikalangan
cendikiawan komunis berkat F. Engels, yang sebagai pengarang yang bergaya lancar, telah
befungsi membuat populer gagasan gagasan Marx yang sering terlalu ilmiah sifatnya itu.

6. Teori Evolusi Religi E.B.Tylor

Edward B. Tylor (1832-2927) adalah orang Inggeris yang mula mula mendapatkan
pendidikan dalam kesusateraan dan perdaban Yunani dan Rum Klasik dan baru kemudian tertarik
dengan ilmu arkeologi. Sebagai orang yang dianggap memiliki kemahiran ilmu arkeologi, dalam
tahun 1856 ia turut dengan suatu exspedisi Inggeris untuk menggali benda-benda arkeologi di
mexiko. Dalam bukunya Primitive culture: Research into the Development of Mythology,
Philosophy, Religion, Language, Art and Custom, asal mula religi adalah kesadaran manusia
akan adanya jiwa. Kesadaran akan faham jiwa itu disebabkan karena dua hal, yaitu:

a. Perbedaan yang tampak pada manusia antara hal hal yang hidup dan hal hal yang mati. Satu
organisma pada satu saat bergerak gerak, artinya hidup, tetapi tak lama kemudian organisma itu
juga tak bergerak lagi, artinya mati. Maka manusia mulai sadar akan adanya suatu kekuatan yang
menyebabkan gerak itu, yaitu jiwa.

7
b. Peristiwa mimpi. Dalam mimpinya manusia melihat dirinya ditempat tempat lain ( bukan
ditempat dimana ia sedang tidur ), maka manusia itu mulai membedakan antara tubuh
jasmaninya yang ada ditempat tidur, dan suatu bagian lain dari dirinya yang pergi ketempat -
tempat lain. Bagian lain itulah yang disebut jiwa.

Sifat abstrak dari jiwa itu menimbulkan keyakinan pada manusia bahwa jiwa dapat hidup
langsung, lepas dari tubuh jasmaninya. Pada waktu hidup, jiwa itu masih tersangkut kepada
tubuh jasmani dan hanya dapat meninggalkan tubuh pada waktu manusia itu tidur atau pingsan.
Karena pada saat serupa itu kekuatan hidup pergi melayang, maka tubuh berada dalam keadaan
lemah.

Pada tingkat tertua dalam evolusi religinya, manusia percaya bahwa mahluk- mahluk
halus itulah yang menempati alam sekeliling tempat tinggalnya. Mahluk - mahluk halus yang
tinggal dekat tempat tinggal manusia itu, yang bertubuh halus sehingga tidak dapat tertangkap
oleh panca indra manusia, mendapat tempat yang sangat penting dalam kehidupan manusia,
sehingga menjadi obyek penghormatan dengan penyembahannya, yang disertai berbagai upacara
berupa doa penyembahannya, yang disertai berbagai upacara doa, sajian, atau korban. Religi ini
disebut animisme.

Tylor melanjutkan teorinya tentang asal mula religi dengan suatu uraian tentang evolusi
religi, yang berdasarkan cara berpikir evolusionisme. Animisme pada dasarnya merupakan
keyakinan kepada roh roh yang mendiami alam semesta sekeliling tempat tinggal manusia,
merupakan bentuk religi yang tertua. Pada tingkat kedua dalam evolusi religi, manusia yakin
bahwa gerak alam yang hidup itu juga disebabkan adanya dibelakang peristiwa peristiwa dan
gejala alam itu. Sungai sungai yang mengalir dan terjun kelaut, gunung gunung yang
meletus, gempa bumi, angin taufan, gerak matahari, tumbuhnya tumbuh tumbuhan, disebabkan
oleh mahluk halus yang menemepati alam.

Jiwa alam itu kemudian dipersonifikasikan dan dianggap sebagai mahluk yang memiliki
suatu kepribadian dengan kemauan dan pikiran, yang disebut dewa-dewa alam. Pada tingkat
ketiga dalam evolusi religi, bersama dengan timbulnya susunan kenegaraaan dalam masyarakat
manusia. Timbul pula keyakinan bahwa dewa dewa alam itu juga hidup dalam suatu susunan
kenegaraan, serupa dalam dunia makhluk manusia. Maka terdapat pula suatu susunan pangkat
dewa dewa, mulai dari raja sebagai dewa tertinggi, sampai dewa dewa yang terendah
pangkatnya. Susunan itu lambat laun menimbulkan kesadaran bahwa semua dewa itu pada
hakekatnya hanya merupakan penjelmaan dari satu dewa saja, yaitu dewa yang tertinggi. Akibat
dari keyakinan itu adalah berkembangnya keyakinan kepada satu tuhan dan timbulnya religi
religi yang bersifat monotheisme sebagai tingkat yang terakhir dalam evolusi religi manusia.

7. Teori J.G. Frazer mengenai Ilmu Gaib dan Religi

J.G. Frazer ( 1854 1941 ) adalah ahli Foklor Inggeris yang juga sangat banyak
mempergunakan bahan ertongrafi dalam karya karyanya, yang dapat dianggap juga sebagai
salah seorang tokoh pendekar ilmu antropologi. Ia juga dapat dimasukkan kedalam golongan
para ahli penganut teori evolusi kebudayaan, karena karyanya mengenai asal mula dan
perkembangan jiwa ilmu gaib dan religi yang juga dibayangkan olehnya sebagai suatu proses
yang melalui tingkat tingkat evolusi yang seragam bagi semua bangsa di dunia.

Teori Frazer mengenai asal mula ilmu gaib dan religi itu dapat diringkas sebagai berikut
: manusia memecahkan soal soal hidupnya dengan akal dan sistem pengetahuannya, tetapi akal
dan sistem pengetahuan itu ada batasnya. Makin terbelakang kebudayaan manusia, makin sempit
lingkaran batas akalnya. Soal soal hidup yang tak bisa dipecahkan dengan akal dipecahkan
dengan magic, ilmu gaib. Menurut Frazer, magic adalah semua tindakan manusia ( Abtensi 8[8]
dari tindakan ) untuk mencapai suatu maksud melalui kekuatan kekuatan yang ada di dalam
alam, serta seluruh kompleks anggapan yang ada dibelakangnya.

Menurut Frazer, memang ada suatu perbedaan besar antara ilmu gaib dan religi. Ilmu
gaib adalah segala sistem tingkahlaku dan sikap manusia untuk mencapai suatu maksud dengan
menguasai dan mempergunakan kekuatan kekuatan dan kaidah kaidah gaib yang ada didalam
alam. Sebaliknya, religi adalah segala sistem tingkahlaku manusia untuk mencapai suatu maksud
dengan cara menyandarkan diri kepada kemauan dan kekuasaan makhluk makhluk halus
seperti roh roh, dewasa dewasa dan sebagainya yang menempati alam.

8. Menghilangnya Teori Teori Evolusi Kebudayaan

Pada akhir abad ke-19 mulai timbul kecaman kecaman terhadap cara berpikir dan cara
bekerja para sarjana penganut evolusi kebudayaan. Kecaman mulai menyerang detail dan undur
8
unsur tertentu dalam berbagai karangan dari para penganut teori teori tersebut, kemudian
meningkat menjadi serangan serangan terhadap konsepsi dasar dari teori teori tentang evolusi
kebudayaan manusia. Pengumpulan bahan keterangan baru, terutama sebagai hasil penggalian
penggalian prehistori, bertambah banyak berkat aktivitas aktivitas penelitian para ahli
antropologi sendiri.

Dengan demikian, mulai tampak bahwa tingkat tingkat evolusi dari penganut teori
teori evolusi kebudayaan itu hanya merupakan konstruksi konstruksi pikiran saja, yang tidak
sesuai dengan kenyataan dan yang lama kelamaan tak dapat dipertahankan lagi. Pada permulaan
abad ke-20 hampir tidak ada lagi karya antropologi yang berdasarkan konsep evolusi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Evolusi sebelum abad ke-19 sangat erat sekali dengan para tokoh antropolog.Hingga
bermuncullah tokoh tokoh antropolog yang mengeluarkan konsep-konsep mengenai evolusi
itu sendiri.Misalnya saja seperti H. Spencer dengan teori evolusi universalnya dan teori hukum,
J.J. Bachofen dengan teori evolusi keluarga, serta tokoh-tokoh antropologi lainnya. Hingga
menghilangnya pemakaian teori evolusi dalam kurun abad ke 19 dan dimunculkan lagi abad ke
20 oleh ahli antropolog Uni Soviet, Inggris dan Amerika.
DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat.1980. Sejarah Teori Antropologi, Jakarta : Universitas Indonesia.

Supardan, Dadan. 2009. Pengantar Ilmu Sosial, Jakarta : PT Bumi Aksara.

http://sejarahugm2013.blogspot.com/2013/10/sejarah-teori-antropologi

Anda mungkin juga menyukai