PENDAHULUAN
Pembahasan berikut akan dibahas secara rinci beberapa tokoh yang berjasa
dalam ilmu sosialogi politik tentang peletakkan fondasi sosiologi politik.
B. Rumusan Masalah
a. Pengenalan tokoh-tokoh peletak fondasi sosiologi politik?
b. Bentuk pemikiran yang ditemukan oleh setiap tokoh peletak fondasi
sosiologi politik?
C. Tujuan Masalah
a. Mengenali tokoh-tokoh peletak fondasi di dalam sosiologi politik.
b. Mengetahui bentuk pemikiran dari setiap tokoh peletak fondasi sosiologi
politik.
c. Memenuhi tugas mata kuliah sosiologi politik.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Meskipun pada mulanya teori ini diperuntukkan untuk Eropa Barat dan
Tengah sebagai kritik terhadap Demokrasi dan Sodialisme, tapi oleh sejumlah
ilmuwan Amerika ia diserap dengan baik untuk menjelaskan proses-proses
politik yang ada dinegara mereka dan negara-negara demokratis lainnya.
Konsep dasar teori yang lahir di Eropa ini mengemukakan bahwa didalam
kelompok penguasa ( the ruling class) selain ada elit yang berkuasa ( the
ruling elite) juga ada elit tandingan, yang mampu meraih kekuasaan melalui
massa jika elit yang berkuasa kehilangan kemampuannya untuk memerintah.
Dalam hal ini, massa memegang sejenis kontrol jarak jauh atas elit yang
berkuasa, tetapi karena mereka tak begitu acuh dengan permainan kekuasaan ,
maka tak bisa diharapkan mereka akan menggunakan pengaruhnya. 1 Kendati
penganut teori group mengemukakan bahwa elit tidak perlu merupakan suatu
kelompok yang padu tetapi dapat berisikan sejumlah kelompok sosial, tapi
seorang harus menerima kenyataan bahwa setiap masyarakat mempunyai
sejumlah besar kelompok yang senang menggeluti kekuasaan dan menguasai
1
Untuk suatu kritik tentang basis teoritis studi elit lihat Robert Dahl, Who governs?, Yale
University Press, 1961 hal 198
2
kelompok yang lain. Merekalah yang terlibat didalam proses pengimbangan
atau pengendalian terhadap yang lain, sehingga berbagai kepentingan dari
berbagai pengikut kelompok bisa terpelihara. Dengan demikian, politik sudah
bisa dipahami walau hanya dalam konteks interaksi berbagai kelompok.
Karena itu teori (politik) kelompok bisa menjelaskan secara baik fungsi-fungsi
negara dan masyarakat.2
3
berlomba, yang terorganisasikan dalam kelompok. Jika kekuasaan terbukti
sebagai prinsip yang kurang memadai untuk memahami politik, maka teori elit
, seperti halnya treori kelompok, akan runtuh bersama teori kekuasaan.
Sekalipun ia gagal dalam menjelaskan fenomena politik secara memuaskan,
tapi teori-teori tersebut sesungguhnya bia dimanfaatkan untuk mengusahakan
pengkategorian secara deskriptif.
Mulanya “teori elit politik”, lahir dari diskusi seru oleh ilmuwan sosial
amerika tahun 1950-an, antara Schumpeter (ekonom), Laswell ( ilmuwan politik)
dan sosiolog C.Wright Mills, yang melacak tulisan –tulisan dari para pemikir
Eropa masa awal munculnya Fasisme, khusunya Vilfredo Pareto dan Gaetano
Mosca (italia), Roberto Michels (seorang Jerman keturunan Swiss) Dan Jose
Ortega Y. Gasset (Spanyol).3 Pareto ( 1848-1923) percaya bahwa setiap
masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil orang yang mempunyai kualitas-
kualitas yang diperlukan bagi kehadiran mereka pada kekuasaan sosial dan politik
yang penuh, mereka yang bisa menjangkau pusat kekuasaan adalah selalu
merupakan yang terbaik. Merekalah yang dikenalsebagai elit. Elit merupakan
orang-orang yang berhasil, yang mampu menduduki jabatan tinggi dan dalam
lapisan masyarakat. Mereka terdiri dari para pengacara, mekanik, bajingan atau
para gundik. Pareto juga percaya bahwa elit yang ada pada pekerjaan dan lapisan
masyarakat yang berbeda umumnya itu datang dari kelas yang sama ; yaitu orang-
orang yang kaya dan juga pandai, yang mempunyai kelebihan dalam matematika,
bidang musik, karakter moral dan sebagainya. Karena itu menurut pareto,
masyarakat terdiri dari dua kelas : (1) lapisan atas, yaitu elit, yang terbagi ke
dalam elit yang memerintah (Governing elite) dan elit yang tidak memerintah
( non-Governing Elite), (2) Lapisan yang lebih rendah, yaitu non-elit. Pareto
sendiri lebih memusatkan perhatiannya pada elit yang memerintah, yang menurut
dia, berkuasa karena bisa menggabungkan kekuasaan dan kelicikan, yang
dilihatnya sebagai hal yang sangat penting.
3
Eugene J. Meehan, Contemporary Political Thought, A Crtical Study, Homewood, Illinois, The
Dorsey Press, Inc, 1967, halaman 101-104
4
C. AWAL MUNCULNYA TEORI ( ELIT POLITIK)
4
Roy C. Macridis dan Bernard E.Brown, Comparative Politics: Notes and Readings, edisi revisi,
Illinois, The Dorsey Press, Inc., 1964, halaman 139
5
sementar dia menyusun suatu daftar 6 “residu” dia mengikatkan kepentingan
utamanya pada residu “kombinasi” dan residu “ keuletan bersam” dngan bantuan
elit yang memrintah yang berusaha melestarikan kekuasaanya.
6
telah dipakai sejak zaman Aristoteles,dia menegaskan bahwa hanya ada satu
bentuk Pemerintahan , yaitu Oligarki. Dalam semua masyarakat , dari yang paling
giat menegembangkan diri serta telah mencapai fajar peradaban, hingga pada
masyarakt yang paling maju dan kuat- selalu muncul dua kelas dalam masyarakat
– yaitu ,kelas yang memerintah dan kelas yang diperintah.kelas yang
pertama,yang biasanya jumlah lebih sedikit, memegang fungsi politik, monopoli
kekuasaan dan menikmati keuntungan-keuntungan yang didapatnya dari
kekuasaan. Sementara kelas yang kedua yang jumlahnya lebih besar, diatur dan
dikontrol ole yang pertama, dalam masalah yang saat ini kurang lebih legal,
terwakili dan keras serta mensuplai kebutuhan yang kelas pertama , paling tidak
saat kemunculannya, dengan instrumen-instrumen yang penting bagi vitalitas
organisme politik. “ semakin besar suatu masyarakat politik” tambanya, “ semakin
kecil proporsi yang memerintah untuk diatur oleh, dan makin sulit bagi kelompok
mayoritas untuk mengorganisir reaksi mereka terhadap kelompok minoritas
tersebut “.
Seperti halnya Pareto, Mosca juga percaya dengan teori pergantian elit .
karakteristik yang membedakan elit adalah “ kecakapan untuk memimpin dan
menjalankan kontrol politik “ , sekali kelas yang memerintah tersebut kehilangan
kecakapannya dan orang-orang yang diluar kelas tersebut menunjukkan
kecakapan yang lebih baik, maka terdapat segala kemungkinan bahwa kelas yang
berkuasa akan dijatuhkan dan digantikan oleh kelas penguasa yang baru. Mosca
percaya pada sejenis hukum yang mengatakan bahwa dalam elit yang berkuasa,
tidak lagi mampu memberikan layanan-layanan yang diperlukan oleh massa, atau
layanan yang diberikan dianggap tidak lagi bernilai, atau muncul agama baru, atau
terjadi perubahan pada kekuatan kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat,
maka perubahan adalah sesuatu yang tak dapat dihindari. Mosca tidak sengaja
mengajukan alasan psikologis bagaimana yang dikedepankan oleh Pareto, tetapi
juga alasan-alasan sosiologis. Dia menunjukkan kaitan perubahan di dalam
lingkungan masyarakat dengan sifat-sifat individu. Rumusan kepentingan dan
cita-cita baru yang menimbulkan persoalan barumisalnya akan semakin cepat
pergantian elit. Mosca tidaklah setajam pareto dalam membahas masalah
Idealisme dan humanisme dalam pandangan terhadap masalah penggunaan
7
kekuatan boleh dikatakan sedrhana. Dia lebih menyukai suatu masyarakat yang
dinamis dan berubah melalui persuasi. Dia juga menyarankan agar elit yang
memerintah ecara bertahap mengadakan perubahan dalam sistem politik agar
sistem tersebut dapat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang
dikehendaki masyarakat.5
5
Vilfredo Pareto, op.cit., Vol. III, halaman 43
8
dikemukakan dalam bentuk yang sebaliknya dengan maksud memberikan
kepuasan moral dan hukum yang terkemas didalamnya. Menurut Mosca, suatu
masyarakat tentu membutuhkan dan mendambakan suatu perasaan yang dalam
akan pemenuhan tuntutan manusiawinya bahwa orang harus diperintah atas dasar
beberapa prinsip moral dan bukan sekedar dengan paksaan fisik. Inilah faktor
yang mendukung pengintegrasian lembaga-lembaga politik, rakyat dan peradaban.
Oleh karenanya Mosca memahaminya sebagai suatu instrumen kohesi moral.
9
tak mampu memerintah diri sendiri. Mereka biasa berada dalam ketidaktetapan
dan menjadi seperti budak dengan adanya paksaan. Pemimpin-pemimpin dengan
mudah mengambil keuntungan dari kualitas-kualitas tersebut untuk melestarikan
posisi kekuasaan mereka. Mereka mempermainkan berbagai sentimen dengan
maksud untuk membodohinya. Sekali seorang pemimpin mencapai puncak
kekuasaan, maka tidak ada sesuatu pun yang dapat menjatuhkannya.” Jika hukum
telah dilangkahi untuk mengawasi dominasi para pemimpin, hukum itulah yang
berangsur-angsur melemah, dan bukannya para pemimpin tersebut.” Revolusi
suatu ketika terjadi dalam sejarah dan para tiran diganti , tetapi tiran-tiran baru
muncul, dan dunia berjalan seperti sedia kala. “ arus sejarah demokrasi mirip
gelombang laut yang saling bergantian. Mereka selalu hancur pada tepian yang
sama.6
10
bergolak ketika aristrokrasi menjadi korup dan tidak efesien, dan dorongan yang
ada dibelakang Revolusi tersebut bukanlah keberatan mereka untuk diperintah
oleh aristrokrasi tetapikeinginan untuk diperintah oleh aristokrasi ynag lebih
berkompeten.” Sekali tak ada minoritas terhadap suatu massa kolektif, dan massa
tahu bagaimana caranya masuk kedalam suatu minoritas, maka tidak akan ada
masyarakat, atau yang mendekati hal itu”. Ketika massa dalam suatu negara
percaya bahwa mereka dapat berjalan tanpa aristrokrasi, maka keruntuhan bangsa
tak terhindarkan. Dalam kebingungannya, massa akan kembali berpaling pada
kepemimpinan yang baru, yang mungkin akan memunculkan aristrokrasibaru
pula, “ sejarah menunjukkan pasang surut yang abadi diantara dua jenis
permulaan periode dimana aristrokrasi dan masyarakat sedang dibentuk, dan
periode-periode dalam aristrokrasi yang sama tersebut merosot dan masyarakat
lebur bersama mereka.”
7
Ibid., halaman 247.
11
Akan tetapi, dibalik pndangan-pandangan yang kuat yang dicerminkannya dalam
masalah-masalah tersebut, barangkali terdapat suatu keinginan untuk
menunjukkan bahwa dia tidak menderita kelemahan dalam idealisme,
humanitarianisme dan demokrasi, dan untuk muncul secara rasional, positivisme
dan ilmiah.
Sependapat apa yang dikatakan oleh Rush dan Althoff (2003:5), bahwa
asal mula suatu disiplin ilmu, Subjek, atau bidang suatu studi sering tidak jelas,
dan cenderung menonjolkan individu tertentu sebagai “bapak pendiri” dari suatu
bentuk ilmu pengetahuan. Hal ini, menurut Rush dan Althoff,merupakan proes
yang sangat berbahaya . oleh sebab itu, untuk menghindari penonjolan tokoh
tertentu, maka akan didiskusikan beberapa tokoh yang berjasa dalam meletakkan
fondasi sosilogi politik, sehingga menjadi rujukan oleh penerus atau sebaliknya
sebagai sanggahan oleh pembaharu dalam pemikiran sosiologi politik pada masa
berikutnya.
12
terdapat berbagai macam kelompok seperti kelompok keagamaan, profesi, (ikatan
profesi), ekonomi (perusahaan), budaya (kelompok kesenian), politik (partai
politik), dan lainnya. Pada setiap kelompok selalu terdapat segelintir orang yang
lebih cakap dan pengaruh daripada yang lainnya. Merekalah yang disebut sebagai
elite, yaitu mereka yang tampil didepan sebagai pihak yang berpengaruh didalam
kelompok. Dibidang pemerintah, elite mampu meraih kekuasaan dan kedudukan
dengan dua cara, yaitu:
1. Kekuasaan atau kekerasan fisik
2. Siasat dan strategi politik
Kaum elite yang merebut kekuasaan melalui kekerasan fisik dikenal
sebagai the lions (singa). Ketika negara dalam situasi genting, bahaya, atau krisis,
peluang the lions merebut kekuasaan lebih besar. Karena dalam situasi seperti ini,
diperlukan elite kuat, biasanya berasal dari angkatan bersenjata dan kelompok
keagamaan, untuk mengalih kekuasaan. Pada saat damai, negara memerlukan
pemimpin yang cerdik cendekia, ahli, mahir dan lihai, biasanya berasal dari
kelompok politisi dan pembisnis, menggunakan siasat dan strategi. Elit seperti ini
dikenal sebagai the foxes. Kata Pareto “The ins become the outs and the out
become the ins.”8
F. Sumbangan Gaetano Mosca
Gaetano Mosca lahir pada 1858 di Palermo, Sicilla Italia. Mosca menjadi
pengajar ilmu hukum konstitusional. Pemikiran sosiologi politiknya dipengaruhi
oleh suatu periode sejarah Italia yang cukup kacau, dimana terjadinya krisis
legislatif dan naiknyaa Fasisme dipentas pemerintahan Italia. Mosca dipandang
sebagai manomaniak, karena menulis tiga versi buku yang sama,yaitu On the
Theory Goverments and Parliamentary Governement: Historical and Social
Studies of 188: Elements of Political Science, dan The Rulling Class.
Teori kelas politik dipandang sebagai sumbangan utama Gaetano Mosca
terhadap sosiologi politik. Dalam pandangan Mosca, setiap organisme politik
mengandung dua kelas politik manusia yang berbeda, yaitu kelas yang
memerintah dan kelas yang diperintah. Kelas yang memerintah terdiri dari
8
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1992)., Hlm.
451
13
minoritas teroraganisasi yang akan memaksa kehendakna melalui “manipulasi
maupun kekerasan”, bahkan dalam negara demokrasi sekalipun.
Teori sirkulasi elite, menurut Mosca, terjadi bila pergeseran dalam
pertimbangan kekuatan politik. Mosca, seperti yang dikutip Bellamy, sirkulasi
elite berintikan pada gagasan bahwa, “ jika sebuah sumber kekayaan baru
terbentuk didalam masyarakat, jika arti penting praktis pengetahuan nya
meningkat, jika agama tua merosot atau lahir yang baru, jika sebuah aliran
gagasan baru meluas, maka secara bersamaan,dislokasi hebat akan terjadi didalam
kelas penguasa. Bahkan dapat dikatakan bahwa seluruh sejarah manusia yang
beradab dapat disimpulkan sebagai konflik anatara kecendrungan unsur-unsur
dominan memonopoli kekuasaan politik serta mengalihkan genggaman
terhadapnya melalui pewarisan, dan kecendrungan... menuju dislokasi kekuatan-
kekuatan lama serta timbulnya kekuatan baru, yang menghasilkan gejolak
endosmosa dan eksosmosa tiada akhir, antara kelas-kelas atas dan bagian-bagian
tertentu dari kelas bawah.”
14
Jadi, Tocqueville mmelihat bahwa pemberian hak pilih kepada pada semua
warga kecuali (majikan dan pelayan, tuan dan buruh) tidak menyebabkan
terjadinya anarki. Sebab terjadinya pembagian kekuasaan secara seimbang antara
legislatif, eksekutif, dan yudikatif, disamping itu, berbeda dengan bagian dunia
lain, di Amerika terdapat partisipasi aktiif wrga negaranya pada dunia politik
lokal, ikut ambil bagian dalam opini publik, dan sebagainya.
Tocqueville melihat demokrasi dan kesataraan berupa pisau bermata dua.
Di satu sisi, karena kesataraan individu dan tidak ada lagi yang berkuasa, seperti
kaum aristokrat dimasa lampau, maka kebutuhan akan kekuasaan negara akan
meningkat. Negara atau pemerintah cenderung menjadi sangat dominan dan
menumbuhkan bentuk tirani baru, yaitu tirani mayoritas. Di sisi lain, kesetaraan
individu dalam konteks masyarakat komersial akan mendorong individu untuk
menemukan kebahagian sesaat dan bersainguntuk mencari keuntungan bagi
dirinya sendiri, sehingga patriotisme, heroisme dan hasrat menegakkan kejayaan
negara memudar. Namun perdamaian, kesejahteraan, serta situasai tenang dan
bahagia pada masyarakat dalam bekerja semakin menguat.
15
sadar maupun tidak sadar terhadap masyarakat superior maupun inperior. Invensi
merupakan pemikiran dan aksi-aksi baru dalam capaian ekspresi, sehingga ia
menjadi sumber akhir semua pengembangan dan kemajuan. Sambutan terhadap
suatu invensi tergantung pada kesepakatan atau ketidaksepakatan terhadap invensi
yang sudah ada sebelumnya. Dalam penyebaran invensi dikalangan masyarakat
luas, peranan elite dapat memainkan peranan penting. Dalam kenyataannya tidak
semua invensi diterima. Oleh karena itu, dimungkinkan terjadi oposisi. Karena
ketika melakukaan imitasi terhadap suatu invensi, dapat saja setiap saat hadir
keraguaan atau pengalaman konflik. Keadaan seperti inilah dikatakan oposisi
yang bisa ditemukan dalam beberapa bentuk, seperti perdebatan, persaingan,
peperangan dan lain sebagainya.9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Beberapa sumbangan yang diberikan oleh tokoh-tokoh tersebut
membuktikan bahwa asal mula suatu disiplin ilmu tidak cenderung menonjolkan
individu tertentu sebagai “Bapak Pendiri”. Dimana masing-masing mempunyai
pemikiran tersendiri dalam meletakkan pondasi sosiologi politik sehingga kita
mendapat suatu rujukan yang jelas.
9
Damsar, Op. Cit, hlm. 40-44
16
DAFTAR PUSTAKA
Michel Rush dan Philip Althoff. 2005. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
S.P Varma. 2001 .Teori Politik Modern. Jakarta: Raja Grafindo Persada
17