Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia menurut Plato merupakan Makhluk politik (Zoon Politicon) yang


selalu berkelompok dan membutuhkan satu sama lain untuk mencapai tujuan
hidupnya. Asal mula atau perkembangan sejarah suatu bidang kajian ilmu atau
cabangnya dan cenderung menonjolkan individu tertentu sebagai bapak pendiri
dari suatu bentuk ilmu pengetahuan. Hal ini, merupakan proses yang sangat
membahayakan. Oleh karena itu, untuk menghindari penonjolan tokoh tertentu,
maka akan didiskusikan beberapa tokoh yang berjasa dalam meletakkan fondasi
sosiologi politik, sehingga menjadi rujukan oleh penerus atau sebaliknya sebagai
sanggahan oleh pembaru dalam pemikiran sosiologi politik pada masa berikutnya.

Pembahasan berikut akan dibahas secara rinci beberapa tokoh yang berjasa
dalam ilmu sosialogi politik tentang peletakkan fondasi sosiologi politik.

B. Rumusan Masalah
a. Pengenalan tokoh-tokoh peletak fondasi sosiologi politik?
b. Bentuk pemikiran yang ditemukan oleh setiap tokoh peletak fondasi
sosiologi politik?
C. Tujuan Masalah
a. Mengenali tokoh-tokoh peletak fondasi di dalam sosiologi politik.
b. Mengetahui bentuk pemikiran dari setiap tokoh peletak fondasi sosiologi
politik.
c. Memenuhi tugas mata kuliah sosiologi politik.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Elit, Kelompok, dan Kekuasaan Sebagai Prinsip-Prinsip


pengorganisasian : Kegagalan Untuk Mengembangkan Suatu Teori

Setelah perang Dunia 1 teori-teori tentang Elit, kelompok dan kekuasaan


tampaknya telah demikian digenderungi di Amerika. Masing-masing mengklaim
dirinya sebagai teori yang paling canggih. Teori Elit misalnya menegaskan bahwa
ialah yang bersandar pada kenyataan bahwa setiap masyarakat terbagi dalam 2
kategori yang luas yang mencakup :

(1) Sekelompok kecil manusia yang berkemampuan dan karenanya


menduduki posisi untuk memerintah, dan
(2) Sejumlah besar massa yang ditakdirkan untuk diperintah.

Meskipun pada mulanya teori ini diperuntukkan untuk Eropa Barat dan
Tengah sebagai kritik terhadap Demokrasi dan Sodialisme, tapi oleh sejumlah
ilmuwan Amerika ia diserap dengan baik untuk menjelaskan proses-proses
politik yang ada dinegara mereka dan negara-negara demokratis lainnya.

Konsep dasar teori yang lahir di Eropa ini mengemukakan bahwa didalam
kelompok penguasa ( the ruling class) selain ada elit yang berkuasa ( the
ruling elite) juga ada elit tandingan, yang mampu meraih kekuasaan melalui
massa jika elit yang berkuasa kehilangan kemampuannya untuk memerintah.
Dalam hal ini, massa memegang sejenis kontrol jarak jauh atas elit yang
berkuasa, tetapi karena mereka tak begitu acuh dengan permainan kekuasaan ,
maka tak bisa diharapkan mereka akan menggunakan pengaruhnya. 1 Kendati
penganut teori group mengemukakan bahwa elit tidak perlu merupakan suatu
kelompok yang padu tetapi dapat berisikan sejumlah kelompok sosial, tapi
seorang harus menerima kenyataan bahwa setiap masyarakat mempunyai
sejumlah besar kelompok yang senang menggeluti kekuasaan dan menguasai

1
Untuk suatu kritik tentang basis teoritis studi elit lihat Robert Dahl, Who governs?, Yale
University Press, 1961 hal 198

2
kelompok yang lain. Merekalah yang terlibat didalam proses pengimbangan
atau pengendalian terhadap yang lain, sehingga berbagai kepentingan dari
berbagai pengikut kelompok bisa terpelihara. Dengan demikian, politik sudah
bisa dipahami walau hanya dalam konteks interaksi berbagai kelompok.
Karena itu teori (politik) kelompok bisa menjelaskan secara baik fungsi-fungsi
negara dan masyarakat.2

Apa yang mendorong elit politik atau kelompok atau kelompok-kelompok


elit untuk memainkan peranan aktif dalam politik adalah karena menurut para
teoritisi politik ( senantiasa) ada dorongan kemanusian yang tak dapat
dihindarkan atau diabaikan untuk meraih kekuasaan, politik, menurut mereka
merupakan permainan kekuasaan dan karena para individu menerima
keharusan untuk melakukan sosialisasi serta penananman nilai-nilai guna
menemukan eksp[resi bagi pencapaina kekuasaan tersebut, maka upaya pun
mereka lakukan untuk memindahkan penekanan dari para elit dan kelompok
pada individu, politik, sebagaimana telah dijelaskan, merupakan studi tentang
siapa yang mendapatkan kekuasaan , kapan dan bagaimana.

Apabila seorang mulai mendalami teori-teori ini, dia akan mengetahui


bahwa dibelakang teori-teori kelompok dan elit , kekuasaan merupkan tujuan
utamanya . mengkaji kekuasaan tanpa didukung oleh dasar konsepsual yang
memadai, menurut Meehan, akan menjadikan teori-teori elit dan kelompok
akan kehilangan artinya. Tujuan politiklah yang memaksa dan mendorong
individu untuk membentuk kelompok-kelompok serta mengaktualisasikan
dirinya didalam kelompok-kelompok tersebut. Renzo sereno menulis bahwa
teori elit telah mengurangi runag lingkup studi tentang politik pada
pembahsannya atas studi tentang pembahsan kekuasan saja, dan Roy Macridis
juga menegaskan hal yang sama tentang analisa kelompok dengan
menggambarkan sebagai “ sebagai bentuk Determinisme yang kasar”.
Kepentingan, katanya, merupakan kekuatan pendorong yang utama dan setiap
tindakan manusia didasarkan atas pemilikan kepentingan. Konfigurasi
kekuasan pada dasarnya adalah kepentingan-kepentingan yang berjuang dan
2
Literatur dasar atas teori kelompok terdiri dari Arthur F. Bentley, The Process of Goverment hal
198

3
berlomba, yang terorganisasikan dalam kelompok. Jika kekuasaan terbukti
sebagai prinsip yang kurang memadai untuk memahami politik, maka teori elit
, seperti halnya treori kelompok, akan runtuh bersama teori kekuasaan.
Sekalipun ia gagal dalam menjelaskan fenomena politik secara memuaskan,
tapi teori-teori tersebut sesungguhnya bia dimanfaatkan untuk mengusahakan
pengkategorian secara deskriptif.

B. TEORI ELIT POLITIK

Mulanya “teori elit politik”, lahir dari diskusi seru oleh ilmuwan sosial
amerika tahun 1950-an, antara Schumpeter (ekonom), Laswell ( ilmuwan politik)
dan sosiolog C.Wright Mills, yang melacak tulisan –tulisan dari para pemikir
Eropa masa awal munculnya Fasisme, khusunya Vilfredo Pareto dan Gaetano
Mosca (italia), Roberto Michels (seorang Jerman keturunan Swiss) Dan Jose
Ortega Y. Gasset (Spanyol).3 Pareto ( 1848-1923) percaya bahwa setiap
masyarakat diperintah oleh sekelompok kecil orang yang mempunyai kualitas-
kualitas yang diperlukan bagi kehadiran mereka pada kekuasaan sosial dan politik
yang penuh, mereka yang bisa menjangkau pusat kekuasaan adalah selalu
merupakan yang terbaik. Merekalah yang dikenalsebagai elit. Elit merupakan
orang-orang yang berhasil, yang mampu menduduki jabatan tinggi dan dalam
lapisan masyarakat. Mereka terdiri dari para pengacara, mekanik, bajingan atau
para gundik. Pareto juga percaya bahwa elit yang ada pada pekerjaan dan lapisan
masyarakat yang berbeda umumnya itu datang dari kelas yang sama ; yaitu orang-
orang yang kaya dan juga pandai, yang mempunyai kelebihan dalam matematika,
bidang musik, karakter moral dan sebagainya. Karena itu menurut pareto,
masyarakat terdiri dari dua kelas : (1) lapisan atas, yaitu elit, yang terbagi ke
dalam elit yang memerintah (Governing elite) dan elit yang tidak memerintah
( non-Governing Elite), (2) Lapisan yang lebih rendah, yaitu non-elit. Pareto
sendiri lebih memusatkan perhatiannya pada elit yang memerintah, yang menurut
dia, berkuasa karena bisa menggabungkan kekuasaan dan kelicikan, yang
dilihatnya sebagai hal yang sangat penting.

3
Eugene J. Meehan, Contemporary Political Thought, A Crtical Study, Homewood, Illinois, The
Dorsey Press, Inc, 1967, halaman 101-104

4
C. AWAL MUNCULNYA TEORI ( ELIT POLITIK)

Konsep pergantian ( Sirkulasi) elit juga dikembangkan oleh Pareto ,


“Sejarah “, katanya , “merupakan suatu pekuburan Aristrokrasi”. Dalam setiap
,masyarkat ada gerakan yang tak dapat ditahan dari individu-individu dan elit-elit
kelas atas hingga kelas bawah , dan dari tingkat bawah ke tingkat atas yang
melahirkan suatu” peningkatan yang luar biasa pada unsur-unsur yang melorotkan
kelas-kelas yang memegang kekuasaan, yang pada pihaklain justru malah
meningkatkan unsur-unsur kualitas superior; pada kelompok-kelompok (yang
lain) .”4 ini semakin banyak tersisihnya kelompok-kelompok elit yang ada dalam
masyarakat. Dan akibatnya, keseimbangan masyarakat pun menjadi terganggu.
Kiranya inilah yang menjadi perhatian utama Pareto. Pada bagian lain juga ia
mengemukakan tentang berbagai jenis pergantian antara elit, yang pergantian : (i)
diantara kelompok-kelompok elit yang memerintah itu sendiri, dan (ii) diantara
elit dengan penduduk lainnya. Pergantian yang terakhir itu bisa berupa
pemasukan: (a) individu-individu dari lapisan-lapisan yang berbeda kedalam
kelompok elit yang sudah ada , dan/atau (b) individu-individu dari lapisan bawah
yang membentuk kelompok elit baru dan masuk kedalam suatu kancah perebutan
kekuasaan elit yang sudah ada.tetapi apa yang sebenarnya yang menyebabkan
runtuhnya elit yang memerintah, yang merusak keseimbangan sosial, dan
mendorong pergantian elit? Pareto menjawab pertanyaan ini dengan
memperhatikan perubahan-perubahan yang terjadi dalam sifat psikologisberbagai
kelompok elit yang berbeda. Dalam hubungan inilah pareto mengembangkan
konsep “Residu”nya . konsep tersebut didasarkan pada perbedaan yang
digambarkan terjadi diantara tindakan yang “logis” dan “non-logis” ( lebih dari
pada “rasional” dan “ non-rasional” ) dari individu- individu dalam kehidupan
sosialnya . yang dimaksudkan dengan tindakan yang logis adalah tindakan-
tindakan yang diarahkan pada tujuan,atau diarahkan kepada usaha-usaha yang
tidak dapat dilakukan , atau didukung oleh alat-alat yang tidak memadai guna
melaksanakan usaha tersebut. Yang dimaksudkan dengan “residu” sebenarnya
adalah kualitas-kualitas yang dapat meningkatkan taraf hidup seseorang ,dan

4
Roy C. Macridis dan Bernard E.Brown, Comparative Politics: Notes and Readings, edisi revisi,
Illinois, The Dorsey Press, Inc., 1964, halaman 139

5
sementar dia menyusun suatu daftar 6 “residu” dia mengikatkan kepentingan
utamanya pada residu “kombinasi” dan residu “ keuletan bersam” dngan bantuan
elit yang memrintah yang berusaha melestarikan kekuasaanya.

Residu “ kombinasi“ dapat diartikan sebagai kelicikan dan residu


“keuletan bersama “ berarti kekerasan, menurut pengertian yang sederhana .
Pareto juga telah menggambarkan kedua elit tersebut sebagai para “spekulator”
dan para “rentenir” perilaku mereka menunjukkan karakteristik yang mirip dengan
cara yang dikedepankan Machiaveli dalam membentuk klik-klik pemerintah
sebagai “rubah” dan “singa” . terdapat dua tipe elit, yaitu mereka, yang
memerintah dengan kelicikan dan yang memerintah dengan cara paksa. Didalam
usahanya untuk mengabsahkan ataupun mersionalkan penggunaan kekuasaan
mereka, elit-elit melakukan “penyerapan” (“ derivation”) atau menggunakan
mitos-mitos yang mereka ciptakan untuk mengelabui massa guna memperalatnya.
Dengan kata lain “penyerapan” adalah cara-cara dimana tindakan-tindakan yang
ditentukanoleh residu dirumuskan guna memahami munculnya tindakan-tindakan
yang logis. Ketertarikannya dalam masalah ini, seperti halnya ketika ia membahs
keseimbangan sosiaal, menambah keyakinan Pareto akan pentingnya sirkulasi elit
dari waktu ke waktu. “revolusi” tulisnya, “merupakan akibat adanya akumulasi
dalam masyarakat kelas atas-baik karena seretnya sirkulasi dalam kelas maupun
sebab lain yang menyangkut unsur-unsur yang merosot dan tidak lagi memiliki
residu yang memadai guna menjaga kekuasaan mereka, atau berkurangnya
penggunaan kekerasan ; sementara pada waktu yang bersamaan dalam elemen-
elemen masyarakat strata bawah yang menyangkut kualitas superior mulai maju
dan berkemauan untuk menggunakan kekerasan “. Jelaslah bahwa pareto telah
menegaskan pentingnya kapasitas serta kemauan pada elit yang berkuasa untuk
menggunakan kekerasan.

Disamping Pareto yang mengembangkan teorinya atas dasar keahliannya


sebagai sosiolog dan psikolog, Gaetano Mosca (1858-1941), yang lebih jauh
mengembangkan teori elit politik sepertihalnya konsep mengenai pergantian elit,
pada dasarnya adalah seorang ilmuwan politik. Ia menolak dengan gigih
klasifikasi pemerintah kedalam bentuk Monarki, Aristokrasi dan Demokrasi yang

6
telah dipakai sejak zaman Aristoteles,dia menegaskan bahwa hanya ada satu
bentuk Pemerintahan , yaitu Oligarki. Dalam semua masyarakat , dari yang paling
giat menegembangkan diri serta telah mencapai fajar peradaban, hingga pada
masyarakt yang paling maju dan kuat- selalu muncul dua kelas dalam masyarakat
– yaitu ,kelas yang memerintah dan kelas yang diperintah.kelas yang
pertama,yang biasanya jumlah lebih sedikit, memegang fungsi politik, monopoli
kekuasaan dan menikmati keuntungan-keuntungan yang didapatnya dari
kekuasaan. Sementara kelas yang kedua yang jumlahnya lebih besar, diatur dan
dikontrol ole yang pertama, dalam masalah yang saat ini kurang lebih legal,
terwakili dan keras serta mensuplai kebutuhan yang kelas pertama , paling tidak
saat kemunculannya, dengan instrumen-instrumen yang penting bagi vitalitas
organisme politik. “ semakin besar suatu masyarakat politik” tambanya, “ semakin
kecil proporsi yang memerintah untuk diatur oleh, dan makin sulit bagi kelompok
mayoritas untuk mengorganisir reaksi mereka terhadap kelompok minoritas
tersebut “.

Seperti halnya Pareto, Mosca juga percaya dengan teori pergantian elit .
karakteristik yang membedakan elit adalah “ kecakapan untuk memimpin dan
menjalankan kontrol politik “ , sekali kelas yang memerintah tersebut kehilangan
kecakapannya dan orang-orang yang diluar kelas tersebut menunjukkan
kecakapan yang lebih baik, maka terdapat segala kemungkinan bahwa kelas yang
berkuasa akan dijatuhkan dan digantikan oleh kelas penguasa yang baru. Mosca
percaya pada sejenis hukum yang mengatakan bahwa dalam elit yang berkuasa,
tidak lagi mampu memberikan layanan-layanan yang diperlukan oleh massa, atau
layanan yang diberikan dianggap tidak lagi bernilai, atau muncul agama baru, atau
terjadi perubahan pada kekuatan kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat,
maka perubahan adalah sesuatu yang tak dapat dihindari. Mosca tidak sengaja
mengajukan alasan psikologis bagaimana yang dikedepankan oleh Pareto, tetapi
juga alasan-alasan sosiologis. Dia menunjukkan kaitan perubahan di dalam
lingkungan masyarakat dengan sifat-sifat individu. Rumusan kepentingan dan
cita-cita baru yang menimbulkan persoalan barumisalnya akan semakin cepat
pergantian elit. Mosca tidaklah setajam pareto dalam membahas masalah
Idealisme dan humanisme dalam pandangan terhadap masalah penggunaan

7
kekuatan boleh dikatakan sedrhana. Dia lebih menyukai suatu masyarakat yang
dinamis dan berubah melalui persuasi. Dia juga menyarankan agar elit yang
memerintah ecara bertahap mengadakan perubahan dalam sistem politik agar
sistem tersebut dapat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang
dikehendaki masyarakat.5

Penguasaan minoritas atas mayoritas menurut mosca dilakukan dengan


cara yang terorganisasi, yang menempatkan mayoritas tetap berdiri saja di
belakang, apalagi kelompok minoritas biasanya berdiri dari individu-individu
yang superior. Kalau pareto menyebutkan kelas politik yang berisikan kelompok-
kelompok sosial yang beraneka ragam, mosca meneliti komposisi elit lebih dekat
lagi dengan mengenali peran “ kekuatan sosial” teretentu bagi ekspresi yang
digunakan bagi “ elit bukan pemerintah “ –nya Pareto, dalam mengimbangi dan
membatasi pengaruh “ kekuatan sosial lainnya’ , Mosca memperkenalkan konsep
“ sub-elit” yang pada prakteknya berisikan seluruh “ kelas menengah baru” dari
para pegawai sipil, para manager industri, ilmuwan dan mahasiswa serta,
menganggapnya sebagai elemen vital dalam mengatur masyarakat. “ stabilitas
organisme politik apapun” , tulisanya, “ tergantung pada tingkat moralitas,
kepandaian dan aktivitas yang diusahakan oleh kedua ini.”

Mosca menekannkan pentingnya apa yang disebutkan sebagai “Formula


Politik”. “ Penyerapan” _nya Pareto. Dia percaya bahwa dalam setiap masyarakat,
elit yang memerintah mencoba menemukan basis moral dan hukum bagi
keberadaannya dalam benteng kekuasaan serta mewakilinya sebagai “
konsekuensi yang perlu dan logis atas doktrin-doktrin dan kepercayaan-
kepercayaan yang secara umum telah dikenal dan diterima .”formula politik
mungkin tidak dapat, dan biasanya memang tidak, membentuk kebenaran absolut.
Biasanya hal itu jarang berupa mitos yang masuk akal yang dapat diterima oleh
masyarakat. Mosca belum siap menerima kenyataan bahwa tidak ada sesuatu pun
selain perwakilan yang sederhana dan jelas yang dengan cerdik diatur oleh kelas
penguasa untuk menipu massa dalam keragu-raguan . kenyatan bahwa kebijakan-
kebijakan kelas penguasa, meskipun dirumuskan sesuai kepentingannya sendiri,

5
Vilfredo Pareto, op.cit., Vol. III, halaman 43

8
dikemukakan dalam bentuk yang sebaliknya dengan maksud memberikan
kepuasan moral dan hukum yang terkemas didalamnya. Menurut Mosca, suatu
masyarakat tentu membutuhkan dan mendambakan suatu perasaan yang dalam
akan pemenuhan tuntutan manusiawinya bahwa orang harus diperintah atas dasar
beberapa prinsip moral dan bukan sekedar dengan paksaan fisik. Inilah faktor
yang mendukung pengintegrasian lembaga-lembaga politik, rakyat dan peradaban.
Oleh karenanya Mosca memahaminya sebagai suatu instrumen kohesi moral.

Nama Roberto Michels (1876-1936) berhubungan dengan apa yang


dikenal sebagai “ iron law of oligarchy” atau “hukum besi oligarki yang
dinyatakan sebagai “ satu dari banyak hukum besi dalam sejarah, dimana
sebagaian besar masyarakat demokratis modern dan dalam masyarakat itu sendiri,
serta partai-partai yang sudah demikian berkembang tak lagi dapat melepaskan
diri darinya. Faktor utama yang mendukung hukum ini adalah unsur organisasi.
Tak ada gerakan ataupun partai yang bisa berharap akan bisa memperoleh hasil
dalam zaman modern ini tanpa organisasi. Pendeknya, “ organisasi “ merupakan
cara lain untuk menegeja “ oligarki” . “ tendensi oligarkis yang terjadi diseluruh
dunia terdapat dalam setiap jenis organisasi manusia yang berjuang untuk
mengusahakan tujuan yang jelas ... Oligarki merupakan bentuk yang telah
ditentukan sebelumnya dari kehidupan bersama ; masyarakat yang besar...
mayoritas manusia berada dalam kondisi penjagaan yang abadi ditakdirkan ...
untuk mematuhi dominasi. Kelompok minoritas kecil ... kepemimpinan
merupakan gejala penting dalam setiap bentuk kehidupan sosial... semua tatanan
dan peradaban harus tunduk pada sendi-sendi Aristrokratis.” Sebagai suatu
gerakan atau partai yang tumbuh makin besar, makin banyak fungsi yang harus
diserahkan kepada pimpinan pusat, dan dengan berjalan waktu, anggota-anggota
organisasi tersebut berkurang kewenangnya untuk mengatur dan mengawasi
mereka, sehingga akibatnya para penguasa mempunyai kebebasan yang besar
untuk bertindak dan menyuarakan kepentingan pribadinya dalam posisi mereka,
merekamati-matian bergayuh pada kekuasaan dan segala hak istimewa yang
terlekat padanya, dan hampirtak tergeserkan. Tumbuhnya oligarki semacam ini
didukung oleh Michels dengan konsepnya tentang pikiran masyarakat. Mayoritas
manusia menurut Michel adalah apatis, malas dan berjiwa budak , dan senantiasa

9
tak mampu memerintah diri sendiri. Mereka biasa berada dalam ketidaktetapan
dan menjadi seperti budak dengan adanya paksaan. Pemimpin-pemimpin dengan
mudah mengambil keuntungan dari kualitas-kualitas tersebut untuk melestarikan
posisi kekuasaan mereka. Mereka mempermainkan berbagai sentimen dengan
maksud untuk membodohinya. Sekali seorang pemimpin mencapai puncak
kekuasaan, maka tidak ada sesuatu pun yang dapat menjatuhkannya.” Jika hukum
telah dilangkahi untuk mengawasi dominasi para pemimpin, hukum itulah yang
berangsur-angsur melemah, dan bukannya para pemimpin tersebut.” Revolusi
suatu ketika terjadi dalam sejarah dan para tiran diganti , tetapi tiran-tiran baru
muncul, dan dunia berjalan seperti sedia kala. “ arus sejarah demokrasi mirip
gelombang laut yang saling bergantian. Mereka selalu hancur pada tepian yang
sama.6

Untuk lebih menekankan pentingnya teori elit politik, Ortega Y. Gasset


(1833-1955) menegembangkan teorinya tentang massa. Menurut ortega ,
kebesaran suatu bangsa tergantung pada kemampuan “rakyat”, “ masyarakat
umum”, “kerumunan”, “massa”untuk menemukan “simbol dalam orang pilihan
tertentu, kepada siapa mereka mencurahkan segala antusiasme vital mereka yang
sangat luas”.” Orang terpilih” adalah orang-orang yang terkenal dan merekalah
yang membimbing “massa”, yang tidak terpilih seperti mereka. “ satu orang
adalah efektif dalam masyarakat sebagai suatu keseluruhan”, tulis Ortega, “ tidak
terlalu banyak jumlahnya karena kualitas individunya serta juga karena energi-
energi sosial yang telah dipasrahkan oleh massa padanya. “ suatu bangsa
merupakan suatu massa manusia yang terorganisasi , yang disusun oleh suatu
minoritas individu yang terpilih. Bentuk hukum ynag akan dipergunakan suatu
negara dapat berupa hukum yang demokratis atau yang komunis , tetapi
kehidupan dan konstitusi ekstra-legal-nya akan senantiasa mengandung pengaruh
dinamis dari suatu minoritas yang bertindak diatas massa. Hal ini merupakan
hukum alam, dan sepenting biologi pada badan sosial seperti hukum kepadatan
dalam ilmu fisika.” Kenyataan sosial yang utama” tulisnya lebih jauh, “ adalah
organisasi yang mengarahkan dan memadu manusia. Ini menunjukkan ada
kemampuan untuk memimpin ; dan ada kemampuan untuk dipimpin”. Massa
6
Mosca, op.cit., halaman 50

10
bergolak ketika aristrokrasi menjadi korup dan tidak efesien, dan dorongan yang
ada dibelakang Revolusi tersebut bukanlah keberatan mereka untuk diperintah
oleh aristrokrasi tetapikeinginan untuk diperintah oleh aristokrasi ynag lebih
berkompeten.” Sekali tak ada minoritas terhadap suatu massa kolektif, dan massa
tahu bagaimana caranya masuk kedalam suatu minoritas, maka tidak akan ada
masyarakat, atau yang mendekati hal itu”. Ketika massa dalam suatu negara
percaya bahwa mereka dapat berjalan tanpa aristrokrasi, maka keruntuhan bangsa
tak terhindarkan. Dalam kebingungannya, massa akan kembali berpaling pada
kepemimpinan yang baru, yang mungkin akan memunculkan aristrokrasibaru
pula, “ sejarah menunjukkan pasang surut yang abadi diantara dua jenis
permulaan periode dimana aristrokrasi dan masyarakat sedang dibentuk, dan
periode-periode dalam aristrokrasi yang sama tersebut merosot dan masyarakat
lebur bersama mereka.”

D. TEORI ELIT, FASISME, DAN DEMOKRASI

Mungkin tidak terlalu tepat untuk mengindentikkan pendapat para ahli


Eropa Barat tentang teori elit politik dengan fasisme, karena mereka jelas
menghadapkan sikap yang anti demokrasi dan anti sosialis dengan fasisme.
Bahwa Pareto bukan seorang fasis dapat terlihat dari ketegasannya untuk
mempertahankan hak mogok dan konsistensinya pada kebebasan menegemukakan
pendapat sebagai hal yang esensial bagi pencarian kebebasan. Dia juga pengkritik
imperialisme, dan mempersalahkan bangsa-bangsa Eropa atas kepalsuan mereka
ketika mereka mengklaim diri untuk bertindak demi kebaikan negara jajahannya
dengan cara menindas ataupun menghncurkannya. “ sang kucing menangkap tikus
lalu menekannya”, 7tulis Pareto, “ tetapi tidak menunjukkan suatu kebaikan juga
bagi sitikus. Hal ini tidak menyatakan suatu dogma pun bahwa semua binatang
adalah sama, juga tidak membuka matanya dengan kepalsuan menatap surga
dalam peribadatan pendeta kita semua. “ meskipun demikian pareto percaya pada
perintah minoritas kecil, mengabsahkan kekerasan, dan membenci sosialisme,
pasifisme, dan humanistarianisme. Dia mengindentikkan demokrasi dengan
korupsi, mesin politik serta gengsterisme. Dia sinis terhadap ide perkembangan.

7
Ibid., halaman 247.

11
Akan tetapi, dibalik pndangan-pandangan yang kuat yang dicerminkannya dalam
masalah-masalah tersebut, barangkali terdapat suatu keinginan untuk
menunjukkan bahwa dia tidak menderita kelemahan dalam idealisme,
humanitarianisme dan demokrasi, dan untuk muncul secara rasional, positivisme
dan ilmiah.

PELETAK FONDASI SOSIOLOGI POLITIK

Sependapat apa yang dikatakan oleh Rush dan Althoff (2003:5), bahwa
asal mula suatu disiplin ilmu, Subjek, atau bidang suatu studi sering tidak jelas,
dan cenderung menonjolkan individu tertentu sebagai “bapak pendiri” dari suatu
bentuk ilmu pengetahuan. Hal ini, menurut Rush dan Althoff,merupakan proes
yang sangat berbahaya . oleh sebab itu, untuk menghindari penonjolan tokoh
tertentu, maka akan didiskusikan beberapa tokoh yang berjasa dalam meletakkan
fondasi sosilogi politik, sehingga menjadi rujukan oleh penerus atau sebaliknya
sebagai sanggahan oleh pembaharu dalam pemikiran sosiologi politik pada masa
berikutnya.

Berikut beberapa tokoh yang dipandang berjasa dalam meletakkan fondasi


sosiologi politik.

E. Sumbangan Vilfredo Pareto


Vilfredo Pareto lahir di Paris 1848 dari keluarga bangsawan Italia, terdidik
dalam pendidikan klasik, ekonomi, dan ilmu pengetahuan. Pareto tidak hanya
berkarier dalam bidang akademik, sebagai profesor ekonomi politik di Universitas
Lausane, tetapi juga aktif dalam bidang politik sehingga ia terpilih sebagai senator
serta sebagai pebisnis.
Teori sirkulasi elite (the circulation of the elites) merupakan sumbangan
berharga Pareto kepada sosiologi politik. Menurut Pareto bahwa revolusi terjadi
karena adanya heterogenitas sosial, yang ditandai dengan berbagai perbedaan
sosial dalam masyarakat. Dari segi intelektual, moral, dan fisik, individu-individu
tidak semua sama. Konsekuensi logis perbedaan tersebut adalah masyarakat juga
berbeda-beda. Perbedaan dalam masyarakat dapat dilihat pada perbedaan
kelompok-kelompok yang ada didalamnya. Dengan kata lain, dalam masyarakat

12
terdapat berbagai macam kelompok seperti kelompok keagamaan, profesi, (ikatan
profesi), ekonomi (perusahaan), budaya (kelompok kesenian), politik (partai
politik), dan lainnya. Pada setiap kelompok selalu terdapat segelintir orang yang
lebih cakap dan pengaruh daripada yang lainnya. Merekalah yang disebut sebagai
elite, yaitu mereka yang tampil didepan sebagai pihak yang berpengaruh didalam
kelompok. Dibidang pemerintah, elite mampu meraih kekuasaan dan kedudukan
dengan dua cara, yaitu:
1. Kekuasaan atau kekerasan fisik
2. Siasat dan strategi politik
Kaum elite yang merebut kekuasaan melalui kekerasan fisik dikenal
sebagai the lions (singa). Ketika negara dalam situasi genting, bahaya, atau krisis,
peluang the lions merebut kekuasaan lebih besar. Karena dalam situasi seperti ini,
diperlukan elite kuat, biasanya berasal dari angkatan bersenjata dan kelompok
keagamaan, untuk mengalih kekuasaan. Pada saat damai, negara memerlukan
pemimpin yang cerdik cendekia, ahli, mahir dan lihai, biasanya berasal dari
kelompok politisi dan pembisnis, menggunakan siasat dan strategi. Elit seperti ini
dikenal sebagai the foxes. Kata Pareto “The ins become the outs and the out
become the ins.”8
F. Sumbangan Gaetano Mosca
Gaetano Mosca lahir pada 1858 di Palermo, Sicilla Italia. Mosca menjadi
pengajar ilmu hukum konstitusional. Pemikiran sosiologi politiknya dipengaruhi
oleh suatu periode sejarah Italia yang cukup kacau, dimana terjadinya krisis
legislatif dan naiknyaa Fasisme dipentas pemerintahan Italia. Mosca dipandang
sebagai manomaniak, karena menulis tiga versi buku yang sama,yaitu On the
Theory Goverments and Parliamentary Governement: Historical and Social
Studies of 188: Elements of Political Science, dan The Rulling Class.
Teori kelas politik dipandang sebagai sumbangan utama Gaetano Mosca
terhadap sosiologi politik. Dalam pandangan Mosca, setiap organisme politik
mengandung dua kelas politik manusia yang berbeda, yaitu kelas yang
memerintah dan kelas yang diperintah. Kelas yang memerintah terdiri dari

8
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1992)., Hlm.
451

13
minoritas teroraganisasi yang akan memaksa kehendakna melalui “manipulasi
maupun kekerasan”, bahkan dalam negara demokrasi sekalipun.
Teori sirkulasi elite, menurut Mosca, terjadi bila pergeseran dalam
pertimbangan kekuatan politik. Mosca, seperti yang dikutip Bellamy, sirkulasi
elite berintikan pada gagasan bahwa, “ jika sebuah sumber kekayaan baru
terbentuk didalam masyarakat, jika arti penting praktis pengetahuan nya
meningkat, jika agama tua merosot atau lahir yang baru, jika sebuah aliran
gagasan baru meluas, maka secara bersamaan,dislokasi hebat akan terjadi didalam
kelas penguasa. Bahkan dapat dikatakan bahwa seluruh sejarah manusia yang
beradab dapat disimpulkan sebagai konflik anatara kecendrungan unsur-unsur
dominan memonopoli kekuasaan politik serta mengalihkan genggaman
terhadapnya melalui pewarisan, dan kecendrungan... menuju dislokasi kekuatan-
kekuatan lama serta timbulnya kekuatan baru, yang menghasilkan gejolak
endosmosa dan eksosmosa tiada akhir, antara kelas-kelas atas dan bagian-bagian
tertentu dari kelas bawah.”

G. Sumbangan Alexis De Tocqueville


Alexia De Tocqueville lahir di Paris pada 29 Juli 1803 dalam keluarga
tuan tanah yang cukup terpandang. Tocqueville selain dididik dirumah juga
memperoleh pendidikan tinggi di Metz. Pada 1827, dalam usia yang sangat belia,
21 tahun, ia diangkat sebagai hakim di Versailles. Pada 10 mei 1831, Tocqueville
tiba di New York untuk mempelajari sistem penghukuman di Amerika, sehingga
ia mendapat cuti dari perkerjaannya. Alasan studi banding tersebut, dipandang
sebagai suatu alasan agarbisa melakukan ekspedisi tentang cara hidup daan
kebiasaan masyarakat Amerika.
Tesis demokrasi di Amerika merupakan sumbangan utama dari sosiologi
politik Tocqueville. Bagaimana Tocqueville. Menurut Tocqueville kesetaraan
(equality), bermula dari proses industrilisasi dan komersialisasiyang berlangsung
dengan dahsyat di Amerika dan sebagian negara Eropa, sehingga mengubah
struktur struktur dan polanalis, yang memberi hak istimewa pada kaum aristrokrat,
menjadi masyarakat demokrasi dan individualis dengan kesetaraan yang
dimilikinya melalui urbanisasi dan mobilitas sosial.

14
Jadi, Tocqueville mmelihat bahwa pemberian hak pilih kepada pada semua
warga kecuali (majikan dan pelayan, tuan dan buruh) tidak menyebabkan
terjadinya anarki. Sebab terjadinya pembagian kekuasaan secara seimbang antara
legislatif, eksekutif, dan yudikatif, disamping itu, berbeda dengan bagian dunia
lain, di Amerika terdapat partisipasi aktiif wrga negaranya pada dunia politik
lokal, ikut ambil bagian dalam opini publik, dan sebagainya.
Tocqueville melihat demokrasi dan kesataraan berupa pisau bermata dua.
Di satu sisi, karena kesataraan individu dan tidak ada lagi yang berkuasa, seperti
kaum aristokrat dimasa lampau, maka kebutuhan akan kekuasaan negara akan
meningkat. Negara atau pemerintah cenderung menjadi sangat dominan dan
menumbuhkan bentuk tirani baru, yaitu tirani mayoritas. Di sisi lain, kesetaraan
individu dalam konteks masyarakat komersial akan mendorong individu untuk
menemukan kebahagian sesaat dan bersainguntuk mencari keuntungan bagi
dirinya sendiri, sehingga patriotisme, heroisme dan hasrat menegakkan kejayaan
negara memudar. Namun perdamaian, kesejahteraan, serta situasai tenang dan
bahagia pada masyarakat dalam bekerja semakin menguat.

H. Sumbangan Gabriel Tarde


Gabriel Tarde lahir di Sarlat, terletak disebalah tenggara Perancis, dan
berasal dari penganut ordo Jesuit. Pada mulanya, Tarde belajar matematika namun
kemudia ditinggalkannya dan beralih ke hukum serta melanjutkan pekerjaan
ayahnya, sebagai hakim dikota asalnya. Karena keberhasilan dalam pekerjaannya,
maka ia diangkat menjadi Kepala Biro Statistik Pengadilan pada kementerian
keadilan (1894). Ia menjadi dosen pada Ecoledes Sciences Politiques sampai
memasuki masa pensiun tahun 1900, ketika ia menjadi profesor filsafat modern
pada collage de France.
Teori imitasi merupakan sumbangan Tarde kepada sosiologi politik.
Menurut Tarde, pokok bahasan sosiologi adalah keyakinan dan hasrat. Pola
interpsikis manisfase dan transmisi keyakinan dan hasrat terdiri dari tiga bagian,
yaitu: imitasi, oposisi, dan adaptasi. Hubungan antara ketiga bagian tersebut
bersifat dialektik. Imitasi menerangkan transmisi, konstansi dan penyebaran
bentuk-bentuk sosial ketiga, yaitu adaptasi (invensi). Imitasi dilakukan baik secara

15
sadar maupun tidak sadar terhadap masyarakat superior maupun inperior. Invensi
merupakan pemikiran dan aksi-aksi baru dalam capaian ekspresi, sehingga ia
menjadi sumber akhir semua pengembangan dan kemajuan. Sambutan terhadap
suatu invensi tergantung pada kesepakatan atau ketidaksepakatan terhadap invensi
yang sudah ada sebelumnya. Dalam penyebaran invensi dikalangan masyarakat
luas, peranan elite dapat memainkan peranan penting. Dalam kenyataannya tidak
semua invensi diterima. Oleh karena itu, dimungkinkan terjadi oposisi. Karena
ketika melakukaan imitasi terhadap suatu invensi, dapat saja setiap saat hadir
keraguaan atau pengalaman konflik. Keadaan seperti inilah dikatakan oposisi
yang bisa ditemukan dalam beberapa bentuk, seperti perdebatan, persaingan,
peperangan dan lain sebagainya.9

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Beberapa sumbangan yang diberikan oleh tokoh-tokoh tersebut
membuktikan bahwa asal mula suatu disiplin ilmu tidak cenderung menonjolkan
individu tertentu sebagai “Bapak Pendiri”. Dimana masing-masing mempunyai
pemikiran tersendiri dalam meletakkan pondasi sosiologi politik sehingga kita
mendapat suatu rujukan yang jelas.

9
Damsar, Op. Cit, hlm. 40-44

16
DAFTAR PUSTAKA

Damsar. 2010. Pengantar Sosiologi politik . Jakarta: Kencana

Asmoro Achmadi. 2011. Filsafat Umum. Jakarta: Rajawali Pers.

Michel Rush dan Philip Althoff. 2005. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: Raja
Grafindo Persada

Gunawan Ary. H. 2010. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Soerjono Soekanto. 1992. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press

S.P Varma. 2001 .Teori Politik Modern. Jakarta: Raja Grafindo Persada

17

Anda mungkin juga menyukai