Anda di halaman 1dari 3

TIGA MODEL DISTRIBUSI KEKUASAAN DAN URAIAN PRESPEKTIF TEORI ELITE

Kekuasaan merupakan salah isu sentral di dalam kajian politik. Paling tidak
terdapat tiga masalah pokok yang yang senantiasa diamati oleh para ilmuwan politik
terkait kekuasaan, yaitu bagaimana kekuasaan dilaksanakan, bagaimana kekuasaan
didistribusikan, serta mengapa seseorang memiliki kekuasaan sedangkan yang lain tidak
(Surbakti, 1999: 64). Begitu juga mengapa kekuasaan yang dimiliki setiap orang
senantiasa berbeda.
Sedangkan kekuasaan itu sendiri, meminjam penjelasan Robert Dahl, adalah
kemampuan seseorang untuk membuat orang lain melakukan sesuatu meskipun orang
yang ditimpahi pihak yang berkuasa enggan atau tidak mau melakukan (Ibid: 57).
Sebagai salah satu kajian penting, terdapat beberapa teori yang mencoba
menjelaskan kekuasaan dan bagaimana sebuah kekuasan terdistribusikan di dalam
kehidupan sosial masyarakat. Menurut Andrain (dikutip dari Surbakti, 1999: 74-75), secara
umum para ilmuwan politik membagi distribusi kekuasaan dengan tiga model, yakni model
elite memerintah, model pluralis dan model populis.
Model elitis mengandaikan bahwa sebuah kekuasaan hanya terpusat bagi
sebagian kecil orang. Model pluralis mengandaikan kekuasaan dimiliki oleh berbagai
kekuataan sosial dan organisasi yang sosial yang ada di masyarakat, sedangkan model
populis mengandaikan sebuah kekuasaan dipegang oleh setiap individu yang ada di
masyarakat.
Bagian selanjutnya akan lebih memfokuskan pembahasan tentang uraian salah
satu pendekatan untuk memahami bagaimana kekuasaan itu bekerja, yakni teori elite,
Penekanan yang perlu digarisbawahi di sini adalah kajian tentang elite merupakan
salah satu tawaran teori yang menjelaskan pembagian kekuasaan. Maka, elite adalah
pisau analisis di dalam peneliteian kekuasaan.

Teori Elite
Dalam buku “Elite and Society” (2011),  Bottomore memberikan penjelasan
permulaan tentang elite dari segi historis. Ia mengatakan, pada awalnya penggunaan kata
“Elite” mengacu pada pada barang-barang dagangan dengan kualitas yang tinggi, namun
kemudian mengalami mengalami perluasan makna yang merujuk pada kelompok-
kelompok sosial yang unggul misalnya unit-unit militer kelas satu atau tingkatan
bangsawan yang tinggi.

1
Kemudian istilah elite secara luas digunakan dalam penulisan sosial-politik sampai
akhirnya pada abad 19 di Eropa, atau tepatnya sekitar tahun 1930 di Inggris dan Amerika,
ketika itu disebarkan melalui teori sosiologi elite oleh Vilfredo Pareto.
Elite menurut Pareto mengarah pada dua pengertian. Pertama, stratifikasi indeks
yang ada pada diri seseorang tergantung bidang yang digeluti. Kedua, mengarah pada
tipologi tatanan sosial berupa elite yang memerintah, yakni elite yang berada di dalam
kekuasaan politik dan memainkan peran dalam pemerintah.
Selain itu ada tipologi elite yang tidak memerintah. Militer, korporasi dan birokrasi
adalah contoh dari elite non-pemerintah.
Sedangkan menurut Moscaw, elite adalah “minoritas yang terorganisir, memiliki
hak istimewa yang diberi oleh kekuasaan serta yang tidak dapat dilawan oleh individu dari
mayoritas dan memiliki atribut yang nyata yang sangat dihargai dan berpenggaruh dalam
masyarakat” (Ibid). Dia juga menekan eksistensi dari kelas sub-elite (yang mencakup
kelas menegah baru seperti semisal cendikiawan dan intelektual) sebagai penghubung
dari elite dengan masyarakat.
Jelasnya konsepsi tentang elite, bahwa dalam setiap masyarakat pasti terdapat
dua kelas. Kelas pertama adalah kelas penguasa yang jumlahnya sedikit, sedangkan
kelas kedua adalah kelas yang dikuasai dengan jumlah mayoritas. 
Dalam buku “Teori Perbandingan Politik” yang ditulis oleh Ronald H. Chilcote
(2010) dijelaskan, dalil utama dari teoritis elite klasik adalah “setiap masyarakat, suatu
minoritas membuat keputusan-keputusan besar. Asal usul teori ini dari Plato, namun
perluasannya terdapat dalam pemikiran dua sosiolog Italia, Vilfredo Pareto dan Gaetano
Mosca” (Chicote, 2010: 476).
Untuk memperjelas uraian tentang teori elite, akan dikemukakan beberapa asumsi
mendasar yang dipercaya oleh kelompok ilmuwan elitis. Asumsi dibawah ini merupakan
penjelasan yang dijabarkan oleh Gaetano Moscaw dalam buku “The Rulling Class” (dikutip
dari Setiadi & Kolip,  2013: 201-203) :
Pertama, dalam setiap masyarakat senantiasa tidak akan terwujud ditribusi
kekuasaan secara merata, dan siapa yang mendapatkan atau memiliki sumber-sumber
tersebut itulah pemilik kekuasaan politik. Dan, jumlah orang yang berkuasa karena
memiliki akses yang leluasa terhadap sumber daya lebih sedikit daripada yang tidak.
Sedangkan elite politik adalah orang yang memiliki pengaruh besar dalam proses
pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik.

2
Kedua, berangkat dari orang yang memerintah dalam suatu masyarakat dan
negara selalu lebih sedikit daripada yang diperintah, sebab terdapat perbedaan-
perbedaan kualitas antara yang memerintah dengan yang diperintah.
Paling tidak, menurut Robert Mischels menemukan empat alasan mengapa hal
tersebut terjadi:
1. Keahlian administratif. Tidak semua orang dalam suatu organisasi memiliki
kecakapan dalam bidang pelaksanaan tugas yang mengakibatkan adanya spesialisasi
dan keahlian, sedangkan masyarakat umum tidak.
2. Para individu memiliki keunggulan intlektual.
3. Pemimpin organisasi akan mendapat rasa hormat dan pemimpin akan melekat
dalam dirinya ketokohan atau identifikasi dengan jabatan atau organisasi yang diikuti.
4. Misalnya dalam keadaan darurat perang, meskipun oligarkhi akan mendapat
dukungan dari masyarakat.
Keempat, antar elite senantiasa bekerjasama untuk mempertahankan status quo.
Akan terdapat nilai yang diperjuangkan oleh para elite untuk mempertahankan
kepentingannya. Sehingga, berbagai ideologi mapun pembenaran kerap dilakukan untuk
menjaga keberlangsungan kepentingan elite. Maka, perubahan sosial hanya bisa terjadi
ketika para elite tidak lagi kohesif memperjuangkan formula politik atas dominasi mereka.
Gamblangnya, elite adalah minoritas yang memiliki kekuasaan. Kelompok kecil itu
tidak bukanlah cerminan dari masyarakat non-elite. Elite tersebut diambil secara tidak
proposional dari kalangan atas dalam kehidupan sosial masyarakat berdasarkan atribut-
atribut kekuasaan tertentu. Di sisi lain, elite memiliki kepentingan yang memang harus
dipertahankan sehingga memiliki konsesus terhadap suatu sistem nilai tertentu.

Anda mungkin juga menyukai