Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Kemiskinan merupakan hal yang ada disekitar kita, bisa kita jumpai dimanapun dan
kapanpun. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik ( BPS) mencatat Indonesia mengalami
titik terendah dalam hal persentase kemiskinan sejak tahun 1999, yakni sebesar 9,82 persen
pada Maret 2018. Dengan persentase kemiskinan 9,82 persen, jumlah penduduk miskin atau
yang pengeluaran per kapita tiap bulan di bawah garis kemiskinan mencapai 25,95 juta orang.
Dengan menimbang hal ini maka penulis mencoba memaparkan fenomena kemiskinan yang
ada di negara Indonesia dengan mengambil contoh kemiskinan yang ada di lingkungan
sekitar domisili penulis saat ini. Yakni di daerah Brondong Kabupaten lamongan , daerah
sepanjang area pantura yang terkenal dengan mata pencaharian penduduknya sebagai pekerja
hasil laut seperti nelayan, petani garam, tambak, dan lain lain.
Di area ini terkenal dengan mudahnya untuk penduduk nya mendapatkan pendapatan,
bahkan dari usia dini masyarakatnya bisa dengan mudah mendapatkan pekerjaan sampingan.
Ada area yang di namakan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) disini aktifitas mulai padat dari
sejak subuh jam 3 saat kapal berlabuh dari hasil melaut, sampai dengan siang hari. Ada
banyak ragam pekerjaan yang bisa dilakukan oleh masyarakatnya seperti membongkar,
mengangkut dan menimbang ikan, yang bisa dilakukan mulai dari anak anak usia sekolah
menengah pratama sampai dewasa, mereka biasanya akan mulai bekerja dari jam 3 dini hari
sampai jam 6 atau jam 8 pagi, hasil yang mereka dapatkan pun tergolong lumayan, karena
dalam sehari mereka bisa mengumpulkan mulai Rp. 30.000 – Rp. 150.000 tergantung dari
banyaknya ikan. Cukup lumayan bahkan melimpah untuk anak usia pelajar menengah
pratama. Sedangkan para wanita biasanya mengambil bagian dalam memilih ikan, atau yang

UNIVERSITAS TERBUKA
PELAKSANAN PENEGAKAN HUKUM DAN DEMOKRASI
DI ERA PRESDIEN JOKOWI
ANGIKA FURI RAHAYU – 042002166
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Ada banyak hal yang terjadi di era kepemimpinan presiden Jokowi, dalam hal
demokrasi misalnya, sering dikritik tentang demokrasi di era Jokowi mengalami kemunduran
bahkan digadang gadang Jokowi adalah penerus pendahulunya presiden Soeharto. Hal ini
diujarkan terkait dengan keputusan presiden untuk mendukung pengesahan revisi undang
undang KPK dan RUUKUHP. Saat rakyat tidak serta menerima keputusan itu, terjadilah
sejumlah aksi unjuk rasa disejumlah daerah, namun tidak sedikit yang jatuh korban didalam
aksi tersebut, seperti Dua orang mahasiswa yang harus kehilangan nyawanya setelah bentrok
dengan polisi di Kendari, Sulawesi Tenggara persis seperti saat peristiwa Orde Baru 1998
silam. Pemerintah bahkan melayangkan sangsi tegas terhadap universitas yang memberikan
ijin kepada mahasiswa nya untuk melakukan aksi demonstrasi.
Selain itu didalam pelaksanaan hukum, presiden Jokowi juga dianggap timpang ketika
banyak sekali aktivis yang ditangkap dengan tuduhan makar, seperti Advokat Eggi Sudjana
dan pensiunan jenderal Kivlan Zen. Tuduhan makar seperti ini belum pernah dilakukan di
masa pemerintahan pasca reformasi, kecuali pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
yang memenjarakan aktivis Filep Karma karena mendukung kemerdekaan Papua Barat.
Yang menyedihkan, pada era pemerintahan Jokowi, tercatat ada banyak aktivis yang
dikriminalisasi. Nama-nama seperti Veronika Koman, Dhandy Dwi Laksono, hingga Ananda
Badudu menjadi incaran pemerintah. Veronika dituduh melakukan provokasi atas insiden
asrama mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur. Sementara Dandhy dijadikan tersangka
karena konten tentang Papua yang ia unggah di akun Twitter miliknya. Terakhir, mantan
wartawan Tempo Ananda Badudu juga sempat ditahan karena menggalang dana untuk
mendukung demonstrasi mahasiswa pada 23 dan 24 September 2019.
Tapi benarkah demikian? Apakah semua permasalahan yang terjadi diatas
sepenuhnya tanggungjawab presiden Jokowi? Apakah benar semua kejadian diatas adalah
bukti melemahnya demokrasi di Indonesia dan ketumpulan pelaksanaan hukum di Indonesia?
Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan hasil pengamatan yang penulis lakukan
terkait pelaksanaan hukum dan demokrasi di era presiden Jokowi dalam makalah tugas
pendidikan kewarganegaraan ini.

1|Makalah Kewarganegaraan – Angika Furi Rahayu 042002166


Rumusan Masalah
Dari permasalahan penegakan hukum dan demokrasi, penulis mencoba untuk
mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan hukum di masa sebelum dan sesudah pemerintahan presiden
Jokowi?
2. Bagaimana pelaksanaan demokrasi di masa sebelum dan sesudah pemerintahan
presiden Jokowi?

Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dibuatnya makalah ini, yaitu sebagai berikut :
1. Mengetahui Pelaksanaan hukum dan demokrasi di era presiden Jokowi
2. Menumbuhkan sikap peduli terhadap keadaan bangsa Indonesia dengan tetap
mengedepankan kebhinekaan, bersikap kritis, dan tidak mudah terprovokasi.
3. Penulisan makalah ini disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas terstruktur dari
mata pelajaran Pendidikan dan Kewarganegaraan.

2|Makalah Kewarganegaraan – Angika Furi Rahayu 042002166


KAJIAN PUSTAKA

1. Amin, Zainul Ittihad. 2014. MKDU4111-Pendidikan Kewarganegaraan Edisi 1.


Tangerang: Universitas Terbuka.
2. Dahl, Robert A. (1985). Dilema Demokrasi Pluralis : Antara Otonomi dan Kontrol.
Terjemahan Sahat Simamora. Jakarta : Rajawali Press
3. Gaffar, Afan. (1999). Politik Indonesia : Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
4. https://nasional.tempo.co/read/1138309/7-catatan-icjr-soal-kebijakan-hukum-di-era-
jokowi
5. https://kbbi.web.id/hukum
6. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190104132206-532-
358516/membandingkan-manfaat-utang-era-soeharto-hingga-jokowi

3|Makalah Kewarganegaraan – Angika Furi Rahayu 042002166


PEMBAHASAN

A. Definisi hukum dan demokrasi


Sebelum kita masuk ke pokok bahasan tentang pelaksanaan hukum dan demokrasi di
Indonesia ada baiknya kita mengerti dulu apa itu hukum dan demokrasi. Berdasarkan kamus
besar bahasa Indonesia, hukum adalah peraturan atau adat yang secara resmi dianggap
mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau pemerintah; undang-undang, peraturan, dan
sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat; patokan (kaidah, ketentuan)
mengenai peristiwa (alam dan sebagainya) yang tertentu; keputusan (pertimbangan) yang
ditetapkan oleh hakim (dalam pengadilan); vonis;
Sedangkan demokrasi adalah (bentuk atau sistem) pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut
serta memerintah dengan perantaraan wakilnya; pemerintahan rakyat; gagasan atau
pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang
sama bagi semua warga negara;
Berdasarkan penjelasan diatas jelas baik hukum maupun demokrasi merupakan hal yang
tidak bisa dipisahkan dari suatu negara, juga merupakan ketetapan yang terjadi untuk
mengatur suatu negara. Dapat juga didefinisikan sebagai perantara antara rakyat dan
pemerintahannya.

B. Pelaksanaan hukum dan demokrasi di Indonesia


Selama ini pelaksanaan hukum dan demokrasi di Indonesia sudah berjalan sejak jaman
pemerintahan pertama presiden Ir. Soekarno, dan menjadi kekuasaan mutlak pada masa orde
baru yakni pemerintahan presiden Soeharto, kenapa demikian? Karena pada masa presiden
Soekarno gerakan pemuda melaksanakan aksi demokrasinya dengan mengangkat presiden
soekarno menjadi kepala pemerintahan rakyat, sedangkan ketika presiden Soeharto
memimpin, demokrasi seperti di bungkam, semua aktivis yang menyerukan kebebasan
demokrasi seolah hilang ditelan bumi. Dalam masa pemerintahan orde baru, hukum tunduk
atas perintah presiden, presiden memiliki kekuasaan yang mutlak. pemerintah juga
kehilangan makna demokrasi dimana pemilihan presiden ditetapkan oleh MPR dan bukan
oleh rakyat. Hal ini terjadi sejak tahun 1968-1998, 30 masa pemerintahan Soeharto
demokrasi bungkam. Penulis juga bertanya kepada para orangtua yang hidup dijamannya,
yang penulis dapatkan adalah para orangtua beranggapan kehidupan jaman dulu lebih enak
karena semua harga murah, jarang terjadi tindak kejahatan. Para pelaku kejahatan bisa tiba
tiba hilang tak berbekas. Hal ini mengingatkan kita kepada Jhon Key, “sang eksekutor” yang
bergerak atas perintah dari presiden Soeharto. Aman memang, tapi bukankah manusia bukan

4|Makalah Kewarganegaraan – Angika Furi Rahayu 042002166


hakim yang menentukan kehidupan manusia, kita memiliki hukum dan aturan yang
seharusnya bisa diterapkan. Efek positifnya memang tingkat kejahatan menurun, namun
rakyat menjadi hidup dibawah ketakutan bayang bayang rezim Soeharto. Pada masa
pemerintahan presiden Soeharto, Indonesia memang mengalami kemajuan perekonomian,
namun disertai juga korupsi yang merajalela dan hutang negara yang tinggi. Kebutuhan akan
barang pokok yang tinggi namun disajikan dalam harga yang murah, maka rakyat makmur.
Namun yang tidak disadari adalah subsidi yang dinikmati rakyat adalah hasil dari hutang luar
negeri, sehingga generasi yang baru pun memiliki warisan berupa hutang luar negeri yang
tinggi.
Berikut adalah perbandingan hutang pada jaman presiden Soeharto dan presiden Jokowi.

Dari angka diatas kita bisa melihat bahwa hutang negara bangsa kita berbeda pemerintahan
berbeda pula jumlah hutang luar negeri. Dan semakin meningkat siapapun presidennya. Dari
era Soeharto ke era BJ Habibie naik 41.7%, sedangkan untuk pemerintahan Gusdur naik
sebesar 26.3% dari pemerintahan selanjutnya, dilanjutkan pada era pemerintahan Megawati
naik 2%, berikutnya SBY 50% dan jokowi 40.6%.
Sekalipun pada masa pemerintahan jokowi mengalami kenaikan Utang Luar Negeri sebesar
40.6% namun kita bisa melihat angka peningkatan PDB sebesar 4.137,42 triliun, dengan
rasio terhadap utang sebesar 29.91%

5|Makalah Kewarganegaraan – Angika Furi Rahayu 042002166


C. Pelaksanaan hukum dan demokrasi di era presiden Jokowi
Sekarang kita akan membahas tentang pelaksanaan hukum dan demokrasi di era
presiden Jokowi. Berbagai pendapat datang dari banyak pihak, sekalipun presiden jokowi
sendiri mengumandangkan kebebasan demokrasi, revolusi mental terhadap hukum
diindonesia dan juga keterbukaan dalam menerima setiap kritik dan masukan, namun
pemerintahan Jokowi masih dianggap stag jalan ditempat, seperti yang dikemukakan oleh
Aktivis Etos Indonesia Institute, Iskandarsyah bahwa pelaksanaan hukum dan revolusi
mental birokrasi pada masa pemerintahan Jokowi masih belum ramah dalam memberikan
pelayanan. Keputusan Jokowi dalam memberikan untuk mendukung pengesahan revisi
undang undang KPK dan RUUKUHP salah satu contoh yang dianggap sebagai bukti
melemahnya hukum dan demokrasi di era pemerintahan Jokowi. Bahkan karena hal ini
Jokowi disandingkan dengan pemerintahan Soeharto, dianggap keduanya memiliki
kesamaan. Namun menurut pengamatan penulis, keduanya jelas berbeda. Bila Soeharto suka
membungkam, Jokowi lebih ke mengabaikan, jelas keduanya berbeda. Dimasa era Soeharto,
beliau pernah berujar “Biar rakyat menggantung saya” seandainya beliau gagal memberantas
korupsi saat itu, komisi pemberantasan korupsi pun dibentuk, namun kemudian dibubarkan,
hal ini karena hasil penemuan KPK membuat gerah dan resah para elite. Walaupun pada
akhirnya Soeharto tidak pernah benar benar digantung, dan KPK dibubarkan tanpa alasan
yang jelas setidaknya aspirasi rakyat untk mendirikan lembaga KPK didengarkan dan
dibentuk.
Berbeda dengan Jokowi, beliau bersama legislatif ikut memperlemah lembaga
pemberantasan korupsi dengan alat demokrasi. Ada mekanismenya, DPR mengajukan RUU
dan presiden Jokowi menyetujui beberpa pasal. Ada semacam prosedur bukan otomatis
langsung di bungkam. Jika Soeharto menggunakan ormas ormas untuk membungkam rakyat,
Jokowi justru membubarkan ormas yang dianggap mengintimidasi rakyat.
Dan terkait demo mahasiswa yang membungkam demokrasi, tindakan aparat kepolisian yang
bersikap tegas terhadap demonstran, itu bukan lah perintah dari presiden melainkan ada SOP
tersendiri dalam penanganan demonstran. Jokowi menjadi presiden bukanlah atas pilihan
beberapa orang apalagi hanya karena ditetapkan oleh MPR, jokowi hadir mejadi wakil rakyat
untuk negeri ini. Ada kalanya penulis berfikir kenapa di era presiden Jokowi ini sepertinya
banyak sekali kegemparan, apakah karena banyaknya para penguasa yang merasa gerah atau
resah keuntungan nya berkurang? Atau posisinya terancam? Dalam hal hukum yang bisa kita
ambil contoh adalah untuk hukum kelautan, hanya di jaman Jokowi bangsa asing tidak berani
melintasi batas perairan Indonesia. Hukuman jelas ditegakkan bagi yang melanggar seperti
penenggelaman kapal yang melanggar. Dalam contoh lain ada hukuman mati yang diberikan

6|Makalah Kewarganegaraan – Angika Furi Rahayu 042002166


kepada bandar narkoba, selama ini bandar narkoba dijatuhi hukuman seumur hidup, atau
hukuman mati, namun dalam pelaksanaannya pemerintah mengulur waktu sampai bertahun
tahun dan tidak ada tindakan nyata. Tercatat ada 18 narapidana yang dieksekusi mati dalam
masa 3 tahun pemerintahan Jokowi. Hal ini untuk merubah pemikiran bahwa hukuman mati
yang ditetapkan oleh negara ini membutuhkan waktu yang panjang dalam pelaksanaannya.
Penulis mengikuti pergerakan Jokowi bukan hanya saat menjabat sebagai presiden,
saat menjadi walikota pun beliau sudah menunjukkan ketegasannya, kecintaan akan
rakyatnya, dan juga memanusiakan manusia dalam setiap keputusan. Hal apa saja yang
menjadi kebijakan Jokowi terkait hukum dan demokrasi dimasa itu?
Pertama adalah para demonstran yang memenuhi balai kota di hari pertama beliau menjabat
walikota, beliau tidak mengerahkan penjaga gerbang untuk menghalau apalagi
membungkam, namun justru diminta untuk membuka gerbang dan membiarkan demonstran
masuk ke aula gedung pemerintahan. Jokowi meminta kepada pegawainya untuk
memberikan roti kepada para demonstran, para demonstran yang kaget dengan sikap yang
tidak biasa ini pun terheran diam. Saat Jokowi memasuki area aula yang penuh dengan
demonstarn yang beliau ucapkan adalah permohonan maaf dikarenakan ketidaktahuannya
jika hari ini akan ada pendemo, jadi tidak bisa menyiapkan makanan yang lebih layak seperti
soto dan hanya bisa menyiapkan roti,kemudian beliau pun bertanya apa yang ingin
disampaikan. Yang terjadi berikutnya adalah para pendemo terdiam dan membubarkan diri
dengan tertib dan aman.
Hal kedua yang penulis soroti adalah ketika ketua pamong praja diawal Jokowi menjabat
mengajukan pentungan, saat itu Jokowi malah mengganti petugas satpol PP yang garang
dengan ibu ibu berpakaian adat jawa, bahkan petugas satpol pp diminta menggunakan
seragam ala prajurit keraton. Jokowi mengungkapkan bahwa mendekati masyarakat tidak
bisa degan sikap anarkis, manusia harus memanusiakan sesamanya sehingga terjadi
kedamaian dalam setiap keputusan.
Demikian juga sama halnya ketika memberikan deadline dalam pembuatan KTP dan
pengurusan ijin, beliau melakukan survey permintaan pembuatan KTP dan perijinan dari
kecamatan, kemudian memanggil It yang ahli dibidangnya untuk menanyakan berapa lama
proses data bisa dicetak jadi, dijawab oleh tim IT untuk KTP paling lama 1 hari, dan perijinan
paling lama 2 minggu. Hal ini dilakukan Jokowi terkait banyaknya keluhan akan lamanya
proses birokasi, bahkan tergantung jumlah uang yang diberikan, jika Rp. 50.000 1 bulan
selesai, Rp.100.000 2 minggu selasai. Tentu saja ini merupakan praktek korupsi di birokrasi.
Jokowi skali lagi mendengarkan suara rakyatnya. Setelah semua data selesai dan dipanggil
untuk semua petugas yang bersangkutan dan juga orang orang pemerintahan yang berkaitan

7|Makalah Kewarganegaraan – Angika Furi Rahayu 042002166


langsung, maka Jokowi pun memberikan ketetapan terkait jangka waktu pembuatan KTP dan
Ijin. Beberapa aparat pemerintah yang menolak gagasan tersebut pun tidak menunggu waktu
lama untuk dicopot dan digantikan oleh yang bisa mengikuti ketetapan tersebut.
Di era pemerintahan presiden Jokowi sekarang, kita bisa menikmati layanan KIS & KIP
yakni jaminan kesehatan kartu indonesia sehat, dan jaminan pendidikan kartu indonesia
pintar, kita juga menikmati infrastruktur yang sedang berkembang dimana mana. Jokowi pun
mendengarkan setiap keluhan ataupun ketidakpuasaan rakyat, saat ini memang tertatih karena
banyaknya yang harus dibenahi.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mencatat agenda reformasi kebijakan
hukum yang dijalankan oleh pemerintahan Jokowi saat ini, belum memenuhi dan
merealisasikan apa yang tertuang dalam Nawacita ke-4.
ada tujuh poin yang menjadi fokus ICJR dalam menyoroti kinerja pemerintah Jokowi.
1. Reformasi Kebijakan Pidana
Terkait hal ini, maka tidak dapat dipisahkan dari Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (RKUHP). Keberpihakan RKUHP terhadap Hak Asasi Manusia atau HAM,
perlindungan anak, perempuan dan kelompok marjinal, pemberantasan korupsi, sampai
dengan reformasi penegakan hukum masih cukup jauh.
"Banyak ketentuan dalam RKUHP yang sama sekali tidak berpihak pada kelompok sasaran
yang ingin dilindungi oleh pemerintah," kata Anggara. Ia menilai, sejak awal pembahasan
RKUHP tidak didahului dengan evaluasi dan harmonisasi semua ketentuan pidana yang
ada. Alhasil, pembahasan RKUHP dilakukan tanpa arah yang jelas.
2. Penghapusan Hukuman Mati
Sebagai negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, Indonesia belum menghapus
hukuman mati. Dalam beberapa kesempatan, pemerintah seolah mendukung digunakannya
pidana mati dengan berbagai alasan. Meski begitu, ICJR mengapresiasi sikap pemerintah
Jokowi - JK yang memilih untuk mendukung rekomendasi Universal Periodic Review
(UPR) 2017 tentang moratorium eksekusi mati dan juga rekomendasi terkait jaminan fair
trial terhadap kasus hukuman mati
3. Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi
Kebebasan berpendapat dan berekspresi saat ini masih dalam ancaman. Adanya Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak membawa angin segar bagi
upaya perlindungan terhadap kebebasan berpendapat di ranah internet.

8|Makalah Kewarganegaraan – Angika Furi Rahayu 042002166


4. Pemidanaan dengan Hukuman Badan
Di era Jokowi, masih ada yang melegitimasi penggunaan hukuman badan/tubuh
(Corporal Punishment) di Indonesia melalui Qanun Jinayat seperti yang diterapkan di Aceh,
Sumatera Utara.
5. Kebijakan Pemasyarakatan
Gagalnya pelaksanaan alternatif pemidanaan non-pemenjaraan serta kegagalan pemerintah
dalam mengembangkan bentuk baru dari alternatif pemidanaan non-pemenjaraan, menjadi
salah satu penyebab utama terus meningkatnya angka overcrowding di Indonesia.
Pemerintahan Presiden Jokowi melalui kebijakan Peraturan Menteri Hukum dan HAM
Nomor 11 Tahun 2017 tentang Grand Design Penanganan Overcrowded pada Rutan dan
Lapas menyatakan bahwa overkriminalisasi merupakan permasalahan yang memberikan
sumbangsih terhadap overcrowding yang terjadi di Indonesia serta mengkritik kebijakan-
kebijakan dalam RKUHP yang justru memuat lebih banyak ketentuan pidana yang jelas
akan berdampak pada penambahan kepadatan hunian di Lapas.
6. Sistem Peradilan Pidana Anak
Sistem peradilan pidana anak yang tak boleh luput dari fokus reformasi hukum pidana.
Berdasarkan UU SPPA, pemerintah wajib membuat enam materi dalam bentuk Peraturan
Pemerintah dan dua materi dalam bentuk Peraturan Presiden. Namun sampai saat ini
peraturan pendukung masih belum semua tersedia. Pemerintah baru merampungkan lima
dari delapan substansi peraturan pelaksana UU tersebut. Salah satu permasalahan yang
memprihatinkan lainnya adalah soal minimnya jumlah institusi baru pengganti tempat
penangkapan dan penahanan anak.
7. Penguatan Kebijakan atas Perlindungan Saksi dan Korban
Selama ini, fokus yang diberikan oleh Jokowi dalam konteks tindak pidana kekerasan lebih
difokuskan pada kebijakan penghukuman, bukan pada perlindungan korban.

9|Makalah Kewarganegaraan – Angika Furi Rahayu 042002166


PENUTUP

1. KESIMPULAN
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, dapat
disimpulkan bahwa
 Pemerintah di era Jokowi sudah menjalankan hukum dan demokrasi secara
terbuka sekalipun dalam prakteknya masih tertatih untuk pelaksanaannya.
Sekalipun ada banyak kendala, namun sudah berjalan ke arah yang lebih baik.
Ada banyak hukum yang sudah dilaksanakan seperti hukum laut dan hukum untuk
narapidana narkoba. Dalam pesta demokrasi pun sudah terlaksana dengan
dipilihnya presiden berdasarkan pemilu yang diikuti bangsa Indonesia dan bukan
hanya dari keputusan MPR. Rakyat pun bebas untuk menyuarakan aspirasinya
namun dengan batasan yang jelas, bukan menjadikan demokrasi sebagai ajang
pemaksaan kehendak dengan bersikap anarkis.
2. SARAN
Adapun saran yang dapat penulis sampaikan adalah:
 Kembali kepada pandangan hidup bahwa tidak ada satupun yang terjadi di Dunia
ini tanta seijin yang Kuasa. Hendaklah kita sama sama mengawasi kinerja
pemerintahan yang ada, baik dalam pelaksanaan hukum maupun demokrasi di
negara kita. Apabila kedepannya ditemukan hal yang menyimpang atau
penyelewengan, mari kita gunakan instrumen demokrasi sebagai alat untuk
mengembalikan hal yang salah ke hal yang benar dengan catatan tidak melebihi
batasan yang bisa merugikan diri sendiri dan oranglain. Seperti pemaksaan
kehendak, anarkis, maupun turut serta dalam penyebaran berita hoax dan ujaran
kebencian.
 Milikilah sikap untuk mementingkan kepentingan bersama diatas kepentingan
sendiri, menerima jika apa yang terjadi tidak sesuai kehendak kita (dalam konteks
hal positif) namun atas pilihan bersama.
 Awasi kinerja pemerintahan, pelaksanaan hukum dan penerapan demokrasi
dinegara kita, jadi benteng pertahan bangsa untuk persatuan dan kesatuan, jangan
biarkan apapun mencuci otak kita dan menimbulkan perpecahan. Ingat bangsa
Indonesia memiliki pedoman bhineka tunggal ika, yang artinya walaupun berbeda
suku, bahasa dan agama tapi kita merupakan satu kesatuan, yakni bangsa
Indonesia. Tidak ada lagi umat muslim, umat nasrani, suku ambon, suku jawa,
yang ada hanyalah satu, yakni INDONESIA.

10 | M a k a l a h K e w a r g a n e g a r a a n – A n g i k a F u r i R a h a y u
042002166

Anda mungkin juga menyukai