Oleh :
Risal.A (201663201053)
Sayidati Hasanah (201663201013)
Thomas Yamba Buer (201663201094)
Everista Samkakai (201663201168)
Fiktorius Tagi (201663201097)
Marten Jitaf (201363201084)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan pada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami
berhasil menyelesaikan tugas makalah Pengantar Ilmu Administrasi Negara yang
berjudul Sistem Kepartaian tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh
dari kesempurnaan. Seperti halnya pepatah tak ada gading yang tak retak , oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat
membangun guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Serta kami
berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.
AMIN
Merauke,............... 2017
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 15
B. Saran .................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
iii
B. Rumusan Masalah
1. Sistem kepartaian apa yang dianut oleh negara Indonesia?
2. Apa kelebihan dan kekurangan dari sistem kepartaian yang ada ?
3. Apakah sistem kepartaian yang dianut oleh negara Indonesia sudah sesuai
dengan harapan bangsa Indonesia jika dikaitkan pula dengan sistem
pemerintahan presidensial yang dianut oleh Indonesia?
4. Bagaimana upaya penyelesaian permasalahan mengenai sistem kepartaian
di Indonesia yang dinilai tidak sesuai untuk diterapkan?
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami sistem kepartaian yang dianut oleh negara
Indonesia .
2. Mengetahui dan memahami kekurangan dan kelebihan dari sistem
kepartaian.
3. Mengidentifikasi dan memahami manfaat yang telah dirasakan bangsa
Indonesia mengenai sistem kepartaian yang dianut apabila dikaitkan
dengan sistem pemerintahan presidensial.
4. Mengetahui cara penyelesaian permasalahan mengenai sistem kepartaian
di Indonesia yang dinilai tidak sesuai untuk diterapkan.
iv
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
UU No 2 Tahun 2008 - Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan
dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar
kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela
kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara
keutuhan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
1
partai politik dianggap sebagai menifestasi dari suatu sistem politik yang
demokratis, yang mewakili aspirasi rakyat Pada permulaannya peranan partai
politik di negara-negara Barat bersifat elitis dan aristokratis, dalam arti terutama
mempertahankan kepentingan golongan bangsawan terhadap tuntutan raja, namun
dalam perkembangannya kemudian peranan tersebut meluas dan berkembang ke
segenap lapisan masyarakat. Hal ini antara lain disebabkan oleh perlunya
dukungan yang menyebar dan merata dari semua golongan masyarakat. Dengan
demikian terjadi pergeseran dari peranan yang bersifat elitis ke peranan yang
meluas dan populis.
2
D. Tujuan Partai Politik
3
BAB III
PEMBAHASAN
SISTEM KEPARTAIAN
4
Sejak Suharto menjadi presiden pada tahun 1967 partai politik dianggap
sebagai penyebab dari ketidakstabilan politik yang terjadi pada tahun 1950an -
1960an. Oleh karena itu agenda yang penting untuk menciptakan pemerintahan
yang stabil adalah melakukan penyederhanaan partai politik. Pada pemilu pertama
di masa Orde Baru, tahun 1971, terdapat 10 partai politik, termasuk partai
pemerintah (Golkar) ikut berkompetisi memperebutkan kekuasaan. Pada tahun
1974 Presiden Suharto melakukan restrukturisasi partai politik, yaitu melakukan
penyederhanaan partai melalui penggabungan partai-partai politik. Hasil dari
restrukturisasi partai politik tersebut adalah munculnya tiga partai politik (Golkar,
PPP, dan PDI). PPP merupakan hasil fusi dari beberapa partai politik yang
berasaskan Islam (NU, Parmusi, PSII dan Perti). PDI merupakan hasil
penggabungan dari partai-partai nasionalis dan agama non-Islam (PNI, IPKI,
Parkindo, Katolik). Sedangkan Golkar adalah partai politik bentukan pemerintah
Orde Baru.
Meskipun dari sisi jumlah partai politik yang berkembang di Indonesia pada
saat itu, Indonesia dikategorikan sebagai negara yang menganut sistem multi
partai, banyak pengamat politik berpendapat bahwa sistem kepartaian yang dianut
pada era Orde Baru adalah sistem partai tunggal. Ada juga yang menyebut sistem
kepartaian era Orde Baru adalah sistem partai dominan. Hal ini dikarenakan
kondisi kompetisi antar partai politik yang ada pada saat itu. Benar, jika jumlah
partai politik yang ada adalah lebih dari dua parpol sehingga dapat dikategorikan
sebagai sistem multi partai. Namun jika dianalisis lebih mendalam ternyata
kompetisi diantara ketiga partai politik di dalam pemilu tidak seimbang. Golkar
mendapatkan privelege dari pemerintah untuk selalu memenangkan persaingan
perebutan kekuasaan.
5
mereka. Liberalisasi politik dilakukan karena partai politik warisan Orde Baru
dinilai tidak merepresentasikan masyarakat Indonesia yang sesungguhnya.
Hasilnya tidak kurang dari 200 partai politik tumbuh di dalam masyarakat. Dari
ratusan parpol tersebut hanya 48 partai yang berhak mengikuti pemilu 1999.
Pemilu 1999 menghasilkan beberapa partai politik yang mendapatkan suara yang
signifikan dari rakyat Indonesia adalah PDI.Perjuangan, P.Golkar, PKB, PPP, dan
PAN.
Peserta pemilu tahun 2004 berkurang setengah dari jumlah parpol pemilu
1999, yaitu 24 parpol. Berkurangnya jumlah parpol yang ikut serta di dalam
pemilu 2004 karena pada pemilu tersebut telah diberlakukan ambang batas
(threshold). Ambang batas tersebut di Indonesia dikenal dengan Electoral
Threshold. Di dalam UU No 3/1999 tentang Pemilu diatur bahwa partai politik
yang berhak untuk mengikuti pemilu berikutnya adalah partai politik yang
mendapatkan sekurang-kurangnya 2% jumlah kursi DPR. Partai politik yang tidak
mencapai ambang batas tersebut dapat mengikuti pemilu berikutnya harus
bergabung dengan partai lain atau membentuk partai politik baru.
Klasifikasi sistem kepartaian jika dilihat dari segi komposisi dan fungsi
keanggotaannya maka partai politik dapat dibagi menjadi dua jenis; partai massa
6
dan partai kader. Jika dilihat dari segi sifat dan orientasinya partai politik dibagi
dua jenis; partai lindungan dan partai ideologi atau azas. Di dalam buku Dasar-
dasar Ilmu Politik yang ditulis Prof. Miriam Budiardjo sistem klasifikasi
kepartaian yang lebih banyak digunakan dalam ranah demokrasi yakni :
Sitem partai tunggal ini merupakan satu-satunya partai dalam suatu negara,
maupun partai yang mempunyai kedudukan dominan diantara beberapa partai
lainnya. Pola partai tunggal terdapat dibeberapa negara Afrika (Ghana dimasa
Nkrumah, Guinea, Mali, Pantai Gading), Eropa Timur dan RRC. Susunan
kepartaian dinamakan non-kompetitif oleh karena itu partai-partai yang ada harus
menerima pimpinan dari partai yang dominan dan tidak dibenarkan bersaing
secara merdeka melawan partai itu.
Negara yang paling berhasil untuk meniadakan partai-partai lain ialah Uni Soviet.
Partai komunis Uni Soviet bekerja dalam suasana yang non-kompetitif, tidak ada
partai lain yang boleh bersaing, ataupun yang ditolerir. Oposisi dianggap sebagai
pengkhianatan. Partai tunggal serta organisasi yang bernaung dibawahnya
berfungsi sebagai pembimbing dan penggerak masyarakat dan menekankan
perpaduan dari kepentingan rakyat secara menyeluruh.
7
berada pada satu tangan sehingga pelaksanaan kekuasaannya itu berlaku
sewenang-wenang. Kecenderungan lain adalah sistem partai tunggal ini
terkadang membawa bencana bagi kelangsungan demokrasi baik bagi
rakyat, bangsa, maupun negara. Hal ini bisa dilihat dinegara-negara
komunis. Demikian pula halnya sistem partai tunggal yang berdasarkan
pada azas fasisme seperti Italia Musolini dan faham Naziisme seperti
Jerman Hitler.
b. Tidak tercapainya perwujudan masyarakat yang sejahtera. Hal ini bisa
dilihat pada pemerintahan Khmer Merah Kheu Sampan di Kamboja atau
Pemerintahan Mao Tse Tung di Cina dimana rakyat banyak yang sengsara.
c. Tidak adanya sistem kontrol sosial.
d. Sistem partai tunggal tidak mengakui doktrin-doktrin politik demokrasi
yang berlaku dinegara-negara liberal ataupun negara demokrasi lainnya.
e. Sistem partai tunggal tidak mengakui adanya konstitusi yang bersifat
filsafat negara demokratik, struktur organisasi negara, perubahan terhadap
konstitusi negara dan hak azasi manusia.
f. Sistem partai tunggal tidak mengakui adanya kebebasan pers.
g. Rakyat tidak mempunyai pilihan lain dalam mengemukakan pendapat dan
hak-haknya
Sistem dwi partai atau dua partai merupakan adanya dua partai dalam
sebuah negara atau pemerintahan atau adanya beberapa partai tetapi dengan
peranan dominan dari dua partai. Partai-partai ini terbagi kedalam partai yang
berkuasa (karena menang dalam pemilu) dan partai oposisi (karena kalah dalam
pemilu).
Sistem dwi partai biasa disebut dengan istilah a convenient system for
contented people dan memang kenyataannya sistem dwi partai dapat berjalan
8
dengan baik apabila terpenuhi tiga syarat; komposisi masyarakat adalah homogen,
konsesus dalam masyarakat mengenai azas dan tujuan sosial yang pokok adalah
kuat, dan adanya kontinuitas sejarah.
Negara-negara yang menganut sistem dwi partai ini adalah Inggris dengan
partai Buruh dan partai konservatifnya, Amerika dengan partai Republik dan
partai Demokrat, Jepang, dan Kanada. Sistem dwi partai umumnya diperkuat
dengan digunakannya sistem pemilihan distrik (single-member constituency)
dimana dalam setiap daerah pemilihan hanya dapat dipilih satu wakil saja. Sistem
dwi partai ini mempunyai kecenderungan untuk menghambat pertumbuhan dan
perkembangan partai-partai kecil.
a. Dalam sistem distrik suara pemilu yang dihasilkan selalu suara mayoritas,
b. Terwujudnya stabilitas pemerintahan yang dapat berjalan sesuai dengan
kurun waktu yang telah ditetapkan,
c. Pergantian pemerintahan dalam sistem ini dengan pemilu sistem distrik
cenderung berjalan normal,
d. Program-program pemerintah dapat berjalan dengan baik,
e. Adanya keterikatan pada konstitusi negara.
Sistem multi partai adalah adanya partai-partai politik yang lebih dari dua
partai dalam sebuah negara atau pemerintahan. Sistem ini banyak dianut oleh
negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Belanda, Perancis, Swedia, dsb.
Sistem ini lebih menitikberatkan peranan partai pada lembaga legislatif sehingga
peranan badan eksekutif sering lemah dan ragu-ragu. Hal ini disebabkan oleh
karena tidak ada satu partai yang cukup kuat untuk membentuk suatu
9
pemerintahan sendiri, sehingga terpaksa membentuk koalisi dengan partai-partai
lain.
10
bahwa sistem presidensial yang dikombinasikan dengan sistem multi partai yang
dilaksanakan di beberapa negara gagal untuk menciptakan pemerintahan yang
ideal. Amerika Serikat berhasil menciptakan pemerintahan yang efektif dan stabil
karena menggunakan kombinasi sistem presidensial dan dwi partai.
11
yang tereleminasi dari ketentuan tersebut pasti akan mendirikan parpol baru. Perlu
ada ketegasan dari elemen bangsa untuk menetapkan jumlah parpol sebagai
penyeimbang sistem pemerintahan yang menganut paham presidensil, agar
demokrasi di negeri ini dapat bertumbuh dengan baik. Jika semua parpol telah
mengakui Pancasila sebagai asas tunggal, maka sangat elegan jika Indonesia
hanya memiliki lima partai politik dengan menggunakan simbol-simbol dari lima
sila Pancasila itu sebagai lambang partainya.
Sepertinya pilihan pertama ini sangat sulit, kalau tidak dibilang mustahil,
untuk dilakukan. Selain pengalaman traumatis yang pernah dialami Indonesia
pada masa demokrasi parlementer, UUD 1945 secara tegas mengamanatkan
bahwa sistem pemerintahan Indonesia adalah presidensial. Tidak mudah untuk
melakukan amandemen terhadap UUD, akan memerlukan perdebatan yang
panjang dan pasti akan mendapatkan resistensi yang sangat besar. Pilihan ini
adalah tidak realistik untuk dipilih.
12
politiknya maka sistem multi partai haruslah diubah menjadi sistem dwi partai.
Tawaran solusi ini sepertinya juga sulit untuk direalisasikan karena akan melawan
arus demokrasi. Masyarakat Indonesia yang sifatnya plural tidak akan bisa
direpresentasikan oleh dua partai politik saja.
Jumlah partai politik yang terlalu banyak juga merupakan salah satu faktor
penyumbang tidak efektifnya sistem pemerintah di Indonesia. Banyaknya partai
politik yang ikut dalam pemilu menyebabkan koalisi yang dibangun untuk
mencalonkan presiden dan wakil presiden terlalu gemuk karena melibatkan
banyak parpol. Gemuknya koalisi ini mengakibatkan pemerintahan hasil koalisi
tidak dapat berjalan efektif karena harus mempertimbangkan banyak kepentingan.
Jika saja partai politik yang ikut serta pemilu tidak banyak, maka koalisi parpol
yang dibangun juga tidak akan menjadi gemuk. Presiden terpilih idealnya
berasal dari koalisi yang sekurang-kurangnya mendapatkan dukungan parlemen
50% dari jumlah kursi DPR dan jumlah partai yang ikut berkoalisi tidak banyak,
cukup dua atau tiga partai saja.
Usulan solusi ini lebih moderat jika dibandingkan dengan pilihan 1 dan 2
karena masih mempertahankan sistem presidensial dan sistem multi partai. Hanya
saja jumlah partai di Indonesia yang terlalu banyak ini perlu disederhanakan.
Penyederhanaan partai politik sebenarnya sudah dilakukan sejak pemilu 1999
dengan mengimplementasikan ambang batas bagi partai politik untuk ikut serta
dalam pemilu berikutnya (Electoral Threshold) dan ambang batas bagi partai
politik untuk mengirimkan wakilnya di parlemen (Parliamentary Threshold)
akan diberlakukan pada pemilu 2009.
13
Beberapa pengamat politik berpendapat penyelenggaraan pemilu legislatif
dan presiden secara bersama-sama, concurrent elections, akan menciptakan
pemerintahan yang efektif. Denganconcurrent elections presiden terpilih akan
mendapatkan legitimasi yang kuat dari rakyat dan mendapatkan dukungan yang
kuat dari parlemen. Di dalam masyarakat/negara yang menganggap pemilihan
presiden lebih penting dibandingkan pemilihan legislatif, pemilih akan cenderung
memilih partai poltitik yang mencalonkan presiden yang didukungnya. Akibatnya
partai politik yang mendukung calon presiden terpilih akan memiliki peluang
besar untuk memenangkan pemilu legislatif. Dengan demikan mayoritas anggota
parlemen berasal dari partai tersebut.
14
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Negara Indonesia menganut Sistem Kepartaian Multi Partai. Hal ini dapat
dilihat dari jumlah partai yang berpartisipasi dalam pemilu berjumlah lebih
dari dua partai. Di samping itu diisyaratkan pula pada pasal 6A (2) UUD 1945
yang menyatakan bahwa pasangan Presiden dan Wakil Presiden diusulkan
oleh partai politik atau gabungan partai politik. Dengan demikian dari pasal
tersebut di dalam pemilu presiden dan wakil presiden paling sedikit terdapat
tiga partai politik.
3. Indonesia tidak cocok dengan sistem multipartai. Hal itu dikarenakan sistem
pemerintahan di Indonesia adalah presidensial. Pemerintahan yang dipilih
langsung oleh rakyat, seharusnya lebih kuat kedudukan politiknya. Tetapi
15
yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya, sehingga membuat Presiden
menjadi kurang berdaya dalam menata kehidupan berdemokrasi ke arah yang
lebih baik.
SARAN
a. Bagi Pemerintah
b. Bagi Mahasiswa
16
DAFTAR PUSTAKA
17