Anda di halaman 1dari 26

TUGAS KELOMPOK 1

KEKUASAAN DAN PENGARUH

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 :

HERLIANSYAH B2B1 20 010


REZKY RAHMAYANTY B2B1 20 012
W. SALMIYAH B2B1 20 007

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN

PROGRAM STUDI ILMU MANAJEMEN

UNIVERSITAS HALU OLEO

2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang kekuasaan dan pengaruh.
Adapun makalah tentang kekuasaan dan pengaruh ini telah kami usahakan
semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa
menyampaikan bayak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadar sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena
itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi
pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat
memperbaiki makalah kekuasaan dan pengaruh ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah tentang agama
ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inspirasi
terhadap pembaca.

Kendari,  2021

  Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Mempengaruhi merupakan inti dari kekuasaan,agar seseorang dapat menjadi


pemimpina yang efektif orang itu harus mampu mempengaruhi orang lain,
agar mau menjalankan permintaan,serta menjalankan kebijakannya.

Kekuasaan adalah kapasitas untuk mempengaruhi sikap dan perilaku orang


lain dalam arah yang diinginkan. Kekuasaan digunakan untuk menjelaskan
kapasitas absolut seorang pemimpin untuk mempengaruhi perilaku atau
sikap seseorang atau lebih yang ditunjuk sebagai target pada satu waktu
tertentu.

Otoritas melibatkan hak, prerogatif, kewajiban, dan tugas yang berkaitan


dengan posisi khusus dalam organisasi atau sistem sosial. Otoritas
pemimpin biasanya meliputi hak untuk membuat keputusan khusus untuk
organisasi

Untuk memahami apa yang membuat manajer menjadi efektif


membutuhkan analisis kompleks terhadap jaringan hubungan dan proses
mempengaruhi yang ditemukan dalam semua organisi,seperti kasus yang
ada di rumah sakit Restveiw dibawah ini.

1.2 TUJUAN

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami tentang kekuasaan dan


mempengaruhi dan sekali gus memenuhi tugas dalam mata kuliah
kepemimpinan startegik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KONSEPSI KEKUASAAN DAN OTORITAS

Kekuasaan

Kekuasaan adalah kapasitas untuk mempengaruhi sikap dan perilaku orang


lain dalam arah yang diinginkan. Kekuasaan digunakan untuk menjelaskan
kapasitas absolut seorang pemimpin untuk mempengaruhi perilaku atau
sikap seseorang atau lebih yang ditunjuk sebagai target pada satu waktu
tertentu.

Otoritas

Otoritas melibatkan hak, prerogatif, kewajiban, dan tugas yang berkaitan


dengan posisi khusus dalam organisasi atau sistem sosial. Otoritas
pemimpin biasanya meliputi hak untuk membuat keputusan khusus untuk
organisasi.

2.2. HASIL DARI UPAYA PENGARUH

- Komitmen, yaitu menjelaskan hasil di mana seorang target secara internal


menyetujui keputusan atau permintaan pemimpin dan memberikan
dukungan penuh untuk melaksanakan apa yang menjadi permintaan atau
mengimplementasikan keputusan secara efektif.

- Kepatuhan, yaitu menjelaskan hasil di mana target bersedia melakukan apa


yang pemimpin inginkan tetapi lebih didasarkan pada rasa apatis daripada
rasa antusiasme dan hanya memberikan sedikit dukungan. Untuk tugas
yang sulit dan kompleks, kepatuhan akan menjadi hasil yang tidak terlalu
berhasil dibandingkan dengan komitmen. Akan tetapi, untuk tugas-tugas
rutin dan sederhana, mungkin kepatuhan memang dibutuhkan para
pemimpin untuk mencapai tujuan dari suatu tugas.

- Perlawanan, yaitu menjelaskan hasil di mana seorang target nenentang


proposal atau permintaan, bukan hanya tidak tertaraik saja, dan secara aktif
berusaha untuk menghindari untuk tidak menjalankannya. Seorang target
akan memberikan respons dalam cara berikut :
1. membuat alasan mengapa permintaan tidak dapat dilaksanakan,
2. berusaha melakukan pendekatan kepada pemimpin untuk
membatalkan atau mengubah permintaannya,
3. meminta orang yang memiliki otoritas lebih tinggi untuk
mengesampingkan permintaan pemimpin,
4. menunda tindakan dengan harapan pemimpin akan melupakan
permintaan itu,
5. berpura-pura menuruti tetapi berusaha melakukan sabotase tugas itu;
6. menolak melaksanakan permintaan.

2.3. PROSES MEMPENGARUHI

3 jenis proses mempengaruhi, yaitu :

1. Kepatuhan Instrumental. Seorang target melaksanakan tindakan yang


diminta untuk tujuan mendapatkan imbalan yang pasti atau menghindari
hukuman. Level dukungan yang diberikan mungkin sangat kecil yang
diperlukan untuk mendapatkan penghargaan atau untuk menghindari
hukuman.
2. Internalisasi. Seorang target memiliki komitmen untuk mendukung dan
menerapkan proposal yang diajukan oleh pemimpin terlihat seperti
diharapkan secara intrinsik dan sesuai dalam hubungannya dengan nilai,
keyakinan dan citra pribadi dari target.
3. Identifikasi Personal. Seorang target meniru perilaku pemimpin atau
mengambil sikap yang sama agar disukai oleh pemimpin.

2.4. TIPE DAN SUMBER KEKUASAAN

Tipe-Tipe Kekuasaan :

1. Kekuasaan memberi penghargaan (Reward Power): Para target patuh


terhadap perintah untuk memperoleh penghargaan yang dikendalikan
oleh agen.
Seperti namanya, Kekuatan jenis ini adalah kekuatan yang menggunakan
Balas Jasa atau Reward untuk memengaruhi seseorang untuk bersedia
melakukan sesuatu sesuai keinginannya. Balas jasa atau Reward dapat
berupa Gaji, Upah, Bonus, Promosi, Pujian, Pengakuan ataupun
penempatan tugas yang lebih menarik. Namun melalui Kekuatan Balas
jasa ini, seorang pemimpin/manajer juga dapat menunda pemberian
Reward (balas jasa) tersebut sebagai hukumannya jika bawahannya tidak
melakukan apa yang telah diperintahkan. Kekuatan Balas Jasa (reward)
ini timbul karena Posisi atau Jabatan seseorang yang memungkinkan
dirinya memberikan penghargaan atau imbalan terhadap pekerjaan
ataupun tugas yang dilakukan oleh orang lain. Contohnya seorang
Manajer yang memiliki kekuatan untuk melakukan penilaian kinerja
sehingga dapat menentukan besaran kenaikan gaji terhadap bawahannya.
2. Kekuasaan Memaksa (Coercive Power): Para target patuh terhadap
perintah untuk menghindari hukuman yang dikendalikan oleh agen.
Kekuatan Paksaan atau Coercive Power ini lebih cenderung ke
penggunaan ancaman atau hukuman untuk memengaruhi seseorang untuk
bersedia melakukan sesuatu sesuai dengna keinginannya. Kekuatan
Paksaan ini adalah kebalikan atau sisi negatif dari Kekuatan Balas Jasa
(Reward Power). Contoh ancaman atau hukuman yang diberlakukan jika
tidak mengikuti perintah yang diinstruksikan antara lain seperti
pemberian surat peringatan, penurunan gaji, penurunan jabatan dan
bahkan pemberhentian kerja atau PHK.
3. Kekuasaan yang Memiliki Legitimasi (Legitimate Power): Para target
patuh karena mereka percaya bahwa agen memiliki hak untuk
memerintah dan seorang target berkewajiban untuk mematuhinya.
Kekuatan Sah atau Legitimate Power ini berasal dari posisi resmi yang
dijabat oleh seseorang, baik itu dalam suatu organisasi, birokrasi ataupun
pemerintahan. Kekuatan Sah adalah Kekuatan yang diperoleh dari
konsekuensi hirarki dalam organisasi. Seseorang yang menduduki posisi
tertentu dalam organisasi memiliki hak dan wewenang untuk
memberikan perintah dan instruksi dan mereka sebagai bawahan ataupun
anggota tim berkewajiban untuk mengikuti instruksi atau perintah
tersebut.
4. Kekuasaan Berdasarkan Keahlian (Expert Power): Para target patuh
karena mereka percaya bahwa agen memiliki pengetahuan khusus
mengenai cara menyelesaikan suatu pekerjaan.
Kekuatan Keahlian atau Expert Power ini muncul karena adanya keahlian
ataupun keterampilan yang dimiliki oleh seseorang. Seringkali seseorang
yang memiliki pengalaman dan keahlian tertentu memiliki kekuatan ahli
dalam suatu organisasi meskipun orang tersebut bukanlah Manajer
ataupun Pemimpin. Individu-individu yang memiliki
keterampilan/keahlian tersebut biasanya dipercayai oleh Manajernya
untuk membimbing karyawan lainnya dengan benar.
5. Kekuasaan Berdasarkan Referensi (Referent Power): Para target patuh
karena mereka mengagumi atau mengenai agen dan ingin mendapatkan
persetujuan agen.
Kekuatan Rujukan atau Referent Power ini merupakan kekuatan yang
diperoleh atas dasar kekaguman, keteladanan, kharisma dan kepribadian
dari seorang pemimpin. Contohnya Gandhi yang memimpin jutaan orang
karena kepribadian dan Karismatiknya.
6. Kekuasaan Akan Informasi (Information Power): melibatkan akses
terhadap informasi vital dan kendali atas distribusi informasi kepada
orang lain.
7. Kekuasaan secara Ekologis (Ecological power) : Kontrol terhadap
lingkungan fisik, teknologi, dan organisasi kerja memberikan kesempatan
tidak langsung untuk mempengaruhi orang lain.

2.5. BAGAIMANA KEKUASAAN DAPAT DIPEROLEH ATAU HILANG

Dua teori yang menjelaskan bagaimana kekuasaan diperoleh atau hilang


adalah:

· Teori Pertukaran Sosial

Menjelaskan bagaimana kekuasaan diperoleh dan hilang saat terjadinya


proses saling mempengaruhi seiring waktu antara pemimpin dan bawahan
dalam kelompok kecil dan menekankan pada kekuasaan dan wewenang
berdasarkan keahlian, dan bentuk lain dari kekuasaan tidak terlalu dibahas.

· Teori Kontingensi Strategis

Menjelaskan bagaimana diperoleh dan hilangnva kekuasaan berbagai


subunit dalam organisasi (misalnya,departemen fungsional atau divisi
produksi) dan implikasi dari distribusi kekuasan tersebut untuk efektivitas
organisasi dalam lingkungan yang berubah. Teorinya mendalilkan bahwa
kekuasaan dari sebuah subunit tergantung pada tiga faktor : (1) keahlian
dalam menanggulangi masalah yang penting, (2) sentralitas dari subunit
dalam alur pekerjaan, dan (3) tingkat di mana keahlian dari subunit
tersebut adalah unik, tidak dapat digantikan dengan yang lainnya.

Meskipun dua teori tersebut berfokus pada proses kekuasan pada berbagai
level analisis yang berbeda, level-level tersebut memiliki berbagai kesamaan
keunggulan dan sebagai besar memiliki kecocokan. Kedua teori
menekankan pentingnya keahlian untuk memperoleh wewenang.

2.6. KONSEKUENSI KEKUASAAN POSISI DAN KEKUASAAN


PERSONAL

Yaitu implikasi dari penggunaan berbagai tipe kekuasaan. Sebagian besar


studi kekuasaan menemukan bahwa kekuasaan berdasarkan keahlian dan
referensi mempunyai korelasi positif dengan kepuasan dan kinerja bawahan.
Untuk kekuasaan yang memiliki legitimasi, memberi penghargaan dan
kekuasaan memaksa hasilnya tidak konsisten, dan korelasinya dengan
kriteria biasanya negatif atau tidak signifikan dibandingkan hasil positif.
Secara keseluruhan, hasil studi itu menyatakan bahwa pemimpin yang
efektif lebih mengandalkan diri pada kekuasaan berdasarkan keahlian dan
referensi untuk mempengaruhi bawahannya. Kekuasaan berdasarkan
keahlian, kekuasaan berdasarkan referensi, dan kekuasaan yang memiliki
legitimasi memiliki korelasi positif dengan komitmen secara sifat dari
bawahan, sedangkan kekuasaan memberi penghargaan dan kekuasaan
memaksa memiliki korelasi dengan kepatuhan perilaku.

Dari studi yang dilakukan, alasan utama untuk patuh adalah pemimpin
dengan kekuasaan yang memiliki legitimasi, dan kekuasaan memberi
penghargaan juga menjadi alasan penting untuk patuh, meskipun tipe-tipe
ini tidak berhubungan dengan komitmen. Kekuasaan yang memiliki
legitimasi merupakan alasan yang paling umum untuk memenuhi
permintaan atasan, meskipun hal ini tidak mempunyai korelasi dengan
komitmen tugas. Untuk sebagian besar permintaan atau perintah yang rutin,
penggunaan kekuasaan yang memiliki legitimasi dengan bentuk permintaan
atau perintah yang sederhana akan menghasilkan kepatuhan target.

2.7. SEBERAPA BESAR KEKUASAAN YANG HARUS DIMILIKI


SEORANG PEMIMPIN

Pemimpin membutuhkan kekuasaan agar dapat efektif, tetapi tidak berarti


bahwa memiliki kekuasaan yang besar selalu lebih baik. Jelaslah bahwa
besarnya kekuasaan yang diperlukan tergantung pada apa yang dibutuhkan
dalam menyelesaikan pekerjaan dan keterampilan pemimpin dalam
menggunakan kekuasaan yang tersedia.

Pertanyaan mengenai pencampuran kekuasaan secara optimal oleh


pemimpin menjadi semakin kompleks karena adanya ketergantungan antara
sumber-sumber kekuasaan. Perbedaan antara posisi dan kekuasaan personal
terkadang tampak, tetapi jangan terlalu dibesar-besarkan. Kekuasaan posisi
itu penting, tidak hanya sebagai sumber untuk mempengaruhi tetapi juga
karena kekuasaan posisi dapat digunakan untuk meningkatkan pengaruh
kekuasaan personal pemimpin. Kendali atas informasi melengkapi
kekuasaan berdasarkan keahlian dengan keterampilan teknis dengan
memberikan keuntungan pada pemimpin ketika menyelesaikan masalah
penting dan dengan membuat pemimpin mampu untuk menutupi kesalahan
dan membesar-besarkan keberhasilannya. Kekuasaan memberi penghargaan
mempermudah terbentuknya hubungan pertukaran yang lebih mendalam
dengan bawahan, dan bila digunakan dengan sangat baik akan
meningkatkan kekuasaan pemimpin berdasarkan referensi. Wewenang
membuat keputusan dan pengaruh ke atas untuk mendapatkan persetujuan
akan membuat pemimpin mampu memperlihatkan kemampuannya dalam
menyelesaikan masalah, dan hal ini juga mempermudah menguatnya
hubungan pertukaran dengan bawahan. Kekuasaan memaksa diperlukan
untuk mengingatkan legitimasi dan kekuasaan berdasarkan keahlian ketika
pemimpin membutuhkan pengaruh untuk menegakkan aturan dan prosedur
yang tidak disukai tetapi penting untuk melaksanakan pekerjaan dan
terhindar dari kecelakaan. Kekuasaan memaksa juga dibutuhkan oleh
pemimpin untuk mengendalikan atau membuang para pemberontak dan para
kriminal yang mungkin mengacaukan operasional, mencuri sumber daya,
merugikan anggota lainnya dan mengakibatkan pemimpin terlihat lemah
dan tidak kompeten.

Akan tetapi, posisi kekuasaan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit
mungkin akan merusak. Pemimpin yang memiliki kekuasaan posisi yang
terlalu besar mungkin akan tergoda untuk bergantung padanya daripada
membangun kekuasaan personal dan menggunakan pendekatan lainnya
(seperti kosultasi, bujukan) untuk mempengaruhi orang lain agar mau
menuruti kemauannya atau mendukung perubahan. Sepanjang sejarah telah
banyak pemimpin politik yang memiliki kekuasaan posisi yang kuat
menggunakan posisinya untuk mendominasi dan mengeksploitasi bawahan.

Pemimpin yang memiliki kekuasaan yang besar dalam hal memberi


penghargaan menganggap bawahan sebagai objek yang dapat dimanipulasi,
memandang bawahan dengan rendah, menghubungkan dukungan bawahan
dengan kekuasaan pemimpin, menjaga jarak sosial dengan bawahan dan
lebih sering menggunakan penghargaan untuk mempengaruhi bawahan.
Kekuasaan personal tidak terlalu rentan disalahgunakan, karena dapat hilang
dengan cepat saat seorang pemimpin bertindak berlawanan dengan
kepentingan pengikutnya.

Studi mengenai jumlah pengaruh yang digunakan orang pada level yang
berbeda dalam hierarki wewenang organisasi memperlihatkan bahwa
sebagian besar organisasi yang efektif mempunyai tingkat pengaruh timbal
balik yang tinggi. Pemimpin dalam organisasi yang efektif membangun
hubungan yang kuat dimana mereka memiliki pengaruh yang kuat atas
bawahan tetapi mereka juga menerima pengaruh dari bawahannya.
Bukannya berusaha untuk melembagakan kekuasaannya dan mendikte
bagaimana suatu pekerjaan harus dikerjakan, seorang eksekutif yang efektif
mendelegasikan wewenang kepada bawahan dalam organisasi untuk
menemukan dan menerapkan cara baru dan lebih baik untuk melakukan
sesuatu.

Pemimpin dapat merespons kebutuhan pengikutnya adalah dengan


memberikan mekanisme formal dalam meningkatkan pengaruh timbal balik
dan menghindari tindakan sewenang-wenang dari pemimpin. Aturan dan
kebijakan memainkan peran untuk mengatur penggunaan kekuasaan posisi,
khususnya kekuasaan memberi penghargaan dan kekuasaan memaksa.
Prosedur penggantian (recall) dapat digunakan untuk menggantikan
pemimpin yang tidak kompeten sesuai dengan aturan. Akhirnya, pemimpin
itu sendiri dapat mempermudah pengaruh timbal balik dengan mendorong
bawahan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan penting dan
dengan mengembangkan para bawahan serta melakukan inovasi pemberian
penghargaan.

2.8. TIPE PERILAKU MEMPENGARUHI

Bentuk perilaku mempengaruhi yang paling umum dalam organisasi adalah


"permintaan yang sederhana" yang didasarkan pada kekuasaan yang
memiliki legitimasi. Kepatuhan target hanya terhadap permintaan yang
sederhana dan jelas legitimasinya serta relevan untuk pekerjaan. Akan
tetapi, jika tindakan yang diminta tersebut tidak menyenangkan,
menyulitkan, tidak relevan, atau sulit untuk dikerjakan, reaksi target akan
berupa perlawanan. Komitmen target akan menjadi hasil yang tidak
diinginkan untuk permintaan yang sederhana, kecuali dalam kondisi yang
menguntungkan. Untuk berbagai tipe upaya mempengaruhi perlu
menggunakan bentuk lain perilaku mempengaruhi yang disebut "taktik
mempengaruhi proaktif."

Berbagai studi telah mengidentifikasikan beberapa tipe berbeda dari taktik


mempengaruhi proaktif. Berdasarkan studi terakhimnya, Yukl dan kawan-
kawan telah mengidentifikasikan 11 taktik mempengaruhi proaktif yang
relevan untuk mempengaruhi bawahan, rekan sejawat dan atasan pada
organisasi besar.

Persuasi Rasional : Pemimpin mengunakan argumen yang logis dan bukti


yang faktual dalam menunjukkan proposal atau permintaan itu
memungkinkan dan relevan untuk mencapai tujuan tugas.

Memberi Penilaian: Pemimpin menjelaskan bagaimana melaksanakan


permintaan atau mendukung usulannya yang akan memberikan keuntungan
kepada target secara pribadi atau membantu meningkatkan karier target.

Memberi Inspirasi: Pemimpin memberikan pertimbangan nilai dan


idealisme atau berusaha menimbulkan emosi dari target untuk mendapatkan
komitmen terhadap permintaan atau proposal.

Konsultasi: Pemimpin mendorong target untuk menyarankan perbaikan


dalam proposal, atau membantu merencanakan aktivitas atau perubahan
dimana dukungan dan bantuan dari target itu dibutuhkan.
Pertukaran: Pemimpin menawarkan insentif, menyarankan pertukaran yang
baik atau menunjukkan kesediaannya untuk saling timbal balik nantinya jika
target mau melakukan apa yang diminta oleh pemimpin.

Kolaborasi: Pemimpin menawarkan untuk memberikan sumber yang


relevan dan bantuan jika target mau melaksanakan permintaan atau
menerima perubahan yang diusulkan.

Daya Tarik Personal: Pemimpin meminta kepada target untuk melaksanakan


permintaan atau mendukung proposal berdasarkan persahabatan atau
meminta kebaikan personal sebelum mengatakan apa pun.

Mengambil Hati : Pemimpin memberikan pujian dan bujukan sebelum atau


selama memberikan pengaruh atau keyakinan terhadap kemampuan target
untuk melaksanakan permintaan yang sulit.

Taktik Legitimasi: Pemimpin berusaha untuk membangun legitimasi dari


permintaan atau memverifikasi wewenang dengan mengacu kepada aturan,
kebijakan formal atau dokumen resmi.

Tekanan: Pemimpin memberikan tuntutan, ancaman, sering melakukan


pemerikasaan, atau terus-menerus mengingatkan pengaruhnya terhadap
target.

Taktik Koalisi: Pemimpin mencari bantuan orang lain untuk mendesak


target untuk melakukan sesuatu atau menggunakan dukungan dari orang lain
sebagai alasan agar target menyetujuinya.

2.9. KEKUASAAN DAN PERILAKU MEMPENGARUHI

Kekuasaan Pemimpin

Kekuasaan dan perilaku mempengaruhi memiliki bentuk yang berbeda.


Akan tetapi, hubungan antara bentuk kekuasaan yang spesifik, perilaku
mempengaruhi yang spesifik dan hasil mempengaruhi ternyata belum benar-
benar dipahami. Terdapat lima tipe efek yang memungkinkan dan
kelimanya tidak mempunyai hubungan timbal balik.

Kekuasaan pemimpin dapat secara langsung mempengaruhi pilihan


pemimpin dalam memilih taktik mempengaruhi. Beberapa taktik
membutuhkan tipe kekuasaan yang khusus agar efektif, dan pemimpin
kekuasaan yang relevan akan lebih mungkin menggunakan taktik ini.

Efek penengah kekuasaan ini kebanyakan terjadi pada tipe kekuasaan yang
secara langsung relevan dengan taktik yang digunakan dalam usaha
mempengaruhi.
Juga dimungkinkan bahwa kekuasaan pemimpin dapat memperkuat
keberhasilan dari taktik mempengaruhi di mana kekuasaan tidak relevan
secara langsung (juga digambarkan dengan panah 2). Agen yang memiliki
kekuasaan yang kuat berdasarkan referensi mungkin akan lebih berhasil
menggunakan persuasi rasional untuk mendapatkan dukungan atas
proposalnya. Pemimpin yang memiliki kekuasaan memaksa yang kuat
mungkin akan lebih berhasil dalam memperoleh kepatuhan dari permintaan
yang sederhana, meskipun tidak menggunakan taktik tekanan atau
pertukaran. Kekuasaan berdasarkan keahlian akan meningkatkan kredibilitas
sebuah permintaan yang tidak berhubungan dengan keahlian agen. Sebagai
contoh, seorang ilmuwan terkenal mempengaruhi orang untuk berpartisipasi
dalam sebuah usaha yang berisiko dari segi keuangan.

Kemungkinan lain (digambarkan dengan panah 3) adalah kekuasaan


pemimpin dapat mempengaruhi target, tidak masalah apakah pemimpin itu
melakukan upaya mempengaruhi yang jelas. Sebagai contoh, orang akan
lebih bekerja sama dengan agen yang memiliki kekuasaan yang besar dalam
memberi penghargaan dengan harapan akan mendapatkan penghargaan di
masa depan.
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Pengetahuan mengenai kekuasaan dan taktik mempengaruhi orang


lain, sangat pen-ting bagi setiap orang, terlebih lagi bagi para manajer atau
pemimpin suatu organ-isasi. Dengan mengetahui sumber-sumber dan jenis-
jenis kekuasaan, seseorang atau pemimpin dapat meningkatkan
ketergantungan orang lain kepadanya, atau mengu-rangi ketergantungan
dirinya kepada orang lain. Dengan mengetahui cara atau
taktikmempengaruhi orang lain, maka seseorang atau pemimpin dapat lebih
efektif dalam mencapai tujuan yang diinginkannya.
Biasanya orang akan lebih dapat menerima dan patuh pada orang
yang merekakagumi atau orang yang pengetahuannya dihargai, bukan pada
orang yang men-gandalkan posisinya untuk dapat mempengaruhi, maka
penggunaan expert powerdan/atau referent power secara efektif, akan dapat
meningkatkan motivasi, kinerja,komitmen, dan kepuasan orang lain. Jadi
sebaiknya setiap orang, terlebih lagi paramanajer atau pemimpin suatu
organisasi, mengembangkan dan menggunakan ”expertpower” sebagai dasar
untuk meningkatkan kekuasaannya.
Taktik-taktik mempengaruhi adalah cara-cara yang biasanya
digunakan olehseseorang untuk mempengaruhi orang lain, baik orang yang
merupakan atasan, rekan setingkat, atau bawahannya. Dengan mengetahui
dan menggunakan hal ini, maka seseorang dapat mempengaruhi orang lain,
dengan tidak menggunakan kekuasaan yang dimilikinya.
Kekuasaan adalah kapasitas untuk mempengaruhi sikap dan perilaku
orang lain dalam arah yang diinginkan. Kekuasaan digunakan untuk
menjelaskan kapasitas absolut seorang pemimpin untuk mempengaruhi
perilaku atau sikap seseorang atau lebih yang ditunjuk sebagai target pada
satu waktu tertentu.
Otoritas melibatkan hak, prerogatif, kewajiban, dan tugas yang
berkaitan dengan posisi khusus dalam organisasi atau sistem sosial. Otoritas
pemimpin biasanya meliputi hak untuk membuat keputusan khusus untuk
organisasi.
Jenis proses mempengaruhi, yaitu kepatuhan instrumental,
internalisasi dan identifikasi personal.
Direktur utama memiliki tipe kekuasan memberi penghargaan
(Reward Power) dan kekuasaan yang memiliki legitimasi (Legitimate
Power).
DAFTAR PUSTAKA

Gary Yulk,kepemimpinan dalam organisasi,PT indeks,Jakarta,2007

French. (1960).sumber kuasa pemimpin. Jakarta : Bumi aksara

James. 1980. Participant Observation. Florida: Holt, Rinehart and Winston

Owens, James 1973. Organizational Behavior in Education. New Jersey: Prentice-


Hall,Inc.,Englewood Gliffs Hosstra University.

Stoner, James A.F., & CharlesWankel,(1986).Management,ThirdEdition,Prentice-


HallInternational,Inc.,EnglewoodClffes, New Jersey

Robbins,S.P. 1991.Organizational Behavior. Second Ed.New Jersey: Prentice-


Hall,Inc
REVIEW JURNAL
Judul Jurnal : Pola Kepemimpinan dan Kekuasaan Kepala Perpustakaan Balai
Layanan Perpustakaan DPAD DIY
Volume : Vol. 27, No.2
Tahun : 2020
Halaman : 160-167
Penulis : Intan Winda Oktavia

Latar Belakang:
Perpustakaan adalah sebuah organisasi yang memiliki satu tujuan. Dalam
organisasi terdapat berbagai macam bagian dan fungsi. Mengelola suatu organisasi
diperlukan kemampuan manajemen yang baik, kemampuan tersebut akan menghasilkan
keseimbangan dan pelaksanaan tujuan secara efektif dan efisien. Kemampuan seorang
pemimpin diperlukan dalam sebuah organisasi termasuk perpustakaan. Menurut Umar
(1999) sebuah organisasi membutuhkan seorang pemimpin organisasi yang mampu
menaungi banyak bagian secara fungsional dan struktural untuk menjaga agar tiap bagian
berjalan sesuai tugas dan fungsi masing-masing dan tetap pada satu tujuan yang
ditetapkan.
Menurut Laugu (2015:116), pemimpin perpustakaan harus sesuai dengan
karakteristik perpustakaan, artinya harus memiliki tolak ukur yang dapat dikembangkan
dalam kompetensi profesional dan sosial. Hal tersebut diperlukan agar pengelolaan
perpustakaan dapat mencapai tingkat pelayanan yang diinginkan. Ciri-ciri dan
karakteristik pemimpin atau kepala perpustakaan tentu berbeda. Begitu pun dengan
model kepemimpinan yang digunakan tentu tidak akan jauh dari pendidikan yang
ditempuh, pengalaman maupun wawasan.
Keterampilan pemimpin dalam hal administrasi pada perpustakaan merupakan
tantangan yang besar. Perpustakaan yang baik tentu akan memberikan dampak yang baik
pada masyarakat. Pemimpin perpustakaan tentunya haruslah dapat membuat kaderisasi
dan pengembangan kepemimpinan perpustakaan setelahnya dari stakeholder/pustakawan
yang ada.

Tujuan Penelitian :
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pola kepemimpinan kepala
perpustakaan di Balai Layanan Perpustakaan Daerah DPAD DIY.
Metode Penelitian:
Metode penelitian dalam artikel ini adalah deskriptif kualitatif. Metode yang digunakan
dalam proses pengumpulan data adalah wawancara sebagai data inti dan studi pustaka.
Teknik pengambilan sampel yaitu menggunakan purposive sampling. Informan dalam
penelitian ini adalah Pustakawan di Balai Layanan Perpustakaan Daerah DIY dan
berjumlah dua orang. Waktu penelitian ini yaitu pada bulan November 2019.

Hasil dan Pembahasan:


Untuk melihat pola kepemimpinan Balai Layanan Perpustakaan Daerah DPAD DIY,
penulis menggunakan lima pola yaitu pola kepemimpinan situasional, transformasional,
transaksional, karismatik, dan visioner. Jika dilihat dari kelima pola tersebut, maka
penulis dapat menentukan juga jenis kekuasaan apa yang dimiliki oleh Kepala Balai
Layanan Perpustakaan Daerah DIY.
1. Pola kepemimpinan situasional
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari beberapa informan terlihat bahwa
Kepala Balai Layanan Perpustakaan Daerah DIY termasuk dalam pola
situasional. Pemimpin dan bawahan saling berpengaruh dalam pembagian tugas
maupun kekuasaan
2. Pola kepemimpinan transformasional
pemimpinan transformasional Hasil wawancara dengan informan pertama
menyatakan bahwa Kepala Balai Layanan Perpustakaan Daerah DIY peduli
dengan perkembangan kinerja anggotanya. Pimpinan menggali ide-ide pegawai
sehingga dapat memotivasi bawahan untuk bekerja lebih baik.
3. Pola kepemimpinan transaksional
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari beberapa informan, Kepala Balai
Layanan Perpustakaan Daerah DIY bukan tipe pemimpin yang mendesain
mekanisme kerja dan menekankan tugas pada bawahannya.
4. Pola kepemimpinan karismatik
Menurut informan, beberapa rekannya memandang kepala perpustakaan adalah
sebatas sebagai pimpinan mereka. Bukan pemimpin yang menarik, pimpinan
hanya bersikap ramah pada pegawainya.
5. Pola kepemimpinan visioner
Berdasarkan wawancara dengan informan, Kepala Balai Layanan Perpustakaan
Daerah DIY belum pernah mengungkapkan visi melalui perilaku
kepemimpinannya.
6. Kekuasaan yang dimiliki Kepala Balai Layanan Perpustakaan Daerah DIY
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dan pola yang telah dijelaskan.
Jenis kekuasaan yang dimiliki oleh Kepala Balai Layanan Perpustakaan Daerah
DIY adalah jenis kekuasaan legitimate power atau kekuasaan yang sah. Jenis
kekuasaan yang dimiliki pemimpin tersebut bersumber dari surat keputusan yang
sah dan legal dimata hukum. Pimpinan tidak memiliki reward power karena tidak
pernah mempengaruhi bawahan dengan memberi penghargaan maupun hukuman.
Pemimpin juga tidak memiliki expert power atau kekuasaan keahlian. Hal
tersebut sudah dijelaskan pada pola kepemimpinan transaksional dan visioner
yaitu pemimpin hanya bagus di bidang manajemen tapi untuk keterampilan di
bidang ini belum nampak. Pemimpin tidak memiliki keahlian di bidang
perpustakaan karena bukan dari perpustakaan atau sebelumnya belum pernah
menjadi pemimpin perpustakaan.

Kesimpulan:
Dari hasil penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Kepala Balai Layanan
Perpustakaan Daerah DIY dalam memimpin perpustakaan menggunakan dua pola, yaitu
pola kepemimpinan situasional dan pola kepemimpinan transformasional. Pemimpin
menggunakan pola kepemimpinan situasional dapat dilihat dari cara pemimpin
mendelegasikan kabid masing-masing untuk memberikan arahan tugas pada bawahan.
Pemimpin juga melibatkan bawahan dalam menyelesaikan suatu masalah atau
menyelenggarakan kegiatan penunjang layanan. Pola kepemimpinan yang nampak yaitu
pola kepemimpinan transformasional. Pola kepemimpinan ini dapat dilihat dari sikap
pimpinan memotivasi bawahan dan mendorong bawahan untuk berpikir kreatif. Jenis
kekuasaan yang dimiliki oleh Kepala Balai Layanan Perpustakaan Daerah DIY adalah
jenis kekuasaan legitimate power atau kekuasaan yang sah. Jenis kekuasaan yang dimiliki
pemimpin tersebut bersumber dari surat keputusan yang sah dan legal di mata hukum.
Judul : ABUSE OF POWER: TINJAUAN TERHADAP
PENYALAHGUNAAN KEKUASAAN OLEH PEJABAT
PUBLIK DI INDONESIA

Penulis/Peneliti : Raden Imam Al Hafis dan Moris Adidi Yogia


Dosen Program Studi Administrasi Publik FISIPOL UIR
PUBLIKa, Vol 3, No. 1 Hal. 80-88 (2017)

Pendahuluan :
1. Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) saat ini menjadi tranding topic,
baik di media massa, media cetak maupun media elektronik.
Abuse of Power merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh seorang
pejabat publik atau penguasa dengan agenda kepentingan tertentu, baik untuk
kepentingan individu maupun kepentingan kelompok atau korporasi. Kalau
tindakan itu dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara, maka
tindakan tersebut dapat dianggap sebagai tindakan korupsi.
2. istilah menyebutkan bahwa kekuasaan itu dekat dengan korupsi.
Kekuasaan yang tidak terkendali akan menjadi semakin sewenang-wenang dan
pada akhirnya berujung pada penyimpangan.
Makin besar kekuasaan itu, makin besar pula kemungkinan untuk melakukan
korupsi.
3. Pelaku utama dalam banyaknya kasus penyalahgunaan kekuasaan adalah
mereka yang disebut sebagai administrator publika atau pegawai negeri atau
aparatur sipil negara (ASN). (Sundarso, 2015);
4. Tindakan penyalahgunaan kekuasan tersebut sebagian besar berdampak pada
terjadinya Korusi, Kolusi dan Nepotisme (KKN);
5. Penyalahgunaan kekuasaan saat ini seperti hal yang tidak asing lagi bagi
mereka yang memiliki jabatan publik, juga tidak bisa ada salahnya dengan
pandangan bahwa tidak semua pejabat publik yang memiliki mental untuk
melakukan penyelewengan kekuasaan.
6. Penyebab terjadinya penyalahgunaan kekuasaan mampu berdampak pada
korupsi yang merjalela. Diantara penyebabnya:
a. Bahwa punishment yang dirasakan dari hasil penyalahgunaan kekuasaan
relatif lebih ringan dibanding dengan manfaat yang dirasakannya;
b. Penyalahgunaan kekuasaan bisa diakali dan direkayasa dalam bentuk wujud
fisik pertanggungjawaban;
c. Untuk mendapatkan kekuasaan memerlukan modal materi yang cukup besar,
sehingga begitu kekuasaan melakat pada dirinya tentu yang bersangkutan
berusaha untuk mengembalikan modal awal plus keuntungan yang besar;
d. Tidak baiknya sistem check and balance dalam sistem pemerintahan.
7. Namun apabila kita berkaca dari studi kasus yang ada di Indonesia baik dari
media massa, televisi maupun media online maka akan sangat banyak masalah
publik yang berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan tersebut. yang paling
menghebohkan adalah kasus suap yang dilakukan oleh walikota malng kepada
anggota DPRD kota malang terkait dengan perubahan APBD yang menjerat 41
dari 45 anggota DPRD yang ada di Kota Malang. Yang mana mereka semua
merupakan perwakilan rakyat yang seharusnya mencerminkan sikap dan
perilaku yang bisa menjadi panutan bagi masyarakat yang telah memberikan
kepercayaan kepada mereka.

Pembahasan :
 Kekuasaan

- Kekuasaan (power) menunjukkan capability yang dimiliki seseorang


untuk membuat orang lain melakukan sesuatu, atau potensi yang
dimiliki seseorang untuk mempengaruhi orang lain. Dengan demikian
kekuasaan/power merupakan kapasitas/capacity mengubah sikap atau
perilaku orang lain sesuai dengan yang diinginkan. Sayangnya banyak
pemimpin yang menyalahgunakan kekuasaan, ia memanfaatkan
kekuasaan untuk kepentingan dirinya dan kelompoknya yang mengarah
pada upaya memanfaatkan jabatan sebagai alat untuk mengelabuhi
orang lain;
- Banyaknya pejabat negara yang tertangkap tangan dan dijebloskan ke
penjara gara-gara korupsi, suap, ataupun pemerasan, tidak membuat
jera dan takut para pejabat negara. Jumlah pejabat negara mulai dari
menteri, anggota dewan, gubernur, bupati sampai dengan pejabat yang
lebih rendah dari berbagai jenjang dan tingkatan yang tersandung kasus
penyalahgunaan kekuasaan. Jumlahnya bukan semakin berkurang,
malahan justru semakin merajalela meluluhlantakkan sistem
administrasi tata negara.
Ada beberapa argumentasi mengapa mereka tidak jera antara lain :
1. bahwa punishment yang dirasakan dari hasil penyalahgunaan
kekuasaan relatif lebih ringan dibanding dengan manfaat yang
dirasakannya;
2. penyalahgunaan kekuasaan bisa diakali dan direkayasa dalam bentuk
wujud fisik pertanggungjawaban. Walaupun suatu kegiatan
sebenarnya fiktif atau ada rekayasa lain mark up harga dan model
lainnya, namun banyak penguasa yang bisa mengatur sistem
pertanggungjawaban sehingga pada saat ada pemeriksaan tidak ada
temuan karena didukung dengan tertib administrasi yang
professional;
3. untuk mendapatkan kekuasaan memerlukan modal materi yang
cukup besar, sehingga begitu kekuasaan melakat pada dirinya tentu
yang bersangkutan berusaha untuk mengembalikan modal awal plus
keuntungan yang besar;
4. karena ada anggapan aparatur pemeriksa bisa diatur dengan berbagai
cara dan pendekatan. Petugas pemeriksa adalah manusia biasa, yang
bisa dibujuk rayu untuk diajak kompromi terhadap temuan-temuan
dari hasil pemeriksaan. Artinya, rekomendasi dari para pemeriksa
bisa diperjualbelikan.
- Revrisond Baswir menyampaikan bahwa pelajaran yang dapat dipetik
dari sejarah perkembangan korupsi di Indonesia adalah:
1. korupsi pada dasarnya berkaitan dengan perilaku kekuasaan.
Mengutip Lord Acton, power tend to corrupt (kekuasaan memang
cenderung untuk korup). Pemerintahan yang berkuasa secara
absolut akan korup secara absolut pula;
2. korupsi sangat erat hubungannya dengan perkembangan sikap kritis
masyarakat. Semakin berkembang sikap kritis masyarakat, maka
korupsi akan cenderung dipandang sebagai masalah yang semakin
berbahaya.
 Kasus Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
- Sebagian pandangan menyatakan bahwa penyalahgunaan kekuasaan
disebebkan oleh kebijakan publik yang hanya dipandang sebagai
kesalahan prosedur dan administratif, namun apabila dilakukan dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau suatu kelompok (korporasi)
yang berdampak pada kerugian perekonomian dan keuangan negara,
maka hal tersebut merupakan tindakan pidana;
- Kekuasaan yang tanpa kendali cenderung korup, demikian juga
kekuasaan mutlak tanpa ada hirarki dipastikan akan korup. Namun,
riset psikologi membuktikan, kondisi itu hanya berlaku bagi pemegang
kuasa yang mementingkan ego pribadi.
- Syed Hussein Alatas (1990:3-4) juga merumuskan pengertian
minimalis. Menurut Alatas, “corruption is the abuse of trust in the
interest of private gain,” yaitu penyalahgunaan amanah untuk
kepentingan pribadi.
- Alatas kemudian mengembangkan beberapa tipologi korupsi
1. “korupsi transaktif”, yakni korupsi yang terjadi atas kesepakatan di
antara seorang donor dan resipien untuk keuntungan kedua belah
pihak.
2. “korupsi ekstortif”, yang melibatkan penekanan dan pemaksaan
untuk menghindari bahaya bagi mereka yang terlibat atau
orangorang yang dekat dengan pelaku korupsi.
3. “korupsi investif”, yakni korupsi yang bermula dari tawaran atau
iming-iming, sebagai “investasi” untuk keuntungan di masa datang.
4. “korupsi nepotistik”, yakni korupsi yang terjadi karena perlakuan
khusus baik dalam pengangkatan pada kantor publik maupun
pemberian proyek-proyek bagi keluarga dekat.
5. “korupsi otogenik”, yakni korupsi yang terjadi ketika seorang
individu pejabat mendapat keuntungan karena memiliki
pengetahuan sebagai orang dalam (insider’s information) tentang
berbagai kebijakan publik yang semestinya dia rahasiakan.
6. “korupsi suportif”, yakni perlindungan atau penguatan korupsi yang
terjadi melalui intrik kekuasaan dan bahkan kekerasan.
- kasus tindak pidana korupsi dengan bentuk penyalahgunaan kekuasaan
bersifat multi dimensional dan kompleks. Sekalipun tindak pidana
korupsi bersifat multi dimensional dan kompleks, namun ada satu hal
merupakan penyebab utama terjadinya tindak pidana korupsi
khususnya dalam birokrasi, yakni jabatan atau kekuasaan.
- Saat ini, kasus korupsi terjadi peningkatan dari tahun 2016 – 2017,
salah satu penyebabnya yaitu adanya kesempatan bagi pejabat publik
untuk melakukan hal tersebut dan didukung oleh kekuasaan dan jabatan
yang mereka miliki. Hal ini dapat dilihat dari data dibawah ini :

Tabel 1. Kasus Korupsi Selama 2016-2017


Tahun
No. Keterangan
2016 2017
1 Kasus Korupsi 482 576
2 Tersangka 1101 1298
3 Kerugian Negara 1,47 T 6,5 T
4 Nilai Suap 31 M 211 M
Sumber : Indonesian Coruption Watch, 2017

 Benarkah Abuse of Power Bukan Permasalahan Budaya?


- Penyalahgunaan kekuasaan dan pandangan hidup materialis bukan
budaya bangsa kita, karakter inu jadi menonjol di Indonesia karena
hukum belum kuat.
- Migai Akech dalam penelitiannya berpendapat bahwa korupsi di
pemerintah Kenya sebagian besar merupakan masalah kelembagaan,
bukan masalah budaya.
- penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi di Kenya dapat dikaitkan
dengan tidak adanya prinsip dan mekanisme pengaturan yang efektif.
Buruknya sistem kendali diri juga membuat koruptor terjebak dalam
keserakahan. Mereka terus menuruti pikiran bawah sadar yang
menuntut meraih semua peluang dan menimbun segala sumber daya
yang bisa diraih dari peluang itu meski sudah berlebih memilikinya.
- Masalah korupsi pernah menjadi topik perdebatan yang cukup hangat
dalam sejarah Indonesia. Hal ini bermula dari pernytaan Furnivall,
sebagaimana yang dikemukakan oleh Smith (Lubis dan Scott, 1990)
menyatakan bahwa Indonesia di masa kolonial sama sekali bebas
korupsi. Jika kmeudian korupsi cenderung berkembang menjadi
penyakit yang sifatnya endemik dalam semua elemen struktur di
Indonesia, paling tidak menurut sejumlah kalangan, kesalahan terutama
harus ditujukan kepada pemerintahan pendudukan Jepang. Tetapi hal
tersebut dibantah dengan tegas oleh Smith. Mengutip Day, Smith
mengemukakan sejumlah contoh yang yang mengungkapkan cukup
meluasnya tindakan korupsi di bawah pemerintahan Hindia Belanda,
yang mana penyebab utamanya ialah tingkat gaji yang sangat rendah.
Karena menerima gaji yang sangat rendah, orang-orang yang bekerja
pada kompeni Belanda sangat mudah tergoda untuk menerima imbalan
tambahan dari organisasi-organisasi pribumi yang lemah.

Kesimpulan dan Saran :


 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab terjadinya
penyalahgunaan kekuasaan sehingga berakibat pada korupsi yang merjalela
diantaranya :
a. Bahwa punishment yang dirasakan dari hasil penyalahgunaan kekuasaan
relatif lebih ringan dibanding dengan manfaat yang dirasakannya;
b. Penyalahgunaan kekuasaan bisa diakali dan direkayasa dalam bentuk wujud
fisik pertanggungjawaban;
c. Untuk mendapatkan kekuasaan memerlukan modal materi yang cukup besar,
sehingga begitu kekuasaan melakat pada dirinya tentu yang bersangkutan
berusaha untuk mengembalikan modal awal plus keuntungan yang besar;
d. Tidak baiknya sistem check and balance dalam sistem pemerintahan.

 Saran
Penulis menyarankan:
a. Meninjau kembali punishment yang diberikan kepada mereka yang
melakukan penyalahgunaan kekuasan yang merugikan negara, sehingga ada
efek jera yang dirasakan;
b. Pemeriksaan terhadap LPJ yang dilakukan oleh setiap instansi harus
dilakukanan secara mendetail sehingga celah/ruang mereka yang ingin
melakukan penyalhgunaan kekuasaan dapat terminimalisir;
c. Mengurani biaya politik sebelum menjabat sebagai pejabat publik atau
wakil rakyat, sehingga tidak ada rasa untuk mengembalikan uang yang telah
digunakan dalam biaya politik sebelum menjabat;
d. Memperkuat sistem check and balance dalam sistem pemerintah, sehingga
bisa saling mengontrol dan memberikan teguran terhadap pelanggaran yang
terjadi.
Judul Jurnal : Dinamika Kekuasaan dalam Perubahan Organisasi
Volume : Volume 07, Nomor 02
Tahun : 2020
Halaman : 88-94
Penulis : Farid

Latar Belakang:
Perubahan organisasi telah mengisyaratkan bahwa proses perubahan organisasi
dipengaruhi oleh pelembagaan kepentingan kekuasaan dan perilaku kelompok di dalam
dan di sekitar organisasi (Jacobs, Van Witteloostuijn, & Christe ‐Zeyse, 2013). Pandangan
ini memberikan arti bahwa suatu organisasi dimasa yang akan datang diperhadapkan
berbagai tantangan dan tekanan persaingan global dan deregulasi yang telah
menyebabkan banyak perusahaan dan lembaga untuk mencari bentuk-bentuk baru
organisasi dan model yang berbeda dalam mengelola sumberdaya manusia (Haas, 2018).
Kecendrunan ini terlihat dimana banya perusahaan menjadi lebih ramping dan
kurang berorientasi fungsional. Tingkatan manajemen dieliminasi dan jumlah staf
perusahaan dikurangi. Banyak perusahaan mencoba mencari bentuk-bentuk baru dalam
hubungan kerja dan peran serikat pekerja serta dewan direksi. Kondisi ini memdorong
sistem kelembagaan dan politik memainkan peran penting dalam perubahan organisasi.

Tujuan Penelitian :
Tujuan penelitian ini untuk memahami dinamika kekuasaan dan perubahan organisasi.
Tulisan ini dielaborasi dari berbagai artikel dengan menggunakan lima perspektif untuk
memahami hubungan antara pendekatan kekuasaan yang digunakan untuk efek
perubahan, agen yang terlibat dalam proses perubahan, strategi perubahan yang paling
menonjol dan taktik pengaruh, dan hasil perilaku.

Metode Penelitian:
Desain penelitian ini adalah Literature Review atau tinjauan pustaka. Studi literature
review adalah cara yang dipakai untuk megumpulkan data atau sumber yang berhubungan
pada sebuah topik tertentu yang bisa didapat dari berbagai sumber seperti jurnal, buku,
internet, dan pustaka lain.

Hasil dan Pembahasan:


Terdapa tiga perspektif tentang dinamika kekuasaan yang berhubungan dengan model
perubahan organisasi. ketiga perspektif tidak komprehensif namun menawarkan
pandangan yang baik pada pandangan penting pada kekuasaan. Selain itu, pendekatan
tidak mengecualikan satu sama lain tetapi dapat digunakan dalam kombinasi dalam
proses perubahan organisasi.
1. Perspektif pertama berkaitan dengan kewenangan yang digunakan dan kekuasaan
yang sah dari agen. Perspektif ini berakar pada tradisi penelitian psikologis sosial
yang diselidiki basis kekuasaan. Dilihat dari perspektif ini diperlukan untuk
mencapai tujuan perubahan.
2. Perspektif kedua memandang bahwa basis kekuasaan sebagai titik awal. Dalam
perspektif ini kekuatan pribadi diperlukan untuk membuat perubahan dalam
organisasi. Hal ini beranjak dari asumsi bahwa dinamika kekuasaan sebagian
besar terlihat. Dalam proses perubahan manajer dan konsultan mempunyai
pengaruh dengan mengacu pada fakta dan argumen logis sehingga lebih
mengutamakan pada keahlian.
3. Perspektif ketiga berakar pada teori manajemen dan organisasi yang menekankan
pembagian kekuasaan dalam organisasi dan penggunaan kekuasaan oleh lembaga
untuk mengontrol proses perubahan organisasi. Penggunaan kekuasaan akan
terlihat ketika kelompok-kelompok yang berbeda kepentingan bernegosiasi
tentang arah proses perubahan. Perspektif ini lebih dikenal sebagai perspektif
kekuasaan struktural, yang penekanannya jauh dari kekuasaan individu terhadap
kekuatan kelompok yang saling bekerja dalam organisasi. Jaringan relasional
kelompok saling ditandai dengan kerjasama dan persaingan.

Kesimpulan:
Dapat disimpulkan bahwa hasil dari proses perubahan tergantung pada cara di mana dapat
memberikan hasil. Berdasarkan studi kasus dan pertimbangan teoritis, beberapa model
penelitian mengusulkan sebuah model perubahan yang secara bersamaan memobilisasi
pendekatan kontinjensi dan politik. Landau membahas kasus manajemen perubahan di
sektor publik dan berfokus pada hambatan kelembagaan dan budaya untuk perubahan
organisasi di sektor ini. Dia menyimpulkan bahwa perubahan jangka panjang tergantung
baik pada penggunaan alat-alat yang efektif oleh para manajer perubahan, dan cara
individu yang bekerja dalam organisasi merasa dalam konteks kerja baru mereka. Dia
mengusulkan bahwa konsultan harus mengadopsi peran pendengar empatik kepada
semua orang yang terlibat dalam proses perubahan

Anda mungkin juga menyukai