Dosen Pengampuh:
Disusun Oleh:
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya tugas
ini.
Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I.,
M.Sos sebagai dosen pengampuh Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan ini.
Besar harapan saya tugas ini akan memberi manfaaf dan dapat menambah wawasan
bagi pembaca tentang PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEORI-TEORI
FUNGSIONAL STRUKTURAL, TEORI KONFLIK, TEORI INTERAKSIONISME
SIMBOLIK, SERTA TEORI STRUKTURASI.
Akhirul kalam, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kata sempurna.
Dengan kerendahan hati penulis mohon maaf apabila ada ketidaksesuaian kalimat dan
kesalahan. Besar harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan umpan
balikberupa keritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan tugas ini. Semoga
tugas ini bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak.
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. Pendidikan dalam perspektif teori Fungsional structural
1
BAB II. Pendididkan dalam perspektif teori konflik
BAB III. Pendidikan dalam perspektif teori intraksionalisme simbolik
BAB IV. Pendidikan dalam perspektif teori strukturasi
KESIMPULAN DAN ANALISIS
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
i
BAB 1
Pendidikan dalam Perspektif Teori Fungsional Struktural
i
lebih cenderungkearah equilibrium dan bertsifat dinamis. Ketegangan /disfungsi
sosial /penyimpangan sosial/penyimpangan pada akhirnya akan teratasi dengan
sendirinya melalui adaptasi dan prosesinstitusionalisasi. Perubahan yang terdalam
sistem mempunyai sifat gradual denganmelalui penyesuaian dan bukan bersifat
revolusioner. Konsensus merupakan faktor penting
dalam integrasi. .
Setiap masyarakat mempunyai sususnan sekumpulan subsistem yang satu
sama lainberbeda-beda, hal ini didasarkan pada struktur dan makna fungsional bagi
masyarakat yanglebih luas. Jika masyarakat itu mengalami perubahan pada
umumnya akan tumbuh danberkembang dengan kemampuan secara lebih baik
untuk menanggulangi permasalahan danproblem-problem dalam kehidupanya.
Secara umum fakta sosial menjadi pusat perhatian dalam kajian sosiologi
adalahstruktur sosial dan pranata sosial. Dalam perspektif fungsional struktural,
struktur sosial danpranata sosial tersebut berada dalam sistem sosial yang terdiri
atas elemen-elemen ataupunbagian-bagian yang saling menyatu dan mempunyai
keterkaiatan dalam keseimbangan.Fungsional struktural menekankan keteraturan
dan mengabaikan konflik serta perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat.
Struktural fungsional menekankan pada peran danfungsi struktur sosial yang menitik
beratkan konsensus dalam masyarakat. Jika hal ini dikaitkan dengan pendidikan
maupun sekolah mempunyai beberapa fungsiantara lain:
Hakikat Pendidikan
Pendidikan dari bahasa adalah perbuatan mendidik (hal, cara dan
sebagainya) danberarti pula pengetahuan tentang mendidik atau pemeliharaan
(latihan-latihan dan sebagainya)badan, dan batin (Poerwadarminto, 1991:250).
Para pakar biasanya menggunakan istilahtarbiyah, dalam bahasa arab.
Penggunaan kata tarbiyah untuk arti pendidikan (education)merupakan pengertian
yang sifatnya ijtihad (interpretable) (Nata, 2012:21). Hal yang samadiungkapkan oleh
Abdul Mujib bahwa: Pendidikan dalam bahasa arab biasanya memakaiistilah
tarbiyah, ta’lim, ta’dib, riyadhah, irsyad, dan tadris (Mujib, 2006:10).Adapun pendidikan
dari segi istilah antara lain adalah:Pendidikan sebagai setiapusaha, pengaruh,
perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju
kepadapendewasaan anak itu, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap
melaksanakantugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa
(atau yang diciptakan olehorang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-
i
hari dan sebagainya) dan ditujukankepada orang yang belum dewasa (Hasbullah,
2001:2). Hal senada juga dikatakan bahwa:
Pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing mengarahkan potensi
hidup manusiayang beruopa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan
belajar, sehingga terjadilahperubahan di dalam kehidupan pribadinya sebagai
makhluk individual dan sosial sertahubunganya dengan alam sekitar di mana ia
hidup (Arifin, 1993:54). Dalam hal ini H Home dalam Arifin, mengatakan bahwa
Pendidikan harus dipandang sebagai suatu prosespenyesuaian diri manusia secara
timbal balik dengan alam sekitar, dengan sesama manusiadan dengan tabiat tertinggi
kosmos (Arifin, 1993:12
Adapun rumusan pendidikan mempunyai inti: pendidikan adalah
pemanusiaan anak dan pendidikan adalah pelaksanaan nilai-nilai (Driyakara, 1980:18).
Dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas tahun
2003) dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengembalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Undang-Undang Sisdiknas,
2003:2).
i
Pengertian Teori Struktural Fungsional
Struktural Fungsional dinamakan juga sebagai fungsionalisme struktural.
Fungsionalisme struktural memiliki domain di teori Konsensus. Masyarakat dalam
perspektifteori ini dilihat sebagai jaringan kelompok yang bekerja sama secara
terorganisasi dan bekerjasecara teratur, menurut norma dan teori yang berkembang
(Purwanto, 2008:12.) StrukturalFungsional adalah sebuah sudut pandang luas dalam
sosiologi dan antropologi yang berupayamenafsirkan masyarakat sebagai sebuah
struktur dengan bagian-bagian yang salingberhubungan. Fungsionalisme
menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsidari elemen-elemen
konstituenya; terutama norma, adat, tradisi dan institusi (Idi, 2013:24).Teori ini juga
merupakan bangunan yang bertujuan mencapai keteraturan sosial.
PemikiranStruktural Fungsional sangat terpengaruh dengan pemikiran biologis yaitu
terdiri dariorgan-organ yang mempunyai saling ketergantungan yang merupakan
konsekwensi agar organismtersebut tetap dapat bertahan hidup.
i
BAB II.
Pendidikan dalam Perspektif Teori Konflik
Dalam teori konflik ini begitu jelas dominasi kaum Borjuis pemegang kendali
dan kebijakan, mereka dengan gampang memperoleh status sosial dalam masyarakat.
Sebagai contoh ditahun 90-an ada sebuah penelitian yang menyimpulkan bahwa
selama tahun 90-an kebelakang teryata pendidikan ditentukan o leh status ekonomi
para orangtua. Sehingga paling tidak fakta bahwa teori konflik berlaku di Indonesia.
Di dalam buku “Sosiologi Pendidikan” juga disebutkan bahwa klas bawah tidak akan
sama memperoleh pendidikan di banding dengan klas menegah dan atas, sebagai
i
missal pembelajaran yang pernah dimiliki oleh klas tengah tidak akan pernah
dimenegrti oleh klas bawah, karna adaya perbedaan pengalaman yang dia daaptkan.
Kedua, dalam realitasnya klas bawah tidak akan semudah memperoleh pendidikan
dibading klas menengah yang dengan gampang tanpa alih-alih taggung jawab lain
dalam mempeolehnya. Ketiga, realitas Negara bahwa segala pengetahuan ditentukan
oleh penguasa, karenanya klas proletar yang notabenya sebagai objek dari kebijakan
mendapatkan keilmuan tidak sesuai dengan fakta yang ada, sekaligus merupakan
bukan termasuk bukan bagain dari keinginan siswa dan keahliannya.
i
peranan, kepribadian dan kebutuhan.2) Konflik diri sendiri dengan kelompok dapat
terjadi karena individu tersebut mendapattekanan, atau individu bersangkutan
telah melanggar norma-norma kelompok sehinggadimusuhi atau dikucilkan oleh
kelompoknya. 3) Konflik terjadi karena adanya suatu ambisi
salah satu kelompok untuk berkuasa. (Husaini Usman, 2006:389).
Dari cara menghadapi dan menyelesaikan konflik sosial dapat
diklasifikasikan: 1)Konflik kalah versus kalah. Dalam sebuah konflik pasti terdapat
pihak-pihak yang salingberselisih dan melakukan aksi saling mengalahkan,
menyingkirkan atau melenyapkan. Dalamhal ini masing-masing pihak saling kalah,
jadi berakhir saling kalahnya kedua pihak. 2)
Konflik kalah versus menang. Konflik akan berakhir dalam bentuk kalah versus
menangapabila salah satu pihak yang bertikai mencapai keinginanya dengan
mengorbankan keinginanpihak lain. 3) Konflik menang versus menang. Konflik akan
berakhir menang versus menangjika pihak-pihak yang berkaitan bersedia satu sama
lain untuk mencapai kesepakatan baruyang saling menguntungkan (Usman, 2006:389
Teori konflik mempunyai implikasi kepada pendidikan di masyarakat dan
strategiperencanaan antara lain: 1) membebaskan kurikulum dari idiologi yang
mendominasi, 2)menciptakan pendidikan yang tertib, herarkhis dan kondusif
tanpa dipengaruhi struktursekolah, 3) konflik dan eksploitasi, 4) kekuatan maupun
kekuasaan yang dapat menciptakanketertiban sosial, 5) mengembangkan
pendidikan yang dapat membebaskan, dan 6)memperrjuangkan kelas secara terus
menerus.
Basis teori konflik yang dicetus Marx mengalami evolusi seiring perkembangan
zaman. Beberapa intelektual melihat teori konflik Karl Marx tidak hanya dapat
beroperasi pada strukur ekonomi semata namun juga kultural. Antonio Gramsci melihat
terjadinya hegemoni kultural yang dilakukan oleh minoritas berkuasa. Intelektual dari
The Frankfurt School seperti Max Horkheimer dan Theodor Adorno melihat bagaimana
budaya massa berkontibusi pada terciptanya dan bertahannya hegemoni kultural.
Budaya massa, menurutnya, diproduksi oleh kaum kapitalis untuk meredam kesadaran
kelas mayoritas sehingga tidak terjadi perlawanan. Melalui kultur, masyarakat didesain
menjadi masyarakat konsumsi yang secara ekonomis menguntungkan kaum kapitalis.
Teori konflik banyak menginspirasi munculnya gerakan sosial akar rumput yang
melakukan perlawanan di berbagai aspek, salah satunya adalah feminisme. Gerakan
feminisme terispirasi oleh teori konflik untuk melihat bahwa relasi gender dan seksual
sebenarnya merupakan relasi eksploitatif. Kemunculan awal feminisme, misalnya,
i
melihat laki-laki sebagai kelas dominan yang mengekspoitasi perempuan melalui
kekuatan ideologis dan nilai-nilai bahwa domestik adalah wilayah perempuan dan
publik adalah wilayah laki-laki. Feminisme awal menganggap domestifikasi sebagai
kekangan atas kebebasan yang menjadi hak setiap individu. Selain feminisme,
gerakan lain yang terinsirasi dari teori konflik diantaranya teori postkolonialisme, teori
sistem dunia, teori poststrukturalisme, dan lain sebagainya.
Karl Marx berpendapat bahwa Konflik kelas diambil sebagai titik sentral dari
masyarakat. Konflik antara kaum kapitalis dan proletar adalah sentral di masyarakat.
Segala macam konflik mengasumsikan bentuk dari peningkatan konsolidasi terhadap
kekacauan. Kaum kapitalis telah mengelompokkan populasi pada segelintir orang saja.
Kaum borjuis telah menciptakan kekuatan produktif dari semua generasi dalam sejarah
sebelumnya. Tetapi kelas-kelas itu juga berlawanan antara satu dengan yang lainnya.
Masyarakat menjadi terpecah ke dalam dua kelas besar yaitu borjuis dan proletar.
Dasar analisis kalangan marxis adalah konsep kekuatan politik sebagai
pembantu terhadap kekuatan kelas dan perjuangan politik sebagai bentuk khusus dari
perjuangan kelas. Struktur administratif negara modern adalah sebuah komite yang
mengatur urusan sehari-hari kaum borjuis. Sebuah bagian dari produksi umum
membuat jalan masa depan bagi konflik-konflik ini. Hal itu memperkirakan bahwa kelas
menengah pada akhirnya akan hilang. Pedagang, perajin masuk ke dalam golongan
proletar sebab modal kecil tidak dapat bersaing dengan modal besar. Sehingga
proletar direkrut dari semua kelas populasi. Perbedaan antara kaum buruh/pekerja
kemudian akan terhapus. Kaum pekerja akan memulai bentuk kombinasi. Konflik akan
sering muncul di antara dua kelas ini. Kaum buruh memulainya dengan bentuk
perlawanan koalisi borjuis agar upah mereka terjaga. Mereka membentuk perkumpulan
yang kuat dan dapat memberikan dukungan kepada mereka ketika perjuangan
semakin menguat. Bagian dari proletar dengan unsur-unsur pencerahan dan
kemajuan, peningkatan potensial secara revolusioner.
i
BAB III
Pendidikan dalam Perspektif Teori Interaksionisme Simbolik
i
didalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, berinteraksi ditengah sosial masyarakat,
dan menghasilkan makna buah pikiran yang disepakati secara kolektif. Dan pada
akhirnya dapat dikatakan bahwa setiap bentuk interaksi sosial yang dilakukan oleh
setiap individu, akan memepertimbangkan sisi individu tersebut. inilah salah satu ciri
dari perspektif interaksional yang beraliran interaksionalisme simbolik.
Teori inetraksionalisme simbolik lahir pada pemikirannya George Herbert Mead
(1863-1931). Mead dilahirkan di Hadley, satu kota kecil di Massachusetts. Karir mead
berawal dari saat beliau menjadi seorang professor dimapus Oberlin. Ohio kemudian
mead berpindah pindah mengajar dari satu kampus kekampus lain, sampai akhirnya
saat beliau diundang untuk pindah dari universitas Michigan ke Universitas Chicago
oleh Jhon dowey. Disinah mead sebagai seorang memiliki pemikiran yang original dan
membuat catatan kontribusi kepada ilmu sosial dengan meluncurkan’the theoritical
perspective’ yang jadi perkembangannya nanti menjdai ‘ Teori Interaksi Simbolik’dan
sepanjang tahunnya Mead dikenal sebagai ahli sosial psikologi ilmu sosiologis.
(Rogers. 1994;166).
Mead tertarik pada interaksi, dimana isayrat nonverbal dan makna dari sutau
verbal, akan mempengaruhi pemikiran seseorang yang sedang berinteraks. Dalam
termonologi yang dipikiran Mead. Setiap isyarat nonverbal (seperti body language,
gerak fisik, baju status.) dan pesan verbal seperti (kata-kata) yang dimaknai
berdasarkan kesepakatan bersama oleh semua pihak yang terlibat dalam suatu
interaksi merupakan sebuah bentuk simbolyang mempunyai arti sangat penting.
Selain Mead telah banyak para ahli yang menggunakan pendekatan teori
interaksi simbolik dimana teori ini memberikan pendektan yang relative khusu pada
ilmu dari kehidupan kelompok manusia dan tingkah laku manusia, dan banyak
emmberikan konstribusi intelektual, diantaranya Jhon Dewey , Robert E park, James
bark Baldwin (Rogers;1994 ;171. Generasi setelah Mead merupakan generasi
perkembangan interaksi simbolik, dimana pada saat itu pemikiran mead terpecah
menjadi dua mazhab (school), dimana dalam mazhab tersebut berbeda dalam
metodologi yaitu: 1). Mazhab Chicago (Chicago scool) yang dipelopori oleh Herbert
Blumer, dan 2). Mazhab lowa ( lowa scool) yang di plopori oleh Manfred Kuhn dan
Kimbali Young (Rogers. 1994:171).
Pada sisi lain interaksionalisme simbolik sangat menitik beratkan pandangan
tentang kehidupan sosialsebagai sebuah prestasi aktif dari para actor yang
berpengetahuan dan bertujuan, dan interaksionalisme simbolikdikaitkan dengan teori
subjek, seperti yang diuraikan Mead bahwa sala susul sosial bagi kesdaran refleksi.
i
Intraksionalisme simbolik diyakini sebagai ‘ sosiologi mikro’ yang berurusan dengan
hubungan ‘antar pribadi’, sekal kecil, sedangkan tugas-tugas sosiologi makro yang
lebih luas ditangani oleh fungsionalisme. Bagi Giddens, apa yang dipaparkan
intraksionalisme simboliktidak memadai untuk menjelaskan prilaku manusia. Bagi
Giddens , prilaku manusia. Pertama harus dikaitkan dengan teori tentang subjek yang
beraksi dan kedua, harus menempatkan aksi kedalam ruang dan waktu sebagai arus
prilaku yang mengalir, bukannya memperlakukan tujuan, alasan, dan lain-lain sebagai
sesuatu yang dihimpun bersama-sama.
i
BAB IV.
Pendidikan dalam Perspektif Teori Strukturasi
i
fakta sosial, paradigm dfinisi sosial dan paradigm prilaku sosial. Giddens mulai berpikir
untuk mengkritik fungsionalisme, dan strukturalisme. Ada tiga kritik Giddens atas
fungsionalisme. Pertama fungsionalisme menghilangkan fakta bahwa anggota
masyarakat bukanlah orang-orang dungu. Individu bukan robot yang bergerak
berdasaran naskah. Kedua, fungsionalisme merupakan cara berpikir yang mengklaim
bahwa sistem sosial mempunyai kebutuhan yang harus dipenuhi. Dan ketiga ,
fungsionalisme membuang dimensi waktu dan ruang dalam menjelaskan proses sosial
sementara, terkait strukturalisme, Giddens menggap strukturalsime terlalu
menyingkirkan objek. Strukturalisme dan fungsionalisme menekankan secara kuat
dibangunnya lebih mekanis.
Menurut teori strukturasi, dominan kajian ilmu-ilmu sosial adalah prakik-praktik
sosial yang terjadi sepanjang ruang dan waktu, maksudnya, aktivitas-aktivitas sosial itu
tidak dihadirkan oleh para actor sosial, melainkan trus menerus diciptakan oleh mereka
melalui sarana-sarana pengungkapan diri mereka sebagai actor. Giddens
memberikancontoh bahwa tidak mungkin ada kediktatoran tanpa ada tindakan otoriter
seorang atau beberapa diktatot.
Teori struktur masih bernuansa member tekanan pada agen. Agen Giddens
lebih banyak mempunyai kekuasaan. Hal ini berbeda dengan teori yang dikembangkan
oleh Bourdiun. Bourdiun lebih menekankan Habitus, sehingga nuasa teori yang
dibangun lebih mekanis. Dalam menyusun teori strukturasi, Giddens sedikit banyak
berhutang pada gagasan-gagasan strujturalisme. Hal tampak dalam catatan-
catatannya Giddens, atas strukturalisme, yaitu: (a) teori strukturalisasi pentingnya
penciptaan ruang melalui perbedaan dalam proses konstitusibahasa dan masyarakat
(b) pemikiran strukturalis berupaya memasukandimensi waktu kedalam pusat analisis
itu sendiri. (c) pemikiran strukturalis menunjukan bahwa ‘ jarak dalam waktu’ dalam
beberapa aspek pentingnya sam dengan ‘ jarak dalam waktu’ . (d) teori strukturallis
menawarkankemungkinan pemahaman yang lebih memuaskan tenang totalitas sosial
dari pada yang ditawarkan oleh fungsionalisme.
i
KESIMPULAN DAN ANALISIS KRITIS
i
Interaksionisme simbolik Pada hakekatnya merupakan sebuah perspektif
yang bersifat sosial psikologis yang terutama relavan untuk penyelidikan
sosiologis. Teori ini akan berurusan dengan struktu-struktur sosial, bentuk-
bentuk kongkret dari prilaku individual atau sifat-sifat batin yang bersifat
dugaan, interaksionisme simbolik mempokuskan diri pada hakekat interaksi,
pada pola-pola dinamis dari tindakan sosial dan hubungan sosial. Interaksi
sendiri dianggap sebagai unit analsisi, sementara sikap-sikap diletakan
menjadi latar belakang.
4. Teori struktur Anthony Giddens menyatakan bahwa individu adalah agen-
agen sosial dengan kemampuan dapat merobak struktur sosial yang ada.
Individu yang berperan sebagai agen sosial setidaknya memiliki
keperibadian yang kuat sehingga tidak hanya member warna terhadap
struktur sosial yang ada tetapi juga dapat merubah struktur yang ada.
Pendidikan memiliki tujuan untuk membekali individu dengan
pengetahuan, keterampilan dan sikap sehingga mampu meningkatkan
kualitas dirinya. Pendidikan yang berkaitan erat dengaan anak didik, tetntu
saja dapat dikategorikan sebagai pencetan agen-agen sosial dimasa depa.
Anak didik yang berperan sebagai agen sosial untuk dipersiapkan. Hal ini
menjadi tugas keluarga, guru sekolah, pemerintah dan masyarakat
berkewajiban unutk melancarkan proses pencapaian tujuan pendidikan.
Keunikan setiap anak didik sudah sepantasnya dipandang sebagai suatu
kelebihan yang memiliki dalamupayanya menjadi agen sosial.
i
DAFTAR PUSTAKA
Ritzer, Gorge dan Dauglas J.Goddman 2014. Teori sosiologi dari teori sosiologi klasik.
Ritzer , George dan Dougles J. Goodman. 2008. Teori sosiologi modrn. Jakarta:
kencana
George Ritzer, Sosiologi Ilmu Berparadigma Ganda. Jakarta Rajawali pers. 2007
Doyle Paula Johnson. Teori sosiologo klasik dan Modern (Bandung: Mirzan, 2001), 89.
Giddens Anthony. 1979, problematika utama dalam Teori sosial. Aksi, struktur, dan
kontradiksi dalam analsisi sosial. Terjemahan oleh Daryanto. 2009. Yogyakarta:
pustaka pelajar
i
LAMPIRAN
Kelas : Sosiologi A
PERNYATAAN
Apa yang saya tulis ini sebagai jawaban atas pertanyaan (soal) adalah murni
hasil pemikiran saya sendiri, dan jika nanti ditemukan kesamaan dengan tulisan orang
lain, baik dari sumber (web/situs dan referensi) tertentu atau tulisan saya memiliki
kesamaan dengan tulisan rekan-rekan saya, maka saya siap menerima sanksi yang
diberikan oleh dosen pengasuh matakuliah ini.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya secara sadar dan
bertanggung jawab.
Tanda Tangan:
Ahmad Natsir
i
i