Anda di halaman 1dari 7

Definisi dan Klasifikasi dalam logika

1.Definisi Logika

1.1 Pengertian Definisi Logika


Definisi merupakan unsur atau bagian dari ilmu pengetahuan yang merumuskan dengan
singkat dan tepat mengenai objek atau masalah. Definisi sangat penting bagi seseorang yang
menginginkan sanggup berpikir dengan baik. Pernyataan sebagai suatu bentuk definisi harus
terdiri atas dua bagian, yaitu definiendum dan definiens, dua bagian ini harus ada jika tidak
bukanlah suatu definisi. Definisi atau batasan arti banyak macamnya, abesar definisi dibedakan
atas tiga macam, yakni definisi nominalis, definisi realis, dan definisi praktis.

A. Definisi Nominalis.
Definisi nominalis adalah menjelaskan sebuah kata dengan kata lain yang lebih umum
dimengerti. Jadi sekedar menjelaskan kata sebagai tanda, bukan menjelaskan hal yang ditandai.
Definisi nominalis terbagi dalam enam macam, yaitu :
 Definisi sinonim, yaitu penjelasan dengan memberikan persamaan kata atau memberikan
penjelasan dengan kata yang lebih dimengerti.
 Definisi simbolis, yaitu penjelasan dengan memberikan persamaan pernyataan berbentuk simbol-
simbol. Definisi simbolis digunakan dalam bidang matematika termasuk juga logika untuk
memberi penjelasan secara simbolis.
 Definisi etimologis, yaitu penjelasan dengan memberikan asal usulnya kata.
 Definisi semantis, yaitu penjelasan tanda dengan suatu arti yang telah dikenal.
 Definisi stipulatif, yaitu penjelasan dengan cara pemberian nama atas dasar kesepakatan bersama.
Definisi stipulatif banyak digunakan dalam lapangan ilmu pengetahuan.
 Definisi denotatif, yaitu penjelasan term dengan cara menunjukkan atau memberikan contoh suatu
benda atau hal yang termasuk dalam cakupan term.
Definisi denotatif terdiri dari dua macam, yaitu :
1. Definisi ostensif, yakni memberi batasan sesuatu dengan memberikan contoh.
2. Definisi enumeratif, yakni memberi batasan sesuatu term dengan memberikan perincian satu demi
satu secara lengkap mengenai hal-hal yang termasuk dalam cakupan term tersebut.

Dalam membuat definisi nominalis diperlukan tiga persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Apabila sesuatu kata hanya mempunyai satu sesuatu arti tertentu, hal ini harus selalu dipegang.
Juga kata-kata yag sangat biasa diketahui umum, hendaknya dipakai juga menurut arti dan
pengertiannya yang sangat biasa.
2. Jangan menggunakan kata untuk mendefinisikan jika tidak tahu artinya secara tepat dan terumus
jelas. Bilamana muncul keragu-raguan mengenai sesuatu term, harus diberi terlebih dahulu
definisinya dengan teliti dan hati-hati.
3. Apabila arti dan pengertian sesuatu term menjadi suatu obyek pembicaraan, definisi nominalis
atau definisi taraf pertamanya harus sedemikian rupa sehingga dapat secara tetap diakui oleh kedua
pihak yang berdebat.
B. Definisi Realis.
Definisi realis adalah penjelasan tentang hal yang ditandai oleh sesuatu term. Jadi bukan
sekedar menjelaskan term, tetapi menjelaskan isi yang dikandung oleh term. Definisi realis banyak
digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan serta hal-hal yang bersifat teknis. Definisi realis terdiri
dari dua macam, yaitu :

a. Definisi Esensial.
Definisi esensial adalah penjelasan dengan cara menguraikan bagian-bagian yang menyusun
sesuatu hal. Bagian-bagian ini antara satu dengan yang lain dapat dibedakan secara nyata atau
hanya beda dalam akal pikiran. Definisi esensial dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Definisi analitis, yakni menunjukkan bagian-bagian sesuatu benda yang mewujudkan esensinya.
Definisi ini disebut juga definisi esensial fisik, karena dengan cara analisis fisik.
2. Definisi konotatif, yakni menunjukkan isi dari suatu term yang terdiri dari genus dan diferensia.
Definisi ini disebut juga definisi esensial matafisik, memberikan jawaban yang terdasar dengan
menunjukkan predikabel substansinya. Definisi konotatif sangat ideal, namun sayangnya tidak
semua hal dapat didefinisikan semacam ini. Definisi konotatif dicapai dengan melalui langkah-
langkah, yaitu memperbandingkan hal yang hendal didefinisikan dengan semua hal-hal lain,
menunjukkan jenis atau golongan yang memuat hal tadi, dan menunjukkan ciri-ciri yang
membedakan hal tadi dari semua hal-hal lain yang termasukgolongan yang sama.

b. Definisi Deskriptif.
Definisi deskriptif adalah penjelasan dengan cara menunjukkan sifat-sifat yang dimiliki oleh hal
yang didefinisikan. Definisi deskriptif dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Definisi aksidental, yakni penjelasan dengan cara menunjukkan jenis dari halnya dengan sifat-sifat
khusu yang menyertai hal tersebut, atau dengan kata lain penjelasan yang disusun dari genus dan
propium.
2. Definisi kausal, yakni penjelasan dengan cara menyatakan bagaimana sesuatu hal terjadi
atauterwujud. Hal ini berarti juga memaparkan asal mula atau perkembangan dari hal-hal yang
ditunjuk oleh suatu term. Definisi ini disebut juga definisi genetik.

C. Definisi Praktis.
Definisi praktis adalah penjelasan tentang hal sesuatu ditinjau dari segi penggunaan dan
tujuannya yang sedarhana. Definisi praktis merupakan gabungan antara definisi nominalis dan
definisi realis, namun tidak dapat dimasukkan dalam salah satu di antara keduanya. Definisi praktis
terdiri dari tiga macam, yaitu :
1. Definisi operasional, yakni penjelasan suatu term dengan cara menegaskan langkah-langkah
pengujian khusus yang harus dilaksanakan atau dengan metode pengukuran serta menunjukkan
bagaimana hasil yang dapat diamati, yang terdiri dari kualitatif : berdasarkan isi dan kekuatan dan
kuantitatif : berdasarkan banyaknya.
2. Definisi persuasif, yakni penjelasan dengan cara merumuskan suatu pernyataan yang dapat
mempengaruhi orang lain. Definisi persuasif kelihatannya menjelaskan arti dari sesuatu kata atau
istilah, tetapi sesungguhnya secara tidak langsung menyerankan kepada pihak lain supaya
menyetujui atau menolak sesuatu hal. Dengan demikian, definisi ini pada hakekatnya merupakan
alat untuk mebujuk atau teknik untuk menganjurkan dilakukannya perbuatan tertentu atau dapat
juga untuk membangkitkan emosi seseorang.
3. Definisi fungsional, yakni penjelasan sesuatu berdasarkan guna atau tujuan.
1.2 Tujuan Definisi Ilmu Logika
Penjelasan tentang sesuatu hal ditinjau dari segi kegunaan atau tujuan, yang dibedakan
atas 3 macam, definisi operasional, definisi fungsional, dan definisi persuasif. Definisi operasional,
yakni penjelasan suatu term dengan cara menegaskan langkah-langkah pengujian khusus yang
harus dilaksanakan atau dengan metode pengukuran serta menunjukkan bagaimana hasil yang
dapat diamati. Definisi fungsional, yakni penjelasan sesuatu hal dengan cara menunjukkan
kegunaan atau tujuannya. Definisi persuasif, yakni penjelasan dengan cara merumuskan suatu
pernyataan yang dapat mempengaruhi orang lain. Definisi persuasif pada hakikatnya merupakan
alat untuk membujuk atau teknik untuk menganjurkan dilakukannya perbuatan tertentu.

1.3 Syarat-syarat Definisi Logika


Dalam merumuskan definisi ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan supaya definisi
yang dirumuskan itu baik dan betul-betul mengungkapkan pengertian yang didefinisikan secara
jelas dan mudah dimengerti. Syarat-syarat akan dikemukakan di sini merupakan syarat secara
umum berlaku untuk semua definisi terutama sekali definisi realis, di samping itu juga ada syarat
khusus untuk definisi nominalis.
Perlu diperhatikan di sini, tidak semua hal dapat didefinisikan karena akal manusia
terbatas, sejauh akal manusia dapat memikirkan hal tersebut dapat didefinisikan, tetapi jika akal
manusia tidak mampu memikirkannya maka hal tersebut tidak dapat didefinisikan. Di samping itu
dapat juga satu hal didefinisikan dengan cara bermacam-macam, namun definisi yang tepat dan
jelas pada dasarnya hanya satu, halini juga tergantung masalahnya, mana bentuk definisi yang
paling tepat untuk hal tersebut.
Syarat-syarat definisi secara umum dan sederhana ada lima syarat, namun ada juga yang
merumuskan lebih dari lima, yang sebenarnya hanya merupakan penjelasan berikutnya. Syarat-
syarat tersebut atau sering juga disebut dengan hukum-hukum definisi merupakan persyaratan
untuk menyusun definisi yang tepat dan baik, jika dilanggar maka definisinya tidak dapat memberi
penjelasan yang baik.
(1) Sebuah definisi harus menyatakan ciri-ciri hakiki dari apa yang didefinisikannya, yakni
menunjukkan pengertian umum yang meliputinya beserta ciri pembedanya yang pokok. Syarat ini
penting dalam definisi ilmiah.
(2) Sebuah definisi harus merupakan suatu kesetaraan arti hal yang didefinisikannya dengan yang
untuk mendefinisikan, maksudnya tidak terlampau luas dan tidak terlampau sempit. Syarat ini
melahirkan dua anak syarat:
- Definiens tidak lebih luas dari apa yang didefinisikan, oleh karena itu harus mengeluarkan setiap
yang tidak termasuk ke dalam lingkungan yang didefinisikan atau eksklusif.
- Definiens tidak lebih sempit dari apa yang didefinisikan, oleh karena itu harus menarik ke dalam
lingkungan pengertian setiap diri yang termasuk didefinisikan atau terlampau sempit, inklusif.
(3) Sebuah definisi harus menghindarkan pernyataan yang memuat istilah yang didefinisikan,
artinya definisi tidak boleh berputar-putar memuat secara langsung atau tidak langsung subjek
yang didefinisikan, atau tidak mengulang istilah yang didefinisikan.
(4) Sebuah definisi sedapat mungkin harus dinyatakan dalam bentuk rumusan yang positif, yakni
tidak boleh dinyatakan secara negatif jika dapat dinyatakan dalam kalimat positif, karena membuat
definisi adalah untuk mengatakan apakah barang sesuatu itu, bukannya untuk mengatakan bukan
apakah sesuatu itu.
(5) Sebuah definisi harus dinyatakan secara singkat dan jelas terlepas dari rumusan yang kabur
atau bahasa kiasan, karena maksud membuat definisi ialah memberi penjelasan serta
menghilangkan perwayuh-artian (makna ganda) maka dengan dipakainya istilah-istilah yang
kabur dapat menghalangi maksud tersebut.

1.4 Hukum Definisi Logika


Kadang-kadang diajukan pertanyaan “Apakah logika itu?” dan jawaban standar yang
dikemukakan biasanya dimulai dengan definisi logika yang berbunyi seperti, “Logika adalah ilmu
tentang penarikan kesimpulan yang tidak terhindarkan (atau penalaran valid).” Pengantar ini akan
menjelaskan jawaban tersebut secara rinci. Sebagai pembahasan awal, perlu ditekankan bahwa
secara mendasar logika terkait dengan hukum-hukum (aksioma-aksioma dan prinsip-prinsip),
proposisi, inferensi (penarikan kesimpulan), argumen, dan validitas argumen.
A. Tiga Hukum Logika
Penarikan kesimpulan yang tidak terhindarkan dari premis, tunduk kepada tiga hukum logika yang
juga disebut tiga hukum pemikiran.
Hukum-hukum ini bersifat universal, tidak terbantahkan, dan benar. Tanpa ketiga hukum
ini, sulit (kalau tidak dapat dikatakan tidak mungkin) untuk membayangkan bagaimana segala
sesuatu dapat dipahami. Ketiga hukum atau aksioma ini merupakan dasar bagi penarikan
kesimpulan yang tidak terhindarkan karena tanpa ketiganya tidak ada penarikan kesimpulan yang
tidak terhindarkan. Lebih jauh lagi, penarikan kesimpulan yang tidak terhindarkan dari premis-
premis mengasumsikan hukum-hukum logika sebagai sesuatu yang universal, tidak terbantahkan,
dan benar. “Universal” artinya tanpa pengecualian. “Tidak terbantahkan” artinya setiap upaya
membantahnya harus tunduk pada hukum-hukum tersebut, sehingga membuktikan keharusannnya
bagi argumen. “Benar” artinya “tidak salah,” karena didasarkan pada Logos Tuhan, sumber dan
penentu seluruh kebenaran. Lebih lanjut, hukum-hukum ini bersama dengan Trinitas merupakan
natur (sifat) Tuhan sehingga menolak yang yang satu akan menolak yang lain dan menerima yang
satu akan menerima yang lain. Ketiga hukum ini menetapkan dan mengklarifikasi makna dari
penarikan kesimpulan yang tidak terhindarkan bagi logika.
 Hukum Identitas
Hukum identitas menyatakan bahwa kalau satu pernyataan benar, maka pernyataan itu benar;
atau, setiap proposisi berimplikasi pada/berarti dirinya sendiri: a berimplikasi a. Mungkin
kelihatannya hal ini kecil, tetapi seperti dicatat Gordon Clark, alangkah anehnya dunia jika tidak
demikian adanya, karena dunia ini akan menjadi dunia yang tidak memiliki konsep identitas atau
kesamaan. kebenaran dan kesalahan akan lenyap dan seiring dengan hilangnya pembedaan itu,
maka makna juga lenyap.
 Hukum Tidak ada Jalan Tengah
Hukum Tidak Ada Jalan Tengah menyatakan bahwa segala sesuatu haruslah apa adanya
atau tidak; atau segala sesuatu adalah a atau bukan-a. Dengan kata lain, misalnya sebuah batu
haruslah keras atau tidak keras; diam atau tidak diam. Bagaimana dengan penumpang pesawat
yang berada dalam pesawat yang sedang terbang? Apakah dia sedang diam atau bergerak? Apakah
dia sedang bergerak dan sekaligus diam pada saat yang sama? Apakah hukum ini telah dilanggar?
Tidak sama sekali, karena tidak mungkin keduanya terjadi secara bersama pada saat dan tempat
yang sama, atau dalam hubungan yang sama – dan untuk itu diperlukan sedikit refleksi. (Dalam
contoh ini, si penumpang sedang diam dalam kaitan dengan pesawat, tetapi sedang bergerak dalam
kaitan dengan bumi).
·
 Hukum Kontradiksi
Hukum kontradiksi (juga dikenal dengan hukum non-kontradiksi) menyatakan bahwa tidak
ada pernyataan yang benar dan salah sekaligus; atau a dan bukan-a [sekaligus] adalah kontradiksi
– dan selalu salah. Karena itu, tidak mungkin a dan bukan-a sekaligus. Hukum ini menyatakan
bahwa tidak ada sesuatu apapun yang dapat menjadi benar dan salah sekaligus pada saat yang sama
dan tempat yang sama. Rumusan Aristoteles terhadap hukum ini menyatakan bahwa satu atribut
tidak dapat dimiliki dan tidak dimiliki oleh satu subyek pada saat yang sama dan dalam hubungan
yang sama: tidak mungkin a dan bukan-a (sekaligus). Sekali lagi, setiap pernyataan dalam
bentuk a dan bukan-a pasti salah. Setiap pernyataan jamak yang memiliki struktur seperti itu pasti
kontradiksi.
Sebagai contoh, “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam
Kristus Yesus” (Roma 8:1) tidak mungkin benar dan salah. Adalah sebuah kontradiksi dan
kekonyolan untuk menyatakan bahwa pernyataan tersebut dan penyangkalan terhadapnya sama-
sama benar dan sama-sama salah pada saat yang sama dengan hubungan yang sama.
Hukum kontradiksi adalah hukum yang terutama karena mencakup kedua hukum lainnya.
Formulasinya sebagaitidak mungkin a dan bukan a mengasumsikan Hukum Identitas sebagai
benar karena proposisi “a” selalu berimplikasi (berarti) dirinya sendiri (a berimplikasi a). Sebagai
sebuah pemisahan (disjungsi), hukum ini mengungkap Hukum Tiada Jalan Tengah yaitu a atau
bukan-a. Lebih lanjut, Hukum Kontradiksi adalah sesuatu yang tidak terelakkan bagi diskursus
yang bermakna karena tanpa Hukum Kontradiksi maka pembedaan antara kebenaran dan
kesalahan akan lenyap dan seiring dengan hilangnya pembedaan itu, maka makna juga lenyap.
2. Klasifikasi Logika

2.1 Pengertian Klasifikasi Logika


Persoalan klasifikasi adalah bagaimana seseorang pada hakekatnya dapat membagi-bagi
sesuatu pengertian kedalam bagian-bagian yang lebih kecil, baik mengenai isi maupun luasnya.
Berarti bahwa dapat dikatakan klasifikasi merupakan pembagian dalam bahasa umumnya.
Pembagian sendiri dalam klasifikasi terdapat 2 golongan, yaitu pembagian logis dan bukan
pembagian fisik.
Dalam pembagian fisik, masing-masing bagian pada umumnya tak ada hubungan sama
sekali dengan keseluruhannya. Misalnya, mobil bisa dibagi menjadi beberapa bagian seperti roda,
setir, kopling, rem dan bagian lainnya. Namun dalam mobil tidak dapat dikatakan mobil apabila
hanya memiliki satu bagian, atau bagian tadi tidak lengkap. Lain hal nya dengan pembagian logis,
golongan ini sederhananya dibagi berdasarkan jenis. Seperti pada kendaraan roda empat, jenisnya
sendiri ada berbagai macam seperti truk, jeep, kontainer, sedan dan lainnya.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa klasifikasi adalah sebuah cara atau metode untuk
mengelompokkan sejumlah hal ke dalam satu atau beberapa sistem kelas, berdasarkan kriteria
yang dimilikinya atau sesuai dengan ketetapan tertentu sehingga dapat diketahui hubungannya
dengan bagian yang lainnya.

2.2 Jenis-jenis Klasifikasi Logika


Dalam mengadakan pembedaan macam-macam klasifikasi atau penggologan yang menjadi
pedoman adalah sifat bahan-bahan yang akan digolong-golongkan dan maksud yang dikandung
oleh orang yang mengadakan penggolongan. Kedua segi itu dapat dipakai untuk mengadakan
pembedaan yang biasanya dinamakan klasifikasi kodrati dan klasifikasi buatan, dan juga
klasifikasi gabungan antara keduanya yang disebut dengan klasifikasi perantara atau klasifikasi
diagnostik
a) Klasifikasi kodrati, yang ditentukan oleh susunan kodrati, sifat-sifat dan atribut-atribut yang
dapat ditentukan dari bahan-bahan yang tengah diselidiki.
b) Klasifikasi buatan, yang ditentukan oleh sesuatu maksud yang praktis dari seseorang, seperti
untuk mempermudah penanganannya dan untuk menghemat waktu serta tenaga.
c) Klasifikasi diagnostik, merupakan gabungan yang tidak sepenuhnya kodrati dan juga tidak
sepenuhnya buatan, yang corakya mungkin dapat dijumpai dalam suatu bidang yang baru atau
yang untuk sebagian berkembang seperti ilmu-ilmu sosial. Klasifikasi ini disebut juga klasifikasi
perantara.
Pembedaan klasifikasi diterapkan pada peristiwa-peristiwa dapat diuraikan sebagai berikut. Jika
yang menjadi pedoman klasifikasi adalah maksud untuk mempermudah pekerjaan, maka
klasifikasinya bersifat buatan.
2.3 Hukum-Hukum Klasifikasi
Klasifikasi atau penggolongan yang merupakan kebalikan analisis atau pembagian
menurut Herbert L. Searles hukum-hukumnya sama dengan hukum-hkum pembagian, namun
macam-macam klasifikasi berbeda dengan macam-macam analisis. Tiga hukum yang mengatur
analisis secara logik dapat diterapkan pada klasifikasi, meskipun hukum-hukum itu tidak dapat
diikuti dengan begitu tegar. Hukum-hukum klasifikasi atau penggolongan yang sama intinya
dengan hukum-hukum analisis dapat ditentukan sebagai berikut:
a) Klasifikasi atau penggolongan harus hanya ada satu asas tertentu. Dengan menaati hukum
bahwa harus hanya ada satu asas berarti dapat terjamin diperolehnya susunan yang logik dan
menghindari terdapatnya klasifikasi bersilang, atau klasifikasi simpang-siur antara kelompok satu
dengan kelompok lain.
b) Suatu klasifikasi atau penggolongan harus sampai tuntas dan jelas. Hukum bahwa klasifikasi
harus sampai tuntas dan jelas merupakan harapan yang hanya untuk sebagaian dapat dipenuhi
dalam bidang yang bertambah luas seperti ilmu-ilmu sosial atau di dalam ilmu yang dinamik
seperti biologi, botanik, zoologi. Klasifikasi yang tidak lengkap baru merupakan suatu kekurangan
yang gawat bila ilmunya telah mejadi sistematik serta saling behubungan dan hukum-hukum yang
mengatur proses evolusi telah diketahui.

PENUTUP

Definisi merupakan unsur atau bagaian dari ilmu pengetahuan logika yang merumuskan
dengan singkat dan tepat mengenai objek atau masalah. Definisi sangat penting bagi seseorang
yang menginginkan sanggup perfikir dengan baik.
Definisi nominalis ialah menjelaskan sebuah kata dengan kata lain yang lebih umum
dimengerti. Definisi realis ialah penjelasan tentang hal yang ditandai oleh sesuatu istilah. Definisi
realis terbagi 2:
1. Defenisi tsensial, Yaitu penjelasan dengan cara menguraikan bagian-bagian dasar yang menyusu
suatu hal’
2. Defenisi deskriptif , yaitu penjelasan dengan cara menunjukkan sifat-sifat yang dimiliki oleh hal
yang didefisikan
Klasifikasi merupakan kebalikan dari analisis sehingga sering dinyatakan bahwa kedua hal itu
sering berhubungan dikatakan berbalikan analisis atau pembagian dimulai dari suatu keseluruhan
melalui proses yang semakin lama semakin kecil, sampai tercapainya unsur yang terendah atau
tersadari maka kebalikannya yang bergerak kearaah yang berlawanan disebut klasifikasi.
Hukum-hukum klasifikasi
Klasifikasi atau penggolongan yang merupakan kebalikan analisis atau pemgbagian
menurut Herbert L.searles hukum-hukumnya sama dengan Hukum-Hukum penbagian, namun
macam-macam klasifikasi berbeda dengan macam-macam analisis. Tiga Hukum yang mengatur
analisis secara logik dapat diterepkan pada klasifikasi, meskipun Hukum-Hukum itu tidak dapat
diikuti dengan tegar.

Anda mungkin juga menyukai