Anda di halaman 1dari 19

TUGAS FINAL

MAKALAH MANAJEMEN KEUANGAN STRATEGIS


“Analisis Kinerja Keuangan Perbankan Di Indonesia Saat Pandemi
Pada Bulan Januari-April 2021”

OLEH :

NAMA : REZKI RAHMAYANTY


STAMBUK : B2B1 20 012

UNIVERSITAS HALU OLEO

FAKELTAS EKONOMI DAN BISNIS

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perbankan merupakan salah satu penggerak utama perekonomian suatu negara yang meliputi
konsumsi, investasi, serta kegiatan ekspor impor. Perbankan juga berperan besar dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi dalam negeri karena di semua aktivitas ekonomi ada peran perbankan disana.
Salah satunya sebagai sektor penggerak utama Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Selain itu,
peran perbankan sebagai lembaga intermediary merupakan peran terbesarnya yang fungsinya
menyalurkan dana dari pihak yang mengalami surplus kepada pihak yang mengalami defisit. Apabila
peran yang telah disebutkan tadi dapat dijalankan secara efisien dan efektif, maka akan mampu
meningkatkan taraf hidup orang banyak. Oleh karena itu, setiap Perusahaan Bank wajib menjaga dan
meningkatkan kinerjanya agar nilai perusahaan yang didapatkan maksimal.
Dalam kehidupan masyarakat modern sehari-hari, sebagian besar hampir melibatkan jasa-jasa
dari sektor perbankan. Hal demikian kiranya dapat dipahami karena sektor perbankan mengemban
suatu fungsi utama sebagai perantara keuangan antara unit-unit ekonomi masyarakat yang surplus
dana dengan unit-unit ekonomi yang defisit dana . Bank merupakan perusahaan keuangan yang
bergerak dalam memberikan layanan keuangan mengandalkan kepercayaan masyarakat dalam
mengelola dananya (Kasmir, 2012 : 216).
Perekonomian global saat ini mendapatkan tantangan yang sangat berat. Hal ini disebabkan
karena terjadinya pandemi yang terjadi di hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia. Corona
virus desease 2019 (Covid-19) merupkan coronavirus baru yang mana dahulu kelompok virus ini
hanya ditemukan pada hewan. Terjadinya Covid-19 diawali berdasarkan info dari World Health
Organization (WHO) yang mengatakan bahwa pada 31 Desember terdapat kasus pneumonia dengan
etiologi baru di Wuhan provinsi Hubei, China.
Pandemi covid-19 memberikan dampak yang besar di setiap negara dalam segala sektor termasuk
sektor perbankan. Keleseuan ekonomi yang terjadi di masa pandemi ini tentu akan mengurangi
konsumsi masyarakat dan terjadi penurunan daya beli di masyarakat. Mengingat peran bank sebagai
lembaga intermediasi, tentu kejadian ini sangat berpengaruh terhadap perbankan karena apabila
ekonomi masyarakat menurun, maka mereka cenderung akan mengurangi pengeluaran yang kurang
penting, menghindari investasi atau bahkan akan sering mengambil uang di bank. Tidak hanya itu,
masalah lainnya adalah ketika ekonomi masyarakat menurun, maka nasabah akan kesulitan dalam
membayar kredit ditengah pandemi. Dan perlu diingat bahwa perbankan sangat penting perannya
dalam pertumbuhan ekonomi di setiap Negara.
Pandemi Covid-19 telah menyebabkan perubahan aktivitas, pola bisnis, pola interaksi manusia
bahkan telah mengakibatkan krisis ekonomi global sepanjang tahun 2020 dan berlanjut hingga saat
ini. Meskipun telah terlihat sinyal perbaikan ekonomi global pada awal tahun 2021, namun perbaikan
ekonomi masih belum merata dan terjadi disparitas antar Negara, khususnya antara Negara maju dan
Negara berkembang. Perbedaan kecepatan proses pemulihan ekonomi di berbagai Negara dipengaruhi
oleh kemampuan penegakan protokol kesehatan, peningkatan testing, tracing dan treatment, maupun
akselerasi program vaksinasi Covid-19 serta respon ekonomi terhadap kebijakan extraordinary fiscal
dan moneter yang dikeluarkan masing-masing Negara. Sentimen pemulihan tersebut mendorong
perbaikan permintaan global yang berdampak pada kenaikan harga komoditas serta peningkatan
volume perdagangan global.
Hal yang ditakutkan dari melemahnya perekonomian nasional bahkan internasional ini
mengingatkan kita pada krisis moneter yang terjadi di tahun 1997-1998. Ketika harga barang
melonjak tinggi yang membuat turunnya daya beli masyarakat, banyaknya bank yang gulung tikar
karena situasi tersebut, sampai pada nilai rupiah semakin tidak berharga di kala itu. Hal itulah yang
ditakutkan terjadi kembali karena pandemi covid-19 yang tidak tahu kapan berakhirnya dan dapat
mengkhawatirkan sistem perbankan di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana kondisi keuangan perbankan di Indonesia pada masa Pandemi Covid 19 dari bulan
Januari-April 2021?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkembangan virus Covid-19
Covid-19 saat ini menjadi isu kesehatan yang paling mengkhawatirkan di penjuru dunia,
termasuk diantaranya di Indonesia. Penanggulangan yang dilakukan suatu daerah bahkan suatu negara
dilakukan sebagai upaya untuk meminimalisir penyebaran penyakit tersebut salah satunya adalah dengan
kebijakan Lock down. Penelitian terbaru ternyata ditemukan bahwa diameter Covid-19 diperkirakan
sampai 125 nanometer atau 0,125 mikrometer. Itu artinya satu mikrometer sama dengan 1000 nanometer.
Sungguh sangat kecil sekali dan tak mungkin pandangan telanjang manusia dapat menginderanya.
Bahkan karena ukurannya yang sangat mikro, sehingga manusia tak bisa berpikir untuk meremehkan
virus tersebut. Karena Covid-19 ini dapat bertahan lebih dari 10 menit pada permukaan, termasuk
diantaranya adalah di tangan manusia sekalipun. Lebih dari itu bahkan badan kesehatan Perserikatan
Bangsa Bangsa, atau biasa yang disebut WHO menyebut, bahwa virus corona baru (Covid-19) ini dapat
bertahan hidup selama beberapa jam, hingga bisa beberapa hari dan dapat bertahan hidup pada suhu 26-
27 derajat celcius (BBC News, 2020).
Disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun lalu mencatat pertumbuhan ekonomi RI
mendekati ke posisi tahun 2016 yang tumbuh 5,03% tahun ini pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02%, Dan
lebih lambat dari tahun-tahun sebelumnya, dan. Sebelumnya, Fitch Solutions Country Risk and Industry
Research merilis outlook bulanan perekonomian ditengah pandemic covid-19. Dalam rilisnya tersebut,
Fitch Solutions memprediksi perekonomian global dan juga Indonesia. Pertumbuhan ekonomi global di
2020 diprediksi berada diantara 0% dan -0,5%. Fitch Solutions juga melihat perekonomian global baru
mulai keluar dari resesi diakhir kuartal IV-2020. Diperkirakan perekonomian global mulai bisa keluar
dari resensi diakhir kuartal-IV, dilihat dari resesi-resesi di akhir kuartal-IV, dilihat dari resesi-resesi yang
terjadi sejak 1948 yang rata- rata berlangsung selama 10 bulan hingga 12 bulan. Proyeksi tersebut
diberikan dengan asumsi pademi Covid-19 mampu dihentikan dalam dua bulan ke depan. Adapun untuk
Indonesia, mesti disebut menjadi yang 4,2%, pada akhir tahun nilai tukar rupiah berada dikisaran Rp
16.750/US$. Melihat prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Fitch Solutions tersebut terbilang
cukup optimistis dibandingkan prediksi yang diberikan institusi lainnya.

2.2Kinerja Keuangan Bank dan Pengukurannya


2.2.1 Rasio Keuangan Sebagai Indikator Penilaian Kinerja Perbankan
Pengukuran kinerja bank dalam literatur perbankan diukur dengan CAMEL dan dikembangkan
dengan memasukan unsur resiko. Pengukuran kinerja perbankan dilakukan dengan menggunakan cara
mengamati hasil yang dicapai oleh bank dengan standart yang ditentukan oleh Bank Indonesia, atau hasil
perhitungan rata-ratanya. Rasio keuangan perbankan untuk mengukur kinerjanya antara lain : Likuiditas,
Struktur keuangan, Profitabilitas, Aktiva Produktif, Spread, Resiko Usaha dan Efisiensi.
Baik maupun buruknya kinerja keuangan perbankan dan berhasil atau tidaknya mencapai kinerja
bisnis secara memuaskan dapat diukur dengan tolak ukur keuangan yang disebut dengan rasio keuangan
(financial ratios).3Dari berbagai jenis rasio keuangan yang ada, profitabilitas merupakan indikator rasio
yang paling tepat untuk mengukur kinerja suatu bank. Rasio yang dimaksudkan adalah return on asset
(ROA), karena ROA memfokuskan kemampuan perusahaan dalam memperoleh earning dengan
mendayagunakan seluruh asset yang dikelolanya. Sehingga ROA dijadikan alat ukur kinerja perbankan.
Selain itu ROA juga mencerminkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola assetnya secara
efektif.4 Dengan demikian maka semakin tinggi rasio ROA yang dihasilkan maka semakin baik atau
sehat kinerja bank tersebut, karena dengan meningkatnya ROA berarti telah terjadi peningkatan
profitabilitas perusahaan yang akan berdampak positif terhadap para stekholder seperti pemegang saham.
Adapun return on asset (ROA) sebagai tolak ukur kinerja profitabilitas bank tidak berdiri sendiri,
melainkan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja bank antara
lain adalah CAR, NPL, LDR dan BOPO. Beberapa faktor tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi dan
bermuara pada perolehan laba (profitabilitas) perusahaan perbankan. Berikut ini akan diuraikan beberapa
jenis rasio yang akan digunakan untuk pengujian atas seberaba besar pengaruhnya terhadap kinerja
keuangan perbankan baik konvensional maupun syariah yang kemudian dilakukan komparasi atasnya.
Beberapa rasio yang dijelaskan berikut ini merupakan pedoman perhitungan rasio keuangan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia No. 30 tahun 2008.
1. Rasio Kecukupan Modal (CAR)
CAR diukur dari rasio antara modal sendiri terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
(ATMR).6Menurut peraturan Bank Indonesia, CAR (Capital Adequancy Ratio) adalah rasio yang
memperlihatkan seberapa besar jumlah seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit,
penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari modal sendiri disamping
memperoleh dana- dana dari sumber-sumber diluar bank. Permodalan memang menjadi salah
satu ukuran kinerja keuangan dan tingkat kesehatan perbankan baik konvensional maupun
syariah. Mengingat peranan modal sangat penting karena selain digunakan untuk kepentingan
ekspansi, juga digunakan sebagai “buffer” untuk menyerap kerugian kegiatan usaha . Alat ukur
analisis permodalan perbankan ini diantaranya adalah solvabilitas, dapat juga disebut dengan
capital adequacy analysis. Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat modal
bank yang bersangkutan untuk menjalankan operasional secara memadai. Karena modal yang
memadai ini menunjukan kemampuan bank dalam mengatasi resiko kerugian yang akan timbul9 .
Dari rasio ini juga akan terlihat kekayaan bank yang merepresentasikan kekayaan para pemegang
saham, besar atau kecil.
Rasio kecukupan modal juga digunakan untuk menutup resiko kerugian dari aktivitas
yang dilakukanya dan kemampuan bank dalam mendanai kegiatan operasionalnya.Suatu bank
yang memiliki modal yang cukup diterjemahkan ke dalam profitabilitas yang lebih tinggi. Ini
berari bahwa semakin tinggi modal yang diinvestasikan di bank maka semakin tinggi
profitabilitas bank.
CAR atau singkatan dari capital adequacy ratio, merupakan rasio kecukupan modal
sebuah bank. Rasio ini digunakan untuk menganalisis besaran modal sendiri yang dimiliki oleh
sebuah bank dibandingkan dengan total aset bank tersebut.
Sebagaimana termaktub dalam Surat Edaran (SE) BI No. 15/11/DPNP tertanggal 8 April
2013 tentang prinsip kehati-haitan dalam penyertaan modal, Bank Indonesia menetapkan standar
CAR pada bank adalah 8%. Sebelumnya BI pernah menetapkan Peraturan BI No. 8 Tahun 2008
yang intinya syarat bank yang layak menerima FPJP minimal memiliki CAR 5 %. Namun, syarat
ini kembali diubah melalui PBI No. 26 Tahun 2008 menjadi minimal CAR yang dimiliki harus
sebesar 8 %. Tak lama berselang, tepatnya jelang akhir tahun, BI di masa kepemimpinan
Boediono kembali merevisi persyaratan CAR minimal 8 persen menjadi CAR cukup positif lewat
PBI No. 30 Tahun 2008.
2. Rasio Kualitas Aktiva Produktif (NPL/NPF)
Bisnis dalam bidang apapun pada prinsipnya selalu berhadapan dengan resiko, tidak
terkecuali perbankan. Pada umumnya resiko-resiko tersebut dihitung menggunakan pendekatan
kuantitatif. Berdasar Peraturan Bank Indonesia nomor 5 tahun 2003, salah satu resiko perbankan
adalah resiko kredit atau yang biasa disebut dengan Non Performing Loan (NPL). Yaitu risiko
yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajiban. Dapat juga
didefinisikan sebagai pinjaman yang mengalami kesulitan pelunasan atau sering disebut kredit
macet pada bank. Hal ini dapat terjadi karena bisnis utama perbankan adalah pemberian pinjaman
yang berpotensi pada kegagalan nasabah dalam melakukan pengembalian. Bisa saja kegagalan
pembayaran tersebut karena faktor eksternal yang tidak dapat direncanakan dan dikendalikan,
namun tidak sedikit pula yang muncul akibat kesengajaan yang bersangkutan. Tidak terpenuhinya
kewajiban nasabah kepada bank menyebabkan bank menderita kerugian dengan tidak diterimanya
penerimaan yang sebelumnya sudah diperkirakan. Manajemen piutang merupakan hal yang
sangat penting bagi perusahaan yang operasinya memberikan kredit, karena makin besar piutang
akan semakin besar resikonya.
Rasio NPF/NPL menunjukan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit
bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan semakin
semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar
maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Kredit dalam hal ini
adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Kredit
bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Besaran standar
NPF yang ditetapkan oleh BI adalah 5%.
Dengan formulasi tersebut bank dapat mengukur tingkat produktifitas asset yang
dimilikinya dengan melihat prosentase dana yang dapat tersalur dan prosentase pembiyaan
bermasalah, baik dalam kategori kurang lancar, diragukan maupun macet. Sehingga semakin
tinggi tingkat pembiayaan bermasalahnya maka dinilai semakin rendah produktifitasnya. Aspek
penilaian NPL memang berbeda dengan alat ukur rasio keuangan lainya. Jika rasio keuangan
lainya dinyatakan bagus dengan semakin tingginya nilai pencapaianya, maka NPL sebaliknya.
3. Rasio Likuiditas (LDR/FDR)
Likuiditas merupakan kesiapan bank dalam menyediakan dana untuk kebutuhan saat ini
ataupun dimasa yang akan datang. Khususnya kewajiban jangka pendek dan bersifat lancar atau
yang segera harus dibayar. Hal ini karena perbankan tidak berdiri dan berjalan hanya dengan
modal sendiri, melain juga bersumber dari dana pihak ketiga dalam bentuk tabungan, giro
maupun deposito yang dalam sistem pembukuan bank dicatat dalam kelompok pasiva yang
merupakan kewajiban.
Menurut Bank Indonesia, penilaian aspek likuiditas mencerminkan kemampuan bank
untuk mengelola tingkat likuiditas yang memadai guna memenuhi kewajibannya secara tepat
waktu dan untuk memenuhi kebutuhan yang lain. Disamping itu bank juga harus dapat menjamin
kegiatan dikelola secara efisien dalam arti bahwa bank dapat menekan biaya pengelolaan
likuiditas yang tinggi serta setiap saat bank dapat melikuidasi assetnya secara cepat dengan
kerugian yang minimal.
Peraturan Bank Indonesia tesebut menyatakan bahwa kemampuan likuiditas bank dapat
diproksikan dengan LDR (Loan to Deposit Rasio) yang membandingkan komposisi dana yang
tersalur pada kredit dengan dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun. Artinya semakin
tinggi angka kredit yang disalurkan akan memperkecil tingkat likuiditas bank tersebut. Minimnya
likuiditas ini tentu akan berdampak negatif dan menjadi sumber masalah bagi bank jika tidak
mampu memenuhi kewajiban lancar atau jangka pendeknya.
Begitu pula sebaliknya jika rasio ini terlalu rendah, menujukan kemampuan bank dalam
menyalurkan kredit atau pembiayaan perlu dipertanyakan. Standar yang digunakan oleh Bank
Indonesia untuk rasio LDR/FDR ini adalah 80% hingga 110%. Sehingga jika suatu bank hanya
mampu memperoleh rasio likuiditas ini diangka 60% misalnya, itu menunjukan bahwa bank
tersebut hanya mampu menyalurkan 60% dari total dana DPK yang dihimpun. Dan 40%
selebihnya tidak dapat tersalur.
4. Rasio Efisiensi (BOPO)
Efisiensi operasional merupakan upaya untuk mengetahui apakah bank dalam
operasionalnya dilakukan dengan benar, sesuai dengan tujuan pendirian dan para pemegang
saham. Efisiensi berpengaruh terhadap kinerja bank karena dapat menunjukan apakah bank
tersebut dapat menggunakan semua faktor produksinya dengan tepat guna. Karena hakekat dari
efisiensi adalah kemampuan menggunakan sumber daya yang tidak perlu. Rasio efisiensi
merupakan alat ukur untuk mengetahui kemampuan bank dalam menjalan operasional usahanya.
Menurut Bank Indonesia, BOPO distandarisasi untuk tidak melebihi angka 90%, dengan arti
bahwa jika bank memiliki rasio BOPO diatas 90%, bank tersebut tidak efisien.
5. Rasio Rentabilitas (ROA)
Return onAsset merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap total asset. Semakin
besar Return on Asset menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik, karena tingkat
kembalian (return) semakin besar. Apabila Return on Asset meningkat, berarti profitabilitas
perusahaan meningkat, sehingga dampak akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang
dinikmati oleh pemegang saham. Rasio rentabilitas merupakan alat ukur kemampuan bank dalam
menghasilkan laba bersih dari operasional usaha selama periode tertentu misalnya satu tahun.
Dari rasio inilah profitabilitas bank dapat diketahui.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa return on asset adalah
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. ROA menunjukkan berapa tingkat efisien
perusahaan dalam mengelola seluruh aktivanya untuk memperoleh pendapatan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Rasio Penilaian Kinerja Bank
a. Rasio Kecukupan Modal (CAR)
CAR atau singkatan dari capital adequacy ratio, merupakan rasio kecukupan modal sebuah bank.
Rasio ini digunakan untuk menganalisis besaran modal sendiri yang dimiliki oleh sebuah bank
dibandingkan dengan total aset bank tersebut.
Rasio kecukupan modal juga digunakan untuk menutup resiko kerugian dari aktivitas yang
dilakukanya dan kemampuan bank dalam mendanai kegiatan operasionalnya.Suatu bank yang memiliki
modal yang cukup diterjemahkan ke dalam profitabilitas yang lebih tinggi. Ini berari bahwa semakin
tinggi modal yang diinvestasikan di bank maka semakin tinggi profitabilitas bank.
Rasio CAR Bank Umum Konvensial dari Bulan Januari 2021 sampai Bulan April 2021
berdasarakan data yang diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan adalah sebagai berikut:
Data Statistik Rasio Kecukupan Modal (CAR)
Januari-April 2021

CAR
24.60%
24.50% 24.53%
24.40%
CAR
24.20% 24.21%
24.00% 24.04%
23.80%
23.60%
Januari Februari Maret April
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan
Berdasarkan peraturan Bank Indonesia persyaratan CAR minimal 8%. Data statistic rasio
kecukupan modal (CAR) diatas menunjukkan bahwa persentase CAR dari bulan Januari sampai April
2021 diatas 8% yang berarti kemampuan bank dalam mendanai kegiatan operasionalnya sangat baik.

b. Rasio Kualitas Aktiva Produktif (NPL/NPF)


Berdasar Peraturan Bank Indonesia nomor 5 tahun 2003, salah satu resiko perbankan adalah
resiko kredit atau yang biasa disebut dengan Non Performing Loan (NPL). Rasio NPF/NPL menunjukan
kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank. Sehingga
semakin tinggi rasio ini maka akan semakin semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan
jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah
semakin besar.
Rasio NPL Bank Umum Konvensial dari Bulan Januari 2021 sampai Bulan April 2021
berdasarakan data yang diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan adalah sebagai berikut:
Data Statistik Rasio Kualitas Aktiva Produktif (NPL/NPF)
Januari-April 2021

NPL
3.22% 3.22%
3.21%
3.20% NPL
3.18%
3.17% 3.17%
3.16%
3.14%
Januari Februari Maret April
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan
Berdasarkan peraturan Bank Indonesia persyaratan NPL maksimal 5%. Data statistic rasio
kualitas aktiva produktif diatas menunjukkan bahwa NPL dari bulan Januari sampai April 2021 dibawah
5% yang berarti kemampuan manajemen bank mampu mengelola kredit bermasalah.

c. Rasio Likuiditas (LDR/FDR)


Peraturan Bank Indonesia menyatakan bahwa kemampuan likuiditas bank dapat diproksikan
dengan LDR (Loan to Deposit Rasio) yang membandingkan komposisi dana yang tersalur pada kredit
dengan dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun. Artinya semakin tinggi angka kredit yang
disalurkan akan memperkecil tingkat likuiditas bank tersebut.
Rasio likuiditas Bank Umum Konvensial dari Bulan Januari 2021 sampai Bulan April 2021
berdasarakan data yang diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan adalah sebagai berikut:
Data Statistik Rasio Kualitas Likuiditas (LDR/FDR)
Januari-April 2021

LDR
83.00%
82.50% 82.44%
82.00% LDR
81.80%
81.50%
81.00% 80.93% 80.83%
80.50%
80.00%
Januari Februari Maret April
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan
Standar yang digunakan oleh Bank Indonesia untuk rasio LDR/FDR ini adalah 80% hingga
110%. Berdasarkan data statistic diatas menunjukkan nilai rasio yang menurun setiap bulannya, tetapi
tetap menunjukkan bahwa nilai rasio LDR dari bulan Januari sampai April 2021 masih berada dalam
standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang berarti bank mampu untuk mengelola tingkat likuiditas
yang memadai guna memenuhi kewajibannya secara tepat waktu dan untuk memenuhi kebutuhan yang
lain.

d. Rasio Efisiensi (BOPO)


Rasio efisiensi (BOPO) adalah rasio yang menunjukkan apakah bank tersbut dapat menggunakan
semua factor produksinya dengan tepat atau untuk mengetahui kemampuan bank dalam menjalankan
operasionalnya.
Rasio efisiensi Bank Umum Konvensial dari Bulan Januari 2021 sampai Bulan April 2021
berdasarakan data yang diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan adalah sebagai berikut:
Data Statistik Rasio Efisiensi (BOPO)
Januari-April 2021

BOPO
87.00%
86.50% 86.44%
86.00%
85.50% 85.61% BOPO
85.24%
85.00%
84.50% 84.55%
84.00%
83.50%
Januari Februari Maret April

Sumber : Otoritas Jasa Keuangan


Menurut Bank Indonesia, BOPO distandarisasi untuk tidak melebihi angka 90%, dengan arti
bahwa jika bank memiliki rasio BOPO diatas 90%, bank tersebut tidak efisien. Berdasarkan data statistic
diatas menunjukkan nilai rasio BOPO kurang dari 90% yang berarti bank mampu menjalankan
operasionalnya dengan baik.

e. Rasio Rentabilitas (ROA)


Return onAsset merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap total asset. Rasio rentabilitas
mengatakan semakin besar nilainya maka menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik karena
tingkat return (kembali) semakin besar.
Rasio rentabilitas Bank Umum Konvensial dari Bulan Januari 2021 sampai Bulan April 2021
berdasarakan data yang diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan adalah sebagai berikut:
Data Statistik Rasio Rentabilitas (ROA)
Januari-April 2021

ROA
2.20% 2.17%
2.10%
ROA
2.00% 1.97%
1.90% 1.87% 1.86%
1.80%
1.70%
Januari Februari Maret April
Sumber : Otoritas Jasa Keuangan
Standar terbaik ROA menurut Peraturan Bank Indonesia No. 6/9/PBI/2004 adalah 1,5%.
Berdasarkan data statistic rasio rentabilitas diatas menunjukkan nilai rasio yang berada diata 1,5% yang
berarti bank mampu menghasilkan laba dan mengelola seluruh aktivitasnya untuk memperoleh
keuntungan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan kinerja keuangan perbankan di Indonesia saat
pandemi Covid-19 sebagai berikut:
1. Rasio kecukupan modal (CAR) menunjukkan persentase diatas 8% yang berarti bank mampu
dalam mendanai kegiatan operasionalnya. Suatu bank yang memiliki modal yang cukup
diterjemahkan ke dalam profitabilitas yang lebih tinggi. Ini berari bahwa semakin tinggi modal
yang diinvestasikan di bank maka semakin tinggi profitabilitas bank.
2. Rasio aktiva produktif (NPL) menunjukkan nilai dibawah 5% yang berarti bank mampu
mengelola kredit bermasalah. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin semakin buruk
kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka
kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar.
3. Rasio Likuiditas (LDR) menunjukkan hasil antara 80% sampai 110% yang berarti bank mampu
untuk mengelola tingkat likuiditas yang memadai guna memenuhi kewajibannya secara tepat
waktu dan untuk memenuhi kebutuhan yang lain. Semakin tinggi angka kredit yang disalurkan
akan memperkecil tingkat likuiditas bank tersebut. Minimnya likuiditas ini tentu akan
berdampak negatif dan menjadi sumber masalah bagi bank jika tidak mampu memenuhi
kewajiban lancar atau jangka pendeknya.
4. Rasio efisiensi (BOPO) menunjukkan hasil dibawah 90% yang berarti bank mampu menjalankan
operasionalnya dengan baik, dengan arti bahwa jika bank memiliki rasio BOPO diatas 90%,
bank tersebut tidak efisien.
5. Rasio rentabilitas (ROA) menunjukkan hasil diatas 1,5% yang berarti bank mampu
menghasilkan laba dan mengelola seluruh aktivitasnya untuk memperoleh keuntungan. Apabila
Return on Asset meningkat, berarti profitabilitas perusahaan meningkat, sehingga dampak
akhirnya adalah peningkatan profitabilitas yang dinikmati oleh pemegang saham.
DAFTAR PUSTAKA

Otoritas Jasa Keuangan. 2021. (Online). https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/data-dan-


statistik/statistik-perbankan-indonesia/Default.aspx. Diakses 16 Juli 2021

Peraturan Bank Indonesia Nomor 21/12/PBI/2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia.
Nomor 20/4/PBI/2018 Tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial Dan Penyangga Likuiditas
Makroprudensial Bagi Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, Dan Uni.

Sumadi. 2020. Menakar Dampak Fenomena Pandemi Covid-19 Terhadap Perbankan Syariah. Skripsi.
Institut Teknologi Bisnis AAS Indonesia

Veronica Stephanie Sullivan dan Sawidji Widoatmodjo. 2021. Kinerja Keuangan Bank Sebelum Dan
Selama Pandemi (COVID – 19). Skripsi. Universitas Tarumanegara.
LAMPIRAN
JANUARI
FEBRUARI
MARET
APRIL

Anda mungkin juga menyukai