Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KELOMPOK

KEPEMIMPINAN
(LEADERSHIP ETHICS THEORY)

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 7

1. REZKI RAHMAYANTY (B2B120012)


2. ASRIAN (B2B120019)

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kelompok kami tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada 
mata kuliah Kepemimpinan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang Leadership Ethics Theory, bagi para pembaca dan juga bagi kelompok kami.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Saya
juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Kendari, April 2021

Kelompok 7

DAFTAR ISI
BAB I
1.1
1.2
1. 3
BAB II
BAB III

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepemimpinan tanpa etika adalah malapetaka karena dapat menimbulkan ketidakstabilan
dan kehancuran. Seorang pemimpin wajib untuk memimpin dengan berpondasikan etika
yang kuat dan santun. Sebab, tanpa etika kepemimpinan, maka pemimpin tidak akan pernah
mampu menyentuh hati terdalam dari para pengikut. Dan dia juga akan mnejadi yang
gampang untuk di olok-olok oleh lawan dan kawan. Bila lawan, kawan, dan bawahan sudah
suka meperolok-olokkan pemimpin, maka malapetaka akan menjadi sahabat kepemimpinan
tersebut.
Seorang pemimpin yang memiliki etika akan mampu membawa organisasi yang
dipimpinnya sampai ke puncak keberhasilan dengan memanfaatkan semua potensi yang ada
pada semua anggota organisasi yang dipimpin. Seorang pemimpin menjadikan etika sebagai
dasar mengoptimalkan semua bakat dan potensi sumber daya manusia, dan meningkatkan
nilai dari semua sumber daya yang dimiliki oleh organisasi serta menghargai semua kualitas
dan kompetensi sumber daya manusia. Dan bukan seorang pemimpin yang menciptakan
jarak antara mimpi dan realitas. Tetapi dia seorang pemimpin beretika yang membantu
semua mimpi pengikutnya menjadi kenyataan dalam kebahagiaan.
Pemimpin yang beretika tidak akan pernah punya niat untuk menyingkirkan bakat-bakat
hebat yang menjanjikan masa depan cerah. Dia akan mengilhami semua orang dengan
motivasi dan keteladanan untuk mampu mencapai keunggulan, dan merangsang semua orang
untuk berfikir positif dan bekerja efektif

1.2 Rumusan Masalah


Apa itu teroi etika kepemipinan dan bagaimana teori etika kepemimpinan yang harus
diterapkan oleh seorang pemimpin?

1.3 Tujuan Penulisan


Agar mahasiswa mengetahui dan memahami tentang teori etika kepemimpinan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Etika
Etika berasal dari kata Yunani ethos (bentuk tunggal) yang berarti: tempat tinggal, padang
rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Bentuk jamaknya adalah ta
etha, yang berarti adat istiadat. Dalam hal ini, kata etika sama pengertiannya dengan moral. Moral berasal
dari kata latin: mos (bentuk tunggal), atau morse (bentuk jamak) yang berarti adat istiadat, kebiasaan,
kelakuan, watak, tabiat, akhlak, cara hidup. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, etika dirumuskan dalam pengertian sebagai berikut:
a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral.
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Arti etika dapat dilihat dari dua hal berikut:
a. Etika sebagai praksis, sama dengan moral atau moralitas yang berarti adat istiadat, kebiasaan,
nilai-nilai, dan norma-norma yang berlaku dalam kelompok atau masyarakat.
b. Etika sebagai ilmu atau tata susila, adalah pemikiran atau penilaian moral. Etika sebagai
pemikiran moral bisa saja mencapai taraf ilmiah bila proses penalaran terhadap moralitas tersebut
bersifat kritis, metodis, dan sistematis. Dalam taraf ini ilmu etika dapat saja mencoba
merumuskan suatu teori, konsep, asa, atau prinsip-prinsip tentang perilaku manusia yang
dianggap baik atau tidak baik, mengapa perilaku tersebut dianggap baik atatu tidak baik, mengapa
menajdi baik itu sangat bermanfaat, dan sebagainya.

2.2 Pengertian Etika Kepemimpinan


Etika adalah ilmu dan standar mengenai sesuatu yang salah, sesuatu yang diboleh dilakukan, dan
sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Perilaku yang benar merupakan perilaku yang etis dan perilaku yang
salah merupakan perilaku yang tidak etis. Apa yang dianggap benar dan etis dan apa yang dianggap salah
atau tidak etis di suatu negara atau budaya berbeda dengan negara lain atau budaya lainnya. Sesuatau
perbuatan dianggap etis juga ditentukan oleh tujuannya. Misalnya, memberikan sesuatu sebagai hadiah
ulang tahun di anggap etis, akan tetapi memberikan sesuatu dengan tujuan menyuap merupakan perbuatan
tidak etis.
          Menurut teoritis kepemimpinan, kepemimpinan etis adalah kepemimpinan yang
mendemonstrasikan perilaku yang secara normative tepat melalui tindakan-tindakan personal dan
hubungan interpersonal, dan promosi perbuatan seperti itu kepada para pengikut melalui komunikasi dua
arah, penguatan, dan pembuatan keputusan. 
             Pengaruh merupakan esensi dari kepemimpinan, dan para pemimpin yang berkuasa dampaka
memiliki dampak besar pada kehidupan dari para pengikut dan nasib dari sebuah organisasi. Seperti yang
diingatkan oleh Gini, masalah utamanya bukanlah apakah para pemimpin akan menggunakan kekuasaan,
tetapi apakah mereka akan menggunakannya dengan bijaksana dan baik. Potensi besar sekali untuk
pengaruh adalah satu alasan begitu banyak orang yang tertarik dalam aspek etis dari kepemimpinan.
Subjek ini menjadi menonjol dalam beberapa tahun terakhir. Satu alasan mungkin adalah kepercayaan
public yang menurun kepada para pemimpin bisnis dan politik selama tiga decade terakhir (Kouzes &
Posher). 
          Etika adalah penyelidikan filosofi mengenai kewajiban-kewajiban manusia, dan tentang hal-hal
yang baik dan buruk jadi penyelidikan tentang bidang moral. Maka etika juga didefinisikan sebagai
filsafat tentang bidang moral. Etika tidak membahas kondisi atau keadaan manusia melainkan tentang
bagaimana manusia itu seharusnya bertingkah laku. Karena itu pula etika adalah filsafat mengenai praktis
manusia yang harus berbuat menurut aturan dan norma tertentu. 
          Norma merupakan aturan mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Sedangkan yang dimaksud
dengan etika adalah suatu pendekatan sitematis atas pertimbangan moral berdasarkan penalaran, analisis,
sintesis, dan perenungan. Dalam melakakukan pilihan etis terhadap pertimbangan moral tertentu maka
nilai dari masing-masing pihak yang terlibat dalam suatu pengambilan keputusan etis akan sangat
menentukan pilihan mana yang akan dilakukan. Dengan demikian senantiasa terdapat hubungan yang
sangat erat antara nilai dengan keputusan etis yang dibuat.
          Organisasi merupakan penjelasan yang menguntungkan bagi pemahaman yang lebih baik dan
mengembangkan etika organisasi. Jika perilaku organisasi dapat memberikan wawasan mengenai
bagaimana mengelola perilaku kerja manusia, kemudian ia dapat mengajarkan kepada kita cara
menghindari perilaku yang buruk. Etika mencakup penelitian mengenai pilihan dan masalah moral. Ia
menyangkut benar versus salah, baik versus buruk, dan banyak bayangkan kelabu dalam isu-isu yang
diduga berwarna hitam dan putih. Implikasi moral bersumber dari setiap keputusan yang sebenarnya, baik
didalam maupun diluar kerja. 
          Kepemimpinan etis merupakan gagasan yang ambigu yang terlihat meliputi beragam elemen
berbeda. Amatlah berguna membuat sebuah perbedaan antara etis dari seorang pemimpin dengan etika
dari jenis perilaku kepemimpinan tertentu (Bass & Steidlmeier, 1999). Kedua jenis etika itu sulit
dievaluasi. Heifetz (1994) menyatakan tidak ada landasan netral secara etis bagi teoti-teori
kepemimpinan, karena mereka selalu melibatkan nilai dan asumsi implicit mengenai bentuk pengaruh
yang tepat. 
          Etika meliputi persoalan moral dan pilihan dan berhubungan dengan perilaku yang benar dan salah.
Meskipun selama ini etiak yang kurang mendapat perhatian, mulai dari kegagalan Entron dan segera
diikuti oleh kasus profil tinggi lainnya, eksekutif berkedudukan tinggi ditahan dan dituduh “merampok”
perusahaan, perusahaan akuntan umum dinyatakan bersalah karena beberapa gangguan, dan masih
banyak lagi etika telah mengambil posisi penting.
          Disamping persoalan moral dan pedoman program etika serta iklim budaya organisasi, dalam
kerangka mengenai diversitas, etika juga mempunyai dampak pada bagaimana bawahan diperlakukan,
dan bagaimana mereka melakukan pekerjaannya. Dengan kata lain, etika dapat mempengaruhi keadaan
karyawan dan kinerja mereka. Secara khusus, masalah-masalah sosial saat ini yang berhubungan dengan
keterlibatan perusahaan dalam pelecahan seksual dan hak privasi, secara khusus relavan dengan studi
perilaku etis dalam organisasi sekarang ini.
Perkembangan etika kepemimpinan di Indonesia terus mengalami dinamika. Masyarakat juga
sedang mencari model kepemimpinan yang dianggap baik, peduli, maju atau produktif. Pilihan itu dapat
ditemukan di instansi pemerintah, swasta atau masyarakat. Sosok pemimpin tertentu diidolakan dan
dianggap beretika, yang berbeda dengan pemimpin lain yang tidak beretika. Berikut ini merupakan ciri-
ciri kepemimpinan beretika (Freeman and Stewart, 2006).
1. Memiliki pengetahuan tentang nilai-nilai moral, mampu menjelaskannya dan menjalankan
nilai-nilai moral dalam kehidupannya. It is important for leaders to tell a compelling and
morally rich story, but ethical leaders must also embody and live the story.
2. Senantiasa fokus kepada keberhasilan organisasi dibanding kepentingan individu. Pemimpin
memahami posisinya di dalam organisasi, di hadapan anggota dan stakeholder. Pemimpin
mengenali nilai-nilai perihal keberhasilan orang-orang menuju „mimpi‟ keberhasilan
organisasi.
3. Menemukan orang-orang berintegritas dan mengembangkan kepercayaan kepadanya. Saat ini,
yang dipentingkan adalah orang yang berintegritas dan bertanggungjawab, bukan sekedar
pintar dan trampil. Mereka inilah yang dapat dipercaya mengembangkan organisasi saat ini
dan ke depan.
4. Memelihara, menyatakan dan mengembangkan nilai-nilai positif organisasi kepada
masyarakat dan stakeholder. Pemimpin perlu mengambil langkah ini untuk membangun
komitmen, kepedulian dan tanggungjawab organisasi kepada masyarakat dan stakeholder.
5. Mengembangkan mekanisme berbeda pendapat. Hal ini sangat diperlukan untuk
mengembangkan inovasi, pengembangan kelembagaan atau alternatif solusi organisasi.
Pemimpin perlu turun kebawah menemukan permasalah teknis dan alternatif solusi dari
lapangan.
6. Melihat nilai-nilai positif dari sisi atau pengalaman yang lain. Pemimpin perlu mengambil
keputusan sulit (termasuk mengorbankan kepentingannya) demi lahirnya benefit bagi wilayah,
stakeholder atau orang lain.

2.3 Indikator Kepemimpinan Etis


Berdasarkan temuan-temuan kualitatif, Brown et al. (2005) mengembangkan sepuluh indikator
untuk mengukur persepsi kepemimpinan etis yaitu ethical leadership scale (ELS). Kepemimpinan etis
didefiniskan sebagai demonstrasi secara normatif melakukan perilaku melalui tindakan pribadi dan
hubungan interpersonal. Selain definisi ini, kepemimpinan etis juga didefinisikan sebagai promosi
perilaku tersebut ke pengikut melalui komunikasi dua arah, penguatan, dan pengambilan keputusan.
Indikator kepemimpinan etis (Brown, 2005) adalah sebagai berikut:
1) Melakukan kehidupan pribadi dengan cara yang etis
2) Mendefinisikan kesuksesan tidak hanya dengan hasil tetapi juga proses
3) Mendengarkan apa yang karyawan katakan
4) Mendisiplinkan karyawan yang melanggar standar etika
5) Membuat keputusan yang adil dan seimbang
6) Menetapkan contoh bagaimana melakukan hal-hal dengan cara yang benar dalam hal etika.

2.4 Fungsi Etika Kepemimpinan


Etika memengaruhi perilaku pemimpin dan perilaku pera pengikut. Fungsi etika
kepemimpinan ialah sebagai berikut:
1) Norma etika. Setiap organisasi. Setiap organisasi atau sistem soisal yang mapan
mempunyai norma dan nilai-nilai etika di samping peraturan. Norma dan nilai-nilai
tersebut merupakan bagian daripada budaya organisasi.
2) Pemimpin. Norma dan nilai-nilai memengaruhi perilaku semua anggota organisasi
termasuk pemimpin. Khusus bagi pemimpin ia harus memimpin aplikasi dan
penegakan pelaksanaan norma dan nilai-nilai dalam perilaku organisasi dan perilaku
pribadi para anggota organisasi.
3) Perilaku memengaruhi pemimpin yang etis. Norma dan nilai-nilai organisasi
diterapkan dalam perilaku memengaruhi pemimpin. Jika pemimpin menerapkan norma
dan nilai-nilai etika maka terciptalah teknik memengaruhi dari pemimpin yang etis.
Pemimpin menggunakan teknik memengaruhi yang dapat diterima oleh para pengikut
yang juga telah menerapkan norma dan nilai-nilai organisasi dalam perilakunya.
4) Iklim etika. Penggunaan norma dan nilai-nilai organisasi oleh pemimpin dalam teknik
memengaruhi pemimpin yang dapat diterima oleh para pengikut yang telah
menyesuaikan perilakunya dengan norma dan nilai-nilai organisasi menciptakan iklim
etika dalam organisasi. Iklim etika adalah persepsi pemimpin dan pengikut mengenai
apa yang terjadi secara rutin dalam lingkungan internal organisasi.
5) Kinerja Pengikut. Iklim etika memungkinkan para pengikut bekerja secara maksimal,
meningkatkan motivasi, etos kerja dan kepuasan kerja para pengikut. Hambatan-
hambatan psikologis pengikut dalam bekerja dihindari. Dengan demikian akan tercipta
kinerja maksimal dari para pengikut.
6) Visi tercapai. Jika kinerja pengikut maksimal maka dapat diprediksi kinerja organisasi
akan maksimal dan visi pemimpin akan tercapai.
2.5 Nilai-nilai Umum Etika
Walaupun etiket di setiap masyarakat bisa berbeda, prinsip-prinsip umum dalam etiket selalu
tetap, tidak berubah, bersifat universal, dan tak terbatas waktu dan tempat. Terdapat tiga prinsip dalam
etiket, yaitu respek, empati dan kejujuran
a. Respek, Respek berarti menghargai orang lain, peduli pada orang lain dan memahami
orang lain apa adanya. Tidak peduli mereka berbeda, berasal dari kultur berbeda,
atau keyakinan berbeda. Karena dengan bersikap respek kepada orang lain maka orang lain
juga akan bersikap respek kepada kita
b. Empati, berarti meletakkan diri di pihak orang lain. Sebelum bertindak atau berucap,dipikirkan
terlebih dahulu, apa pengaruhnya bagi orang lain. Kata-kata dan sikap yang penuh
pertimbangan dan empati, akan membuat seseorang terlihat bijaksana, dewasa dan manusiawi
c. Kejujuran, adalah sebuah bahasa yang universal, setiap orang bahkan mafia
seklipun membutuhkan kejujuran dari bawahannya. Kejujuran akan diterima dimanapun kita
berada.

2.6 Mengembangkan Etika Kepemimpinan


Sebagaimana dikatakan Amundsen and de Andrade (2009), etika kepemimpinan berkaitan
dengan interaksi dan tanggungjawab pemimpin publik terhadap masyarakat luas, sektor bisnis, luar
negeri, atau terhadap instansi publik itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa seorang pemimpin perlu
menjalin hubungan baik dengan siapa saja berdasarkan standar etika tertentu yang dianggap baik,
khususnya dalam konteks Indonesia.
1. Membangun kepemimpinan nasional. Kepemimpinan nasional tdk dapat berjalan dalam ruang
kosong, tetapi memerlukan suatu sistem5 manajemen nasional (Sismennas) untuk
menjalankan mekanisme kepemimpinan dan siklus penyelenggaraan negara. Kepemimpinan
nasional diharapkan dapat mengawal Sismennas dan menggerakkan seluruh tatanan6 untuk
mengantisipasi globalisasi, perubahan dan mendukung keberlangsungan kehidupan nasional.
Kepemimpinan nasional menghadapi dua isyu yang juga menjadi tantangan bisnis global,
yakni cross-cultural management dan change management. Menurut CBI (2009), cross-
cultural management diperlukan dalam upaya memberikan pemahaman menjembatani
hambatan organisasi dan berbagai implikasi budaya. Change management memberikan konsep
untuk memahami dinamika dan berbagai manuver dalam budaya organisasi untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.
2. Kepemimpinan super (dalamiptek). Dunia modern saat ini sedang membutuhkan konsep dan
praktek kepemimpinan kontemporer. Kepemimpinan ini dicirikan oleh super leader yang
mahir dalam penguasaan ilmu pengetahuan, komunikasi IT, hubungan sosial dan kolegial, atau
situasional. Kepemimpinan juga disebut serba bisa (serba tahu), pemimpin entrepreneur, atau
komunikatif; yang mampu mentransformasikan info dan sumberdaya menjadi benefit untuk
organisasi (kenali Marissa Meyer, CEO Yahoo). Pagon et al. (2008) menyatakan
kepemimpinan membutuhkan kompetensi, yakni individu (antecendent), kognitif (cognitive),
fungsional (fuctional) dan sosial (personal and social). Kompetensi individu merupakan atribut
yang melekat kepada diri seseorang pemimpin. Kompetensi individu misalnya pendidikan,
memberikan pengaruh yang kuat kepada misalnya kompetensi kognitif. Kompetensi kognitif
memberikan landasan penguasaan pengetahuan umum, hukum, teori dan konsep. Kompetensi
fungsional merupakan penguasaan ketrampilan untuk problem solving dalam kegiatan sehari-
hari. Sementara kompetensi sosial merupakan kebutuhan untuk pembinaan hubungan dengan
individu atau sosial. Seluruh kompetensi tersebut harus dipadukan dengan karakter organisasi
antara lain visi, misi, value, dan tujuan. Perpaduan kompetensi kepemimpinan dan karakter
organisasi akan menghasilkan keberhasilan dalam perubahan (change management).
3. Kepemimpinan inklusif. Siapa saja atau pemimpin hendaknya tidak membatasi hubungan
pertemanan kepada hanya beberapa orang (eksklusif). Bergaulah seluas mungkin, dengan
bawahan, atasan, laki-laki atau perempuan, sejawat atau lintas sektoral. Jangan pula
mengkultuskan seseorang. Di organisasi budaya/tradisionil, kultus individu terjadi seiring
tumbuhnya budaya feodal. Di organisasi pemerintah, kampus atau corporate seyogyanya tidak
ada kultus individu. Khususnya kampus, adalah tempat berkembangnya kebebasan budaya
akademik dan pemikiran keilmuan. Mengkultuskan rektor, guru besar atau dosen adalah wujud
penyimpangan, atau suatu pengkerdilan pemikiran. Kultus berlawanan dengan kodrat berpikir.
Menghindari hubungan eksklusif atau kultus bertujuan untuk menggali nilai-nilai kebenaran
dan idealisme, serta untuk menempatkan harkat kemanusiaan.
4. Kepemimpinan kolegial. Lahirnya gagasan pemikiran yang jernih atau idealisme berasal dari
kompetensi atau modal keilmuan/ketrampilan. Hubungan atas dasar keilmuan ini
menghasilkan produktivitas tinggi dan kemajuan organisasi. Pemimpin atau siapa saja dalam
organisasi saling melengkapi dan membantu demi terbangunnya kemajuan. Ada rasa
keikhlasan, kepuasan dan kepercayaan menyumbangkan kompetensi untuk organisasi. Mereka
ini bukan sekumpulan orang-orang yang menunggu dibayar untuk bekerja. Orang-orang yang
transaksional ini senantiasa mengecewakan dan membebani organisasi. Kasus-kasus korupsi
adalah diakibatkan oleh orang-orang transaksional. Ada rasa tidak nyaman bekerja dengan
orang-orang yang transaksional. Betapa bahayanya bila pemimpin, atasan, atau bos
berkarakter transaksional.
5. Kepemimpinan berdasar kebenaran Illahi. Teladan Rasulullah adalah kepemimpinan terbaik
yang mendasari kehidupan manusia. Rasul menunjukkan pedoman hidup (Quran dan hadist),
sikap hidup (akhlak) dan jalan hidup (syariat) agar supaya manusia menempati derajad yang
tinggi, dan senantiasa memberi manfaat bagi sesamanya. Hubungan antar manusia senantiasa
terpelihara sebagai bagian untuk mendapatkan ridho Allah SWT. Tidak ada lagi hubungan
saling mematikan, merugikan atau mengeksploitasi satu sama lain. Sebaliknya tercipta suasana
mementingkan/ mendahulukan umat (itsar). Kita dapat meneladani kehidupan para sahabat
yang penuh kasih dan sayang, serta bersemangat tinggi ketika berjuang dan berdakwah. Dalam
hubungan kemasyarakatan, lingkungan kerja, atau komunikasi sosial, semua orang perlu
menciptakan rasa nyaman, saling membutuhkan, dan berpikir positif untuk saling memahami.
Hubungan ini biasanya ditandai oleh adanya inisiatif untuk memberi, mengkontribusi dan
melayani.

2.7 Perilaku Etis


Seorang pemimpin, yang etis perilakunya mengacu pada norma-norma etika.
Karakteristik perilaku etis antara lain:
1. Dapat dipercaya. Seorang pemimpin harus dapat dipercaya oleh para pengikutnya. Ia
seorang yang jujur berupaya menyatukan antara apa yang dikatakan, dijanjikan dengan
apa yang dilakukannya.
2. Menghargai dan menghormati orang lain. Pemimpin harus memperlakukan para
pengikut dengan baik seperti ia ingin diperlakukan pengikutnya dan orang lain.
Pemimpin juga harus menghargai hak asasi para pengikut dan orang-orang yang
berhubungan dengan organisasinya.
3. Bertanggung Jawab. Pemimpin harus mempunyai rasa tanggung jawab terhadap
tugasnya dan perannya dalam organisasi untuk mencapai visi, misi, dan tujuan
organisasi.
4. Adil. Seorang pemimpin harus adil dalam melaksanakan peraturan tidak mengambil
keuntungan untuk diri sendiri, keluarganya dan kroninya.
5. Kewargaan oraganisasi. Pemimpin melaksankan tugas untuk membuat kehidupan
lebih baik, melindungi lingkungan, melaksanakan tugasnya sesuai dengan undang-
undang dan peraturan dan menerapkan prinsip-prinsip dasar organisasi.
6. Menggunakan kekuasaannya secara bijak. Pemimpin mempunyai betbagai jenis
kekuasaan yang dapat dipergunakannya untuk memengaruhi para pengikutnya dan
orang lain yang berhubungan dengan organisasinya.
7. Jujur. Pemimpin harus memegang prinsip kejujuran, ia harus jujur kepada dirinya
sendiri, kepada para pengikutnya dan kepada orang yang berhubungan dengan
organisasinya.
Pemimpin merupakan faktor penentu terciptanya perilaku etis dan iklim etika dalam
organisasi. Pemimpin menyusun strategi pengembangan perilaku etis yang merupakan bagian
dari strategi organisasi. Pemimpin menyusun kode etik organisasi san melaksanakannya sebagai
panduan perilaku para anggota organisasi. Dalam melaksanakan kode etik, pemimpin menjadi
role model atau panutan perilaku etis. Dalam organisasi dibentuk komisi atau badan kode etik
yang menegakkan pelaksanaan kode etik

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
  Etika adalah ilmu dan standar mengenai sesuatu yang salah, sesuatu yang diboleh
dilakukan, dan sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Perilaku yang benar merupakan perilaku
yang etis dan perilaku yang salah merupakan perilaku yang tidak etis. Apa yang dianggap benar
dan etis dan apa yang dianggap salah atau tidak etis di suatu negara atau budaya berbeda dengan
negara lain atau budaya lainnya. Sesuatau perbuatan dianggap etis juga ditentukan oleh
tujuannya. Misalnya, memberikan sesuatu sebagai hadiah ulang tahun di anggap etis, akan tetapi
memberikan sesuatu dengan tujuan menyuap merupakan perbuatan tidak etis.
          Kepemimpinan etis merupakan gagasan yang ambigu yang terlihat meliputi beragam
elemen berbeda. Amatlah berguna membuat sebuah perbedaan antara etis dari seorang pemimpin
dengan etika dari jenis perilaku kepemimpinan tertentu (Bass & Steidlmeier, 1999). Kedua jenis
etika itu sulit dievaluasi. Heifetz (1994) menyatakan tidak ada landasan netral secara etis bagi
teoti-teori kepemimpinan, karena mereka selalu melibatkan nilai dan asumsi implicit mengenai
bentuk pengaruh yang tepat.
          Dalam konteks organisasi, etika organisasi dapat berarti pada sikap dan perilaku yang
diharapkan dari setiap individu dan kelompok anggota organisasi, yang secara keseluruhan akan
membentuk budaya organisasi, yang sejalan dengan tujuan maupun maksud tujuan organisasi
yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai