Anda di halaman 1dari 7

Masalah - Masalah Hukum, Jilid 45 No.

2, April 2016, Halaman 157-163 p-ISSN : 2086-2695, e-ISSN : 2527-4716

PRINSIP CHECKS AND BALANCES


DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

Sunarto
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang
Kampus UNNES Sekaran Semarang
Email: sunarto@gmail.unnes.ac.id

Abstract

In order to avoid a concentration of power tend to arbitrariness, separation of power is needed. One
of many separations of power theories is Montesquieu's that divides the state power into legislative,
executive, and judicial. So that the three branchs of power are able to control mutually and there is a
balance of power, the principle of checks and balances needs to be applied. Indonesian
constitutional system after the amendment of UUD 1945 applies such principle where Parliament as
the legislature, the President as the executive, and the Supreme Court and the Constitutional Court
as a judicial institution can control each other and there is a balance of power among the
institutions.

Keywords: Separation of Power; Checks and Balances; Arbitrariness.

Abstrak

Menghindari pemusatan kekuasaan yang dapat mengarah pada kesewenang-wenangan, maka


perlu diadakan pembagian kekuasaan negara. Salah satu teori pembagian kekuasaan adalah teori
Montesquieu yang membagi kekuasaan negara menjadi kekuasaan legislatif, eksekutif, dan
yudikatif. Agar tiga bidang kekuasaan tersebut dapat saling mengontrol dan terjadi keseimbangan
kekuasaan perlu diterapkan prinsip checks and balances. Sistem ketatanegaraan Indonesia pasca
amandemen UUD 1945 menganut prinsip tersebut di mana DPR sebagai lembaga legislatif,
Presiden sebagai lembaga eksekutif, dan Mahkamah Agung beserta Mahkamah Konstitusi sebagai
lembaga yudikatif dapat saling mengontrol dan terjadi keseimbangan kekuasaan antar lembaga-
lembaga tersebut.

Kata Kunci: Pembagian Kekuasaan; Checks and Balances; Kesewenang-Wenangan.

A. Pendahuluan melahirkan berbagai penyimpangan dalam


Distribusi kekuasaan merupakan suatu praktek ketatanegaraan. Presiden sebagai
hal yang penting dalam membangun sistem pemegang kekuasaan eksekutif memiliki
ketatanegaraan. Distribusi kekuasaan yang kekuasaan yang sedemikian besar. Hal itu
baik diharapkan terwujud keseimbangan menjadikan lembaga-lembaga negara lainnya
kekuasaan antara satu lembaga dengan tidak dapat berfungsi dengan baik karena
lembaga lainnya dan terdapatnya saling ''terkooptasi'' oleh kekuasaan eksekutif.
kontrol untuk menghindari terjadinya Lembaga legislatif yang seharusnya
penyimpangan. Pengalaman sejarah melakukan kontrol atau pengawasan terhadap
pemerintahan menunjukkan bahwa ketika kekuasaan eksekutif, pengawasan itu tidak
kekuasaan terpusat pada satu tangan atau satu dapat berjalan sebagaimana mestinya,
lembaga tertentu, yang muncul adalah sehingga Presiden sebagai pemegang
penyimpangan dan berujung pada gerakan kekuasaan eksekutif dapat mengambil
rakyat menuntut terjadinya perubahan. tindakan sekehendaknya. Lembaga legislatif
Pengalaman ketatanegaraan di hanya menjadi ''rubber stamp” yang
Indonesia menunjukkan betapa memberikan pengabsahan terhadap kebijakan
ketidakseimbangan kekuasaan telah pemerintah. Begitu pula lembaga yudikatif
157
Masalah - Masalah Hukum, Jilid 45 No. 2, April 2016

yang mestinya menjadi lembaga yang kekuasaan. Begitu pun Friedrich Julius Stahl
merdeka atau independen untuk mewujudkan menyebutkan pemisahan kekuasaan sebagai
keadilan juga kehilangan independensinya salah satu syarat/ciri negara hukum. Ivor
karena pengaruh kekuasaan eksekutif. Jennings dalam bukunya “The Law and the
Berbagai peristiwa yang dikemukakan Constitution”,2 menyatakan bahwa pemisahan
di atas menyadarkan bahwa pentingnya kekuasaan dapat dilihat dari sudut materiil
menghindari adanya kekuasaan negara yang dan formil. Pemisahan kekuasaan dalam arti
terpusat pada lembaga tertentu dan perlunya materiil berarti bahwa pembagian kekuasaan
saling kontrol antara satu lembaga dengan dipertahankan dengan tegas dalam tugas-
lembaga lainnya untuk menghindari tugas kenegaraan yang secara karakteristik
terjadinya penyimpangan dalam memperlihatkan adanya pemisahan
pemerintahan. Berkenaan dengan itu, kekuasaan itu dalam tiga bagian, yaitu
perwujudan prinsip checks and balances legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
dalam sistem ketatanegaraan merupakan Sebaliknya, apabila pembagian kekuasaan
sesuatu yang penting. Oleh karena itu menjadi tidak dipertahankan secara tegas, hal itu
menarik untuk melakukan pengkajian dengan disebut pemisahan kekuasaan dalam arti
didasarkan pada permasalahan : bagaimana formil. Pemisahan kekuasaan dalam arti
aspek teoretik pembagian kekuasaan?; materiil sering disebut dengan istilah
bagaimana prinsip checks and balances? dan ”separation of power”, sedangkan
bagaimana checks and balances dalam sistem pembagian kekuasaan dalam arti materiil
ketatanegaraan indonesia?. sering disebut “devision of power”.
Beberapa teori pembagian kekuasaan
B. Pembahasan yang dikemukakan oleh para tokoh, sebagai
1. A s p e k Te o r e t i k P e m b a g i a n berikut:
Kekuasaan a. Teori John Locke
Masalah pembagian atau pemisahan John Locke menyatakan bahwa
kekuasaan telah lama menjadi perhatian dari kekuasaan dalam negara dibagi menjadi 3
para pemikir kenegaraan. Pada abad 19 (tiga), yaitu legislatif, eksekutif, dan federatif.
muncul gagasan tentang pembatasan Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan untuk
kekuasaan pemerintah melalui pembuatan membuat undang-undang, eksekutif adalah
konstitusi, baik secara tertulis maupun tidak kekuasaan untuk melaksanakan undang-
tertulis, selanjutnya tertuang dalam apa yang undang, dan federatif adalah kekuasaan yang
disebut konstitusi. Konstitusi tersebut berkenaan dengan perang dan damai,
memuat batas-batas kekuasaan pemerintah membuat perserikatan dan aliansi, serta
dan jaminan atas hak-hak politik rakyat, serta segala tindakan dengan semua orang dan
prinsip check and balances antar kekuasaan badan-badan di luar negeri. Adanya
yang ada. Pembatasan konstitusi atas kekuasaan federatif yang menyangkut
kekuasaan negara ini selanjutnya dikenal hubungan dengan negara-negara lain
dengan istilah konstitusionalisme. dilatarbelakangi oleh keberadaan negara
Konstitusionalisme kemudian memunculkan Inggris pada waktu itu, sebagai negara yang
konsep rechstaat (dari kalangan ahli hukum memiliki banyak wilayah jajahan.
Eropa Kontinental) atau rule of law (dari b. Teori Montesquieu
kalangan ahli hukum Anglo Saxon) yang di Diilhami oleh John Locke dengan
Indonesia diterjemahkan dengan Negara teorinya sebagaimana dikemukakan di atas,
Hukum. 1
Montesquieu mengemukakan bahwa dalam
Immanuel Kant dalam pandangannya
pemerintahan negara terdapat 3 (tiga) jenis
mengenai negara hukum menyatakan bahwa
kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif, dan
syarat/ciri negara hukum adalah adanya
perlindungan HAM dan pemisahan yudikatif. Kekuasaan legislatif adalah
1. Zulkarnain Ridlwan, “Negara Hukum Indonesia Kebalikan Nachtwachterstaat”, Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum,
Vol. 5, No. 2, Mei-Agustus 2012, hlm 142.
2. Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim, 1983, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta, Penerbit FH UI, hlm
143.
158
Sunarto. Prinsip Checks and Balances

kekuasaan untuk membuat undang-undang. undang); fungsi pemerintahan (dalam arti


Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan untuk khusus); fungsi kepolisian (fungsi menjaga
melaksanakan undang-undang. Kekuasaan ketertiban, melakukan penyelidikan dan
yudikatif adalah kekuasaan untuk mengadili penyidikan); dan fungsi peradilan (fungsi
pelanggaran terhadap undang-undang. mengadili pelanggaran terhadap undang-
Kekuasaan federatif menurut Montesquieu undang).
bukanlah kekuasaan yang berdiri sendiri Di antara teori-teori tersebut, yang
melainkan bagian dari kekuasaan eksekutif. dijadikan acuan dalam tulisan ini adalah teori
Menurut Montesquieu, ketika yang sudah sangat populer, yaitu teori
kekuasaan legislatif dan eksekutif disatukan Montesquieu, yang sering disebut sebagai
pada orang atau badan yang sama, maka tidak teori Trias Politica.
akan ada lagi kebebasan sebab terdapat 2. Prinsip Checks and Balances
bahaya bahwa raja atau badan legislatif yang Prinsip checks and balances merupakan
sama akan memberlakukan undang-undang prinsip ketatanegaraan yang menghendaki
tirani dan melaksanakannya dengan cara yang agar kekuasaan legislatif, eksekutif, dan
tiran pula. 3 Montesquieu juga menyatakan yudikatif sama-sama sederajat dan saling
bahwa ketiga kekuasan itu terpisah satu sama mengontrol satu sama lain. Kekuasaan negara
lain, baik mengenai fungsi maupun lembaga dapat diatur, dibatasi, bahkan dikontrol
yang menyelenggarakannya. 4 Praktek dengan sebaik-baiknya, sehingga
pemisahan kekuasaan sebagaimana yang penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat
penyelenggara negara ataupun pribadi-
dimaksudkan oleh Montesquieu sulit untuk
pribadi yang sedang menduduki jabatan
dilaksanakan.
dalam lembaga-lembaga negara dapat
c. Teori Van Vollenhoven dicegah dan ditanggulangi. 5 Mekanisme
Menurut Van Vollenhoven, dalam checks and balances dalam suatu demokrasi
pelaksanaan tugas negara terdapat 4 (empat) merupakan hal yang wajar, bahkan sangat
fungsi, yaitu regeling (membuat peraturan), diperlukan. Hal itu untuk menghindari
bestuur (pemerintahan dalam arti sempit), penyalahgunaan kekuasaan oleh seseorang
rechtspraak (mengadili), politie (kepolisian). atau pun sebuah institusi, atau juga untuk
Di negara modern, tugas pemerintah meliputi menghindari terpusatnya kekuasaan pada
tugas negara dalam menyelenggarakan seseorang ataupun sebuah institusi, karena
kepentingan umum, kecuali mempertahankan dengan mekanisme seperti ini, antara institusi
h u k u m s e c a r a p r e v e n t i f ( p re v e n t i v e yang satu dengan yang lain akan saling
rechtszorg), mengadili, dan membuat mengontrol atau mengawasi, bahkan bisa
peraturan (regeling). Tugas pemerintah bukan saling mengisi. 6
sekedar melaksanakan undang-undang dalam Prinsip tersebut mulanya merupakan
rangka penyelenggaraan kepentingan umum. prinsip yang diterapkan dalam sistem
Pada kondisi yang mendesak justru ketatanegaraan Amerika Serikat, di mana
pemerintah harus dapat mengambil tindakan sistem ketatanegaraan dimaksud memadukan
yang cepat untuk menyelesaikan persoalan antara prinsip pemisahan kekuasaan dan
yang timbul tanpa harus menunggu perintah prinsip checks and balances. Kekuasaan
undang-undang. negara dibagi atas kekuasaan legislatif,
d. Teori Logemann eksekutif, dan yudikatif, yang masing-masing
Menurut Logemann, fungsi kekuasaan dipegang oleh lembaga yang berbeda tanpa
negara dapat dibagi menjadi 5 (lima) bidang, adanya kerjasama satu sama lain, sedangkan
yaitu fungsi perundang-undangan (fungsi dengan checks and balances, antara satu
untuk membuat undang-undang); fungsi lembaga dan lembaga lainnya terdapat
pelaksanaan (fungsi melaksanakan undang- keseimbangan kekuasaan dan mekanisme
3.
CF. Strong, 2008, Konstitusi-konstitusi Politik Modern, Bandung, Nusa Media, hlm 330.
4 Sofyan Hadi, “Fungsi Legislasi Dalam Sistem Pemerintahan Presidensil (Studi Perbandingan Indonesia
dan Amerika Serikat)”, Jurnal Ilmu Hukum DIH, Vol. 9, No. 18, Februari 2013, hlm. 78
5.
Jimly Asshiddiqie, 2010, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, hlm 61.
6. Afan Gaffar, 2006, Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm 89.

159
Masalah - Masalah Hukum, Jilid 45 No. 2, April 2016

saling kontrol. Prinsip checks and balances d. Pengawasan langsung dari satu lembaga
tidak dapat dipisahkan dari masalah terhadap lembaga negara lainnya, seperti
pembagian kekuasaan. Sebagamana ditulis eksekutif diawasi oleh legislatif;
oleh Robert Weissberg, 7 “A principle related e. P e m b e r i a n k e w e n a n g a n k e p a d a
to separation of powers is the doctrine of pengadilan sebagai lembaga pemutus
checks and balances. Whereas separation of perkara sengketa kewenangan antara
powers devides governmental power among lembaga eksekutif dan legislatif.
different officials, checks and balances gives 3. Checks and Balances dalam Sistem
each official some power over the others. Ketatanegaraan Indonesia
Di Amerika Serikat, sebagai Pengalaman ketatanegaraan Indonesia
perwujudan prinsip checks and balances, menunjukkan bahwa banyaknya
Presiden diberi wewenang untuk memveto penyimpangan kekuasaan pada masa lalu
rancangan undang-undang yang telah secara yuridis disebabkan oleh besarnya
diterima oleh Congress, akan tetapi veto ini kekuasaan Presiden yang diberikan oleh
dapat dibatalkan oleh Congress dengan UUD 1945 (sebelum amandemen). Sesuai
dukungan 2/3 suara dari kedua Majelis. ketentuan UUD 1945, Presiden memiliki
Mahkamah Agung mengadakan check kekuasaan yang sangat luas. Di samping
terhadap badan eksekutif dan badan legislatif kekuasaan di bidang eksekutif, Presiden juga
melalui judicial review. Di lain pihak, hakim memilki kekuasaan di bidang legislatif dan
agung yang oleh badan eksekutif diangkat yudikatif. Analisis ketatanegaraan
seumur hidup dapat diberhentikan oleh menunjukkan bahwa UUD 1945 membawa
Congress jika ternyata melakukan tindakan sifat executive heavy, artinya memberikan
kriminal. Presiden dapat di-impeach oleh bobot kekuasaan yang lebih besar kepada
Congress. Presiden boleh menandatangani lembaga eksekutif, yaitu Presiden.
perjanjian internasional, tetapi baru dianggap Menurut Mahfud MD, salah satu
sah jika senat juga mendukungnya. Begitu kelemahan dari UUD 1945 sebelum
pula untuk pengangkatan jabatan-jabatan amandemen adalah tidak adanya mekanisme
yang menjadi kewenangan presiden, seperti checks and balances. Presiden menjadi pusat
hakim agung, duta besar, diperlukan kekuasaan dengan berbagai hak prerogatif.
persetujuan dari Senat. Sebaliknya, Selain menguasai bidang eksekutif, Presiden
menyatakan perang (yang merupakan memiliki setengah dari kekuasaan legislatif
tindakan eksekutif) menjadi kewenangan yang dalam prakteknya Presiden juga
Congress. 8 menjadi ketua legislatif. Presiden dalam
Prinsip checks and balances ini dapat kegentingan yang memaksa juga berhak
dioperasionalkan melalui cara-cara, sebagai mengeluarkan PERPU, tanpa kriteria yang
berikut: 9 jelas tentang apa yang dimaksud
a. P e m b e r i a n k e w e n a n g a n u n t u k “kegentingan yang memaksa”. UUD 1945
melakukan tindakan kepada lebih dari juga tidak mengatur mekanisme judicial
satu lembaga. Misalnya kewenangan review, padahal seringkali lahir produk
pembuatan undang-undang diberikan legialatif yang dipersoalkan konsistensinya
kepada pemerintah dan parlemen; dengan UUD karena lebih banyak didominasi
b. Pemberian kewenangan pengangkatan oleh keinginan-keinginan politik dari
pejabat tertentu kepada lebih dari satu pemerintah.10
lembaga, misalnya eksekutif dan Sistem ketatanegaraan Indonesia,
legislatif; setelah perubahan UUD 1945 menganut
c. Upaya hukum impeachment lembaga prinsip checks and balances. Prinsip ini
yang satu terhadap lembaga lainnya; dinyatakan secara tegas oleh MPR sebagai
7. Robert Weissberg, 1979, Understanding American Government, New York, Holt Rinehart and Winston, hlm 35.
8. Miriam Budiardjo, 2010, Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, hlm 284.
9. Munir Fuady, 2009, Teori Negara Hukum Modern, Bandung, Refika Aditama, hlm 124.
Moh. Mahfud MD, 2000, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia: Studi tentang Interaksi Politik dan Kehidupan
10.Ketatanegaraan, Jakarta, Rineka Cipta, hlm 147.

160
Sunarto. Prinsip Checks and Balances

salah satu tujuan perubahan UUD 1945, yaitu nyatakan dalam dua hal, yaitu hubungan yang
menyempurnakan aturan dasar bersifat kerjasama, dan hubungan yang
penyelenggaraan negara secara demokratis bersifat pengawasan. Kedua lembaga itu
dan modern, melalui pembagian kekuasaan, harus bekerjasama dalam pembuatan undang-
sistem saling mengawasi dan saling undang, termasuk Undang-Undang APBN.
mengimbangi (checks and balances) yang Melalui amandemen UUD 1945, kewenangan
11
lebih ketat dan transparan. Suatu pendapat membuat undang-undang telah diletakkan
menyatakan bahwa salah satu tujuan pada porsi yang sesuai, yaitu DPR. Hal yang
perubahan UUD NRI Tahun 1945 adalah masih perlu menjadi perhatian adalah
untuk menyempurnakan aturan dasar bagaimana agar dalam praktek, DPR lebih
penyelenggaraan negara secara demokratis berperan dalam pengajuan rancangan
dan modern, antara lain melalui pembagian undang-undang. Sebab selama ini inisiatif
kekuasaan yang lebih tegas, sistem saling untuk membuat rancangan undang-undang
mengawasi dan saling mengimbangi (check hampir semuanya datang dari pemerintah
and balances) yang lebih ketat dan atau Presiden.
transparan, dan pembentukan lembaga- Hubungan antara Presiden dan DPR
lembaga negara yang baru untuk yang bersifat pengawasan, tampak bahwa
mengakomodasi perkembangan kebutuhan pengawasan yang dilakukan oleh DPR
bangsa dan tantangan zaman.12 terhadap kebijakan pemerintah telah berjalan
Hubungan antara kekuasaan legislatif, lebih baik dibandingkan dengan era
eksekutif, dan yudikatif di Indonesia dapat sebelumnya. Bahkan pengawasan tersebut
digambarkan, sebagai berikut: kadang-kadang terkesan berlebihan di mana
a. Hubungan antara legislatif dan DPR mempersoalkan kebijakan pemerintah
eksekutif yang semestinya tidak perlu dipersoalkan. Di
Keseimbangan antara kekuasaan sisi lain, dalam hal-hal tertentu pengawasan
legislatif dan eksekutif telah diletakkan itu tidak ada tindak lanjut yang jelas.
landasannya secara konstitusional dalam b. Hubungan antara eksekutif dan
UUD 1945 setelah amandemen. UUD 1945 yudikatif.
hasil amandemen tidak lagi menempatkan Titik simpul dalam hubungan antara
lembaga MPR sebagai lembaga tertinggi eksekutif dan yudikatif terletak pada
negara yang memilih Presiden dan Wakil kewenangan Presiden untuk melakukan
Presiden. Artinya, tidak ada lembaga dalam tindakan dalam lapangan yudikatif, seperti
negara yang memiliki posisi di atas lembaga memberi grasi, amnesti, abolisi, dan
yang lain. MPR bukan lagi berada di atas rehabilitasi. Amandemen UUD 1945 juga
Presiden, dan Presiden bukan lagi mandataris telah memberikan landasan bagi terwujudnya
MPR yang kedudukannya sangat tergantung keseimbangan itu, di mana untuk
pada MPR. Melalui amandemen UUD 1945 memberikan grasi dan rehabilitasi Presiden
telah terbangun sistem ketatanegaraan yang harus memperhatikan pertimbangan
membawakan sifat egalitarian di antara Mahkamah Agung, dan untuk memberikan
lembaga-lembaga negara yang ada. Sebab, amnesti dan abolisi harus
ketika ada lembaga yang memiliki kedudukan mempertimbangkan pertimbangan DPR. Hal
tertinggi, berarti secara yuridis konstitusional ini merupakan pengurangan atas kekuasaan
lembaga tersebut berhak melakukan tindakan Presiden menurut UUD 1945 (sebelum
apa saja tanpa dapat dikontrol oleh lembaga amandemen), yang sering dikatakan sebagai
yang lain. Hal ini kurang sesuai dengan jiwa kekuasaan yang terlalu berat pada eksekutif
demokrasi yang mengandung nilai (executive heavy).
kesetaraan, dalam hal ini adalah kesetaraan di c. H u b u n g a n a n t a r a l e g i s l a t i f d a n
antara lembaga-lembaga negara di dalamnya. yudikatif.
Antara DPR dan Presiden terdapat Hubungan antara legislatif dan yudikatif
hubungan yang secara garis besar dapat terkait bagaimana keberadaan dua lembaga
11.Hamdan Zoelva, 2011, Pemakzulan Presiden di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, hlm 64.
12.Pataniari Siahaan, 2012, Politik Hukum Pembentukan Undang-undang Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta,
Konstitusi Press, hlm 264.
161
Masalah - Masalah Hukum, Jilid 45 No. 2, April 2016

itu berperan mewujudkan sistem perundang- Republik Indonesia Tahun 1945, materi
undangan yang isinya tidak bertentangan muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-
dengan peraturan yang lebih tinggi. Undang- undang tersebut tidak mempunyai kekuatan
undang sebagai salah satu bentuk peraturan hukum mengikat. Mengingat kewenangan
perundang-undangan adalah produk lembaga membuat undang-undang ada pada DPR
legislatif. Di pihak lain, ada kewenangan bersama pemerintah, maka kewenangan
Mahkamah Konstitusi untuk menguji Mahkamah Konstitusi sebatas memutus
undang-undang terhadap UUD 1945, yang bahwa isi undang-undang bertentangan
memungkinkan ketentuan dalam undang- dengan UUD. Kewenangan membuat
undang dinyatakan tidak sah karena rumusan baru dari isi undang-undang tersebut
bertentangan dengan UUD. Ini berarti tetap menjadi kewenangan lembaga legislatif.
Mahkamah Konstitusi juga memiliki Keseimbangan kekuasaan antara
kewenangan di bidang legislatif dalam lembaga yudikatif, legislatif dan eksekutif
pengertian negatif (negative legislation). juga dibangun di atas prosedur pengisian
Dengan adanya kewenangan tersebut hakim-hakim, baik hakim Mahkamah Agung
dalam proses pembentukan dan perumusan maupun hakim Mahkamah Konstitusi.
materi atau substansi undang-undang, DPR Pengisian hakim hakim agung dilakukan
dan Presiden harus mewaspadai melalui seleksi yang dilakukan oleh Komisi
kemungkinan adanya judicial review dari Yudisial. Hasil seleksi Komisi Yudisial
Mahkamah Konstitusi.13 Sebagaimana diajukan kepada DPR untuk dibahas dan
dikemukakan Moh. Mahfud MD, dimintakan persetujuan. Calon-calon yang
pelembagaan judicial review diperlukan telah disetujui oleh DPR diangkat menjadi
karena undang-undang itu adalah produk hakim agung melalui Keputusan Presiden.
politik yang pasti tidak steril dari kepentingan Sedangkan hakim Mahkamah Konstitusi
politik anggota-anggota lembaga yang yang jumlahnya 9 (sembilan) orang terdiri
membuatnya. Produk politik bisa saja dari 3 (tiga) orang hakim diajukan oleh DPR,
memuat isi yang lebih sarat dengan 3 (tiga) orang diajukan oleh Presiden, dan 3
kepentingan politik kelompok dan jangka (tiga) orang diajukan oleh Mahkamah Agung.
pendek yang secara substansial bertentangan Komposisi semacam ini menggambarkan
dengan peraturan yang lebih tinggi keseimbangan lembaga legislatif, eksekutif,
14
hierarkhinya. dan yudikatif dalam membangun peran
Persoalan yang muncul dalam hal ini Mahkamah Konstitusi.
adalah seberapa jauh kewenangan Mahkamah
Konstitusi dalam rangka menguji undang- C. Simpulan
undang terhadap UUD. Apakah kewenangan Upaya mewujudkan checks and
Mahkamah Konstitusi sebatas menyatakan isi balances dalam sistem ketatanegaraan
pasal tertentu dalam undang-undang Indonesia telah dilakukan melalui
bertentangan dengan UUD, ataukah amandemen UUD 1945. Tidak ada lagi
Mahkamah Konstitusi juga berwenang lembaga yang diposisikan sebagai lembaga
menentukan rumusan pasal sebagai koreksi tertinggi negara. Melalui amandemen
atas pasal yang dianggap bertentangan itu. tersebut, Presiden dipilih secara langsung
Menurut Pasal 57 UU No. 24 Tahun oleh rakyat sehingga memiliki kedudukan
2003 sebagaimana telah diubah dengan UU yang kuat. Kewenangan utama pembuatan
No. 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah undang-undang ada pada DPR, walaupun
Konstitusi, bahwa putusan Mahkamah persetujuan Presiden diperlukan. Ketika
Konstitusi yang amar putusannya rancangan undang-undang telah disetujui
menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, oleh DPR bersama Pemerintah tetapi sampai
dan/atau bagian undang-undang bertentangan batas waktu tiga puluh hari tidak disahkan
dengan Undang-Undang Dasar Negara oleh Presiden, maka rancangan undang-
13. Saldi Isra, 2010, Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam Sistem
Presidensial Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, hlm 10.
14. Moh. Mahfud MD, 2011, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta, Rajawali Press, hlm 37.

162
Sunarto. Prinsip Checks and Balances

undang itu sah menjadi undang-undang dan Strong CF, 2008, Konstitusi-konstitusi Politik
wajib diundangkan. Undang-undang yang Modern, Bandung, Nusa Media.
dibuat oleh DPR bersama Presiden dapat Weissberg Robert, 1979, Understanding
dikoreksi oleh Mahkamah Konstitusi melalui American Government, New York,
mekanisme judicial review. Akhirnya, ketika Holt Rinehart and Winston.
terjadi sengketa kewenangan antar lembaga Zoelva Hamdan, 2011, Pemakzulan Presiden
negara, Mahkamah Konstitusi yang di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika
berwenang memutuskan. Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
Daftar Pustaka Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011
Tentang Mahkamah Konstitusi
A s s h i d d i q i e J i m l y, 2 0 0 5 , F o r m a t Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
Kelembagaan Negara dan Tentang Mahkamah Konstitusi
Pergeseran Kekuasaan dalam UUD
1945, Yogyakarta, FH UII Press.
Budiardjo Miriam, 2010, Dasar-dasar Ilmu
Politik (Edisi Revisi), Jakarta, PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Fuady Munir, 2009, Teori Negara Hukum
Modern, Bandung, Refika Aditama.
Gaffar Afan, 2006, Politik Indonesia: Transisi
Menuju Demokrasi, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar.
Hadi Sofyan, “Fungsi Legislasi Dalam Sistem
Pemerintahan Presidensil (Studi
Perbandingan Indonesia dan Amerika
Serikat)”, Jurnal Ilmu Hukum DIH,
Vol. 9, No. 18, Februari 2013.
Isra Saldi, 2010, Pergeseran Fungsi
Legislasi: Menguatnya Model
Legislasi Parlementer dalam Sistem
Presidensial Indonesia, Jakarta, PT.
Raja Grafindo Persada.
Kusnardi Moh. & Ibrahim, Harmaily, 1983,
Pengantar Hukum Tata Negara
Indonesia, Jakarta, Penerbit FH UI.
Mahfud MD Moh, 2000, Demkrasi dan
Konstitusi di Indonesia: Studi tentang
Interaksi Politik dan Kehidupan
Ketatanegaraan, Jakarta, Rineka
Cipta.
Mahfud MD Moh, 2011, Membangun Politik
Hukum, Menegakkan Konstitusi,
Jakarta, Rajawali Press.
Ridlwan Zulkarnain, “Negara Hukum
Indonesia Kebalikan
Nachtwachterstaat”, Fiat Justitia
Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 5, No. 2,
Mei-Agustus 2012.
Siahaan Pataniari, 2012, Politik Hukum
Pembentukan Undang-Undang Pasca
Amandemen UUD 1945, Jakarta,
Konstitusi Press
163

Anda mungkin juga menyukai