i
OPTIMALISASI REAKSI ESTERIFIKASI ASAM ASETAT
DENGAN 1-HEKSENA, SEBAGAI SALAH SATU TAHAPAN
PADA PROSES PEMBUATAN ETANOL
Skripsi
Oleh :
ii
iii
iv
PERNYATAAN
LEMBAGA MANAPUN.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan inayah-Nya,
sehingga laporan tugas akhir ini dapat terselesaikan. Tugas akhir ini merupakan
tahapan akhir dan tugas utama dari serangkaian kuliah yang harus diselesaikan
dalam menempuh pendidikan strata satu pada Program Studi Kimia, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Asam Asetat dengan 1-Heksena, Sebagai Salah Satu Tahapan pada Proses
Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun diharapkan dari
pembaca.
1. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku Dekan Fakultas Sains dan
2. Bapak Drs. Dede Sukandar, M.Si, selaku Ketua Program Studi Kimia
Jakarta.
3. Bapak Dr. Achmad Hanafi Setiawan dan Ibu Siti Nurbayti, M.Si, selaku
vi
4. Ibu Nurhasni, M.Si, selaku pembimbing akademik yang telah banyak
5. Ayahanda Abdul Rahman, ibunda Sri Aisyah, serta kakanda Sigit Agung
6. Bapak Yan Irawan, Ibu Savitri, Mas Ghozali, dan Ibu Ijah yang telah banyak
Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih. Semoga tugas akhir ini dapat
bermanfaat bagi pembaca serta semoga Allah swt selalu melimpahkan taufik dan
Penulis
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................. xv
viii
2.4. Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR) ......................... 20
LAMPIRAN .............................................................................................. 53
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 11. Pengaruh konsentrasi katalis ZSM-5 terhadap bilangan asam ...... 32
Gambar 12. Pengaruh konsentrasi katalis ZSM-5 terhadap bilangan ester ...... 32
Gambar 15. Spektrum FTIR asam asetat pada frekuensi 4000 - 500 cm-1 ... 36
Gambar 16. Spektrum FTIR heksena pada frekuensi 4000 - 500 cm-1 ........ 37
Gambar 17. Spektrum FTIR sampel heksil asetat (1:2) dengan katalis
H2SO4 5% pada frekuensi 4000 - 500 cm-1 .............................. 39
Gambar 18. Spektrum FTIR sampel heksil asetat (1:2) dengan katalis
ZSM-5 15% pada frekuensi 4000 - 500 cm-1 ........................... 41
x
Gambar 21. Kromatogram GC-MS sampel uji (1:1) dengan katalis
ZSM-5 15% ............................................................................ 45
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 4. Beberapa mineral zeolit yang terdapat pada batuan sedimen ........ 16
Tabel 10. Interpretasi spektrum FTIR sampel heksil asetat (1:2) dengan
katalis ZSM-5 15% .................................................................... 41
Tabel 11. Interpretasi spektrum massa sampel uji (1:1) dengan katalis
H2SO4 5% .................................................................................. 43
Tabel 12. Interpretasi spektrum massa sampel uji (1:1) dengan katalis
ZSM-5 5% .................................................................................. 44
Tabel 13. Interpretasi spektrum massa sampel uji (1:1) dengan katalis
ZSM-5 15% ................................................................................ 46
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 8. Data pengujian bilangan ester fraksi atas dengan rasio reaktan
(asam asetat:1-heksena) 1:1 .................................................. 60
Lampiran 10. Data pengujian bilangan ester fraksi atas dengan katalis
ZSM-5 15% .......................................................................... 62
Lampiran 11. Hasil analisa FTIR terhadap senyawa 1-heksena pada frekuensi
4000-500 cm-1 ...................................................................... 63
Lampiran 12. Hasil analisa FTIR terhadap senyawa asam asetat pada
frekuensi 4000-500 cm-1 ....................................................... 64
Lampiran 13. Hasil analisa FTIR terhadap senyawa heksil asetat pada
frekuensi 4000-500 cm-1 ....................................................... 65
Lampiran 14. Hasil analisa FTIR terhadap sampel uji asam asetat : 1-heksena
(1:1) dengan katalis H2SO4 5% pada frekuensi 4000-500 cm-1 66
Lampiran 15. Hasil analisa FTIR terhadap sampel uji asam asetat : 1-heksena
(1:2) dengan katalis H2SO4 5% pada frekuensi 4000-500 cm-1 67
xiii
Lampiran 16. Hasil analisa FTIR terhadap sampel uji asam asetat : 1-heksena
(1:1) dengan katalis ZSM-5 15% pada frekuensi 4000-500 cm-1 68
Lampiran 17. Hasil analisa FTIR terhadap sampel uji asam asetat : 1-heksena
(1:2) dengan katalis ZSM-5 15% pada frekuensi 4000-500 cm-1 69
Lampiran 18. Hasil analisa GC sampel uji asam asetat : 1-heksena (1:1)
dengan katalis H2SO4 5% ..................................................... 70
Lampiran 19. Hasil analisa MS sampel uji asam asetat : 1-heksena (1:1)
dengan katalis H2SO4 5% ..................................................... 71
Lampiran 20. Hasil analisa GC sampel uji asam asetat : 1-heksena (1:1)
dengan katalis ZSM-5 5% .................................................... 72
Lampiran 21. Hasil analisa MS sampel uji asam asetat : 1-heksena (1:1)
dengan katalis ZSM-5 5% .................................................... 73
Lampiran 22. Hasil analisa GC sampel uji asam asetat : 1-heksena (1:1)
dengan katalis ZSM-5 15% .................................................. 74
Lampiran 23. Hasil analisa MS sampel uji asam asetat : 1-heksena (1:1)
dengan katalis ZSM-5 15% (Puncak 1) ................................. 75
Lampiran 24. Hasil analisa MS sampel uji asam asetat : 1-heksena (1:1)
dengan katalis ZSM-5 15% (Puncak 2) ................................. 76
Lampiran 25. Hasil analisa MS sampel uji asam asetat : 1-heksena (1:1)
dengan katalis ZSM-5 15% (Puncak 3) ................................. 77
Lampiran 27. Pola pemisahan spin untuk proton-proton dalam heksil asetat
pada 1H-NMR ...................................................................... 79
xiv
Dini Novalia Pratiwi, Optimalisasi Reaksi Esterifikasi Asam Asetat dengan
1-Heksena, sebagai Salah Satu Tahapan pada Proses Pembuatan Etanol, dibawah
bimbingan Dr. Achmad Hanafi Setiawan dan Siti Nurbayti, M.Si.
ABSTRAK
xv
Dini Novalia Pratiwi, Optimalization of Esterification Reaction of Acetic Acid
with 1-Hexene, as One of Step in Making of Ethanol Process, supervised by
Dr. Achmad Hanafi Setiawan and Siti Nurbayti, M.Si.
ABSTRACT
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
keterbatasan energi fosil menyebabkan perhatian saat ini ditujukan untuk mencari
sumber-sumber energi terbarukan seperti bioetanol yang berasal dari bahan baku
sebagai sumber bahan baku yang dapat diperbarui merupakan satu alternatif yang
memiliki nilai positif dari aspek sosial dan lingkungan (Samsuri, 2007).
Saat ini, produksi etanol yang dikerjakan dalam skala besar hanya
menggunakan dua metode. Metode pertama adalah reaksi etilen dengan air pada
tekanan 7 MPa dan suhu 250 300C dengan katalis asam fosfat (H3PO4) yang
disangga pada senyawa inert, seperti silika. Proses ini sangat efisien dan
yaitu etilen yang dibuat dari petroleum dan gas alam cair mulai langka
etanol. Metode tersebut saat ini digunakan dalam skala besar dan banyak
pabrik/industri yang dibangun untuk membuat etanol dengan cara ini. Metode ini
menggunakan bahan produk pertanian (Kiff et al., 1983). Bahan baku produksi
yang digunakan, antara lain nira aren, sorgum manis, biji sorgum, ubi kayu dan
lainnya (Ega dan Bambang, 2006). Namun, metode ini tidak dapat dilakukan
1
makanan untuk hewan dan manusia. Dengan prospek yang seperti itu, pada
untuk pembuatan industri alkohol dalam jumlah besar yang berkelanjutan (Kiff et
al., 1983).
Oleh karena itu, dipersiapkan sumber bahan baku alternatif untuk proses
produksi etanol yang murah dan bahannya tersedia dengan cepat tanpa
untuk sumber energi. Satu diantara energi alternatif yang relatif murah ditinjau
lignoselulosa (Gozan et al., 2007). Bertolak dari keadaan tersebut, bisnis bioetanol
2007).
Berdasarkan jurnal United State Patent (Kiff et al., 1983), etanol dapat
dibuat dari asam asetat yang direaksikan dengan olefin yang memiliki minimal
empat atom karbon. Asam asetat direaksikan dengan olefin melalui proses
dipisahkan secara distilasi dari produk samping. Namun, dalam penelitian ini
hanya mencakup pada reaksi esterifikasi antara asam asetat dengan olefin. Olefin
2
1.2. Perumusan Masalah
katalis H2SO4 pada reaksi esterifikasi antara asam asetat dengan 1-heksena?
1.3. Hipotesis
a. Asam asetat dan 1-heksena akan bereaksi dengan baik dan membentuk
produk ester.
b. Dalam skala kecil, proses esterifikasi antara asam asetat dengan 1-heksena
dapat berlangsung pada suhu 60C, rasio reaktan 1:2, dan waktu reaksi
8 jam.
3
1.4. Tujuan Penelitian
1-heksena dari segi rasio mol reaktan (asam asetat : 1-heksena) dan
b. Mengetahui katalis yang lebih aktif antara H2SO4 dan ZSM-5 dalam proses
informasi tambahan tentang proses reaksi esterifikasi antara asam asetat dengan
1-heksena sebagai langkah awal dalam pembuatan etanol dan memproduksi etanol
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Etil alkohol atau etanol adalah salah satu turunan dari senyawa hidroksil
atau gugus OH, dengan rumus kimia C2H5OH. Bioetanol, tidak seperti minyak
bumi, yaitu suatu bentuk energi terbaharui yang dapat diproduksi dari hasil
produk pertanian. Sumber karbohidrat yang potensial untuk bahan baku produksi
bioetanol, antara lain nira aren, sorgum manis, biji sorgum, ubi kayu dan lainnya
etilen dengan air ataupun fermentasi karbohidrat. Selain itu, etanol dapat juga
dibuat dari asam asetat, yang merupakan proses hilir dari pengolahan biomassa
menjadi bahan bakar alternatif. Metode produksi etanol telah diketahui terdiri dari
1) Reaksi antara asam asetat dengan olefin (hidrokarbon tidak jenuh) yang
alkohol besar yang terdiri dari sejumlah atom karbon yang sama banyaknya
dengan olefin
4) Recovery etanol
5
5) Dehidrasi alkohol besar menjadi olefin murni
6) Penggunaan kembali olefin dari tahap 5 dengan asam asetat murni dan
dengan berbahan dasar asam karboksilat. Ester asam karboksilat ini merupakan
suatu senyawa yang mengandung gugus COOR dengan R yang berbentuk alkil
Katalis yang digunakan dalam esterifikasi dapat berupa katalis asam atau
arah sisi ester dengan menambahkan salah satu pereaksi secara berlebih. Kuat
asam dari asam karboksilat hanya memainkan peranan kecil dalam laju
6
ditambahkan 2 mL etanol 95 %. Hasil positif ditunjukkan oleh perubahan warna
larutan dan terbentuknya endapan merah bata saat ditambahkan dengan FeCl3 5%.
1) Waktu reaksi
dibuat berlebih agar optimal dalam pembentukan produk ester yang ingin
dihasilkan. Pada penelitian ini, salah satu reaktan yang harus dibuat berlebih
adalah 1-heksena.
3) Pengadukan
pereaksi dengan zat yang bereaksi semakin baik sehingga mempercepat reaksi
dan reaksi terjadi sempurna. Hal ini sesuai dengan persamaan Arrhenius :
k = A . e (-Ea/RT)
Keterangan:
k = konstanta laju reaksi
A = faktor frekuensi atau faktor pre-eksponensial
Ea = energi aktivasi (kJ/mol)
R = tetapan gas universal (0,0821 atm/mol.K atau 8,314 J/mol.K)
T = temperatur atau suhu (K)
7
Semakin besar tumbukan, maka semakin besar pula harga konstanta
4) Suhu
dioperasikan maka semakin banyak konversi yang dihasilkan. Hal ini sesuai
dengan persamaan Arrhenius, bila suhu naik maka harga k semakin besar,
5) Katalisator
pada suatu reaksi, sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan
8
Asam asetat diproduksi secara sintetis maupun secara alami melalui
dan tanah, sehingga asam asetat secara alami diproduksi pada buah-buahan atau
makanan yang sudah basi. Adapun cara yang paling populer dalam pembuatan
asam asetat melalui karbonilasi metanol. Dalam proses ini, metanol dan karbon
O
+ CO
CH3 OH + HI CH3I + H2O CH3 C I + H2O
CH3 C OH
Selain itu, asam asetat juga dihasilkan melalui metode alternatif, seperti
O O
2 CH3 C H + O2 2 CH3 C OH
9
Adapun sifat-sifat asam asetat adalah sebagai berikut:
a. digunakan dalam produksi polimer, seperti selulosa asetat dan polivinil asetat
yang biasanya digunakan sebagai bahan dasar cair cat dan lem untuk kertas
dan kayu
c. sebagai fungisida
e. sebagai bahan dalam industri farmasi, seperti aspirin yang dibentuk dari
2.3.2. 1-heksena
Senyawa 1-heksena adalah jenis olefin yang besar dengan rumus kimia
C6H12. 1-heksena merupakan alfa olefin, karena ikatan rangkap senyawa ini
10
Gambar 4. Struktur 1-heksena
Senyawa yang dikenal juga dengan nama heksena, heksilen, atau butil
etilen ini tidak larut dalam air, tetapi larut dalam etanol. Adapun sifat-sifat lain
2.3.3. Katalis
Katalis ditemukan oleh J.J. Berzelius pada tahun 1836 sebagai komponen
yang dapat meningkatkan laju reaksi kimia, namun tidak ikut bereaksi. Definisi
reaksi kimia dapat mencapai kesetimbangan tanpa terlibat di dalam reaksi secara
11
Pada akhir reaksi, katalis tidak tergabung dengan senyawa produk reaksi.
laju reaksi, energi aktivasi, sifat dasar keadaan transisi dan lain-lain. Karakteristik
katalis adalah berinteraksi dengan reaktan tetapi tidak berubah pada akhir reaksi
terhadap energi aktivasi yang mempengaruhi waktu reaksi dapat dilihat pada
Gambar 5.
A+B
C+D
1) Selektifitas
produk reaksi yang diinginkan (dalam jumlah tinggi) dari sejumlah produk yang
mungkin dihasilkan.
12
2) Stabilitas
3) Aktifitas
1) Katalis homogen
Katalis homogen berada pada fasa yang sama seperti reaktan dan produk.
Beberapa contoh misalnya hidrolisis ester oleh asam (cair-cair), oksidasi SO2 oleh
Kelemahan pada katalis homogen ini adalah hanya dapat digunakan pada skala
laboratorium, sulit dilakukan secara komersial, operasi pada fase cair dibatasi
pada kondisi suhu dan tekanan, sehingga peralatan lebih kompleks, dan
diperlukan pemisahan antara produk dan katalis. Oleh karena itu, katalis homogen
digunakan terbatas pada industri bahan kimia tertentu, obat-obatan dan makanan.
2) Katalis heterogen
diinginkan dapat ditingkatkan dengan adanya pori yang terdapat pada katalis
heterogen. Selain itu, aktivitas intrinsik dari active site katalis tersebut dapat
13
dimodifikasi oleh struktur padat dan komposisi kimia pada permukaan dapat
Adapun keuntungan dari katalis heterogen lainnya adalah dapat dipisahkan dari
peralatan sederhana.
3) Katalis enzim
homogen dan heterogen. Enzim merupakan driving force untuk reaksi biokimia,
dapat digantikan dengan katalis asam padat seperti zeolit, clay, dan lain-lain.
14
Tabel 3. Jenis-jenis bahan katalis
agak lunak, air kristalnya mudah dilepaskan dengan pemanasan, namun mudah
menyerap air kembali dari udara (dehidrasi). Selain itu, zeolit juga mudah
adsorpsi, dan katalis. Zeolit mempunyai struktur berongga, biasanya rongga ini
diisi oleh air dan kation yang dapat dipertukarkan dan memiliki ukuran pori-pori
penukar ion, penyerap bahan, dan katalisator. Berdasarkan asalnya, zeolit dibagi
15
1) Zeolit Alam
dari batuan vulkanik tuf, sedangkan zeolit sintesis direkayasa oleh manusia secara
proses kimia. Pembentukan mineral zeolit alam diduga merupakan hasil reaksi
antara debu vulkanik dengan air garam, ada juga beberapa zeolit seperti kabasit,
erionit dan filipsit diduga sebagai hasil dari proses hidrotermal. Karena sifat-sifat
zeolit alam sangat terbatas maka dilakukan sintesis zeolit untuk mensubtitusi
zeolit yang berasal dari alam. Berikut ini beberapa contoh zeolit alam
2) Zeolit Sintetik
Perkembangan zeolit sintetik dimulai sejak akhir tahun 1940 oleh Union
proses hidrotermal alamiah. Dengan cara ini telah berhasil dibuat lebih dari
seratus jenis zeolit, sebagai upaya pencarian jenis-jenis zeolit yang mempunyai
16
daya guna tinggi. Zeolit sintetik dapat diproduksi dengan cara hidrotermal dan
dalam pembuatan zeolit adalah reaksi bahan dasar seperti gel atau zat padat amorf
hidroksida alkali dengan pH tinggi dan basa kuat dengan kondisi operasi pada
dalam penelitian:
Asam sulfat merupakan salah satu bahan penunjang yang sangat penting
dan banyak dibutuhkan di bidang industri, terutama industri kimia. Oleh karena
Asam sulfat merupakan cairan yang bersifat korosif, tidak berwarna, tidak
berbau, sangat reaktif dan mampu melarutkan berbagai logam. Selain itu, bahan
kimia ini dapat larut dengan air dengan segala perbandingan dan akan
(Lutfiati, 2008). Adapun sifat-sifat dari asam sulfat lainnya ditampilkan dalam
Tabel 5.
17
Tabel 5. Sifat-sifat asam sulfat
adalah katalis homogen asam donor proton dalam pelarut organik, seperti H2SO4,
HF, H3PO4, R-SO3H, dan PTSA. Katalis H2SO4 dalam reaksi esterifikasi adalah
(Sukardjo, 1997):
1. asam sulfat selain bersifat asam juga merupakan agen pengoksidasi yang kuat
bagian terbesar uap air dan gas yang basah, seperti udara lembab.
18
b. ZSM-5
bersilika tinggi. Zeolit ini pertama kali ditemukan tahun 1973 oleh Argauer dan
Landolt. ZSM-5 adalah material berkadar silika tinggi yang terdiri dari 96
tetrahedral dalam satu unit selnya. Delapan tetrahedral diantaranya disusun oleh
dalam zeolit. Jika kadar aluminiumnya nol, maka zeolit ini disebut silikalit (Al
ZSM-5 dikenal sebagai jenis zeolit sintetik yang mempunyai permukaan inti
asam dan struktur jaringan pori yang luas serta homogen. Kemampuan ZSM-5
variasi Si/Al ini sama sekali tidak akan mempengaruhi struktur kerangka ZSM-5
(Setiadi, 2005). Adapun komposisi dari struktur zeolit ZSM-5 ditampilkan dalam
Tabel 6.
19
Tabel 6. Komposisi struktur ZSM-5
hidrokarbon C1-C10 (Setiadi, 2005) serta proses pembuatan bahan bakar cair
dengan memanfaatkan limbah ban bekas menggunakan katalis zeolit y dan ZSM-5
melalui proses cracking (Damayanthi dan Retno, 2010). Katalis ZSM-5 dapat pula
digunakan untuk proses dewaxing, produksi synfuel, dan mensintesis etil benzena
(Lefond, 1983).
fungsional suatu senyawa melalui prinsip absorpsi cahaya inframerah oleh molekul
panjang gelombang sinar tampak maupun UV, oleh karena itu IR tidak mampu
20
mentransisikan elektron, melainkan hanya menyebabkan molekul bergetar atau
mula sinar inframerah dilewatkan melalui sampel dan larutan pembanding, kemudian
(stray radiation). Berkas ini kemudian didispersikan melalui prisma atau gratting.
Dengan melewatkannya melalui slit, sinar tersebut dapat difokuskan pada detektor
yang akan mengubah berkas sinar menjadi sinyal listrik yang selanjutnya direkam
inframerah, yaitu:
1. sumber radiasi
2. monokromator
3. detektor
Diagram instrumen tersebut disajikan pada Gambar 7 yang terdapat di bawah ini:
Larutan
Uji
Prisma
(slit)
Larutan Monokromator
Pembanding
fundamental. Daerah di bawah frekuensi 650 cm-1 dinamakan infra merah jauh
dan daerah di atas frekuensi 4000 cm-1 dinamakan infra merah dekat. Letak
21
puncak serapan dapat dinyatakan dalam satuan frekuensi (m) atau bilangan
diserap akan menaikkan amplitudo gerakan vibrasi ikatan dalam molekul. Namun,
hanya ikatan yang memiliki momen dipol yang dapat menyerap radiasi inframerah
(Sastrohamidjojo, 1990).
yang mudah menguap, berantai panjang, rantai cabang hidrokarbon, alkohol, dan
2008):
yang khusus.
yaitu kromatografi gas dan spektroskopi massa. Dalam kromatografi gas, fase
geraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai
dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan
dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat
22
menyeleksi molekul-molekul gas bermuatan berdasarkan massa atau beratnya
(Khopkar, 2008).
ionisasi pertama senyawa tertentu. Tabrakan antara sebuah molekul organik dan
salah satu elektron berenergi tinggi menyebabkan lepasnya sebuah elektron dari
molekul tersebut dan terbentuknya suatu ion organik. Ion organik yang dihasilkan
oleh pembombardir elektron berenergi tinggi ini tidak stabil dan pecah menjadi
fragmen kecil, baik berbentuk radikal bebas maupun ion-ion lain (Fessenden &
Fessenden, 2006).
massa yang terdistribusi adalah spesifik terhadap senyawa induk. Selain untuk
1. Gas pembawa
Gas pembawa yang umum digunakan adalah helium (He), nitrogen (N2),
hidrogen (H2), dan argon (Ar), tetapi untuk detektor konduktivitas termal, He
lebih disukai karena konduktivitas termalnya yang tinggi (Khopkar, 2008). Gas
pembawa harus memenuhi sejumlah persyaratan, antara lain harus inert (tidak
bereaksi dengan sampel, pelarut sampel, material dalam kolom), murni, dan
23
2. Kolom
Ada dua macam kolom, yaitu kolom kemas dan kolom kapiler. Kolom kemas
adalah pipa yang terbuat dari logam, kaca, plastik yang berisi penyangga padat yang
inert sedangkan pada kolom kapiler terdapat rongga pada bagian dalam kolom yang
menyerupai pipa (Harnani, 2010). Fungsi kolom adalah sebagai tempat terjadinya
3. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor utama penentu hasil analisis kromatografi
gas dan spektrometri massa. Parameter yang sangat menentukan adalah pengaturan
4. Sistem injeksi
dalam ruang pengion (direct inlet) dan melalui sistem kromatografi gas (indirect
5. Detektor
sendiri yang terdiri dari sistem ionisasi dan sistem analisis (Harnani, 2010). Electron
Impact (EI) adalah teknik ionisasi dengan menggunakan elektron energi tinggi, yaitu
kromatografi gas dalam bentuk kromatogram dan hasil analisis spektrometri massa
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Februari 2011 di Bidang Teknologi Proses dan Katalisis Pusat Penelitian Kimia
LIPI, Serpong.
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah labu leher tiga
100 mL dan 250 mL, corong pisah 100 mL dan 500 mL, kondensor, hotplate,
(Shimadzu QP 5050A), timbangan digital, pipet ukur 1 mL; 5 mL; 10 mL; dan 25
mL, pipet gondok 25 mL, pipet tetes, buret, statif, dan peralatan gelas pirex
lainnya, seperti labu Erlenmeyer 250 mL, labu ukur, beaker glass, dan gelas ukur.
Sedangkan bahan kimia utama yang digunakan pada penelitian adalah asam asetat
glasial 100% (Merck), 1-heksena 97% (Sigma-Aldrich), H2SO4 98% (Merck), dan
zeolit ZSM-5 (Zeolyst). Bahan kimia lainnya yang digunakan untuk keperluan
labu leher tiga yang ditempatkan pada waterbath dengan rasio mol reaktan 1:1
25
(asam asetat:1-heksena). Asam asetat sebanyak 57,25 mL dan katalis H2SO4 5%
dengan salah satu leher. Kemudian labu leher tiga tersebut dihubungkan dengan
labu leher tiga saat suhu asam asetat dan katalis di dalam labu telah mencapai
60C dan waktu proses dimulai. Proses ini berlangsung selama 8 jam disertai
dilakukan perlakuan yang sama terhadap sampel dengan jumlah rasio reaktan
yang sama namun menggunakan katalis H2SO4 10%, ZSM-5 5%, 10%, dan 15%,
serta terhadap sampel dengan rasio mol reaktan (asam asetat:1-heksena) 1:2, 2:1,
3:1, dan 5:1 menggunakan katalis H2SO4 10% dan ZSM-5 15%.
Outlet
Kondensor
Inlet
Termometer
Pemasukan
1-heksena
Waterbath
3
21
4 5
6 7
8
11 9
3
2
4 5
6 7
8
9
Hotplate
1 1
0
26
3.3.2. Identifikasi produk
mengukur bilangan asam, bilangan ester, dan beberapa sampel diuji dengan
Pengujian blanko:
Pengujian sampel:
merah muda.
Pengujian blanko:
etanol 0,4 N dan sedikit batu didih atau porselen. Larutan tersebut direfluks
dengan hati-hati selama 1,5 jam setelah larutan mendidih. Larutan didiamkan
27
dititrasi dengan H2SO4 0,25 N sampai diperoleh perubahan warna dari merah
Pengujian sampel:
etanol 0,4 N dan sedikit batu didih atau porselen. Larutan tersebut direfluks
dengan hati-hati selama 1,5 jam setelah larutan mendidih. Larutan didiamkan
dititrasi dengan H2SO4 0,25 N sampai diperoleh perubahan warna dari merah
28
BAB IV
4.1. Pangaruh Katalis dan Rasio Reaktan terhadap Bilangan Asam dan
Bilangan Ester
sampel uji. Pengujian bilangan asam ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan
kadar asam asetat yang tersisa. Nilai bilangan asam tersebut dapat menunjukkan
bahwa asam asetat telah bereaksi terhadap 1-heksena dalam setiap proses
suatu sampel uji. Pengujian bilangan ester pada penelitian ini dilakukan untuk
esterifikasi.
pembentukan produk ester pada proses esterifikasi antara asam asetat dan
Produk dari hasil reaksi esterifikasi asam asetat dengan 1-heksena, sebagian besar
membentuk dua lapisan, yaitu lapisan atas berupa senyawa non-polar dan lapisan
Katalis yang digunakan pada penelitian ini adalah H2SO4 98% dan zeolit
ZSM-5 dengan konsentrasi yang beragam, yaitu H2SO4 5% dan 10%, serta ZSM-5
5%, 10%, dan 15%. Penggunaan katalis H2SO4 15% tidak dilakukan, karena
penurunan bilangan asam maupun kenaikan bilangan ester dengan katalis H2SO4
29
tidak menunjukkan angka yang lebih baik jika dibandingkan dengan katalis
menggunakan katalis H2SO4 maupun ZSM-5. Penurunan nilai bilangan asam ini
dapat terjadi karena adanya reaksi asam asetat terhadap 1-heksena yang bersifat
nilai bilangan asam terendah ditunjukkan oleh sampel uji yang menggunakan
katalis ZSM-5 10%, yaitu sebesar 313,76, sedangkan sampel uji yang
Berikut ini merupakan grafik bilangan ester lapisan atas setelah proses
30
Gambar 10. Pengaruh katalis terhadap bilangan ester
bilangan ester menunjukkan bahwa asam asetat telah banyak bereaksi dengan
1-heksena dalam proses esterifikasi dan membentuk senyawa ester. Bilangan ester
tertinggi ditemukan pada sampel dengan katalis ZSM-5 10%, yaitu sebesar 10,49,
sedangkan dengan katalis H2SO4 10% sebesar 9,13. Besarnya bilangan ester
dengan katalis ZSM-5 dibandingkan dengan katalis H2SO4 disebabkan oleh sifat
selektitivitas yang tinggi, namun selektivitas katalis ZSM-5 yang rendah ini dapat
berjalan lebih optimal dan menghasilkan produk ester yang lebih banyak.
31
dengan katalis ZSM-5 15% untuk mengetahui pengaruh konsentrasi katalis
tersebut.
Pada gambar 11, penurunan bilangan asam terendah terjadi pada sampel
uji dengan katalis ZSM-5 15%, yaitu sebesar 302,07. Pada uji bilangan ester, nilai
tertinggi juga terjadi pada sampel uji dengan katalis ZSM-5 15%. Berdasarkan
32
nilai-nilai bilangan asam maupun bilangan ester, dapat dikatakan bahwa semakin
tinggi konsentrasi katalis yang digunakan pada proses esterifikasi tersebut, maka
energi aktivasi akan semakin mudah diturunkan. Hal ini menyebabkan asam asetat
dan 1-heksena semakin cepat bereaksi dan produk ester yang dihasilkan semakin
Pada penelitian ini, proses esterifikasi dilakukan dengan variasi rasio mol
reaktan antara asam asetat dan 1-heksena, yaitu 1:1, 1:2, 2:1, 3:1, dan 5:1. Sampel
uji menggunakan dua jenis katalis, yaitu H2SO4 5% dan ZSM-5 15%. Pemilihan
katalis H2SO4 5% didasarkan pada hasil pengujian bilangan asam dan bilangan
ester yang apabila dibandingkan dengan katalis H2SO4 10% tidak terlalu jauh.
Sehingga pada optimalisasi rasio mol digunakan katalis H2SO4 5% dengan alasan
pemilihan katalis ZSM-5, dimana nilai penurunan bilangan asam dan kenaikan
bilangan ester memiliki angka yang lebih baik, maka optimalisasi rasio mol
dilakukan pada konsentrasi ZSM-5 15% untuk mendapatkan produk ester heksil
33
Gambar 13. Pengaruh rasio reaktan terhadap bilangan asam
Pada gambar di atas, dapat dilihat penurunan yang cukup drastis pada
sampel yang menggunakan katalis ZSM-5 15% dengan rasio mol 1:2 (asam
menunjukkan bahwa dengan katalis dan variasi ini, asam asetat bereaksi
lapisan. Sedangkan pada sampel yang nenggunakan katalis H2SO4 5%, penurunan
bilangan asam terjadi dari 441,15 pada rasio mol 1:1 (asam asetat:1-heksena)
menjadi 340,12 pada rasio mol 1:2 (asam asetat:1-heksena). Kemudian, baik
dengan katalis ZSM-5 15% maupun H2SO4 5%, grafik mengalami kenaikan
secara perlahan mulai dari rasio mol 2:1 hingga 5:1 (asam asetat:1-heksena)
sehingga tidak terlihat adanya perbedaan yang signifikan pada rasio tersebut.
berdasarkan variasi rasio reaktan. Grafik tersebut tersaji pada Gambar 14 yang
34
Gambar 14. Pengaruh rasio reaktan terhadap bilangan ester
Grafik di atas menunjukkan kenaikan yang cukup besar pada sampel yang
menggunakan katalis ZSM-5 15% dengan rasio mol 1:2 (asam asetat:1-heksena),
yaitu dari 10,52 menjadi 18,22. Namun, angka tersebut kemudian mengalami
penurunan berkala pada rasio mol 2:1 hingga 5:1 (asam asetat:1-heksena).
Sedangkan pada sampel yang menggunakan katalis H2SO4 5%, grafik tidak
menunjukkan perubahan yang signifikan mulai dari rasio mol 1:1 hingga 3:1
Nilai bilangan asam yang rendah dan bilangan ester yang tinggi pada rasio
esterifikasi yang terjadi antara asam asetat dengan 1-heksena. Pada reaksi tersebut
ditambah, maka akan semakin banyak karbokation yang terbentuk. Hal ini akan
35
karbokation tersebut untuk membentuk senyawa ester, sehingga kesetimbangan
bilangan gelombang 4000 hingga 500 cm-1. Analisa ini dilakukan untuk
mengidentifikasi adanya gugus karbonil ester. Adapun spektrum FTIR asam asetat
dan 1-heksena yang merupakan bahan baku proses esterifikasi disajikan pada
Gambar 15 dan Gambar 16. Spektrum ini digunakan sebagai spektrum standar
untuk melihat penurunan intensitas atau hilangnya gugus C=C pada spektrum
sampel uji.
O-H
CH3 C OH
Gambar 15. Spektrum FTIR asam asetat pada frekuensi 4000 - 500 cm-1
36
Pada gambar di atas terlihat adanya dua vibrasi yang cukup tajam pada
vibrasi gugus C=O dan CO yang merupakan karakteristik untuk senyawa asam
3589,53 cm-1. Interpretasi spektrum FTIR asam asetat adalah sebagai berikut:
Bilangan Gelombang
No. Daerah Serapan (cm-1) Gugus Fungsional (Tipe Vibrasi)
Hasil Analisis
1. 1290,38 Vibrasi CO
2. 1730,15 Vibrasi C=O (asam karboksilat)
3. 3589,53 Vibrasi O-H
(Sumber: Silverstein et al., 2005)
Gambar 16. Spektrum FTIR 1-heksena pada frekuensi 4000 - 500 cm-1
37
Pita serapan pada bilangan gelombang 3086,11 cm-1 menunjukkan adanya
vibrasi =C-H rentangan dan vibrasi =C-H bengkok ke luar bidang ditunjukkan
pada bilangan gelombang 912,33 cm-1. Jenis vibrasi karakteristik dari alkena
dengan vibrasi =C-H bengkok ke luar bidang muncul pada frekuensi 1000
650 cm-1 dan pita serapan ini biasanya paling kuat dalam spektrum alkena
untuk senyawa alkena. Pada alkena tak terkonjugasi, serapan vibrasi C=C
rentangan biasanya muncul antara 1667 hingga 1640 cm-1 serta memberikan
Tabel 8.
lain sampel lapisan atas (senyawa non-polar) dengan rasio mol 1:1 dan 1:2 (asam
38
penjelasan mengenai spektrum sampel hanya dilakukan terhadap sampel dengan
rasio mol 1:2 (asam asetat:1-heksena) baik dengan katalis H2SO4 5% maupun
katalis ZSM-5 15%. Secara berurutan spektrum sampel tersebut disajikan pada
dan kuat. Berikut ini adalah spektrum FTIR sampel uji asam asetat:1-heksena
O
CH3 C
OC6H13
Gambar 17. Spektrum FTIR sampel heksil asetat (1:2) dengan katalis H2SO4 5%
pada frekuensi 4000 - 500 cm-1
39
senyawa ester. Bilangan gelombang 1726,22 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi
Tabel 9. Interpretasi spektrum FTIR sampel heksil asetat (1:2) dengan katalis
H2SO4 5%
dengan katalis ZSM-5 15%. Spektrum tersebut tersaji pada Gambar 18. Pada
Gambar 18, terlihat adanya puncak yang muncul pada daerah bilangan gelombang
1732,08 cm-1 dan 1263,37 cm-1, yang masing-masing menunjukkan adanya gugus
karbonil C=O dan vibrasi CO rentangan pada daerah sidik jari. Dua puncak
tersebut yang dapat dijadikan sebagai acuan bahwa sampel ini merupakan
40
O
CH3 C
OC6H13
Gambar 18. Spektrum FTIR sampel heksil asetat (1:2) dengan katalis
ZSM-5 15% pada frekuensi 4000 - 500 cm-1
Tabel 10. Interpretasi spektrum FTIR sampel heksil asetat (1:2) dengan katalis
ZSM-5 15%
41
Berdasarkan spektrum kedua sampel uji hasil proses esterifikasi dan
perbandingan dengan spektrum 1-heksena dan asam asetat, serapan pada daerah
bilangan gelombang untuk ikatan rangkap senyawa alkena semakin berkurang dan
bilangan gelombang ikatan karbonil serta gugus hidroksil asam asetat tidak
ditemukan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar ikatan rangkap (C=C)
berikatan dengan asam asetat membentuk senyawa ester. Selain itu, gugus O-H
yang merupakan ciri utama dari senyawa asam asetat pun telah terlebur untuk
digunakan Shimadzu QP 5050A dengan kolom jenis DB5-MS yang bersifat non-
polar, memiliki panjang 30 m dan berdiameter 0,25 mm. Gas pembawa yang
Analisa GC-MS hanya dilakukan terhadap tiga sampel, yaitu lapisan atas
(non-polar) dengan katalis H2SO4 5% dan katalis ZSM-5 5% serta 15% pada rasio
mol reaktan 1:1 (uji asam asetat:1-heksena). Kromatogram GC-MS sampel heksil
asetat (1:1) dengan katalis H2SO4 5% dapat dilihat pada Gambar 19.
42
Gambar 19. Kromatogram GC-MS sampel uji (1:1) dengan katalis H2SO4 5%
yang menunjukkan jumlah senyawa yang terkandung dalam sampel uji asam
asetat:1-heksena (1:1) dengan katalis H2SO4 5%. Puncak tersebut muncul pada
Tabel 11. Interpretasi spektrum massa sampel uji (1:1) dengan katalis H2SO4 5%
Dari hasil analisa GC-MS ini, didapatkan suatu spektrum massa dengan
base peak sebesar 40,00. Berdasarkan spektrum massa tersebut, diketahui bahwa
senyawa yang terbentuk adalah heksil asetat dengan similaritas sebesar 79%.
43
Kemungkinan tersebut dilihat dari kemiripan dari pola fragmentasi spektrum
massa sampel dengan library fragmen (Nist 62, Wiley 229) yang tersedia pada
rangkuman MS.
katalis ZSM-5 5% juga terlihat adanya satu puncak terbentuk. Puncak tersebut
muncul pada waktu retensi 3,556 dengan luas area sebesar 397320. Kromatogram
Tabel 12. Interpretasi spektrum massa sampel uji (1:1) dengan katalis ZSM-5 5%
Senyawa
Waktu Luas Base Molecular Similaritas
Puncak Peak yang
Retensi Area Ion Peak (%)
Disarankan
Heksil asetat
1 3,556 397320 43,10 144 85
(C8H16O2)
44
Spektrum massa pada sampel di atas memiliki base peak sebesar 43,10.
adalah heksil asetat dengan similaritas sebesar 85%. Persen kemiripan sampel
yang dihasilkan ini lebih besar bila dibandingkan dengan sampel yang
Pada sampel uji asam asetat:1-heksena (1:1) dengan katalis ZSM-5 15%
terkandung satu senyawa yang dominan. Hal ini dapat dilihat dari puncak
Gambar 21. Kromatogram sampel uji (1:1) dengan katalis ZSM-5 15%
3,636 dan luas area sebesar 1587532 juga muncul dua puncak yang berhimpit
dengan waktu retensi masing-masing 7,064 dan 7,190 serta luas area sebesar
57295 dan 56820. Puncak pertama merupakan senyawa yang terkandung dalam
sampel uji, yaitu heksil asetat, sedangkan dua puncak berhimpit tersebut dapat
dikatakan sebagai zat pengotor (impurities) yang terdapat dalam sampel uji, yaitu
45
1-heksena ataupun asam asetat yang merupakan bahan baku proses esterifikasi ini.
Tabel 13. Interpretasi spektrum massa sampel uji (1:1) dengan katalis
ZSM-5 15%
ZSM-5 15% memiliki base peak sebesar 43,10 untuk puncak 1. Senyawa yang
disarankan oleh library fragmen MS (Nist 62, Wiley 229, Pesticd) untuk puncak 1
hasil senyawa yang sama meskipun dengan similaritas yang berbeda-beda. Reaksi
O O
+
H
CH3 (CH2)3 CH CH2 + CH3 C OH CH3 (CH2)5 O C CH3 + H+
dihasilkan suatu produk ester, yaitu heksil asetat. Selain sebagai bahan baku
lanjutan untuk pembuatan etanol, heksil asetat juga dapat digunakan sebagai
flavouring agent rasa buah-buahan seperti buah pir, persik, apel, dan pisang pada
makanan. Selain dapat juga digunakan sebagai substansi tambahan untuk parfum
atau bahan pewangi lainnya. Berikut ini adalah struktur dari senyawa tersebut:
46
O
ion karbon (karbokation) dari alkena yang dihadapkan dengan katalis asam, yang
kemudian diserang oleh atom oksigen dari gugus hidroksil senyawa asam
Gambar 24.
O
H+ ..
CH3 (CH2)3 CH CH2 CH3 (CH2)3 CH2 CH2+ CH3 C O
.. H
melalui dua tahapan. Pada tahap 1, terjadi suatu serangan elektrofilik dimana
elektron phi () yang tidak terlindung dalam ikatan rangkap 1-heksena akan
menarik elektrofil (H+) pada katalis asam yang digunakan. Pada tahapan reaksi
diketahui bahwa karbon sekunder lebih disukai dan stabil bila dibandingkan
dengan karbon primer. Hal ini berbeda bila dibandingkan dengan senyawa
47
dapat terjadi karena adanya faktor sterik, dimana senyawa 1-heksena memiliki
48
BAB V
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain:
1. Rasio pereaksi optimal pada reaksi esterifikasi asam asetat dengan 1-heksena
2. Produk ester heksil asetat telah teridentifikasi pada pengujian dengan FTIR,
dengan keberadaan gugus C=O dan CO pada bil. gelombang 1726,22 cm-1 -
5.2. Saran
49
DAFTAR PUSTAKA
Damayanthi, Reska dan Retno Martini. 2010. Proses Pembuatan Bahan Bakar
Cair dengan Memanfaatkan Limbah Ban Bekas Menggunakan Katalis
Zeolit Y dan ZSM-5. Skripsi. Jurusan Teknik Kimia, UNDIP.
Ega, L dan Bambang Triwiyono. 2006. Kajian Tekno Ekonomi Produksi Fuel
Grade Ethanol dari Nira Aren dan Kelapa sebagai Sumber Energi Engine
Alternatif. Jurnal BPPT Jakarta.
Gozan, Misri, M. Samsuri, Fani Siti H., Bambang P., dan M. Nasikin. 2007.
Sakarifikasi dan Fermentasi Bagas menjadi Ethanol Menggunakan Enzim
Selulase dan Enzim Sellobiase. Jurnal Teknologi. Edisi no. 3, h. 209-215.
Hakim, Arif Rahman dan Irawan S., 2010. Kajian Awal Sintesis Biodiesel dari
Minyak Dedak Padi Proses Esterifikasi. Skripsi. Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik UNDIP, Semarang.
Hermanto, Sandra. 2008. Mengenal Lebih Jauh Teknik Analisa Kromatografi dan
Spektrofotometri. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Hoon, Sik Kim. 2005. Phosphine-bound Zinc Halide Complexes for The Coupling
Reaction of Etylene Oxide and Carbon Dioxide. Journal of Catalysis. Vol.
232, p. 80-84.
50
Juan, J.C., Zhang, J., Yarmoa, M.A., 2007. 12-Tungstophosphoric Acid Supported
on MCM-41 for Esterification of Fatty Acid under Solvent-free Condition.
Journal of Molecular Catalysis A: Chemical. Vol. 267, p. 265271.
Kiff, Ben W., David, J. Schreck. 1983. Production of Etanol from Acetic Acid.
United State Patent, 4.421.939.
Lefond, S. J. 1983. Industrial Minerals and Rocks (Nonmetallic other than Fuel).
Journal of AIME. Vol. 2, p. 1391-1431.
Lutfiati, Anna. 2008. Prarancangan Pabrik Asam Sulfat dari Sulfur dan Udara
dengan Proses Kontak Kapasitas 225.000 Ton per Tahun. Skripsi. Fakultas
Teknik UMS, Surakarta.
Paul Scherrer Institut. 2011. Identification of the SCR active sites in Fe-ZSM-5.
http://ene.web.psi.ch/highlights/SCR.html (akses 24 Mei 2011).
Riyanto. 2006. Produksi Asam Asetat dari Etanol dengan Cara Elektrolisis.
J. Logika, ISSN: 1410-2315. Vol. 3, No. 2.
Ruikar, Anjali et al. 2009. GC-MS Study Of A Steam Volatile Matter From
Mimusops elengi. Journal of ChemTech Research. Vol.1, No.2, pp 158-
161.
51
Setiadi. 2005. Uji Kinerja Katalis ZSM-5 dalam Konversi Aseton menjadi
Hidrokarbon Aromatik. J. Simposium dan Kongres Teknologi Katalisis
Indonesia, ISSN-0216-4183.
Yoneda, Noriyuki. 2001. Recent Advances in Processes and Catalysts for The
Production of Acetic Acid. Journal of Applied Catalysis A: General 221. p.
253265.
52
Lampiran 1. Diagram produksi bioetanol
53
Lampiran 2. Peralatan yang digunakan untuk proses esterifikasi
54
Lampiran 3. Sampel hasil proses esterifikasi
(a) (b)
55
Lampiran 4. Kondisi Operasi GC-MS
Parameter Keterangan
Merk Alat Shimadzu QP 5050A
Temperatur Oven 60 oC
Waktu Equil. Oven 0,50 menit
Temperatur Injektor 300 oC
Temperatur Interface 320 oC
Gas Pembawa Nitrogen (N2)
Jenis Kolom DB5-MS
Panjang Kolom 30 m
Diameter Kolom 0,25 mm
Tekanan Kolom 100 kPa
Laju Alir Kolom 1,6 mL/min
Kecepatan Linier 46,4
Rasio Split 20
Total Laju Alir 36,6 mL/min
56
Lampiran 5. Data pengujian bilangan asam fraksi bawah dengan rasio reaktan
(asam asetat:1-heksena) 1:1
Penggunaan Bilangan
Bobot Bilangan
No. Katalis KOH-etanol Asam
Sampel Asam
0,1 N (Rata-rata)
1. H2SO4 5% 0,3054 g 27,8 mL 441,156 441,15
Blanko 0,1 mL
0,2088 g 16,0 mL 370,3809
2. H2SO4 10% 370,77
0,2136 g 16,4 mL 371,1661
Blanko 0,1 mL
0,2351 g 21,2 mL 434,4588
3. ZSM-5 5% 412,49
0,2146 g 18,4 mL 412,4996
Blanko 0,2 mL
0,2112 g 13,0 mL 315,1373
4. ZSM-5 10% 313,76
0,2084 g 13,5 mL 312,3833
Blanko 0,1 mL
0,2032 g 12,8 mL 303,6358
5. ZSM-5 15% 302,07
0,2037 g 12,7 mL 300,5218
Blanko 0,1 mL
57
Lampiran 6. Data pengujian bilangan asam fraksi bawah dengan katalis
H2SO4 5%
Penggunaan Bilangan
Rasio Bobot Bilangan
No. KOH-etanol Asam
Reaktan Sampel Asam
0,1 N (Rata-rata)
1. 1:1 0,3054 g 27,8 mL 441,156 441,15
Blanko 0,1 mL
0,2149 g 15,2 mL 341,7609
2. 1:2 340,12
0,2254 g 16,7 mL 338,7877
Blanko 1 mL
0,2110 g 15,4 mL 352,6882
3. 2:1 344,18
0,2159 g 15,9 mL 335,6723
Blanko 1 mL
0,2150 g 15,7 mL 352,9133
4. 3:1 344,29
0,2130 g 14,8 mL 335,6755
Blanko 0,1 mL
0,2140 g 15,8 mL 356,8353
5. 5:1 349,73
0,2030 g 14,4 mL 342,6272
Blanko 0,1 mL
58
Lampiran 7. Data pengujian bilangan asam fraksi bawah dengan katalis
ZSM-5 15%
Penggunaan Bilangan
Rasio Bobot Bilangan
No. KOH-etanol Asam
Reaktan Sampel Asam
0,1 N (Rata-rata)
0,2032 g 12,8 mL 303,6358
1. 1:1 302,07
0,2037 g 12,7 mL 300,5218
Blanko 0,1 mL
- - -
2. 1:2 -
- - -
Blanko -
0,2041 g 13,2 mL 290,7359
3. 2:1 289,72
0,2089 g 13,4 mL 288,7122
Blanko 1 mL
0,2258 g 14,3 mL 305,8766
4. 3:1 292,73
0,2450 g 14,2 mL 279,5978
Blanko 0,1 mL
0,2142 g 14,2 mL 319,8119
5. 5:1 319,89
0,2080 g 13,8 mL 319,9856
Blanko 0,1 mL
59
Lampiran 8. Data pengujian bilangan ester fraksi atas dengan rasio reaktan
(asam asetat:1-heksena) 1:1
Bilangan
Bobot Penggunaan Bilangan
No. Katalis Ester
Sampel H2SO4 0,25 N Ester
(Rata-rata)
1. H2SO4 5% 0,5087 g 19,0 mL 7,8211 7,82
Blanko 19,3 mL
0,5070 g 18,8 mL 10,4631
2. H2SO4 10% 9,13
0,5099 g 18,9 mL 7,8027
Blanko 19,2 mL
2,0078 g 23,8 mL 7,9827
3. ZSM-5 5% 9,54
2,0199 g 38,0 mL 11,1089
Blanko 24,3 mL; 39,4 mL
0,5070 g 18,8 mL 10,4631
4. ZSM-5 10% 10,49
0,5047 g 18,8 mL 10,5241
Blanko 19,2 mL
2,0918 g 32,0 mL 9,960
5. ZSM-5 15% 10,52
2,0221 g 38,0 mL 11,0968
Blanko 33,3 mL; 39,4 mL
60
Lampiran 9. Data pengujian bilangan ester fraksi atas dengan katalis H2SO4 5%
Bilangan
Rasio Bobot Penggunaan Bilangan
No. Ester
Reaktan Sampel H2SO4 0,25 N Ester
(Rata-rata)
1. 1:1 0,5087 g 19,0 mL 7,8211 7,82
Blanko 19,3 mL
0,5009 g 19,0 mL 7,9429
2. 1:2 7,87
0,5110 g 18,7 mL 7,7859
Blanko 19,3 mL; 18,9 mL
0,5038 g 0,9 mL 7,8771
3. 2:1 7,79
0,5142 g 27,0 mL 7,7178
Blanko 12,2 mL; 27,3 mL
0,5176 g 19,4 mL 7,6866
4. 3:1 7,68
0,5184 g 19,4 mL 7,6747
Blanko 19,7 mL
0,5063 g 19,2 mL 5,2388
5. 5:1 5,23
0,5064 g 19,2 mL 5,2377
Blanko 19,4 mL
61
Lampiran 10. Data pengujian bilangan ester fraksi atas dengan katalis
ZSM-5 15%
Bilangan
Rasio Bobot Penggunaan Bilangan
No. Ester
Reaktan Sampel H2SO4 0,25 N Ester
(Rata-rata)
2,0918 g 32,0 mL 9,960
1. 1:1 10,52
2,0221 g 38,0 mL 11,0968
Blanko
0,5127 g 18,1 mL 20,6936
2. 1:2 18,22
0,5049 g 18,3 mL 15,7600
Blanko 18,9 mL
0,5455 g 35,4 mL 17,3349
3. 2:1 16,35
0,5162 g 26,7 mL 15,3758
Blanko 36,1 mL; 27,3 mL
0,5092 g 18,8 mL 10,4179
4. 3:1 10,40
0,5108 g 18,8 mL 10,3853
Blanko 19,2 mL
0,5191 g 18,9 mL 7,6644
5. 5:1 7,72
0,5109 g 18,9 mL 7,7874
Blanko 19,2 mL
62
Lampiran 11. Hasil analisa FTIR terhadap senyawa 1-heksena pada frekuensi
4000-500 cm-1
63
Lampiran 12. Hasil analisa FTIR terhadap senyawa asam asetat pada frekuensi
4000-500 cm-1
64
Lampiran 13. Hasil analisa FTIR terhadap senyawa heksil asetat pada frekuensi
4000-500 cm-1
65
Lampiran 14. Hasil analisa FTIR terhadap sampel uji asam asetat:1-heksena (1:1)
dengan katalis H2SO4 5% pada frekuensi 4000-500 cm-1
66
Lampiran 15. Hasil analisa FTIR terhadap sampel uji asam asetat:1-heksena (1:2)
dengan katalis H2SO4 5% pada frekuensi 4000-500 cm-1
67
Lampiran 16. Hasil analisa FTIR terhadap sampel uji asam asetat:1-heksena (1:1)
dengan katalis ZSM-5 15% pada frekuensi 4000-500 cm-1
68
Lampiran 17. Hasil analisa FTIR terhadap sampel uji asam asetat:1-heksena (1:2)
dengan katalis ZSM-5 15% pada frekuensi 4000 - 500 cm-1
69
Lampiran 18. Hasil analisa GC sampel uji asetat:1-heksena (1:1) dengan katalis
H2SO4 5%
70
Lampiran 19. Hasil analisa MS sampel uji asetat:1-heksena (1:1) dengan katalis
H2SO4 5%
71
Lampiran 20. Hasil analisa GC sampel uji asetat:1-heksena (1:1) dengan katalis
ZSM-5 5%
72
Lampiran 21. Hasil analisa MS sampel uji asetat:1-heksena (1:1) dengan katalis
ZSM-5 5%
73
Lampiran 22. Hasil analisa GC sampel uji asetat:1-heksena (1:1) dengan katalis
ZSM-5 15%
74
Lampiran 23. Hasil analisa MS sampel uji asetat:1-heksena (1:1) dengan katalis
ZSM-5 15% (Puncak 1)
Puncak 1
75
Lampiran 24. Hasil analisa MS sampel uji asetat:1-heksena (1:1) dengan katalis
ZSM-5 15% (Puncak 2)
Puncak 2
76
Lampiran 25. Hasil analisa MS sampel uji asetat:1-heksena (1:1) dengan katalis
ZSM-5 15% (Puncak 3)
Puncak 3
77
Lampiran 26. Pola fragmentasi heksil asetat
O O
+
O
O
m/z = 43 m/z = 101
m/z = 144
- 60
+ O
m/z = 84 m/z = 43
m/z = 101
penataan ulang
+
H
m/z = 42 m/z = 42
CH3
m/z = 84
78
Lampiran 27. Pola pemisahan spin untuk proton-proton dalam heksil asetat pada
1
H-NMR
2.01
O
1.29 1.57
0.96
O
5 4 3 2 1 0
PPM
79