Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Dinamika Pelaksanaan Pemilu Di Indonesia

Dosen Pengampuh:
Muhammad Lutfi, S.Ip.,M.A

OLEH:
KELOMPOK 4

1. ANDI MUH. YUSRIL ZARDAR (1921063)


2. FITRI FEBRIYANTI (1921077)
3. REZA MAHENDRA (1921084)
4. MUH.ZAKI FAUZAN NUR (1921079)
5. SULKIFLI (1921076)

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SINJAI

2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Rabb pemilik seluruh alam. Shalawat
teriring salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
beserta para keluarga, sahabat dan umatnya yang mengikuti hingga akhir zaman.
Sebuah anugerah terbesar dari Allah SWT, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah “Dinamika Pelaksanaan Pemilu di Indoensia”.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak
membantu sehingga dapat terselesaikannya makalah ini dengan baik. Penulis menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh
karena itu saran dan kritik dari semua pihak sangat diharapkan.
Akhir kata semoga makalah ini bermanfaat.
Sinjai, Mei 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Sampul........................................................................................................................i
Kata Pengantar...........................................................................................................ii
Daftar Isi.....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
C. Tujuan Masalah..............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pemilu............................................................................................................3
B. Sejarah Pemilu Indonesia..............................................................................5
C. Dinamika Pelaksanaan Pemilu (Pemilu Luber dan Jurdil di Indonesia)........9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan....................................................................................................14
B. Saran...............................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia telah memiliki pengalaman panjang dalam penyelenggaraan pemilihan
umum (pemilu), baik yang diselenggarakan dalam rejim pemerintahan yang otoritarian
ataupun demokratis. Pemilu pertama diselenggarakan pada tahun 1955 untuk memilih
anggota DPR dan Konstituante. Banyak pihak menilai bahwa Pemilu 1955
diselenggarakan secara demokratis (Feith 1999). Pemilu 1955 kemudian melahirkan tata
politik yang kemudian dikenal secara populer dengan sebutan “periode demokrasi
parlementer” atau “periode demokrasi liberal”. Dalam kurun waktu 32 tahun (1966-
1998), Indonesia berada dalam periode pemerintahan Orde Baru dengan watak dan
karakter rejim otoritarian yang mendominasi sistem politik dan pemerintahan. Rejim
Orde Baru telah menyelenggarakan Pemilihan Umum pada tahun 1971, 1977, 1982,
1987, 1992, dan 1997 (Liddle 1992). Namun demikian, penyelenggaraan pemilupemilu
tersebut masih jauh dari nilai-nilai demokrasi (Haris 1998). Rekayasa, intimidasi,
minimnya kontestasi, dan ketidaksetaraan di antara peserta pemilu menjadi sebagian
dari karakter penyelenggaraan pemilupemilu selama periode Orde Baru.
Pemilu pertama yang diselenggarakan oleh pemerintahan Orde Baru dilakukan
pada tahun 1971 dan mengikutsertakan 10 Parpol. Namun, setelahnya, pemerintah
menerapkan kebijakan fusi Parpol di tahun 1973 dengan memaksa Parpol-Parpol
berideologi Islam bergabung ke dalam PPP (Partai Persatuan Pembangunan) (Haris
1991). Sementara itu Parpol-Parpol yang berideologi nasionalis dan Kristen untuk
bergabung ke dalam PDI (Partai Demokrasi Indonesia) (Lay 2010). Pemerintah sendiri
kemudian memperkuat Golkar (Golongan Karya) sebagai sebuah mesin politik bagi
penguasa dengan melibatkan aktor militer dan birokrasi (Suryadinata 1992). Kebijakan
fusi kemudian diikuti oleh kebijakan asas tunggal dan kebijakan massa mengambang
untuk seluruh Parpol di tahun 1985. Tidak mengherankan jika kemudian Golkar selalu
menjadi pemenang di setiap pemilu pada era Orde Baru.
Bagi pemerintah Orde Baru, pemilu hanya merupakan instrumen politik untuk
mendapat legitimasi kekuasaan. Pasca Orde Baru, Indonesia telah berhasil
menyelenggarakan pemilu dengan mengedepankan prinsip langsung, umum, bebas,

1
rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali secara berkala. Pemilu pertama di periode
Reformasi ini diselenggarakan pada tahun 1999 dan disusul dengan secara rutin setiap
lima tahunan di tahun 2004, 2009, 2014 dan 2019. Sejak Pemilu 2004, Indonesia
menyelenggarakan dua jenis pemilu yang baru, yakni pemilu presiden/wakil presiden
secara langsung dan pemilu DPD (Dewan Perwakilan Daerah) sebagai bagian dari
pemilu legislatif. Sebelumnya, hanya dikenal pemilu legislatif untuk memilih anggota
DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Bahkan, sejak tahun 2005,
Indonesia juga telah menyelenggarakan pemilihan kepala daerah/wakil kepala daerah
(Pilkada) secara langsung untuk memilih Gubernur/Wakil Gubernur di tingkat Provinsi
dan Bupati/Wakil Bupati di tingkat kabupaten serta Walikota/Wakil Walikota di tingkat
kota. Atas dasar pertimbangan efektifitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemilu,
Indonesia juga telah melaksanakan Pilkada secara serentak pada tahun 2015, 2017, dan
2018. Pada Pemilu 2019, Indonesia juga telah menyelenggarakan pemilu secara
serentak untuk lima jenis pemilu, yakni pemilu Presiden/Wakil Presiden (pemilu
eksekutif) dan pemilu untuk memilih anggota DPR RI, DPD, DPRD Provinsi dan
DPRD Kabupaten/Kota (pemilu legislatif).

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah: bagaimana dimanika
pemilu di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah:Memahami dimanika pemilu di
Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemilu
Pada hakekatnya menurut Ali Murtopo, pemilihan umum adalah sarana yang
tersedia bagi rakyat untuk menajlankan kedaulatannya dan merupakan lembaga
demokrasi. Pemilihan umum menurut Manuel Kaisiepo memang telah menjadi tradisi
penting hampir-hampir disakralkan dalam berbagai sistem politik dunia. Lebih lanjut
dikatakannya pemilihan umum penting karena berfungsi memberi legitimasi atas
kekuasaan yang ada dan bagi rezim baru, dukungan dan legitimasi inilah yang dicari.
Berbeda dengan Konstitusi RIS dan UUDS 1950, UUD 1945 dalam pasal-pasalnya
tidak secara jelas mengatur tentang pemilihan umum. Ketentuan-tentang pemilihan itu
hanya berkembang dari :
1. Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan “kedaulatan ada di tangan rakyat
dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Syarat kedaulatan rakyat adalah
Pemilihan Umum.
2. Pasal 7 UUD 1945 yang menyatakan, Presiden dan Wakil Presiden memegang
jabatannya selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali.
3. Penjelasan Pasal 3 UUD 1945 yang menyatakan sekali dalam lima tahun Majelis
memerhatikan segala hal yang terjadi Dari butir 2 dan 3 dapat dikembangkan
bahwa pemilu di Indonesia dilaksanakan sekali dalam lima tahun. 4. Pasal 19
UUD 1945, susunan DPR ditetapkan dengan undang-undang.
Salah satu wujud demokrasi adalah dengan Pemilihan Umum. Dalam kata lain,
Pemilu adalah pengejawantahan penting dari demokrasi prosedural. Berkaitan dengan
ini, Samuel P. Huntington dalam Sahid Gatara menyebutkan bahwa prosedur utama
demokrasi adalah pemilihan para pemimpin secara kompetitif oleh rakyat yang bakal
mereka pimpin. Selain itu, Pemilu sangat sejalan dengan semangat demokrasi secara
subtansi atau demokrasi subtansial, yakni demokrasi dalam pengertian pemerintah yang
diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya, rakyatlah yang
memegang kekuasaan tertinggi.
Pemilu adalah lembaga sekaligus prosedur praktik politik untuk mewujudkan
kedaulatan rakyat yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan

3
(representative government). Secara sederhana, Pemilihan Umum didefinisikan sebagai
suatu cara atau sarana untuk menentukan orang-orang yang akan mewakili rakyat dalam
menjalankan pemerintahan. Dalam pemilihan umum, biasanya para kandidat akan
melakukan kampanye sebelum pemungutan suara dilakukan selama selang waktu yang
telah dientukan. Dalam kampanye tersebut para kandidat akan berusaha menarik
perhatian masyarakat secara persuasive.
Umumnya negara-negara modern (modern dale) yang menganut demokrasi
konstitusional (negara hukum yang demokratis) dalam konstitusinya mengatur tentang
pemilihan umum. Kalau negara tersebut menganut sistem pemerintahan parlementer,
maka pemilihan umum yang, diatur dalam konstitusi tersebut adalah untuk memilih
wakil-wakil rakyat di lembaga perwakilan, sedangkan apabila negara itu menganut
sistem presidensial yang murni, umumnyapemilihan umum tersebut diselenggarakan
untuk memilih Presiden (Kepala eksekutif) dan wakil-wakil rakyat pada lembaga
perwakilan.
Pemilu merupakan ciri utama negara yang demokratis. Demokrasi adalah tujuan
negara yang dicita-citakan bersama, sementara Pemilu adalah salah satu cara untuk
mencapai tujuan itu. Pemilu sebagai sarana kedaulatan rakyat untuk memilih wakil-
wakil, mandataris rakyat untuk mengelola negara, merumuskan kebijakan publik,
melindungi dan melayani rakyatnya untuk usaha mencapai cita-cita demokrasi yaitu
masyarakat adil dan makmur. Selama ini cara pandang memahami demokrasi tidaklah
selalu sama oleh masing-masing negara. Ada negara yang tidak melaksanakan Pemilu
namun tetap mengklaim sebagai negara demokrasi. Sebaliknya ada negara yang
cenderung tidak demokratis namun tetap melaksanakan pemilihan umum. Korea Utara
yang dikenal dengan kekuasaan otoriter tetap melaksanakan Pemilu secara periodik
(Gaffar 2006). Pemilu di sana dilaksanakan sekedar untuk melegitimasi kekuatan politik
yang sedang berkuasa
Berdasarkan uraian dan pendapat para ahli tersebut di atas maka
dapatdirumuskan bahwa pemilihan umum adalah merupakan perlu undangundang dari
suatu pemerintahan yang demokratis yang diletakkan pada kekuasaan rakyat. Tatanan
konstitusi Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 merujuk pada pemerintahan
kepresidenan. Artinya presiden adalah kepala pemerintahan sekaligus kepala
negara.Fokus pemilu adalah untuk memilih seorang presiden. Berdasarkan kepada

4
kekuasaan rakyat tentunya juga harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip dari suatu
negara hukum karena para wakil rakyat yang duduk dalam lembaga-lembaga
permusyawaratan atau perwakilan rakyat itu dalam menyelenggarakan pemerintahan
juga dibatasi oleh ketentuan-ketentuan dari Konstitusi atau Undang-undang Dasar.

B. Sejarah Pemilu Indonesia


1. Pemilu 1955
Pemilu 1955 merupakan pemilu yang tertunda karena faktor belum adanya
undang-undang, tidak stabilnya keamanan, serta fokus pemerintah dan rakyat
mempertahankan kedaulatan. Baca juga: Fakta-fakta Pemilu Presiden, Legislatif, dan
Kepala Daerah yang Akan Digelar pada 2024 Pemilu dilaksanakan dua kali yaitu untuk
memilih anggota DPR pada 29 September 1955 dan pemilihan anggota Konstituante
pada 25 Desember 1955. Pemilu 1955 diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan lebih
dari seratus daftar kumpulan dan calon perseorangan Pemilu ini adalah pemilu pertama
yang berhasil dilaksanakan secara demokratis dan dijadikan pedoman bagi pelaksanaan
pemilu selanjutnya. Melansir laman kpu.go.id, ada 5 Juli 1959 Soekarno mengeluarkan
Dekrit Presiden di mana UUD 1945 dinyatakan sebagai Dasar Negara, serta
penggantian Konstituante dan DPR hasil Pemilu dengan DPR-GR. Adapun kabinet
yang ada diganti dengan Kabinet Gotong Royong dan Ketua DPR, MPR, BPK dan MA
diangkat sebagai pembantu Soekarno dengan jabatan menteri.
2. Pemilu 1971
Pemilu kedua seharusnya dilangsungkan pada tahun 1958 namun baru
berlangsung pada tahun 1971 karena masalah keamanan. Pemilu ini berlangsung untuk
memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD). Melansir laman Kemendikbud, pemilu 1971 diikuti 10 partai politik
dan 1 ormas, yaitu NU, Parmusi, PSII, PERTI, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik,
Partai Murba, IPKI, PNI, serta Golkar. Hasil Pemilu 5 Juli 1971 itu menyatakan Golkar
sebagai pemilik suara mayoritas diikuti NU, PNI, dan Parmusi. Pemilu ini kemudian
diikuti oleh Sidang Umum MPR pada bulan Maret tahun 1973 yang melantik Soeharto
dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

5
3. Pemilu 1977
Pemilu ketiga berlangsung pada tahun 1977 menandai dimulainya kegiatan
pemilihan umum secara periodik tiap lima tahun. Pemilu ini dilaksanakan pada masa
Orde Baru untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pemilu dilaksanakan serentak pada 2 Mei 1977
dengan diikuti dua partai yang merupakan hasil fusi atau peleburan partai politik peserta
Pemilu 1971 dan stu ormas, yaitu: Partai Persatuan Pembangunan (PPP), fusi dari NU,
Parmusi, Perti, dan PSII Partai Demokrasi Indonesia (PDI), fusi dari PNI, Parkindo,
Partai Katolik, Partai IPKI, dan Partai Murba Golongan Karya (Golkar) Dalam pemilu
ini Golkar menjadi pemenang dengan jumlah suara mayoritas disusul PPP dan PDI.
Pemilu ini kemudian diikuti oleh Sidang Umum MPR yang melantik kembali Soeharto
yang didampingi H. Adam Malik Batubara menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
4. Pemilu 1982, 1989, 1992, dan 1997
Setelahnya, pada masa Orde Baru kegiatan pemilihan umum secara periodik tiap
lima tahun. Pemilihan dilakukan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sementara Presiden dan Wakil
Presiden ditentukan dari hasil Sidang Umum MPR. Peserta pemilu 1982, 1989, 1992,
dan 1997 sama yaitu Golkar, PPP dan PDI, dan selama masa pemilu ini Golkar selalu
memenangkan suara terbanyak. Dalam Sidang Umum MPR, Soeharto juga kembali
terpilih menjadi Presiden dan membuatnya terus menjabat selama 32 tahun. Walau
begitu, wakil presiden yang mendampingi setiap periode berganti mulai dari Umar
Wirahadikusumah, Sudharmono, Try Sutrisno, hingga Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie
5. Pemilu 1999
Digulingkannya pemerintahan Presiden Soeharto membuat pemilu dipercepat,
dari yang semula dijadwalkan pada 2002 terpaksa dilangsungkan pada tahun 1999.
Pemilu yang berlangsung pada 7 Juni 1999 menjadi sejarah pemilu pertama di masa
reformasi. Berbeda dengan pemilu sebelumnya, di tahun 1999 ada 48 partai yang ikut
dalam pesta demokrasi ini. Partai peserta Pemilu 1999 adalah: Partai Indonesia Baru,
Partai Kristen Nasional Indonesia, Partai Nasional Indonesia Supeni, Partai Aliansi
Demokrat Indonesia, Partai Kebangkitan Muslim Indonesia, Partai Umat Islam, Partai
Kebangkitan Umat, Partai Masyumi Baru, Partai Persatuan Pembangunan, Partai
Syarikat Islam Indonesia, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Abul Yatama,

6
Partai Kebangsaan Merdeka, Partai Demokrasi Kasih Bangsa, Partai Amanat Nasional,
Partai Rakyat Demokratik, Partai Syarikat Islam Indonesia 1905, Partai Katolik
Demokrat, Partai Pilihan Rakyat, Partai Rakyat Indonesia, Partai Politik Islam Indonesia
Masyumi, Partai Bulan Bintang, Partai Solidaritas Pekerja, Partai Keadilan, Partai
Nahdlatul Umat, Partai Nasional Indonesia - Front Marhaenis, Partai Ikatan Pendukung
Kemerdekaan Indonesia, Partai Republik, Partai Islam Demokrat, Partai Nasional
Indonesia - Massa Marhaen, Partai Musyawarah Rakyat Banyak, Partai Demokrasi
Indonesia, Partai Golongan Karya, Partai Persatuan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai
Uni Demokrasi Indonesia, Partai Buruh Nasional, Partai Musyawarah Kekeluargaan
Gotong Royong, Partai Daulat Rakyat, Partai Cinta Damai, Partai Keadilan dan
Persatuan, Partai Solidaritas Pekerja Seluruh Indonesia, Partai Nasional Bangsa
Indonesia, Partai Bhineka Tunggal Ika Indonesia, Partai Solidaritas Uni Nasional
Indonesia, Partai Nasional Demokrat, Partai Ummat Muslimin Indonesia, Partai Pekerja
Indonesia. Dari 48 partai tersebut hanya 21 partai yang mendapatkan kursi di DPR dan
PDI-P keluar sebagai pemenang mayoritas suara. Kemudian dari hasil Sidang Umum
MPR, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Ketua Umum PDI-P Megawati
Soekarnoputri dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden yang terpilihi. Pasangan
Abdurrahman Wahid - Megawati Soekarnoputri kemudian digantikan oleh pasangan
Megawati Soekarnoputri - Hamzah Haz dari Sidang Istimewa MPR RI, 23 Juli 2001.
6. Pemilu 2004
Pada pemilu 2004 kembali tercatat sejarah baru di mana Presiden dan Wakil
Presiden bisa dipilih langsung oleh warga negara Indonesia. Sistem baru ini
berlangsung dengan dibentuknya penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, yaitu
Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pelaksanaannya adalah Pemilu DPR, DPD dan DPRD
pada 5 April 2004, dilanjutkan dengan Pemilu Presiden 5 Juli 2004 (putaran I) dan 20
September 2004 (putaran II). Pelaksanaan pemilu 2004 dilakukan bertahap dengan 24
partai politik sebagai peserta. Pemilu 2004 memberlakukan sistem electoral threshold
sebesar tiga persen perolehan suara Pemilu 1999. Partai peserta Pemilu 2004 adalahi:
PDI-P, PPP, PKB, Golkar, PAN, PBB, PKS, Partai Nasional Indonesia Marhaenisme,
Partai Buruh Sosial Demokrat, Partai Merdeka, Partai Persatuan Demokrasi
Kebangsaan, Partai Perhimpunan Indonesia Baru, Partai Nasional Banteng
Kemerdekaan, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, Partai Penegak Demokrasi

7
Indonesia, Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia, Partai Karya Peduli Bangsa,
Partai Bintang Reformasi, Partai Damai Sejahtera, Partai Patriot Pancasila, Partai
Sarikat Indonesia, Partai Persatuan Daerah, Partai Pelopor. Hasil pemilu 2004
menyatakan Golkar keluar menjadi pemenang, sementara Susilo Bambang Yudhoyono
dan Jusuf Kalla terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
7. Pemilu 2009
Pemilu 2009 dilakukan dengan metode yang sama dari tahun sebelumnya
dengan beberapa penyesuaian. Salah satunya adalah penggantian ketentuan electoral
threshold pada pemilu sebelumnya dengan parliamentary threshold sebesar 2,5 persen.
Pelaksanaannya adalah Pemilu DPR, DPD dan DPRD pada 9 April 2009, dilanjutkan
dengan Pemilu Presiden pada 8 Juli 2009. Pemilu ini diikuti 38 partai dengan hanya 9
partai yang lolos parliamentary threshold yaitu Demokrat, Golkar, PDI-P, PKS, PAN,
PPP, PKB, Gerindra dan Hanura. Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih pada saat
itu adalah Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono.
8. Pemilu 2014
Pemilu 2009 tidak berbeda jauh dari tahun sebelumnya dengan pelaksanaan
Pemilu DPR, DPD dan DPRD pada 9 April 2014 (dalam negeri) dan 30 Maret sampai 6
April 2014 (luar negeri). Sementara Pemilu Presiden dilaksanakan satu putaran pada 9
Juli 2014. Pemilu 2014 diikuti oleh 12 partai yakni PDI-P, Golkar, Demokrat, PKB,
PPP, PAN, PKS, Gerindra, Hanura, Nasdem, PBB, dan PKPI. Dari 12 partai itu, hanya
10 partai yang memenuhi parliamentary threshold sebesar 3,5 persen perolehan suara
yaitu PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB, PAN, PKS, Nasdem, PPP,
dan Hanura. Joko Widodo dan Jusuf Kalla terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden
pada Pemilihan Presiden 2014.
9. Pemilu 2019
Pemilu 17 April 2019 diikuti oleh 14 partai politik nasional dan 4 partai politik
lokal Aceh. Sembilan partai dinyatakan lolos ke Senayan yaitu PDI-P, Gerindra, Golkar,
PKB, NasDem, PKS, Demokrat, PAN, dan PPP. Adapun tujuh partai meraih suara di
bawah ambang batas parlemen, yaitu Perindo, Berkarya, PSI, Hanura, PBB, PKPI, dan
Garuda. Joko Widodo dan Ma’ruf Amin terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden
pada Pemilihan Presiden 2019.

8
C. Dinamika Pelaksanaan Pemilu (Pemilu Luber dan Jurdil di Indonesia)
Pemilu merupakan ciri utama negara yang demokratis. Demokrasi adalah tujuan
negara yang dicita-citakan bersama, sementara Pemilu adalah salah satu cara untuk
mencapai tujuan itu. Pemilu sebagai sarana kedaulatan rakyat untuk memilih wakil-
wakil, mandataris rakyat untuk mengelola negara, merumuskan kebijakan publik,
melindungi dan melayani rakyatnya untuk usaha mencapai cita-cita demokrasi yaitu
masyarakat adil dan makmur. Selama ini cara pandang memahami demokrasi tidaklah
selalu sama oleh masing-masing negara.
Ada negara yang tidak melaksanakan Pemilu namun tetap mengklaim sebagai
negara demokrasi. Sebaliknya ada negara yang cenderung tidak demokratis namun tetap
melaksanakan pemilihan umum. Korea Utara yang dikenal dengan kekuasaan otoriter
tetap melaksanakan Pemilu secara periodik (Gaffar 2006). Pemilu di sana dilaksanakan
sekedar untuk melegitimasi kekuatan politik yang sedang berkuasa. Pemilu bukanlah
satu-satunya instrumen dalam negara demokrasi. Namun, Pemilu tetaplah merupakan
instrumen demokrasi yang paling utama. Pemilu melekat dengan kedaulatan rakyat,
sedangkan demokrasi menjadikan rakyat sebagai bagian utama dan tak terpisahkan
dalam proses itu.
Bisa saja Pemilu itu berjalan tidak demokratis, namun negara demokrasi tanpa
Pemilu adalah hal yang tidak lazim. Pemilu adalah sebuah sistem, dimana suatu proses
yang bekerjanya subsistem dengan subsistem lainnya. Hasil (output) Pemilu sebagai
salah satu bagian dari sistem membutuhkan legitimasi atau pengakuan rakyat sebagai
sumber kekuasaan. Pemilu mengklaim dapat membentuk sistem yang memaksa atau
mendorong pembuat Undang-Undang agar memperhatikan aspirasi rakyatnya.
Konsensus kolektif menghendaki Pemilu yang kompetitif, lebih dari sekedar fungsi
lainnya, akan melahirkan negara yang memiliki sistem politik demokratis (Powell
2000).
Pemilu tidak hanya sekedar dilaksanakan secara periodik namun Pemilu
mengandung makna penting bahwa kedaulatan itu berada di tangan rakyat. Rakyat
menjadi instrumen terpenting dalam proses Pemilu itu, sebab yang menerima dampak
secara langsung dari Pemilu itu adalah rakyat itu sendiri. Rakyat tidak sekedar memiliki
hak untuk memilih siapa saja yang dikehendakinya namun dituntut pula sebuah

9
kewajiban politik agar memilih calon yang nilai cakap, berkualitas, berpengalaman
sebagai representasi politiknya.
Pemilihan umum merupakan sarana memobilisasi dan menggalang dukungan
rakyat terhadap negara dan pemerintah dengan jalan ikut serta dalam proses politik
(Surbakti 2010) Pemilu akan menentukan apakah sebuah negara berhasil mewujudkan
citacita demokrasi yakni kesejahteraan dan kemakmuran rakyat atau sebaliknya. Hasil
atau dampak Pemilu akan sangat tergantung pada apakah tata kelola Pemilu itu
berproses dengan baik atau tidak. Pengalaman di sejumlah negara menunjukkan bahwa
ternyata Pemilu itu tidak memberikan perubahan apapun. Pemilu hanyalah sekedar
melegitimasi kekuasaan lama atau sekedar melahirkan perubahan struktur kekuasaan.
Pemilu yang demikian adalah Pemilu yang kehilangan roh demokrasi (Gaffar,
2012). Akibat dari itu negaranya tetap terlilit kemiskinan, kebodohan dan ketertinggalan
karena calon terpilih dalam pemilu ternyata tidak cakap menjalankan fungsi-fungsi
legislatif dan eksekutif. Ada negara mengalami konflik berkepanjangan bahkan yang
terparah ketika pasca Pemilu negara itu bubar.
Dengan demikian tidak selamanya negara yang melaksanakan Pemilu dapat
disebut juga sebagai negara demokratis. Pemilu curang, penuh rekayasa, intimidasi dan
manipulasi tidak bisa disetarakan dengan nilai dan prinsip demokrasi. Pemilu dan
demokrasi dapat disetarakan apabila kebebasan politik rakyat dipastikan terjamin serta
kewajiban semua unsur untuk melaksanakannya secara berintegritas. Itulah sebanya
Pemilu di Indonesia menganut asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil
(luber dan jurdil).
Penggunaan istilah luber dan jurdilsebagai asas Pemilu bukan hal yang baru
berlaku pada Pemilu saat ini. Dalam Pemilu tahun 1971, seperti yang dicantumkan
dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-
anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan.
Rakyat, asas ini sudah dijadikan hal fundamental. Namun jauh sebelumnya, di
saat pemilihan Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat tahun
1955, UU Nomor 7 tahun 1953 menyebutkan enam asas Pemilu yakni jujur,
berkesamaan, langsung, umum, bebas dan rahasia. Asas berkesamaan sesuai penjelasan
dalam UU ini dimaksudkan agar hak suara yang dimiliki oleh peserta Pemilu memiliki
kesamaan dalam jumlahnya yakni hanya satu suara saja. Untuk mendukung asas ini

10
maka setiap warga negara yang telah memilih diberi tanda khusus pada bagian tubuhnya
sehingga ia tidak bisa melakukan pemilihan secara berulangulang.
Tanda yang digunakan di Indonesia biasanya adalah jari tersebut dimasukkan ke
dalam tinta biru/hitam. Pasca tumbangnya rejim pemerintahan Orde Baru, MPR sebagai
lembaga tertinggi negara pada saat itu mengeluarkan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XIV/MPR/1998 tentang
Perubahan dan Tambahan Atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Nomor III/MPR/1998 tentang Pemilihan Umum. Ketetapan ini kemudian
menjadi salah satu dasar dikeluarkannya UU nomor 3 tahun 1999 tentang Pemilihan
Umum. Asas Pemilu sebagaimana Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa Pemilu
diselenggarakan secara demokratis dan transparan, jujur dan adil dengan mengadakan
pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas dan rahasia.
Pemilu yang dilaksanakan tahun 2004 menggunakan UU Nomor 12 Tahun 2003
Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 2 dalam UU itu menyebutkan
bahwa Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur,
dan adil. Keenam asas ini berlaku hingga Pemilu saat ini.

Terdapat tiga hal utama yang akan dielaborasi dalam Pemilu yang luber dan
jurdil di Indonesia, yakni (1) pemahaman tentang makna yang dimaksud; (2) mengapa
harus menerapkan asastersebut; dan (3) bagaimana mewujudkan asas tersebut dalam
pelaksanaan Pemilu di Indonesia.
Pemilu berintegritas dan demokratis akan terwujud apabila asas-asas Pemilu
dapat diimplementasikan dengan baik. Asas ini harus tercermin dalam setiap
penyusunan UU ataupun peraturan lain tentang Pemilu, harus menjadi pedoman

11
masing-masing pemangku kepentingan Pemilu seperti Parpol, calon, pemilih,
penyelenggara, pemerintah, media atau oleh siapa saja yang berkaitan dengan proses
Pemilu.

12
Pada tabel di atas menjelaskan bahwa terwujudnya Pemilu luber dan jurdil
merupakan tanggung jawab bersama. Pelaksanaan Pemilu memang menjadi tanggung
jawab penyelenggara, namun untuk mewujudkan Pemilu berkualitas dibutuhkan
tanggung jawab bersama. Materi UU Pemilu yang mencakup tujuan Pemilu, hak dan
kewajiban komponen Pemilu (peserta, penyelenggara, pemilih, pemerintah dan
masyarakat) serta proses Pemilu wajib memenuhi aspek-aspek yang terkadung dalam
asas Pemilu.
UU atau pengaturan Pemilu lainnya harus memastikan apakah semua unsur
masyarakat memiliki kemudahan akses yang sama dan memungkinkan memilih secara
langsung. Segala tindakan yang berpotensi menghalangi masyarakat memilih secara
langsung sedapat mungkin diantisipasi oleh segala bentuk pengaturan Pemilu. UU dan
pengaturan Pemilu harus mengatur agar semua warga negara yang memiliki hak pilih
dapat dengan mudah terdata dalam daftar pemilih kemudian pemilik hak pilih dapat
dengan leluasa mencoblos di TPS. Tata kelola pendataan pemilih perlu penguatan
tanggung jawab antara pemerintah, penyelenggara, peserta dan pemilih. Kelalaian
dalam tanggung jawab harus ditindaklanjuti dengan pemberlakuan sanksi. Untuk
mewujudkan asas Pemilu ini, harus juga dipastikan bahwa Pemilu dapat dilakukan
dalam waktu yang sama, serentak di seluruh tanah air.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemilu akan menentukan apakah sebuah negara berhasil mewujudkan citacita
demokrasi yakni kesejahteraan dan kemakmuran rakyat atau sebaliknya. Hasil atau
dampak Pemilu akan sangat tergantung pada apakah tata kelola Pemilu itu berproses
dengan baik atau tidak. Pengalaman di sejumlah negara menunjukkan bahwa ternyata
Pemilu itu tidak memberikan perubahan apapun. Pemilu hanyalah sekedar melegitimasi
kekuasaan lama atau sekedar melahirkan perubahan struktur kekuasaan. Pemilu yang
demikian adalah Pemilu yang kehilangan roh demokrasi.

B. Saran
Substansi Pemilu berintegritas sebagaimana menjadi norma-norma global
universal Pemilu dan asas-asas Pemilu luber jurdil bisa dikatakan saling kelindan
menjadi patokan kolektif yang mengikat penyelenggara, peserta Pemilu, pemerintah dan
publik/masyarakat untuk mewujudkan Pemilu yang genuine. Pemilu genuine ditandai
dengan Pemilu yang free and fair, dan tidak ada toleransi bagi bentuk-bentuk
pelanggaran Pemilu, seperti ancaman, kekerasan, manipulasi, jual beli suara,
diskriminasi dan keberpihkan penyelenggara. Karena itu, Pemilu berintegritas akan
memperkuat legitimasi Pemilu di mata masyarakat politik nasional dan internasional

14
DAFTAR PUSTAKA

Aditya perdana, benget manahan silitonga, ferry daud m. Liando, ferry kurnia
rizkiyansyah, kris nugroho, mada sukmajati, pramono u. Tanthowi, titi
anggraini. 2019. Tata Kelola Pemilu Di Indonesia. Jakartta: Komisi
Pemilihan Umum Republik Indonesia
Haris, Syamsuddin (Ed.). 1998. Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia dan PPW-LIPI.
Isra, Saldi dan Khairul Fahmi. 2019. Pemilihan Umum Demokratis. Dalam Putusan
Mahkamah Konstitusi RI 2003-2019. Jakarta: Rajawali Pers
Mashudi, pengertian-Pengerlian Alendasar Kedudukan Hukum Pemilihan umum di
Indonesia Metrul Undang-Undang Dasar 1945, Mandar Maju, Bandung1993

15

Anda mungkin juga menyukai