Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HUKUM TATA NEGARA


“Pemilihan Umum di Indonesia”

Oleh: Ahmad Fauzan (19011020)


Semester : II (dua) Pagi
Fakultas : Hukum
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Siti Afiyah, S.H., M.H
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM
LAMONGAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan nikmat,
rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pemilihan Umum di Indonesia” dengan tepat waktu. Tidak lupa kami menyampaikan rasa
terima kasih kepada dosen pengampu yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan
makalah ini.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Tata
Negara. Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam menambah pengetahuan
dan wawasan tentang pemilu di Indonesia.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, dengan sepenuh hati kami
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak guna
meningkatkan dan memperbaiki dalam pembuatan makalah selanjutnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi setiap pihak
terutama bagi pembaca dan apabila terdapat kata yang tidak berkenan kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Lamongan, 23 Februari 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................i


DAFTAR ISI .....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................2
1.3 Tujuan.....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Tujuan Pemilu .............................................................................3
2.2 Sejarah Pemilu di Indonesia...................................................................................5
2.3 Lembaga Penyelenggara Pemilu............................................................................8
2.4 Sistem Pemilu.........................................................................................................8
2.5 Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu....................................................................10
BAB III PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan ..........................................................................................................14
3.2 Saran ....................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang
Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang, sekaligus
tolak ukur dari sebuah demokrasi. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam
suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap
mencerminkan walaupun tidak begitu akurat, partisipasi dan kebebasan masyarakat.
Sekalipun demikian, disadari bahwa pemilihan umum (PEMILU) tidak merupakan satu-
satunya tolak ukur dan perlu dilengkapi dengan pengukuran beberapa kegiatan lain yang
lebih bersifat berkesinambungan, seperti partisipasi dalam kegiatan partai, lobbying, dan
sebagainya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengertian dan tujuan pemilu?
2. Bagaimana sejarah pemilu di Indonesia?
3. Apa lembaga-lembaga penyelenggara pemilu?
4. Bagaimana sistem pemilu?
5. Bagaimana penyelesaian sengketa hasil pemilu?
1.3 Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas hukum tata negara
2. Untuk mengetahui bagaimana pemilu di Indonesia
3. Untuk mengetahui sejarah pemilu di Indonesia
4. Untuk menambah wawasan dalam hal pemilu di Indonesia

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pemilu
Berikut ini adalah definisi pemilu menurut ahlinya.
1. Ali Moertopo
Pengertian pemilu menurut Ali Moertopo adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk
menjalankan kedaulatannya sesuai engan azas yang bermaktub dalam Pembukaan UUD
1945.
2. Suryo Untoro
Pengertian pemilu menurut Suryo Untoro adalah suatu pemilihan yang dilakukan oleh warga
negara Indonesia yang memiliki hak pilih untuk memilih wakil-wakilnya yang duduk dalam
badan perwakilan rakyat.

3. Ramlan
Pengertian pemilu menurut Ramlan adalah mekanisme penyeleksian dan pendelegasian atau
pencerahan kedaulatan kepaa orang atau parta yang dipercayai.

4. Morissan (2005:17)
Pengertian pemilu menurut Morissan adalah cara atau sarana untuk mengetahui keinginan
rakyat mengenai arah dan kebijakan negara kedepan. Paling tidak ada tigak macam tujuan
pemilihan umum, adalah:
Sangat mungkin ada peralihan pemerintahan secara aman dan tertib
Untuk melakukan kedaulatan rakyat dalam rangka melakukan hak asasi warga Negara
5. Harris G
Pengertian pemilu menurut Harris G adalah Elections are the accostions when citizens choose
their officials and decide, what they want the government to do, and these decisions citizens
determine what rights they want to have and keep.

6. Wikipedia
Pengertian pemilu menurut Wikipedia adalah proses memilih orang untuk mengisi jabatan-
jabatan politik tertentu.

7. KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

4
Pengertian pemilu menurut KBBI adalah pemilihan yang dilakukan serentak oleh seluruh
rakyat suatu negara (untuk memilih wakil rayat dan sebagainya)

8. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 pasal 1 ayat (1)


Pengertian pemilu menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 pasal 1 ayat adalah sarana
pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Tujuan Pemilihan Umum (Pemilu)
Tujuan dari pemilu adalah sebagai perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan
pemerintahan negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Ada dua pemilu yaitu
pemilu legislatif dan pemilu presiden dan wakil presiden.

Pemilu legislatif dilaksanakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sedangkan
pemilu presiden dan wakil presiden dilaksanakan untuk memilih pasangan presiden dan wakil
presiden.

Menurut Prihatmoko (2003:19) Pemilihan Umum didalam pelaksanaannya mempunyai tiga


tujuan, yaitu:

Sebagai sistem kerja untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan dan alternatif kebijakan
umum (public policy)
Pemilu adalah sarana untuk pemindahan konflik kepentingan dari masyarakat kepada badan
badan perwakilan rakyat melewai wakil wakil yang sudah dipilih atau partai yang
memenangkan kursi sehingga integrasi masyarakat tetap terjamin
Pemilu sebagai sarana memobilisasi, penggerak atau penggalang dukungan rakyat kepada
Negara dan pemerintahan dengan jalan ikut sera dalam proses politik.
Sedangkan tujuan pemilu dalam pelaksanaannya yang berdasarkan Undang-Undang No.8
Tahun 2012 pasal 3 yaitu pemilu diadakan untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan
DPRD Kabupaten/Kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
2.2 Sejarah Pemilu di Indonesia
Sebagai negara yang menganut asas demokrasi, penting bagi warga Indonesia untuk memiliki
sebuah proses untuk memilih orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Proses
tersebut kita kenal sebagai Pemilu atau Pemilihan umum. Pemilu menjadi penting karena
pemilu merupakan instrumen penentu arah kebijakan publik satu Negara.

5
Di Indonesia sendiri diketahui bahwa Pemilu presiden diadakan selama 5 tahun sekali, namun
sebelum itu prosesnya sempat tidak seteratur sekarang. Pemilu di Indonesia dimulai sejak
tahun 1955, 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, dan 2014.
Pemilu 1955
Pemilu 1955 diadakan dua kali berdasarkan amanat UU No. 7 Tahun 1953. Keduanya
dibedakan berdasarkan tujuannya; Pemilu pertama yang dilaksanakan pada tanggal 29
September 1955 diadakan untuk memilih anggota-anggota DPR. Pemilu kedua, 15 Desember
1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante.
Pada pemilu pertama diikuti oleh 118 peserta yang tediri dari 36 partai politik, 34 organisasi
kemasyarakatan, dan 48 perorangan, sedangkan untuk Pemilu kedua diikuti oleh 91 peserta
yang terdiri dari 39 partai politik, 23 organisasi kemasyarakatan, dan 29 perorangan.

a) Pemilu 1971
Pemilihan Umum kedua ini terjadi pada Masa Orde Baru berasaskan UU No.15 Tahun
1969. Dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 1971 dengan tujuan pemilihan anggota DPR dengan
sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar. 10 partai politik ikut dalam
pemilu ini; Partai Nadhalatul Ulama, Partai Muslim Indonesia, Partai Serikat Islam Indonesia,
Persatuan Tarbiyah Islamiiah, Partai Nasionalis Indonesia, Partai Kristen Indonesia, Partai
Katholik, Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia, Partai Murba dan Sekber
Golongan Karya.

b) Pemilu 1977-1997
Menggunakan sistem yang sama pada sistem yang digunakan pada Pemilu 1971, Pemilu
yang terjadi di Masa Orde Baru ini diawali pada tanggal 2 Mei 1977. Berkat terjadinya fusi
(peleburan) parpol peserta Pemilu, Pemilu 1977-1997 diikuti hanya 3 peserta;
1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan fusi dari partai NU, Parmusi,
Perti, dan PSII.
2. Partai Golongan Karya (GOLKAR)
3. Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang merupakan fusi dari PNI, Parkindo, Partai
Katolik, Partai IPKI dan Partai Murba.
c) Pemilu 1999
Mengingat jaraknya yang berdekatan, persiapannyapun tergolong singkat, pelaksanaan
pemilu 1999 ini tetap dilakukan sesuai jadwal, yakni 7 Juni 1999. Tidak seperti yang
diprediksi dan dikhawatirkan banyak pihak sebelumnya, ternyata Pemilu 1999 dapat
terlaksana dengan damai, tanpa ada kekacauan yang berarti.
Pemilu 1999 menandai pemilihan pertama pada Masa Reformasi. Dilakukan serentak di
seluruh Indonesia. Dari Pemilu 1999 inilah demokrasi di Indonesia bangkit. Terbukti melalui
jumlah peserta yang ikut dalam pemilihan. Terdapat 48 Partai Politik menjadi peserta pemilu
saat itu.

6
d) Pemilu 2004
Pada Pemilu 2004, masyarakat dapat secara langsung memilih DPR, DPD, DPRD
serta Presiden dan Wakil Presiden. Pemilu 2004 diselenggarakan secara serentak pada
tanggal 5 April 2004 untuk memilih 550 anggota DPR, 128 Anggota DPD serta DPRD
periode 2004-2009. Sedangkan untuk pemilihan presiden dan wakil presiden dilaksanakan
pada 5 Juli 2004 (putaran I) dan 20 September 2004 (putaran II). Pemilu 2004 menunjukan
kemajuan dalam demokrasi kita.

e) Pemilu 2009
Pemilu 2009 merupakan pemilihan umum kedua setelah Pemilu 2004 yang diikuti
pemilihan langsung presiden dan wakil presiden. Ketentuan dalam pemilihan presiden dan
wakil presiden ini ditentukan bahwa pasangan calon terpilih adalah pasangan yang
memperoleh suara lebih dari 50% dari jumlah suara dengan sedikitnya 20% suara di setiap
provinsi yang tersebar di lebih dari 50% jumlah provinsi di Indonesia. Peserta pemilu anggota
DPR, DPD dan DPRD tahun 2009 diikuti oleh 44 Partai Politik (Parpol), yang terdiri dari 38
partai nasional dan 6 partai lokal Aceh.

f) Pemilu 2014
Diadakan dua kali pada tanggal 9 April 2014 dengan tujuan pemilihan para anggota
legislatif, disusul 3 bulan setelahnya pada tanggal 9 Juli 2014 dengan tujuan pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden.
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 2014 (biasa disingkat Pemilu Legislatif 2014) untuk
memilih 560 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 132 anggota Dewan Perwakilan
Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun
DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2014-2019.
Terdapat sepuluh Partai Politik yang mengikuti Pemilu 2014, yaitu : Partai Amanat Nasional
(PAN), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Demokrat, Partai Gerakan
Indonesia Raya (Gerindra), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Hati Nurani Rakyat
(Hanura), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai
Nasional Demokrat (Nasdem) serta Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Di tahun 2019 mendatang Indonesia akan kembali menyelenggarakan Pemilu. Dengan 16
partai politik nasional yang berpartisipasi; Partai Kebangkitan Bangsa (PKB); Partai Gerakan
Indonesia Raya (Gerindra); PDI Perjuangan (PDIP); Partai Golkar; Partai Nasdem; Partai
Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda); Partai Beringin Karya (Berkarya); Partai Keadilan
Sejahtera (PKS); Partai Persatuan Indonesia (Perindo); Partai Persatuan Pembangunan (PPP);
Partai Solidaritas Indonesia (PSI); Partai Amanat Nasional (PAN); Partai Hati Nurani Rakyat
(Hanura); Partai Demokrat; Partai Bulan Bintang (PBB); dan Partai Keadilan dan Persatuan
Indonesia (PKPI); ditambah 4 partai politik lokal di Aceh yaitu Partai Aceh, Partai Sira,
Partai Daerah Aceh, dan Partai Nangroe Aceh, yang menjadi peserta Pemilu 2019. Jumlah ini
7
bertambah dari Pemilu Legislatif 2014 sebanyak 12 partai politik nasional dan 3 partai politik
lokal. Pemilu 2019 akan berlangsung serentak antara Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden
Wakil Presiden, yaitu pemungutan suaranya digelar dalam satu hari yang sama: 17 April
2019.
2.3 Lembaga Penyelenggara Pemilu
1. Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Komisi Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat KPU, adalah lembaga Penyelenggara Pemilu
yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan Pemilu. Jumlah
anggota KPU sebanyak 7 orang
2. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disingkat Bawaslu, adalah lembaga penyelenggara
Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Jumlah Anggota Bawaslu RI adalah 5 Orang.
3. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, selanjutnya disingkat DKPP, adalah lembaga
yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu dan merupakan satu
kesatuan fungsi penyelenggaraan Pemilu. DKPP bersifat tetap dan berkedudukan di Ibu Kota
Negara. DKPP terdiri dari 7 orang unsur KPU, Bawaslu, DPR, dan dari pemerintah
Sengketa proses pemilu adalah sengketa yang terjadi antar-peserta pemilu dan sengketa
peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan
Komisi Pemilihan Umum (KPU), keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU
Kabupaten/Kota. Sedangkan, sengketa (perselisihan) hasil pemilu adalah perselisihan antara
KPU dan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional.
Dalam hal terjadi sengketa hasil pemilu, maka lembaga yang berwenang menyelesaikannya
adalah Mahkamah Konstitusi (MK). Tetapi, untuk sengketa proses pemilu, lembaga yang
berwenang untuk menerima, memeriksa, dan memutus penyelesaian sengketa proses tersebut
adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Pengajuan gugatan atas sengketa proses pemilu ke PTUN dilakukan setelah upaya
administrasi di Bawaslu telah digunakan.
2.4 Sistem Pemilu
merupakan permasalahan pertama dalam melaksanakan pemilihan umum legislatif,
karena sistem pemilu akan sangat berpengaruh dengan tahapan dan pelaksanaan pemilu
selanjutnya. Begitu juga sistem pemilu akan menentukan demokratis dan tidaknya pemilu
dilaksanakan.
Setiap sistem pemilu didasarkan pada nilai-nilai tertentu, dan masing-masing memiliki
beberapa keuntungan dan kerugian. Sebenarnya tidak ada sistem pemilu ideal yang cocok di
negara manapun, tetapi semua sistem itu memang mempunyai satu hal yang sama yaitu suatu
proses pengembangan atau reformasi sistem pemilu agar pemilu mempunyai legitimasi dan
demokratis.

8
Dari sekian banyak macamnya itu pada umumnya dikenal dan berkisar dengan sistem distrik
dan sistem proposional. Sistem distrik dikenal pula dengan sebutan single member
constituency, sedangkan sistem proposional dikenal dengan sebutan multimember
constituency artinya bahwa di setiap daerah pemilihan dipilih beberapa wakil.
1. Sistem pemilu Proporsional
Sistem pemilihan umum proporsional lebih banyak memakai pertimbangan
pertimbang dan pemikiran yang logis tentang jumlah penduduk dan jumlah kursi disuatu
daerah pemilihan. Dalam hal ini daerah yang memiliki penduduk lebih besar maka bisa
dipastikan akan mendapatkan jumlah kursi dalam jumlah yaang besar poula. hal ini juga bisa
terjadi sebaliknya.

2. Sistem pemilu Distrik


Sistem pemilu umum jenis distrik adalah pemilihan umum yang mengandalkan daerah
penduduk dan bukan dilihat dari berapa jumlah penduduk yang ada. Walaupun banyak calon
pemimpin yang ditawarkan ketika dalam berkampanye namun ketika pemilihan umum
berlangsung hanya satu yang akan menjadi pemenangnya.

3. Sistem pemilu kombinasi /campuran


Pemilihan kombinasi adalah gabungan antara sistem pemilu yang menggunakan
sistem pemilu proporsional dan distrik. contihnya sebagian anggota dari parlemejn negara
dipilih dengan menggunakan sistem proporsional dan yang setengah lainnya menjalani
pemilihan dalam sistem distrik.

Pertimbangan yang harus dilakukan ketika sistem pemilu:


 Mempertimbangkan kondisi letak dan geografis, adanya paham ideologi yang sesuai
dengan pancasila bhinneka tunggal ika, dan adanya calon wakil rakyat terpilih benar
benar layak untuk memimpin negara.
 Pemilu sebagai aktifitas demokrasi yang membutuhkan banyak dana karena sebelum
pemilu dilaksanakan maka pihak panitia pemilu dan orang orang yang berkaitan
dengan penyelenggaraan pemilu akan mencetak surat suara dalam jumlah yang
disesuaikan jumlah penduduk. adanya anggrahn untuk parati politik yang ikut dala
pemilu dan sebagainya.
 Masyarakat di Indonesia memiliki latar dan cara berfikir yang berbeda beda sehingga
dapat mempunyai pemikiran logis masing masing yang dapat menghasilkan rasa
toleransi yang tinggi dan menciptakan pemilu yang kondusif, damai dan mencegah
adanya pertikaian dan kesalahpahaman yang tidak perlu terjadi.
 Pemilu dapat memenuhi kebutuhan segala yang diperlukan pemerintah secara
efesien ,cepat dan tepat sasaran. Pemilu yang berhasil dan kondusif cenderung

9
mampu menciptakan pemerintahan yang dapat diterima dan dipercaya oleh
masayarakat dan membuatnya lebih berpengaruh.
 Pemerintah baru yang nantinya terpilih harus bisa menyusun, menerapkan dan
menetapkan bentuk pemerintah yang akun tabel, berswedia mendegar dan
mengabulkan permintaan rakyat kecil, memahami penderitaan rakyat hingga daerah
pelosok dan dapat menjadi pemerintah yang mendahulukan kepentingan rakyat mikro.
 Pemilu harus mampu mengawasi dan mengontrol wakil yang telah terpilih dan
pemilih mengetahui siapa wakil yag mereka pilih tersebut sehingg rakyat yang telah
memilihnya dapat mengetahui, memahami dan mengerti tentang latar belakangnya,
sepak terjang dalam ketatanegaraanya, masa lalunya dan kinerja sehari hari. intinya
masyarakat mempunyai kewenangan mengawasi cara kerja atau kinerja calon wakil
terpilih.
 Pemilu dapat meningktkan semangat dan kecerdasan pihak partai politik agar bekerja
lebih baik, lebih efesien dan lebih produktif. karena sistem partai politik yang baik
mampu memperbaiki segala kekurangan dan kelemahan yang ada didalam
internalnya.
 Mempromosikan oposisi legislatif agar kinerjanya semakin baik, semakin solid dan
kreatif sehingga membuat kondisi oposisi menjadi lebih mudah naik ketingkat
legislatif yang lebih tinggi sebagai bentuk pengawasan DPR atas pemerintah.
 Menjadikan pemilu sebagai wadah atau sarana untuk kegiatan demokrasi yang akan
terus dipakai secara berkesinambungan didalam pesta demokrasi atau pemilu
selanjutnya.
 Memperhatikan dan peduli dengan hal hal kemanusiaan yaitu yang berhubungan
dengan masalah hak asasi maanusia, tentang lingkungan hidup, masalah demokratis
dan memahami tentaang globalisasi ekonomi dalam negeri dan dunia.
2.5 Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilu
Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017
Pasal 473 ayat (1) adalah perselisihan antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan peserta
Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Mengadili Perselisihan Hasil Pemilu
(PHPU)
Pasal 24 C ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI 1945) memberikan
mandat kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengadili perselisihan tentang hasil
Pemilu pada tingkat pertama dan terakhir.
Lebih lanjut, Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 (UU MK) sebagaimana
telah diatur oleh Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
No. 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 (UU 8/2011),
dan kemudian diubah kedua kalinya oleh Undang-Undang No. 4 Tahun 2014 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2003 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
mengatur mengenai kewenangan MK, yakni berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk :

10
a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;

b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan Undang-


Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

c. Memutus pembubaran partai politik; dan

d. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Pedoman Beracara Perselisihan Hasil Pemilu Anggota DPR dan DPRD Secara Garis Besar

Pada Pemilu 2019, MK telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 2 Tahun
2018 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota
DPR dan DPRD (PMK No. 2 Tahun 2018).

Pada Pasal 3 Peraturan MK tersebut, disebutkan Pemohon dalam Perselisihan Hasil Pemilu
adalah:

a. Partai politik peserta Pemilu untuk pengisian keanggotaan DPR dan DPRD;

b. Perseorangan calon anggota DPR dan DPRD dalam satu partai politik sama yang telah
memperoleh persetujuan secara tertulis dari ketua umum dan sekretaris jenderal atau sebutan
lainnya dari partai politik yang bersangkutan;

c. Partai politik lokal peserta Pemilu untuk pengisian keanggotaan DPRA dan DPRK;

d. Perseorangan calon anggota DPRA dan DPRK dalam satu partai politik lokal yang sama
yang telah memperoleh persetujuan secara tertulis dari ketua umum dan sekretaris jenderal
atau sebutan lainnya dari partai politik lokal yang bersangkutan.

Pada pasal yang sama PMK tersebut, yang menjadi Termohon dalam Perselisihan Hasil
Pemilu adalah KPU. Sementara pihak terkait dalam Peraturan MK ini adalah:

11
a. Partai Politik Peserta Pemilu yang berkepentingan terhadap Permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a;

b. Perseorangan calon anggota DPR dan DPRD dalam satu partai politik yang sama yang
telah memperoleh persetujuan secara tertulis dari ketua umum dan sekretaris jenderal atau
sebutan lainnya dari partai politik yang bersangkutan yang berkepentingan terhadap
Permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b;

c. Partai politik lokal Peserta Pemilu yang berkepentingan terhadap Permohonan yang
diajukan oleh Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c;

d. Perseorangan calon anggota DPRA dan DPRK dalam satu partai politik lokal yang sama
yang telah memperoleh persetujuan secara tertulis dari ketua umum dan sekretaris jenderal
atau sebutan lainnya dari partai politik lokal yang bersangkutan yang berkepentingan
terhadap Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d.

Objek dari Perselisihan Hasil Pemilu DPR dan DPRD diatur dalam Pasal 5, yaitu Keputusan
Termohon (KPU) tentang Penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR dan DPRD
secara nasional yang mempengaruhi perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR dan DPRD
secara nasional yang mempengaruhi perolehan kursi Pemohon dan/atau terpilihnya calon
anggota DPR dan/atau DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) di suatu daerah
pemilihan.
 Pasal 6 menyatakan bahwa Pemohon harus mengajukan Permohonan kepada
Mahkamah Konstitusi dalam jangka waktu 3 x 24 jam sejak pengumuman oleh KPU
tentang penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR dan DPRD secara
nasional. Permohonan harus diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia oleh
Pemohon maupun Kuasa Hukumnya kepada Mahkamah Konstitusi sebanyak empat
rangkap yang salah satu rangkapnya asli.
 Padal Pasal 8, Pengajuan Permohonan dapat dilakukan melalui online paling lama 3 x
24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil
Pemilu anggota DPR dan DPRD oleh KPU, Pemohon maupun Kuasa Hukumnya
dapat menyerahkan Permohonan asli dalam jangka waktu paling lama 3 x 24 (tiga
kali dua puluh empat) jam sampai berakhirnya tenggang waktu pengajuan perbaikan
Permohonan.
 Dalam Pasal 13, Permohonan yang sudah lengkap dan memenuhi persyaratan dicatat
dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) oleh Panitera, sedangkan
Permohonan yang belum lengkap dan tidak memenuhi persyaratan Panitera akan
menerbitkan Akta Permohonan Belum Lengkap (APBL) dan diserahkan kepada
Pemohon atau Kuasanya.

12
Pemohon atau Kuasanya diberikan kesempatan menyerahkan perbaikan Permohonan dalam
jangka waktu 3 x 24 Jam (tiga kali dua puluh empat jam) sejak APBL diterima.
Selanjutnya, secepatnya dalam 7 (tujuh) hari sejak Permohonan dicatatkan MK akan
menggelar Sidang Pemeriksaan Pendahuluan. Setelah itu, MK akan menggelar Pemeriksaan
Persidangan setelah Pemeriksaan Pendahuluan diterima oleh Mahkamah.
Dalam Pemeriksaan Persidangan, hal-hal yang diperiksa oleh Mahkamah adalah sebagai
berikut:
a. Memeriksa Pemohonan Termohon;
b. Memeriksa Jawaban Termohon dan Keterangan Pihak Terkait, dan/atau Keterangan
Bawaslu;
c. Mengesahkan alat bukti;
d. Memeriksa alat bukti tertulis;
e. Mendengarkan keterangan saksi
f. Mendengarkan keterangan ahli;
g. Memeriksa alat bukti lain;
h. Memeriksa rangkaian data, keterangan, perbuatan, keadaan, dan/atau peristiwa yang sesuai
dengan alat bukti yang dapat dijadikan petunjuk.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada dasarnya jika suatu negara ingin menyatakan diri sebagai negara demokrasi
Pancasila melaksanakan pemilihan umum untuk melaksanakan kedaulatan rakyat dalam
negara. Tetapi WNI yang belum memenuhi syarat untuk dipilih atau memilih dalam pemilu
harus memperdalam pengetahuan tentang pemilu dan bermoral Pancasila. Sebab dengan hal
itu berarti telah berpartisipasi secara tidak langsung dalam pelaksanaan menuju negara
demokrasi.

3.2 Saran
Sebagai WNI yang bermoral Pancasila hendaknya kita ikut andil dalam pelaksanaan
pemilu sesuai yang telah diamanatkan pasal 28 UUD 1945. jika kita telah memenuhi syarat
maka gunakanlah hak itu dengan sebaik-baiknya.

14
DAFTAR PUSTAKA
Sodikin, 2014. Hukum Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan. Bekasi: Gramata
Publishing
https://www.google.com/amp/s/www.goodnewsfromindonesia.id/2018/09/06/sejarah-pemilu-
di-indonesia/amp. [diakses pada 23 Februari 2020]

15

Anda mungkin juga menyukai