Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH HUKUM TATA NEGARA

“Konstitusi Sebagai Objek Kajian Hukum Tata Negara”


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Tata Negara

Dosen Pengampu :
Dr. Hj. Siti Afiyah, S.H., MH

Disusun oleh:
FITROTUL AMALIA (19011013)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ‘ULUM LAMONGAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa di susun dengan baik
dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mangharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Lamongan, 25 Februari 2020

Fitrotul Amalia

ii
DAFTAR ISI

COVER.......................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB I.........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN......................................................................................................................4

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................................................4

BAB II........................................................................................................................................5

PEMBAHASAN........................................................................................................................5

2.1 Istilah dan Pengertian Konstitusi.....................................................................................5

2.2 Sejarah Konstitusi............................................................................................................7

2.3 Tujuan dan hakikat Konstitusi.......................................................................................12

2.4 Nilai, Sifat, Materi Muatan Konstitusi………………………………………………..13


2.5 Perubahan Konstitusi………………………………………………………………….15
BAB III.....................................................................................................................................17

PENUTUP................................................................................................................................17

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah konstitusi berawal dari bahasa latin constitutio yang berkaitan dengan
kata jus atau ius yang berarti hukum atau prinsip. Pengertian konstitusi dalam
praktek ketatanegaraan dapat berarti lebih luas dari undang-undang dasar karena
pengertian undang-undang dasar hanya meliputi konstitusi tertulis saja padahal
sebenarnya masih ada masih terdapat konstitusi tidak tertulis yang tidak tercakup
dalam undang-undang dasar. Sejarah klasik tentang konstitusi terdapat dua
perkataan yang berkaitan sangat erat dengan pengertian kita yaitu dalam perkataan
Yunani Kuno politeia dan perkataan bahasa latin Constitutio yang juga berkaitan
dengan kata jus. Pada umumnya dipahami bahwa hukum mempunyai tiga tujuan
pokok, yaitu keadilan,kepastian, dan kegunaan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan istilah dan pengertian konstitusi ?
2. Ceritakan sejarah konstitusi ?
3. Jelaskan tujuan dan hakikat konstitusi ?
4. Jelaskan nilai, sifat, dan materi muatan konstitusi ?
5. Jelaskan bagaimana melakukan perubahan terhadap suatu konstitusi ?

1.3 Tujuan Makalah


Makalah ini dibuat bertujuan untuk meningkatkan mutu dalam memplajari
konstitusi sebagai objek kajian hukum tata Negara dalam menguasai kemampuan
berfikir, bersifat rasional dan dinamis berpandangan untuk menganalisa konsep
konstitusi sebagai objek kajian hukum tata Negara yang bertolak dari pengetahuan
yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau sesuatu yang
salah. Selain itu untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum tata Negara yang dalam
materinya terdapat konstitusi sebagai objek kajian hukum tata Negara.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Istilah dan Pengertian Konstitusi


2.1.1 Istilah konstitusi berawal dari bahasa latin constitutio yang berkaitan dengan kata
jus atau ius yang berarti hukum atau prinsip.1 Bahasa yang digunakan ialah bahasa
inggris, jerman, belanda, prancis dan italia. Untuk pengertian constitution dalam
bahasa inggris, bahasa belanda belanda membedakan antara constitutie dan grondwet,
sedangkan bahasa jerman membedakan antara verfassung dan grundgesetz. Bahkan
dibedakan pula antara grundrecht dan grundgesetz seperti antara grounrecht dan
groundwet dalam bahasa belanda. Demikian pula dalam bahasa inggris dibedakan
antara Droit Constitunionnelle dan Loi Constitunionnelle. Istilah pertama identik
dengan pengertian konstitusi, sedangkan yang kedua adalah undang-undang dasar
yang tertuang dalam naskah tertulis.2
Pengertian konstitusi dalam praktek ketatanegaraan dapat berarti lebih luas dari
undang-undang dasar karena pengertian undang-undang dasar hanya meliputi
konstitusi tertulis saja padahal sebenarnya masih ada masih terdapat konstitusi tidak
tertulis yang tidak tercakup dalam undang-undang dasar. Keduanya sama
pengertiannya dengan undang-undang dasar republic serikat.3 Ada yang berpendapat
bahwa konstitusi sama dengan undang-undang dasar dan juga ada yang berpendapat
bahwa konstitusi tidak sama dengan undang-undang dasar ,untuk lebih jelasnya
perhatiakan di bawah ini.4
A. Kelompok pertama yang mempersamakan konstitusi dengan undang-undang dasar,
diantaranya.5
1. G.J. Wolhalf, berpendapat bahwa kebenyakan Negara-negara modern
berdasarkan atas suatu UUD (konstitusi).
1
Lihat kasus marbury versus Madison (1803)5-us, 1 cranch, 137, dalam Thompson, Op. Cit., hlm.5.
2
ibid
3
Jurnal tahun 2017, pengertian konstitusi dan undang-undang dasar,
4
Dasril Radjab, 2005, Hukum Tata Negara, Rineka Cipta, hlm 44.
5
Ibid hlm 45

5
2. Sri Soemantri, penulis menggunakan istilah konstitusi sama seperti halnya
dengan undang-undang dasar (groundwet).
3. J.C.T . Simorangkir menggagap juga bahwa konstotusi sama dengan UUD.
B. Kelompok kedua membedakan konstitusi dengan undang-undang dasar di
anmtaranya.
1. Van Apeldorn berpendapat bahwa undang-undang dasar adalah bagian
tertulis dari konstitusi, konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun
tidak tertulis.
2. M. Solly Lubis melukiskan pembagian dalam konstitusi menjadi suatu
sekma sebagai berikut :
Konstitusi tidak tertulis (UUD)

Konstitusi
Konstitusi tidak tertulis (Konvensi)
3. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim mengatakan bahwa setiap peraturan
hukum karena pentingnya harus ditulis dan konstitusi yang tertuluis itu
adalah UUD.
Pendapat kedua para ahli tersebut tidak terdapat perbedaan yang prinsipil karena
kelompok pertama mempersamakan istilah konstitusi dengan undang-undang dasar,
akan tetapi dalam kelompok kedua meninjau dari segi materi yang ada dalam
konstitusi atau terdapat undang-undang dasar. kelompok pertama yang
mempersamakan undang-undang dasar dengan konstitusi mungkin disebabkan oleh
konstitusi tersebut dalam kamus hukum di Indonesia yang diterjemahkan dalam
undang-undang dasar.

2.2 Sejarah Konstitusi

6
2.2.1 Sejarah klasik tentang konstitusi terdapat dua perkataan yang berkaitan
sangat erat dengan pengertian kita yaitu dalam perkataan Yunani Kuno politeia dan
perkataan bahasa latin Constitutio yang juga berkaitan dengan kata jus. Dalam dua
perkataan politeia dan constitution yang dimana itulah merupakan asal mula gagasan
konstitusionalisme diekspresikan oleh umat manusia beserta hubungan diantara kedua
istilah dalam sejarah.6
Charles Howard Mcilwain mengatakan didalam bukunya yang berjudul
Constitutionalism : Ancient and Modern (1947) , perkataan constitution di zaman
kekaisaran romawi (Roman Empire) , dalam bentuk bahasa latinnya, mula-mula
digunakan sebagai istilah teknis untuk menyebut the acts of legislation by the
emperor.
Pengertian konstitusi di zaman Yunani Kuno adalah bersifat materiil, dalam arti
belum berbentuk seperti yang di mengerti dizaman modern sekarang. Perbedaan
antara konstitusi dengan hukum biasa sudah tergambar dalam perbedaan yang
dipelopori oleh Aristoteles terhadap pengertian kata politeia dan nomoi,Pengertian
politeia dapat disepadankan dengan pengertian konstitusi, sedangkan nomoi adalah
undang-undang biasa.Politeia mengandung kekuasaan yang lebih tinggi daripada
nomoi karena politeia mempunyai kekuasaan membentuk sedangkan pada nomoi
tidak ada karena ia hanya merupakan materi yang harus dibentuk supaya tidak
tercerai-berai.Di Inggris, peraturan yang pertama kali dikaitkan dengan istilah
konstitusi adalah “Constitusions of Clarendon 1164” yang disebut oleh Henry II
sebagai constitusions, aviate constitusions or leges, a recordation vel recognition,
menyangkut hubungan antara gereja dan pemerintahan Negara di masa pemerintahan
kakeknya, yaitu Henry I.Isi peraturan yang disebut sebagai konstitusi tersebut masih
bersifat eklesiastik,meskipun pemasyarakatannya dilakukan oleh pemerintahan
sekuler.Namun, di masa-masa selanjutnya, istilah constitutio itu sering pula
dipertukarkan satu sama lain dengan istilah lex atau edictum untuk menyebut
berbagai secular administrative enactments. Beberapa tahun setelah diberlakukannya
Undang-Undang Merton pada 1236, Bracton menulis artikel yang menyebut salah
satu ketentuan dalam Undang-Undang itu sebagai a new constitution,dan mengaitkan
6
Charles Howard Mcllwain, Constitutionalism; Ancient and Modern, (Ithaca,New York: Cornell
University Press,1966), hlm 26/

7
satu bagian dari Magna Charta yang dikeluarkan kembali sebagai constitution
libertatis. Pierre Gregoire Tholosano (Of Toulouse), dalam bukunya De Republica
menggunakan kata constitution dalam arti yang hampir sama dengan pengertian
sekarang.Hanya saja kandungan maknanya lebih luas dan lebih umum karena
Gregoire memakai frase yang lebih tua,yaitu status reipublicae.
Dari sini, kita dapat memahami pengertian konstitusi dalam dua konsepsi.
Pertama adalah konstitusi sebagai the natural frame of the state yang dapat ditarik ke
belakang dengan mengaitkannya dengan pengertian politeia dalam tradisi Yunani
Kuno, Kedua, konstitusi dalam arti jus publicum regni, yaitu the public law of the
realm.Dari sudut pandang etimologi, konsep klasik mengenai konstitusi dan
konstitusionalisme dapat ditelusuri lebih mendalam dalam perkembangan pengertian
dan pengunaan perkataan politeia dalam bahasa Yunani dan perkataan constitution
dalam bahasa Latin,serta hubungan diantara keduanya satu sama lain di sepanjang
sejarah pemikiran maupun pengalaman praktik kehidupan kenegaraan dan
hukum.Perkembangan-perkembangan demikian itulah yang pada akhirnya
mengantarkan umat manusia pada pengertian kata constitution itu dalam bahasa
Inggris modern.Dalam pengertiannya yang demikian itu, konstitusi selalu dianggap
“mendahului” dan “mengatasi” pemerintahan dan segala keputusan serta peraturan
lainnya.

1. Warisan Yunani Kuno (Plato dan Aristoteles)


Pengaitan yang bersifat analogis antara organisasi negara dan organisme manusia
tersebut, menurut W.L.Newman, memang merupakan pusat perhatian dalam
pemikiran politik di kalangan para filosof Yunani Kuno.7
Menurut Aristoteles membedakan antara right constitution dan wrong constitution
dengan ukuran kepentingan bersama itu.Konstitusi yang baik adalah konstitusi yang
normal, sedangkan yang tidak baik disebut juga oleh Aristoteles sebagai konstitusi
yang tidak normal.Ukuran baik buruknya atau normal-tidaknya konstitusi itu baginya
terletak pada prinsip bahwa “political rule, by virtue of its specific nature, is
essentially for the benefit of the ruled”. Plato mengakui kenyataan-kenyataan yang

7
Mcllwain, Op. cit., hlm.27

8
harus dihadapi oleh Negara sehingga ia menerima Negara dalam bentuknya sebagai
the second best dengan menekankan pentingnya hukum yang bersifat membatasi.Jika
kita berusaha menafsirkan secara kritis perkembangan pemikiran Plato sendiri yang
tercermin dalam karya-karyanya, kita tidak dapat melepaskan kenyataan adanya
keterkaitan antara pemikiran yang dikembangkannya sebagai intelektual dengan
pergaulan empirisnya dengan kekuasaan setelah ia diangkat menjadi penasihat Raja
Dyonisius II.Aristoteles sendiri juga membayangkan keberadaan seorang pemimpin
Negara ideal yang bersifat superman dan berbudi luhur karena sejarah kenegaraan
Yunani pada zamannya tergolong sangat labil. Pertama, dizamannya belum ada
mekanisme yang tersedia untuk merespons keadaan atau tindakan-tindakan
revolusioner yang dalam pengertian sekarang disebut sebagai tindakan yang
inkonstitusional, kedua, revolusi-revolusi semacam itu jika terjadi tidak hanya
mengubah corak public law, tetapi juga menjungkirbalikkan segala konstitusi yang
ada secara besar-besaran,dan bahkan berakibat pada tuntutan perubahan keseluruhan
way of life (masyarakat) polity yang bersangkutan.Ketiga, revolusi demikian selalu
terjadi dengan disertai kekerasan, proscription, ostracism, dan bahkan kematian
sehingga orang Yunani dihinggapi oleh penyakit fear of stasis.
Kondisi sosial politik yang tidak stabil itulah yang menyebabkan orang berusaha
memilih status.Pemikiran filsafat Yunani Kuno yang dikembangkan oleh Aristoteles
dan kawan-kawan tidak atau belum membayangkan hukum sebagai sesuatu yang
berada diluar atau diatas Negara.Negara bagi Cicero merupakan kreasi hukum.

2. Warisan Cicero (Romawi Kuno)


De Re Publica dan De Legibus adalah pemikiran yang dikembangkan oleh Cicero
yang artinya adalah pemikiran tentang hukum yang berbeda sama sekali dari tradisi
yang sudah dikembangkan sebelumnya oleh para filosof Yunani.Disini jelas dan tegas
sekali dipakai istilah lex yang kemudian menjadi kata kunci untuk memahami
konsepsi politik dan hukum di zaman Romawi Kuno.Konstitusi mulai dipahami
sebagai sesuatu yang berada diluar bahkan diatas Negara.Para filosof Romawi jugalah
yang secara tegas membedakan dan memisahkan antara pengertian hukum public dan

9
hukum privat.Keduanya dibedakan dari sudut kepentingan yang dipertahankan,
Hukum public membela kepentingan umum yang tercermin dalam kepentingan
“negara”,the civitas, sedangkan hukum privaat yang menyangkut kepentingan orang
per orang.Subjek keduanya selalu persis sama,yaitu menyangkut manusia, perbedaan
hakiki keduanya hanya terletak pada kenyataan bahwa “private rights affect private
individuals exclusively,while all the individual citizens alike participate in the
public”.Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari pengalaman sejarah
konstitusionalisme Romawi Kuno ini adalah pertama, untuk memahami konsepsi
yang sebenarnya tentang itu dalam sejarah, ilmu hukum haruslah dipandang penting
atau sekurang-kurangnya sama pentingnya dibandingkan dengan sekedar
perbincangan mengenai materi hukum, kedua, ilmu pengetahuan hukum yang
dibedakan dari hukum sangat bercorak Romawi sesuai asal mula pertumbuhannya,
ketiga, pusat perhatian dan prinsip pokok yang dikembangkan dalam ilmu hukum
Romawi bukanlah sebagaimana sering dibayangkan oleh banyaj ahli tetapi justru
terletak pada doktrin kerakyatan.Menurut orang Romawi pada zaman itu, pada suatu
ketika rakyat mengadakan perjanjian dengan Caesar yang kemudian diletakkan dalam
Rex Regia.Dengan perjanjian tersebut, kekuasaan diakui telah berpindah secara
mutlak dari tangan rakyat kepada Caesar.

3. Warisan Islam: Konstitusionalisme dan Piagam


Di Timur Tengah tumbuh dan berkembang pesat peradaban baru di lingkungan
penganut ajaran islam.Atas pengaruh Nabi Muhammad SAW,banyak sekali inovasi-
inovasi baru dalam kehidupan umat manusia yang dikembangkan menjadi pendorong
kemajuan peradaban.Salah satunya ialah penyusunan dan penandatanganan
persetujuan atau perjanjian bersama diantara kelompok-kelompok penduduk kota
Madinah untuk bersama-sama membangun struktur kehidupan bersama yang di
kemudian hari berkembang menjadi kehidupan kenegaraan dalam pengertian modern
sekarang.Naskah persetujuan bersama itulah yang kemudian dikenal sebagai Piagam
Madinah.
Piagam Madinah ini dapat disebut sebagai piagam tertulis pertama dalam sejarah
umat manusia yang dapat dibandingkan dengan pengertian konstitusi dalam arti

10
modern.Namun fungsinya sebagai dokumen resmi yang berisi pokok-pokok pedoman
kenegaraan menyebabkan piagam itu dapat dikatakan tepat juga untuk disebut sebagai
konstitusi seperti yang dilakukan oleh Montgomery Watt ataupun yang dilakukan
oleh Zainal Abidin Ahmad seperti tersebut diatas.Dapat dikatakan bahwa lahirnya
Piagam Madinah pada abad ke- 7 M itu merupakan inovasi yang paling penting
selama abad-abad pertengahan yang memulai suatu tradisi baru adanya perjanjian
bersama di antara kelompok-kelompok masyarakat untuk bernegara dengan naskah
perjanjian yang dituangkan dalam bentuk tertulis.Kemudian pada 1876 lahirlah
Konstitusi Usmani yang diberi nama al-Masyrutiyah al-Ula ini pernah dibekukan
pada 1878 dan kemudian di berlakukan kembali pada 1908 dengan nama al-
Masyrutiyah al-Saniyah atau undang-undang dasar kedua.

4. Gagasan Modern: Terminologi Konstitusi

Organisasi dimaksud beragam bentuk dan kompleksitas strukturnya,mulai dari


organisasi mahasiswa, perkumpulan masyarakat di daerah tertentu,serikat buruh,
organisasi-organisasi kemasyarakatan, organisasi politik, organisasi bisnis,
perkumpulan sosial sampai ke organisasi tingkat dunia seperti misalnya Perkumpulan
ASEAN, dll. Kebutuhan akan naskah konstitusi tertulis itu merupakan sesuatu yang
niscaya, terutama dalam organisasi yang berbentuk badan hukum.Sebagai contoh,
akhir-akhir ini ditengah wacana mengenai organisasi badan hukum di
Indonesia,muncul bentuk badan hukum baru yang dinamakan BHMN seperti misalnya
yang dikaitkan dengan status hukum perguruan tinggi negeri tertentu.Dengan
demikian, ke dalam konsep konstitusi itu tercakup juga pengertian peraturan
tertulis,kebiasaan,dan konvensi-konvensi kenegaraan yang menentukan susunan dan
kedudukan organ-organ Negara,mengatur hubungan antara organ-organ Negara
tersebut dan mengatur hubungan organ-organ Negara tersebut dengan warga
Negara.Semua konstitusi selalu menjadikan kekuasaan sebagai pusat perhatian karena
kekuasaan itu sendiri pada intinya memang perlu diatur dan dibatasi sebagaimana
mestinya.Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan
atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu Negara.Hal
inilah yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang merupakan

11
kewenangan yang berada diluar dan sekaligus diatas system yang diaturnya.Dalam
hubungan dengan constituent power tersebut diatas,muncul pula pengertian constituent
act.Dalam hubungan ini,konstitusi dianggap sebagai constituent act,bukan produk
peraturan legislative yang biasa.Konstitusi bukanlah undang-undang biasa.Ia tidak
ditetapkan oleh lembaga legislative yang biasa,tetapi oleh badan yang lebih khusus
dan lebih tinggi kedudukannya.Oleh karena tu, dikembangkannya pengertian
constituent power berkaitan dengan pengertian hierarki hukum.

2.3 Tujuan dan Hakikat Konstitusi


2.3.1 Pada umumnya dipahami bahwa hukum mempunyai tiga tujuan pokok,
yaitu keadilan (justice), kepastian (certainty), dan kegunaan (utility). Keadilan itu
sepadan dengan keseimbangan (balance) dan kepatutan (equity), serta kewajaran
(proportionality). Sedangkan, kepastian hukum terkait dengan ketertiban (order) dan
ketentraman. Sementara itu, kegunaan diharapkan dapat menjamin bahwa semua nilai-
nilai tersebut akan mewujudkan kedamaian hidup bersama.8
Karena konstitusi itu sendiri merupakan hukum yang dianggap paling tinggi
tingkatannya, tujuan konstitusi sebagai hukum tertinggi itu juga untuk mencapai dan
mewujudkan tujuan yang tertinggi. Tujuan yang dianggap paling tertinggi itu adalah
keadilan, ketertiban, dan perwujudan nilai-nilai ideal seperti kemerdekaan atau kebebasan
dan kesejahteraan atau kemakmuran bersama, sebagaimana dirumuskan sebagai tujuan
bernegara oleh para pendiri negara.
Misalnya, empat tujuan bernegara Indonesia adalah seperti yang termaktub dalam
alinea IV pembukaan UUD 1945. Empat tujuan itu adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah dara Indonesia , memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia (berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial).
Sehubungan dengan itulah, beberapa sarjana merumuskan tujuan konstitusi itu
seperti merumuskan tujuan negara, yaitu negara konstitusional atau negara berkonstitusi.
Menurut J. Barents, ada tiga tujuan negara yaitu untuk memelihara ketertiban dan

8
Terjemahan L.M Sitorus, ilmu Politika; Suatu Perkenalan Lapangan, cet ke-3. (Jakarta : PT.
Pembangunan 1958), hlm. 38.

12
ketentraman, mempertahankan kekuasaan dan mengurus hal-hal yang berkenaan dengan
kepentingan-kepentingan umum. Sementara itu, Maurice Hauriou menyatakan bahwa
tujuan konstitusi adalah untuk menjaga keseimbangan anata ketertiban, kekuasaan dan
kebebasan.
Kebebasan individu warganegara harus dijamin, tapi kekuasaan negara juga harus
berdiri tegak sehingga tercipta tertib bermasyarakat dan bernegara. Ketertiban itu sendiri
terwujud apabila dipertahankan oleh kekuasaan yang efektif dan kebebasan warga negara
tidak terganggu.

2.4 Nilai, Sifat, dan Materi Muatan Konstitusi


2.4.1 Nilai Konstitusi adalah nilai sebagai hasil penilaian atau pelaksanaan norma-norma
dalam suatu konstitusi dalam kenyataan praktik. Berhubungan dengan hal itu ada 3 macam
Nilai Konstitusi, yaitu :

 Nilai normatif yakni konstitusi yang resmi diterima oleh suatu negara, dan bagi
negara atau bangsa konstitusi ini tidak berlaku hanya dalam arti hukum (legal),
namun juga kekuatan nyata di masyarakat dalam arti berlaku efektif dan dilakukan
secara ketat dan konsisten.

 Nilai nominal adalah konstitusional menurut hukum yang berlaku, namun tidak
sempurna. Ketidak sempurnaan yang disebabkan pasal tertentu tidak berlaku / tidak
seluruh pasal yang terdapat dalam Konstitusi berlaku untuk seluruh wilayah negara.
 Nilai semantik adalah konstitusi yang berlaku sebagai kepentingan penguasa.
Kekuatan memobilisasi, penguasa menggunakan konstitusi sebagai alat sebagai
pelaksanaan kekuasaan politik.

2.4.2 Sifat-sifat konstitusi biasanya dikaitkan dengan sifatnya yang berupa :

 Konstitusi tertulis berarti konstitusi yang ditulis dalam bentuk buku atau
serangkaian dokumen yang digabungkan dalam bentuk buku. Ini adalah

13
konstitusi yang secara sadar dibingkai dan diberlakukan. Ini diformulasikan
dan diadopsi oleh majelis konstituante atau dewan atau legislatif. Ini
menyediakan desain yang pasti dari lembaga pemerintah, organisasi, kekuatan,
fungsi dan hubungan antar mereka.Ini mewujudkan hukum konstitusional
negara. Ia menikmati tempat supremasi. Pemerintah sepenuhnya terikat oleh
ketentuan-ketentuannya dan bekerja secara ketat sesuai dengan ketentuan-
ketentuannya. Konstitusi tertulis dapat diubah hanya sesuai dengan proses
amandemen yang telah ditetapkan yang ditulis dalam konstitusi itu sendiri.
 Tidak tertulis Konstitusi yang tidak tertulis adalah salah satu yang tidak
disusun atau disahkan oleh Majelis Konstituante dan bahkan tidak ditulis
dalam bentuk buku. Ini ditemukan dalam beberapa charter sejarah, hukum dan
konvensi. Ini adalah produk evolusi yang lambat dan bertahap. Pemerintah
diatur dan berfungsi sesuai dengan beberapa peraturan dan konvensi yang
diselesaikan dengan baik, tetapi tidak sepenuhnya tertulis. Orang-orang tahu
Konstitusi mereka. Mereka menerima dan mematuhinya, tetapi tidak
memilikinya dalam bentuk tertulis. Konstitusi yangtidak tertulis tidak dapat
diproduksi dalam bentuk buku. Namun demikian, konstitusi yang tidak tertulis
tidak sepenuhnya tidak tertulis. Beberapa bagiannya tersedia dalam bentuk
tertulis tetapi tidak dimodifikasi dalam bentuk dokumen hukum atau kode atau
buku.

2.4.3       Materi muatan konstitusi menurut A.A.N Strukyen


1.          Hasil Perjuangan Politik Bangsa.
2.          Tingkat Tertingi Perkembangan Ketatanegaraan Suatu Negara.
3.          Pandangan Tokoh Bangsa yang Kendak Diwujudkan.
4.          Rumusan Mengenai Sistem Ketatanegaraan yang Diinginkan.
Jadi materi konstitusi merupakan alat untuk mewujudkan system hukum dan
politik yang disepakati.
Materi muatan konstitusi menurut J.G. Steenbeek :
1.               Jaminan terhadap HAM dan Warganegaranya.
2.               Penetapan Sususnan Ketatanegaraan yang Mendasar atau Fundamental.

14
3.               Pembagian dan Pembatasan Tugas Ketatanegaraan  yang Fundamental.
Jadi materi konstitusi merupakan alat untuk mewujudkan system hukum dan politik
yang disepakati.
Materi muatan konstitusi menurut Miriam Budiarjo :.        
1.      Organisasi Negara (Misalnya Pembagian Kekuasaan antar Eksekutif-
Legislatif-Yudikatif, Pusat-Daerah/Negara Bagian)
2.               Hak Asasi Manusia.
3.               Prosedur Mengubah UUD.
4.               Larangan Mengubah Sifat Tertentu dalam UUD.
Materi muatan konstitusi menurut Moh Kusnardi & Harmaily Ibrahim :
1.             Adanya Jaminan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Warganegara.
2.             Ditetapkannya Sususnan Ketatanegaraan yang Bersifat Fundamental.
3.             Adanya Pembagian dan Pembatasan Tugas atau Kekuasaan yang Bersifat
Fundamental.

2.5 Perubahan Konstitusi


2.5.1 Perkataan “perubahan” dalam konstitusi asal katanya “rubah”, dan kata kerjanya
“merubah”. Mengubah UUD atau konstitusi dapat berarti Mengubah sesuatu yang sudah
diatur dalam UUD atau konstitusi (membuat isi ketentuan UUD menjadi lain dari semula
melalui penafsiran.Menambahkan sesuatu yang belum diatur dalam UUD atau konstitusi.
Bahwa mengubah konstitusi atau UUD sama dengan mengamandemen konstitusi atau
UUD. Hal ini didasarkan pada mengubah UUD dalam bahasa Inggrisnya adalah “to
amandement the constitution”, sedangkan kata perubahan konstitusi bahasa inggrisnya
adalah “constitution amandement”.
Perubahan suatu undang-undang dasar atau konstitusi pada dasarnya dapat di amati
dari dua sisi, pertama secara materil, dan kedua perubahan secara formal. Adapun
mengenai system perubahan, pada saat ini dikenal dua system perubahan UUD. Pertama
perubahan dilakukan secara langsung terhadap UUD lama. Jika ada pasal lama UUD
perlu diubah, perubahan akan langsung diubah oleh pasal tersebut. Dengan demikian
setelah perubahan yang berlaku adalah UUD yang baru secara keseluruhan. Kedua
perubahan tidak dikatakan langsung terhadap UUD lama. Dengan demikian walaupun

15
telah diadakan perubahan, tetapi UUD yang lama tetap berlaku. Perubahan melalui
system ini dilakukan melalui terhadap amandemen UUD lama. Kemudian amandemen ini
dicantumkan dibagian belakang atau akhir dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dari UUD.9
Suatu naskah undung-undang dasar menghadapi tuntutan perubahan dengan mudah
maka konstitusi itu disebut fleksibel, tetapi jika sulit disebut rigid atau kaku.10 Perubahan
UUD hharus memiliki alas an yang mendasar, artinya analisis yang komprehensif. 11
Perubahan juga harus memperhatikan aspek-aspek filosofis, teoritis, dan yuridis.

BAB III
KESIMPULAN

9
Ellydar, Hukum dan Teori Konstitusi (Yogyakarta: Kreasi Total Media,2007), hlm 60-61.
10
Jimly Ashiddiqie, Konstitusi-Konstitusi Indonesia , cetakan ketiga (Jakarta: Sinar Grafika,2014 hlm
45.
11
Ellydar Chaidir, Hukum..op.cit,hlm 71

16
1) Pengertian konstitusi dalam praktek ketatanegaraan dapat berarti lebih luas dari
undang-undang dasar karena pengertian undang-undang dasar hanya meliputi
konstitusi tertulis saja padahal sebenarnya masih ada masih terdapat konstitusi
tidak tertulis yang tidak tercakup dalam undang-undang dasar.
2) pengertian konstitusi dalam dua konsepsi. Pertama adalah konstitusi sebagai
the natural frame of the state yang dapat ditarik ke belakang dengan
mengaitkannya dengan pengertian politeia dalam tradisi Yunani Kuno, Kedua,
konstitusi dalam arti jus publicum regni, yaitu the public law of the realm.Dari
sudut pandang etimologi, konsep klasik mengenai konstitusi dan
konstitusionalisme dapat ditelusuri lebih mendalam dalam perkembangan
pengertian dan pengunaan perkataan politeia dalam bahasa Yunani dan
perkataan constitution dalam bahasa Latin,serta hubungan diantara keduanya
satu sama lain di sepanjang sejarah pemikiran maupun pengalaman praktik
kehidupan kenegaraan dan hukum.
3) Nilai konstitusi dibagi menjadi tiga normative,nominal dan sementical.
4) Perubahan suatu undang-undang dasar atau konstitusi pada dasarnya dapat di
amati dari dua sisi, pertama secara materil, dan kedua perubahan secara formal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jurnal tahun 2017, pengertian konstitusi dan undang-undang dasar,

17
2. Dasril Radjab, 2005, Hukum Tata Negara, Rineka Cipta, hlm 44
3. Charles Howard Mcllwain, Constitutionalism; Ancient and Modern,
(Ithaca,New York: Cornell University Press,1966), hlm 26/
4. Mcllwain, Op. cit., hlm.27
5. Ellydar, Hukum dan Teori Konstitusi (Yogyakarta: Kreasi Total Media,2007),
hlm 60-61.
6. Jimly Ashiddiqie, Konstitusi-Konstitusi Indonesia , cetakan ketiga (Jakarta:
Sinar Grafika,2014 hlm 45.
7. Ellydar Chaidir, Hukum..op.cit,hlm 71

18

Anda mungkin juga menyukai