Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

Hukum tata Negara


DOSEN PENGAMPU:

DISUSUN OLEH:
1. PINGKAN UTARI (05020721043)
2. FAUZA RODI PANJI WIRAWAN (05040721065)
3. M. ALFIANTO PUTRA MEYSHAKA (05040721069)

FAKULTAS SYARIAH dan HUKUM


UIN SUNAN AMPEL
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah
untuk memberikan wawasan mengenai mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia,
dengan judul “HUKUM TATA NEGARA”.

Dengan tulisan ini kami diharapkan mahasiswa mampu memahami Hu


kum Tata Negara di Indonesia. Kami menyampaikan terima kasih kepada sem
ua pihak yang sudah ikut membantu tersusunnya makalah ini. Kami menyadar
i masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Kami berharap semoga tulisan ini dapat memberikan informasi yang berguna
bagi pembacanya, terutama mahasiswa, supaya kelak dapat memahami Hukum Tata
Negara di Indonesia.

Surabaya, 10 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Cover………………………………………………………………………………i
Kata Pengantar……………………….…………………………………….....…...ii
Daftar Isi………………………………..……………………….………….…….iii

BAB I : Pendahuluan………………………………………………………...…..1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………...……..1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………….….. 2
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………….… 2

BAB II : Pembahasan……………………………………………………………3
2.1 Pengertian Hukum Tata Negara…………………………...……………....3
2.2 Unsur-Unsur Negara Indonesia……………...…………………………….8
2.3 Sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia..……………………………...11
2.4 Lembaga negara dan fungsinya………………………………………….. 17

BAB III : Penutup…………………………………………..…………………..27


3.1 Kesimpulan…………………………………………………..…………..27
3.2 Saran………………………………………………………………...……27

Daftar Pustaka…………………………………………………………………..28

iii
BAB I

PENDAHULAN

1.1 Latar Belakang

Dalam makalah ini akan diuraikan tentang ilmu tata negara sebagai mata kuliah
pengantar, yang pokok bahasannya masih bersifat abstrak, umum, dan universal. Abst
rak itu berarti belum mengarah pada negara sebagai entitas (wujud) yang konkret. Um
um artinya dapat terjadi/berlaku/dialami oleh setiap Negara. Ilmu negara sebagai mat
a kuliah pengantar biasanya masih menitikberatkan pada aspek filosofi-teoritis-histori
s mengenai konsep ilmu negara yang meliputi istilah, pengertian lingkup mata kuliah
ilmu negara, serta hubungannya dengan mata kuliah lain.

Sebagai sebuah ilmu pengetahuan, ilmu negara pada hakikatnya bertautan erat
dengan berbagai ilmu-ilmu lainnya. Salah satu yang memiliki relasi kuat dengan ilmu
negara adalah hukum tata negara, selain juga ilmu politik, dan ilmu-ilmu lain yang ob
jek kajiannya negara.

Dalam kepustakaan hukum belanda, perkataan staatrecht (hukum tata negara)


mempunyai dua macam arti: pertama, sebagai staatrechtwetenschap (ilmu hukum tata
Negara) dan kedua, positief staatrecht (hukum tata Negara positif)

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian hukum tata negara?
2. Bagaimana Unsur-Unsur Negara Indonesia?
3. Bagaimana sejarah hukum tata negara?
4. Bagaimana fungsi Lembaga negara dan apa saja Lembaga negara?
1.3 Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Hukum Tata Negara
2. Untuk mengetahui unsu-unsur Negara Indonesia
3. Untuk Mengetahui sejarah hokum tata negara
4. Untuk mengetahu macam-macam Lembaga negara di Indonesia dan fungsinya

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hukum Tata Negara


1. Peristlahan
Ilmu Hukum Tata Negara adalah salah satu cabang ilmu hukum yang secara khu
sus mengkaji persoalan hukum dalam konteks kenegaraan. Kita me-masuki bidang hu
kum tata negara, menurut Wirjono Prodjodikor apabila kita membahas norma-norm
a hukum yang mengatur hubungan antara subjek hukum orang atau bukan orang deng
an sekelompok orang atau badan hukum yang berwujud negara atau bagian dari negar
a.1 Dalam bahasa Perancis, hukum tata negara disebut Droit-Constitutionnel atau dala
m bahasa Inggris disebut Constitutional Law. Dalam bahasa Belanda dan Jerman, huk
um tata negara disebut Staatsrecht, tetapi dalam bahasa Jerman sering juga dipakai ist
ilah verfas sungsrecht (hukum tata negara) sebagai lawan perkataan verwaltungsrecht
(hukum administrasi negara).
Dalam bahasa Belanda, untuk perkataan hukum tata negara juga biasa diperguna
kan istilah staatsrechtatau hukum negara (state law). Dalam istilah staatsrechtitu terk
andung 2 (dua) pengertian, yaitu staatsrecht in ruimere zin (dalam arti luas), dan staa
tsrecht in engere zin (dalam arti sempit). Staatsrecht in engere zin atau Hukum Tata N
egara dalam arti sempit itulah yang biasa nya disebut Hukum Tata Negara atau Verfa
ssungsrecht yang dapat dibedakan antara pengertian yang luas dan yang sempit. Huku
m Tata Negara dalam arti luas (in ruimere zin) mencakup Hukum Tata Negara (verfa
s sungsrecht) dalam arti sempit dan Hukum Administrasi Negara (verwaltungsrecht).2

1
Wirjono Prodjodikoro,”Asas-Asas Hukum Tata Negara di Indonesia”, (Jakarta: Dian Rakyat, 1989),
hal.2
2
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, ‘Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia”,(Jakarta: Pusat
Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983), hal. 22

3
2. Definisi Hukum Tata Negara
Di antara para ahli hukum, dapat dikatakan tidak terdapat rumusan yang sa
ma tentang definisi hukum dan demikian pula dengan definisi hukum tata neg
ara sebagai hukum dan sebagai cabang ilmu pengetahuan hukum. Perbedaan-p
erbedaan itu sebagian disebabkan oleh faktor-faktor perbedaan pandangan di a
ntara para ahli hukum itu sendiri, dan sebagian lagi dapat disebabkan oleh per
bedaan sistem yang dianut oleh negara yang dija dikan objek penelitian oleh s
arjana hukum itu masing-masing. Misalnya, di negara-negara yang menganut t
radisi common law tentu berbeda dari apa yang dipraktikkan di lingkungan ne
gara-negara yang menganut tradisi civil law.
Bahkan, dalam perkembangan praktik selama berabad-abad, di antara
negara-negara yang menganut tradisi hukum yang sama pun dapat timbul perb
edaan-perbedaan karena latar belakang sejarah antara satu negara dengan nega
ra lain yang juga berbeda-beda. Misalnya, meskipun sama-sama menganut tra
disi common law, antara Inggris dan Amerika Serikat jelas mempunyai sejara
h hukum yang berbeda, sehingga konsep-konsep hukum dan konstitusi yang d
ipraktikkan di kedua negara ini juga banyak sekali yang tidak sama. Apalagi,
di Inggris sendiri tidak terdapat naskah konstitusi yang bersifat tertulis dalam
satu naskah UUD, sedangkan Amerika Serikat memiliki naskah UUD tertulis
yang dapat dikatakan sebagai negara modern pertama yang memilikinya.Berb
agai pandangan para sarjana mengenai definisi hukum tata negara itu dapat di
kemukakan antara lain sebagai berikut:
a. Christian van Vollenhoven
Menurut van Vollenhoven, hukum tata negara mengatur semua masyarakat hukum at
asan dan masyarakat hukum bawahan menurut tingkatan-tingkatannya, yang masing-
masing menentukan wilayah atau lingkungan rakyatnya sendiri-sendiri, dan menentuk
an badan-badan dalam lingkungan masyarakat hukum yang ber-sangkutan

4
beserta fungsinya masing-masing, serta menentukan pula susunan dan kewenangan b
adan-badan yang dimaksud.3
b. Paul Scholten
Menurut Paul Scholten, hukum tata negara itu tidak lain adalah het recht dat regelt de
staatsorganisatie, atau hukum yang mengatur mengenai tata organisasi negara. Denga
n rumusan demikian, Scholten hanya menekankan perbedaan antara organisasi negara
dari organisasi non-negara, seperti gereja dan lain-lain. Scholten sengaja membedaka
n antara hukum tata negara dalam arti sempit sebagai hukum organisasi negara di satu
pihak dengan hukum gereja dan hukum perkumpulan perdata di pihak lain dengan ke
nyataan bahwa kedua jenis hukum yang terakhir itu tidak memancarkan otoritas yang
berdiri sendiri, melainkan suatu otoritas.4
c. Kusumadi Pudjosewojo
Kusumadi Pudjosewojo, dalam bukunya “Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia”
merumuskan definisi yang panjang tentang Hukum Tata Negara. Menurutnya, Huku
m Tata Negara adalah hukum yang mengatur bentuk negara dan bentuk pemerintahan,
yang menunjukkan masyarakat hukum yang atasan maupun yang bawahan, beserta ti
ngkatan-tingkatannya yang selanjutnya menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat d
ari masyarakat-masyarakat hukum itu dan akhirnya menunjukkan alat-alat perlengkap
an yang memegang kekuasaan penguasa dari masyarakat hukum itu, beserta
susunan, wewenang, tingkatan imbangan dari dan antara alat perlengkapan itu5
d. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim
Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, dalam buku “Pengantar Hukum Tata
Negara Indonesia”, dinyatakan bahwa:

3
Christian van Vollenhoven,”Staatsrecht Overzee” (Leiden: Stenfert Kroese, 1934), hal. 30
4
Jimly asshiddiqie, “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I”,(Jakarta : Sekertariat Jenderal
Kepaniteraan Mahkamah Konstitus RI, 2006), 24-25
5
Kusumadi Pudjosewojo, “Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004),
hal. 86

5
“Hukum Tata Negara dapat dirumuskan sebagai se-kumpulan peraturan hukum yang
mengatur organisasi dari pada negara, hubungan antar alat perlengkapan negara dala
m garis vertikal dan horizontal, serta kedudukan warga negara dan hak azasinya”

Setelah mengetahui definisi tentang Hukum Tata Negara dari berbagai sumber
tersebut di atas, dan dapat diketahui bahwa di antara para ahli tidak terdapat kesatuan
pendapat mengenai hal ini. Maka dari pendapat yang beragam itu kita dapat mengetah
ui bahwa sebenarnya:
(a) hukum tata negara itu adalah ilmu yang termasuk salah satu cabang ilmu hukum, y
aitu hukum kenegaraan yang berada di ranah hukum publik;
(b) definisi hukum tata negara telah dikembangkan oleh para ahli sehingga tidak hany
a mencakup kajian mengenai organ negara, fungsi dan mekanisme hubungan antar or
gan negara itu, tetapi mencakup pula persoalan-persoalan yang terkait dengan mekani
sme hubungan antara organ-organ negara itu dengan warga negara;
(c) hukum tata negara tidak hanya merupakan Recht atau hukum dan apalagi hanya se
bagai Wet atau norma hukum tertulis, tetapi juga adalah lehre atau teori, sehingga pen
gertiannya mencakup apa yang disebut sebagai verfassungsrecht (hukum konstitusi) d
an sekaligus verfassungslehre (teori konstitusi); dan
(d) hukum tata negara dalam arti luas mencakup baik hukum yang mempelajari negar
a dalam keadaan diam (staat in rust) maupun yang mempelajari negara dalam keadaa
n bergerak (staat in beweging).
Oleh sebab itu, pengertian hukum tata negara itu harus di masukkan pula fakto
r konstitusi sebagai objek kajian yang pokok. Konstitusi, baik dalam arti materiel, for
mil, administratif, ataupun tekstual, dalam arti collective minds ataupun dalam arti ci
vic behavioral realities, adalah pusat perhatian yang sangat penting dari ilmu hukum t
ata negara atau the study of the constitutional law. Konstitusi yang dijadikan objek ka
jian itu dapat mencakup tiga pengertian, yaitu:

6
(a) Constitutie in materiele zin yang dikualifikasikan karena isinya, misalnya
berisi jaminan hak asasi, bentuk negara, dan fungsi-fungsi pemerintahan, d
an sebagainya;
(b) Constitutie in formele zin yang dikualifikasikan karena pembuatnya, misal
nya oleh MPR; atau
(c) Konstitusi dalam arti naskah Grondwet sebagai geschreven document, mis
alnya harus diterbitkan dalam Lembaran Negara, supaya dapat menjadi ala
t bukti dan menjamin stabilitas satu kesatuan sistem rujukan
Di samping itu, konstitusi yang dijadikan objek kajian itu dapat berupa nilai-nilai dan
norma yang terkandung dalam teks konstitusi itu sendiri, ataupun nilai-nilai dan norm
a yang hidup dalam kesadaran kognitif atau collective minds dan perilaku segenap wa
rga
negara (civic behaviors). Oleh karena itu, hukum tata negara itu haruslah diartikan se
bagai hukum dan kenyataan praktik yang mengatur tentang:
1) nilai-nilai luhur dan cita-cita kolektif rakyat suatu negara;
2) format kelembagaan organisasi negara;
3) mekanisme hubungan antar lembaga negara; dan
4) mekanisme hubungan antara lembaga negara dengan warga negara.
Dengan demikian, Ilmu Hukum Tata Negara dapat dirumuskan sebagai cabang ilmu h
ukum yang mempelajari prinsip-prinsip dan norma-norma hukum yang tertuang secar
a tertulis ataupun yang hidup dalam kenyataan praktik kenegaraan berkenaan dengan
(i) konstitusi yang berisi kesepakatan kolektif suatu komunitas rakyat mengenai cita-c
ita untuk hidup bersama dalam suatu negara, (ii) institusi-institusi kekuasaan negara b
eserta fungsi-fungsinya, (iii) mekanisme hubungan antar institusi itu, serta (iv) prinsi
p-prinsip hubungan antara institusi kekuasaan negara dengan warga negara. Keempat
unsur dalam definisi hukum tata negara tersebut di atas, pada pokoknya adalah hakika
t konstitusi itu sendiri sebagai objek utama kajian hukum tata negara (constitutional la
w). Karena pada dasarnya, konstitusi itu sendiri berisi (i) consensus antar rakyat untu
k hidup bersama dalam suatu ko-munitas bernegara dan

7
komunitas kewarganegaraan, (ii) konsensus kolektif tentang format kelembagaan org
anisasi negara tersebut, dan (iii) konsensus kolektif tentang pola dan mekanisme hubu
ngan antarinstitusi atau kelembagaan negara, serta (iv) konsensus kolektif tentang pri
nsip-prinsip dan mekanisme hubungan antara lembaga-lembaga negara tersebut deng
an warga negara.6

2.2 Unsur-Unsur Negara Indonesia


A. PENGERTIAN
Sekali pun sudah sering dicoba, hingga kini sulit untuk menentukan secara
pasti unsur-unsur yang memformasi negara. Ketentuan yang pasti yang menen
tukan unsur-unsur berdirinya suatu negara terdapat dalam The 1933 Montevid
eo Convention on the Rights and Duties of states yang menyebutkan adanya e
mpat unsur-unsur sebagai hal yang menentukan pemformasian negara.
Unsur-unsur tersebut adalah jangkauan wilayah yang pasti, diselenggaraka
n oleh pemerintah yang efektif, adanya penduduk sebagai warga negara yg tet
ap dan kemampuan untuk melakukan hubungan internasional. Unsur-unsur itu
sering disebut sebagai the tradisional kriteria. Kriteria itu itu diakui menurut
prinsip efektivitas dan dalil dari bahasa latin ex factis jus oritur, yang artinya
kepastian hokum menggambarkan sebagian dari fakta. Hanya saja dewasa ini
diperkenalkan unsur lain sebagai syarat berdirinya negara yaitu exepcitional c
ase.

6
Jimly asshiddiqie, “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I”,(Jakarta : Sekertariat Jenderal
Kepaniteraan Mahkamah Konstitus RI, 2006),35-36

8
B. WILAYAH
Syarat ini menjadi problematik. Tak ada ketentuan yang pasti berapakah luas mini
mum suatu wilayah untuk ditetapkan sebagai salah satu unsur yang memformasi Neg
ara. Crawford mengatakan hak suatu negara yang independen untuk menyusun pemer
intahan yang berada dalam suatu wilayah tertentu. Dalam formulasi ini, mempunyai
makna sebagai “kedaulatan wilayah”. Jangkauan kedaulatan wilayah ini, menurut pen
dapat mahkamah internasional dalam Island of Palmas Case “involves the exclusive r
ight to display the activities of a state”.

Suatu Negara negara baru akan mampu mengontrol dirinya terhadap “Negara ind
uk”, akan tetapi bukanlah dapat dikatakan sebagai hal yang sebaliknya, apabila Negar
a tersebut tidak mampu berdaulat atas wilayahnya sendiri, di anggap belum dalam ko
ndisi sebagai negara mandiri. Masa kendali kontrol itu dapat berlangsung dalam berm
acam-macam situasi, akan tetapi 2 tahun adalah suatu masa sebagai “the minimum ti
me periodnecessary to qualify as a state”

C. PENDUDUK

Unsur ini dalam sejumlah kasus tidak dianggap sebagai suatu masalah. Kenyataan
nya, definisi unsur ini diperluas sedemikian rupa untuk dapat mencakup seluruh bagia
n dari tuntutan. Syarat “tetap” dalam unsur ini dapat diartikan dalam 2 hal. Pertama, p
enduduk menjadikan wilayah yang ada sebagai dasar untuk menentukan tempat tingg
alnya. Kedua, wilayah itu sebagai tempat tinggal dapat diajukan tuntunan sebagai ling
kungan tertentu. Pada asasnya taka da ketetapan yang pasti jumlah penduduk minimu
m untuk memformasi negara. Penentu status penduduk adalah ikatan hokum dalam sa
tu kebangsaan.

9
D. PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF

Menurut Crawford, “The requirement that a putative state heve an effective governm
ent might be regarded as central to its claim to statehood”. Makna pemerintahan sen
diri dapat dikaitkan dalam hubungan kepada 2 hal. Pertama, meliputi lembaga-lemba
ga politik, administrative, dan eksekutif, yang bertujuan untuk melakukan pengaturan
dalam komunitas yang bersangkutan dan melaksanakan tugas-tugas yang ditetapkan d
akam aturan hokum. Kedua, dengan menggunakan prinsip efektivitas, kriteria govern
ment menunjuk kepada makna “pemerintah yang efektif” yang berarti lembaga politi
k, administratif dan eksekutif sungguh-sungguh melaksanakan tugasnya dalam wilaya
h yang bersangkutan dan diakui oleh penduduk setempat. Supaya efektif, maka pemfo
rmasian lembaga-lembaga itu didirikan dan diatur oleh hukum yang ditetapkan setela
h pemformasian negara yang bersangkutan. Keberadaan system pemerintahan akan m
enjamin kepastian hokum berdirinya negara dan umumnya sudah dipersiapkan saat pe
ndirian suatu negara.

E. HUBUNGAN DENGAN NEGARA LAIN

Sebagian ahli menyebutkan syarat ini merupakan unsur deklaratif, dan bukan unsur
konstitutif berdirinya suatu negara. Hal ini karena kemampuan menjalin hubungan
dengan Negara lain lebih merupakan konsekuensi lahirnya suatu Negara
dibandingkan syarat pendiriannya. Bahkan, syarat ini tak hanya diperuntukkan bagi
Negara, akan tetapi juga untuk organisasi internasional, termasuk bagian dari
pengaturan konstitusional seperti halnya dalam system federasi.

10
F. KRITERIA MODERN

Konsep efektivitas memegang peran utama dalam syarat berdirinya Negara.


Afektivitas bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dalam situasi nyata.
Alasan penggunaan prinsip ini adalah karena tidak adanya lembaga terpusat yang
mampu memaksakan hak dan kewajiban di tingkat internasional. Oleh sebab itu,
prinsip efektivitas merupakan syarat pengakuan status hukum.

Di dalam praktik, prinsip efektivitas ini tak hanya berlaku untuk penentuan unsur-uns
ur berdirinya Negara. Misalnya, dalam kasus Ethiopia, Austria, Czechoslovakia, Pola
nd, the Baltic States, Guinea-Bissau dan Kuwait diakui sebagai Negara sementara g k
eberadaan unsur-unsur pendiriannya tidak efektif.7
2.3 Sejarah Ketatanegaran Republik Indonesia

Makna Proklamasi Kemerdekaan


Arti dan makna yang terkandung dalam proklamasi kemerdekaaan bagi suatu
bangsa ialah bahwa proklamasi merupakan pernyataan yang memuat keputusan suatu
bangsa untuk meneguhkan tatanan hukum nasional sekaligus menghapuskan tatanan
hukum kolonial. Ditinjau dari aspek politik ideologis, proklamasi bagi bangsa
Indonesia merupakan pernyataan suatu bangsa untuk melepaskan diri dari belenggu
penjajahan serta membentuk Negara Republik Indonesia yang bebas, merdeka, serta
berdaulat secara penuh. Proklamasi merupakan mercusuar penunjuk sejarah, pemberi
inspirasi, serta motivasi dalam perjalanan bangsa Indonesia dalam setiap kondisi.
Melalui proklamasi kemerdekaan, bangsa Indonesia bisa terlahir sebagai bangsa dan
negara yang merdeka, baik secara de facto maupun de jure.
Bangsa Indonesia melalui proklamasi menyatakan kemerdekaannya secara
formal kepada bangsa sendiri dan dunia internasional. Merdeka bermakna bahwa
sejak itu bangsa Indonesia mampu menentukan nasibnya dan tanah airnya dalam
setiap aspek kehidupan. Dengan demikian, proklamasi menjadi pijakan bagi

7
Isharyanto, “Ilmu Negara” (karanganyar:Oase Pustaka,2016), 36-40

11
penyelenggaraan tatanan hukum yang baru. Proklamasi merupakan dasar atau
landasan hukum bagi pemberlakuan hukum nasional. Ini berarti, Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 menjadi landasan hukum bagi
semua bentuk peraturan dan bermacam ketentuan yang ditetapkan di Indonesia.
Dengan dasar inilah, suatu kewajaran jika sesaat setelah penyelenggaraan proklamasi,
PPKI segera mengesahkan UUD 1945 menjadi konstitusi bagi bangsa Indoneisa. Hal
di atas menunjukkan bahwa peran proklamasi sebagai dasar atau landasan hukum
pemberlakuan semua peraturan, ketentuan, serta hukum di Indonesia cukup
menonjol.8
Fakta Historis Lahirnya Konstitusi RIS 1949
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada 17 Agustus 1945,
Belanda masih merasa berkuasa atas Hindia Belanda sebagai negara bekas
jajahan saat berada di bawah kekuasaan Kerajaan Belanda. Pihak Belanda
pada waktu beralasan:

a) Ketentuan Hukum Internasional. Dalam kaca mata Hukum Internasional, taka


da perubahan mengenai status suatu wilayah yang sebelumnya pernah
diduduki oleh bangsa lain. Sehingga, Hindia Belanda yang dulu berada dalam
pendudukan Jepang menjadi bagian dari Kerajaan Belanda. Hindia Belanda
dianggap berada di bawah kekuasaan Kerajaan Belanda selaku penguasa
semula lantaran Jepang telah menyerah kepada Sekutu.
b) Perjanjian Postdan. Terselenggara menjelang berakhirnya Perang Dunia II,
perjanjian ini diadakan oleh Negara Sekutu dengan Jepang, Jerman, dan Italia.
Menurut perjanjian ini, setelah Perang Dunia II selesai, wilayah yang
diduduki oleh ketiga negara tersebut akan dikembalikan kepada penguasa
semula.
Dengan mendasarkan diri pada ketentuan di atas, Belanda merasa mempunyai
kedaulatan atas Hindia Belanda secara de jure. Pandangan ini pada akhirnya

8
Agil Burhan Satia, Cicik Nike Rimayani, Hesti Nuraini, "SEJARAH KETATANEGARAAN PASCA PROKLAMASI
KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945 SAMPAI 5 JULI 1959 DI INDONESIA", MIMBAR YUSTITIA Vol. 3 No.1 (Juni
2019),91

12
menimbulkan konflik senjata antara Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dengan NICA
pada 10 Nopember 1946 di Surabaya.2 Guna mengatasi konflik, Perundingan
Linggarjati digelar pada 25 Maret 1947 di Linggarjati. Perundingan yang berlangsung
antara Indonesia dengan Belanda tersebut antara lain menetapkan beberapa hal
berikut:
1. Secara de facto Belanda mengakui penguasaan RI atas Jawa, Madura dan
Sumatra. Sementara wilayah-wilayah lainnya berada dalam penguasaan
Belanda.
2. Indonesia dan Belanda berencana melakukan kerja sama dalam membentuk
RIS.
3. Indonesia dan Belanda berencana menciptakan Uni Indonesia Belanda.
Karena menjadikan kedaulatan wilayah Indonesia semakin kecil, hasil
perundingan di atas sebenarnya telah merugikan bangsa Indonesia. Di luar itu,
muncul beragam penafsiran tentang Kedaulatan Indonesia-Belanda. Perbedaan
penafsiran yang dimaksud adalah: Sebelum terbentuknya RIS, Belanda menganggap
bahwa yang berdaulat ialah Belanda. Dengan demikian, hubungan luar negeri hanya
boleh dilaksanakan oleh Belanda. Menurut Indonesia sebelum Republik Indonesia
Serikat (RIS) terbentuk yang berdaulat adalah Indonesia, terutama Pulau Jawa,
Madura dan Sumatra sehingga hubungan luar negeri juga boleh dilakukan oleh
Indonesia. Belanda meminta dibuat Polisi bersama, tetapi Indonesia menolak.9
Beragam penafsiran di atas rupanya menyulut terjadinya Agresi Militer I pada
21 Juli 1947 dan Agresi Militer II pada 19 Desember 1948. Dalam perspektif
Indonesia, Belanda melanggar sekaligus melakukan penyerbuan terhadap wilayah
Negara Republik Indonesia yang sebelumnya telah mendapatkan pengakuan. Atas
dasar inilah, apa yang dilakukan oleh Belanda dianggap sebagai agresi. Adapun
Belanda menganggap bahwa meletusnya agresi militer tersebut bertujuan
menertibkan wilayah Kedaulatan Belanda. Bentrok senjata yang terjadi antara
Indonesia dan Belanda berhasil diatasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Keduanya akhirnya memilih genjatan senjata serta menginisiasi Perjanjian Renville.
Perundingan baru yang diadakan di atas Kapal Renville pada tahun 1948 tersebut
menetapkan beberapa hal yakni Belanda berkuasa penuh atas seluruh wilayah
Indonesia sampai Republik Indonesia Serikat (RIS) terbentuk, Republik Indonesia
Serikat (RIS) memiliki kedudukan sejajar atau setara dengan Belanda, dan Republik
Indonesia merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS).

9
Agil Burhan Satia, Cicik Nike Rimayani, Hesti Nuraini, "SEJARAH KETATANEGARAAN PASCA PROKLAMASI
KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945 SAMPAI 5 JULI 1959 DI INDONESIA", MIMBAR YUSTITIA Vol. 3 No.1 (Juni
2019),97-98

13
Sebagai tindak lanjut dari Perjanjian Renville, PBB bermaksud menyelenggarakan
konferensi yang berlangsung antara Belanda dengan Negara Republik Indonesia
untuk membicarakan tentang Republik Indonesia Serikat (RIS). Digelar mulai 23
Agustus 1949 di S’Gravenhage (Den Haag), konferensi ini disebut dengan
Konferensi Meja Bundar (KMB). Konferensi ini melibatkan tiga pihak, yakni: BFO
(Byeenkomst voor Federal Overleg) dan Belanda, Negara Republik Indonesia, serta
suatu komisi PBB yang ditunjuk untuk Indonesia. Konferensi ini pada 2 Nopember
1949 menyepakati Pendirian Negara Republik Indonesia Serikat dan penyerahan
kedaulatan yang dilakukan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda kepada Pemerintah
Negara RIS dengan memuat tiga persetujuan yakni piagam Pengakuan Kedaulatan
oleh Pemerintah Kerajaan Belanda kepada Pemerintah Negara RIS, pengakuan
terhadap status UNI, dan adanya persetujuan perpindahan kedaulatan.
1) Pembentukan UNI yang berlangsung antara Negara RIS dengan kerajaan
Belanda.
Berdasarkan Piagam Pengakuan Kedaulatan, ketentuan-ketentuan di atas akan
diselenggarakan pada 27 Desember 1949.4 Ini berarti, pada 27 Desember 1949,10
negara Republik Indonesia Serikat berdiri dengan mencakup seluruh wilayah
Indonesia. Wilayah yang dimaksud adalah Negara Republik Indonesia dengan status
negara bagian serta bekas wilayah Hindia Belanda. Walaupun tidak menggunakan
kata “Sementara”, namun Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) Tahun 1949
bersifat sementara. Mengingat, ketentuan pada Pasal 186 Konstitusi RIS
menyebutkan, “Konstituante (Sidang Pembuat Konstitusi) bersama- sama dengan
pemerintah selekas-lekasnya menetapkan konstitusi Republik Indonesia Serikat yang
akan menggantikan konstitusi sementara ini”. Sifat kesementaraan tersebut
disebabkan adanya persepsi bahwa Pembentuk UUD belum dianggap representatif
untuk menetapkan suatu UUD. Di samping itu, muncul kesadaran bahwa penyusunan
Konstitusi RIS tersebut dilakukan secara tergesa-gesa dengan maksud memenuhi
kebutuhan terbentuknya Negara Federal. Tak heran apbila Konstitusi RIS
menyebutkan bahwa kelak akan dibentuk suatu badan Konstituante untuk menggagas
UUD baru yang bersama Pemerintah sebagai UUD tetap yang dinilai lebih
representatif.11 Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 ternyata hanya berlaku
sejak 27 Desember 1949 hingga 17 Agustus 1950. Seiring dengan pemberlakuan
konstitusi tersebut selama 8 bulan berlakunya, rencana menetapkan Konstitusi
Republik Indonesia Serikat tidak berhasil diwujudkan. Meskipun terdapat ketentuan
bahwa konstituante bersama pemerintah secepatnya menetapkan Konstitusi Republik

10
Soehino, “Hukum Tata Negara: Sejarah Ketatanegaraan Indonesia”, (Liberty : Yogyakarta 1992), 44-
54

14
Indonesia Serikat, tetapi sejarah ketatanegaraan Indonesia membuktikan bahwa hal
itu ternyata bukan berarti mencakup waktu di bawah 8 bulan.11
Periode Sebelum Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
a. Masa Penjajahan Belanda
Indonesia pada masa ini kekuasaan tertingginya ada di tangan Raja Hindia
Belanda. Dan dibantu oleh Gubernur Jendral sebagai pelaksana. Raja Belanda
bertanggung jawab kepada parlemen. Ini menunjukan sitem pemerintahan yang
dipergunakan di negeri Belanda adalah sistem Parlementer Kabinet.
Adapun peraturan perundang-undangan kerajaan Belanda 1983 adalah:
a. UUD Kearajaan Belanda 1983
1. Pasal 1: Indonesia merupakan bagian dari Kerajaan Belanda;
2. Pasal 62: Ratu Belanda memegang pemerintahan tertinggi atas Pemerintahan
Indonesia, dan Gubernur Jendral atas nama Ratu Belanda mejalankan
Pemerintahan Umum;
3. Pasal 63: Ketatanegaraan Indonesia ditetapkan dengan Undang-Undang, soal-
soal intern Indonesia diserahkan pengaturannya kepada badan-badan di
Indonesia, kecuali ditentukan lain dengan Undang-undang.
b. Indische Staatsregeling (IS)
IS merupakan Undang-Undang Dasar Hindia Belanda. Adapun bentuk-bentuk
peraturan perundang-undangan disebut Algemene Verordeningen (Pearaturan
Umum), yang dikenal dimasa berlakunya IS, adalah:
1. Wet: dibentuk oleh badan pembentuk Undang-Undang Negeri Belanda,
yaitu mahkota dan Parlemen;
2. Algemene Maatsregelen van Bestuur (AmvB), dibentuk oleh mahkota
sendiri;
3. Ordonnantie, dibentuk oleh Gubernur Jendral bersama-sama dengan
Volksraad;
4. Reggering Verordeningen (RV), peraturan yang dibentuk oleh Gubernur
Jendral sendiri.6
Pada masa Hindia Belanda ini sistem pemerintahan yang dilaksanakan adalah
Sentralistik. Asas yang dipergunakan adalah dekonsentrasi yang dilaksanakan dengan
seluas-luasnya.
11
Simorangkir, “Penetapan Undang-Undang Dasar Dilihat dari Segi Hukum Tata Negara”, (Gunung
Agung : Jakarta, 1984),63

15
b. Masa Pendudukan Bala Tentara Jepang.
Dalam sejarah perang asia timur raya, dapat digambarkan bahwa kedudukan Jepang
di Indonesia adalah :
a. Sebagai penguasa pendudukan. Jepang hanya meneruskan kekuasaan Belanda
atas Hindia Belanda. Namun kekuasaan tertinggi tidak lagi ada di tangan
pemerintah Belanda, melainkan diganti oleh kekuasaan bala tentara Jepang.
b. Jepang berusaha mengambil simpati dari bangsa-bangsa yang ada dikawasan
asia timur raya termasuk Indonesia denga menyebut dirinya sebagai Saudara
tua.
Pada masa pendudukan bala tentara Jepang, wilayah Indonesia dibagi menjadi tiga
wilayah besar yaitu :
a) Pulau Sumatera dibawah kekuasaan Pembesar Angkatan darat Jepang dengan
pusat kedudukan di Bukittinggi.
b) Pulau Jawa berada di bawah kekuasaan Angkatan darat yang berkedudukan di
Jakarta.
c) Daerah-daerah selebihnya berada di bawah kekuasaan Angkatan Laut yang
berkedudukan di Makasar.
Dari pembagian wilayah ini membuktikan bahwa pada masa pendudukan Jepang
paham militeristik menjadi model bagi pengaturan sistem ketatanegaraan di
Indonesia.
Salah satu peraturan yang menjadi salah satu sumber hukum tata negara Republik
Indonesia sebelum Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah Undang-
Undang No.40 Osamu Seirei tahun 1942. Osamu Seirei adalah peraturan atau
Undang-Undang yang cenderung berbau otoriter/pemaksaan.12

12
B. Hestu Cipto Handoyo, “Hukum Tata Negara Indonesia”,(Yogyakarta:Cahaya Atma Pustaka, 2015), 70.

16
2.4 Lembaga-lembaga Negara dan Fungsinya

Pengertian Lembaga Negara

Di dalam kepustakaan Indonesia, lembaga negara digunakan dengan istilah


yang berbeda-beda, misalnya istilah organ negara, badan negara, dan alat
perlengkapan negara, namun maknanya sama. Dalam kepustakaan Inggris, lembaga
negara disebut dengan istilah political institution, sedangkan dalam terminologi
bahasa Belanda disebut staat organen.Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
terdapat istilah lembaga pemerintah yang diartikan sebagai badan-badan
pemerintahan di lingkungan eksekutif. Jika kata pemerintah diganti dengan kata
negara, sehingga menjadi lembaga negara, maka hal itu berarti badan-badan negara di
lingkungan pemerintahan negara. Jadi tidak hanya badan eksekutif, tetapi juga badan
legislatif, yudikatif, dan badan-badan negara lainnya. Kamus istilah hukum Fockema
Andreae, menerangkan bahwa kata orgaan berarti “alat perlengkapan”. Sedangkan
alat perlengkapan berarti “orang” atau “majelis” yang terdiri dari orangorang yang
berdasarkan undang-undang atau anggaran dasar berwewenang mengemukakan dan
merealisasikan kehendak badan hukum. Selanjutnya diterangkan bahwa negara dan
badan pemerintahan rendah mempunyai alat perlengkapan, yaitu mulai dari raja
(presiden) sampai pada pegawai yang terendah. Para pejabat itu dapat dianggap
sebagai alat perlengkapan. Tetapi, perkataan ini lebih banyak digunakan untuk badan
pemerintahan tinggi dan dewan pemerintahan yang mempunyai wewenang yang
diwakilkan secara teratur dan pasti.

Dengan demikian, Fockema Andreae menerangkan pengertian alat


perlengkapan negara secara luas dan sempit. Pengertian secara luas maksudnya
bahwa alat perlengkapan negara meliputi semua pegawai yang ada dalam negara, dari
presiden sampai dengan kepala desa (lurah), baik yang bersifat tunggal maupun
kolegial ( merupakan suatu badan atau majelis.

17
Jadi terdapat limitasi penggunaan terminologi alat perlengakapan negara,
yaitu khusus bagi badan-badan negara di tingkat pusat. Tetapi, suatu kriteria yang
jelas dikemukakan oleh Fockema Andreae, bahwa alat perlengkapan negara tersebut
dibentuk berdasarkan hukum (undang-undang dan anggaran dasar) dan memiliki
kewenangan untuk merealisasikan fungsi-fungsinya.

1) Pembedaan Dari Segi Hierarkinya

Pembedaan Lembaga Negara dari segi hirarkinya itu penting karena harus ada
pengaturan mengenai kedudukan hukum dari lembaga-lembaga negara tersebut mana
yang lebih tinggi dan mana yang lebih rendah.13 perlu dipastikan untuk menentukan
tata tempat duduk dalam upacara dan besarnya tunjangan jabatan terhadap para
pejabatnya. Untuk itu, ada dua kriteria yang dapat dipakai, yaitu (i) kriteria hierarki
bentuk sumber normatif yang menentukan kewenangannya, dan (ii) kualitas
fungsinya yang bersifat utama atau penunjang dalam sistem kekuasaan negara.
Sehubungan dengan hal itu, maka dapat ditentukan bahwa dari segi fungsinya, ke-34
1embaga tersebut, ada yang bersifat utama atau primer, dan ada pula yang bersifat
sekunder atau penunjang (auxiliary). Sedangkan dari segi hierarkinya, ke-30 lembaga
itu dapat dibedakan ke dalam tiga lapis. Organ lapis pertama dapat disebut sebagai
lembaga tinggi negara. Organ lapis kedua disebut sebagai lembaga negara saja,
sedangkan organ lapis ketiga merupakan lembaga daerah. Memang benar sekarang
tidak ada lagi sebutan lembaga tinggi dan lembaga tertinggi negara. Namun, untuk
memudahkan pengertian, organ-organ konstitusi pada lapis pertama dapat disebut
sebagai lembaga tinggi negara, yaitu:

1. Presiden dan Wakil Presiden;

2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);

13
Isharyanto, Hukum Kelembagaan Negara,( Yogyakarta,Deepublish:2016 ),hlm.7

18
3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD);

4. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);

5. Mahkamah Konstitusi (MK);

6. Mahkamah Agung (MA);

7. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

Organ lapis kedua dapat disebut lembaga negara saja. Ada yang mendapatkan
kewenangannya dari UUD, dan ada pula yang mendapatkan kewenangannya dari
undang-undang. Yang mendapatkan kewenangan dari UUD, misalnya, adalah Komisi
Yudisial, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara; sedangkan lembaga
yang sumber kewenangannya adalah undang-undang, misalnya, adalah Komnas
HAM, Komisi Penyiaran Indonesia, dan sebagainya. Kedudukan kedua jenis lembaga
negara tersebut dapat disebandingkan satu sama lain. Hanya saja, kedudukannya
meskipun tidak lebih tinggi, tetapi jauh lebih kuat. Keberadaannya disebutkan secara
eksplisit dalam undang-undang, sehingga tidak dapat ditiadakan atau dibubarkan
hanya karena kebijakan pembentukan undang-undang Lembaga-lernbaga negara
sebagai organ konstitusi lapis kedua itu adalah:

1. Menteri Negara;

2. Tentara Nasional Indonesia;

3. Kepolisian Negara;

4. Komisi Yudisial;

5. Komisi Pemilihan Umum;

6. Bank Sentral.

Dari keenam lembaga atau organ negara tersebut di atas, yang secara tegas ditentukan
nama dan kewenangannya dalam UUD 1945 adalah Menteri Negara, Tentara

19
Nasional Indonesia, Kepolisian Negara, dan Komisi Yudisial. Komisi Pemilihan
Umum hanya disebutkan kewenangan pokoknya, yaitu sebagai lembaga
penyelenggara pemilihan umum (pemilu). Akan tetapi, nama lembaganya apa, tidak
secara tegas disebut, karena perkataan komisi pemilihan umum tidak disebut degan
huruf besar.14

2. Pembedaan Dari Segi Fungsinya.

Dari segi fungsinya menurut Jimly Assidiqie ada yang bersifat utama atau primer, dan
ada pula yang bersifat penunjang atau skunder .Untuk memahami perbedaan
keduanya maka lembaga negara tersebut dapat dibedakan menjadi 3 ranah (domain)
yakni;

1. Kekuasaan eksekutif atau pelaksanaan

2. Kekuasaan legislative dan fungsi pengawasan

3. Kekuasaan Kehakiman atau fungsi yudisial.

Bahkan, menurut Jimly Asshiddiqie masih ada lembagalembaga negara lain yang
menjalankan fungsi yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang lebih lanjut
diatur dengan undang-undang. Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat , yakni
“Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur
dengan undang-undang.” Dengan demikian terdapat lebih dari 28 lembaga negara
yang secara eksplisit maupun implisit di dalam UUD 1945. Tetapi, hanya 24 lembaga
negara yang dapat sebagai pihak dalam sengketa antar lembaga negara di MK. Sebab
bank sentral, duta dan konsul tidak ditentukan wewenangnya secara eksplisit dan
implisit di dalam UUD 1945. Sementara itu, kesatuan masyarakat hukum adat tidak
termasuk katagori lembaga negara dan berada di luar lingkup dan jangkauan
organisasi negara.

14
Abustan, “PENATAAN LEMBAGA NEGARA REFLEKSI PENGUATAN SISTEM PRESIDENSIA”,Al Adl,vol IX
Nomor 2, (Agustus 2017), 201-202

20
B. MACAM MACAM LEMBAGA NEGARA DAN FUNGSINYA

Susunan lembaga-lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia


telah dilakukan penyempurnaan sesuai dengan aspirasi rakyat, sehingga mengalami
beberapa perubahan. Perubahan yang sangat jelas terlihat pada kedudukan Majelis.
Permusyawaratan Rakyat (MPR). Sebelum UUD 1945 diamandemen, kedudukan
MPR berada lebih tingggi dari lembaga-lembaga tinggi lainnnya. Namun, setelah
UUD 1945 mengalami amandemen kedudukan MPR disejajarkan dengan Lembaga
lembaga tinggi lainnnya, seperti DPR, presiden, MA, MK, BPK dan KY.

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat

Lembaga negara yang memegang kekuasaan menurut UUD 1945 hasil amandemen
adalah MPR, DPR, presiden, MA, MK, BPK dan KY. Anggota MPR terdiri atas
anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum. Masa jabatan
anggota MPR lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru
mengucapkan sumpah/janji. Sebelum memangku jabatannya, anggota MPR
mengucapkan sumpah/janji bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah
Agung dalam sidang paripurna MPR. Dengan demikian, sesuai dengan UUD 1945
yang telah diamandemen maka MPR termasuk lembaga negara. Sesuai dengan Pasal
3 Ayat 1 UUD 1945 MPR amandemen mempunyai tugas dan wewenang diantaranya:
mengubah dan menetapkan undangundang dasar; melantik presiden dan wakil
presiden; memberhentikan presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya
menurut undang-undang dasar.

MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara. Dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya, anggota MPR mempunyai hak berikut ini:
mengajukan usul perubahan pasal-pasal undang-undang dasar, menentukan sikap dan
pilihan dalam pengambilan keputusan, keuangan dan administratif, melantik presiden
dan wakil presiden dan memberhentikan presiden dan wakil presiden.

21
Anggota MPR mempunyai kewajiban sebagai berikut: mengamalkan
Pancasila; melaksanakan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan; menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kerukunan nasional;
mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan
golongan; melaksanakan peranan sebagi wakil rakyat dan wakil daerah.15

2. Dewan Perwakilan Rakyat

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan lembaga perwakilan rakyat


yang berkedudukan sebagai lembaga negara. Anggota DPR berasal dari anggota
partai politik peserta pemilu yang dipilih berdasarkan hasil pemilu. DPR
berkedudukan di tingkat pusat, sedangkan yang berada di tingkat provinsi disebut
DPRD provinsi dan yang berada di kabupaten/kota disebut DPRD kabupaten/kota.
Berdasarkan UU Pemilu N0. 10 Tahun 2008 ditetapkan sebagai berikut: jumlah
anggota DPR sebanyak 560 orang; jumlah anggota DPRD provinsi sekurang-
kurangnya 35 orang dan sebanyak-banyak 100 orang; jumlah anggota DPRD
kabupaten/kota sedikitnya 20 orang dan sebanyak-banyaknya 50 orang.

Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan presiden. Anggota DPR


berdomisili di ibu kota negara. Masa jabatan anggota DPR adalah lima tahun dan
berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji. Sebelum
memangku jabatannya, anggota DPR mengucapkan sumpah/ janji secara
bersamasama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna
DPR. Lembaga negara DPR mempunyai fungsi berikut ini: Fungsi Legislasi. Fungsi
legislasi artinya DPR berfungsi sebagai lembaga pembuat undang-undang. Fungsi
Anggaran. Fungsi anggaran artinya DPR berfungsi sebagai lembaga yang berhak
untuk menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Fungsi
Pengawasan. Fungsi pengawasan artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan
pengawasan terhadap pemerintahan yang menjalankan undang-undang.

15
Nurul. Struktur Organisasi Pemerintah Tingkat, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2014), hlm. 67

22
DPR sebagai lembaga negara mempunyai hak-hak, antara lain sebagai berikut.
Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah
mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas bagi
kehidupan masyarakat. Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan
terhadap suatu kebijakan tertentu pemerintah yang diduga bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan. Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk
menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah mengenai kejadian yang luar
biasa yang terdapat di dalam negeri disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya
atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket. Untuk
memudahkan tugas anggota DPR maka dibentuk komisi-komisi yang bekerja sama
dengan pemerintah sebagai mitra kerja.16

3. Dewan Perwakilan Daerah

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga negara baru yang


sebelumnya tidak ada. DPD merupakan lembaga perwakilan. daerah yang
berkedudukan sebagai lembaga negara. DPD terdiri atas wakil-wakil dari provinsi
yang dipilih melalui pemilihan umum.Jumlah anggota DPD dari setiap provinsi tidak
sama, tetapi ditetapkan sebanyak-banyaknya empat orang. Jumlah seluruh anggota
DPD tidak lebih dari 1/3 jumlah anggota DPR. Keanggotaan DPD diresmikan dengan
keputusan presiden. Anggota DPD berdomisili di daerah pemilihannya, tetapi selama
bersidang bertempat tinggal di ibu kota Republik Indonesia.

Masa jabatan anggota DPD adalah lima tahun. Sesuai dengan Pasal 22 D
UUD 1945 maka kewenangan DPD, antara lain sebagai berikut: Dapat mengajukan
rancangan undang-undang kepada DPR yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Ikut merancang undang-undang yang
16
Vita Setiawati dan Gatot Ristijono, Rapel IPS & PKn SD kelas 4,5,& 6,( Jakarta Selatan,
Cmedia:2010 ), hlm. 183

23
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan
pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah. Dapat memberi
pertimbangan kepada DPR yang berkaitan dengan rancangan undangundang,
RAPBN, pajak, pendidikan, dan agama. Dapat melakukan pengawasan yang
berkaitan dengan pelaksanaan undang-undang otonomi daerah, hubungan pusat
dengan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan
keuangan pusat dengan daerah, pajak, pendidikan, dan agama.

4. Presiden dan Wakil Presiden

Presiden adalah lembaga negara yang memegang kekuasaan eksekutif. Maksudnya,


presiden mempunyai kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan. Presiden mempunyai
kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan sekaligus sebagai kepala negara. Sebelum
adanya amandemen UUD 1945, presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR, tetapi setelah
amandemen UUD1945 presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat
melalui pemilihan umum. Presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima
tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan.

Presiden dan wakil presiden sebelum menjalankan tugasnya bersumpah atau


mengucapkan janji dan dilantik oleh ketua MPR dalam sidang MPR. Setelah dilantik,
presiden dan wakil presiden menjalankan pemerintahan sesuai dengan program yang telah
ditetapkan sendiri. Dalam menjalankan pemerintahan, presiden dan wakil presiden tidak
boleh bertentangan dengan UUD 1945. Presiden dan wakil presiden menjalankan
pemerintahan sesuai dengan tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.

5. Mahkamah Agung (MA)

Mahkamah Agung merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan


kehakiman. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Mahkamah

24
Agung adalah pengadilan tertinggi di negara kita. Perlu diketahui bahwa peradilan di
Indonesia dapat dibedakan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan
peradilan tata usaha negara (PTUN). Kewajiban dan wewenang Mahkamah Agung,
antara lain sebagai berikut: berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang,
dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang; mengajukan
tiga orang anggota hakim konstitusi; memberikan pertimbangan dalam hal presiden
memberi grasi dan rehabilitasi.

6. Mahkamah Konstitusi (MK)

Mahkamah Konstitusi adalah lembaga baru setelah adanya perubahan UUD


1945. Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan
kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan. Mahkamah Konstitusi berkedudukan di ibu kota negara.Mahkamah
Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim kontitusi yang ditetapkan
dengan keputusan presiden. Susunan Mahkamah Konstitusi terdiri atas seorang ketua
merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota dan tujuh orang anggota
hakim konstitusi. Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk
masa jabatan selama tiga tahun. Hakim konstitusi adalah pejabat negara. Sesuai
dengan Pasal 24 C UUD 1945 maka wewenang dan kewajiban Mahkamah Konstitusi,
antara lain sebagai berikut: mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD; memutuskan
sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD;
memutuskan pembubaran partai politik; memutus perselisihan tentang hasil
pemilihan umum; wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia menurut UUD.

25
7. Komisi Yudisial (KY)

Komisi Yudisial adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang


berikut ini: mengusulkan pengangkatan hakim agung; menjaga dan
menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Anggota
Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang
hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. Anggota
Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan
DPR. Anggota Komisi Yudisial terdiri atas seorang ketua merangkap anggota,
seorang wakil ketua merangkap anggota, dan tujuh orang anggota. Masa
jabatan anggota Komisi Yudisial lima tahun.

8. Badan Pemeriksa Keuangan Badan (BPK)

Pemeriksa Keuangan (BPK) sejajar dengan lembaga negara lainnya.


Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara diadakan
satu Badan Pemeriksan Keuangan yang bebas dan mandiri. Jadi, tugas BPK
adalah memeriksa pengelolaan keuangan negara. Hasil pemeriksaan BPK
diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 23 F maka anggota BPK dipilih oleh DPR
dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh presiden.
BPK berkedudukan di ibu kota negara dan memiliki perwakilan di setiap
provinsi.17

17
Dyah Sriwilujeng, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar kelas IV, (Jakarta,
Erlangga:2003),hlm.34-37

26
16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hukum tata negara adalah sebuah hukum yang mengatur seluruh badan negar
a baik itu eksekutif,legislatif,dan yudikatif atau Lembaga-lembaga lain yang memiliki
kedudukan hukum yang sama yang berlaku pada wilayah tertentu. Hukum tata negara
tidak bisa dilepaskan dengan hubungan ilmu-ilmu yang ada seperti Ilmu Negara,Huku
m Adminitasi Negara,Ilmu Politik dan masih banyak ilmu-ilmu lain. Hukum tata neg
ara ini memiliki korelasi dan hubungan yang erat satu sama lain dengan ilmu-ilmu lai
n sehingga tidak dapat dipisahkan dengan ilmu-ilmu lain. Lingkup kajiannya pun men
yangkut Lembaga negara yang ada di wilayah tertentu serta kewenangan dari Lembag
a negara tersebut baik eksekutif,yudikatif,dan legislatif. Hukum Tata negara ini juga
mengatur bentuk sistem pemerintahan yang sedang diberlakukan di sebuah negara.ber
wenang Dalam hukum tata negara juga berlaku asas-asas sebagai sebuah pandangan h
ukum ataupun norma-norma hukum sebagai pengarah dan petunjuk dalam hukum tata
negara
3.2 Saran
Diharapkan pemerintah selaku pemegang kekuasaan pemerintahan dapat menj
alankan tugas dan kewenangannya sesuai dengan peraturan yang berlaku di Indonesia
serta diharapkan pembaca dapat lebih mengerti tentang hukum tata negara di Indonesi
a.

27
DAFTAR PUSTAKA
Wirjono Prodjodikoro,”Asas-Asas Hukum Tata Negara di Indonesia”, (Jakarta: Dian Rakyat,
1989), hal.2

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, ‘Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia”,(Jakarta:
Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983), hal. 22

Christian van Vollenhoven,”Staatsrecht Overzee” (Leiden: Stenfert Kroese, 1934), hal. 30

Jimly asshiddiqie, “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I”,(Jakarta : Sekertariat Jenderal
Kepaniteraan Mahkamah Konstitus RI, 2006), 24-25

Kusumadi Pudjosewojo, “Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia”, (Jakarta: Sinar


Grafika, 2004), hal. 86

Jimly asshiddiqie, “Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I”,(Jakarta : Sekertariat Jenderal
Kepaniteraan Mahkamah Konstitus RI, 2006),35-36

Agil Burhan Satia, Cicik Nike Rimayani, Hesti Nuraini, "SEJARAH KETATANEGARAAN PASCA
PROKLAMASI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945 SAMPAI 5 JULI 1959 DI INDONESIA",
MIMBAR YUSTITIA Vol. 3 No.1 (Juni 2019),91

Agil Burhan Satia, Cicik Nike Rimayani, Hesti Nuraini, "SEJARAH KETATANEGARAAN PASCA PROKLAMASI
KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 1945 SAMPAI 5 JULI 1959 DI INDONESIA", MIMBAR YUSTITIA Vol. 3 No.1 (Juni
2019),97-98

Soehino, “Hukum Tata Negara: Sejarah Ketatanegaraan Indonesia”, (Liberty : Yogyakarta 1992), 44-
54
Simorangkir, “Penetapan Undang-Undang Dasar Dilihat dari Segi Hukum Tata Negara”, (Gunung
Agung : Jakarta, 1984),63
B. Hestu Cipto Handoyo, “Hukum Tata Negara Indonesia”,(Yogyakarta:Cahaya Atma Pustaka, 2015), 70.

Isharyanto, Hukum Kelembagaan Negara,( Yogyakarta,Deepublish:2016 ),hlm.7


Abustan, “PENATAAN LEMBAGA NEGARA REFLEKSI PENGUATAN SISTEM PRESIDENSIA”,Al Adl,vol IX
Nomor 2, (Agustus 2017), 201-202
Nurul. Struktur Organisasi Pemerintah Tingkat, (Jakarta: PT RajaGrafindo, 2014), hlm. 67
Vita Setiawati dan Gatot Ristijono, Rapel IPS & PKn SD kelas 4,5,& 6,( Jakarta Selatan, Cmedia:2010 ),
hlm. 183
Dyah Sriwilujeng, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar kelas IV, (Jakarta,
Erlangga:2003),hlm.34-37

28

Anda mungkin juga menyukai