DOSEN PENGAMPU :
Dr. H. Syamsir, S.H., M.H.
Rasa syukur saya panjatkan kepada Allah Swt., karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami
dapat menyusun makalah ini dengan baik dan selesai secara tepat waktu. Makalah ini kami beri
judul “Hukum Perdata Di Indonesia” Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
perkuliahan dari dosen pengampu. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk memberikan
tambahan wawasan bagi kami sebagai penulis dan bagi para pembaca. Khususnya pengetahuan
mengenai Hukum Perdata.
Kami selaku penulis tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. H. Syamsir,
S.H.,M.H. selaku dosen pengampu mata kuliah Pengantar Hukum Indonesia. Dan tidak lupa
bagi rekan-rekan kelompok yang telah mendukung penyusunan makalah ini juga mengucapkan
terima kasih.
Terakhir kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sepenuhnya sempurna. Maka dari itu
kami terbuka terhadap kritik dan saran yang bisa membangun kemampuan kami, agar pada tugas
berikutnya bisa menulis makalah dengan lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
saya dan para pembaca.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................................
KATA PENGANTAR .........................................................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................
1.1 latar Belakang ...........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................
2.1 Pengertian Hukum Perdata........................................................................................
2.2 Sumber Hukum Perdata.............................................................................................
2.3 Sejarah Hukum Perdata .............................................................................................
2.4 Sistematika Hukum Perdata.......................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...............................................................................................................
3.2 Lampriran...................................................................................................................
DAFTAR PUSAKA ............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hukum Perdata
Hukum Perdata di Indonesia berasal dan bahasa Belanda yaitu Burgerlijk Recht, bersumber
pada Burgerlik Wetboek (B.W), yang di Indonesia di kenal dengan istilah Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata). Hukum Perdata Indonesia yang bersumber pada KUH Perdata
ialah Hukum Perdata tertulis yang sudah dikodifikasikan pada tanggal 1 Mei 1848. Dalam
perkembangannya banyak Hukum Perdata yang pengaturannya berada di luar KUH Perdata,
yaitu di berbagai peraturan perundang-undangan yang dibuat setelah adanya pengkodifikasian.
Menurut Prof. Subekti pengertian Hukum Perdata dalam arti luas meliputi semua hukum
privat materiil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan
perseorangan. Selanjutnya menurut beliau, perkataan Hukum Perdata adakalanya dipakai dalam
arti yang sempit, sebagai lawan dan Hukum Dagang. Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo,
Hukum Perdata adalah keseluruhan peraturan yang mempelajari hubungan antara orang yang
satu dengan lainnya dalam hubungan keluarga dan dalam pergaulan masyarakat.
Dalam hubungan keluarga melahirkan Hukum Tentang Orang dan Hukum Keluarga,
sedangkan dalam pergaulan masyarakat melahirkan Hukum Benda dan Hukum Perikatan.
Menurut Prof. Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata adalah segala peraturan hukum yang
mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dan orang yang lain. Berdasarkan pengertian
yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas, maka ada beberapa unsur dan pengertian
Hukum Perdata yaitu adanya peraturan hukum, hubungan hukum dan orang. Peraturan hukum
artinya serangkaian ketentuan mengenai ketertiban baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis
yang mempunyai sanksi yang tegas terhadap pelanggarnya. Hubungan hukum adalah hubungan
yang diatur oleh hukum, yaitu hubungan yang dapat melahirkan hak dan kewajiban antara orang
yang mengadakan hubungan tersebut. Orang (persoon) adalah subjek hukum yaitu pendukung
hak dan kewajiban. Pendukung hak dan kewajiban ini dapat berupa manusia pribadi maupun
badan hukum.
Yang dimaksud dengan traktat adalah suatu perjanjian yang dibuat antara dua Negara atau lebih
dalam bidang keperdataan. Trutama erat kaitannya dengan perjanjian internasioanl. Contohnya,
perjanjian bagi hasil yang dibuat antara pemerintah Indonesia denang PT Freeport Indonesia.
Yurisprudensi atau putusan pengadilan meruapakan produk yudikatif, yang berisi kaidah atau
peraturan hukum yang mengikat pidahk-pihak yang berperkara terutama dalam perkara perdata.
Contohnya H.R 1919 tentang pengertian perbuatan melawan hukum . dengna adanya putsan
tersebut maka pengertian melawan hukum tidak menganut arti luas. Tetapi sempit. Putusan
tersebut di jadikan pedoman oleh para hakim di Indonesia dalam memutskan sengketa perbutan
melawan hukum.
2. Pasal 284 ayat (3) BW tentang pengakuan anak luar kawin yang lahir dari wanita
Indonesia Asli. Konsekuensinya, yaitu tidak menimbulkan putusnya hubungan hukum
antara ibu dan anak. Dengan adanya pengakuan terhadap anak luar kawin ini maka dia
mendapatkan hak untuk mewarisi dari orang tuanya yang meninggal, misalnya kalau dia
bersama-sama dengan golongan 1, dia akan mendapatkan bagian 1/3- nya, apabila dia
bersama-sama dengan golongan 2, dia akan mendapatkan bagian ½ dari harta warisan
yang ditinggalkan pewaris tersebut.
3. Pasal 1579 BW: yang menentukan bahwa dalam sewa menyewa barang, pemilik tidak
dapat menghentikan sewa dengan alasan akan memakainya sendiri barangnya.
Konsekuensinya, yaitu boleh menghentikan, sekalipun demikian, apabila si pemilik akan
memakai kembali barang yang disewakannya tersebut, sementara si penyewa masih
mempunyai hak maka si pemilik harus memberikan kompensasi atau ganti kerugian
kepada si penyewa sesuai dengan kesepakatan bersama sehingga si penyewa tidak merasa
dirugikan.
5. Pasal 1238 BW yang menentukan bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hanya dapat
diminta di depan hakim jika didahului dengan penagihan tertulis. Konsekuensinya, yaitu
tidak harus didahului dengan penagihan tertulis
6. Pasal 1460 BW tentang risiko dalam perjanjian jual beli barang ditentukan risiko ada
pada pembeli. Konsekuensinya, yaitu risiko ditanggung bersama, artinya baik si pembeli
maupun si penjual sama menanggung risiko, bahkan apabila terdapat cacat barang yang
tersembunyi tidak tertutup kemungkinan risiko tersebut menjadi tanggung jawab si
penjual seluruhnya. Sebaliknya, apabila terjadi kasus overmatch atau keadaan memaksa,
risiko bisa menjadi tanggungan si pembeli seluruhnya. Jadi, mengenai risiko dari
perjanjian jual beli amat tergantung dari persetujuan bersama, kecuali hal-hal yang diatur
secara tegas dalam peraturan perundang-undangan.
7. Pasal 1630 BW yang mengadakan diskriminasi antara orang Eropa dan bukan Eropa
dalam perjanjian perburuhan. Konsekuensinya, yaitu tidak ada diskriminasi dalam
perburuhan.
Penjelasan:
A. Hukum perorangan memuat peraturan tentang manusia sebagai subjek hukum, peraturan
perihal percakapan untuk memiliki hak dan percakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan
hak-haknya itu serta hal yang mempengaruhi kecakapan. Merupakan keseluruhan norma hukum
yang mengatur mengenai kedudukan orang mengenai manusia sebagai subjek hukum, kecakapan
bertindak dalam lalu lintas hukum, catatan sipil, ketidakhadiran, dan domisili. Termasuk
kedudukan badan hukum sebagai subjek hukum perdata.
B. Hukum keluarga merupakan keseluruhan keseluruhan norma hukum yang mengatur
hubungan hukum bersumber pada pertalian keluarga, misalnya perkawinan, kekuasaan orang tua,
perwalian, dan pengampuan.
C. Hukum kekayaan merupakan keseluruhan norma hukum yang mengatur antara subjek
hukum dan harta kekayaannya atau mengatur mengenai hak dan kewajiban yang dapat dinilai
dengan uang. Hukum kekayaan yang absolut berisi hak kebendaan, yaitu hak yang memberi
kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap setiap orang. Hukum
kekayaan yang relatif berisi hak perorangan, yaitu hak yang timbul dari suatu perikatan dan
hanya dapat dipertahankan terhadap pihak-pihak tertentu saja.
D. Hukum waris Pengertian Hukum Waris :
Menurut pakar hukum Indonesia, Prof.Dr. Wirjono Prodjodikoro (1976), hukum waris
diartikansebagai hukum yang mengatur tentang kedudukan harta kekayaan seseorang
setelah ia meninggal dunia(pewaris),
Wirjono mengemukakan pendapat bahwa sengketa pewarisan timbul apabila ada orang
yang meninggal, kemudian terdapat harta benda yang di tinggalkan, dan selanjutnya
terdapat orang-orang yang berhak menerima harta yang ditinggalkan itu, kemudian lagi
tidak ada kesepakatan dalam pembagian harta warisanitu.
BAB II
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar individu dalam pergaulan
masyarakat. Jadi, hukum perdata adalah hukum pokok yang mengaturkepentingan-kepentingan
perorangan. Dalam [eradilan hukum perdata diutamakan perdamaian karena hukum perdata itu
tidak hanya difungsikan untuk menghukumseseorang, tetapi juga sebagai alat untuk
mendapatkan keadilan dan perdamaian.
3.2 Lampiran
Pertanyaan :
1. Febby Valentika.S (B1A123415)
-Bagaimana hukum perdata mengatasi kasus pelanggaran hak kekayaan intelektual, seperti hak
cipta atau merek dagang?
Dijawab oleh : Anyelir Laetitia (B1A123385)
Hukum perdata memiliki peran penting dalam penyelesaian kasus pelanggaran hak kekayaan
intelektual, termasuk hak cipta. Beberapa cara di mana hukum perdata mengatasi kasus semacam
ini melibatkan:
Tuntutan Hukum: Pemilik hak cipta dapat mengajukan tuntutan hukum perdata melalui
pengadilan. Dalam hal ini, hukum perdata memberikan kerangka kerja untuk pihak yang merasa
hak ciptanya dilanggar untuk menuntut ganti rugi atau penghentian penggunaan tanpa izin.
Penyelesaian Sengketa Secara Perdata: Proses penyelesaian sengketa di lingkungan perdata
melibatkan pengajuan gugatan dan persidangan di hadapan pengadilan. Hakim akan
mempertimbangkan bukti-bukti yang ada dan menerapkan hukum perdata untuk menentukan
apakah pelanggaran hak cipta terjadi dan apa konsekuensinya.
Ganti Rugi: Hukum perdata memungkinkan pemilik hak cipta untuk menuntut ganti rugi atas
kerugian yang diakibatkan oleh pelanggaran hak cipta. Ganti rugi dapat mencakup kerugian
materiil dan non-materiil yang timbul akibat penggunaan tanpa izin.
Penghentian Penggunaan Tanpa Izin: Hakim dapat memerintahkan penghentian penggunaan
karya tanpa izin melalui injungsi atau perintah pengadilan. Ini memberikan perlindungan segera
kepada pemilik hak cipta sebelum persidangan selesai.
Mediasi dan Negosiasi: Selain melalui proses pengadilan, hukum perdata juga mendukung
penyelesaian sengketa melalui mediasi atau negosiasi. Pihak yang terlibat dapat mencapai
kesepakatan damai di luar pengadilan.
Dengan demikian, hukum perdata memberikan alat yang efektif untuk menangani pelanggaran
hak kekayaan intelektual, termasuk hak cipta, dengan memberikan kerangka hukum yang jelas
untuk penyelesaian sengketa dan perlindungan terhadap pemilik hak cipta.
4. Irsad (B1A123383)
-Apa yang menjadi dasar hukum mengenai hak waris dan bagaimana pembagian harta warisan
dilakukan?
Dijawab oleh : M. Iqbal Hamzah (B1A123401)
Dasar hukum mengenai hak waris dapat berbeda-beda di setiap yurisdiksi karena aturan-aturan
ini dapat bervariasi antara negara atau wilayah hukum. Pada umumnya, dasar hukum hak waris
ditemukan dalam perundang-undangan dan aturan-aturan hukum perdata. Beberapa prinsip
umum yang sering diakui dalam berbagai sistem hukum termasuk:
Undang-Undang Waris atau Hukum Keluarga: Setiap negara memiliki undang-undang waris atau
aturan dalam hukum keluarga yang mengatur hak waris dan pembagian harta warisan. Undang-
undang ini menetapkan siapa yang dianggap sebagai pewaris (ahli waris), bagaimana harta
warisan dihitung, dan prosedur pembagian.
Pewaris dan Ahli Waris: Hukum waris menentukan siapa saja yang berhak menjadi pewaris (ahli
waris) dan sejauh mana hak-hak mereka atas harta warisan. Biasanya, pewaris adalah anggota
keluarga langsung seperti anak-anak, pasangan, dan keturunan lainnya.
Pembagian Harta Menurut Hukum Waris: Undang-undang waris menetapkan cara pembagian
harta warisan. Pemisahan ini dapat melibatkan pembagian proporsional antara ahli waris atau
sesuai dengan keinginan tertentu yang dinyatakan dalam wasiat (jika ada).
Wasiat dan Hukum Waris: Beberapa yurisdiksi memperbolehkan seseorang untuk membuat
wasiat untuk mengatur distribusi harta warisan sesuai dengan keinginan pribadi. Namun,
pembuatan wasiat harus mematuhi persyaratan hukum yang berlaku.
Perlindungan Hak Waris Anak Luar Nikah: Banyak sistem hukum memberikan perlindungan
hak waris bagi anak-anak yang lahir di luar nikah, meskipun hak-hak ini mungkin berbeda dari
hak anak yang lahir dalam pernikahan.
Penting untuk dicatat bahwa ketentuan dan prosedur dapat bervariasi secara signifikan antara
negara dan wilayah hukum. Oleh karena itu, dalam kasus tertentu, sangat dianjurkan untuk
berkonsultasi dengan seorang ahli hukum untuk memahami secara rinci bagaimana hukum waris
diterapkan dalam konteks hukum yang berlaku.
Muhammad Abdulkadi, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2014)
2011)
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,(Jakarta: Balai Pustaka,
1989)
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1993)
Soetami Siti, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Bandung : PT Refika Aditama, 2007)
Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid I (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996)