Hukum Perdata
Dosen Pengampu:
Amelisah, MH
Penyusun:
Kelompok 4
Saputra ( 2021.02.001 )
2022
1|PHI
DAFTAR ISI
2|PHI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu
“hubungan”, baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain.
Adakalanya hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan mulus
seperti yang diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan hukum.
Sebagai contoh sebagai akibat terjadinya hubungan pinjam meminjam saja seringkali
menimbulkan permasalahan hukum. Atau contoh lain dalam hal terjadinya putusnya
perkawinan seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Hal tersebut termasuk
dalam masalah hukum perdata.
Hukum perdata di Indonesia adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah
dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan
pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban
disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya. Salah satu bidang hukum yang mengatur hak
dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara obyek hukum.
Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum
publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta
kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan
pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan
(hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga
negara sehari- hari.1
Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda,
khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-
undang Hukum Perdata (dikenal KUHPerdata.) yang berlaku di Indonesia tidak lain
adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan
BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah
1
A. Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, hlm. 10
3|PHI
jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih
bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda
sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa
penyesuaian.2
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hukum perdata?
2. Bagaimana sejarah hukum perdata?
3. Apa saja sumber-sumber hukum perdata?
4. Apa saja asas-asas hukum perdata?
5. Bagaimana sistematika hukum perdata?
6. Bagaimana hukum perdata yang berlaku di Indonesia?
7. Bagaimana keadaan hukum di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui dasar hukum perdata, sejarah,
sumber – sumber hukum perdata dan asas – asas hukum yang berlaku di Indonesia.
2
9Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,(Jakarta: Balai Pustaka, 1989),
hlm. 197
4|PHI
BAB II
PEMBAHASAN
3
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,(Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal.
209
4
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 210
5
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia , hlm. 215
5|PHI
seperti kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, waris, harta benda,
kegiatan usaha, dan tindakan bersifat perdata lainnya. Karena hukum perdata
“rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara
orang yang satu dan orang lain dengan menitikberatkan pada kepentingan
perseoranagn “. Hukum perdata merupakan ketentuan yang mengatur dan membatasi
tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingannya serta membatasi kehidupan
manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau
kepentingannya.6
Hukum perdata juga disebut hukum privat atau hukum sipil (Civil Law).
Hukum privat adalah hukum yang baik materi maupun prosesnya didasarkan kepada
kepentingan pribadi-pribadi. Misalnya ketika terjadi transaksi jual beli rumah, kedua
belah pihak berhak untuk menentukan metode pembayaran, apakah kontan atau kredit.
Jual beli ini merupakan urusan pribadi sehingga institusi public seperti polisi atau jaksa
tidak berhak untuk ikut campur dalam prosesnya. Jadi, ketika ditemukan masalah
perdata dan polisi atau jaksa turut campur dalam kasus tersebut (dengan membawa baju
institusinya), maka tindakan aparat tersebut patut dicurigai. Namun ketika terjadi
penipuan, misalnya rumah dijual bukan hak milik si Penjual, maka kasus ini bisa
dilaporkan ke polisi.7
Hukum perdata menentukan, bahwa didalam perhubungan antar mereka, orang
harus meundukan diri kepada apa saja dan norma-norma apa saja yang harus mereka
indahkan. Dalam hal ini hukum perdata memberikan wewenang-wewenang di satu
pihak dan di lain pihak iamembebankan kewajiban-kewajiban, yang pemenuhannya
dan justru ini adalah inti aturan hukum, jika perlu dapat dipaksakan dengan bantuan
penguasa.8
6
Darda Syahrizal, Kasus-Kasus Hukum Perdata di Indonesi, (Yogyakarta: Pustaka Grhatama, 2011).
hlm. 12-13
7
Darda Syahrizal, Kasus-Kasus Hukum Perdata di Indonesi. hlm. 12-13
8
Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996). hal. 2
6|PHI
Pengertian Hukum Perdata Material dan Formal
- Hukum Perdata Material
Pengertian hukum perdata material adalah menerangkan perbuatan-
perbuatan apa yang dapat dihukum serta hukuman-hukuman apa yang dapat
dijatuhkan. Hukum materil menentukan isi sesuatu perjanjian, sesuatu
perhubungan atau sesuatu perbuatan. Dalam pengertian hukum materil perhatian
ditujukan kepada isi peraturan.9
- Hukum Perdata Formal
Pengertian hukum perdata formil adalah menunjukkan cara
mempertahankan atau menjalankan peraturan-peraturan itu dan dalam perselisihan
maka hukum formil itu menunjukkan cara menyelesaikan di muka hakim. Hukum
formil disebut pula hukum Acaara. Dalam pengertian hukum formil perhatian
ditujukan kepada cara mempertahankan/ melaksanakan isi peraturan.10
9
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2014), hal. 13
10
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia. hlm. 13
7|PHI
hukum kanoniek (hukum agama Katolik) dan hukum kebiasaan setempat
mempengaruhinya. 11
Setelah penduduk Prancis berakhir, oleh pemerintah Belenda dibentuk suatu
panitia yang di ketuai oleh Mr. J.M. Kemper dan bertugas membuat rencana kodifikasi
hukum perdata Belanda dengan menggunakan sebagai sumber sebagaian besar “Code
Napoleon” dan sebagian kecil hukum belanda Kuno. Kemudian diresmikan pada 1
Oktober 1838 yang mengeluarkan Burgerilijk Wetboek (KUHPer) dan Wetboek van
Koophandel ( KUH Dagang).12
2. Kodifikasi Hukum Perdata di Indonesi, tahun, 1848
KUHPer yang terlaksana pada 1 Mei 1848 itu adalah hasil panitia kodifikasi
yang diketuai oleh Mr. C.J. Scholten van Oud-Haarlem. Maksud dari kodifikasi pada
waktu itu untuk mengadakan persesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia
dengan hukum dan keadaan negeri Belanda. Di negeri Belanda aliran kodifikasi adalah
dari pada aliran kodifikasi yang di Eropa berlangsung secara umum pada akhir abad
ke-18; masalah pada waktu itu sudah ada Negara-negara yang telah selesai dengan
kodifikasinya.13
KUHPer Indonesia sekarang ini (yang mulai berlaku sejak 1 Mei 1848)dapat
dikatakan suatu copy KUHPer Belanda, sehingga untuk menyediakannya perlula
sedianya untuk menyelidiki KUHPer Belanda. 14
11
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1993). hlm. 40
12
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2. hlm. 40
13
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2. hal. 41
14
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2. hal. 41
8|PHI
mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata.15 Sumber hukum perdata
adalah asal mula hukum perdata atau tempat dimana hukum perdata di temukan.16
Volamar membagi sumber hukum perdata menjadi empat macam. Yaitu
KUHperdata ,traktat, yurisprudensi, dan kebiasaan. Dari keempat sumber tersebut
dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu sumber hukum perdata tertulis dan tidak tertulis.
Yang dimaksud dengan sumber hukum perdata tertulis yaitu tempat ditemukannya
kaidah-kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya kaidah
hukum perdata tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan
yurisprudensi. Sumber hukum perdata tidak tertulis adalah tempat ditemukannya
kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tidak tertulis. Seperti terdapat dalam
hukum kebiasaan. 17
Yang menjadi sumber perdata tertulis yaitu:
1. AB (algemene bepalingen van Wetgeving) ketentuan umum permerintah Hindia
Belanda.
2. KUHPerdata (BW)
3. KUH dagang atau wetboek van koopandel.
4. UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
5. UU No 5 Tahun 1960 Tentang Agraria.
15
A. Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Bandung : PT Refika Aditama, 2007), hal. 9
16
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2014), hal. 15
17
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2014), hal. 17
9|PHI
Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan
perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang
belum diatur dalam undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).18
2. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1) KUHPdt.
Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya
kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini merupakan asas yang menyatakan
bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup
dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara
kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.19
3. Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan
mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara mereka
dibelakang hari.20
4. Asas Kekuatan Mengikat
Asas kekuatan mengikat ini adalah asas yang menyatakan bahwa perjanjian
hanya mengikat bagi para pihak yang mengikatkan diri pada perjanjian tersebut dan
sifatnya hanya mengikat.21
5. Asas Persamaan hukum,
Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum yang
mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam
hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya, walaupun subjek
hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.22
19
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,(Jakarta: Balai Pustaka, 1989).
Hlm. 40
20
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 41
21
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 42
22
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 42
10 | P H I
6. Asas Keseimbangan,
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak
memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk
menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui
kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan
perjanjian itu dengan itikad baik23
7. Asas Kepastian Hukum,
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda
merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt
servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi
kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang.
Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh
para pihak.24
8. Asas Moral
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela
dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak
debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan
dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk
meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan
motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan
pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.25
9. Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus
dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak
debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah.Asas-asas inilah yang menjadi
dasar pijakan dari para pihak dalam menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian
23
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 238
24
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 238
25
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 239
11 | P H I
dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
keseluruhan asas diatas merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi
pembuat kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai
dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.26
10. Asas Kepatutan.
Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPdt. Asas ini berkaitan dengan
ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat
perjanjiannya27
11. Asas Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang
akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan
saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUHPdt.28
12. Asas Itikad Baik (Good Faith)
Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang berbunyi:
“Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini merupakan asas bahwa
para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak
berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para
pihak.29
26
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 239
27
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm.230
28
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. hlm. 230
29
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,(Jakarta: Balai Pustaka, 1989),
hlm. 231
12 | P H I
- Biku II, yang berjudul Perihal Benda (Van Zaken), yang memuat
Hukum Benda dan Hukum Waris;
- Buku III, yang berjudul perihal perikatan (Van Verbintennissen), yang
memuat Hukum Harta Kekayaan yang berkenan dengan hak-hak dan
kewajiban yang berlaku bagi-orang-orang atau pihak tertentu;
- Buku IV, yang berjudul perihal pembuktian dan kadauiawarsa (Van
Bewijs en Berjaring), yang memuat perihal alat-alat pembuktian dan
akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.30
1. Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum, Hukum Perdata (yang termuat dalam
KUHPer) terdapat 4 bagian, yaitu:
- Hukum Perorangan (Personenrecht) yang memuat antara lain:
a. Peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek hukum,
b. Peraturan-peraturan tentang kecakapan untuk memiliki hak-hak dan
bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya itu.
- Hukum Keluarga (Familierecht) yang memuat antara lain:
a. Perkawinan beserta hubungan dalam hukum harta kekayaan antara
suami/istri
b. Hubungan antara orangtua dan anak-anaknya (kekuasaan orangtua-
ouderlijke macht),
c. Perwalian (voogdij),
d. Pengampunan (curalele).31
- Hukum Harta Kekayaan (Vermogensrecht), yang mengatur tentang
hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilaikan dengan uang.
Hukum Harta Kekayaan meliputi;
a. Hak mutlak, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang;
30
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1993). hlm. 44
31
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1993). hlm. 44
13 | P H I
b. Hal perorangan, yaitu hak-hak yang hanya berlak terhadap seorang
atau suatu pihak tertentu saja.
- Hukum Waris (Erfrecht), yang mengatur tentang benda atau harta
kekayaan seseorang jika meninggal dunia (mengatur akibat-akibat dari
hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang).32
32
Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1993). hlm. 46
33
Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid I (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996). hal. 35
14 | P H I
5. Untuk Golongan warga negara bukan asli yang berasal dari Tionghoa dan
Eropa: Berlaku kitab KUHP (Burgerlijk Wetboek) dan KUHD (Wetboek van
koophandel), dengan suatu pengertian bahwa bagi golongan tionghoa ada suatu
penyimpangan, yaitu pada bagian 2 dan 3 dari TITEL IV dari buku I
tentang: Upacara yang mendahului pernikahan dan mengenai penahanan
pernikahan. Hal ini tidak berlaku bagi golongan tionghoa, karena pada mereka
diberlakukan khusus yaitu Burgerlijke stand, dan peraturan mengenai
pengangkatan anak (adopsi).34
Selanjutnya untuk golongan warga negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa
atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai
Hukum kejayaan Harta Benda (Vermogensrecht), jadi tidak mengenai Hukum
Kepribadian dan Hukum Kekelurgaan (Personen en Familierecht) maupun yang
mengenai Hukum Warisan.35
34
Darda Syahrizal, Kasus-Kasus Hukum Perdata di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Grhatama, 2011).
hal. 50
35
Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid I (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996). hal. 37
36
Darda Syahrizal, Kasus-Kasus Hukum Perdata di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Grhatama, 2011).
hal. 52
15 | P H I
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar individu dalam
pergaulan masyarakat. Jadi, hukum perdata adalah hukum pokok yang mengatur
kepentingan-kepentingan perorangan. Dalam peradilan hukum perdata diutamakan
perdamaian karena hukum perdata itu tidak hanya difungsikan untuk menghukum
seseorang, tetapi juga sebagai alat untuk mendapatkan keadilan dan perdamaian.
16 | P H I
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Abdulkadi, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2014)
Syahrizal DardA, Kasus-Kasus Hukum Perdata di Indonesi, (Yogyakarta: Pustaka Grhatama,
2011)
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia ,(Jakarta: Balai Pustaka,
1989)
Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, jilid 2 (Jakarta: Balai Pustaka, 1993)
Soetami Siti, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Bandung : PT Refika Aditama, 2007)
Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, Jilid I (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996)
17 | P H I