Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ILMU NEGARA

PERSPEKTIF HISTORIS KONSEP NEGARA HUKUM

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Negara
dengan dosen pengampu Bapak Soekirno, SH., CN., M.Hum.

Disusun oleh:
Aulia Nur Hanifa
(21421106)

PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYAH

FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
berbagai rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas individu untuk mata kuliah Ilmu Negara, dengan tema “Perspektif
Historis Konsep Negara Hukum”.

Tidak lupa, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Soekirno, SH., CN., M.
Hum. selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu Negara ini. Penulis juga menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus
memberikan saran dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini tentu masih jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan pengalaman dan
pengetahuan yang penulis miliki. Maka dari itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran
serta masukan dari berbagai pihak agar dapat tersusun makalah yang lebih baik lagi.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan khususnya dalam bidang ilmu kenegaraan.

Sleman, Juni 2022

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1

1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................... 2

1.4 Manfaat Penulisan............................................................................................................. 2

BAB II: PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3

2.1 Pengertian Negara Hukum ................................................................................................ 3

2.2 Latar Belakang Konsep Negara Hukum ........................................................................... 4

2.3 Perkembangam Konsep Negara Hukum ........................................................................... 6

2.5 Macam-macam Negara Hukum dalam Kehidupan Negara-negara di Dunia ................. 10

a. Nomokrasi Islam ........................................................................................................ 10

b. Rechtstaat ................................................................................................................... 11

c. Rule of Law................................................................................................................ 12

d. Socialist Legality ....................................................................................................... 12

e. Negara Hukum Pancasila ........................................................................................... 13

2.6 Urgensi Negara Hukum dalam Negara-negara Modern ................................................. 14

BAB III: PENUTUP ................................................................................................................. 16

3.1 Simpulan ......................................................................................................................... 16

3.2 Saran ............................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 17


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara historis, asal mula munculnya konsep negara hukum merujuk pada pemikiran-
pemikiran mengenai kedaulatan manusia dalam menjalankan kehidupan sosial
bernegaranya. Secara bertahap, manusia bergerak dari individu menuju relasi sosial
sehingga mempertegas makna hukum dengan lahirnya sistem yang bermula dari konsensus-
konsensus atau biasa disebut dengan kontrak sosial. Dengan demikian, kedaulatan negara
ada pada hukum dimana semua entitas politik, sosial, dan ekonomi tunduk pada hukum
tersebut. Tegasnya, kedaulatan dalam konsepsi negara hukum bersumber dari konsensus
rakyat.
Melihat perkembangan di dunia saat ini, hampir setiap negara mempraktikkan konsep
negara hukum yang bentuk dan asasnya bervariasi, walaupun masih ada negara-negara yang
menerapkan sistem kedaulatan berdasarkan kekuasaan. Secara umum, terdapat dua aliran
dalam memaknai hukum sebagai asas kedaulatan. Yaitu konsep negara hukum rechtstaat
yang bertumpu pada sistem di negara Eropa Kontinental atau civil law dan konsepsi negara
hukum the rule of law dalam sistem hukum Anglo Saxon dengan common law-nya. Namun
keduanya tetap bermuara pada prinsip yang sama, dengan istilah “government of laws, and
not of man”. Maka dari itu, ulasan dalam makalah ini membahas konsepsi negara hukum
dari perspektif historis hingga pengaruhnya pada bentuk-bentuk sistem negara yang akan
memperluas wawasan pembaca guna memahami teori dan fenomena keragaman sistem
hukum di negara-negara modern saat ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan negara hukum?


2. Bagaimana latar belakang lahirnya negara hukum?
3. Bagaimana perkembangan konsep negara hukum?
4. Apa saja ciri-ciri dari negara hukum?
5. Apa saja macam-macam negara hukum?
6. Bagaimana urgensi negara hukum dalam negara-negara hukum modern?

1
1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui definisi dari negara hukum.


2. Untuk mengetahui latar belakang lahirnya negara hukum.
3. Untuk mengetahui perkembangan konsep dari negara hukum.
4. Untuk mengetahui ciri-ciri dari negara hukum.
5. Untuk mengetahui macam-macam negara hukum.
6. Untuk mengetahui urgensi negara hukum dalam negara-negara hukum modern.

1.4 Manfaat Penulisan

Dengan adanya literatur seputar konsep negara hukum berdasarkan para akademisi serta
beberapa sumber referensi yang ditulis oleh para ahli hukum, makalah ini diharapkan dapat
menjadi rangkuman penjelasan mengenai perspektif historis konsep negara hukum agar
dapat lebih mudah dibaca oleh mahasiswa.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Negara Hukum

Secara etimologi, istilah negara hukum atau negara berdasar atas hukum merupakan
istilah yang diambil dari bahasa asing, seperti “rechtstaat” dalam bahasa Belanda, “etat de
droit” dalam bahasa Prancis, atau dari bahasa Inggris dengan istilah “the state according to
law”, “legal state”, “the rule of law”.

Negara hukum merupakan negara yang berlandaskan hukum dan keadilan bagi
warganya. Hal itu berarti bahwa segala kewenangan dan tindakan alat-alat perlengkapan
negara atau penguasa, tidak melewati batas hukum yang berlaku. Dengan begitu akan
mewujudkan keadilan bagi pergaulan hidup warganya. Ada pula pengertian lain dari negara
hukum bahwasanya kekuasaan negara dibatasi oleh hukum, artinya bahwa setiap sikap,
tingkah laku dan perbuatan baik yang dilakukan oleh orang-orang dalam lingkup negara
tersebut haruslah berdasarkan atas hukum. Adapun pengertian negara hukum menurut para
ahli:

• F.R Bothlingk mendefinisikan negara hukum dengan “De taat waarin de


wilsvrijheid van gezagsdragers is beperkt door grenzen van recht” (negara, dimana
kebebasan kehendak pemegang kekuasaan dibatasi oleh suatu kehendak hukum).
Lebih lanjut lagi dinyatakan bahwa dalam rangka mewujudkan pembatasan
pemegang kekuasaan tersebut maka direalisasikan dengan cara, “Enerzijds in een
binding van rechter administatie aan de wet, anderjizds in een begrenzing van de
bevoegdheden van de wetgever”, (di satu sisi keterikatan hakim dan pemerintah
terhadap undang-undang, dan di sisi lain pembatasan kewenangan oleh pembuat
undang-undang).
• Selanjutnya, pengertian negara hukum menurut Hugo Krabbe. Ia menyatakan bahwa
negara harus memiliki hukum dan setiap tindakan negara harus didasarkan pada
hukum atau harus bertanggung jawab kepada hukum.
• Sedangkan menurut Philipus M. Hadjon, ide rechtstaat ini cenderung ke arah
positivisme hukum yang membawa konsekuensi bahwa hukum harus dibentuk
secara sadar oleh badan pembentuk undang-undang.

3
• Adapun Prof. Dr. Wirjono Projadikoro, S.H. menyatakan bahwasanya istilah negara
hukum berarti suatu negara yang dalam wilayahnya: 1) Seluruh alat-alat
perlengkapan dari negara, khususnya tindakan-tindakan pemerintah terhadap
warganya tidak boleh sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan
peraturan-peraturan hukum yang berlaku, dan 2) Semua orang dalam hubungan
kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan hukum yang berlaku.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka jelaslah bahwa dalam negara hukum segala
sesuatu harus dilakukan berdasarkan hukum (everything must be done according to law).
Negara hukum-lah yang menentukan bahwa pemerintah harus tunduk pada hukum, bukan
sebaliknya, hukum yang harus tunduk pada pemerintah.

2.2 Latar Belakang Konsep Negara Hukum

Awal mula munculnya konsep negara hukum pada saat itu berada di negara-negara
Eropa bagian barat. Kemunculannya di negara-negara Eropa Barat melalui upaya rakyatnya
memperjuangkan pembatasan kekuasaan yang absolut dari rajanya. Dan perjuangan tersebut
terinspirasi dari aliran individualisme serta masa Renaissance. Dalam Politeia, karya Plato
yang sangat termasyhur menjadi penggagas konssep negara dan hukum yang kemudian
diperkuat dengan Politicos yang membahas seputar ahli negara, atau Staatman dan Nomoi
yang membicarakan hukum “the law”. Plato menganggap kelas-kelas negara terdiri atas
para pemimpin, para tentara, dan para pekerja; untuk bentuk-bentuk pemerintahannya ada
aristokrasi, timokrasi, oligarki, demokrasi dan juga tirani.

Dibandingkan karya sebelumnya, Plato mulai berpikir secara logis di dalam Politicos.
Ia menyadari bahwa seni memimpin negara merupakan bagian dari seni membuat undang-
undang. Namun, walaupun begitu Plato tetap tidak meninggalkan pemikiran lamanya bahwa
kedudukan filsuf-raja lebih tinggi daripada hukum itu sendiri. Dalam menguraikan konsepsi
negara hukum klasik, Jimly Asshiddiqie juga menuliskan konsepsi konstitusi sebagai konsep
pembatasan kekuasaan, masih bersifat materil. Hal ini juga tergambar dalam politeia dan
nomoi. Politeia disamakan dengan konstitusi sedangkan nomoi adalah undang-undang biasa.
Kekuasaan Politeia lebih tinggi daripada nomoi karena politeia mempunyai kekuasaan yang
membentuk, sedangkan nomoi tidak seperti itu karena hanya berupa materi yang perlu
dibentuk. Dalam kebudayaan Yunani, istilah konstitusi berhubungan erat dengan ucapan
respublica constituere yang kemudian melahirkan semboyan Legibus Solutus Est, Salus
4
Publica Suprema Lex, yang artinya “rajalah yang berhak menentukan struktur organisasi
negara karena dialah satu-satunya pembuat undang-undang”.

Ilmu negara milik Plato mengklaim ada lima macam bentuk negara sesuai dengan sifat-
sifat jiwa manusia. Di posisi paling atas ada aristokrasi. Di situlah para cendekia memerintah
sesuai dengan pikiran keadilan. Namun, kemerosotan mengubahnya menjadi timokrasi, yang
mana golongan penguasa itu lebih ingin mencapai kemasyhuran dan kehormatan daripada
keadilan. Timokrasi akan menjadi oligarki sebab kekuasaan diberikan kepada golongan
hartawan, sehingga munculah milik partikelir yang menyebabkan kekuasaan pemerintah
jatuh ke dalam tangan golongan hartawan. Adapun muridnya, Aristoteles, memandang
negara sebagai suatu ciptaan alam karena manusia tidak dapat mencukupi dirinya sendiri
apabila hidup sendiri. Oleh karena itu, manusia perlu dianggap sebagai suatu bagian dalam
hubungan dengan yang lainnya. Aristoteles menganggap monarki, aristokrasi dan politeia
sebagai bentuk pemerintahan terbaik. Sedangkan kemerosotannya menjadi tirani, oligarki
dan demokrasi.

Menurut Aristoteles, politik merupakan suatu cabang pengetahuan praktis. Politik


merupakan bagian dari etika yang berurusan dengan manusia dalam kegiatan kelompok. Ia
memandang manusia merupakan makhluk-makhluk polis (negara-kota). Kecenderungan
alamiah dmereka adalah membentuk kelompok, bertindak dalam kelompok, dan bertindak
sebagai kelompok. Sasaran politik sama halnya dengan tujuan etika dan begitu pula tujuan
kehidupan manusia pada umumnya; yaitu untuk mencapai eudaimonia, kesejahteraan yang
sangat vital bagi setiap orang. Lebih jauh lagi, menurut Aristoteles, pemerintahan yang korup
datang dari sayap tirani, oligarki dan demokrasi. Tirani jelas memproduksi korupsi karena
disanalah pusat kejahatan dan kekuasaan ditata, dipuja dan dibentuk. Tirani menentang
kemanusiaan, menolak kebebasan, menggertak suara yang berbeda dan memenjarakan
lawan-lawan politik. Tirani memiliki prinsip yang bertolak belakang dengan demokrasi.
Tirani sejatinya musuh demokrasi, tetapi keduanya malah mereproduksi kekuasaan yang
korup. Tirani adalah kekuasaan yang dikendalikan oleh satu orang rule by a single person.
Akibatnya melahirkan pemerintahan yang korup. Sedangkan oligarki adalah kekuasaan yang
dikendalikan oleh beberapa orang yang terpilih. Oligarki pada dasarnya, jika membuka
siklus kekuasaan Aristoteles adalah bentuk pemerosotan dari Aristokrasi. Sedangkan
demokrasi adalah pemerintahan yang dikendalikan oleh orang banyak -rule by the many.
Hanya saja, demokrasi yang diklaim sebagai sistem yang sangat baik bagi kebebasan,

5
kemanusiaan dan kesetaraan, namun dituding sebagai bentuk pemerintahan yang cenderung
korup oleh Aristoteles.

Sama halnya dengan para ahli sebelumnya, Tahir Azhary mengatakan bahwa secara
embrionik, gagasan negara hukum telah dikemukakan oleh Plato dan Aristoteles ketika ia
memperkenalkan konsep Nomoi sebagai karya tulis ketiganya. Sementara itu, dalam dua
tulisan pertama, Politeia dan Politicos, belum muncul istilah negara hukum. Dalam Nomoi,
Plato mengemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik ialah dengan mendasarkan
pada pengaturan (hukum) yang baik. Gagasan Plato tentang negara hukum ini dipertegas
oleh muridnya, Aristoteles, yang ia tuliskan dalam buku Politica. Plato mengemukakan
konsep nomoi yang dapat dianggap sebagai cikal-bakal pemikiran tentang negara hukum.
Aristotoles mengemukakan ide negara hukum yang dikaitkannya dengan arti negara yang
dalam perumusannya masih terkait kepada polis. Bagi Aristoteles, yang memerintah dalam
negara bukanlah manusia, melainkan pikiran yang adil, dan kesusilaanlah yang menentukan
baik buruknya suatu hukum. Manusia perlu dididik menjadi warga yang baik dan bersusila,
yang akhirnya akan menjelmakan manusia yang bersifat adil. Apabila keadaan semacam itu
telah terwujud, maka terciptalah suatu "negara hukum", karena tujuan negara adalah
kesempurnaan warganya yang berdasarkan atas keadilan. Dalam negara seperti ini,
keadilanlah yang memerintah dan harus terjelma di dalam negara, dan hukum berfungsi
memberi kepada setiap apa yang sebenarnya berhak ia terima.

Konsepsi negara hukum dalam sejarah klasik diatas kemudian dikembangkan di abad
pencerahan oleh Thomas Hobbes, John Locke, Baron de Montesquieu, Jean-Jacques
Roessau dan yang lainnya hingga kemudian menjadi pijakan berkembangnya negara hukum
modern. Terbelahnya arus pemikiran negara hukum rechtstaat dan rule of law menunjukan
bahwa pemikiran negara hukum di berbagai dunia dipengaruhi sepenuhnya oleh pemikiran
tokoh-tokoh tersebut.

2.3 Perkembangam Konsep Negara Hukum

Perkembangan konsep negara hukum merupakan produk dari sejarah, sebab rumusan
atau pengertian negara hukum terus berkembang mengikuti sejarah perkembangan umat
manusia. Karena itu dalam rangka memahami secara tepat dan benar konsep negara hukum,
perlu mengenal terlebih dahulu gambaran sejarah perkembangan pemikiran politik dan
hukum, yang memicu lahir dan berkembangnya konsepsi negara hukum. Selain itu
pemikiran tentang negara hukum sebenarnya sudah sangat tua, bahkan jauh lebih tua dari
6
usia ilmu negara ataupun ilmu kenegaraan. Dan pemikiran tentang negara hukum merupakan
konsep modern yang multiperspektif juga selalu aktual. Bila perkembangan pemikiran
filsafat hukum dan kenegaraan ditinjau dari sisi historis, konsep terkait negara hukum sudah
berkembang sejak 18 abad sebelum masehi. Akar terjauh mengenai perkembangan awal
konsepsi negara hukum terjadi pada masa Yunani kuno. Jimly Asshiddiqie menerangkan
bahwa gagasan kedaulatan rakyat tumbuh dan berkembang dari tradisi Romawi, sedangkan
tradisi Yunani Kuno menjadi sumber dari gagasan kedaulatan hukum.

Konsepsi negara hukum, selain terkait dengan rechtstaat dan the rule of law, juga
berhubungan dengan konsep nomokrasi yang diambil dari nomos dan cratos. Istilah
nomokrasi tersebut boleh jadi dibandingkan dengan demos dan cratos atau kratien pada
demokrasi. Nomos adalah norma, sedangkan cratos berarti kekuasaan. Hal yang
dibayangkan sebagai faktor penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau
hukum. Karena itu, istilah nomokrasi itu sangat berhubungan dengan ide kedaulatan hukum
atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Menurut istilah Inggris yang dikembangkan
oleh A.V. Dicey, hal itu dapat dikaitkan dengan prinsip rule of law yang berkembang di
Amerika Serikat sebagai prinsip “the Rule of Law, and not of Man”. Bahwa sesungguhnya
yang dianggap sebagai pemimpin dalam suatu negara adalah hukum itu sendiri, dan bukan
orang. Dalam buku Plato berjudul Nomoi yang kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa
Inggris dengan judul “The Laws”, jelas tergambar bagaimana ide nomokrasi itu
sesungguhnya telah sejak lama dikembangkan dari zaman Yunani Kuno.

Merujuk pada histori ketatanegaraan, konsep negara hukum memperkenalkan ragam


varian yang dianut oleh berbagai negara. Ada tipologi negara hukum yang diambil dari
Qur’an dan Sunnah atau tiologi negara hukum nomokrasi Islam, ada konsepsi negara hukum
di negara-negara Eropa Kontinental (rechtstaat), tipologi negara hukum Anglo-Saxon (rule
of law), tipologi negara hukum socialist legality yang dipakai negara-negara komunis serta
tipologi negara hukum Pancasila yang dipraktekkan Indonesia. Ragam tipe negara hukum
tersebut memiliki ciri dan karakter hukum negaranya masing-masing dalam merefleksikan
nilai-nilai konstitusi yang dianutnya. Walaupun terdapat banyak tipe dan jenis negara hukum,
namun secara substansial mereka menjalankan sistem pemerintahan sesuai peraturan
perundang-undangan. Sistem pemerintahan menggambarkan tatanan hukum yang responsif
sesuai yang masyarakat kehendaki. Asumsi ini didasarkan pada ide pertama negara hukum
yang dicetuskan oleh Plato yang diambil dari konsep nomoi. Dalam konsep itu,
penyelenggaraan negara yang baik didasarkan kepada pengaturan (hukum) yang baik.
7
Namun menjelang abad XX konsep tentang negara hukum mengalami pertumbuhan
yang ditandai dengan lahirnya konsep negara hukum modern (welfare state), dimana tugas
negara sebagai penjaga malam dan keamanan mulai berubah. Konsepsi nachwachterstaat
bergeser menjadi welfarestate. Dalam hal ini, negara tidak boleh pasif tetapi harus aktif turut
serta dalam kegiatan masyarakat, sehingga kesejahteraan bagi segenap warganya terjamin.

2.4 Ciri-ciri Negara Hukum

Para pemikir hukum kenegaraan modern telah melakukan perubahan ide dasar Plato
yang menganggap bahwa kepentingan banyak orang harus ditempatkan diatas seluruh
kepentingan pribadi dan golongan. Karena itu, ahli yang kemudian hadir belakangan seperti
Friedrich Julius Stahl memperkenalkan negara hukum menurut persepsi zamannya. Ciri-ciri
rechtstaat menurut Friedrich Julius Stahl:

1) Adanya perlindungan Hak Asasi Manusia.


2) Pembagian kekuasaan berdasar trias politika untuk menjamin HAM.
3) Pemerintahan berdasarkan peraturan.
4) Peradilan administrasi dalam perselisihan.

Sementara ciri-ciri rule of law/rechtstaat International Commission of Jurists Bangkok 1965


adalah sebagai berikut:

1) Perlindungan konstitusional dan prosedur untuk memperolehnya.


2) Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
3) Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
4) Pemilihan umum yang bebas.
5) Kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisi.
6) Pendidikan civics (kewarganegaraan).

Adapun menurut Montesquieu, negara yang paling baik adalah negara hukum karena
terkandung:

1) Perlindungan HAM.
2) Ditetapkannya ketatanegaraan suatu negara.
3) Membatasi kekuasaan dan wewenang organ-organ negara.

8
Frans Magnis S. mengemukakan 4 (empat) ciri negara hukum. Keempat ciri negara hukum
tersebut dikaji dari ilmu politik yang secara etis juga relevan, yaitu sebagai berikut:

1) Kekuasaan negara dijalankan sesuai dengan hukum positif yang berlaku.


2) Kegiatan negara berada di bawah kontrol kekuasaan kehakiman yang efektif.
3) Dilakukan berdasarkan suatu undang-undang dasar yang menjamin hak asasi manusia.
4) Adanya pembagian kekuasaan.

Dalam konteks yang sama, muncul pula suatu konsep negara hukum rule of law dari
Albert Ven Dicey. Adapun unsur-unsur negara hukum rule of law menurut A.V. dicey dalam
bukunya An Introduction to The Study of The Law of The Constitution adalah:

1) Supremacy of the law atau supremasi aturan-aturan hukum, yaitu tidak adanya
kekuasaan sewenang-wenang (absence of orbitrary power), dalam arti bahwa seseorang
hanya boleh dihukum kalau terbukti melanggar hukum yang ada.
2) Equality before the law yang berarti kedudukan yang sama dihadapan hukum.
3) Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-unang serta keputusan-keputusan
pengadilan.

Dalam bukunya Introduction to Study of The Law of The Constitution, A.V. Dicey
mengetengahkan tiga arti dari regular law. Pertama, supremasi absolut atau predominasi dari
regular law untuk menentang pengaruh dari arbitrary power dan meniadakan kesewenang-
wenangan, prerogratif atau discretionary authority yang luas dari pemerintah. Kedua,
persamaan dihadapan hukum atau penundukan yang sama dari semua golongan kepada
ordinary court. Ini berarti bahwa tidak ada orang yang berada di atas hukum, baik pejabat
maupun warga negara biasa berkewajiban untuk menaati hukum yang sama. Ketiga,
konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land, bahwa hukum konstitusi bukanlah
sumber tetapi merupakan konsekuensi dari hak-hak individu yang dirumuskan dan
ditegaskan oleh peradilan. Singkatnya, prinsip-prinsip hukum privat melalui tindakan
peradilan dan parlemen sedemikian diperluas hingga membatasi posisi Crown dan pejabat-
pejabatnya.

Perbedaan yang paling mencolok antara konsep rechtstaat dan rule of law ialah apabila
rechtstaat, meletakkan peradilan administrasi sebagai sarana yang sangat esensial.
Sedangkan menurut konsep rule of law, masyarakat lebih besar menaruh kepercayaannya
pada peradilan umum. Sehingga mereka tidak menerapkan peradilan administrasi.

9
Negara dengan konsep rule of law beranggapan bahwa semua orang memiliki
kedudukan yang sama dihadapan hukum, karena itu ditegakkanlah hukum yang adil dan
tepat. Walaupun konsep rechtstaat dengan rule of law memiliki latar belakang yang berbeda,
raja sebagai pemegang otoritas tertinggi pada civil law lebih fokus pada penyusunan
peraturan sebagai landasan dalam menjalankan kekuasaannya, sedangkan pada rule of law
pemegang otoritas tertinggi menekankan pada penyelesaian perkara yang putusannya
menjadi hukum yang berlaku. Meskipun demikian, pada dasarnya konsep rule of law dengan
civil law itu sama karena keduanya bertujuan untuk melindungi hak-hak kebebasan sipil
warga negara dari kemungkinan tindakan sewenang-wenang kekuasaan negara. Intinya,
keempat prinsip rechtstaat yang dikembangkan oleh Julius Stahl datas dapat digabungkan
dengan tiga prinsip rule of law yang dikembangkan oleh A.V. Dicey sebagai penanda ciri-
ciri negara hukum modern di zaman sekarang.

2.5 Macam-macam Negara Hukum dalam Kehidupan Negara-negara di Dunia

a. Nomokrasi Islam

Tujuan dikenalkannya konsep ini adalah untuk membangun masyarakat yang ideal
(khairu ummah) mirip dengan “al-Madinah al-Fadhilah yang digagaskan Al-Farabi.
Karena itu guna mencapai tujuan itu diperlukan kesadaran aktif akan sejarah umat
manusia. Manusia diturunkan ke muka bumi tidak lain adalah untuk melakukan
perubahan sosial dan membentuk peradaban yang menjadi miliknya. Diturunkannya
manusia ke bumi ini tentu dibekali dengan kekuatan dan kemauan untuk melangkah ke
arah yang lebih baik dengan kesadaran individual dan kolektifnya dalam membentuk
komunitas yang ideal.

Ada kecenderungan bahwa model Negara Madinah yang diambil atas filsafat
kenabian, dianggap sebagai dasar sejarah pembentukan negara Islam, dengan asumsi-
asumsi syariah-teologis, historis dan sosiologis. Kenabian yang elektik, eksotik dan
esoteris, mendapatkan momentum di masa kini, pada saat tesis negara modern menjadi
persoalan bagi ketidakadilan yang muncul di berbagai ranah kehidupan. Inilah pentingnya
sejarah kenabian beserta kosntruksi negara yang dibangun di masa lalu menjadi
kemestian direkonstruksi di masa kini. Masa dimana kekuatan politik, ekonomi dan
kultural melingkar dalam proses demokrasi.

10
Negara Islam merupakan suatu upaya mengetengahkan bahwa Islam bukan hanya
agama yang mengatur kehidupan akhirat, tetapi Islam adalah suatu keyakinan yang
berpadu dengan kehidupan umat manusia. Islam sebagai agama adalah sistem keyakinan
yang memberi petunjuk bagi kehidupan di dunia dan di akhirat. Sekalipun Islam tidak
memperkenalkan bentuk negara secara rinci, tetapi secara substansialis, suatu negara
yang menganut asas nomokrasi, yang pertama-tama adalah merujuk pada teks-teks dasar
Islam (Qur’an dan Sunnah), juga pola pengaturan hubungan-hubungan sosial didasarkan
atas konsepsi Islam. Dengan demikian, Nomokrasi Islam adalah kekuasaan yang
didasarkan kepada hukum-hukum yang berasal dari Allah, karena Tuhan itu abstrak dan
hanya hukum-Nya lah yang nyata tertulis.

b. Rechtstaat

Merupakan istilah yang dipakai untuk aliran hukum yang ada pada Eropa Kontinental,
atau biasa disebut dengan civil law sistem. Paham rechtstaat lahir dari suatu perjuangan
terhadap absolutisme sehingga perkembangannya bersifat revolusioner, dan bertumpu
pada sistem hukum kontinental yang disebut civil law atau modern roman law. Ciri negara
hukum pada masa itu digambarkan sebagai “negara penjaga malam” (nachtwakersstaat).
Tugas pemerintah dibatasi hanya pada mempertahankan ketertiban umum dan keamanan
(de openbare orde en veiligheid).

Konsep rechtstaat menurut Immanuel Kant yaitu negara berfungsi sebagai penjaga
keamanan baik preventif maupun represif (negara liberale rechtstaat), yaitu melarang
negara untuk mencampuri usaha kemakmuran rakyat, karena rakyat harus bebas dalam
mengusahakan kemakmurannya.

Friedrich Julius Stahl menyatakan bahwa konsep rechtstaat memiliki empat unsur,
yaitu: 1) Hak-hak dasar manusia, 2) Pembagian kekuasaan, 3) Pemerintahan berdasarkan
peraturan, dan 4) Peradilan tata usaha negara. Sehingga dengan unsur itu, konsepsi negara
hukum yang hendak dikembangkan adalah negara hukum yang memiliki tata
kelembagaan pemerintahan yang teratur dengan kewenangan masing-masing yang
melekat didalamnya. Seperti halnya pembagian kekuasaan yang dikenalkan melalui
konsep trias politica maka pemerintahan tidak bisa berdiri dan dijalankan tanpa aturan.
Aturanlah yang membatasi kekuasaan itu bergerak, aturan pula yang membagi
kewenangan antarkekuasaan, sehingga tidak ada saling berebut kekuasaan.

11
c. Rule of Law

Paham the rule of law pada sistem hukum Anglo Saxon sejatinya sama saja dengan
rechtstaat dalam sistem hukum Eropa Kontinental. Karena keduanya memiliki makna inti
the laws which govern and not men. Namun dalam karakteristiknya, sistem hukum Eropa
Kontinental rechtstaat muncul sebagai suatu sistem yang rasional dan revolusioner
terhadap absolutisme dan sistemnya civil law bersifat administratif. Sedangkan sistem
hukum Anglo Saxon the rule of law bersifat yudisial dan berkembang secara evolusioner
sebagai usaha untuk melepaskan diri dari sistem absolutisme. Karena itu pada
perkembangannya di Inggris, peran peradilan para hakim menjadi semakin besar. Yang
mana dalam keadaan tersebut, dipikirkanlah langkah-langkah untuk peradilan yang adil.
Konsep The Rule of Law yang dikemukakan oleh A.V. Dicey yaitu mempunyai 3
(tiga) tolak ukur sebagai berikut: 1) Supremasi hukum, 2) Persamaan dihadapan hukum,
3) Konstitusi yang didasarkan pada hak-hak perseorangan.
Keberadaan sistem hukum Anglo Saxon adalah salah satu perangkat penting dalam
upaya mendorong pemerintahan yang demokratis, sekaligus menghindari menghindari
pemerintahan yang totaliter. Dengan konsep yang diterapkan itu, maka jalannya
pemerintahan diharapkan berdasar pada kepentingan rakyat. Disinilah hukum bekerja dan
ditegakkan, untuk menghindari totalitarianisme memasuki sistem pemerintahan.

d. Socialist Legality

Negara hukum socialist legality, adalah negara yang menempatkan hukum dibawah
sosialisme. Hukum hanyalah alat untuk mencapai sosialisme. Dan hak perseorangan
dapat disalurkan kepada prinsip-prinsip sosialisme, meskipun hak tersebut patut
mendapat perlindungan.

Negara-negara komunis menggunakan konsep Socialist Law sebagai sistem


hukumnya. Terdapat banyak pemahaman di kalangan ahli hukum dalam memaknai kata
sosialis bila dihubungkan dengan hukum. Kata “sosialis” sesungguhnya menandakan
filosofi dan ideologi yang secara umum mengacu pada pemikiran Marxist-Leninist.
Ideologi sosialis ini selalu dikaitkan pada prinsip bahwa keseluruhan hukum merupakan
instrumen dari kebijakan ekonomi dan sosial. Dan common law serta civil law
menampilkan tradisi kapitalis, borjuis, imperialis, eksploitasi masyarakat, ekonomi dan
pemerintahan.

12
Tradisi hukum sosialis tidak hanya didasarkan pada peraturan perundang-undangan
atau yurisprudensi, tetapi juga pada dasar kebijakan ekonomi dan sosial. Menurut
pandangan ini, hukum adalah instrumen kebijaksanaan dalam bidang ekonomi atau sosial
(instrument of economic and social policy).

e. Negara Hukum Pancasila

Konsep bernegara yang dipilih para pendiri negara Indonesia tidak hanya mengacu
pada tradisi hukum Barat, tetapi juga berakar pada tradisi asli Bangsa Indonesia dengan
merumuskan lima prinsip bernegara, yaitu ketuhanan, kemanusiaan, kebangsaan,
kerakyatan, dan keadilan sosial ke dalam suatu konsep Pancasila. Para pendiri negara
mengadopsi konsep rechtstaat pada tradisi hukum Eropa Kontinental, namun juga
mengupayakan untuk memberi muatan substantif yang berbasis pada tradisi Bangsa
Indonesia hingga akhirnya menghasilkan konsep Negara Hukum Indonesia.

Dalam kaitannya dengan hukum yang berlaku bagi Bangsa dan Negara Indonesia,
Pancasila ditegaskan dalam UUD 1945 sebagai cita hukum (rechtsidee) yang menguasai
hukum dasar negara, baik hukum dasar yang tertulis maupun tidak tertulis. Sebagai cita
hukum Pancasila menjadi bingkai bagi sistem hukum dalam Negara Hukum Pancasila
sebagai suatu sistem khas Indonesia. Konsep negara Pancasila memiliki lima karakteristik,
yaitu:

1) Berasas kekeluargaan, mengakui hak-hak individu namun tetap mengutamakan


kepentingan nasional.
2) Berkepastian hukum dan berkeadilan.
3) Berlandaskan nilai-nilai keagamaan (religious nation state).
4) Memadukan hukum sebagai sarana rekayasa sosial dan hukum sebagai cerminan
budaya masyarakat.
5) Pembentukan hukum mesti berbasis pada hukum yang bersifat netral dan universal.

Dengan demikian, Pancasila sebagai cita hukum menjadikan hukum Indonesia tidak
sekuler dan juga tidak didasarkan pada agama tertentu saja. Cita hukum Pancasila
mengharuskan hukum Indonesia mengakui manusia sebagai individu yang memiliki hak
dan kewaiban sesuai dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab, sekaligus
mengakui bahwa fitrah manusia adalah makhluk sosial. Dengan kata lain, Pancasila tidak

13
hanya memberikan panduan akan dibawa kemana hukum dan penegakannya, tetapi juga
memberikan nilai aksiologis dalam menentukan bentuk hukum dan cara menjalankannya.

2.6 Urgensi Negara Hukum dalam Negara-negara Modern

Saat ini, telah muncul beberapa konsep negara hukum versi modern dengan berbagai ciri
dan karakteristiknya masing-masing. Salah satunya adalah pandangan dari Scheltema
mengenai sejumlah asas dasar yang terdapat dalam negara hukum yang juga dapat dikatakan
sebagai unsur-unsur dan asas-asas negara hukum modern. Unsur-unsur dan asas-asas dasar
yang harus terdapat dalam sebuah negara hukum modern menurut Scheltema adalah sebagai
berikut:

a. Adanya pengakuan, penghormatan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia


(human right) yang berakar pada penghormatan atas martabat manusia (human
dignity).
b. Asas kepastian hukum.
Negara hukum bertujuan untuk menjamin bahwa kepastian hukum tersujud dalam
masyarakat. Hukum bertujuan untuk mewujudkan kepastian dalam hubungan
antarmanusia, yaitu menjamin prediktabilitas dan juga bertujuan untuk mencegah
bahwa hak pihak yang terkuat yang berlaku.
c. Asas similia similibus
Asas similia similibus dapat pula diartikan sebagai asas persamaan. Menurut asas ini,
dalam seuatu negara hukum, pemerintah tidak boleh mengistimewakan orang
tertentu (harus non-diskriminatif). Aturan hukum berlaku sama untuk setiap orang,
sehingga harus dirumuskan secara umum dan abstrak.
d. Asas demokrasi
Asas demokrasi menjadi penting dalam sebuah negara hukum karena asas ini
memberikan suatu cara atau metode pengambilan keputusan. Asas ini menuntut
bahwa setiap orang harus memounyai kesempatan yang sama untuk memengaruhi
tindakan pemerintah. Asas ini diwujudkan melalui system representasi atau
perwakilan rakyat yang mempunyai peranan dalam pembentukan undang-undang
dan control terhadap pemerintah.
e. Pemerintah dan aparatnya mengemban fungsi pelayanan masyarakat
Pemerintah mengemban tugas untuk memajukan kepentingan semua warga negara
dan semua kegiatan pemerintah harus terarah pada kesejahteraan umum.

14
Robert MacIver beranggapan bahwa inti negara hukum adalah sebagai alat pemaksa
mereka sendiri untuk mematuhi peraturan-peraturan agar tercapai keinginan bersama. Dan
konsep utama negara hukum adalah adanya pembatasan oleh hukum, yang berarti bahwa
setiap sikap, tingkah laku, dan perbuatan, yang dilakukan oleh penguasa ataupun warga
negaranya terhindar dari kesewenang-wenangan dari para penguasa negara. Dengan
demikian, guna membatasi kekuasaannya, seluruh kekuasaan di dalam negara haruslah
dipisah dan dibagi kedalam kekuasaan tertentu. Pembatasan kekuasaan pemerintah pula
harus tunduk pada kehendak rakyat (demokrasi) juga perlu dibatasi oleh aturan hukum
tertinggi yang disebut konstitusi.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan

Negara hukum adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan keadilan, tidak
berdasarkan kekuasaan yang absolut. Karena itu kekuasaan pemerintah dalam negara
dibatasi dan harus tunduk pada hukum dasar yang berlaku di negara itu. Secara historis, akar
terjauh mengenai perkembangan awal pemikiran negara hukum adalah pada masa Yunani
Kuno. Yang kemudian muncul perjuangan pembatasan kekuasaan oleh orang-orang di
negara Eropa Barat karena menemukan adanya kekuasaan raja yang absolut.

Plato mengenalkan konsep negara hukum melalui karya-karyanya: Politeia, Politicos,


dan Nomoi. Setelah itu, gagasan tersebut diperkuat oleh muridnya, Artistoteles dan
dikembangkan oleh ahli-ahli negara yang berdatangan setelahnya. Sehingga melahirkan tipe
negara hukum yang terbagi atas rechtstaat dan the rule of law. Pada dasarnya keduanya
sama-sama menjadikan hukum sebagai landasan dalam menyelenggarakan kehidupan
bernegara. Hanya saja, rechtstaat merupakan konsepsi yang bertumpu pada civil law di
negara Eropa Kontinental. Sedangkan konsepsi the rule of law dipraktekkan oleh negara-
negara Anglo Saxon yang menggunakan sistem hukum common law. Selain itu, berkembang
pula konsepsi negara hukum tipe Negara Nomokrasi Islam yang berlandaskan al-Qur’an dan
Sunnah, Socialist Legality yang mengacu pada aliran sosialisme, dan Negara Hukum
Pancasila yang merupakan rumusan para pendiri negara atas lima prinsip negara Indonesia.

Sehingga, inti negara hukum adalah membatasi kesewenang-wenangan dengan


menjadikan hukum sebagai landasan mengikat dalam bertingkah laku orang-orang
didalamnya guna mencapai cita-cita bersama yang berkeadilan dan luhur.

3.2 Saran

Pembahasan seputar negara hukum yang telah penulis cantumkan diatas hanyalah
beberapa dari sekian banyaknya pemikiran dan teori tentang negara hukum. Karena itu,
dalam mempelajari konsep negara hukum, alangkah baiknya apabila pembaca lebih
memperluas wawasan dengan mencari literatur lain dan juga melakukan pengkajian secara
mendalam. Dengan harapan, akan terbentuklah akademisi yang tidak hanya berwawasan
luas tetapi juga berpartisipasi dalam menjadikan negara ini lebih baik lagi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, J. (2014). Pengantar ilmu hukum tata negara. Rajawali Pers

Azhary, M. T. (2010). Negara Hukum: Suatu studi tentang prinsip-prinsipnya dilihat dari
segi hukum Islam, implementasinya pada periode negara Madinah dan masa kini.
Kencana Prenada Media Group.

Chaidir, E. (2007). Hukum dan teori konstitusi. Total Media.

Effendy, M. (2005). Kejaksaan RI: Posisi dan fungsinya dari perspektif hukum. Gramedia.

Efriza. (2008). Ilmu politik: Dari ilmu politik sampai sistem pemerintahan. Alfabeta.

Fajar, A. M. (2016). Sejarah, elemen dan tipe negara hukum. Setara Press.

Huda, N. (2007). Lembaga negara dalam masa transisi demokrasi. UII Press.

Jurdi, F. (2016). Teori negara hukum. Setara Press.

Muhtada, D., & Diniyanto, A. (2018). Dasar-dasar ilmu negara. BPFH UNNES.

Suryawati, N. (2020). Hak asasi politik perempuan. Ideas Publishing.

17

Anda mungkin juga menyukai