Anda di halaman 1dari 16

1

MAKALAH KEWARGANEGARAAN
‘’ RULE OF LAW ‘’

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Ibu Dra. Indrawati,SKp,NS,M.Psi

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 10
1. ANNISA ZAHARO ( 1 RKI / P07520222136 )
2. ERIKA TIARA PUTRI GIRSANG ( 1B / P07520222080 )
3. MUTIARA ANGGRAINI ( 1B / P07520222099 )
4. ROBI KOBAR RAMADHANI ( 1B / P07520222112 )
5. TALITA BERSYEBA BR TARIGAN ( 1B / P07520222117 )

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


MATA KULIAH : KEWARGANEGARAAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN


2

TAHUN AJARAN 2022/2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Kewarganegaraan yang
berjudul ‘’Rule of Law’’. Kami juga berterimakasih kepada beberapa pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Makalah tentang ulasan mengenai Rule of Law ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
semester Ganjil mata kuliah Kewarganegaraan. Penulisan makalah ini bertujuan untuk
memberikan informasi lebih jauh mengenai pengertian, konsep dasar Rule of Law serta
mengenai hubungannya dengan Negara dan HAM kepada pembaca.

Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran, khususnya kepada dosen pengampu mata kuliah
Kewarganegaraan Ibu Dra. Indrawati,SKp,NS,M.Psi agar kami bisa mengembangkan ilmu
pengetahuan kami, khususnya memahami tentang Kewarganegaraan pada materi Rule of
Law.

Medan, 21 November 2022

Kelompok 10
3

DAFTAR ISI

COVER………………………………………………………………………………………..
1
KATA PENGANTAR………………………………………………………………..………2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….………3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A. Latar Belakang...............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................5
C. Tujuan....…………………………………………………………………………….…5

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................6
A. Konsep Rule of Law……..………………………….....................................................6
B. Konsep Negara Hukum Indonesia dalam Rule of Law................................................10
C. Strategi Pelaksanaan Rule of Law……………............................................................14

BAB III PENUTUPAN..........................................................................................................15


A. Kesimpulan...................................................................................................................15
B. Saran.............................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….16
4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum telah mencakup segala aspek kehidupan manusia. Manusia sebagai
makhluk sosial kini tidak luput dari banyaknya aturan yang memang wajib ditaati.
Tujuannya agar manusia dapat hidup tertib, nyaman, aman, dan tentram. Selain itu,
adanya aturan atau hukum juga dapat dijadikan batasan dari berbagai perilaku
manusia. Tentunya apabila dalam suatu kehidupan tidak ada hukum yang berlaku,
kehidupan tersebut akan menjadi kacau karena manusia akan berbuat semaunya sesuai
dengan kehendak pribadi. Namun, sebagai kaidah dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, masih banyak terdapat praktik-praktik pelanggaran hukum yang tak jarang
justru dilakukan oleh para aparat yang dianggap penegak hukum.
Melanggar adalah sifat alami makhluk hidup (termasuk manusia) dimana yang
kuat atau mayoritas cenderung melanggar hak pihak yang lemah atau minoritas.
Kalimat ‘’siapa yang kuat, dia yang menang dan berkuasa’’ bukan hanya diterapkan
oleh binatang di rimba belantara namun sudah sejak dahulu manusia pun menganut
prinsip yang sama. Golongan mayoritas sering kali menyalahgunkan kekuasaannya,
melakukan berbagai hal yang lepas dari koridor aturan.
Pelanggaran dan ketidakadilan tidak boleh dibiarkan terus berlangsung. Maka,
antara lain untuk memberikan perlindungan kepada pihak yang lemah inilah, akhirnya
memunculkan konsep rule of law yang dimaksudkan untuk membatasi kekuatan
penguasa negara agar tidak menyalahgunakan kekuasaan untuk menindas kaun tak
berdaya. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam suatu Negara hukum, semua orang
harus tunduk kepada hukum secara sama, yakni tunduk kepada hukum yang adil.
Untuk lebih dapat memahaminya bisa dibaca dalam isi tulisan ini.
5

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjabaran latar belakang di atas maka yang menjadi permasalahannya
adalah :
1. Bagaimana konsep negara rule of law?
2. Bagaimana pelaksanaan rule of law saat ini?

C. Tujuan
Setelah mempelajari makalah ini, diharapkan mampu memahami hal berikut :
1. Konsep rule of law.
2. Pelaksanaan implementasi rule of law di Indonesia.
6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Rule of Law

Rule of Law adalah doktrin hukum yang muncul pada abad ke-19, sering dengan Negara
konstitusi dan demokrasi. The rule of law dikemukakan oleh seorang Albert Venn Dicey pada
tahun 1885 yang dituangkannya dalam sebuah buku berjudul Introduction To The Study Of
The Law Of Constitution. Sejak itulah the rule of law mulai menjadi bahan kajian dalam
pengembangan Negara hukum, bahkan menyebar ke setiap negara yang memiliki sistem yang
berbeda-beda.

Idealisme konsep rule of law yang berbasis pada common law seperti yang dibanggakan
oleh rakyat Inggris dalam sejarah praktek ketatanegaraan telah mengalami perubahan dan
menjadi kekhawatiran, karena setelah A.V. Dicey meninggal faham-faham fasisme, sosialis
dan nasionalis serta komunis berkembang pesat. The rule of law dalam literatur-literatur
terkemuka memiliki pengertian yang sama dengan negara hukum. Demikian juga dalam
kepustakaan Indonesia, istilah negara hukum merupakan penterjemahan langsung dari
Rechtstaat.

Pernyataan ini dikuatkan pendapat para pakar-pakar hukum diIndonesia, diantaranya


adalah Notohamidjojo dan Sumrah, adapun masing-masing pernyataan mereka, adalah:
“Dengan timbulnya gagasan-gagasan pokok yang dirumuskan dalam konstitusi-konstitusi
dari abad IX itu, maka timbul juga istilah negara hukum (rechtstaat).” “Yang sudah kita kenal
lebih lama adalah pengertian Rechtstaat atau negara hukum atau untuk menjamin kata-kata
dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, negara yang berdasarkan atas hukum.”Dari
dua pendapat tersebut dapat dijadikan acuan bahwa Rechstaat sama artinya dengan negara
hukum. Begitu juga dengan apa yang dinamakan rule of law memiliki pengertian yang sama
dengan negara hokum.

Rule of law adalah konsep tentang common law, yaitu seluruh aspek negara menjunjung
tinggi supremasi hukum yang dibangun di atas prinsip keadilan dan egalitarian. Pendapat
yang sangat intens dapat dilihat dari apa yang dikemukakan oleh Moch. Kusnardi, yakni:
“Lain dari pada negara Eropa Barat, di Inggris sebutan Negara Hukum (Rechstaat) adalah
The Rule Of Law, sedangkan di Amerika Serikat diucapkan sebagai Government of law, but
7

not of man. ”Maksudnya adalah bahwa hukum menjadi petunjuk bagi praktek kenegaraan
suatunegara. Dengan kata lain, hukumlah yang tertinggi dan bukan pemerintah. Rule of law
identik dengan keadilan.

Latar belakang kelahiran rule of law :

1. Diawali dengan adanya gagasan untuk melakukan pembatasan kekuasaan


pemerintahan negara.
2. Sarana yang dipilih untuk maksud tersebu yaituj demokrasi konstitusional.
3. Perumusan yuridis dari Demokrasi Konstitutional adalah konsepsi Negara hokum.

Menurut Prof. Sunarjati Hartono, mengutip pendapat yang digunakan Friedman bahwa
kata ‘’rule of law’’ dapat dipakai dalam arti formil (in the formal sense) dan dalam arti
materil (ideological sense). Dalam arti formil ini, maka the rule of law adalah “organized
public power” atau kekuasaan umum yang terorganisir, misalnya negara. Sedangkan dalam
arti materil, the rule of law adalah berbicara tentang just law yakni hukum yang mengandung
keadilan.

Menurut T.D.Weldon, pengertian mengenai negara yang menganut paham the rule of law
yang berarti negara tersebut tidak hanya memiliki suatu peradilan yang sempurna di atas
kertas saja, akan tetapi ada atau tidaknya the rule of law dalam suatu negara tergantung
daripada kenyataan apakah rakyatnya benar-benar dapat menikmati keadilan, dalam arti
perlakuan yang adil, baik dari sesama warga negaranya, maupun dari pemerintahnya. Secara
umum, hukum adalah kumpulan aturan-aturan yang ditetapkan negara yang dikenakan sanksi
atau konsekuensi bila melanggarnya. Dapat dikatakan bahwa negara demokrasi pada
dasarnya adalah negara hukum.

Secara hakiki, rule of law terkait dengan penegakan hukum, karena menyangkut ukuran
hukum yang baik dan buruk (just and unjust law). Rule of law merupakan suatu legalisme
sehingga mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem
peraturan dan prosedur yang bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom.

Dalam suatu negara hukum, terdapat pembatasan kekuasaan negara terhadap


perseorangan. Negara tidak maha kuasa, tidak bertindak sewenang-wenang. Tindakan-
tindakan negara terhadap warganya dibatasi oleh hukum. Dengan demikian sejak
kelahirannya konsep negara hukum atau rule of law ini memeng dimaksudkan sebagai usaha
8

untuk membatasi kekuasaan penguasa negara agar tidak menyalahgunakan kekuasaan untuk
menindas rakyatnya (abuse of power, abuse the droit).

Karena itu, yang dimaksudkan dengan negara hukum adalah suatu sistem kenegaraan
yang diatur berdasarkan hukum yang berlaku yang berkeadilan yang tersusun dalam suatu
konstitusi, di mana semua orang dalam negara tersebut, baik yang diperintah maupun yang
memerintah, harus tunduk pada hukum yang sama sehingga setiap orang yang sama
diperlakukan sama dan setiap orang berbeda diperlakukan berbeda atas dasar pembedaan
yang rational, tanpa memandang perbedaan warna kulit, ras, gender, agama, daerah, dan
kepercayaan serta kewenangan pemerintah dibatasi dalam suatu perinsip distribusi
kekuasaan,sehingga pemerintah tidak bertindak sewenang-wenang dan tidak melanggar hak-
hak rakyat, karenanya kepada rakyat diberikan peran sesuai kemampuan dan peranannya
secara demokratis.

Jadi, kehidupan manusia harus teratur, dan oleh karenanya agar timbul keteraturan, hidup
manusia harus diatur oleh hukum. Karena itu pula, seperti yang dikatakan oleh Dicey, bahwa
ada tiga arti dari rule of law, yaitu sebagai berikut :

1. Supremacy of Law
Unsur Supremacy of Law mengandung arti bahwa tidak ada kekuasaan yang
sewenang-wenang (arbitrary power), baik rakyat (yang diperintah) maupun raja (yang
memerintah). Kedua-duanya tunduk pada hukum (regular law). Prinsip ini
menempatkan hukum dalam kedudukan sebagai panglima. Hukum dijadikan sebagai
alat untuk membenarkan kekuasaan, termasuk membatasi kekuasaan itu. Jadi yang
berkuasa, berdaulat dan supreme adalah hukum, dan bukan kekuasaan. Supremasi
absolut ada pada hukum, bukan pada tindakan kebijaksanaan atau prerogatif
penguasa. Ini berarti tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang dalam arti seseorang
hanya boleh dihukum, jikalau melanggar hukum.
Unsur supremasi hukum ini dapat dikatakan bersifat sama dengan ajaran yang
dikemukakan Krabbe tentang teori kedaulatan hukum (rechts souvereiniteit), teori
yang menentang ajaran staats souvereiniteit yang umumnya dianut oleh pemikir-
pemikir kenegaraan Jerman.
Perwujudan prinsip supremasi hukum (supremacy of law) di negara-negara
Anglo Saxon sedikit berbeda dengan apa yang terjadi di negara-negara Eropa
Kontinental yang menganut konsep rechtstaats. Supremasi hukum menurut konsep ini
9

(rechtstaat) adalah menempatkan negara sebagai subyek hukum, sehingga


konsekuensi hukumnya dapat dituntut di pengadilan. Sementara di negara Anglo
Saxon tidaklah demikian, supremasi hukum menurut konsep rule of law, tidak
menempatkan sebagai subyek hukum. Negara dalam konsep ini tidak dapat berbuat
salah, sehingga konsekuensinya tidak dapat mempertanggungjawabkan sesuatu di
pengadilan.

2. Equality before the law


Berlakunya prinsip persamaan dalam hukum (equality before the law), dimana
semua orang harus tunduk kepada hukum dan tidak seorangpun yang berada di atas
hokum (above the law). Jadi, setiap warga negara sama kedudukannya di hadapan
hukum. Penguasa maupun warga Negara bisa; apabila melakukan tort (perbuatan
melanggar aturan: Surechtmatige daad; delict), maka akan diadili menurut aturan
common law dan di pengadilan biasa.
Equality Before The Law yang dikemukakan oleh Dicey adalah dilatar
belakangi adanya suatu realitas pada saat itu di Inggris, yang dialihat sangat baik dan
ia bermaksud memberikan kritikan pada situasi saatitu terhadap Perancis yang
pemerintahannya memperlakukan perbedaan antara pejabat negara dengan rakyat
biasa.
Di Inggris tidak mengenal pengadilan melanggar hukum, seperti yang teranulir
di sistem Eropa Kontinental (civil law) berupa pengadilan administrasi
(administratiefrechts praak) atau seperti di Indonesia berwujud Peradilan Tata Usaha
Negara dengan dikuatkan oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 sebagaimana
perubahan Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Pandangan rakyat Inggris (tak terkecuali the man in the street), Common law adalah
suatu kebanggaan. Sifat yang konsisten terhadap monosistem peradilan, yakni
peradilan umum yang berpuncak di Supreme Court, jika di Indonesia semacam
Mahkamah Agung. Namun bagi mereka tidak mengenal adanya perbedaan perkara,
semua perkara tunduk pada satu sistem peradilan.

3. Constitution based human rights


Konstitusi merupakan dasar dari segala hukum bagi negara yang bersangkutan, dalam
hal ini, hukum yang berdasarkan konstitusi harusmelarang setiap pelanggarannya
10

terhadap hak dan kemerdekaan rakyat. Secara harfiah dapat dikatakan bahwa apa
yang telah dituangkan ke dalamkonstitusi itu haruslah dilindungi keberadaannya.
Di Inggris hak-hak asasi (the right to personal freedom, the right to freedom
of discussion, dan the right to public meeting) dijamin dengan hukum-hukum biasa,
kebiasaan ketatanegaraan ataupun dengan putusan hakim. Sedangkan Undang-undang
dasarnya hanya merupakan generalisasi dari praktek ataupun kebiasaan yang sudah
berlangsung,seperti halnya hak-hak kebebasan dalam Habeas CorpusAct,
sesungguhnya telah ada sebelum Habeas Corpus Act diundangkan.
Mengutip apa yang tertera didalam bukunya Oemar Seno Ad at yang
dikemukakan oleh Friedrich Julius Stahl, bahwa Negara hukum secara formal harus
memiliki, yaitu:
1) Hak Asasi Manusia;
2) Pembagian Kekuasaan;
3) Wermatigheid van bestuur (pemerintahan harus berdasarkan peraturan-
peraturan);
4) Peradilan tata usaha dalam perselisihan

B. Konsep Negara Hukum Indonesia dalam Rule of Law

Rumusan tentang unsur-unsur rechtsstaat yang dikemn rumusan tentang unsur-unsur the
rule of law yang dikemukakan oleh A.V. Dicey tersebut di atas, adalah merupakan pandangan
klasik, sebab dalam perkembangan selanjutnya, khususnya dalam memenuhi tuntutan
perkembangan abad ke-20, perkembangan negara-negara hukum, penyelenggaraan negara
oleh pemerintah yang berubah, kegiatan negara telah menyebar untuk mengatur berbagai
pokok persoalan kehidupan bernegara, negara hukum klasik berubah menjadi negara
kesejahteraan modern (wefare state).

Dari rumusan konsep rule of law baik yang klasik maupun yang dinamis hasil Konres ICJ
tahun 1965 di Bangkok, dikatakan bahwa konsep rule of law dalam kaitannya dengan Negara
hokum memang sangat identic dan tidak dapat dipisahkan konstitusi, yang dengan tegas
adanya keharusan untuk menjamin hak hak asasi warga negaranya, persamaan ada keharusan
untuk menjamin hak-hak asasi warga negaranya, persamaan di depan hukum, dan
pengawasan atas jalannya pemerintahan.
11

John Locke mengungkapkan satu teori tentang pkaryanya yang berjudul Two Treatises of
Civil Education Government (1960), inti dari ajaran Locke ini, adalah:

1.Kekuasaan Legislatif, yaitu kekuasaan pembentuk undang-undang;

2.Kekuasaan Eksekutif, yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang;

3.Kekuasaan Federatif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan hubungan luar negeri dan
menyatakan perang dan damai.

Teori ini diikuti oleh Montesquieu, yang memisahkan kekuasaan negara menjadi 3 dan
dilaksanakan oleh 3 lembaga negara, yang dikenal dengan Trias Politica, yaitu :

1. Kekuasaan Legislatif, yaitu kekuasaan pembentuk undang-undang yang dipegang oleh


lembaga pembentuk undang-undang;

2. Kekuasaan Eksekutif, yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang, biasanya


dilaksanakan oleh Presiden atau Perdana Menteri bersama-sama menteri-menteri, secara
umum disebut pemerintah;

3. Kekuasaan Yudikatif, yaitu kekuasaan kehakiman, biasanya dilaksanakan oleh


Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan lainnya.

Teori pemisahan kekuasaan baik oleh John Locke maupun oleh Montesquieu tidak
secara tegas dianut dalam konstitusi Indonesia. Menurut Prof.Dr. Ismail Sunny, bahwa:
“Pemisahan kekuasaan dalam arti material tidakterdapat dan tidak pernah dilaksanakan di
Indonesia, yang ada dan dilaksanakan ialah pemisahan kekuasaan dalam arti formil. Atau
dengan perkataan lain, diIndonesia terdapat pembagian kekuasaan dengan tidak
menekankan pada pemisahannya, bukan pemisahan kekuasaan”.

Dengan demikian UUD 1945 tidak menganut paham atau teori pemisahan kekuasaan
yang ada adalah pembagian kekuasaan. alasannya adalah sebagai berikut (sebelum
dilaksanakannya Amandemen UUD 1945 tahun 1999 hingga 2003) :

1. Pasal 2 ayat 1, adanya susunan keanggotaan MPR yang terdiri dari anggota-anggota
DPR ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan
(UUD 1945 Pasal 2 ayat 1).
12

2. Pasal 5 ayat 1 , Kekuasaan pembentukan undang-undang dilaksanakan bersama-


sama presiden dengan DPR.

3. Penjelasan Pasal 24, mendelegasikan walaupun kekuasaan kehakiman ialah


kekuasaan yang merdeka artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah.

4. Disamping mempunyai kekuasaan eksekutif presiden juga mempunyai kekuasaan


menetapkan Peraturan Pemerintah.

5. Adanya MPR sebagai pelaksana kedaulatan Rakyat, penyelenggara Negara


tertinggi, dan presiden sebagai mandataris penyelenggara pemerintah tertinggi di
bawah Majelis. Hal ini menujukkan adanya pembagian kekuasaan.

6. UUD 1945 bukan saja tidak menganut paham Trias Politica dalam arti fungsi atau
tugas-tugas, tetapi juga dalam arti organ, karena dalam UUD1945 ada lebih dari tiga
lembaga tinggi negara, yaitu satu lembaga tertinggi negara dan lima lembaga tinggi
negara.

Dalam UUD 1945 unsur pemerintahan berdasar undang-undang tidak diatur secara
tegas, artinya secara harafiah tidak ditemukan, namun tidak berarti bahwa UUD 1945 tidak
mengatur hal ini. Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, menunjukkan bahwa Pemerintah
Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar yang menjamin bangsa dan negara Indonesia
hidup sejahtera. Selain itudalam Penjelasan UUD 1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara
disebutkan bahwa pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi, tidak bersifat absolutisme.

Supremasi hukum adalah unsur pertama dari rule of law seperti yang dikemukakan
oleh Dicey. UUD 1945 cukup jelas menyatakan Negara Republik Indonesia menempatkan
hukum pada tempat yang utama sebagai pusat kekuasaan yang ada di dalam negara. Dalam
Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4, dalam Batang Tubuh, Pasal 3, Pasal 4 ayat 1, juga dalam
penjelasan, yaitu pada kalimat :

1. Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas


kekuasaan belaka (machtsstaat).

2. Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat


absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
13

Dalam UUD 1945 hal ini dirumuskan dalam Pasal 27 ayat 1, yang berbunyi : “Segala
warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung
hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Ketentuan ini telah
mencerminkan asas demokrasi, dan bukan saja hanya menjamin persamaan kedudukan dalam
hukum, tetapi juga persamaan hak dan kewajiban dalam politik, sosial dan budaya. Unsur ini
menunjukkan lebih demokratis jika dibandingkan dengan rule of law.

Unsur-unsur rechtstaat maupun unsus-unsur rule of law, bagi Negara Indonesia telah
terpenuhi, namun demikian Indonesia mempunyai ciri khas tersendiri sebagai negara yang
bedasarkan hukum, dengan unsur-unsur utamanya, yang oleh Azhary dirumuskan sebagai
berikut :

1. Hukumnya bersumber pada Pancasila;

2. Berkedaulatan rakyat;

3. Sistem konstitusi;

4. Persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan bagi setiap warganegara;

5. Kekuasaan kehakiman yang bebas dari pengaruh kekuasaan lain;

6. Pembentuk undang-undang adalah presiden bersama-sama dengan DPR;

7. Dianutnya sistem MPR.

Undang-Undang Dasar 1945 ditinjau secara keseluruhan menganut semua unsur


negara hukum baik menurut konsep Eropa Kontinental maupun Anglo Saxon, dengan
beberapa kriteria yang didasarkan pada pandangan hidup dan falsafah hidup bangsa
Indonesia. Secara realitas Indonesia dapat dikatakan memenuhi persyaratan sebagai negara
hukum. Keutamaannya dapat dilihat pada unsur-unsur negara yakni Cita Pancasila dan
penamaan yang khas “Negara berdasar atas hukum” secara fakta bahwa Indonesia
menciptakan sendiri konsep negara hukumnya berdasarkan cita negara Pancasila, secara
universal Indonesia tidak juga membelakangi konsep umum yang ada di sistem hukum Eropa
Kontinental maupun Anglo Saxon.
14

C. Strategi Pelaksanaan Rule of Law

Agar pelaksanaan (pengembangan) Rule of law berjalan efektif sesuai dengan yang
diharapkan, maka:

1. Keberhasilan “the enforcement of the rules of law” harus didasarkan pada corak
masyarakat hukum yang bersangkutan dan kepribadian nasional masing-masing
bangsa;
2. Rule of law yang merupakan institusi sosial harus didasarkan pada akar budaya yang
tumbuh dan berkembang pada bangsa;
3. Rule of law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan sosial, gagasan tentang
hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus dapat ditegakkan secara adil,
dan hanya memihak kepada keadilan.

Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dikembangkan hukum progresif (Satjipto


Rahardjo, 2004), yang memihak hanya kepada keadilan itu sendiri, bukan sebagai alat politik
yang memihak kepada kekuasaan seperti seperti yang selama ini diperlihatkan. Hukum
progresif merupakan gagasan yang inginmencari cara untuk mengatasi keterpurukan hukum
di Indonesia secara lebih bermakna. Asumsi dasar hukum progresif bahwa hukum adalah
untuk manusia, bukan sebaliknya, hukum bukan merupakan institusi yang absolut dan
final,hukum selalu berada dalam proses untuk terus menerus menjadi (law as process,law in
the makin). Hukum progresif memuat kandungan moral yang sangat kuat,karena tidak ingin
menjadikan hukum sebagai teknologi yang tidak bernurani,melainkan suatu institusi yang
bermoral yaitu kemanusiaan. Hukum progresif peka terhadap perubahan-perubahan dan
terpanggil untuk tampil melindungi rakyat untuk menuju ideal hukum. Hukum progresif
menolak keadaan status quo,ia merasa bebas untuk mencari format, pikiran, asas serta aksi-
aksi, karena hokum untuk manusia.

Arah dan watak hukum yang dibangun harus berada dalam hubungan yang sinergis
dengan kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia, atau ‘’back to law andorder”, kembali
kepada orde hukum dan ketaatan dalam konteks Indonesia. Artinya, bangsa Indonesia harus
berani mengangkat Pancasila sebagai alternatif dalam membangun negara berdasarkan
hukum versi Indonesia sehingga dapat menjadi “Rule of Moral” atau “Rule of Justice” yang
bersifat “ke-Indonesia-an” yang lebih mengedepankan olah hati nurani daripada olah otak,
atau lebih mengedepankan komitmen moral.
15

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah menelaah pendapat-pendapat para ahli diatas secara formal istilah negara
hukum dapat disamakan dengan Rechtstaat ataupun Rule Of Law, karena ketiga istilah ini
memiliki arah dan tujuan yang sama menghindari adanya kekuasaan yang bersifat absolut
dan mengedepankan serta menyatakan adanya pengakuan serta perlindungan akan hak-
hak asasi manusia.

Adapun perbedaan yang dapat diungkapkan hanya terletak pada historisnya masing-
masing tentang sejarah dan pandang suatu bangsa. Layaknya ahli-ahli hukum Eropa
Kontinental seperti Immanuel Kant dan Friedrich JuliusStahl menggunakan istilah
Rechstaat sedangkan ahli-ahli Anglo Saxon seperti Dicey memakai istilah Rule Of Law.
Mungkin penyebutan ini hanyalah bersifat teknis juridis untuk mengungkapkan suatu
kajian ilmu bidang hukum yang memiliki pembatasan karena, bagaimanapun juga paham
klasik akan terus menginterplasi pemahaman para ahli-ahli hukum seperti halnya konsep
negaratidak dapat campur tangan dalam urusan warganya, terkecuali dalam hal yang
menyangkut kepentingan umum seperti adanya bencana atau hubungan antarnegara.
Konsepsi ini yang dikenal dengan “Negara adalah Penjaga Malam (Nachwachterstaat)”.
Konsepsi demikian menurut Miriam Budiardjo disebut “Negara Hukum Klasik.”

B. Saran

Rule of Law (penegakkan hukum) di Indonesia sesungguhnya masih sangat jauh dari
apa yang semestinya dilaksanakan. Untuk itulah, sebagai warga Negara yang baik,
masyarakat semestinya mentaati setiap aturan atau hukum yang telah dibuat. Aturan yang
dibuat semata-mata bertujuan agar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara dapat berjalan selaras tanpa adanya kericuhan atau kekacauan. Sebagai warga
negara Indonesia yang dikenal menganut negara hukum, kita juga semestinya
menunjukkan hal tersebut kepadadunia internasional bahwa bangsa yang baik adalah
bangsa yang taat kepada hukum.
16

DAFTAR PUSTAKA

http://minamini.wordpress.com/tag/rule-of-law/

http://juprimalino.blogspot.com/2012/06/makalah-rule-of-law-rule-by-law.html

http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/2008/10/29/rule-of-law/

http://thinkquantum.wordpress.com/2009/11/25/rule-of-law-2/

http://rinny-agustina.blogspot.com/2011/02/pengertian-hak-dan-kewajiban.html

http://madundun.wordpress.com/2010/02/21/pengertian-hak-dan-kewajiban/

http://jatiseputro.blogspot.com/2010/03/hak-dan-kewajiban-warga-negara.html

http://seftianandriasandi.wordpress.com/2011/02/20/hak-dan-kewajiban-warga-negara-
indonesia/

Anda mungkin juga menyukai