Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

“NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA”

Dosen Pengampu :
Dr. H. Hadirin Suryanegara, M.AP.

Disusun Oleh :
Kiki Lucki Aliansyah
Melsy Aggreani Lidwina Loi
Muhamad Alfian Khairul Alam
Nabila Syifa Apriliana

ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2020/2021
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada
kami untuk menyelsaikan makalah ini. Atas rahmat dan anugrahnya lah kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjuduk “Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia” dengan tepat
waktu. Makalah “Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia” disusun guna memenuhi tugas PPKN
yang diberikan oleh dosen kami yaitu Dr.H.Hadirin Suryanegara,M.AP. dari Universitas
Singaperbangsa Karawang. Selain itu kami juga berharap dapat menambah wawasan bagi
pembaca tentang Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen PPKN kami yaitu Bapak
Dr.H.Hadirin Suryanegara,M.AP yang telah memberikan tugas ini yang dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang kami tekuni.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,kritik dan saran
yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Bekasi, 22 Maret 2021


Daftar Isi

BAB 1 ........................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................................ 4
1.3 Tujuan ................................................................................................................................................ 4
BAB 2 ........................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .......................................................................................................................................... 5
2.1 Negara Hukum .................................................................................................................................. 5
2.1.1 Perkembangan Konsep Negara Hukum .................................................................................. 5
2.1.2 Ciri-ciri Negara Hukum .......................................................................................................... 10
2.2 Hak Asasi Manusia ......................................................................................................................... 14
2.2.1 Kerangka Hak Asasi Manusia ................................................................................................ 15
2.2.2 Macam-macam Hak Asasi Manusia ....................................................................................... 16
BAB 3 ......................................................................................................................................................... 19
PENUTUP .................................................................................................................................................. 19
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................................... 19
3.2 Saran ................................................................................................................................................ 19
Daftar Pustaka .......................................................................................................................................... 20
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

HAM atau hak asasi manusia adalah sebuah konsep hukum dan normatif yang menyatakan
bahwa manusia memiliki hak yang melekat pada dirinya karena ia adalah seorang manusia.
Negara hukum atau memiliki istilah rechtsstaat atau the rule of law merupakan negara yang
dalam menjalankan suatu tindakan, semua berdasarkan pada aturan atau sesuai dengan hukum
yang berlaku. Belakangan ini, isu mengenai HAM mulai dibicarakan oleh khalayak umum.
Maraknya pelanggaran HAM yang terjadi di dunia membuat masyarakat menuntut bahwa
pemerintah harus menangani kasus-ksus pelanggaran HAM dengan baik dan benar agar tidak
terjadi lagi kasus yang serupa. Oleh karena itu, penerapan hukum yang berkaitan dengan HAM
harus tegas dan jelas. Makalah ini dibuat agar para pembaca memahami apa itu Negara hukum
dan hak asasi manusia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Negara Hukum?
2. Apa itu HAM?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan apa itu Negara Hukum
2. Menjelaskan apa itu HAM
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Negara Hukum

Sebutan Negara Hukum merupakan terjemahan langsung dari rechsstaat, sebutan ini
dikenal di Eropa sejak abad XIX meskipun pemikiran tentang hal tersebut telah ada sejak lama.
Sedangkan sebutan The Rule of Law mulai dikenal dengan terbitnya sebuah buku dari Albert
Venn Dicey tahun 1885 yang diberi judul “Introduction to the study of the constitution”. Dari
latar belakang dan sistem hukum yang menopangnya, terdapat perbedaan antara keduanya. Pada
dasarnya kedua konsep itu mengarahkan dirinya pada satu sasaran yang utama, yaitu pengakuan
dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Meskipun dengan sasaran yang sama,
keduanya tetap berjalan dengan sistem sendiri yaitu sistem hukum sendiri.
Konsep rechsstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme sehingga sifatnya
revolusioner. Sebaliknya konsep The Rule of Law berkembang secara evolusioner. Hal ini
tampak dari isi atau kriteria rechsstaat dan kreteria The Rule of Law. Konsep rechtsstaat
bertumpu atas sistem hukum kontinental yang disebut civil law yang mempunyai karakteristik
administrative. Sedangkan konsep The Rule of Law bertumpu atas sistem hukum yang disebut
common law memiliki karakteristik judicial.
Oleh karena itu menurut Friedman antara pengertian Negara Hukum atau rechtsstaat dan
Rule of Law sebenarnya saling mengisi. Berdasarkan bentuknya sebenarnya Rule of law adalah
kekuasaan publik yang diatur secara legal. Oleh karena itu setiap organisasi atau persekutuan
hidup dalam masya-rakat termasuk negara mendasarkan pada Rule of law. Atas dasar pengertian
tersebut maka terdapat keinginan yang sangat besar untuk melakukan pembatasan terhadap
kekuasaan secara yuridis normatif. Dalam hubungan inilah maka kedudukan konstitusi menjadi
sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Konstitusi dalam hubungan ini dijadikan sebagai
perwujudan hukum tertinggi yang harus dipatuhi oleh Negara dan pejabat-pejabat pemerintah
sesuai dengan prinsip government by law, not by man (pemerintah berdasarkan hukum, bukan
berdasarkan manusia atau penguasa).(Jumiati, 2006)

2.1.1 Perkembangan Konsep Negara Hukum


Perkembangan Negara Hukum sudah ada sejak jaman Plato dan Aristoteles. Perkembangan
konsep Negara Hukum dapat dibagi dalam 3 (tiga) bagian, yaitu :
1. Jaman Plato dan Aristoteles
Plato dan Aristoteles mengintrodusir Negara Hukum adalah negara yang diperintah oleh
negara yang adil. Dalam filsafatnya, keduanya menyinggung angan-angan (cita-cita) manusia
yang berkorespondensi dengan dunia yang mutlak yang disebut:

➢ Cita-cita untuk mengejar kebenaran (idée der warhead);


➢ Cita-cita untuk mengejar kesusilaan (idée der zodelijkheid);
➢ Cita-cita manusia untuk mengejar keindahan (idee der schonheid);
➢ Cita-cita untuk mengejar keadilan (idée der gorechtigheid).
Plato dan Aristoteles menganut paham filsafat idealisme. Menurut Aristoteles, keadilan
dapat berupa komunikatif (menjalankan keadilan) dan distribusi (memberikan keadilan).
Menurut Plato yang kemudian dilanjutkan oleh Aristoteles, bahwa hukum yang diharapkan
adalah hukum yang adil dan dapat memberikan kesejahteraan bagi msyarakat, hukum yang
bukan merupakan paksaan dari penguasa melainkan sesuai dengan kehendak warga Negara,
dan untuk mengatur hukum itu dibutuhkan konstitusi yang memuat aturan-aturan dalam
hidup bernegara.
2. Di Daratan Eropa (menurut paham Eropa Kontinental)
Diawali pendapat dari Immanuel Kant yang mengartikan Negara Hukum adalah Negara
Hukum Formal (Negara berada dalam keadaan statis atau hanya formalitas yang biasa
disebut dengan Negara Penjaga Malam / Nachtwakestaat). F.J. Stahl, kalangan ahli hukum
Eropa Kontinental memberikan ciri-ciri Negara hukum (rechtstaat) sebagai berikut :
➢ Pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia;
➢ Pemisahan kekuasaan Negara;
➢ Pemerintahan berdasarkan undang-undang;
➢ Adanya Peradilan Administrasi.
Perumusan ciri-ciri Negara Hukum yang dilakukan oleh F.J. Stahl kemudian ditinjau
ulang oleh International Commision of Jurist pada Konferensi yang diselenggarakan di
Bangkok tahun 1965, yang memberikan ciri-ciri sebagai berikut :
➢ Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu konstitusi harus
pula menentukan cara procedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang
dijamin;
➢ Badan Kehakiman yang bebas dan tidak memihak;
➢ Pemilihan Umum yang bebas;
➢ Kebebasan menyatakan pendapat;
➢ Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi;
➢ Pendidikan Kewarganegaraan.
3. Indonesia, dalam Seminar Nasional Indonesia tentang Indonesia Negara Hukum
Pada tahun 1966 di Jakarta diadakan Seminar Nasional Indonesia tentang Indonesia
Negara Hukum. Yang mana salah satu hasil Seminar adalah dirumuskannya prinsipprinsip
Negara Hukum yang menurut pemikiran saat itu, prinsip ini dapat diterima secara umum.
Prinsip-prinsip itu adalah :

➢ Prinsip-prinsip jaminan dan perlindungan terhadap HAM;


➢ Prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak, artinya :
- Kedudukan peradilan haruslah independen tetapi tetap membutuhkan
pengawasan baik internal dan eksternal.
- Pengawasan eksternal salah satunya dilaksanakan oleh Komisi Ombudsman
(dibentuk dengan Keppres No. 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman) yaitu
Lembaga Pengawas Eksternal terhadap Lembaga Negara serta memberikan
perlindungan hukum terhadap publik, termasuk proses berperkara di Pengadilan
mulai dari perkara diterima sampai perkara diputus.
(Hakim, 2011)
Di zaman modern, konsep Negara Hukum di Eropa Kontinental dikembangkan antara
lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan menggunakan
istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat’. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika, konsep Negara
hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “The Rule of Law”.
Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah ‘rechtsstaat’ itu
mencakup empat elemen penting, yaitu:
1. Perlindungan hak asasi manusia.
2. Pembagian kekuasaan.
3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang.
4. Peradilan tata usaha Negara.
Sedangkan A.V. Dicey menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap Negara Hukum
yang disebutnya dengan istilah “The Rule of Law”, yaitu:
1. Supremacy of Law
2. Equality before the law
3. Due Process of Law.
Keempat prinsip ‘rechtsstaat’ yang dikembangkan oleh Julius Stahl tersebut pada pokoknya
dapat digabungkan dengan ketiga prinsip ‘Rule of Law’ yang dikembangkan oleh A.V. Dicey
untuk menandai ciri-ciri Negara Hukum modern di zaman sekarang. Bahkan, oleh “The
International Commission of Jurist”, prinsip-prinsip Negara Hukum itu ditambah lagi dengan
prinsip peradilan bebas dan tidak memihak (independence and impartiality of judiciary) yang di
zaman sekarang makin dirasakan mutlak diperlukan dalam setiap negara demokrasi. Prinsip-
prinsip yang dianggap ciri penting Negara Hukum menurut “The International Commission of
Jurists” itu adalah:
1. Negara harus tunduk pada hukum
2. Pemerintah menghormati hak-hak individu
3. Peradilan yang bebas dan tidak memihak.
Namun demikian, konsepsi tentang Negara Hukum di kalangan kebanyakan ahli hukum
masih sering terpaku kepada unsur-unsur pengertian sebagaimana dikembangkan pada abad ke-
19 dan abad ke-20. Sebagai contoh, ketika merinci unsur-unsur pengertian Negara Hukum
(Rechtsstaat), para ahli selalu saja mengemukakan empat unsur ‘rechtsstaat’, dimana unsurnya
yang keempat adalah adanya ‘administratieve rechtspraak’ atau peradilan tata usaha Negara
sebagai ciri pokok Negara Hukum. Tidak ada yang mengaitkan unsur pengertian Negara Hukum
Modern itu dengan keharusan adanya kelembagaan atau setidak-tidaknya fungsi Mahkamah
Konstitusi sebagai lembaga pengadilan tata Negara. Jawabannya ialah karena konsepsi Negara
Hukum (Rechtsstaat) sebagaimana banyak dibahas oleh para ahli sampai sekarang adalah hasil
inovasi intelektual hukum pada abad ke 19 ketika Pengadilan Administrasi Negara itu sendiri
pada mulanya dikembangkan; sedangkan Mahkamah Konstitusi baru dikembangkan sebagai
lembaga tersendiri di samping Mahkamah Agung atas jasa Professor Hans Kelsen pada tahun
1919, dan baru dibentuk pertama kali di Austria pada tahun 1920. Oleh karena itu, jika
pengadilan tata usaha Negara merupakan fenomena abad ke-19, maka pengadilan tata negara
adalah fenomena abad ke-20 yang belum dipertimbangkan menjadi salah satu ciri utama Negara
Hukum kontemporer. Oleh karena itu, patut kiranya dipertimbangkan kembali untuk
merumuskan secara baru konsepsi Negara Hukum modern itu sendiri untuk kebutuhan praktek
ketatanegaraan pada abad ke-21 sekarang ini.
Menurut Arief Sidharta Scheltema, merumuskan pandangannya tentang unsurunsur dan asas-asas
Negara Hukum itu secara baru, yaitu meliputi 5 (lima) hal sebagai berikut:
1. Pengakuan, penghormatan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia yang berakar dalam
penghormatan atas martabat manusia (human dignity).
2. Berlakunya asas kepastian hukum. Negara Hukum untuk bertujuan menjamin bahwa
kepastian hukum terwujud dalam masyarakat. Hukum bertujuan untuk mewujudkan
kepastian hukum dan prediktabilitas yang tinggi, sehingga dinamika kehidupan bersama
dalam masyarakat bersifat ‘predictable’. Asas-asas yang terkandung dalam atau terkait
dengan asas kepastian hukum itu adalah:
• Asas legalitas, konstitusionalitas, dan supremasi hukum;
• Asas undang-undang menetapkan berbagai perangkat peraturan tentang cara
pemerintah dan para pejabatnya melakukan tindakan pemerintahan;
• Asas non-retroaktif perundang-undangan, sebelum mengikat undang-undang
harus lebih dulu diundangkan dan diumumkan secara layak;
• Asas peradilan bebas, independent, imparial, dan objektif, rasional, adil dan
manusiawi;
• Asas non-liquet, hakim tidak boleh menolak perkara karena alasan
undangundangnya tidak ada atau tidak jelas;
• Hak asasi manusia harus dirumuskan dan dijamin perlindungannya dalam
• undang-undang atau UUD.

3. Berlakunya Persamaan (Similia Similius atau Equality before the Law) Dalam Negara
Hukum, Pemerintah tidak boleh mengistimewakan orang atau kelompok orang tertentu,
atau memdiskriminasikan orang atau kelompok orang tertentu. Di dalam prinsip ini,
terkandung (a) adanya jaminan persamaan bagi semua orang di hadapan hukum dan
pemerintahan, dan (b) tersedianya mekanisme untuk menuntut perlakuan yang sama bagi
semua warga Negara.

4. Asas demokrasi dimana setiap orang mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk
turut serta dalam pemerintahan atau untuk mempengaruhi tindakan-tindakan
pemerintahan. Untuk itu asas demokrasi itu diwujudkan melalui beberapa prinsip, yaitu:
• Adanya mekanisme pemilihan pejabat-pejabat publik tertentu yang bersifat
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil yang diselenggarakan secara
berkala;
• Pemerintah bertanggungjawab dan dapat dimintai pertanggungjawaban oleh
badan perwakilan rakyat;
• Semua warga Negara memiliki kemungkinan dan kesempatan yang sama untuk
berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan politik dan mengontrol
pemerintah;
• Semua tindakan pemerintahan terbuka bagi kritik dan kajian rasional oleh semua
pihak;
• Kebebasan berpendapat/berkeyakinan dan menyatakan pendapat;
• Kebebasan pers dan lalu lintas informasi;
• Rancangan undang-undang harus dipublikasikan untuk memungkinkan partisipasi
rakyat secara efektif.
5. Pemerintah dan Pejabat mengemban amanat sebagai pelayan masyarakat dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan bernegara yang
bersangkutan. Dalam asas ini terkandung hal-hal sebagai berikut:
• Asas-asas umum peerintahan yang layak;
• Syarat-syarat fundamental bagi keberadaan manusia yang bermartabat manusiawi
dijamin dan dirumuskan dalam aturan perundang-undangan, khususnya dalam
konstitusi;
• Pemerintah harus secara rasional menata tiap tindakannya, memiliki tujuan yang
jelas dan berhasil guna (doelmatig). Artinya, pemerintahan itu harus
diselenggarakan secara efektif dan efisien.
Muhammad Tahir Azhary dengan mengambil inspirasi dari sistem hukum Islam, mengajukan
pandangan bahwa ciri-ciri nomokrasi atau Negara Hukum yang baik itu mengandung 9
(sembilan) prinsip, yaitu:
1. Prinsip kekuasaan sebagai amanah;
2. Prinsip musyawarah;
3. Prinsip keadilan;
4. Prinsip persamaan;
5. Prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia;
6. Prinsip peradilan yang bebas;
7. Prinsip perdamaian;
8. Prinsip kesejahteraan;
9. Prinsip ketaatan rakyat.(Asshiddiqie, 2006)

2.1.2 Ciri-ciri Negara Hukum


Negara Hukum memiliki ciri-ciri yaitu:
1. Adanya Perlindungan juga Pengakuan Terhadap Hak Asasi Manusia
Pengakuan hak asasi manusia adalah merupakanunsur utama dalam ciri – ciri
negara hukum secara umum di Indonesia. hal ini karena hak asasi manusia adalah hak
yang paling dasar dimana pelanggaran terhadapnya harus bisa ditindak tegas. Disitulah
hukum diperlukan, sebagai alat maupun pedoman dalam usaha penegakan, perlindungan,
dan pengakuan terhadap hak asasi manusia.

2. Adanya Sistem Ketatanegaraan


Sistem ketatanegaraan adalah sebuah sistem kelembagaan yang mengatur urusan
– urusan kenegaraan. Di Indonesia, kita mengenal beberapa lembaga tinggi negara seperti
Majelis Permusyawarahan Rahkyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan lembaga
kepresidenan. Setiap lembaga tersebut memiliki tugas dan wewenang masing – masing
untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan sistem ketatanegaraan. Sebagai
contohContoh Kekuasaan Konstitutif dalam MPR untuk merubah dan memutuskan
undang – undang, Tugas, Fungsi, dan Wewenang DPR untuk mengusulkan undang –
undang, serta Wewenang Mahkamah Konstitusi Menurut UUD 1945 untuk mengatur
perselisihan yang terjadi karena pemilihan umum, dan lain sebagai nya.

3. Memiliki Sistem Peradilan yang Bebas Serta Tidak Memihak


Peradilan dalam negara hukum haruslah bebas dan tidak bias atau tidak memihak.
Peradilan disini adalah termasuk hakim, jaksa, petugas administrasi pengadilan, dan tentu
saja hukum yang ditetapkan. Akan tetapi, akhir – akhir ini di Indonesia sering terjadi
kasus yang melibatkan pejabat peradilan seperti jaksa dan hakim yang menerima suap
atau gratifikasi saat menangani sebuah kasus. Tidak hanya di tingkat daerah, hal tersebut
juga terjadi di area pemerintahan pusat. Hal ini sangat disayangkan mengingat Indonesia
adalah negara hukum yang seharusnya memiliki sistem peradilan yang independen. Hal
tersebut tentu saja telah mencoreng nama baik peradilan di Indonesia.
4. Adanya supremasi hukum
Salah satu ciri – ciri negara hukum secara umum di Indonesia adalah adanya
supremasi hukum. Supremasi hukum adalah dimana hukum bisa dijadikan patokan atau
aturan dalam segala bidang. meskipun begitu, kekuatan hukum tersebut tidak bisa
digunakan dengan semena – mena. Seberapapun kekuatan hukum, hukum hanya bisa
dijatuhkan kepada yang salah. Aturan dalam menjatuhkan hukum pun harus ditaati
dengan benar.
Menurut Hornby.A.S supremasi hukum adalah kekuasaan tertinggi hukum dalam
mengatur kehidupan manusia. Sedangkan menurut Soetandyo Wignjosoebroto supremasi
hukum merupakan upaya untuk menempatkan hukum dalam tempat tertinggi sebagi
perlindungan pada seluruh masyarakat tanpa adanya intervensi dari manapun termasuk
para pemegang kekuasaan negara. Selain itu, pendapat lain dari Abdul Manan
menyatakan bahwa supremasi hukum adalah kiat untuk menegakkan hukum di posisi
tertinggi sebagai komandan atau panglima yang melindungi dan menjaga stabilitas
kehidupan bangsa dan negara. Dari pengertian – penngertian tersebut, yang harus kita
ingat adalah bahwa posisi hukum menempatkan kita untuk bisa menghormati hukum
dengan menaati peraturan yang berlaku.

5. Terdapat peradilan pidana dan perdata


Di Indonesia, kita mengenal ada dua macam peradilan. Peradilan tersebut adalah
peradilan pidana yang menyangkut pelanggaran kepentingan orang banyak dan peradilan
perdata yang membahasa masalah antara orang perorangan. Dalam hukum perdata,
Indonesia membahas beberapa masalah yang berhubungan dengan hukum perdata, antara
lain hukum tentang diri seseorang, hukum keluarga, hukum kekayaan, dan hukum waris.
Proses Peradilan Pidana dan Perdata di Indonesia ini juga menjadi salah satu ciri – ciri
umum negara hukum di indonesia. oleh karena itu, di Indonesia pun dikenal dengan
adanya hukum pidana dengan hukum perdata.

6. Adanya pembagian kekuasaan


Seperti yang telah disampaikan oleh negarawan terkenal dunia, John Locke,
dalam negara hukum harus ada pembagian kekuasaan. Pembagian kekuasaan ini terutama
diterapkan oleh negara hukum yang menjunjung tinggi demokrasi seperti halnya
Indonesia. menurut John Locke, pembagian kekuasaan negara dibagi menjadi tiga. Dari
situlah muncul istilah trias politika dimana kekuasaan negara dibagi menjadi kekuasaan
legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Kekuasaan legislative dipegang oleh Majelis Permusyawarahan Rakyat atau
MPR, Dewan Perwakilan Daerah atau DPD, dan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPD.
Lembaga legislatif ini khususnya MPR mempunyai tugas dan wewenang untuk membuat
undang – undang atau yang disebut dengan wewenang konstitutif MPR. Sedangkan
pemegang Kekuasan Eksekutif Presiden yang mempunyai wewenang – wewenang yang
diantaranya adalah melantik dan memberhentikan menteri dalam kabinet kepresidenan.
Selain itu, kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi,
dan Komisi Yudisial, yang mengawasi jalannya penerapan kebijakan dan melakukan
pengawasan terhadap jalannya peradilan.

7. Ada kebebasan berpendapat


Kebebasan berpendapat bagi warga negara dijamin dalam negara hukum. Seperti
halnya di Indonesia, kebebasan berpendapat diatur dalam konstitusi resmi Indonesia,
yaitu Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Lebih khususnya,
undang – undang tentang kebebasan berpendapat tersebut tercantum dalam pasal 28
Undang – Undang Dasar 1945.
Oleh karena, itu, rakyat Indonesia memiliki kebebasan untuk berpendapat dalam
bentuk apapun demi perbaikan dan kemajuan bangsa dan negara. Pendapat atau aspirasi
tersebut bisa diwujudkan dalam sebuah usulan dari anggota perwakilan rakyat, kegiatan
yang menjadi program sebuah kelompok, maupun tulisan dan tindakan melalui media
elektronik yang saat ini telah sangat berkembang dan mudah diakses oleh semua
kalangan. Akan tetapi, kebebasan tersebut bukan berarti warga negara bisa berbicara
semau sendiri mengungkapkan pendapat dan kritiknya. Semua itu harus disertai dengan
bukti dan alasan yang rasional.

8. Kebebasan berorganisasi
Selain menjamin kebebasan berpendapat, pasal 28 dalam undang undang dasar
1945 ini juga mengatur tentang kebebasan warga negara untuk berkumpul. Berkumpul
disini bisa ditafsirkan sebagai kebebasan untuk berorganisasi. Dalam berorganisasi ini,
masyarakat bisa bertukar pikiran dan mengluarkan pendapat demi perbaikan negara.
Kebebasan berorganisasi ini juga dianggap sebagai bentuk penghormatan hak asasi
manusia yang telah menjadi unsur utama dalam negara hukum.
Di Indonesia, kebebasan untuk berkumpul dan mengeluarkan pendapat ini telah
dijamin sejak konstitusi resmi negara Indonesia ditetapkan. Akan tetapi, dalam
kenyataannya, kebebasan warga negara untuk berkumpul dan mengeluarkan pendapat ini
baru terlihat dan berkembang pesat di era reformasi. Seperti yang kita tahu, era reformasi
dimulai pada sekitar tahun 1998. Salah satu contoh perkembangan aktivitas berkumpul
dan mengeluarkan pendapat tersebut bisa kita temukan dalam pembentukan partai politik.
sebelum reformasi, kita hanya mengenal paling tidak 3 partai politik yang bisa dipilih.
Akan tetapi, pada pemilu pertama pasca reformasi, kita mempunyai 48 partai politik
untuk dipilih. Memperlihatkan bahwa warga negara banyak yang menggunakan partai
politik untuk berserikat dan berkumpul, selain untuk menggunakannya sebagai kendaraan
politik.

9. Sistem pemilihan umum yang bebas


Di negara hukum, pemilihan diselenggarakan dengan mengusung kebebasan. Hal
ini bermaksud bahwa semua warga negara mempunyai kebebasan dalam menggunakan
hak pilihnya. Bebas untuk memilih partai maupun calon manapun yang paling sesuai
dengan visi misi nya. Kebebasan tersebut juga dilindungi, sehingga tidak ada satupun
yang bisa memberikan paksaan untuk memilih. Di Indonesia sendiri, pemilihan umum
tidak hanya menggunakan asas bebas. Di Indonesia, asas pemilu adalah bebas, umum,
rahasia, jujur, dan adil atau yang dikenal dengan semboyan luber dan jurdil.

10. Diterapkan pendidikan kewarganegaraan


Dengan ditetapkannya Indonesia sebagai negara hukum, berarti bahwa Indonesia
telah berkomitmen untuk menjunjung tinggi hukum sebagai peraturan yang harus ditaati.
Menjunjung tinggi dan menegakkan hukum tidak akan bisa dilakukan tanpa adanya
pengetahuan tentang hukum itu sendiri. Oleh karena itu, perlu diterapkan pendidikan
kewarganegaraan untuk siswa di negar hukum. Di Indonesia, pendidikan
kewarganegaraan ini bertujuan untuk mendidik warga negara agar bisa berpikir lebih
kritis, rasional, dan kreatif. Selain itu, lewat pendidikan kewarganegaraan, siswa
diharapkan untuk bisa berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan kewarganegaraan juga digunakan
sebagai latihan agar para siswa bisa lebih sadar dan menghargai hukum. Dengan begitu,
jelas bahwa pendidikan kewarganegaraan sangat penting untuk diterapkan dalam negara
hukum.

11. Terdapat pembatasan tugas dan wewenang bagi para pejabat


Dalam negara hukum, pejabat yang notebene merupakan penguasa politik di
Indonesia tetap memiliki batasan tugas dan wewenang. Pembatasan tugas dan wewenang
tersebut pun jelas disebutkan dalam konstitusi, baik itu UUD 1945, UU RI, Peraturan
Presiden, maupun Peraturan Menteri. Sebagai contoh, Tugas dan Fungsi Kejaksaan
Tinggi Menurut PP No.38 Tahun 2010.

12. Semuanya mempunyai persamaan kedudukan di muka hukum


Di negara hukum, semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di muka
hukum. Baik itu pejabat, orang kaya, maupun rakyat jelata, semua akan dihukum apabila
melakukan kesalahan atau pelanggaran terhadap hukum. Perlakuan yang sama juga akan
diterapkan selama mereka menjalani proses hukum.
Sayangnya, belakangan ini di Indonesia, kita bisa menemukan beberapa kasus
dimana para pejabat tinggi negara melakukan pelanggaran hukum, namun mendapat
keistimewaan dalam masa menjalani hukuman. Antara lain, sel dengan fasilitias khusus
yang beberapa tahun lalu ditemukan pada salah satu elit politik yang mengubah hotel
prodeo menjadi hotel bintang lima. Selain itu, kita juga pernah mengetahui adanya salah
seorang pejabat tinggi dirjen perpajakan yang bisa keluar masuk penjara selama masa
hukuman dan mendapat kesempatan untuk bisa berlibur di berapa tempat wisata di
Indonesia.

13. Legalitas dalam arti hukum itu sendiri


Kita sering mendengar isitilah asas legalitas dalam negara hukum. Asas ini
merupakan asas fundamental yang dipertahankan demi kepastian hukum. Seorang ahli
hukum Jerman bernama Anselm von Feuerbach merumuskan asas legalitas yang terdiri
atas; 1) tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana dalam undang – undang. 2) tidak ada
pidana tanpa tindakan pidana. 3) tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut
undang – undang. Yang diringkas menjadi tidak ada perbuatan pidana, tidak ada
(hukuman) pidanan, tanpa ketentuan undang – undang pidana terlebih dahulu. Asas
legalitas sendiri ditetapkan dan digunakan untuk melindungi kepentingan individidu
sebagai salah satu ciri – ciri negara hukum secara umum di Indonesia. Legalitas ini
jugalah yang memberikan batasan wewenang pada para pejabat politik di Indonesia.
dengan adanya legalitas ini, semua warga negara Indonesia termasuk para pejabat dan
penguasa politik untuk dapat mempertanggungjawabkan pelanggaran yang dilakukannya
secara hukum. Secara umum, tujuan dari legalitas hukum adalah memperkuat adanya
kepastian hukum, menciptakan keadilan dan kejujuran bagi terdakwa, mengefektifkan
deterent function dari sanksi pidana, mencegah penyalahgunaan kekuasaan, serta
memperkokoh penerapan the rule of law dalam negara hukum.(Paramita, 2018)

2.2 Hak Asasi Manusia


Dewasa ini kita sering mendengar tentang tuntutan penegakan ham dan penuntasan kasus
ham yang sudah lama ada, sebelum itu mari kita cari tau apa itu ham? HAM adalah sebuah
konsep hukum dan normatif yang menyatakan bahwa manusia memiliki hak yang melekat pada
dirinya karena ia adalah seorang manusia. Hak asasi manusia berlaku kapanpun, di manapun, dan
kepada siapapun, sehingga sifatnya universal. HAM pada prinsipnya tidak dapat dicabut. Hak
asasi manusia juga tidak dapat dibagi-bagi, saling berhubungan, dan saling bergantung. Hak
asasi manusia biasanya dialamatkan kepada negara, atau dalam kata lain, negaralah yang
mengemban kewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia,
termasuk dengan mencegah dan menindaklanjuti pelanggaran yang dilakukan oleh swasta.
Dalam terminologi modern, hak asasi manusia dapat digolongkan menjadi hak sipil dan politik
yang berkenaan dengan kebebasan sipil (misalnya hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, dan
kebebasan berpendapat), serta hak ekonomi, sosial, dan budaya yang berkaitan dengan akses ke
barang publik (seperti hak untuk memperoleh pendidikan yang layak, hak atas kesehatan, atau
hak atas perumahan).(Wikipedia, 2021)
Pengertian hak asasi manusia menurut Shalahuddin Hamid ialah “Kebenaran yang
diperjuangkan kewenangannya dan menjadi milik individu, kelompok sesuai dengan cara
pandang terhadap kebenaran baik berupa materi maupun non materi”.
Menurut Ramdlon Naning, hak asasi ialah “Hak yang melekat pada martabat manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan dan hak tersebut dibawa manusia sejak lahir ke muka bumi,
sehingga hak tersebut bersifat fitri (kodrati), bukan merupakan pemberian manusia atau
negara”.
Hak yang bersifat kodrati tersebut berarti tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang
dapat mencabutnya dan tidak dapat dipisahkan dari hakekatnya. Dengan demikian, bukan berarti
manusia dengan haknya dapat berbuat sebebas mungkin. Sebab apabila seseorang melakukan
sesuatu yang dapat dikategorikan melanggar hak asasi orang lain, maka ia harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya. (Ii & Franchise, 2001)
2.2.1 Kerangka Hak Asasi Manusia
Sepanjang sejarah, masyarakat telah mengembangkan sistem keadilan, seperti Magna Carta
(1215) atau Deklarasi Hak Asasi Manusia Prancis. Namun tidak satupun dari prekursor
instrumen hak asasi manusia ini yang mencerminkan konsep fundamental bahwa setiap orang
berhak atas hak tertentu hanya demi kemanusiaan mereka. Pada abad kesembilan belas,
Konvensi Jenewa meletakkan dasar bagi hukum humaniter internasional dan Organisasi
Perburuhan Internasional membuat konvensi untuk melindungi pekerja.
Setelah masa penjajahan dan Perang Dunia II, muncul suara-suara di seluruh dunia tentang
standar hak asasi manusia untuk memperkuat perdamaian internasional dan melindungi warga
sipil dari pelecehan oleh pemerintah. Suara-suara ini memainkan peran penting dalam pendirian
Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1945.
Hak untuk semua anggota keluarga manusia pertama kali ditetapkan dalam Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia (UDHR), salah satu inisiatif pertama dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang
baru dibentuk. Ketiga puluh pasal ini bersama-sama membentuk pernyataan yang komprehensif,
dengan hak ekonomi, sosial, budaya, politik, dan sipil. Deklarasi ini bersifat universal (berlaku
untuk orang-orang di seluruh dunia) dan tidak terpisahkan (semua hak sama pentingnya untuk
realisasi penuh kemanusiaan seseorang).
UDHR adalah sebuah pernyataan. Memang benar sekarang ini berstatus hukum kebiasaan
internasional. Tetapi karena itu adalah pernyataan, itu hanya menyiratkan seperangkat prinsip
yang menjadi komitmen negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam upaya untuk
menyediakan kehidupan yang bermartabat bagi semua orang. Agar hak-hak yang ditentukan
dalam deklarasi dapat ditegakkan sepenuhnya secara hukum, mereka harus ditulis dalam
dokumen yang disebut perjanjian. Untuk alasan politis dan prosedural, hak dibagi menjadi dua
perjanjian terpisah, masing-masing menangani kategori hak yang berbeda.
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) menetapkan hak-hak khusus
berorientasi kebebasan yang tidak boleh diambil oleh negara dari warganya, seperti kebebasan
berekspresi dan kebebasan bergerak.
Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) mengatur pasal-
pasal dari UDHR yang mendefinisikan hak individu untuk menentukan nasib sendiri dan hak
atas kebutuhan dasar, seperti makanan, tempat tinggal dan perawatan kesehatan, yang harus
disediakan oleh negara sejauh mungkin. Majelis Umum PBB mengesahkan kedua konvensi
tersebut pada tahun 1966.
Sejak diadopsi pada tahun 1948, Deklarasi Universal telah menjadi dasar bagi dua puluh
perjanjian utama hak asasi manusia. Bersama-sama ini membentuk kerangka HAM Perserikatan
Bangsa-Bangsa.
Perjanjian hak asasi manusia utama Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah:
➢ Konvensi tentang Pencegahan dan Hukuman Genosida, 1948
➢ Konvensi Internasional tentang Status Pengungsi, 1951
➢ Konvensi Perbudakan, 1926, dilengkapi dengan Protokol, 1953
➢ Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, 1965
➢ Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik, 1966
➢ Konvensi tentang Ketidakterlakuan Batasan Hukum terhadap Kejahatan Perang dan
Kejahatan Terhadap Kemanusiaan, 1968
➢ Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, 1979
➢ Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman yang Kejam, Tidak
Manusiawi atau Merendahkan Martabat, 1984
➢ Konvensi Hak Anak, 1989
➢ Konvensi Internasional untuk Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan
Keluarganya, 1990
➢ Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas, 2006
Selain PBB, organisasi global, ada juga organisasi regional yang juga mengembangkan
instrumen HAM. Perjanjian hak asasi manusia regional ini dirancang untuk memperkuat
perjanjian PBB, yang tetap menjadi kerangka kerja dan standar minimum di semua bagian dunia.
Contohnya adalah:
➢ Konvensi Eropa untuk Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Fundamental
(ECHR, juga dikenal sebagai Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia) diadopsi pada
tahun 1950 oleh Dewan Eropa dan sekarang diratifikasi oleh 47 negara anggota;
➢ Konvensi Eropa untuk Pencegahan Penyiksaan dan Tidak Manusiawi atau Merendahkan
Martabat. Treatment atau Punishment, diadopsi pada tahun 1987 oleh Council of Europe;
➢ Piagam Sosial Eropa, diadopsi oleh Dewan Eropa pada tahun 1961 dan direvisi pada
tahun 1996;
➢ Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia, diadopsi pada tahun 1969 oleh
Organisasi Negara-negara Amerika (OAS) dan berlaku untuk pemerintah yang telah
meratifikasinya di Amerika Utara, Tengah dan Selatan;(Universitas Medan Area, 2020)

2.2.2 Macam-macam Hak Asasi Manusia


Adapun macam-macam hak asasi manusia menurut Universal Declaration of Human Rights
adalah :
a. Hak-hak pribadi antara lain, hak persamaan, hak hidup, hak kebebasan, keamanan
dan sebagainya yang termuat dalam pasal 3-11.
b. Hak-hak yang dimiliki oleh individu dalam hubungannya dengan kelompok-
kelompok sosial di mana ia ikut serta, yaitu hak kerahasiaan kehidupan keluarga
dan hak menikah, hak untuk memiliki kewarganegaraan, hak untuk mencari suaka
dalam keadaan adanya penindasan, hak-hak untuk mempunyai hak milik dan
untuk melaksanakan agama, yang semuanya diatur dalam pasal 12-17.
c. Kebebasan-kebebasan sipil dan hak-hak politik yang dijalankan untuk
memberikan kontribusi bagi pembentukan instansi-instansi pemerintahan atau
ikut serta dalam proses pembuatan keputusan yang meliputi kebebasan
berkesadaran, berfikir dan menyatakan pendapat, kebebasan berserikat dan
berkumpul, hak memilih dan dipilih, hak untuk menghubungi pemerintah dan
badan-badan pemerintah umum. Hal ini diatur dalam pasal 18-21.
d. Berkenaan dengan hak ekonomi dan sosial, yaitu hak-hak dalam bidang
perburuhan, produksi dan pendidikan, hak untuk bekerja dan mendapatkan
jaminan sosial serta hak untuk memilih pekerjaan dengan bebas, untuk
mendapatkan upah yang sama atas kerja yang sama, hak untuk membentuk dan
ikut serta dalam serikat buruh, hak-hak istirahat dan bersenang-senang,
memperoleh jaminan kesehatan, pendidikan dan hak untuk ikut serta secara bebas
dalam kehidupan budaya masyarakat, ini diatur dalam pasal 22-27.

Sedangkan macam-macam hak asasi manusia menurut UUD 1945 adalah :


a. Hak-hak dalam lapangan politik, contohnya kemerdekaan, berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya,
ditetapkan dalam UUD 1945 (pasal 28).
b. Hak-hak dalam lapangan ekonomi, tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (pasal 27).
c. Hak-hak dalam lapangan sosial, fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh
negara (pasal 34).
d. Hak-hak dalam lapangan kebudayaan, tiap-tiap warga negara mendapat
pengajaran, pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pengajaran nasional (pasal 31), pemerintah memajukan kebudayaan nasional
(pasal 32).
Macam-macam hak asasi manusia di dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia nomor XVII/MPR/1998, dijelaskan sebagai berikut :
a. Hak untuk hidup :
1) Berhak untuk hidup
2) Mempertahankan hidup
3) Kehidupan

b. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan :


1) Membentuk keluarga
2) Melanjutkan keturunan melalui perkawinan.

c. Hak mengembangkan diri :


1) Berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh berkembang secara
layak.
2) Berhak atas perlindungan dan kasih sayang untuk pengembangan pribadinya,
memperoleh dan mengembangkan pendidikan untuk meningkatkan kualitas
hidupnya.
3) Berhak untuk mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi kesejahteraan umat manusia.
4) Berhak untuk memajukan dirinya dengan memperjuangkan hakhaknya secara
kolektif serta membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.

d. Hak keadilan :
1) Berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan, hukum yang
adil.
2) Berhak mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama dihadapan
hukum.
3) Dalam hubungan kerja berhak mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak.
4) Berhak atas status kewarganegaraan.
5) Berhak atas kesempatan yang sama untuk bekerja.
6) Berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

e. Hak kemerdekaan :
1) Berhak memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan
kepercayaannya itu.
2) Berhak atas kebebasan menyatakan pikiran dan sikap sesuai nurani.
3) Bebas memilih pendidikan dan pengajaran
4) Bebas memilih pekerjaan
5) Berhak memilih kewarganegaraan
6) Bebas bertempat tinggal di wilayah negara, meninggalkannya dan berhak untuk
kembali
7) Berhak atas kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

f. Hak atas kebebasan informasi :


1) Berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungannya.
2) Berhak untuk mencari, memperoleh, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala saluran yang tersedia.

g. Hak keamanan :
1) Berhak atas rasa aman dan perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi
2) Berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan hak
miliknya.
3) Berhak mencari suaka untuk memperoleh perlindungan politik dari negara lain
4) Berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat
martabat manusia.
5) Berhak ikut serta dalam upaya perbedaan negara.
h. Hak kesejahteraan :
1) Berhak hidup sejahtera lahir dan bathin
2) Berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat
3) Berhak untuk bertempat tinggal serta kehidupan yang layak
4) Berhak memperoleh kemudahan perlakuan khusus di masa kanakkanak, di hari
tua, dan apabila menyandang cacat.
5) Berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara
utuh sebagai manusia bermartabat.
6) Berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh di
ambil secara sewenang-wenang oleh siapapun.
7) Berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.(Ii &
Franchise, 2001)

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam penyelesaian konflik kebebasan beragama berdasarkan Hak
Asasi Manusia adalah Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu sesuai dengan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 29 ayat (2), Pasal 28E ayat (1) dan (2), Pasal 28I
ayat (1) dan Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 22 ayat (1) dan
(2) juga tentang Konvensi Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang disahkan dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik Pasal 18
ayat (1) dan (2). Pemerintah indonesia juga menggunakan cara penyelesaian konfik kebebasan
beragama melalui mediasi, sehingga asas kesetaraan dan non diskrimanasi dapat diterapkan kepada
semua pihak.Terjadinya konflik dalam kebebasan beragama disebabkan banyak masyarakat dan bahkan
pemangku kepentingan dalam hal ini adalah penyelenggara pemerintahan setingkat desa yang belum
paham kebebasan beragama yang secara formal dijamin oleh berbagai macam peraturan termasuk
didalam konstitusi negara Republik Indonesia, sehingga terciptanya celah-celah yang dapat
dimanfaatkan oleh sekelompok oknum

3.2 Saran

Negara sebagai pembuat kebijakan baik di pusat dan di daerah harus memperhatikan nilai-nilai prinsip
Hak Asasi Manusia disetiap regulasi/peraturan terutama yang masih mengandung unsur agama
tertentu. Hal ini harus selaras dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dalam hal
kebebasan beragama. Pemerintah sesegera mungkin untuk menarik peraturan yang masih mengandung
unsur agama tertentu kemudian membuat peraturan yang sinkron terhadap nilai-nilai hak asasi manusia
dalam beragama dan menindak dengan tegas pelaku-pelaku yang menggunakan kekerasan
beragama.Pemerintah harus tegas melindungi dan menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan
warga negara sesuai perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Daftar Pustaka

Asshiddiqie, J. (2006). GAGASAN NEGARA HUKUM INDONESIA. 1–17.


https://doi.org/10.14375/np.9782725625973
Hakim, A. A. (2011). Negara Hukum Dan Demokrasi Di Indonesia. Makalah Calon Hakim, 1–
37.
Ii, B. A. B., & Franchise, A. P. (2001). Bab ii tinjauan umum tentang hak asasi manusia.
Http://Digilib.Uinsby.Ac.Id/1492/9/Bab%202.Pdf, 5(1), 27–60.
http://digilib.uinsby.ac.id/1492/9/Bab 2.pdf
Jumiati. (2006). Materi Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam Pembelajaran di Sekolah
Menengah. Jurnal Demokrasi, Vol V(2), 177.
Paramita, D. (2018). 13 Ciri – Ciri Negara Hukum Secara Umum Di Indonesia. Guruppkn.Com.
https://guruppkn.com/ciri-ciri-negara-hukum
Universitas Medan Area. (2020). Apa Itu Hak Asasi Manusia? Uma.Ac.Id.
https://hukum.uma.ac.id/2020/09/17/apa-itu-hak-asasi-manusia/
Wikipedia. (2021). Hak Asasi Manusia. Id.Wikipedia.Org.
https://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia

Anda mungkin juga menyukai